Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DASAR-DASAR DAN PROSES PEMBELAJARAN

“ TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA”

OLEH :
KELOMPOK I

1. CHATRA YUDHA
2. HARDIANTI IBRAHIM
3. DEBY SURYANI M
4. ELVIANA WAHYUNI
5. DESI MUSDALIFA RAHMA

UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER


KOLAKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
MATEMATIKA KOLAKA
2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh
ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran
yang memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, yaitu aliran
Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir yang
sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai
perubahan tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas mengelola
stimulus untuk mendapatkan respon yang diinginkan, sedangkan aliran kognitif
memandang belajar sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses
belajar tentunya akan mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari dua aliran
teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi
pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar
ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan
materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang
dirujuk.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa itu teori belajar matematika ?


2. Apa itu teori pembelajaran matematika ?
3. Apa manfaat dari teori pembelajaran matematika ?

2
C. Tujuan

1. Dapat mengetahui teori belajar matematika


2. Dapat mengetahui teori pembelajaran matematika
3. Dapat mengetahui manfaat dari teori pembelajaran matematika

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-teori Belajar Matematika

1. Teori Belajar Matematika Menurut Jerome S. Brunner

Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar


mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam
materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika itu.

Brunner juga mengemukakan bahwa dalam proses belajar matematika siswa


melewati 3 tahap yaitu:

a. Tahap Enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi
objek. Yaitu dengan menggunakan benda-benda yang konkrit atau peritiwa
yang biasa terjadi.
Contoh : Budi mempunyai 2 pensil, kemudian ibunya memberikannya
lagi 3 pensil. Berapa banyak pensil Budi sekarang ?
b. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan dilakukan siswa berhubungan dengan mental,
dimana siswa mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda
dalam bentuk bayangan mental. Misalnya dengan membayangkan dalam
pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialaminya, walaupun benda
tersebut tidak ada dihadapannya lagi atau dengan menggunakan gambar.
Contoh :  +  = …
4
c. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut
dalam bentuk simpul dan bahasa. Anak tidak terikat lagi dengan objek-objek
pada tahap sebelumnya dan sudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap objek real.
Contoh : 2 pensil + 3 pensil = …pensil

Bruner mengemukakan pula 4 dalil yang penting dalam pembelajaran matematika,


yaitu :

a. Dalil Penyusunan

Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa mempelajarinya


melalui penyusunan representasi obyek yang dimaksud dan dilakukan secara
langsung. Misalnya dalam mempelajari penjumlahan bilangan positif dan negatif
siswa mencoba sendiri dengan menggunakan garis bilangan. Dari beberapa
pandangan tentang dalil penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa
siswa hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dalam memahami konsep,
prinsip, aturan, dan teori. Hal ini dapat diperoleh melalui pengalaman dalam
melakukan eksperimen atau percobaan yang memungkinkan siswa untuk
memahami konsep, prinsip, aturan, dan teori itu sendiri.

b. Dalil Notasi.

Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan notasi


dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan mental anak. Penyajiannya disajikan secara sistematis dengan
menggunakan notasi-notasi yang bertingkat.

5
c. Dalil Kekontrasan dan Keanekaragaman.

Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan


pengubahan konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang
banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
Misalnya menjelaskan bangun datar segiempat, disertai juga kemungkinan
lingkaran dan segi tiga dan segi banyak .Dengan demikian siswa dapat
membedakan apakah bangun datar yang diberikan padanya termasuk segi empat
atau tidak.

d. Dalil Pengaitan

Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat.
Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala belum menguasai
materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu
konsep dengan konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik
dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain sangat erat.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa harus diberi kesempatan
sebanyak-banyaknya dalam melihat atau mengkaji kaitan antara suatu topik
dengan topik yang lain atau satu konsep dengan konsep yang lain, yang
dipelajarinya.

B. Teori-Teori Pembelajaran Matematika


1. Teori Belajar Menurut Van Hiele

Teori ini dikhususkan dalam pembelajaran geometri. Dua tokoh pendidikan


matematika dari Belanda, yaitu Pierre Van Hiele dan isterinya, Dian Van Hiele-
Geldof, mengajukan suatu teori mengenai proses perkembangan yang dilalui siswa
dalam mempelajari geometri. Proses atau tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang

6
dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai
berikut:

a. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bangun geometri secara
keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bangun
geometri yang dilihatnya.

Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa
memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada
tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-
masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah
mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama
persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang
tersebut.

b. Tahap Analisis

Pada tahap ini siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun
geometri yang diamatinya. Tingkat ini dikenal pula sebagai tingkat deskriptif.
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-
ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah
terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati
sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut.

7
c. Tahap Abstraksi

Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada
tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri
yang lain pada sesuatu bangun.

Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika
pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang
berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah
memahami perlunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga
sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang
lain. Misalnya pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi
adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

d. Tingkat Deduksi Formal

Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian


pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam
geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti
secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses
berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses
berpikir tersebut.

e. Tingkat Rigor

Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa
mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika
(termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang
konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan
adanya lebih dari satu geometri

8
2. Teori Belajar Menurut Prof. Robert M. Gagne

Teori ini menyatakan bahwa “Dalam pembelajaran matematika di SD diperlukan


objek belajar matematika dan tipe-tipe belajar.”

a. Objek Belajar Matematika

Menurut Gagne bahwa dalam belajar matematika dua objek yaitu objek
langsung dan objek tidak langsung. Objek tidak langsung mencakup kemampuan
menyelidik, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif, dan tahu
bagaimana semestinya belajar.

1) Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas:


 Fakta-fakta matematika
Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti
simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata
”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu
nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari
dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
 Ketrampilan-ketrampilan matematika
Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk
mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. Contohnya,
keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar,
menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa
dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat
menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan tepat.
Keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan
cepat dan tepat.

9
 Konsep-konsep matematika
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk
mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut
merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contoh
konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa dikatakan telah
mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan
bukan contoh. Untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat
menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk
contoh dan yang bukan contoh.
 Prinsip-prinsip matematika
Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua
konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling abstrak dari objek
matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya, teorema
Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan
jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema
Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi.
Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat
mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan
memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat
menggunakannya pada situasi yang tepat.

2) Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :


 Kemampuan berfikir logis
 Kemampuan memecahkan masalah
 Sikap positif terhadap matematika
 Ketekunan
 Ketelitian

10
b. Tipe Belajar

Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe


belajar, hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1) Belajar Isyarat (Signal Learning)

Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar


perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Kondisi yang
diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus
(signal) secara berulang kali.

2) Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)

Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah


faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan
berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya,
semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba,
akan tetapi melalui latihan-latihan.

3) Belajar Rangkaian Gerak

Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan


dengan keterampilan motorik. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya
tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus menguasai
sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu
prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi
berlangsungnya proses chaining.

Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi dari


peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan
11
chaining. Belajar membuat garis bagi suatu sudut dengan menggunakan
jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus respn yang telah
dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan menggunakan jangka untuk
menarik busur dan membuat garis lurus antara dua titik.

4) Belajar Rangkaian Verbal

Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi


verbal yang memerlukan penggunaan campur tangan rangkaian mental yang
berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar visual. Kode ini
biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan
mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh
seseorang mungkin menggunakan kode mental verbal ”y ditentukan oleh x”
sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi
dengan menggunakan simbol ”y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin
menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.

5) Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)

Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah rangkaian,


mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik
mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah
stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang
dianggap sesuai. Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu
dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak
didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di
antara anak-anak.

Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan


diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan
12
memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui
stimulus respon sederhana anak belajar mengenal (nama ”dua” untuk konsep
dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal angka 0, 1,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka tersebut.

6) Belajar konsep (Concept Learning)

Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau


kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu
kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari
diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-
objek karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep
mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan
pembahasan kepada sifat-sifat umum.

7) Belajar Aturan (Rule Learning)

Aturan terdiri dari sekumpulan konsep. Aturan mungkin mempunyai tipe


berbeda dan tingkat kesulitan yang berbeda. Beberapa aturan adalah definisi
dan mungkin dianggap sebagai konsep terdeinisi.

8) Pemecahan Masalah (Problem solving)

Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling
kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama
penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan
kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan
masalah, memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau
membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses
penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan

13
tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan
demikian poses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung
apabila proses belajar fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai.

