Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN di SD

PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF

PENILAIAN RANAH AFEKTIF

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran di SD

( PDGK 4301 )

Disusun Oleh:
Nurul Khoiriah 857981221
Tika Dwi Nur Atin 857981103
Tri Susilowati 857983669
Wasilatun najati 857984503

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR BI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ YOGYAKARTA 2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI……………………………………………………...…………….. ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..……… 1

A. Latar Belakang………………………………………………….……….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………..………… 1
C. Tujuan…………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………... 3

KEGIATAN BELAJAR 4 PENILAIAN RANAH AFEKTIF

A. Konsep Dasar ………………………………………………………….. 3


B. Beberapa Cara Penilaian Ranah Afektif ……………………………….. 5
C. Langkah-langkah Pengembangan Instrumen Afektif …………………. 5

BAB III PENUTUP…………………………………………………………….. 11

A. KESIMPULAN………………………………………………………… 11
B. SARAN………………………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang
sangat penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan
psikomotor sangat ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang
memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa
senang mempelajari mata pelajaran tersebut sehingga mereka akan dapat
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru sadar akan
hal ini tetapi belum banyak tindakan yang dilakukan guru untuk
mneingkatkan minat dan mengembangkan sikap positif terhadap mata
pelajaran. Fakta yang ada sampai saat ini pembelajaran masih didominasi
pada pengembangan ranah kognitif.
Menurut Krathwohl (dalam Gronlund and Linn, 1990), ranah afektif
terdiri atas lima level yaitu: (1) Receiving, (2) Responding, (3) Valuing, (4)
Organization, dan (5) Characterization. Level yang paling rendah adalah
Receiving dan paling tinggi Characterization.
Menurut Ericson dalam Nasoetion dan suryanto (2002), penilaian
afektif dapat dilakukan dengan cara: pengamatan langsung, wawancara,
angket, atau kuesioner, tekhnik proyektil, atau pengukuran terselubung.
Langkah-langkah penyusuna afektif dimulai dengan menentukan
tujuan dan diteruskan dengan mencari definisi konseptual, menentukan
definisi operasional, mencari indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur definisi operasional dan menggunakan indikator sebagai dasar
penulisan butir-butir pernyataan dalam instrumen. Langkah selanjutnya
adalah menelaah instrument, melakukan uji coba, memperbaiki instrument
berdasarkan hasil uji coba, dan mengadministrasikan instrument.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengembangkan alat ukur afektif?
2. Apa yang dimaksud konsep dasar dalam penilaian ranah efektif?

1
3. Bagaimana cara penilaian ranah afektif?
4. Bagaimana langkah-langkah pengembangan instrument afektif?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan:
1. Untuk mengetahui cara mengembangkan alat ukur afektif.
2. Untuk mengetahui konsep dasar dalam penilaian ranah afektif
3. Untuk mengetahui cara penilaian ranah afektif
4. Untuk mengetahui langkah-langkah pengembangan instrument afektif.

2
BAB II
PEMBAHASAN
PENILAIAN RANAH AFEKTIF

A. Konsep Dasar
Kemampuan efektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang
sangat penting.keberhasilan pada ranah kognitif ini dan psikomotor sangat
ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar
dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata
pelajaran tersebut sehingga mereka akan dapat mencapai hasil pembelajaran
yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini tetapi belum banyak
Tindakan yang dilakukan guru untuk mengingatkan minat dan
mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran. Fakta yang ada
sampai saat ini pembelajaran masih didominasi pada pengembangan ranah
kognitif.
Menurut Krathwohl (dalam Gronlund and Linn, 1990), ranah afektif
terdiri dari lima level yaitu : (1) receiving, (2) responding, (3) valuing, (4)
organization, dan (5) characterization. Level yang paling rendah receiving
dan paling tinggi characterization.
1. Receiving merupakan keinginan siswa untuk memperhatikan suatu
gejala atau stimulus misalnya aktivitas dalam kelas, buku, atau music.
Tugas guru adalah mengarahkan perhatian siswa pada gejala yang
menjadi objek pembelajaran afektif.
2. Responding meupakan partisipasi aktif siswa untuk merespon gejala
yang dipelajari. Hasil pembelajaran pada level ini menekankan pada
perolehan respons, keinginan respons, atau kepuasan dalam memberi
respon.
3. Valuing merupakan kemampuan siswa untuk memberikan nilai,
keyakinan, atau sikap dan menunjukan suatu derajat internasialisasi dan
komitmen. Hasil belajar pada level ini beruhubungan dengan perilaku
siswa yang konsisten dan stabil agar nilai dapat dikenal secara jelas.

