Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

“Penialain berkelanjutan”

1. Pengertian penilaian

Penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk memperoleh informasi secara
objektif, berkelanjutan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang dicapai siswa,
yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan selanjutnya (Depdiknas,
2001). Hal ini berarti penilaian tidak hanya untuk mencapai target sesaat atau satu aspek saja,
melainkan menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Untuk dapat melaksanakan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu,


sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti tanpa dilakukan penilaian
(Arikunto, 1987). Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut
atau karakteristik tertentu yang didasarkan pada aturan atau formulasi yang jelas (Zainul,
1992). Dengan demikian, inti dari penilaian adalah proses memberikan atau menentukan
terhadap hasil belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.

2. Penilaian berkelanjutan

Sistem penilaian berbasis kemampuan dasar yang direncanakan dalam sistem penilaian
yang berkelanjutan. Penilaian berkelanjutan adalah penilaian yang melibatkan semua
indikator melalui pengembangan soal yang terkait hasilnya dianalisis untuk menentukan
kemampuan dasar mana yang telah atau belum dimiliki siswa serta kesulitan-kesulitan yang
dihadapinya.
Untuk mengevaluasi hasil pembelajaran berdasarkan prinsip kontinuitas diperlukan tagihan
kepada siswa untuk mengetahui penguasaan materi pembelajaran yang dilakukan. Tagihan
adalah cara bagaimana ujian (penilaian) dilakukan. Jenis tagihan yang dapat dilakukan,
antara lain :
1. Ulangan Harian
Ulangan harian dilakukan secara periodik dan umumnya diberikan setelah selesainya satu
atau dua materi pelajaran. Fungsinya untuk mengukur siswa setelah belajar satu kompetensi
dasar.
2. Tugas Kelompok
Tugas kelompok dimaksudkan sebagai latihan bagi siswa untuk mengembangkan latihan
kerja serta digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok.
3. Pekerjaan Rumah
Tugas pekerjaan rumah dimaksudkan untuk mengulang materi pelajaran yang telah
dijelaskan di sekolah. Soal yang diberikan merupakan pengembangan dari contoh yang
diberikan.
4. Kuis
Kuis merupakan tes yang membutuhkan waktu singkat yang berkisar antara 10-15 menit.
Pertanyaan hanya merupakan hal yang prinsip saja dan bentuk jawabannya merupakan isian
singkat.
5. Tugas Individu
Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk pembuatan kliping,
makalah, dan yang sejenisnya. Tugas ini dimaksudkan sebagai latihan bagi siswa untuk
mengembangkan wawasan dan kemampuan berfikir.
6. Tes Lisan
Pertanyaan yang diberikan berupa pengetahuan atau pemahaman tentang konsep, prinsip,
atau teorema.
7. Ulangan Tengah Semester
Ulangan tengah semester merupakan tes yang diberikan kepada siswa pada pertengahan
semester dengan bahan beberapa pokok bahasan yang telah diberikan.
8. Ulangan Akhir Semester
Ulangan akhir semester merupakan tes yang diberikan kepada siswa pada akhir semester
dengan bahan semua pokok bahasan yang telah diberikan. Materi yang disusun berdasarkan
kisi-kisi soal. Bentuk soal dapat berupa uraian objektif atau campuran pilihan ganda dan
uraian objektif.
9. Responsi atau Ujian Praktik
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi bisa
dilakukan di awal praktik atau akhir praktik.
10. Laporan Kerja Praktik
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Siswa biasa
diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya. Bentuk instrumen dapat
dikatagorikan menjadi dua, yaitu tes dan non tes.

Contoh real penilaian berkelanjutan

Berdasarkan pengalaman yang kami temukan pada siswa junior (6 – 11 tahun) dan siswa
senior (11 – 16 tahun) saya menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam cara mereka menyikapi
test. Contohnya, siswa yang lebih dewasa cenderung menyikapi test yang akan dihadapi dengan
rasa cemas dan takut, sementara siswa yang lebih muda menunjukan rasa senang dan gembira
karena mereka dapat menunjukan apa yang telah mereka pelajari. Hal ini tidak mengagetkan
karena pada kenyataannya, hasil dari test siswa senior memiliki konsekuensi yang lebih serius
ditambah dengan tekanan tambahan berupa ekspektasi dari orang tua dan guru.
 Penilaian formatif .
Alasan lain atas perbedaan diatas adalah mungkin berhubungan dengan jenis test
yang diberikan oleh guru pada siswa junior dan senior. Siswa belia biasanya di test dalam
suasana yang tidak menegangkan, dalam lingkungan yang menyenangkan; bekerja dalam
kelompok untuk mendemonstrasikan kemampuan mereka untuk bekerja sama, sementara
siswa senior seringnya diberikan test yang harus dikerjakan secara individu dimana
mereka diharapkan untuk dapat menjawab pertanyaan dengan kemampuan mereka
sendiri. Jenis test yang formal seperti ini biasanya muncul pada akhir semester atau akhir
tahun akademik dan hasilnya kemudian digunakan untuk menulis laporan yang nantinya
akan menentukan dimana siswa itu akan ditempatkan pada tahun berikutnya. Test seperti
ini dikenal dengan nama penilaian meyeluruh (Overall assessment) atau penilaian sumatif
(summative assessment), yang dapat langsung memberikan hasil test pada guru untuk
dianalisis, namun tidak menunjukan gambaran yang jelas akan kemajuan masing-masing
siswa atau bahkan potensi mereka, terutama apabila mereka terpengaruh oleh faktor rasa
takut ketika mengerjakan test.
Penilaian berkelanjutan atau test formatif sering digunakan sebagai test alternatif. Selain
memberikan pengalaman positif pada siswa, test seperti ini juga sangat bermanfaat bagi
guru untuk melihat apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai. Test ini juga dapat
melihat kekuatan dan kelemahan siswa dan memberikan petunjuk pada kita mengenai
aktifitas yang disukai dan tidak disukai oleh siswa.