3. Teori Pembelajaran Matematika Menurut Zoltan P. Dienes


Teori ini menyatakan bahwa “Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika
yang disajikan dalam bentuk yang konkrit akan dapat dipahami dengan baik dan
benda atau objek dalam bentuk pemainan akan sangat berperan bila dimanipulasi
dengan baik dalam pengajaran matematika.”
Dalam konsepnya itu, Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu:
a. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan
konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap
belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.
Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan
pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk
struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi
permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep
abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasi.
b. Permainan yang Menggunakan Aturan
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti
pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat
dalam konsep yang lainnya. Menurut Dienes, untuk membuat konsep
abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan
bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan
dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
14
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang
berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk
segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep
tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal),
atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
c. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu
mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari
bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat
abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang
diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok
persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi
sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota
kelompok).
d. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu.
Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat
dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini
bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian
struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep
yang sedang dipelajari.

15
e. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan
menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai
contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan
induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya
diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat
anak.
f. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam
tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan
kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh
siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan
teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar
dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema
tersebut. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta
sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.

C. Manfaat Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika

1. Membantu guru dalam mengidentifikasi dan mengelola kelas


2. Membantu guru dalam menentukan konsep yang tepat untuk pembelajaran
matematika
3. Membantu guru dalam mengatasi permasalahan dalam SBM matematika.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar
mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam
materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika. Brunner juga mengemukakan bahwa dalam proses belajar
matematika siswa melewati 3 tahap yaitu: (a) Tahap Enaktif; (b)Tahap Ikonik; (c)
Tahap Simbolik. Bruner mengemukakan pula 4 dalil yang penting dalam
pembelajaran matematika, yaitu: (a) Dalil Penyusunan; (b) Dalil Notasi; (c) Dalil
Kekontrasan dan Keanekaragaman; serta (d) Dalil Pengaitan.

Menurut Van Hiele-Geldof, mengajukan suatu teori mengenai proses


perkembangan yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Proses atau tahapan
berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri,
menurut Van Hiele adalah sebagai berikut: (a) Tahap Pengenalan; (b)Tahap Analisis;
(c)Tahap Abstraksi; (d) Tingkat Deduksi Formal; dan (e) Tingkat Rigor

Menurut Prof. Robert M. Gagne “Dalam pembelajaran matematika di SD


diperlukan objek belajar matematika dan tipe-tipe belajar.”

Menurut Zoltan P. Dienes “Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk yang konkrit akan dapat dipahami dengan baik dan benda
atau objek dalam bentuk pemainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan
baik dalam pengajaran matematika.”

Dalam konsepnya itu, Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu :
Permainan Bebas (Free Play), Permainan yang Menggunakan Aturan , Permainan
Kesamaan Sifat (Searching for communalities), Permainan Representasi
17
(Representation), Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization), dan Permainan
dengan Formalisasi (Formalization)

Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika bermanfaat untuk (a) Membantu


guru dalam mengidentifikasi dan mengelola kelas (b) Membantu guru dalam
menentukan konsep yang tepat untuk pembelajaran matematika (c) Membantu guru
dalam mengatasi permasalahan dalam SBM matematika.

2. Saran

Sebagai guru kita harus mengetahui tentang teori belajar khususnya dalam
pembelajaran matematika, sehingga kita mampu merancang pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori
belajar yang dirujuk.

Dalam penulisan makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan
keterbatasan pengalaman, kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan
dan kelengkapan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah az-zahra. 2011. Teori Belajar Matematika dalam Pembelajaran Matematika


di SD. http://aisyahaz-zahra.blogspot.co.id/2011/12/teori-belajar-matematika-
dalam.html diakses pada 07 November 2015

Al Kristiyanto. 2007. Pembelajaran Matematika berdasar teori belajar Van Hiele.


http://kris-21.blogspot.co.id/2007/12/pembelajaran-matematika-berdasar-
teori.html diakses pada 07 November 2015

Fitriani Nur. 2010. Teori Belajar Gagne.


https://suciptoardi.wordpress.com/2010/10/27/teori-belajar-gagne/ diakses
pada 07 November 2015

NN. 2011. Teori Belajar Matematika (Makalah).


https://himitsuqalbu.wordpress.com/2011/11/04/teori-belajar-matematika-
makalah/#more-80 diakses pada 07 November 2015

Widya Astuti. 2010. Teori Belajar Tahap-Tahap Belajar dari Jerome Bruner.
http://blog.unsri.ac.id/widyastuti/pendidikan/teori-belajar-bruner-dan-
dienes/mrdetail/14369/ diakses pada 07 November 2015

19

Anda mungkin juga menyukai