Anda di halaman 1dari 4

 

Asesmen Ranah Psikologi Pendidikan dan Sekolah


1. Asesmen dalam Psikologi Pendidikan
Penelitian asesmen adalah proses mengamati sebuah sampel dari sebuah prilaku
seseorang siswa dan mengambil kesimpulan tentang pengetahuan dan kemampuan siswa
tersebut, dari definisi tersebut, pertama asesmen melibatkan pengamatan terhadap prilaku
siswa yang dikemukakan oleh kaum behaviorisme yaitu sangat mustahil dalam kepala siswa
dan melihat pengetahuan yang mengendap disana kita hanya dapat melihat bagaimana siswa
berprilaku dalam situasi-situasi tertentu.  Kedua asesmen biasanya meliputi hanya sebuah
sampel prilaku kita tentu saja tidak dapat mengamati dan melacak setiap hal yang di lakukan
siswa di sekolah. Ketiga asesmen melibatkan pengambilan kesimpulan berdasarkan perilaku
yang di amati untuk membuat asesmen tentang prestasi siswa secara keseluruahan siswa.
Karna itu , sangat penting kita memilih perilaku yang dapat menyediakan perkiraan akurat
tentang apa yang di ketahui dan dapat di lakukan siswa. 
Dalam tujuan asesmen ini ada berbagai tujuan di antaranya :
a.       Asesmen dapat digunakan untuk memotivasi siswa dalam belajar. Rata-rata siswa
mempelajari materi lebih banyak dikelas, karena lebih sering dan mempelajarinya lebih baik
ketika mereka diberitahu bahwa akan di uji atau memiliki tanggung jawab pada materi
tersebut.  dalam arti asesmen sangat efektif sebagai motivator sebagai acuan kreteria, sejalan
dengan tujuan dan sasaran pengajaran, serta mengantar siswa untuk menunjukkan performa
terbaik mereka. Self-efficacy  dan atribusi siswa tentu saja mempengaruhi perspepsi mereka
terhadap tangtangan itu: siswa perlu yakin bahwa kesuksesan suatu tugas sangat mungkin jika
mereka mencurahkan usaha yang memadai dan menggunakan strategi yang tepat. Meskipun
asesmen rutin dikelas akan sangat memotivasi kita harus ingat bahwa dalam dan dari dirinya
sendiri asesmen itu adalah motivator intrinsik. Jadi, asesmen ini mungkin mengarahkan
perhatian siswa kearah tujuan performa dan mengikis setiap motivasi intrinsik untuk belajar.
b.      Asesmen dapat mempengaruhi proses-proses kognitif tertentu di dalamnya siswa terlibat.
Siswa mengambil kesimpulan tentang tujuan pengajaran kita sebagian dari cara kita menilai
pembelajaran mereka. Jadi, tugas asesmen yang berbeda dapat membuat mereka belajar
secara berbeda.
c.       Asesmen dapat berperan sebagai pengalaman belajar dalam dan dari dirinya sendiri. Proses
menyelesaikan suatu assessment mengenai materi kelas membantu siswa mempelajari materi
itu secara lebih baik, khususnya apabila tugas-tugas assessment itu meminta siswa
mengelaborasi materi it dengan cara tertentu. Namun ada dua kualifikasi yang penting untuk
di catat. Pertama, assessment membantu siswa mempelajari hanya materi yang secara spesifik
yang terkait dengannya. Kedua, ketiga kita menyajikan informasi yang tidak benar mengenai
sebuah assessment (sebagaimana sering kita lakukan dalam pertanyaan benar salah dan
pilihan ganda), siswa mungkin pada akhirnya mengingat misinformasi itu sebagai benar alih-
alih salah. Untungnya misiinformasi semacam itu tidak terlalu berdampak besar pada
pemahaman siswa dikemudian hari.
d.      Asesmen dapat memberikan umpan balik yang berharga tentang apa yang telah dan belum
mereka kuasai. Untuk memfasilitasi pembelajaran siswa, dan akhirnya meningkatkan self
efficacy guna menguasai pokok bahasan umpan balik assessment harus mencakup informasi
konkrit tentang dititik mana siswa berhasil, dititik mana siswa mengalami kesulitan, dan
bagaimana mereka memperbaiki performanya.

