Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Penggunaan Asesmen Alternatif dalam penilaian hasil belajar siswa


merupakan jawaban atas adanya kelemahan pada Asesmen tradisional yang
hanya menggunakan tes tertulis (paper and pencil test).

Tes tertulis tidak mampu mengukur hasil belajar siswa yang kompleks,
bahwa umumnya tes tertulis hanya mampu mengukur hasil belajar siswa
dalam ranah kognitif dan keterampilan sederhana.

Dengan menggunakan Asesmen Alternatif, maka akan mampu mengukur


keseluruhan hasil belajar siswa, tidak hanya ranah kognitif tetapi juga ranah
afektif dan psikomotor serta Asesmen Alternatif juga mampu mengukur
proses belajar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah


sebagai berikut:
1. Apa keunggulan dan kelemahan Asesmen Alternatif ?

2. Bagaimana konsep dasar Asesmen Alternatif ?

3. Bagaimana landasan psikologis Asesmen Alternatif ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah


ini adalah:
1. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan dari Asesmen Alternatif
2. Untuk mengetahui konsep dasar Asesmen Alternatif
3. Untuk mengetahui landasan Psikologis Asesmen Alternatif
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asesmen Alternatif


Asesmen Alternatif adalah suatu bentuk asesmen yang merupakan alternative dari
asesmen tradisional.
Asesmen tradisional yang dimaksudkan di sini adalah asesmen yang hanya
mengandalkan tes tertulis ( paper and pencil test ).
Asesmen tradisonal hanya mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan satu jenis
alat ukur yaitu tes tertulis yang mempunyai kelemahan antara lain hanya mampu
mengukur aspek kognitif dan keterampilan sederhana, sebagian kecil dari hasil belajar
siswa dan tes sering kali menimbulkan kecemasan.
B. Konsep Dasar Asesmen Alternatif
Di dalam pendidikan dikenal dengan dua pengertian tentang penilaian yaitu penilaian
dalam arti asesmen dan penilaian dalam arti evaluasi.
Penilaian dalam arti asesmen merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi tentang
pencapaian dan kemampuan belajar siswa sedangkan penilaian dalam arti evaluasi
merupakan kegiatan yang di rancang untuk mengukur keefektifan system pendidikan
secara keseluruhan. Jadi asesmen merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi
hasil belajar siswa yang di peroleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi
tersebut untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar siswa.
C. Landasan Psikologis Asesmen Alternatif
Asesmen Alternatif dilaksanakan berdasarkan teori belajar khususnya dari aliran
psikologi kognitif. Beberapa teori belajar yang digunakan sebagai landasan dalam
pelaksanaan asesmen alternative adalah :
1. Teori Fleksibilitas Kognitif dari R. Spiro (1990)
Teori ini beranggapan bahwa hakikat belajar adalah kompleks dan tidak terstruktur.
Teori ini menjelaskan bahwa belajar akan menghasilkan kemampuan secara spontan
dalam melakukan restrukturisasi pengetahuan yang telah dimiliki untuk merespons

2
kenyataan atau situasi yang dihadapi. Belajar tidak akan pernah berakhir, oleh karena
itu diperlukan penyesuaian-penyesuaian dengan situasi yang selalu berubah.
2. Teori Belajar Bruner (1966)
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang di lakukan siswa dengan
cara mengkonstruksi sendiri gagasan baru atau konsep baru atas dasar konsep,
pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Siswa memilih dan
mentransformasikan informasi yang diperolehnya, menyusun hipotesis dan membuat
keputusan-keputusan atas dasar struktur kognitif yang dimiliki. Menurut Bruner
pembelajaran harus diarahkan pada belajar penemuan ( discovery learning ). Setelah
guru mengajarkan berbagai konsep, informasi dan keterampilan diharapkan anak
dapat menerapkannya pada materi pembelajaran yang lebih luas. Pembelajaran harus
sesuai dengan minat anak. Anak harus di dorong untuk melakukan eksplorasi dan
belajar sendiri. Discovery Learning dapat dilakukan dengan cara:
 Anak dihadapkan pada suatu masalah
 Anak akan membandingkan realita dengan model mental yang telah dimiliki
 Dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur idenya untuk mencapai keseimbangan
dengan cara melakukan analisis, sintesis dan evaluasi untuk menemukan
informasi baru dan membuang informasi yang tidak perlu.
3. Generative Learninh Model dari Osborne dan Wittrock (1983)
Inti dari generative learning model adalah bahwa otak tidak hanya pasif menerima
informasi tetapi aktif membentuk dan menginterpretasikan informasi serta menarik
kesimpulan dari informasi-informasi tersebut. Otak akan menyeleksi informasi-
informasi yang masuk dan akan merekamnya. Pusat memori dan informasi di otak
akan berinteraksi dengan pusat sensori untuk menyeleksi informasi-informasi yang
diterima dari lingkungan dan kemudian aktif memaknai. Berdasarkan generative
learning model, dalam belajar siswa harus aktif memaknai apa yang sedang
dipelajarinya. Untuk memahami apa yang sedang dipelajari, siswa harus dapat
membuat model atau menjelaskan tentang apa yang sedang dipelajari kemudian
mengorganisasikan informasi yang sudah diseleksi berdasarkan pengalaman yang
sesuai, logis, riil atau keduanya. Dengan cara tersebut ia akan dapat memunculkan

