Anda di halaman 1dari 50

8tunas8s Blog

Just another WordPress.com weblog

Beranda

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

keluarga berencana (KB) dalam pandangan Islam

ijarah

Hakikat Manusia dalam Pandangan Psikologi

TEORI-TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK SERTA PENERAPANNYA DALAM PAI

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

by: Tunas Fuaidah

Unduh file klik

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

A. Biografi J. S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas
Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar
pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak
memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau
memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang
bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar
informasi yang diberikan kepada dirinya.

B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat
diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap
tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget
tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

Perkembangan intelektual anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.

Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak
sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif
pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan
fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini
kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu internalized, artinya dalam menghadapi suatu
masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat
melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan
masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.

3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan
hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.[1]

Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:

Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi
yang sedang dipelajari.

Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)


Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi
bentuk yang abstrakatau konseptual.

Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah
ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.[2]

Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral
dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit
secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep
ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi
kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan
dengan tiga anggotanya.

Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan
mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]

B. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

alat untuk menyampaikan pengalaman vicarious. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid
yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat
dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.

Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya
model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang
memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.

Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam
yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau
gejala.
Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu
masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.[4]

C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau
mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar
segitiga, segi lima atau lingkaran.

Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan
kepada sibelajar seperti berikut ini apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi
lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya
Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan
dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar
untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah
dasar.

1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?

Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya
berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang, trapesium, segitiga,
segi lima, segi enam, lingkaran.

a. Tahap Enaktif.

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam
memanipulasi (mengotak atik)objek.
(a)

Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

c ukurannya: Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan

b. Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan
mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-
lambang objek tertentu.

Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika
simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L

maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan


Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.

Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.

Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.

Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.Jangan
dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar
untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.

Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan dengan metode
penemuan.

BAB III

ANALISIS

Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil
belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery learning
dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif
tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.

Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning), kekurangannya tidak bisa
digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang dapat digunakan
dengan metode penemuan.

Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget. Menurut teori
J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan
presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-
kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara
pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya
Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara
optimal, dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang
yang bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan
tahap simbolik.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. 2005

Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2000

Simanjutak, Lisnawaty, Metode Mengajar Matematika, Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta.
1998

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006

http://www.manmodelgorontalo.com

[1] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (Jakarta: Bumi
Aksara. 2000) hal.7-8

[2] Muhibbin Syah, M.Ed., Psikologi Belajar ,..hal.110

[3] Dra. Lisnawaty Simanjutak, dkk., Metode Mengajar Matematika (Jakarta: PT Rineka Cipta. 1993)
hal.70-71
[4] Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan . hal.15

https://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/

SainsMatika

MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCE FACULTY, GANESHA EDUCATION UNIVERSITY

Monday, April 9, 2012

Teori Kognitif dari Bruner dan Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Teori Kognitif dari Bruner dan Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

Ringkasan

Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah
banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah
pendidikan.Menurut Bruner belajar memerlukan 3 proses yang hampir langsung bersamaan.Bruner juga
membagi perkembnagan kognitif anak atas tahap-tahap tertentu yakni : enaktif, ikolik,
simbolik.Kurikulum Spiral yaitu perkembangan kognitif yang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur
bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangan.Dalam
hubungannya dengan matematika Bruner merumuskan 4 teorima tentang matematika yaitu :Teorima
konstruksi, teorima notasi, teorima pengkontrasan dan variasi, teorima konektivitas.

Ausubel mengemukakan bahwa belajar menerima dan belajar menemukan adalah dua hal yang
berbeda.Pada belajar menerima,isi pokok yang akan dipelajari diberikan kepada siswa dalam bentuk
catatan .Ausubel juga menjelaskan bahwa perbedaan antara belajar hafalan dan belajar bermakna
sering dicampuradukkan dengan perbedaan antara belajar menerima dan belajar menemukan. Faktor-
faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada,
stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.
Pendahuluan

Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain berhubungan secara
spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan
lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan
dalam DNA, dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut.

Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat otaknya hanya
dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah
akson dan dendrit sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan
perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images
(daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).

Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai
hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh informasi . Menurut
Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya
sebagai hasil dari pengalaman .

Memori ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali
(dikeluarkan kembali). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah proses
aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak
kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena
menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat
(extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam
beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit),
ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).

Pembahasan

Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah
banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.
Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkat-
peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan
yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada
prinsip konstruktivisme). Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika
Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan
memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau
menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti Oxford di England.
A. Teori Kognitif dari Bruner

Menurut Jerome Bruner , belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yakni :

a) Memperoleh informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi
seelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga
berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.

b) Transformasi informasi. Transformasi informasi / pengetahuan menyangkut cara kita


memperlakukan pengetahuan.Informasi yang diperoleh , kemudian dianalisis , diubah atau
ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal
hal yang lebih luas.

c) Evaluasi. Evaluasi merupakan proses menguji relevasi dan ketepatan pengetahuan.Proses ini
dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai
dengan prosedur yang ada.

Pendewasaan pertumbuhan intlektual atau pertumbuhan kognitif seseorang menurut Bruner ( Dahar ,
1989 ), adalah sebagai berikut :

a) Pertumbuhan intlektual ditunjukan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat


stimulus. Dalam pertumbuhan intlektual ini , adakalanya kita melihat bahwa seorang anak
mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah , atau belajar mengubah
responsnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah .Sehingga melalui pertumbuhan seseorang
dapat memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses proses perantara yang
mengubah stimulus sebelum respons.

b) Pertumbuhan intlektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasikan peristiwa


peristiwa menjadi suatu system penyimpanan ( storage system ) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem
inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertidak diatas informasi yang
diperoleh pada suatu kesempatan.

c) Pertumbuhan intlektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada


dirinya sendiri atau kepada orang lain , degan pertolongan kata kata dan symbol symbol , apa yang
telah dilakukannya atau akan dilakukannya.

Bruner membagi perkembangan kognitif anak atas tahap tahap tertentu.Menurut Bruner ada 3 tahap ,
yakni :

1. Enaktif( enactive )

Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan . Pada tahap ini anak
dalam tahap belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek obyek secara langsung.

2. Ikonik ( iconic )
Tahap yang merupakan perangkuman bayangan secara visual.Pada tahap ini anak melihat dunia melalui
gambar gambar atau visualisasi.Dalam belajarnya , anak tidak memanipulasi obyek obyek secara
langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek.

