Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN INSTRUMEN NON TES BAGI GURU SD

UNTUK MENILAI RANAH AFEKTIF SISWA

MAKING OF NON TEST INSTRUMENT FOR ELEMENTARY SCHOOL TEACHER


TO ASSESS THE AFFECTIVE DOMAIN STUDENTS

Oleh :
Ema Butsi Prihastari dan Jumanto
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
butsinegara@gmail.com 1), antokarof27@yahoo.co.id 2)
Universitas Slamet Riyadi

ABSTRAK

Segala aktivitas yang dilakukan di dalam pembelajaran hendaknya dapat dievaluasi melalui
instrumen yang tepat. Berdasarkan survei di lapangan terdapat fenomena anak pintar dengan
karakter yang tidak peduli dengan sekitarnya, kemudian ada anak yang berani berbuat apa saja demi
mendapatkan nilai terbaik menjadi tren modern di sekolah saat ini. Permasalahan tersebut berkaitan
tentang watak perilaku yang menjadi bagian dari ranah afektif. Maka, diperlukan instrumen non tes
untuk membantu guru dalam mempertimbangkan dan memutuskan penilaian pada ranah tersebut.
Tujuan pengabdian ini melatih dan memahamkan pentingnya instrumen non tes kepada guru-guru
Sekolah Dasar di SD N Prawit I No.69 sehingga guru-guru dapat menggunakan instrumen tersebut
sebagai evaluasi pada ranah afektif. Metode pelaksanaan program ini dilakukan dengan metode
pendekatan: a) partisipatif, b) penyadaran, c) pembelajaran (teori dan praktek), dan d)
pendampingan. Sedangkan, mekanisme pelaksanaan pengabdian yaitu persiapan dan pelaksanaan
pelatihan yang meliputi: a) penyajian materi, b) penugasan membuat instrumen non tes, c) evaluasi
kegiatan (pre test dan post test), refleksi serta penutupan kegiatan. Berdasarkan hasil evaluasi
terdapat peningkatan sebesar 6,7 % yang didapatkan dari nilai rata-rata pre-test 55,6 dan post test
62,2. Peningkatan ini disertai tanggapan yang positif dan permintaan untuk keberlanjutan program
pengabdian kepada masyarakat.
Kata kunci: pelatihan, instrumen non tes, afektif

ABSTRACT

All activity are conducted in the learning should be evaluated to correct instrument. Based
on survey in the field, there is phenomenon of smart childs that not concern with theirs
surroundings. Now, there is child which dared to do anything for getting the best value become
trend at school. These problems related about behavioral that become part of the affective domain.
So, we need a non-test instrument to help teacher in considering and deciding on the assessment
domain. Target of this comunity service that train and important understanding of non-test
instrument to elementary school Prawit I No.69, so that, teachers can use the instrument as an
evaluation at affective domain. The method of implementation is conducted with approch method:
a) participatory, b) awareness, c) learning (practice and theory), and d) mentoring. Whereas, the
mechanism of implementation are preparation and implementation of training includes a) the
presentation of material, b) making of non test instrument, c) evaluation activities (pre-post test), as
well as reflection closure activities. Result of the evaluation, there is increase of 6.7% of the
average value of pre-test by 55.6 and post test by 62.2. The increase is positive feedback and
requests for this community service.
Keywords: training, non instrument tests, affective

ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018 121


PENDAHULUAN mengambil keputusan dalam pertemuan
Tujuan pendidikan nasional menurut selanjutnya dengan siswa. Hal ini dapat
Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 ialah membantu guru dalam mengikuti
mengembangkan potensi peserta didik agar perkembangan hasil belajar yang telah dicapai
menjadi manusia bertakwa kepada Tuhan oleh siswanya. Dikarenakan informasi
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat tersebut, dijadikan sebagai umpan balik
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi terhadap proses belajar mengajar yang
warganegara yang demokratis, serta dilakukan oleh guru dan menjadi tolak ukur
bertanggung jawab. Hal tersebut mencakup bagi guru untuk memperbaiki dan
tiga kelompok kemampuan, yaitu kemampuan meningkatkan pembelajaran selanjutnya.
berpikir, kemampuan berbuat, dan perilaku Sehingga, akan didapatkan hasil yang
atau perbuatan. Tujuan ini menjadi landasan optimal. Jadi, tujuan pendidikan saat ini
untuk merancang proses pembelajaran pada tidaklah hanya sekedar mengevaluasi
siswa serta evaluasi. pengetahuan tapi, ada aspek pengoptimalnya
Segala aktivitas yang dilakukan di yaitu aspek afektif berupa sikap atau
dalam pembelajaran hendaknya dapat perbuatan.
dilakukan evaluasi. Hal ini perlu dilakukan Sikap atau perbuatan merupakan suatu
untuk mengadakan penilaian terhadap hasil karakteristik manusia yang multidimensional,
yang telah dicapai, baik oleh terdidik maupun termasuk perilaku (attitude), nilai, dan minat
pendidik. Demikian pula dalam sekali proses (Andersen, 1981). Hal ini akan berkenaan
pembelajaran, guru menjadi seorang evaluator dengan perasaan siswa yang berhubungan
yang baik bagi siswa. Kegiatan ini dengan lingkungan tempat mereka belajar
dimaksudkan untuk mnegetahui apakah yaitu sekolah. Siswa memiliki perasaan yang
tujuan yang sudah dirumuskan tercapai atau bermacam-macam terhadap apa yang mereka
belum. Kesemua hal tersebut dapat terjawab tangkap atau dapatkan baik bersifat positif
dengan kegiatan evaluasi atau penilaian maupun negatif dan memiliki beragam
Evaluasi memiliki kedudukan yang intensitas. Hal ini menjadi tantangan bagi
penting dalam proses belajar mengajar. Guru guru pada proses belajar mengajar untuk
sebagai pengendali kelas dapat mengetahui dapat melihat dan merasakan kondisi-kondisi
kemampuan siswanya melalui evaluasi. Guru yang mampu meningkatkan sikap atau
juga dapat mengevaluasi ranah afektif siswa perbuatan dari siswa dapat berkembang
yang cenderung dapat muncul dari sering menjadi lebih baik khususnyadi sekolahan.
melihat dan kebiasaan. Melalui instrumen Watak perilaku seperti perasaan, minat,
evaluasi yang tepat tentunya akan didapatkan sikap, emosi, dan nilai menjadi bagian dari
hasil yang akurat yang membantu guru untuk ranah afektif. Popham (1995) menyatakan

122 ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018


bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan dipisahkan untuk mencapai tujuan belajar
belajar seseorang. Dimana orang yang tidak optimal.
memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit Berdasarkan kenyataan di lapangan dan
untuk mencapai keberhasilan studi secara dari artikel-artikel di koran. Terdapat
optimal. Oleh karena itu, semua guru harus fenomena anak pintar dengan karakter yang
mampu membangkitkan minat semua siswa tidak peduli dengan sekitarnya, kemudian ada
terhadap pelajaran yang diajarkan. Demikian anak yang berani berbuat apa saja demi
pula aspek sikap memegang peranan penting, mendapatkan nilai terbaik atau lebih parahnya
siswa yang memiliki sikap yang positif jika mereka terus-menerus dibiarkan dan
terhadap suatu pelajaran dapat diharapkan menjadi dewasa tanpa sikap tegas dari guru.
hasil belajarnya akan optimal. Mereka bisa menjadi salah calon-calon
Ada dua alasan bagi mengapa afektif koruptor. Hal ini tidak dapat dipungkiri
siswa sangat diperhatikan atau perlu karena, ranah kognitif saja yang diunggulkan
dipedulikan. Pertama, outcome afektif sedangkan, ranah afektif yang menjadi
mewakili outcome penting dan proses penyimbang ranah kognitif terabaikan. Oleh
bersekolah dalam pandangan siswa karena itu, penting bagi guru untuk selalu
sendiri. Kedua, perasaan siswa secara kuat melalukan evaluasi berkala pada aspek afektif
berhubungan dengan pencapaian akademik, siswa.
dan oleh karena itulah memberikan pengaruh Salah satu diantara teknik evaluasi yang
yang hebat pada pencapaian akademik. Sikap digunakan untuk menilai ranah afektif adalah
menjadi hasil yang penting dikarenakan sikap dengan instrumen non tes. Instrumen non tes
sama pentingnya dengan pengetahuan, merupakan cara penilaian hasil belajar siswa
berfikir, keterampilan, dan produk misalnya yang dilakukan tanpa menguji siswa tetapi
menjadikan siswa yang benar-benar dengan melakukan pengamatan secara
bertanggungjawab terhadap hasil yang sistematis. Menurut Widiyoko (2009) teknik
dicapai, bukan hanya karena ingin evaluasi non tes biasa digunakan untuk
mendapatkan nilai tinggi saja. Kemudian, mengukur soft skill meliputi sikap, tingkah
sikap menjadi penghubung keberhasilan laku, sifat, sikap sosial, dan lain-lain (apa
misalnya dengan siswa berperasaan positif yang dibuat atau dikerjakan) oleh siswa secara
terhadap matapelajaran tertentu membuat menyeluruh. Tentunya yang berkaitan dengan
siswa tersebut termotivasi untuk mencoba kegiatan belajar mengajar baik secara
meraih nilai tertinggi tentunya dengan belajar individu maupun kelompok. Instrumen yang
yang tekun. Jadi bisa dikatakan bahwa sikap akan dibuat oleh para peserta pelatihan
menjadi bagian terpenting yang tak dapat nantinya dikhususkan pada ranah afektif saja.

ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018 123


Agar kajian lebih mendalam dan dapat Nagan Raya tentang perumusan penilaian
dipraktekan oleh guru. pada ranah afektif pada mata pelajaran IPS
Salah satu sekolah dasar yang ada tidak bahwa terdapat kendala-kendala yang dialami
jauh dari Universitas Slamet Riyadi dan guru dalam merumuskan penilaian ranah
kampus program studi PGSD, yaitu SD afektif diantaranya spesifikasi penilaian,
Negeri Prawit I No.69. Berdasarkan observasi menuliskan penilaian ranah afektif,
dan wawancara dengan salah satu guru di menentukan skala, menentukan sistem
sekolah tersebut kebanyakan guru belum penskoran, dan mentelaah penilaian ranah
melaksanakan evaluasi secara maksimal pada afektif.
ranah afektif siswa, ada guru yang bingung Pelatihan pembuatan instrumen non tes
ketika ditanya dengan pernah tidak nya diharapkan dapat membuka wawasan
melakukan penilaian tersebut, dan guru tentang evaluasi belajar khususnya aspek
kebanyakan masih melakukan penilaian afektif bagi siswa yang bervariasi dalam
secara global atau bersifat subjektif. rangka mengetahui perkembangan dan
Memperhatikan kondisi sekolah yang dekat peningkatan hasil belajar siswa. Siswa pun
dengan kampus dengan hasil observasi akan merasa termotivasi untuk mengikuti
tersebut dan belum banyaknya dilakukan pembelajaran secara aktif dengan
pelatihan yang membantu guru dalam menunjukkan sikap atau atttitude yang baik.
penilaian di ranah afektif siswa maka Kepala Tujuan kegiatan pengadian ini, yaitu a)
Sekolah dan tim pelaksana memandang perlu meningkatkan dan membekali wawasan serta
untuk mengadakan pengabdian kepada keterampilan guru-guru Sekolah Dasar
masyarakat dengan melibat guru-guru yang terhadap penilaian pada ranah afektif siswa
ada di sekolah tersebut. Pemilihan objek dan dilakukan dengan pemberian soal pre test dan
lokasi dikarena beberapa permasalahan yang post test, b) tersedianya instrumen non tes
telah dikemukakan khususnya dalam untuk menilai ranah afektif siswa yang
pembuatan instrumen non tes yang masih dihasilkan dari pelatihan, dan c) guru dapat
belum banyak diaplikasikan dalam teknik mengaplikasikan hasil pelatihan, yaitu berupa
penilaian guru. Sehingga, pelatihan yang akan instrumen non tes di kelasnya masing-masing.
diadakan benar-benar sesuai dengan
kebutuhan sekolah yang akan menjadi sasaran METODE PELAKSANAAN
pengabdian. Pengadian diawali dengan observasi
Penjelasan di atas didukung oleh terlebih dahulu. Metode yang diterapkan
penelitian yang dilakukan oleh Nurmasyitah dalam kegiatan ini adalah ceramah dan
dan Hudiyatman (2016) yang dilakukan di pemberian tugas. Dalam pelatihan pembuatan
Gugus I SD N Uteun Pulo Seunagan Timur instrumen non tes akan diberikan beberapa