3
4. Organization merupakan kemampuan anak untuk mengorganisasikan
nilai yang satu dengan nilai yang lain dan konflik antarnilai mampu
diselesaikan dan siswa mulai membangun system nilai internal yang
konsisten. Hasil belajar pada level ini berupa konseptualisasi nilai atau
organisasi system nilai.
5. Characterization merupakan level tertinggi dalam ranah afektif. Pada
level ini siswa sudah memiliki system nilai yang mampu mengendalikan
perilaku sampai pada waktu tertentu hingga menjadi pola hidupnya.
Hasil belajar pada level ini berkaitan dengaan personal,emosi, dan social.
Karakteristik yang penting dalam ranah afektif adalah sikap, minat,
konsep diri, dan nilai.
1) Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen seperti dikutip oleh Mardapi (2004),
sikap didefinisikab sebagai predisposisi yang dijalani untuk
merespon secara positif atau negative terhadap suatu objek,situasi,
konsep, atau orang. Ranah sikap ini perlu dikembangkan seperti
ranah yang lain agar semua potensi yang ada pada diri siswa dapat
berkembang secara utuh,
2) Minat
Menurut Getzel (dalam Mardapi, 2004), minat adalah suatu
disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman,
dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Hal
penting pada minat adalah intesitas untuk memperoleh sesuatu.
3) Konsep diri
Konsep diri adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan diri sendiri (Smith dalam Mardapi,
2004). Konsep diri penting untuk menentukan jenjang karir siswa.
Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri maka
siswa akan dapat memilih alternatif karir yang tepat bagi dirinya.

4
4) Nilai
Nilai merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan,
Tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggaap
tidak baik. (Rokeach dalam Mardapi, 2004).

B. Beberapa Cara Penilaian Ranah Afektif


Seperti halnya dengan penilaian pada ranah kognitif atau psikomotor,
pemilaian pasa ranah afektif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut
Ericson (dalam Nasoetion dan Suryanto, 20020, penilaian afektif dapat
dilakukan dengan cara :
1. Pengamatan langsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap
dan tingkah laku siswa terhadap sesuatu, benda, orang, gambar, atau
kejaidan.
2. Wawancara, dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau
tertutup, pertanyaan tersebut digunakan sebagai pancingan.
3. Angket atau kuesioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian
yang sudah disediakan pilihan jawaban baik berupa pilihan pertanyaaan
ataupun pilihan bentuk angka.
4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum
pernah dikenal siswa. Para siswa diminta untuk mendisuksikan hal
tersebut menurut penafsirannya.
5. Pengukuran terselubung, merupakan pengamatan tentang sikap dan
tingkah laku seseorang di mana yang diamati tidak tahu bahwa ia sedang
diamati.

C. Langkah-Langkah Pengembangan Instrumen Afektif


Sama seperti dengan cara pengembangan alat ukur pada umumnya,
pengembangan alat ukur afektif dimulai dengan:
1. Merumuskan Tujuan Pengukuran Afektif
Pengembangan alat ukur sikap bertujuan untuk mengetahui sikap
siswa terhadap sesuatu objek, misalnya sikap siswa terhadap kegiatan