3. Simbolik ( Symbolic )

Tahap ini merupakan tahap memanipulasi symbol symbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan
obyek obyek atau gambaran obyek.Pada tahap ini anak memiliki gagasan gagasan abstrak yang
banyak dipengaruhi bahasa dan logika.

http://sainsmatika.blogspot.co.id/2012/04/teori-kognitif-dari-bruner-dan-teori.html

Home

Daftar Isi

Biografi

Pendidikan

Pembelajaran

Silabus dan RPP

Cara Download

Beranda Teori Belajar Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner

Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner

Advertisement

Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner - Sebelum menjelaskan bagaimana teori belajar kognitif Jerome
S. Bruner, alangkah baiknya memahami apa itu kognitivisme. Sehubungan dengan kelemahan teori
behaviorisme yang telah dikemukakan banyak para ahli dan pemikir pendidikan yang kurang puas
terhadap ungkapan para behavioris bahwa belajar sekedar hubungan antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini perilaku seorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Menurut teori kognitif belajar merupakan proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya.
Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif ini lebih menekankan arti penting proses internal, mental mansia. Dalam
pandangan para ahli kognitif tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya. Dalam perspektif
psikologi kognitif, belajar pada dasarnya adalah peristiwa mmental, bukan peristiwa behavioral (yang
bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap
peristiwa belajar siswa.

Jadi Pada dasarnya, teori belajar kognitif lebih menekankan pada bagaimana prosesnya daripada
hasilnya, ketika diimplikasikan pada belajar, maka yang terjadi adalah, bagaimana proses belajar itu
sendiri, dari pada hasil dari belajar. Artinya proes belajar itu bukanlah suatu hal yang sederhana akan
tetapi kompleks, bisa meliputi proses, bagaimana seseorang itu memperoleh suatu pengetahuan,
bagaimana rasa, kejiwannya dan respon yang ditimbulkan dari kegiatan belajar.

Psikologi kognitif ini dikembangkan oleh beberapa ahli, seperti Jean Piaget, Jerome S. Bruner, Ausubel,
Gagne. Selanjutnya mengenai pembahasan teori belajar psikologi kognitif menurut Bruner. Dalam
pandangannya Belajar yang terpenting adalah cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan
menstranformasi informasi secara efektif. Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang
dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh
informasi yang diskret itu mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.

Dapat disimpulkan pada intinya belajar menurut Bruner adalah terdapat suatu proses, tidak terjadi
begitu saja. Proses tersebut, ialah bagaimana mengolah informasi yang diterima secara baik. Ada
beberapa pokok pembahasan, yang dipaparkan Bruner dalam teorinya:

Belajar Penemuan (Discovery Learning)

Salah satu model intruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang
dikenal dengan nama belajar penemuan. Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif saat belajar di kelas. Konsepnya adalah belajar dengan
menemukan discovery learning. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner
menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prisnsip-
prinsip agar memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mengiinkan mereka untuk
menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Dalam implikasinya pada proses pembelajaran, siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang
dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Siswa
didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan kosep-konsep dan
prinsip-prinsip.

Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi dan
sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Siswa
dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Lawan dari pendekatan ini disebut
belajar ekspositori (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini siswa diberi informasi umum untuk
diminta menjelaskan informasi tersebut melalui contoh-contoh khusus dan konkret.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama,
pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang
dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik
daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik
kognitif seorang lebih mudah diterapkan pada situasi yang baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar
penemuan meningktkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus
belajar penemuan melatih ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
masalah tanpa pertolongan orang lain. Belajar penemuan juga dapat membangkitkan keingin tahuan
siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban lagi, mengajarkan
ketrampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta para siswa untuk
menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja. Pada dasarnya belajar penemuan
sarat akan makna, dengan belajar penemuan mendorong siswa untuk aktif dan memberikan moivasi
dalam belajar sehingga melatih kemampuan kognitifnya untuk memecahkan suatu permasalahan.

Tahap Perkembangan Intelektual dalam Proses Belajar

Menurut Bruner seiring dengan pertumbuhan kognitif, para pembelajar harus melalui tiga tahap
intelektual, meliputi Tahap Enaktif, Ikonik dan Simbolik:
Enaktif, seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap suatu objek. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak menggunakan ketrampilan dan pengetahuan motorik seperti meraba,
memegang, mencengkram, menyentuh, mengggit dan sebagainya. Anak-anak harus diberi kesempatan
bermain dengan berbagai bahan/alat pembelajaran tertentu agar dapat memahami begaimana
bahan/alat itu bekerja.

Ikonik, pembelajaran terjadi melalui penggunaan model- model dan visualisasi verbal. Anak-anak
mencoba memahami dunia sekitarnya melalui bentuk-bentuk perbandingan (komparasi) dan
perumpamaan, dan tidak lagi memerlukan manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung.

Simbolik, siswa sudah mampu menggabarkan kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan
sebagainya. Huruf dan lambing bilangan merupakan contoh sistem simbol. Fase simbolik merupakan
tahap final dalam pembelajaran.

Scaffolding

Bruner menegaskan bahwa guru yang efektif harus membantu pembelajar dan memimbingnya untuk
melewati ketiga fase tersebut, dengan suatu proses yang disebut Scaffolding. Inilah cara siswa
membangun pemahaman. Pada akhirnya melalui Scaffolding, siswa dibimbing menjadi pembelajar yang
mandiri.

Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner adalah bahwa guru harus memandu para siswanya sehingga
mereka dapat membangun basis penegtahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui memori
hafalan (rote memorization). Informasi-informasi baru dipahami siswa dengan cara mengklasifikasinya
berlandaskan pengetahuan yang terdahulu yang dimilikinya. Menurut Bruner, interkoneksi antara
pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu menghasilkan reorganisasi dari struktur kognitif,
yang kemudian menciptakan makna dan mengizinkan individu memahami secara mendalam informasi
baru yang diberikan.

Fase-Fase dalam Proses Belajar

Belajar merupakan proses aktif dengan cara siswa mengkonstruk gagasan baru atau konsep baru
berlandaskan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajar memilih dan mengolah
informasi,membangun hipotesis, dan membuat keputusan yang berlangsung dalam struktur kognitifnya.

Karena belajar merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu di dalamnya terjadi perubahan-
perubahan yang bertahap. Perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dengan
lainnya berkaitan secara berurutan. Menurut Bruner, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga
fase, yaitu:

Informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang
sedang dipelajari. Diantara informasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan beridiri sendiri
ada pula yang berfungsi menambah, memperluas dan memperdalam pengetauan yang sebelumnya.

Transformasi, dalam fase ini informasi yang telah diperoleh, dianalisis, diubah atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual.

Evaluasi, dalam tahap evaluasi ini, menilai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecakan masalah yang dihadapi.

Demikianlah uraian mengenai Teori Belajar Kognitif Jerome S. Bruner. Semoga dapat menambah
wawasan sahabat-sahabat.

http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/2015/02/teori-belajar-kognitif-jerome-s-bruner.html

Berbagi Info

berbagai pengetahuan tentang sifat sifat shalat nabi, sifat whuduh, ribah, cara mandi wajib dan
sebagainya.

12 Jan 2015

Teori Belajar Jerome S. Bruner.

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Matematika adalah suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir logis dan sistematis
dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya memerlukan cara tersendiri
karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten, hierarki, dan berpikir deduktif. Oleh karena
itu, pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan
masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya
pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian materi di kelas, sehingga setiap
metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan materi belajar.

Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain berhubungan secara
spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan
lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan
dalam DNA, dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut.

Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat otaknya hanya
dari otak dewasa. Otak menjadi bertambah besar karena pembesaran neuron, bertambahnya jumlah
akson dan dendrit sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya. Untuk menyempurnakan
perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images
(daya hayal) (Bloom 1988, Schatz 1992).

Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai
hasil dari pengalaman. Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh informasi . Menurut
Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya
sebagai hasil dari pengalaman .

Memori ingatan adalah proses di mana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali
(dikeluarkan kembali). Ingatan atau memori tidaklah sesederhana seperti ini. Memori adalah proses
aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak
kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecenderungan untuk berubah karena
menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat
(extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam
beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit),
ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah tokoh Jerome S. Bruner?

2. Bagaimanakah proses dan penerapan belajar menurut Jerome S. Bruner ?


3. Bagaimanakah Teori Pengajaran Menurut Jerome Bruner?

4. Bagaimanakah ciri khas teori pembelajaran menurut Bruner?

C. Tujuan Penulisan

1. Bagi penulis: Dapat menambah wawasan penulis menjadi lebih tahu tentang teori pembelajaran
Jerome S. Bruner.

2. Bagi pembaca: Untukmengetahui materi tentang teori pembelajaran Jerome S. Bruner guna
memperluas ilmu pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Jerome S. Bruner

Jerome Bruner lahir di new york tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah
banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.
Pada usia dua tahun ia menderita penyakit katarak dan harus dioperasi. Ayahnya meninggal ketika ia
berusia 12 tahun yang menyebabkan ia harus pindah ke rumah keluarganya dan kerap kali putus sekolah
dan pindah-pindah sekolah. Meskipun demikian prestasinya cukup baik ketika masuk Duke University
Durham, New York City. Ia memperoleh gelar B.A pada tahun 1937 dan memperoleh Ph.D dari Harvard
University tahun 1941. Bruner bersetuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak adalah
melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran
secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru
(lebih kepada prinsip konstruktivisme).

Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi
pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting
dalam struktur Proyek Madison di Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor
Psikologi di Universiti Oxford di England. Bruner juga seorang penulis produktif. Beberapa karya tulisnya
antara lain:

1. Acts of Meaning (Harvard University Press, l99l)

2. The Culture of Education (Harvard University press, 1996)

3. The Process of Education (Harvard University press. 1960)

4. Toward a Theory of Instruction (Harvard Univenity press, 1966)


5. Beyond the Information Given; Studies in the Psychology of Knowing (Norton, 1973)

6. Childs Talk: Learning to Use Language (Norton, 1983)

7. Actual Minds, Possible Worlds (Harvard, University press, 1986)

Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif.
Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi
persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga
proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme
instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada
model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada
kegunaan bagi orang itu.

Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya


ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana
seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan
lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan
pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:

1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswauntuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi
aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan.

2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi
dan kuasa.

3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-
faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.

4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.


Beliau berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang
dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri
persamaan dan perbedaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap
konsep itu dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat
dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam
kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.

Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan
kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:

1. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.

2. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.

3. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Belajar merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang
bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya
bertalian secara berurutan dan fungsional. Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan
adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut (Free
discovery learning) (Budiningsih,2008). Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain,
siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya untuk memahami
konsep kejujuran, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari
contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk
mendefinisikan kata kejujuran.

Sementara ditinjau dari arti katanya discover berarti menemukan dan discovery adalah penemuan.
Robert B. menyatakan bahwa discovery adalah proses mental di mana anak/individu mengasilmilasi
konsep dan prinsip (Ahmadi,2005). Jadi, seseorang siswa dikatakan melakukan discovery bila anak
terlihat menggunakan proses mentalnya dalam usaha menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
Proses mental yang dilakukan, misalnya mengamati, menggolongkan, mengukur, menduga dan
mengambil kesimpulan.
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat
diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap
tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget
tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

a. Perkembangan Intelektual Anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga fase. Ketiga fase
itu yakni:

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak
sekolah.

Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya
dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang
fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan
untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu internalized, artinya dalam menghadapi
suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah
dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat
memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah
yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.

3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan
hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.

Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap pembelajaran yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu :

1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami


lingkungan sekitar, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan
motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

2. Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar atau
visualisasi verbal. Maksudnya dalam memhami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).

3. Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memilki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya
dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses
berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi
menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan
salah satu bukti masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar
b. Tahap-Tahap dalam Proses Belajar Mengajar

Selain itu Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh
informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dalam
teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika
siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner
membedakan menjadi tiga tahap (Muhbidin Syah,2006:10). Ketiga tahap itu adalah:

1. tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru.

2. tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.

3. evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak. Teori belajar Bruner dikenal dengan teori Free Discovery learning.

Bruner mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk
merancang pembelajaran efektif di kelas. Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriftif dimaksudnya untuk memberikan hasil, karena tujuan utama teori belajar adalah
menjelaskan proses belajar. Sedangkan teori pembelajaran itu bersifat prespektif dimaksudkan untuk
mencapai tujuan dan tujuan utama teori pembelajaran itu sendiri adalah menetapkan metode
pembelajaran yang optimal, misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang
anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara
mengajarkan penjumlahan.

Dalam mengajar guru tidak menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk final, tetapi anak didik diberi
peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan
masalah. Secara garis besar, prosedurnya (Ahmadi,2005) sebagai berikut :

1.Stimulus (pemberian perangsang/stimuli) : Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan


yang merangsang berfikir si belajar, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan
aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2.Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : Memberikan kesempatan kepada si belajar untuk


mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan belajar kemudian memilih dan
merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).

3.Data Collection (pengumpulan data) : Memberikan kesempatan kepada para si belajar untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesa tersebut.

4.Data Processing (pengolahan data) : Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan
wawancara, observasi dan lain-lain. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5.Verifikasi : Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar dan tidaknya hipotesis
yang diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.

6.Generalisasi : Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun mata
pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasanya mengenai
kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat
makro, menunjuk cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum dan
kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci.
(Budiningsih,2008:42).

Pendekatan penataan materi dan umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral
merupakan bentuk penyesuaian antara materi dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang
yang belajar. Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan
tingkat perkembangannya.

c. Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral
dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit
secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep
ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi
kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan
dengan tiga anggotanya.

Contoh: Himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan
mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.

C. Belajar Penemuan Menurut Jerome S. Bruner


Bruner adalah tokoh yang mencetuskan konsep belajar penemuan (discovery), Beliau juga seseorang
pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif, dan menandai
perkembangan kognitif menusia sebagai berikut:

Pertama Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu
rangsangan. kedua Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan
informasi secara realis. ketiga Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara
pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan
dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. keempat
Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi
perkembangan kognitifnya. kelima Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa
merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep
kepada orang lain. keenam Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan
beberapa alternative secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.