 Hasil
Ternyata siswa sangat menantikan penilaian ini dan bangga dengan lembar
evaluasi yang telah mereka selesaikan. Yang mengagetkan adalah, pada tahap ini para
siswa dapat merefleksikan diri mereka dengan sangat terbuka dan jujur dan mereka tidak
merasa perlu langsung mendapatkan penghargaan ketika mereka merasa pekerjaan
mereka masih kurang sempurna. Namun kadang saya perlu melakukan intervensi ketika
siswa terlihat sudah berusaha keras dalam menyelesaikan tugas, namun hasilnya masih
kurang memuaskan.

Kesempatan untuk mengerjakan tugas secara berpasangan ataupun berkelompok


membuat siswa tidak merasa tertekan karena sedang dievaluasi secara individual dan juga
memberikan elemen yang menyenangkan dalam proses evaluasi. Jelas bahwa siswa juga
perlu untuk dilatih bekerja secara mandiri, oleh karena itu, siswa diminta untuk
merefleksikan kemampuan mereka untuk bekerja sendiri pada bagian kedua. Jika
diperlukan, tugas individu dapat dimasukan kedalam penilaian untuk membedakan siswa
yang kuat dan siswa yang lemah.

Ringkasan
Sebagai kesimpulan, menurut saya, penilaian berkelanjutan cukup efektif tidak
hanya untuk mengulang dan merevisi Bahasa yang dipelajari tetapi juga untuk
memotivasi siswa belia agar lebih menyadari kemampuan mereka serta kebutuhan agar
siswa dapat melihat suatu proses penilaian sebagai pengalaman positif.

Dari sisi guru, penilaian berkelanjutan adalah cara yang sangat baik untuk
memonitor perkembangan siswa setiap harinya dan menemukan kegiatan mana yang
disukai oleh siswa. Informasi ini sangatlah bermanfaat dalam merencanakan pelajaran
selanjutnya agar dapat disesuaikan dengan learning style masing-masing kelompok serta
memberi tanda bagian Bahasa dan keterampilan yang mana yang perlu dikembangkan
selanjutnya.

Pada akhirnya, menurut kami , penilaian berkelanjutan akan berhasil apabila


dikombinasikan dengan elemen-elemen penilaian yang lain, terutama ketika
mengevaluasi siswa senior, yang mungkin lebih termotivasi untuk memperlihatkan
pengetahuan mereka secara individu maupun kemampuan mereka untuk bekerja di dalam
kelompok. Secara pribadi, saya menganggap bahwa keterampilan produktif seperti
berbicara dan menulis, yang membutuhkan proses membuat draft dan mengedit, akan
sangat cocok apabila menggunakan penilaian formatif. Sementara, keterampilan reseptif
seperti menyimak dan membaca dapat lebih efektif apabila dievaluasi dengan
menggunakan metode penilaian sumatif. Dengan cara ini, siswa akan mendapat
keuntungan dari keterampilan sosial dan bekerja sama yang dibutuhkan dalam
melaksanakan kerja kelompok, dan juga mendapat kesempatan untuk mendemonstrasikan
potensi individu mereka.

3. Ciri-ciri belajar mengajar dengan prinsip Belajar Tuntas Berkelanjutan

Pada dasarnya ada enam macam ciri pokok pada kegiatan belajar-mengajar dengan
menggunakan sistem kelas tuntas berkelanjutan yaitu: (a) berdasarkan asas tujuan intruksional
yang hendak dicapai yang sudah ditentukan lebih dahulu, (b) memperhatikan perbedaan individu
peserta didik terutama dalam kemampuan dan kecepatan belajarnya, (c) menggunakan prinsip
belajar peserta didik aktif, (d) menggunakan satuan pelajaran yang kecil/ sistem modul, (e)
menggunakan sistem evaluasi yang berkelanjutan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal
(KKM), (f) menggunakan program pengayaan (enrichment) dan perbaikan (remedial).
a. Menentukan tujuan intruksional yang hendak dicapai
Kegiatan penentuan tujuan intruksional yang hendak dicapai berangkat dari kurikulum
yang telah ada di masing-masing sekolah dengan menerjemahkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam tujuan intruksional sehingga jelas hal-hal yang harus dikuasai
oleh setiap peserta didik. Tujuan intruksional merupakan tujuan kegiatan pembelajaran yang
harus dikuasai oleh setiap peserta didik yang kemudian disajikan melalui kegiatan
pembelajaran dengan strategi dan metode yang tepat.
b. Memperhatikan perbedaan individu setiap peserta didik
Sistem pembelajaran kelas tuntas berkelanjutan meyakini bahwa setiap peserta didik
memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda-beda akan tetapi, filosofi dari sistem ini
beranggapan bahwa setiap peserta didik dapat belajar bila diberi waktu yang cukup untuk
belajar dan kesempatan yang memadai sehingga dampak dari perbedaan individu hampir
tidak ada. Untuk meminimalisir bahkan menghilangkan dampak dari perbedaan individu
maka, dalam sistem ini dikenal program pengayaan (enrichment) bagi kelompok peserta
didik yang cepat dalam belajar dan program perbaikan (remedial) bagi kelompok peserta
didik yang lambat dalam belajar. Perbedaan individu juga dapat diminimalisir dengan peran
guru yang memperhatikan setiap kebutuhan peserta didik secara individu dalam artian bahwa
peserta didik yang membutuhkan perhatian/ bimbingan khusus, guru hendaknya melayani
kebutuhan tersebut.
c. Prinsip belajar peserta didik aktif
Filosofi dasar mengapa belajar itu harus berpusat pada anak didasarkan pada keyakinan
bahwa anak-anak akan tumbuh dengan baik jika mereka dilibatkan secara alamiah dalam
proses belajar mengajar. Dalam sistem pembelajaran kelas tuntas dengan ciri belajar peserta
didik aktif, lingkungan belajar dirancang secara cermat yang mendorong peserta didik untuk
bereksplorasi, mempelopori dan menciptakan serta mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
d. Menggunakan satuan pelajaran yang kecil/ sistem modul
Sistem pembelajaran tuntas berkelanjutan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk dapat menguasai kompetensi secara tuntas. Kompetensi tersebut hendaknya disajikan
dalam satuan pelajaran yang kecil dapat berupa modul-modul pelajaran yang berisi pelajaran
yang hendak dicapai sesuai dengan kompetensi yang ada. Dengan memecah pelajaran
menjadi bagian-bagian kecil memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik secara
bertahap dapat menuntaskan kompetensi yang ada sesuai dengan kemampuan belajar yang
dimiliki. Selain itu, pemecahan satuan pembelajaran ke dalam unit-unit kecil akan
memudahkan peserta didik untuk menguasai semua kompetensi secara bertahap sekaligus
memacu peserta didik untuk berkompetisi menguasai setiap kompetensi. Satuan
pembelajaran yang kecil ini juga memungkinkan percepatan peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang ada karena adanya pembelajaran yang tidak terbatas hanya di ruang-ruang
kelas akan tetapi memungkinkan bagi peserta didik untuk belajar kapan saja dan dimana saja.
e. Sistem evaluasi berkelanjutan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang memiliki peran yang sangat penting dalam
sistem kelas tuntas berkelanjutan. Oleh karena itu, satuan pembelajaran yang dipecah ke
dalam unti-unit yang kecil hendaknya memiliki sistem evaluasi yang jelas dan tuntas untuk
mengukur keberhasilan peserta didik menguasai kompetensi yang ada. Standar yang
digunakan sebagai acuan evaluasi yaitu adanya kriteria ketuntasan minimal (KKM). Setalah
dilakukan evaluasi yang tepat, peserta didik yang tidak dapat melampuai KKM dinyatakan
belum tuntas sehingga harus kembali mempelajari dan menguasai begian/ hal yang belum
tuntas tersebut sesuai hasil evaluasi. Pengulangan ini dilakukan melalui program perbaikan
(remedial). Sedangkan peserta didik yang telah melampaui KKM berdasarkan hasil evaluasi
dapat diberikan program pengayaan (enrichment) atau diberikan kesempatan untuk
melanjutkan ke kompetensi selanjutnya. Hal ini tentu berdampak positif bagi peserta didik
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata (cepat dalam belajar) yang tidak terhambat dalam
belajarnya sehingga dapat menuntaskan pembelajaran sesuai dengan kemampuannya.
f. Menggunakan program pengayaan (enrichment) dan perbaikan (remedial)
Setelah dilakukan evaluasi, dan ternyata ada kelompok peserta didik yang telah
dinyatakan tuntas atau hasil penilaiannya sama atau melampaui KKM maka diberi
kesempatan untuk melanjutkan ke kompetensi berikutnya atau diberikan program pengayaan
(enrichment) sambil menunggu temannya yang belum tuntas yang memperoleh program
perbaikan (remedial). Program remedial diperuntukkan bagi kelompok peserta didik yang
setelah di evaluasi belum memperoleh nilai di atas KKM. Program remedial per butir soal
juga perlu dilakukan, misalnya saja dalam 5 nomor soal, terdapat 2 nomor soal yang tidak
dapat dikerjakan oleh peserta didik maka dua nomor soal itulah yang akan diremedialkan.

Anda mungkin juga menyukai