Pengukuran hasil belajar dapat diartikan sebagai kegiatan untuk membandingkan hasil
belajar dengan standar yang ditetapkan (kriteria ketuntasan minimal).
Pengukuran hasil belajar bersifat kuantitatif, sehingga dinyatakan secara numerik.
Dengan demikian, pengukuran dapat dijadikan sebagai instrumen untuk melakukan
penilaian.
Sedangkan evaluasi hasil belajar merupakan suatu proses atau kegiatan untuk
menentukan nilai, kriteria, keputusan atau tindakan dari pembelajaran yang telah
dilakukan.
2. Melalui evaluasi pembelajaran siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Apakah siswa merasa puas atau tidak
puas atas hasil yang diperolehnya. Bila hasilnya bagus akan menyenangkan dan dapat
menambah semangat belajar siswa, sementara bila hasil tidak bagus maka ia akan
berusaha agar penilaian berikutnya memperoleh hasil yang memuaskan.
Contoh: pada ulangan harian, Aisyah dapat menjawab tiga dari lima pertanyaan tes
uraian tetapi pada ulangan harian sebelumnya Aisyah hanya dapat mengerjakan dua
dari lima butir soal yang disediakan. Dari data tersebut dinyatakan bahwa Aisyah telah
mengalami kemajuan dalam belajar. Ini berarti pembelajaran yang dilakukan cukup
berhasil. Dari contoh tersebut, sebenarnya telah dilakukan tes, pengukuran, asesmen,
dan evaluasi.
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada Aisyah adalah contoh alat ukur untuk
mengukur hasil belajar Aisyah. Alat ukur tersebut mengacu pada pengertian tes.
Keberhasilan Aisyah menjawab dengan benar tiga dari lima pertanyaan merupakan
hasil pengukuran. Penggunaan alat ukur yang menghasilkan angka-angka ini mengacu
pada pengertian pengukuran. Setelah membandingkan hasil ulangan harian pertama dan
kedua, dinilai bahwa Aisyah telah meningkat hasil belajarnya. Pernyataan ini mengacu
pada pengertian asesmen. Sedangkan pernyataan tentang keberhasilan pembelajaran
yang telah dilakukan telah mengacu pada pengertian evaluasi.
6. Ranah pengukuran dalam penilaian hasil belajar meliputi kognitif, afektif dan
keterampilan.
1. Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya
kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan
kemampuan mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan
kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarki yang terdiri dari pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan
hafalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut juntuk menyatakan
masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada
tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan
informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan
pendapat serta menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta
didik dituntut untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya
sendiri dan mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik
mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di
dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut.
Dengan demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke
tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan
dengan aspek belajar yang berbeda-beda.
Bentuk tes kognitif diantaranya; (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan
ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau
isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi
langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi
dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale).
Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian
terentang dari sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah
psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam
kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya
sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. Pengukuran hasil belajar ranah
psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.
7. Untuk menjawab test objektif tidak banyak memakai waktu. Reabilitasnya lebih tinggi
kalau di bandingkan dengan test Essay, karena penilainnya bersifat objektif. Pemberian
nilai dan cara menilai test objektif lebih cepat dan mudah karena tidak menuntut
keahlian khusus dari pada si pemberi nilai. Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya
karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi. Untuk
menjawab test objektif tidak banyak memakai waktu. Pemeriksaanya dapat diserahkan
orang lain. Tes Objektif tidak memperdulikan penguasaan bahasa, sehingga mudah
dilaksanakan.
8. Tes uraian merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes
uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-
kata dan bahasa sendiri.
Kelebihan Test Uraian yaitu:
Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pendapatnya sendiri.
Murid tidak dapat menerka- nerka jawaban soal.
Test ini sangat cocok untuk mengukur dan mengevaluasi hasil suatu proses belajar
yang kompleks yang sukar diukur dengan mempergunakan test objektif.
Derajad ketepatan dan kebenaran murid dapat dilihat dari kalimat- kalimatnya.
Jawaban diungkapakan dalam kata- kata dan kalimat sendiri, sehingga test ini dapat
digunakan untuk melatih penyusunan kalimat dengan bahasa yang baik, benar, dan
cepat.
Test ini digunakan dapat melatih peserta didik untuk memilih fakta yang relevan
dengan persoalan, dan Sukar dinilai secara tepat mengorganisasikannya sehingga
dapat mengungkapkan satu hasil pemikiran yang terintegrasi secara utuh.
Dari berbagai rambu-rambu yang ada itu, selanjutnya melalui kegiatan Musyawarah
Guru Bidang Study (MGMP) maka akan dapat diperoleh berapa KKM dari masing-
masing bidang study.
Ada beberapa kreteria penetapan KKM yang dapat dilaksanakan , diantaranya :
1) Kompleksitas indikator ( kesulitan dan kerumitan)
2) Daya dukung ( sarana dan prasarana yang ada, kemampuan guru, lingkungan, dan
juga masalah biaya)
3) Intake siswa ( masukan kemampuan siswa )
Kemudian dalam menafsirkan KKM dapat pula dilakukan dengan beberapa cara,
dainataranya :
1) Dengan cara memberikan point pada setiap kreteria yang ditetapkan (dalam bentuk
%):
a) Kompleksitas: (tingkat kesulitan/ kerumitan )
Kompleksitas tinggi pointnya = 1
Kompleksitas sedang pointnya = 2
Kompleksitas rendah pointnya = 3
b) Daya dukung : (Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya)
Daya dukung tinggi pointnya = 3
Daya dukung sedang pointnya = 2
Daya dukung rendah pointnya = 1
c) Intake Siswa : (masukan kemampuan siswa)
Intake siswa tinggi pointnya = 3
Intake siswa sedang pointnya = 2
Intake siswa rendah pointnya = 1
Contoh :
Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut:
Kompleksitas rendah =3, daya dukung tinggi =3, intake siswa sedang = 2, maka
KKM-nya adalah (3 + 3 + 2) x 100 = 88,89 %
Contoh:
Kompleksitas sedang =75, daya dukung tinggi= 90, intake sedang = 70 maka KKM-
nya adalah ( 75 + 90 +70) = 78,3
Contoh :
Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut : kompleksitas rendah, daya dukung
tinggi dan intake siswa sedang, maka dapat dikatakan bahwa dari ketiga komponen
diatas hanya satu komponen saja yang mempengaruhi untuk mencapai ketuntasan
masimal 100 yaitu intake (sedang). Jadi dalam hal ini guru dapat menetapkan
kreteria ketuntasan antara 90-80. ( Pedoman penetapa KKM dar BSNP, 2006)
10. Menurut saya kaidah penyusunan soal tersebut masing kurang lengkap, seperti
kurangnya indikator soal, kunci jawaban, dan penskoran. Kalau mengenai perakitan
soal berdasarkan kisi-kisi nya sudah tepat, hanya saja kata-katanya bisa lebih rinci dan
lebih jelas.
11. Dalam kegiatan untuk mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari
berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan
perkembangan belajar siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan dalam penilaian
antara lain: kuis, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan akhir
semester, laporan kerja dan lain sebagainya. Contoh: guru memberi tugas kepada siswa
untuk mengarang yang harus dikumpulkan pada tanggal yang telah ditetapkan. Setelah
siswa mengumpulkan karangan, guru memeriksa dan memberi umpan balik kepada
siswa untuk diperbaiki lagi. Hasil pemeriksaan dikembalikan kepada siswa untuk
diperbaiki. Siswa kemudian memperbaiki karangannya sesuai dengan masukan guru.
Setelah memperbaiki karangannya, siswa mengumpulkan kembali karangannya kepada
guru untuk dinilai. Dari kegiatan seperti ini, guru dapat menilai hasil dan
perkembangan belajar siswa.
12. Guru dalam mengoreksi jawaban peserta didik untuk setiap nomor. Misalnya, guru
mengoreksi jawaban nomor satu untuk seluruh peserta didik, kemudian dilanjutkan
dengan mengoreksi nomor dua dan seterusnya. Keunggulan metode ini membantu
guru dalam memberikan nilai, karena mempermudah guru dalam menilai kualitas
jawaban peserta didik itu berbeda-beda. Kelemahan metode pernomor ini sangat
membutuhkan waktu yang cukup lama
13. Pedagogik adalah kajian yang mempelajari tentang bagaimana cara menghadapi anak
didik di dunia pendidikan. Selain itu pedagogik adalah ilmu yang wajib dikuasai oleh
para tenaga pengajar, sebab di dalamnya terdapat kajian membahas proses
pembelajaran, interaksi guru - pelajar, dan cara mengelola tempat belajar-mengajar.
14. Daya serap diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik untuk menyerap atau
menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang
diajarkan gurunya.
15. Soal ditempatkan pada tingkat kesukaran dan kemampuan peserta didik yang telah
disamakan skalanya. Bila tes sudah disamakan skalanya, siapapun yang mengambil tes
pada paket yang mudah, sedang, dan sukar, masing-masing tes masih berada pada skala
yang sama dan bisa dibandingkan. Oleh karena itu, tes yang diberikan kepada peserta
didik sudah selayaknya harus sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Apabila
kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru itu tinggi
(sudah tercapai target kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti tinggi.
Namun sebaliknya bila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang
diajarkan guru itu rendah (belum tercapai target kompetensinya), peluang menjawab
benar soal pasti rendah.
16. Menurut saya soal tersebut belum sesuai dengan indikatornya, karena didalam soal
diminta mencari luas persegi panjang, sedangkan didalam indikator diminta mencari
keliling persegi panjang.