OLEH :
KELOMPOK I
1. CHATRA YUDHA
2. HARDIANTI IBRAHIM
3. DEBY SURYANI M
4. ELVIANA WAHYUNI
5. DESI MUSDALIFA RAHMA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh
ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran
yang memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, yaitu aliran
Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir yang
sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai
perubahan tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas mengelola
stimulus untuk mendapatkan respon yang diinginkan, sedangkan aliran kognitif
memandang belajar sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses
belajar tentunya akan mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari dua aliran
teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi
pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar
ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan
materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang
dirujuk.
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Tahap Enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi
objek. Yaitu dengan menggunakan benda-benda yang konkrit atau peritiwa
yang biasa terjadi.
Contoh : Budi mempunyai 2 pensil, kemudian ibunya memberikannya
lagi 3 pensil. Berapa banyak pensil Budi sekarang ?
b. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan dilakukan siswa berhubungan dengan mental,
dimana siswa mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda
dalam bentuk bayangan mental. Misalnya dengan membayangkan dalam
pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialaminya, walaupun benda
tersebut tidak ada dihadapannya lagi atau dengan menggunakan gambar.
Contoh : + = …
4
c. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut
dalam bentuk simpul dan bahasa. Anak tidak terikat lagi dengan objek-objek
pada tahap sebelumnya dan sudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap objek real.
Contoh : 2 pensil + 3 pensil = …pensil
a. Dalil Penyusunan
b. Dalil Notasi.
5
c. Dalil Kekontrasan dan Keanekaragaman.
d. Dalil Pengaitan
Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat.
Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala belum menguasai
materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu
konsep dengan konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik
dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain sangat erat.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa harus diberi kesempatan
sebanyak-banyaknya dalam melihat atau mengkaji kaitan antara suatu topik
dengan topik yang lain atau satu konsep dengan konsep yang lain, yang
dipelajarinya.
6
dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bangun geometri secara
keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bangun
geometri yang dilihatnya.
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa
memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada
tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-
masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah
mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama
persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang
tersebut.
b. Tahap Analisis
Pada tahap ini siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun
geometri yang diamatinya. Tingkat ini dikenal pula sebagai tingkat deskriptif.
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-
ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah
terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati
sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut.
7
c. Tahap Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada
tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri
yang lain pada sesuatu bangun.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika
pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang
berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah
memahami perlunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga
sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang
lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi
adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
e. Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa
mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika
(termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang
konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan
adanya lebih dari satu geometri
8
2. Teori Belajar Menurut Prof. Robert M. Gagne
Menurut Gagne bahwa dalam belajar matematika dua objek yaitu objek
langsung dan objek tidak langsung. Objek tidak langsung mencakup kemampuan
menyelidik, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif, dan tahu
bagaimana semestinya belajar.
9
Konsep-konsep matematika
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk
mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut
merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contoh
konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa dikatakan telah
mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan
bukan contoh. Untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat
menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk
contoh dan yang bukan contoh.
Prinsip-prinsip matematika
Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua
konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling abstrak dari objek
matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya, teorema
Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan
jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema
Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi.
Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat
mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan
memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat
menggunakannya pada situasi yang tepat.
10
b. Tipe Belajar
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling
kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama
penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan
kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan
masalah, memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau
membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses
penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan
13
tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan
demikian poses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung
apabila proses belajar fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai.
15
e. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan
menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai
contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan
induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya
diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat
anak.
f. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam
tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan
kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh
siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan
teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar
dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema
tersebut. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta
sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar
mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam
materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika. Brunner juga mengemukakan bahwa dalam proses belajar
matematika siswa melewati 3 tahap yaitu: (a) Tahap Enaktif; (b)Tahap Ikonik; (c)
Tahap Simbolik. Bruner mengemukakan pula 4 dalil yang penting dalam
pembelajaran matematika, yaitu: (a) Dalil Penyusunan; (b) Dalil Notasi; (c) Dalil
Kekontrasan dan Keanekaragaman; serta (d) Dalil Pengaitan.
Menurut Zoltan P. Dienes “Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk yang konkrit akan dapat dipahami dengan baik dan benda
atau objek dalam bentuk pemainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan
baik dalam pengajaran matematika.”
Dalam konsepnya itu, Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu :
Permainan Bebas (Free Play), Permainan yang Menggunakan Aturan , Permainan
Kesamaan Sifat (Searching for communalities), Permainan Representasi
17
(Representation), Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization), dan Permainan
dengan Formalisasi (Formalization)
2. Saran
Sebagai guru kita harus mengetahui tentang teori belajar khususnya dalam
pembelajaran matematika, sehingga kita mampu merancang pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori
belajar yang dirujuk.
Dalam penulisan makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan
keterbatasan pengalaman, kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan
dan kelengkapan makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Widya Astuti. 2010. Teori Belajar Tahap-Tahap Belajar dari Jerome Bruner.
http://blog.unsri.ac.id/widyastuti/pendidikan/teori-belajar-bruner-dan-
dienes/mrdetail/14369/ diakses pada 07 November 2015
19