3
informasi dari ingatannya dan menggunakan strategi pengolahan informasi untuk
membuat generalisasi makna berdasarkan informasi yang masuk dan kemudian
ditandai serta disimpan dalam memorinya.
4. Experiential Learning Theory dari C, Rogers (1969)
Teori ini membedakan dua jenis belajar yaitu cognitive learning yang berhubungan
dengan pengetahuan dan experiential learning yang berhubungan dengan
pengalaman. Teori ini menarik karena melibatkan pribadi siswa, inisiatif siswa,
penilaian diri siswa, dan dampak langsung yang terjadi pada diri siswa dalam proses
belajar. Dalam teori ini siswalah yang aktif dalam belajar sedangkan guru hanya
sebagai fasilitator. Menurut Keeton dan Tate (Suciati dkk, 2002) belajar melalui
pengalaman mengacu pada learning in which the learners is directly in touch with the
reality being studied.
5. Multiple Intelligent Theory dari Howard Gardner (1983)
Teori ini mulai diperkenalkan oleh Gardner pada tahun 1983. Menurut Gardner
intelegensia didefinisikan sebagai suatu kemampuan seseorang yang digunakan untuk
memecahkan masalah atau kemampuan untuk menunjukkan suatu produk yang
dihargai oleh satu atau lebih budaya. Menurut Gardner ada delapan kemampuan pada
setiap individu yaitu :
 Linguistic
 Logical-mathematic
 Visual-spatial
 Bodily-kinesthetic
 Musical
 Intrapersonal
 Interpersonal
 Naturalist
Teori Gardner memperlihatkan dengan jelas bahwa asesmen tidak boleh hanya
mengukur sebagian dari kemampuan yang dimiliki anak tetapi harus mampu
mengukur keseluruhan kemampuan yang ada pada anak.

4
D. Keunggulan dan Kelemahan Asesmen Alternatif
Seperti halnya alat ukur yang lain, asesmen alternative seperti performance assessment,
authentic assessment dan portfolio assessment mempunyai keunggulan dan kelemahan.
a. Keunggulan Asesmen Alternatif antara lain :
 Dapat menilai hasil belajar yang kompleks dan keterampilan-keterampilan
yang tidak dapat di nilai dengan asesmwn tradisional.
Asesmen Alternatif menuntut siswa untuk menunjukkan kinerja yang nyata
yang meliputi proses dan hasil. Hal yang demikian tidak dapat dilakukan oleh
tes tertulis. Tes tertulis lebih menekankan pada apa yang diketahui siswa
dengan jawaban benar atau salah daripada apa yang dapat dikerjakan siswa.
Tes tertulis hanya dapat mengukur satu aspek saja yaitu aspek kognitif
sedangkan asesmen alternative menuntut berbagai kemampuan.
Contoh : jika anda ingin mengukur kinerja siswa dalam membuat karangan
maka banyak aspek yang dapat diukur dari tugas membuat karangan tersebut.
Misalnya kemampuan siswa dalam membuat paragraph yang baik, pemilihan
kosa kata yang tepat, kemampuan siswa dalam menuangkan ide dalam bentuk
tulisan, kemampuan merangkai kata dan kalimat dan kemampuan
berimajinasi.
 Menyajikan hasil penilaian yang lebih hakiki, langsung dan lengkap.
Dengan melakukan asesmen anda akan dapat menilai hasil belajar anak secara
lengkap, tidak hanya hasil belajar dalam ranah kognitif tetapi juga ranah
afektif dan psikomotor. Dengan demikian semua aspek yang telah dipelajari
anak dapat terukur dengan baik.
 Meningkatkan motivasi siswa.
Pada saat anda telah memutuskan akan menggunakan asesmen alternative
untuk menilai kinerja siswa, anda harus menyampaikan dan mendiskusikan
dengan siswa mengenai perencanaan yang telah anda buat. Dengan adanya
forum tersebut, anak sudah mengetahui dengan pasti tugas apa yang harus
mereka kerjakan, bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut, kapan tugas
tersebut harus dikumpulkan dan bagaimana cara penilaian yang akan
dilakukan terhadap tugas tersebut. Dengan cara tersebut maka anak sudah