124 ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018


kegiatan yang meliputi penyajian materi, penilaian pada ranah afektif untuk
tanya jawab interaktif terkait materi dan menunjang ranah kognitif siswa.
permasalahan guru di kelasnya, dan 3. Pendekatan teori dan praktek
demonstrasi dari instrumen non tes yang Diawali dengan pemberian pre test,
dibuat dalam kelompok kerja masing-masing. kemudian pemberian materi dengan tatap
Pelaksanaan program ini dilakukan muka dan diberikan penugasan praktek
dengan metode pendekatan: a) partisipatif, b) secara berkelompok untuk membuat
penyadaran, c) pembelajaran (teori dan instrumen non tes yang menilai ranah
praktek), dan d) pendampingan dengan uraian afektif, dan diakhiri dengan post test serta
sebagai berikut: pengisian kuisioner tanggapan.
1. Pendekatan partisipatif 4. Pendekatan reflektif
Dilakukan koordinasi dengan melibatkan Dilakukan dengan evaluasi kegiatan
tim pelaksana (dosen dan mahasiswa) selanjutnya melalui refleksi dan
dengan mitra (SD Negeri Prawit I No.69) keberlajutan dalam bentuk pendampingan
untuk menemukan solusi bagi pihak-pihak dan monitoring guna menjaga kualitas
yang dilibatkan hasil pelatihan dan meningkatkan
2. Pendekatan penyadaran kemitraan.
Dilakukan pada guru di SD N Prawit I Adapun langkah yang akan ditempuh
No.69 Surakarta akan pentingnya bentuk dalam kegiatan ini mencakup beberapa tahap
sebagai berikut.
Analisis Awal/ analisis - Belum digunakannnya instrumen non
kebutuhan untuk menilai ranah afektif siswa
- Guru masih kebingungan untuk
membuat instrumen

- Melakukan koordinasi dengan mitra


Tahap Persiapan - Penentuan peserta pelatihan
- Makalah pembuatan instrumen non
tes

- Penyajian materi
- Tanya jawab interaktif
Tahap Pelaksanaan - Penugasan (praktek)
- Evaluasi
- Refleksi

Pendampingan Tim

Gambar 2. Skema Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian

ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018 125


Dari gambar 2. dapat dijelaskan masing kelompok diberikan undian
mekanisme pelaksanaan kegiatan yang terdiri untuk membuat instrumen non tes
dari persiapan, pelaksanaan (tindakan), sesuai dengan undian yang diambil.
observasi, dan evaluasi dan refleksi, sebagai Setiap kelompok diminta untuk
berikut: mempresentasikan penggunaan dari
1. Persiapan instrumen yang dibuatnya. Tim
Tahap awal yang dilakukan adalah a) pengabdian mendampingi, memandu,
melakukan koordinasi dengan LPPM dan mengarahkan serta memberikan
UNISRI dan SD N Prawit I No.69 solusi apabila timbul permasalahan
Surakarta dan merencanakan pelaksanaan selama penugasan praktik.
operasional, b) penentuan dan rekruitmen b. Evaluasi Kegiatan
peserta pelatihan, c) pembuatan instrumen Evaluasi kegiatan dilakukan dengan
pelatihan, dan d) persiapan konsumsi, beberapa cara. Evaluasi hasil dilihat dari
publikasi, dokumentasi. hasil tugas praktik kelompok. Peserta
2. Pelaksanaan Pelatihan menampilkan hasil diskusi dan
Pada pelaksanaan kegiatan pelatihan dievaluasi bersama-sama. Dilanjutkan
instrumen non tes ini terdiri dari empat dengan mengerjakan soal post test
tahapan, yaitu: untuk mengukur keberhasilan pelatihan
a. Penyajian Materi yang sudah dilaksanakan. Pemberian
Materi yang disajikan terkait dengan angket juga digunakan sebagai refleksi
pengetahuan dan beberapa instrumen dari pelaksanaan kegiatan
non tes yang digunakan untuk menilai c. Refleksi dan Penutupan Kegiatan
ranah afektif siswa Sekolah Dasar. Di akhir kegiatan peserta dan tim
Penyajian ini diploting dalam 1 kali pengabdian melakukan refleksi hasil
tatap muka. Sebelum dilakukan pelatihan dan para peserta (sekolah
pelatihan diberikan soal pre test tentang mitra) juga memberikan evaluasi akan
evaluasi pelatihan ini dan keberlanjutan
b. Tanya jawab interaktif program. Setelah semua kegiatan yang
Tanya jawab dilakukan untuk direncanakan terlaksana, kemudian
mengetahui sejauhmana materi yang ditutup dan pemberian pesan kepada
disampaikan dipahami oleh peserta peserta untuk mengimplementasikan
pelatihan. instrumen non tes di kelas masing-
c. Penugasan Praktik masing.
Pada akhir materi peserta membuat 3
(tiga) kelompok kemudian masing-