5
ekstrakulikuler di sekolah. Hasil pengukuran sikap sangat bermanfaat
untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa.
Pengembangan alat ukur nilai bertujuan untuk mengungkap nilai
dan keyakinan siswa. Hasil pengukuran nilai berupa nilai dan keyakinan
siswa yang positif atau negative. Sekolah berkewajiban mengembangkan
siswa yang positif dan menghilangkan nilai dan keyakinan yang
negative.
2. Mencari Definisi Konseptual dari Afektif yang Akan Diukur
Setelah tujuan pengukuran ditetapkan makan Langkah berikutnya
adalah merumuskan definisi konseptual dari afektif yang akan diukur.
3. Menentukan Definisi Operasional dari Setiap Afektif yang Akan
Diukur
Penentuan definisi operasional dimaksudkan untuk menentukan
cara pengukuran definisi konseptual.
4. Menjabarkan Definisi Operasional menjadi Sejumlah Indikator
Imdikator merupakan petunjuk terukurnya definisi operasional.
Dengan demikian indicator harus operasional dan dapat diukur.
Ketepatan pengukuran ranah afektif sangat ditentukan oleh kemampuan
penyusun instrument (guru atau peneliti) dalam membuat atau
merumuskan indicator.
5. Menggunakan Indikator sebagai Acuan Menulis Pernyataan-
Pernyataan dalam Instrumen
Penulisan instrument atau alat ukur dapat dilakukan denngan
menggunakan skala pengukuran. Skala pengukuran yang paling banyak
digunakan adalah skala Liekert. Skala Liekert merupakan salah satu jenis
skala pengukuran ranah afektif yang terdiri dari sejumlah pertanyaan
yang diikuti dengan penilaian responden terhadap setiap pernyataan
dengan menggunakan lima skala mulai dari yang paling sesuai sampai
dengan yang paling tidak sesuai.
Edward seperti dikutip oleh Nasoetion dan Suryanto (2002)
memberikan kaidah-kaidah dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan
dalam instrument afektif sebagai berikut:

6
a. Hindari pertanyaan yang mengarah pada peristiwa yang lalu.
Contoh: pada waktu saya SD saya selalu dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan guru.
b. Hindari pertanyaan yang factual, comtoh : saya hanya menjawab
pertanyaan yang mudah saja sedangkan pertanyaan yang sulit saya
acuhkan.
c. Hindari pertanyaan yang dapat ditafsirkan ganda. Contoh : tidak ada
membaca Riwayat hidup tau biografi seseorang.
d. Hindari pertanyaan yang tidak berkaitan dengan afektif yang akan
diukur.
Contoh : yang termasuk dalam ilmu pengetahuan adalah
matematika, IPA dan IPS.
e. Hindaru pertanyaan yang menyangkut keperluan semua orang atau
pertanyaan tang tidak terkait dengan siapapun. Contoh : gerhana
bulan sangat menyenangkan. Pernyataan ini tidak berlaku untuk
semua orang.
f. Upayakan kalimat pertanyaan tersebut pendek, sederhana, jelas, dan
langsung pada permasalahannya.
g. Setiap pertanyaan hanyan mengandung satu pokok pikiran saja.
h. Hindari penggunaan kata asing atau local.
i. Hindari pernyataan negative seperti tidak, kecuali, tanpa ada
sejenisnya.
Contoh pengukuran nilai.
Nilai sesorang pada dasarnya dapat terungkap melalui bagaimana
mereka berbuat atau keinginan untuk berbuat. Nilai berkaitan
dengan keyakinan, sikap, dan Tindakan seseorang.
1) Tujuan: memperoleh informasi tentang nilai yang dianut siswa.
2) Definisi konseptual tentang nilai: merupakan keyakinan yang
mendalam terhadap suatu pendapat, kegiatan atau objek.
3) Definisi operasional tentang nilai: keyakinan siswa tentang
keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan siswa
tentang kemampuan dan keyakinan tentang kerja.

7
4) Indikator tentang nilai: keyakinan tentang kemampuan siswa,
keyakinan atas keberhasilan siswa, keyakinan atas harapan orang
tua, keyakinan bahwa sekolah akan menentukan masa depan.
5) Menggunakan setiap indicator untuk menulis pertanyaan-
pertanyaan tentang nilai.
Contoh alat ukur untuk mengukur nilai.
- Saya yakin bahwa kemampuan saya masih dapat
berkembang.
Sangat Sangat
tidak
Yakin (5) (4) (3) (2) (1) Yakin
- Saya yakin bahwa saya akan berprestasi di kelas:
Sangat Sangat
tidak
Yakin (5) (4) (3) (2) (1) Yakin
- Saya yakin harapan orang tua saya akan tercapai:
Sangat Sangat
tidak
Yakin (5) (4) (3) (2) (1) yakin
- Keberhasilan sekolah akan menentukan masa depan:
Sangat Sangat
tidak
Yakin (5) (4) (3) (2) (1) yakin