Teori free discovery learning bertitik tolak pada teori belajar kognitif, yang menyatakan belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan ini tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang
dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki telah memiliki pengetahuan
dan penglaman dalam dirinya. Pengalaman dan pengetauan ini tertata dalam bentuk struktur kognetif.
Maka dari itu Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru, beradaptasi
atau berkesinambungan secara klop dengan struktur kognetif yang sudah dimilki oleh peserta didik.

D. Teori Pengajaran Menurut Jerome S. Bruner

Bruner berpendapat bahwa pengajaran dapat dianggap sebagai (a) hakikat seseorang sebagai pengenal
(b) hakikat dari pengetahuan, dan (c) hakikat dari proses mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai
makhluk yang paling mulia di antara makhluk-makhluk lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya
dan kemampuan berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat mengembangkan
kemampuan yang ada padanya.

Dorongan dan hasrat ingin mengenal dan mengetahui dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan
manusia mempunyai kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan, maupun karya-
karyanya. Kemampuan yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah
dimilikinya.

Kondisi dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam mengembangkan
proses pengajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa sebagai individu yang aktif dan
memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan dunianya bukan semata-mata makhluk pasif
menerima apa adanya. Selanjutnya Bruner berpendapat bahwa teori pengajaran harus mencakup lima
aspek utama yakni:
1. Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar

Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk mengubah praktek mengajar sebagai proses
mendapatkan pengetahuan untuk membentuk pola-pola pemikiran manusia. Keefektifan belajar tidak
hanya mempelajari bahan-bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh
informasi dan memecahkan masalah. Oleh sebab itu diskusi, problem solving, seminar akan
memperkaya pengalaman siswa dan mempengaruhi cara belajar.

2. Struktur pengetahuan untuk membentuk pengetahuan yang optimal.

Tujuan terakhir dari pengajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap struktur
pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek-aspeknya dalam berbagai hal
dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah memberi siswa pengertian tentang struktur pengetahuan
dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak
berarti.

3. Spesifikasi mengurutkan penyajian bahkan pelajaran untuk dipelajari siswa. Mengurutkan bahan
pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagi berikut;
kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi
baru, bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang telah dipelajari, apa yang telah
dipelajarinya mempunyai nilai ekonomis, apa yang telah dipelajari memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.

4. Peranan sukses dan gagal serta hakikat ganjaran dan hukuman

Ada dua alternatif yang mungkin dicapai siswa manakala dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni
sukses dan gagal. Sedangkan dua alternatif yang digunakan untuk mendorong perbuatan belajar adalah
ganjaran dan hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman
dikaitkan dengan kegagalan.

5. Prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungan sekolah

Pengajaran hendaknya diarahkan kepada proses menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya ke
dalam suatu hipotesis kemudian menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk kemudian menarik
kesimpulan-kesimpulan sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada pemecahan masalah. Ini berarti
belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di sekolah agar para siswa memiliki keterampilan
bagaimana mereka belajar yang sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang
berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi,
memanfaatkan informasi untuk masalah pemecahan lebih lanjut.

Berdasarkan pemikiran di atas, Bruner menganjurkan penggunaan metode discovery learning, inquiry
learning, dan problem solving.
Metode discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning dan expository teaching, dimana guru
menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.

Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu, di antaranya J. Dewey (1993) dengan
complete art of reflective activity atau terkenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam
bukunya Process of Education. Didalam buku ini ia melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para
ahli science, ahli sekolah atau pengajar dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini ia
mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk
intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

Bruner mendapatkan pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang
lebih efektif bagi anak yang muda? Jawaban Bruner adalah dengan mengkoordinasikan metode
penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu yang sesuai dengan tingkat
kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat representasi sensori (enactive) ke
representasi konkret (iconic) dan akhirnya ke tingkat representasi abstrak (symbolic).

E. Alat Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya antara lain:

1. Alat untuk menyampaikan pengalaman vicaorus (sebagai pengganti pengalaman yang


langsung) yaitu menyajikan bahan yang sedianya tidak dapat mereka peroleh secara langsung di sekolah.
Hal ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya.

2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala
misalnya model molekul, model bangun ruang.
3. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam,
untuk memberikan pengertian tentang suatu idea atau gejala.

4. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran berprograma yang menyajikan suatu
masalah dalam urutan teratur dan memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa.

Telah banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang penting adalah bagaimana menggunakan
alat-alat itu sebagai suatu system yang terintegrasi.

F. Ciri Khas Teori Pembelajaran Menurut Jerome S. Bruner

1. Empat Tema tentang Pendidikan

Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan
struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang
kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.

Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan
keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai
keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.

Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk
mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.

Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada
para guru untuk merangsang motivasi itu.

2. Model dan Kategori

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa
perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilaku
Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak
hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.

Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi
yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of
the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas
bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu
struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun
suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.

3. Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan.
Ketiga proses itu adalah:

1. memperoleh informasi baru,

2. transformasi informasi

3. menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).

Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau
informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang
dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok
dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah
dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan
kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian
(modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara
simbolik.

Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang
mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri
atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak
yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-
gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya
sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.

Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh
kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek,
memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan
alternatif dalam suatu cara kombinatorial.

Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil
hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan menunjukkan hal itu dengan
menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih
menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu
model atau gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku
pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan
gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematika dengan menggunakan Hukum Newton tentang
momen.

G. Kelebihan dan Kelemahan Belajar Penemuan Menurut Jerome S. Bruner

Menurut Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi belajar mengajar menjelaskan bahwa kelebihan
dan kelemahan dalam konsep ini diantaranya, Kelebihan konsep ini membantu peserta didik
mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan keterampilan dalam proses
kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang bersifat pribadi sehingga
pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri peserta didik. Konsep ini memberikan semangat
belajar peserta didik, dimana dengan konsep belajar mencari dan menemukan pengetahuan sendiri
tentu rasa ingin tau itu timbul sehinnga akan membentuk belajar yang ikhlas dan aktif. Konsep ini
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya dan
keterampilannya sendiri sesuai dengan bakat dan hobi yang dimilikinya. Konsep ini mampu membantu
cara belajar peserta didik yang baik, sehingga peserta memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat
dalam belajar. Memberikan kepercayaan tersendiri bagi peserta didik karena mampu menemukan,
mengolah, memilah dan mengembangkan pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik,
dan guru hanya membantu saja.

Adapun kelemahan konsep belajar penemuan menurut Bruner, yaitu: memakan waktu yang cukup
banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari. Konsep belajar ini menuntut peserta didik untuk memiliki
kesiapan dan kematangan mental. Peserta didik harus berani dan berkeinginan mengetahuai keadaan
disekitarnya. Jika tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar akan gagal. Konsep ini
kurang berhasil apabila di laksanakan didalam kelas yang besar. Konsep ini terlalu mementingkan
proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan
bagi peserta didik. Konsep ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk bepikir secara kretaif. Dari
beberapa penjelasan tentang kelebihan dan kelemahan konsep penemuan menurut Bruner, tentu kita
harus mampu mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan keadaan dan tempatnya, sehingga
nantinya dapat memaksimalkan penggunaaan konsep ini dan tidak terjadinya kegalalan pembelajaran
karena salah dalam penggunaannya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh
caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik
dan tahap simbolik.