126 ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018


Analisis data yang digunakan adalah a. Pendekatan partisipatif
deskriptif untuk mendeskripsikan data dan Tim melakukan koordinasi waktu dan
temuan dalam bentuk grafik, tabel, dan angka. tempat dengan Kepala SD N 1 Prawit I N.
69
HASIL DAN PEMBAHASAN b. Pendekatan penyadaran
Pelaksanaan kegiatan pengabdian Disampaikan materi tentang penyusunan
kepada masyarakat diisi dengan pemberian instrumen non tes yang disampaikan oleh
materi pembuatan instrumen non tes menurut tim pelaksana untuk menilai aspek afektif
panduan Dirjen Dikdas (2016) berupa lembar diantaranya observasi, wawancara,
observasi, jurnal, penilaian diri, dan penilaian penilaian diri, dan penilaian antar teman.
antar teman. Aspek afektif yang dibahas berkaitan
Menurut Ekawati dan Surmayanta dengan penilaian aspek sikap spritual dan
dalam Hartono, Jamilah, dan Fitriawan (2017) sosial.
memberikan gambaran tentang Sikap spiritual adalah sikap yang
pengembangan instrumen non tes bahwa menyangkut moral yang mampu
dalam menentukan teknik pembuatannya memberikan pemahaman untuk
menyesuaikan dengan karakteristik membedakan sesuatu yang benar dan yang
kompetensi dan tingkat perkembangan siswa salah berdasarkan keimanan dan
yang akan dievaluasi. Masing-masing teknik ketakwaan kepada Tuhan YME.
memiliki kelebihan dan kelemahan dalam Berdasarkan hasil penelitian Gusviani
menilai ranah afektif. Hal ini perlu (2016) ditemukan data tentang
diperhatikan dan oleh guru sebagai evaluator. kemunculan sikap spiritual dimana
Kegiatan pengabdian ini melibatkan sekolah yang menggunakan Kurikulum
mahasiswa program studi PGSD sebanyak 2 2013 mendapatkan rata-rata sebesar
(dua) orang mahasiswa. Jumlah peserta yang 0,87% dan KTSP sebesar 0,55%. Hal ini
hadir sebanyak 9 orang, dimana hampir membuktikan bahwa kurikulum juga
sebagian besar sebagai wali kelas dan menjadi bagian besar dari pengembangan
pengampu mata pelajaran. Para peserta sangat karakter dan kepribadian siswa.
antusias untuk mengikuti kegiatan ini Sikap sosial terkait dengan siswa yang
meskipun dilaksanakan setelah jam sekolah selalu berinteraksi dengan lingkungan
telah selesai. Dibuktikan dengan kedatangan baik keluarga, sekolah, maupun
peserta tepat waktu. Berikut penjelasan masyarakat. Lingkungan menjadi salah
metode pendekatan dari pelaksanaan kegiatan satu fasilitas bagi perkembangan
pengabdian kepada masyarakat, sebagai kematangan anak baik positif atau negatif.
berikut: Sikap sosial perlu ditanamkan apalagi

ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018 127


siswa lebih banyak menghabiskan kegiatan pembelajaran yang dapat
waktunya di sekolah. Guru juga berperan memuncuklan sikap yang dikembangkan,
untuk mengembangkan sikap sosial selain (4) menyiapkan format penilaian, (5)
dari diri siswa itu sendiri. Sikap yang merancang prosedur pelaksanaan, dan (6)
diarahkan pada program ini mengacu pada pengelolaan penilaian.
sistem penilaian dari Dirjen Dikdas (2016) Dilanjutkan praktek untuk membuat
tentang Kompetensi Inti ke-2 meliputi: indikator penilaian pada sikap spritual dan
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, sosial bagi siswa SD. Kemudian,
santun, percaya diri, dan ada beberapa dipresentasikan dan dirumuskan bersama
sikap yang dapat dikembangkan guna kepentingan penilaian yang dapat
menyesuaikan dengan karakter sekolah. dilaksanakan di sekolah. Setelahnya
Sekolah mitra ini sedang mengembangkan dilaksanakan post-test guna mengetahui
sikap cinta lingkungan. Materi pelatihan keberhasilan pemahaman guru atas materi
ini sudah pernah dijadikan bahan atau pelatihan yang telah disampaikan.
penelitian oleh Ida Ayu, Nanci Riastini, Didapat rata-rata nilai post test sebesar 62,2.
dan Suarjana (2016), didapatkan nilai Jadi, terjadi peningkatan sebesar 6,7 % dari
terendah pada sikap disiplin sebesar 32% nilai pre-test. Peningkatan ini disertai
yaitu siswa datang terlambat, kemudian tanggapan yang positif dan permintaan untuk
12% masih berkata kasar, dan 10% siswa keberlanjutan dari pengabdian kepada
belum memakai seragam. masyarakat ini, berikut tabel hasil pre dan
Jadi, tim menekankan akan pentingnya post test.
penilaian aspek afektif pada siswa guna
menimbang dan memutuskan atas
keberhasilan belajar siswa pada saat
pembelajaran.
c. Pendekatan teori dan praktek
Diawali dengan pemberian pre test
dengan rata-rata sebesar 55,6. Kemudian
diberikan penjelasan tentang langkah-
langkah dalam menyusun ranah afektif,
yaitu (1) menentukan sikap yang akan
dikembangkan mengacu pada KI-1 dan
KI-2, (2) menentukan indikator dari sikap
yang dikembangkan (disesuaikan dengan
mata pelajarannya), (3) merancang

128 ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018


Tabel 1. Hasil Pre-Post Pembuatan Instrumen Non Tes
NO RESPONDEN PRE POST
1 X1 50 50
2 X2 80 70
3 X3 60 80
4 X4 60 70
5 X5 70 60
6 X6 40 60
7 X7 30 50
8 X8 70 60
9 X9 40 60
RATA-RATA 55,6 62,2
SELISIH 6,7

Sumber: Data Tes Pengabdian Guru

d. Pendekatan reflektif dan kemampuannya, serta (4) mengenal latar


Dilakukan evaluasi dengan tanya jawab belakang kegiatan belajar dan kelainan
interaktif, mengisi angket sebagai refleksi tingkah laku siswa.
dan keberlanjutan dalam bentuk Pelaksanaan program ini juga sejalan
pendampingan dan monitoring guna dengan pelaksanaan program yang dilakukan
menjaga kualitas hasil pelatihan dan oleh Sukanti (2011), tentang sepuluh langkah
meningkatkan kemitraan. yang diikuti dalam pengemabngan instrumen
Berdasarkan hasil dari kegiatan afektif, yaitu: 1) menentukan spesifikasi
pengabdian kepada masyarakat ini menjawab instrumen, 2) menulis instrumen, 3)
dari dilema para guru untuk membuat menentukan skala pengukuran, 4)
instrumen evaluasi guna mendapatkan data menentukan sistem penskoran, 5) menelaah
yang akurat. Sehingga, sebagai guru dapat instrumen, 6) melakukan uji coba, 7)
memberikan keputusan yang tepat terhadap menganalisis instrumen, 8) merakit
hasil belajar siswanya. Hal ini seperti yang instrumen, 9) melaksanakan pengukuran, dan
disampaikan Arikunto (2013:1963) bahwa 10) menafsir hasil pengukuran.
tujuan penilaian ranah afektif ialah (1) Guru juga dapat memberikan konseling
mendapatkan umpan balik, sebagai dasar untuk menangani siswa yang bermasalah serta
untuk memperbaiki pembelajaran dan memberikan memotivasi. Hal ini bertujuan
program remidi bagi siswanya, (2) untuk mengoptimalkan pencapaian
mengetahui tingkat perubahan tingkah laku belajarnya.
siswa, (3) menempatkan siswa pada kondisi
belajar yang tepat, sesuai dengan karakteristik

ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018 129


SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan uraian yang dijelaskan
Andersen. 1981. Assesing Affective
tentang kegiatan pengabdian kepada Characteristic in the Schools. Boston: Allyn
and Bacon
masyarakat yang telah dilaksanakan didapat
kesimpulan sebagai berikut: Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
1. Pelatihan pembuatan instrumen non tes
untuk mengukur aspek afektif yang telah Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: CV. Alfabeta
dilaksanakan dapat meningkatkan
kemampuan dan keterampilan guru dalam Dirjen Dikdas. 2016. Panduan Penilaian
Untuk SD. Kemendikbud: Dirjend Dikdas
membuat evaluasi penilaian siswa di kelas.
2. Adanya peningkatan kemampuan guru Gusviani, Evi. 2016. Analisis Kemunculan
Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dalam
dibuktikan dengan adanya peningkatan
Kegiatan Pembelajaran IPA Kelas IV SD
sebesar 6,7 % dari nilai pre-post test yang Menggunakan KTSP dan Kurikulum
2013. EduHumaniora:Jurnal Pendidikan
3. Upaya peningkatan keterampilan
Dasar. Vol.8 No.1, Januari. Hal. 96-100. P-
pembuatan instrumen non tes afektif ISSN 2085-1243
disampaikan dengan metode pendekatan :
Hardiani dan Wardani. 2017. Pengembangan
a) partisipatif, b) penyadaran, c) Instrumen Penilaian Sikap Sosial
Pembelajaran IPS Kelas IV SD. e-
pembelajaran (teori dan praktek), dan d)
jurnalmitrapendidikan. Vol.1 no.6, Agustus
pendampingan. Dilaksanakan selama dua 2017
hari dengan melibatkan mahasiswa dalam
Hartono, Jamilah, dan Fitriawan. 2017.
setiap kegiatannya. Pengembangan Instrumen Non Tes Untuk
Mengukur Kemampuan Afektif Mahasiswa
4. Guru menghasilkan instrumen non tes
dalam Kurikulum KKNI. Jurnal Buana
untuk menilai ranah afektif pada sikap Matematika. Vol.7 No.1
spritual dan sosial di kelas.
Ida Ayu, Nanci Riastini, dan Suarjana. 2016.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat Deskripsi Sikap Soisla Pada Siswa Kelas IV
SD Negeri 4 Penarukan Kecamatan Buleleng
dikemukakan beberapa saran, sebagai berikut:
Kabupaten Buleleng. e-journal PGSD
1. Program pengabdian kepada masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha. Vol.4 No.1
selanjutnya dapat dilakukan secara rutin
Nurmasyitah dan Hudiyatman. 2016. Kendala
dan terjadwal. Sebaiknya pada saat Guru Dalam Merumuskan Instrumen
Penilaian Pada Pembelajaran IPS Sesuai
minggu-minggu setelah ujian siswa.
dengan Ranah Afektif di Gugus I SD Negeri
2. Perlu adanya monitoring dari Kepala Uteun Pulo Seunagan Timur Raya. Jurnal
Pesona Dasar. Vol.2 No.4. April, ISSN:2337-
Sekolah kepada guru sebagai pelaksana
9227
pembelajaran terhadap kegiatan evaluasi
Sukanti. 2011. Penilaian Afektif dalam
penilaian siswa
Pembelajaran Akutansi. Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia. Vol.IX.No.1 Hal.74-82

130 ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018


Popham, James. W. 1995. Classroom
assessment: What teachers need to
know. Nedham Hights, Mass. 02194: Allyn
and Bacon.

Widiyoko,S. Eko Putra. 2009. Evaluasi


Program Pembelajaran: Panduan Praktis
Bagi Pendidik dan Calon Didik, Yogyakarta:
Pustaka Belajar

ADIWIDYA, Volume II Nomor 1 - Mei 2018 131

Anda mungkin juga menyukai