6. Meneliti Kembali Setiap Butir Pertanyaan


Penelitian Kembali instrument yang selesai ditulis sebaliknya
dilakukan oleh orang yang telah memiliki banyak pengalaman dalam
mengembangkan alat ukur afektif minimal dua orang. Kepada dua orang
tersebut diberikan spesifikasi dari setiap butir (tujuan pengukuran,
definisi konseptual, definisi operasional, indicator, dan pertanyaan yang
dibuat) dan rambu-rambu penulisan pertanyaan yang baik seperti yang di
saranakan oleh Edwards.

8
7. Melakukan Uji Coba
Perangkat instrument yang telah ditelaah dan diperbaiki, disusun
dan diperbanyak untuk kemudian diujicobakan di lapangan. Tujuan uji
coba adaalah untuk mengetahui apakah perangkat alat ukur tersebut
sudah dapat memberikan hasil pengukuran seperti yang kita inginkan.
8. Menyempurnakan Instrumen
Data yang diperoleh dari hasil uji coba selanjutnya kita olah untuk
memperoleh gambaran tentang validitas dan reliabilitas instrument. Pada
saat ini sudah banyak program analisis data yang beredar di pasaran yang
dapat kita manfaatkan untuk mengolah data. Dengan demikian pada
akhir kegiatan ini kita sudah dapat memperoleh perangkat instrument
yang memenuhi syarat sebagai alat ukur yang baik.
9. Mengadministrasikan Instrumen
Yang dimaksud dengan mengadministrasikan instrument adalah
melaksanakam pengambilan data di lapangan. Untuk
mengadministrasikan instrument dilapangan perlu diperhatikan beberapa
hal yaitu:
a. Kesiapan perangkat instrument
Kesiapan perangkat instrument paling tidak terdiri dari petunjuk
cara menjawab dan contoh pengisian instrument. Dalam petunjuk
harus memuat dengan jelas apa yang harus dikerjakan responden
dan bagaimana cara mengerjakannya. Sebaiknya petunjuk
pengerjaan atau pengisian instrument dijelaskan oleh petugas.
Setelah perangkat tersebut siap maka instrument tersebut perlu
digandakan sejumlah sampel penelitian yang akan digunakan.
b. Tenaga lapangan
Tenaga lapangan yang dibutuhkan disesuaikan dengaan kriteria
yang telah ditetapkan oleh peneliti. Sebelum terjun ke lapangan,
petugas perlu dilatih bagaimana melaksanakan pengumpulan data di
lapangan. Pelatihan ini dimaksudkan agar semua petugas lapangan
mempunyai persepsi yang sama dalam mengambil data.

9
c. Kesiapan responden
Sebelum pengumpulan data dilakukan kita perlu menghubungi
instansi atau unit yang terkait di lapangan agar pada saat
pengambilan data dilakukan semua responden sudah siap.

10
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat
penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor
sangat ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat
belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang
mempelajari mata pelajaran tersebut sehingga mereka akan dapat mencapai
hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini
tetapi belum banyak tindakan yang dilakukan guru untuk mneingkatkan
minat dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran. Fakta
yang ada sampai saat ini pembelajaran masih didominasi pada
pengembangan ranah kognitif.

2. Saran
Penilaian afektif sangat diperlukan dan penting, sama seperti penilaian
kognitif dan kinerja. Sehingga guru harus juga menyiapkan instrument
penilaian afektif sebelum memasuki kelas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gronlund, N.E. and Linn, R.I. (1990). Measurement and evaluation in teaching.
New York : MacMillan Publising Company.
Mardapi, D. (2004). Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta : Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Nasoetion, N. dan Suryanto, A. (2002). Tes, pengukuran, dan penilaian. Jakarta :
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Suciati dkk, (2022). Belajar dan Pembelajaran 2. Jakarta : Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.

12

Anda mungkin juga menyukai