Ada tiga tahapan konsep penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu:

1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

3. Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)

Secara umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Jerome Bruner ini, yaitu:

1. Tentang (discovery) itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, dimana teori ini
mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah dan dan
mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan
pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery Bruner ini.

2. Konsep kurikulum spiral merupakan ciri khas dari teori discovery Jerome Bruner ini. Dimana
dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama namun
diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam

Kelebihan dan kelemahan konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok untuk materi
pelajaran yang bersifat kognetif. Kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau
kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi
yang dipelajari.
B. Saran

Untuk lebih memahami semua tentang teori belajar Bruner, disarankan para pembaca mencari referensi
lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah
membaca makalah ini ampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari hari

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Ciputat, Quantum Teaching, 2005.

Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rienika Cipta, 2005.

Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.

Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008.

Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005.

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Nasution, Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006.

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta, PT. Bumi Aksara,
2006.

Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001.

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008.

Http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-
penemuan%E2%80%9D/: akses November 2014

Http://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-jerome-bruner/:
akses November 2014

Http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/03/belajar-penemuan-bruner.html: akses November 2014

Diposkan oleh Asbar salim di Senin, Januari 12, 2015 Kirimkan Ini lewat Email

http://asbarsalim009.blogspot.co.id/2015/01/teori-belajar-jerome-s-bruner.html

masudah education
matematika

TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA...

SEMOGA BERMANFAAT....

^_^

Minggu, 22 April 2012

JEREMI S. BRUNNER (TEORI BELAJAR PSIKOLOGI KOGNITIF)

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Psikologi Kognitif Menurut Brunner

Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif.
Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi
persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap manusia
sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988;118).

Jerome S. Bruner dalam teorinya (dalam Suherman E., 2003;43) menyatakan bahwa belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep
dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.

Bruner, melalui teorinya itu (dalam Suherman E., 2003), mengungkapkan bahwa dalam proses belajar
anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga
yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat
dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan
dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui keaktifannya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan
pada dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mempelajari bilangan prima akan bisa menemukan
berbagai hal yang penting dan menarik tentang bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya
memberikan sedikit informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut. Teori Bruner tentang
kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan (berbeda dengan Teori Piaget).
Ada tiga bagian yang penting dari teori Bruner (dalam Suwarsono, 2002;25), yaitu :

1. Tahap-tahap dalam proses belajar

Menurut Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan (Misalnya mempelajari suatu konsep
Matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara
sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari
itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut (dalam
Suwarsono,2002;26) :

a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu
dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang
nyata.

b. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan itu
direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram,
yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut
di atas.

c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam
bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-
huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak
lainnya.

Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali
dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, siswa
beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi
ikonik, dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga yaitu tahap
belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik. Sebagai contoh, dalam mempelajari
penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa
mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (Misalnya menggabungkan 3 kelereng
dengan 2 kelereng dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya). Kemudian kegiatan
belajar digunakan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng
yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan
menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap yang kedua ini bisa juga siswa melakukan
penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagery) dari kelereng-kelereng
tersebut. Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan
menggunakan lambang-lambang bilangan yaitu 3 + 2 = 5 (dalam Suwarsono,2002;27) .

Di SLTP, dalam mempelajari irisan dua himpunan, siswa dapat mempelajari konsep tersebut dengan
mula-mula menggunakan contoh nyata (konkret, misalnya dengan mengumpulkan data tentang siswa-
siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan siswa-siswa yang menyukai olahraga basket
(sebagai contoh), dan kemudian menentukan siswa-siswa yang pergi ke sekolah dengan naik sepeda dan
menyukai olahraga basket. Keadaan itu kemudian digambarkan dengan diagram venn. Selanjutnya,
irisan dua himpunan dapat didefinisikan secara simbolik (dengan lambang-lambang), baik dengan
lambang-lambang verbal (kata-kata, kalimat-kalimat) maupun dengan lambang-lambang matematika
(Dalam hal ini notasi pembentuk himpunan) (dalam Suwarsono,2002;25).

2. Teoreme-teorema tentang cara belejar dan mengajar matematika

Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut
teorema. Keempat teorema tersebut adalah

a. Teorema penyusunan (Construction theorem)

Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik untuk belajar konsep dan prinsip dalam
matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan belajar konsep
pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang menujukkan representasi konsep itu
dilakukan oleh siswa sendiri.

Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak disertai dengan bantuan benda-benda
konkrit mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah
menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini ingatan diperoleh bukan karena
penguatan, akan tetapi pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian
itu dapat dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit. Oleh karena itu pada permulaan
belajar, pengertian itu dapat dicapai oleh anak bergantung pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan
benda-benda konkrit.

Contoh, untuk memahami konsep penjumlahan misalnya 3 + 4 = 7, siswa bisa melakukan dua langkah
berurutan, yaitu 3 kotak dan empat kotak pada garis bilangan. Dengan mengulangi hal yang sama untuk
dua bilangan yang lainnya anak-anak akan memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang
mendalam.

b. Teorema notasi (Notation theorem)

Teorema notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting.
Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif siswa. Ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya
harus dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimengerti.
Sebagai contoh pada permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada anak SD kelas-kelas akhir, notasi
yang sesuai menyatakan fungsi

. = 2 + 3, untuk tingkat yang lebih tinggi misalnya siswa SMP notasi fungsi dituliskan y = 2x + 3,
setelah anak memasuki SMA atau perguruan tinggi Notasi fungsi dituliskan dengan f(x) = 2x + 3.

Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang
paling sulit. Urutan penggunaan notasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak.

c. Teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras and variation theorem)

Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkrit menuju representasi
yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan pengontrasan dan
keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada anak mudah dimengerti, konsep
tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya dan konsep tersebut disajikan
dengan beranekaragam contoh. Dengan demikian anak dapat memahami dengan mudah karakteristik
konsep yang diberikan tersebut.

Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan dengan menerangkan
contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep bilangan ganjil pada anak
diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima,
dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil. Kemudian siswa diminta untuk menunjukkan bilangan-
bilangan yang termasuk contoh bilangan ganjil dan contoh bukan bilangan ganjil.

Sebagai contoh lain, untuk menjelaskan pengertian persegipanjang, anak harus diberi contoh
bujursangkar, belahketupat, jajar genjang dan segiempat lainnya selain persegipanjang. Dengan
demikian anak dapat membedakan apakah segiempat yang diberikan padanya termasuk persegipanjang
atau tidak.

Dengan contoh soal yang beranekaragam, kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih baik
daripada hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan
siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya, dalam
pembelajaran konsep persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan berbagai contoh
yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya yang
berhadapan terletak horisontal dan dua sisi yang lainnya vertikal, ada yang posisinya miring, dan
sebagainya).

d. Teorema pengaitan (Connectivity theorem) (dalam Suherman E., 2003;44-47).

Teorema ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat
hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi
yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk
menjelaskan konsep lainnya. Misalnya konsep dalil Pythagoras diperlukan untuk menentukan tripel
Pythagoras atau pembuktian rumus kuadratis dalam trigonometri.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa dalam
belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan
bahwa cabang-cabang dalam matematika itu sendiri berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama
lainnya.

Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu
persatu dengan urutan seperti di atas. Dalam penerapannya, dua teorema atau lebih dapat diterapkan
secara bersamaan dalam proses pembelajaran suatu materi matematika tertentu. Hal tersebut
bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari
siswa yang belajar.

3. Belajar Penemuan

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966)
yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning) (dalam Wilis R.,1988;125-126). Bruner
menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya menghasilkan pengetahuan yang benar-
benar bermakna (yaitu kegiatan belajar dengan pemahaman). Belajar bermakna merupakan satu-
satunya jenis belajar yang mendapat perhatian Bruner.

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-pninsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan
melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu
sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan. Pertama,
pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat,, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan
dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua. hasil belajar penemuan mempunyai
efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-
prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga,
secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir
secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk
menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Selanjutnya dikemukakan, bahwa belajar penemuan membangkitkan keinginan-tahuan siswa, memberi


motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat
mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan
meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja.

Bruner menyadari, bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, karena itu dalam bukunya
The Relevance of Education (1971), Ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya
diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi.
Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dan bidang
studi itu. Bila seorang siswa telah rnenguasai struktur dasar, maka kurang sulit baginya untuk
mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan Ia akan lebih mudah ingat
akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang
bermakna, yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang
studi itu, dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.

Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu demikian rupa,
hingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat
dikatakan, bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan.

B. Penerapan Teori Belajar Psikologi Kognitif Menurut Brunner dalam Matematika

Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi
pendekatan, metoda, tujuan, serta peranan guru (dalam Wilis R.,1988;129-132).

1. Pendekatan Spiral dalam Pembelajaran Matematika

Disebabkan oleh adanya peningkatan taraf kemampuan berfikir para siswa sesuai dengan
perkembangan kedewasaan atau kematangan mereka, Bruner (dalam Suwarsono,2002;31)
menganjurkan digunakannya pendekatan spiral (Spiral approach) dalam pembelajaran matematika.
Maksudnya, sesuatu materi matematika tertentu seringkali perlu diajarkan beberapa kali pada siswa
yang sama selama kurun waktu siswa tersebut berada di sekolah, tetapi dari saat pembelajaran yang
satu ke saat pembelajaran berikutnya terjadi peningkatan dalam tingkat keabstrakan dan kompleksitas
dari materi yang dipelajari, termasuk peningkatan dalam keformalan sistem notasi yang digunakan.
Sebagai contoh, pada suatu saat siswa SLTP mempelajari fungsi yang daerah asal dan daerah kawannya
berupa himpunan yang berasal dari kehidupan sehari-hari, dan dengan system notasi yang masih
sederhana. Pada suatu saat di kemudian hari, siswa yang sama mempelajari fungsi untuk kedua kalinya,
tetapi dengan melibatkan daerah asal dan daerah kawan yang berupa himpunan bilangan, dengan
sistem notasi yang lebih formal. Pada saat berikutnya, pembahasan tentang fungsi bisa ditingkatkan lagi
baik dalam hal kerumitan materi, variasi (kelengkapan) materi, maupun dalam sistem notasi yang
digunakan. Peningkatan dalam hal materi pembelajaran dan sistem notasi tersebut diupayakan seiring
dengan peningkatan kemampuan dan kematangan siswa dalam berpikir, sesuai dengan perkembangan
kedewasaan atau kematangan siswa.

2. Metoda dan Tujuan

Dalam belajar penemuan, metoda dan tujuan tidak sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan hanya
untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh pengetahuan
dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang
keinginan tahu mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh
pengetahuan melalui belajar penemuan.
Jadi, kalau kita mengajarkan sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan
hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir secara matematis bagi
dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu
proses, bukan suatu produk.

Apakah implikasi ungkapan Bruner itu? Tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis
besar, dan dapat dicapai dengan cra-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti
pelajaran yang sama itu.

Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, bagaimana peranan guru dalam proses belajar
mengajar? Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk
menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan/atau
siswa-siswa lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau oleh guru dan siswa-siswa
bersama-sama. Dengan demikian jelas, bahwa peranan guru lain sekali bila dibandingkan dengan
peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metoda ceramah. Dalam belajar penemuan ini, guru
tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar.

3. Peranan Guru

Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut :

Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang
tepat untuk diselidiki oleh para siswa.

Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan
masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif
dan belajar penemuan, misalnya dengan penggunaan fakta-fakta yang berlawanan. Guru hendaknya
mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu
yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang
merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba
menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah itu.

Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah
dibahas terdahulu. Cara cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-
cara penyajian ini telah diberikan dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru
hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa.
Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif, ikonik, lalu simbolik. Perkembangan
intelektual diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian pula harapan
tentang urutan pengajaran.

Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru hendaknya berperan
sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu
prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya rnemberikan saran-saran bilamana
diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak
tetap tergantung pada pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.

Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti kita ketahui, tujuan-
tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu tidak diminta sama untuk
berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar
penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-
generalisasi itu.

Di lapangan, pnilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar
mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi
baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essai.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika tersebut.

2. Bruner membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap yaitu tahap enaktif,
tahap ikonik dan tahap simbolik.

3. Selain teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema-teorema tentang cara belajar
dan mengajar matematika yaitu

a. Teorema konstruksi (Construction Theorem)


b. Teorema Notasi (Notation Theorem)

c. Teorema kekontrasan dan variasi (Contrast and variation theorem)

d. Teorema konektivitas (Connectivity theorem)

4. Belajar penemuan adalah salah model instruksional kognitif yang paling berpengaruh. Bruner
beranggapan bahwa belajar dengan menggunakan metode penemuan (discovery) memberikan hasil
yang baik sebab anak dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya.

B. SARAN

1. Diharapkan pebelajaran senantiasa berfokus pada peserta didik sehingga lebih melibatkan
keaktifan siswa dalam pembelajar.

2. Diharapkan siswa selalu mempersiapkan skema yang ada dalam dirinya, agar dalam proses
pembelajaran siswa mudah memahami konsep yang dipelajari.

DAFTAR PUSTAKA

lkpk.org/info/teori-belajar-bruner-muhammad-zainal-abidin-personal-blog.html

lkpk.org/info/teori-perkembangan-kognitif-bruner.html

lkpk.org/info/teori-belajar-kognitif-bruner.html

Suwarsono, 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan Untuk
Pembelajaran Matematika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).
Diposkan oleh Sartika Arifin di 19.18 Kirimkan Ini lewat Email

http://sartika-arifin.blogspot.co.id/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html

TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF

Thursday, August 26, 2010

TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF BRUNER

Seymour Jerome Bruner


Beliau dilahirkan di New York pada 1 Oktober 1915.Beliau lebih dikenali sebagai J.Bruner. Beliau ini
merupakan bapa kepada teori psikologi kognitif. Beliau merupakan seorang yang istimewa kerana telah
dilahirkan buta dan tidak dapat melihat setelah dijangkiti katarak sewaktu beliau masih bayi.

PENDIDIKAN

Pada mulanya, Bruner bersekolah di sekolah umum. Pada tahun 1933 beliau lulus dari sekolah tinggi.
Setelah itu, beliau melanjutkan pelajaran ke Duke University. Disana beliau mengambil jurusan psikologi.
Pada tahun 1937 beliau mendapat gelaran AB. Bruner kemudian mengejar kajian pascasarjana di
Harvard University, menerima MA pada 1939 dan Ph.D. pada tahun 1941. Semasa Perang Dunia II,
beliau berkhidmat di bawah Jeneral Eisenhower di Perang Psikologis Divisi Markas Tertinggi Bersekutu
Expeditionary Force Eropah. Beliau memainkan peranan yang penting dalam perancangan Projek
Medison, suatu kurikulum matematik moden di Amerika Syarikat.

PENCAPAIAN

Sebagai seorang tokoh kognitif yang berjaya, beliau telah menerima banyak pencapaian. Antaranya
adalah, BA, Duke University, 1937, PhD, Harvard, 1941 (psikologi), Profesor psikologi di Harvard (1952-
1972), Profesor psikologi di Oxford (1972-1980), CIBA Pingat Emas, 1974, untuk "kajian khas dan asli",
Balzan Prize pada tahun 1987 untuk "sumbangan untuk memahami fikiran manusia" serta Fellow,
American Academy of Arts and Sciences.

MAKLUMAT TEORI

Beliau banyak menghasilkan penulisan dalam bidang falsafah pendidikan,teori-teori pembelajaran, dan
proses pengajaran. salah satu hasil penulisannya yang terkenal adalah The Process of Education. Buku ini
telah menjadi bahan rujukan yang penting dalam menggubal kurikulum matematik moden di
kebanyakkan negara.
BELAJAR

Belajar merupakan kategori yang terjadi untuk memudahkan interaksi dengan realiti. selain itu, belajar
turut memudahkan tindakan. Hal ini berkait rapat dengan proses seperti pemilihan maklumat, generasi
proposal, fasilitasi, proses membuat keputusan dan pembinaan dan ujian hipotesis. Murid yang belajar
berinteraksi dengan realiti akan dapat menetapkan kemasukkan yang sesuai dengan kategori mereka
sendiri.Hal ini kerana mereka akan menentukan kategori konsep yang berbeza.

Belajar adalah sebuah proses aktif dari persatuan dan pembinaan. Selain daripada itu, pengetahuab
sedia ada murid juga merupakan faktor penting dalam belajar. Ini memberi makna kepada organisma
untuk menimba pengalaman dan membolehkannya untuk membentuk suatu media seperti peraturan
ini:

1) menentukan sifat-sifat penting dari para ahlinya, termasuk komponen esensialnya.

2) menggambarkan bagaimana mereka harus diintegrasikan komponen penting.

3) menentukan batas-batas toleransi atribut yang lain untuk ahli termasuk ke kategori.

Bruner membezakan dua proses yang berkaitan dengan kategori:

a)Pembentukan konsep (mempelajari konsep yang berbeza)


b)Konsep Tingkat (mengenalpasti sifat yang menentukan kategori).

Bruner berpendapat bahawa pembentukan konsep merupakan proses yang terjadi lebih semua daripada
konsep pada orang 0-14 tahun, sementara konsep konsep Tingkat pembentukan berlaku bukan dari usia
15 tahun.

Konsep boleh di bahagikan kepada tiga kategori iaitu:

Konsep konjuntif

Kosep ini merujuk kepada konsep yang mempunyai beberapa bahagian yang tergabung dan tidak boleh
dipisahkan ataupun dikurangkan. Apabila salah satu bahagian ini diketepikan, maka, konsep tersebut
menjadi kurang lengkap.

Konsep disjuntif

Konsep ini pula merujuk kepada bahagian-bahagian yang tergabung di dalam konsep ini boleh
digunakan dalam satu situasi ataupun situasi yang lain.

Konsep hubungan
Konsep ini merujuk kepada kepada hubungan khas antara satu sama lain yang wujud diantara bahagian-
bahagian tersebut. Kebanyakkan hubungan ini biasanaya terdiri daripada bahagian-bahagian yang
mengandungi masa dan ruang.

Selain itu Bruner berpendapat, fungsi konsep utama adalah menyusun maklumat kepada sifat-sifat
umum bagi sesuatu kumpulan objek atau idea, dengan bertujuan memudahkan pengurusan agar lebih
ringkas, mudah difahami, mempelajari serta mengingati. Menurut beliau lagi, bahasa merupakan
medium yang penting dalam perkembangan kognitif manusia. Beliau mempercayai manusia mula
menggunakan tindakan sebagai usaha memahami alam sekitar, dan apabila tindakan tidak mencukupi,
ia akan bertukar kepada penggunaan gamabar atau perwakilan simbol di mana bahasa memainkan
peranan.

ASPEK TEORI PEMBELAJARAN

Bruner berpendapat bahawa empat aspek berikut merupakan aspek yang penting dalam teori Arahan:

1) kecenderungan terhadap pembelajaran

2)bagaimana pengetahuan boleh ditetapkan sehingga yang terbaik untuk diinternalisasi oleh pelajar

3) urutan paling efektif dalam menyajikan bahan bantu mengajar

4) Sifat dari hadiah dan ganjaran.


IMPLIKASI TERHADAP PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN

Berikut adalah implikasi dari teori Bruner dalam pendidikan:

1) Teorem pembelajaran Matematik

Bruner dan Kenny (pembantunya) telah membuat pemerhatian di dalam kelas Matematik bagi mengkaji
faktor-faktor yang terlibat dalam teori ini. Hasilnya mereka telah Berjaya membina empat teorem
pembelajaran seperti berikut:

Teorem Pembinaan

Merupakan cara paling berkesan bagi seorang pelajar untuk mempelajari konsep, prinsip atau hukum
matematik. Caranya adalah dengan membina perwakilan untuk konsep, prinsip mahupun hukum
Matematik tersebut. Para pelajar perlulah menjalankan sendiri aktiviti-aktiviti konkrit agar mereka lebih
memahami.

Teorem Tatatanda
Tatatanda Matematik ini perlulah mengikut tahap perkembangan kognitif pelajar itu sendiri. Ianya
perlulah bermula dari mudah ke sukar mengikut tahap pemikiran pelajar pada waktu itu.