2. Beragam Bentuk Assesmen Pendidikan


            Ada beberpa bentuk assessmen pendidikan yaitu :
1)      Assessment informal vs assesmen formal.  
Assesmen informal  melibatkan pengamatan spontan dan tak terencana tentang sesuatu yang
dikatkan atau dilakukan siswa dikelas. Assesmen formal direncanakan sebelumnya dan
digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menentukan apa yang telah dipelajari oleh
para siswa dari unit geografi atau apakah mereka dapat menerapkan dalil pitagoras untuk
masalah sehari-hari. Assesmen formal  bersifat formal dalam arti bahwa ada wktu tertentu
yang diluangkan utnuk assessment tersebut, dan ditujukan untuk menghasilkan informasi
tentang tujuan pengajaran tertentu atau standar isi.
2)      Assesmen tertulis vs assesmen performa.
Sebagai guru, kadang kita ingin memilih assesmen tertulis (paper, pencil, assesmen), dimana
kita menyajikan pertanyaan untuk dijawab, topic-tpoik untuk dibahas, atau masalah untuk
dipecahkan, dan siswa harus menuliskan jawaban mereka dikertas. Kita mungkin juga
menemukan kegunaan assesmen performa, dimana siswa mendemosnstrasikan
(menampilakan kemampuan mereka misalnya, memberikan presentasi lisan, melompati
papan loncat, atau mengidentifikasi asam basah dilabolatorium kimia).
3)      Assesmen tradisional vs assesmen otentik.
Secara historis sebagian besar instrument asesmen pendidikan berfokus kepada pengukuran,
pengetahuan dan ketrampilan dasar secara relative terpisah dari tugas-tugas yang biasanya
ditemukan di dunia luar. Kuis ejaan, soal cerita matematika, dan tes kebugaran fisik adalah
contoh asesmen tradisional. Namun, pada ahirnya siswa harus mampu mentransfer
pengetahuan dan kemampuan mereka ke tugas-tugas komplek di luar kelas. Gagasan asesmen
otentik mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam sebuah kontek kehidupan nyata.
Di beberapa situasi, asesmen otentik melibatkan kertas dan pensil. Misalnya, kita
harus meminta siswa menulis sebuah surat kepada teman atau mengembangkan sebuah Koran
sekolah. Namun di berbagai kasus, asesmen otentik didasarkan pada performa tak tertulis dan
terintegrasi erat dengan pengajaran .misalnya, kita mungkin meminta siswa memanggang
kue, bercakap-cakap dalam bahasa asing, atau memarkir mobil tepat pada posisinya. Sebagai
guru, kita harus mempertimbangkan apa yang seharusnya mampu dilakukan para siswa ketika
mereka bergabung dengan dunia orang dewasa dan praktek asesmen kita harus dalam batasan
tertentu yang mencerminkan kehidupan yang nyata tersebut.
4)      Tes terstandarisasi vs Asesmen yang dikembangkan guru
Terkadang asesmen kelas mencakup tes yang dikembangkan oleh para ahli yang menyusun
tes dan dipublikasikan untuk digunakan diberbagai sekolah. Tes-tes tersebut yang umumnya
disebut tes terstandarisasi, dapat berguna dalam menilai prestasi umum dan tingkat
kemampuan siswa. Namun ketika kita ingin menilai pembelajaran dan pencapaian siswa yang
terkait dengan sasaran-sasaran pengajaran tertentu misalnya apakah siswa telah menguasai
pembagian panjang atau dapat menerapkan apa yang baru saja mereka pelajari di pelajaran
ilmu social. Kita biasanya akan menyusun instrument asesmen yang dikembangkan guru.
5)      Asesmen acuan kriteria vs asesmen acuan norma
Beberapa instrument asesmen dirancang untuk member tahu apa yang telah dan belum
dicapai siswa relative terhadap standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, ini
adalah asesmen acuan kriteria. Instrument asesmen lainnya mengindikasikan seberapa baik
prestasi setiap siswa dibandingkan dengan performa teman-teman sebaya. Asesmen acuan
norma akan member tahu kita seberapa baik siswa dibandingkan dengan orang lain yang
berusia sama atau di tingkat yang sama.
Setiap asesmen apapun berpotensi memberitahu kita baik tentang apa yang telah
dipelajari siswa maupun bagaimana prestasi mereka dibandingkan teman-temannya.
Meskipun demikian, dalam kenyataannya pendidik yang berpengalaman cenderung
menyusun dua jenis asesmen yang berbeda. Idealnya, berbagai pertanyaan dan tugas dalam
asesmen acuan kriteria terikat erat dengan pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang kita
harap dimiliki siswa. Jika semua siswa telah menguasai pokok bahasan pada tingkat yang
sama tentu besar sekali kemungkinan bahwa mereka semua akan memperoleh skor yang
sama. Jika kita ingin tahu bagaimana siswa berbeda satu sama lain dan kita akan
mengidentifikasi beberapa kondisi di dalamnya kita akan mengetahui hal tersebut kita harus
memiliki suatu instrument untuk menghasilkan variabelitas dalam skor.

Referensi:
Uyun, M. (2020). Peran psikolog dalam bidang pendidikan, pemerintahan dan industri. Psympathic:
Jurnal Ilmiah Psikologi, 7 (1), 61–78.

Nurhidayah, dkk. 2017. Psikologi Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai