Anda di halaman 1dari 6

Nama: Adela Karolina Simatupang

Nim: 7223144019

Kelas: PADP-B’22

TR 2 Evaluasi hasil belajar

Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun
1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Taksonomi bloom merujuk
pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini para pendidik
dapat mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional pelajaran bersifat
kognitif, afektif atau psikomotor. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau
prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan
kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema
taksonomi.Taksonomi yaitu ilmu tentang kelompok organisme berdasarkan perbedaan
kategori menurut karakter fisiknya. Pengelompokan atau karakterisasi akan dikelompokan
didasarkan kesamaannya yang biasanya diwariskan kepada keturunannya dari nenek
moyangnya.

Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti untuk
mengklasifikasi dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Di mana
taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat
lebih spesifik. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada
kemampuan berfikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi

Ranah Kognitif, Ranah Afektif, Ranah Psikomotorik

a.Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) atau segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam
ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang
terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang
dimaksud adalah:

 Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali


kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunkannya.

 Pemahaman (comprehension)

Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

 Penerapan (application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata
cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam
situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat
lebih tinggi ketimbang pemahaman.

 Analisis (analysis)

Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-
bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah
setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.

 Sintesis (syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru.
Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu
jasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan
tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.

 Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)

Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada
beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan
patokan-patokan atau kriteria yang ada.

b.Ranah afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki
kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta
didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran
pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah,
motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di
terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan
sebagainya.

Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu :

 minat,
 konsep diri,
 nilai
 sikap
 dan moral

c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar
afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi
belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang
terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut
agama Islam sebagaimana telah dikemukakan pada pembiraan terdahulu

Atmaja (2016) mengemukakan enam prinsip evaluasi pembelajaran yaitu:

 Objektif, evaluasi harus menyasar seluruh peserta didik tanpa pandang bulu. Kadang-
kadang ini sulit direalisasikan karena ada kalanya kita diperhadapkan pada pada
situasi dan kondisi memungkinkan kita tidak bisa berbuat adil. Misalnya, salah
seorang di antara peserta didik yang seharusnya dievaluasi, tetapi yang bersangkutan
mungkin keluarga atau bahkan anak dari teman sejawat atau anak dari pimpinan kita
di sekolah di mana kita mengajar. Namun, apa pun yang terjadi kita harus adil. Begitu
pula dengan objektivitas. Sikap objektif harus dimiliki oleh seorang evaluator. Kita
tidak boleh memberi nilai yang baik kepada seorang peserta didik yang pada
kenyataannya nilai itu tidak layak untuk diberikan kepadanya.
 Komprehensif atau menyeluruh; ada tiga ranah pembelajaran, yaitu ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Evaluasi pembelajaran harus mencakup ketiga
ranah tersebut. Guru tidak bisa hanya menilai salah satu atau dua di antaranya karena
keberhasiln peserta didik tidak bisa dilihat hanya pada satu aspek saja. Kegagalan
evaluasi/penilaian pada masa lampau terletak pada kesalahan penerapan prinsip ini.
Ada guru yang hanya melihat kemampuan peserta didik pada saat berdiskusi, lalu
langsung memberikan nilai yang baik. Padahal boleh jadi peserta didik yang kurang
aktif dalam berdiskusi tetapi bagus afeksinya. Atau sebaliknya. Jadi, evaluasi harus
bersifat menyeluruh atau kompehensif.
 Kontinuitas, pembelajaran harus berlanjut terus-menerus schingga berimbas pada
pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Guru minimal harus mengikuti perkembangan
peserta didik sejak mereka mulai pembelajaran di suatu kelas hingga berakhirnya
pembelajaran di kelas itu. Dengan cara seperti itu, guru dapat membandingkan antara
hasil belajar sebelumnya dan hasil belajar sekarang atau yang akan datang.
 Kooperatif: evaluasi diharapkan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tentunya,
guru tidak berjalan sendiri. Mereka harus berkolaborasi dengan beberapa pihak seperti
wali kelas, orang tua, kepala sekolah. guru BK, dan lain-lain. Kolaborasi, terutama
mesti dilakukan jika pembelajaran dilakukan secara terintegrasi dengan bidang studi
yang lain.
 Praktis, guru harus merancang alat evaluasi yang memiliki nilai kepraktisan.
Kepraktisan alat evaluasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang seperti mudahnya
dicerna dan dipahami, lengkapnya petunjuk pelaksanaan evaluasi, atau dari sudut
keterbacaan soal (bahasa). Keterbacaan soal ini penting karena kadang- kadang ada
soal yang ditemukan sulit dipahami oleh peserta didik yang mungkin disebabkan oleh
sulitnya bahasa yang digunakan. Atau, mungkin terlalu Panjang kalimat yang
digunakan sehingga waktu tidak sesuai dengan waktu mengerjakan item soal yang
disediakan.
 Follow-up atau tindak lanjut; pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran bukanlah
proses yang sifatnya formalitas belaka melainkan harus ada tindak lanjutnya. Proses
belajar- mengajar tidak selamanya berhasil semua. Atau dengan kata lain, ada kalanya
hasil Ciri-Ciri Evaluasi Hasil Belajar

Ciri-ciri evaluasi hasil belajar dibedakan atas lima, yaitu sebagai berikut.

 Evaluasi dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik,


pengukuran tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi hanya didasarkan pada
indikator-indikator atau gejala-gejala yang nampak. Oleh karena itu, masalah
ketepatan alat ukur yang digunakan (valid) menjadi masalah tersendiri.
 Pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya
menggunakan ukuran-ukuran kuantitatif atau angka-angka.
 Kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan
yang tetap.
 Prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu setelah bersifat
relatif, tidak akan menunjukkan kesamaan dan tergantung pada faktor-faktor, seperti
peserta didik, penilai, dan situasi yang terjadi pada saat penilai berlangsung.
 Kegiatan hasil belajar sulit dihindari terjadinya kekeliruan pengukuran (error), yang
disebabkan oleh
1. Alat ukurnya (tidak valid dan realiabel
2. Penilai (faktor subyektif, kecenderungan nilai murah atau mahal, kesan pribadi
terhadap peserta tes, pengaruh hasil yang lalu, kesalahan menghitung, suasana
hati penilaiKondisi fisik dan psikis peserta tes
3. Kesalahan akibat suasana ujian (suasana gaduh, pengawasan yang tidak baik
dan sebagainya).evaluasi tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal yang
telah ditetapkan, sehingga guru diharapkan memperoleh masukan berdasarkan
hasil evaluasi itu. Guru harus mencari tahu letak permasalahan yang menjadi
penyebab tidak berhasilnya peserta didik tertentu.

Anda mungkin juga menyukai