5
mengetahui apa yang harus dikerjakannya dan persyaratan apa yang harus
mereka penuhi kalau mereka menginginkan nilai yang baik. Dengan cara
demikian maka motivasi anak akan tinggi.
 Mendorong pembelajaran dalam situasi yang nyata.
Asesmen Alternatif menekankan kepada apa yang dapat ditunjukkan atau
dikerjakan oleh siswa bukan apa yang diketahui siswa. Unjuk kerja tersebut
ditunjukkan dalam situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, misalnya unjuk
kerja siswa dalam mencangkok pohon manga.
 Memberi kesempatan kepada siswa untuk selfevaluation.
Dengan menggunakan asesmen altenatif maka siswa akan mampu melakukan
evaluasi diri terhadap hasil karyanya. Mereka akan mampu melakukan
penilaian terhadap hasil karyanya karena mereka sudah mengetahui kriteria
penilaian penilaian yang digunakan.
 Membantu guru untuk menilai efektifitas pembelajaran yang telah dilakukan.
Guru yang baik selalu ingin mengetahui keberhasilan pembelajaran yang telah
dilakukan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cara membandingkan
perencanaan pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya dengan hasil belajar
yang dicapai siswa. Dengan asesmen alternative, guru akan dapat melihat
keberhasilan pembelajaran dari unjuk kerja yang dilakukan siswa. Dari
portofolio siswa, guru dapat melihat hasil belajar dan perkembangan belajar
siswa dari waktu ke waktu melalui kumpulan hasil karya siswa yang disimpan
dalam folder.
 Meningkatkan daya transferabilitas hasil belajar.
Penilaian dalam arti asesmen menghendaki hasil belajar yang diperoleh siswa
sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan asesmen
diharapkan anak dapat menggunakan hasil belajar yang diperoleh di sekolah
untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan asesmen diharapkan anak dapat menggunakan hasil
belajar yang diperoleh di sekolah untuk membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

6
b. Kelemahan Asesmen Alternatif :
 Membutuhkan banyak waktu
Jika anda melakukan asesmen maka pada tahap awal anda harus membuat
perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut perlu didiskusikan dengan
siswa. Kesepakatan antara guru dan siswa terhadap perencanaan pembelajaran
dapat dianggap sebagai kontrak pembelajaran yang harus dilaksanakan
bersama oleh guru dan siswa. Pada saat pembelajaran berjalan, siswa
mengerjakan tugas-tugas yang sudah ditetapkan dalam perencanaan. Pada saat
yang sama guru harus aktif memonitor daan memberikan umpan balik
terhadap tugas-tugas ysng sedang dikerjakan oleh setiap siswa. Berdasarkan
masukan guru, setiap siswa memperbaiki tugasnya sampai hasil karyanya
baik. Jika hal ini dilakukan secara konsekuen maka guru akan memerlukan
waktu yang sangat banyak.
 Adanya unsur subjektivitas dalam penskoran
Pemberian skor dalam asesmen alternative (asesmen kinerja atau portofolio)
dilakukan dengan menggunakan pedoman penskoran (rubric). Cara
penskorannya hampir sama dengan cara penskoran tes uraian. Pada saat anda
menggunakan rubric untuk memberi skor ketika siswa sedang melakukan
unjuk kerja maka anda tidak akan dapat memberikan skor secara objektif.
Subjektivitas anda sebagai pemberi skor pasti ikut mewarnai hasil penskoran.
Yang harus anda upayakan adalah bagaimana anda dapat meminimalkan unsur
subjektivitas tersebut.
 Ketetapan penskoran rendah
Rendahnya ketetapan penskoran ini disebabkan karena anda tidak dapat
memberi skor yang sama untuk hasil karya beberapa siswa yang mempunyai
kualitas sama.
 Tidak tepat untuk kelas besar
Pada asesmen, frekuensi penilaian secara individu jauh lebih besar daripada
penilaian secara kelompok. Pada saat pelaksana pembelajaran dan saat
asesmen guru harus mengamati dan memberikan umpan balik satu persatu.
Dengan demikian asesmen tidak cocok jika siswa yang ada di kelas anda

7
jumlahnya banyak, misalnya lebih dari 20 anak. Penilaian dengan
menggunakan asesmen tepat untuk kelas kecil, paling banyak 15 siswa.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah membaca dan memahami isi makalah diatas, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa secara sederhana dapat dikatakan Asesmen Alternatif adalah suatu bentuk
Asesmen yang merupakan alternative dari asesmen tradisional. Selanjutnya alat ukur
yang digunakan dalam asesmen alternative selain tes tertulis juga menggunakan alat ukur
non tes yang berupa penyelesaian tugas-tugas, lembar pengamatan dan lembar penilaian
(rubric). Pada penilaian, guru mengetahui sejauh mana siswa memahami apa yang telah
dipelajarinya.

B. SARAN
Setelah memahami tentang materi evaluasi pembelajaran ini, kita sebagai seorang guru
hendaknya bisa menerapkan dan melaksanakan penilaian ini dengan sangat baik sesuai
peraturan perundang-undangan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adi Suryanto. Dkk. 2022. Evaluasi Pembelajaran Terpadu di SD. Banten: Universitas Terbuka

Suryanto, A. 2022. Evaluasi Pembelajaran di SD. Edisi 2. Tangerang Selatan. PT. Pratasejati
Mandiri.

10

Anda mungkin juga menyukai