Teorem Kontras dan Variasi

Operasi ini terjadi apabila terdapat prosedur perkenalan perwakilan abstrak daripada perwakilan
konkrit. Konsep Matematik kebanyakkannya tidak memberikan makna kepada pelajar jika mereka tidak
dapat membezakan konsep yang lain. Konsep nombor ganjil dan nombor genap perlu dijelaskan dengan
membandingkan sifat-sifat yang berbeza dalam kedua-dua jenis nombor tersebut.

Teorem Perhubungan

Konsep, prinsip dan kemahiran Matematik adalah saling berkaitan dengan kemahiran yang lain. Di
dalam proses pembelajaran, guru perlu bijak mengaitkan konsep-konsep, prinsip-prinsip atau kemahiran
yang baru kepada pelajar.

2) Strategi pengajaran dan pembelajaran Matematik

Seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Oleh yang
demikian, Bruner berpendapat kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda
mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran adalah berdasarkan rangsangan
murid tersebut terhadap pengetahuan sedia ada mereka. Beliau turut mengatakan bahawa
pembelajaran Matematik akan menjadi lebih mudah dengan penggunaan symbol untuk mewakili
konsep-konsep yang berbentuk abstrak.
3) Prinsip-prinsip pengajaran-pembelajaran

Melalui buku tulisan Bruner (1966) yang berjudul Toward a Theory of Instruction, beliau menghuraikan
empat prinsip pengajaran-pembelajaran berlandaskan teori yang dikemukakan oleh beliau sendiri.

Prinsip motivasi

Bruner mempercayai bahawa kanak-kanak yang baru masuk sekolah mempunyai dua jenis motivasi diri,
iaitu intrinsik ingin tahu dan dorongan mencapai kecekapan. Intrinsik ingin tahu adalah satu motivasi
yang mendorong minat kanak-kanak terhadap benda di sekeliling mereka. Manakala, dorongan untuk
mencapai kecekapan diri adalah aktiviti yang menggerakkan mereka untuk mencuba secara rela hati
dengan menyempurnakannya sendiri disamping saling bersaing sesame mereka.

Prinsip struktur

Prinsip struktur memberikeutamaan terhadap isi pelajaran yang sesuai dengan bentuk pengajaran, dan
apa jenis bentuk pengajaran yang sesuai digunakan kepada murid itu sendiri. Bruner mencadangkan,
penggunaan prinsip pengajaran daripada konkrit kepada abstrak.

Prinsip sekuen
Mengikut Bruner, prinsip ini boleh dibahagikan kepada dua, iaitu prinsip sekuen yang pertama (prinsip
kesediaan). Di mana pada peringkat ini guru perlu menggunakan set induksi untuk menimbulkan
motivasi yang berterusan kepada murid agar aktiviti pembelajaran akan menjadi lebih mudah dan
berkesan. Prinsip seterusnya adalah prinsip sekuen yang kedua. Prinsip ini adalah penggunaan dan
perlaksanaan kaedah dan teknik mengajar. Kaedah dan teknik mengajar perlulah seimbang dengan
perkembangan kognitif murid pada waktu itu. Secara tidak langsung, ianya dapat mempertingkatkan
daya keupayaan mental kanak-kanak. Prinsip sekuen ini dapat menghubungkaitkan pengalaman baru
dengan pengalaman lama serta keberkesanan pembelajaran dapat ditingkatkan.

Prinsip peneguhan

Bruner mencadangkan penggunaan kaedah inkuiri-penemuan sebagai strategi pengajaran-pembelajaran


untuk member kesempatan kepada kanak-kanak membuat kajian sendiri, agar mereka akan
memperolehi kepuasan daripada dapatan kajiannya, demi menghasilkan peneguhan positif yang
diharapkan.

4) Pembelajaran inkuiri-penemuan (Discovery Learning)

Kaedah ini digunakan untuk aktiviti pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah. Sehubungan
dengan itu, guru perlulah mengatur situasi pembelajaran untuk pelajar mereka dalam mengenal pasti
masalah yang ditimbulkan, memahami dan menganalisisnya serta berusaha mencari alternatif jawapan
sendiri.

5) Pembelajaran konsep hukum dan prinsip melalui pendekatan induktif


Pendekatan induktif melibatkan aktiviti mengumpul dan mentafsir maklumat, kemudian membuat
generalisasi atau kesimpulan. Penggunaan kaedah ini memerlukan guru memberikan beberapa contoh
yang khusus tetapi mengandungi satu prinsip yang sama. Melalui contoh-contoh inilah, murid dibimbing
memikir, mengkaji, mengenal pasti dan mentafsir maklumat yang terkandung di dalam contoh-contoh
tersebut. Sejerus itu, mereka mampu membuat kesimpulan sendiri mengenai topik tersebut.

ANALISIS SWOT

Dalam menilai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sesuatu teori adalah dengan menggunakan
analisis SWOT. Analisis SWOT adalah sebuah kaedah perancangan strategik yang digunakan untuk
menilai Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman yang terlibat secara langsung atau tidak langsung
di dalam sesuatu teori yang dikemukakan. Analisis ini adalah bertujuan untuk mengenalpasti faktor-
faktor dalaman dan luaran yang menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk mencapai tujuan
tersebut.

Analisis Swot juga telah dijalankan ke atas teori Burner. melalui analisis ini di dapati teori ini turut
mempunyai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang tersendiri. kekuatan yang jelas dapt
dilihat dalam teori ini adalah ianya lebih berpusatkan kepada murid. Di mana teori ini memerlukan
murid berfikir secara kritikal dalam menerima proses pengajaran dan pembelajaran. Selain daripada itu,
ianya dapat membantu murid-murid untuk melihat dari pelbagai perspektif yang berbeza, murid dapat
menganalisis perbezaan dan persamaan yang telah dipelajari.

Setelah mengkaji tentang kekuatan, mari lihat pula kelemahan yang tdrdapat dalam teori ini. kelemhan
yang jelas dapat dikenal pasti adalah murid hanya akan mengunakan kehendak dan emosi dalam
memastikan mereka mencapai objektif pelajaran tersebut. Namun begitu, sekiranya dilihat dari segi
peluang, murid-murid akan belajar mempunyai pendirian dan keyakinan pada diri sendiri. Selain, ianya
tidak menyekat pengetahuan murid tersebut. Ancaman yang mungkin dihadapi melaui teori ini adalah,
apabila tenaga pengajar melebih-lebihkan murid yang lebih menonjol berbanding murid-murid yang
lain. Maka, tanpa disedari wujud satu suasana bias di kalangan murid-murid.
Setelah mengkaji tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terdapat di dalam teori ini,
satu kesimpulan dapat dibuat dimana guru perlu memainkan peranan yang penting di dalam
menjalankan aktiviti pembelajaran.

http://syufaal.blogspot.co.id/2010/08/teori-pembelajaran-kognitif-bruner.html

Anda mungkin juga menyukai