Anda di halaman 1dari 17

Abstrak

Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu satu dari tiga tataran
analisis bahasa: Fonologi, gramatikal, dan semantik. Kata semantik disepakati sebagai istilah yang
digunakan untuk bidang linguistik Yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik tengan
hal-hal yang ditandainya, atau dengan kata lain, Bidang studi dalam linguistic yang mempelajari
makna atau arti dalam bahasa. Semantik adalah cabang linguistic Yang mempunyai hubungan erat
dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi atau antropologi, bahkan juga Dengan filsafat dan
psikologi. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantic karena sering dijumpai Kenyataan
bahwa penggunaan kata-kata tertentu untuk mengatakan sesuatu makna dapat menandai identitas
Kelompok dalam masyarakat.
Keyword: semantik, makna, jenis semantik, manfaat semantik
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................
1.1. Latar Belakang....................................................................................
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................
1.3. Tujuan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
1.2.1. Hakikat Semantik .............................................................................
1.2.2. Hakikat makna ....................................................................................
2.2.1. Aspek aspek makna ..............................................................................
2.2.2. Sejarah dan ruang lingkup kajian semantik.................................................
3.3.1. Faktor faktor yang mempengaruhi semantik.........................................
3.3.2. Hubungan semantik dengan ilmu lain.................................................
BAB III PENUTUP........................................................................................
A. Simpulan..............................................................................................
B. Saran....................................................................................................
Daftar Pustaka......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya rewel
dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi dunia
pendidikan Bahasa Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar dan pada sisi lain tantangan
menghadapi milenium ketiga semakin besar. Dari aspek kualitas, pendidikan Bahasa Indonesia kita
memang sungguh sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa
lain.Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar,
dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori arti ( Inggris
semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik
sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah yang
digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2).Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan
bahasa pun juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna
bahasa memang tidak dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di
bahas secara mendalam di dalam pembahasan. Atas dasar itu,tidak mengherankan dalam beberapa
tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski
demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna
suatu kata yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itusendiri. Untuk itu
perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Semantik?
2. Apa saja yang termasuk dalam semantik ?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi semantik ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan mengerti apa semantik.
2. Mengetahui apa saja yang termasuk semantik.
3. Mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi semantik.
BAB II
PEMBAHASAN

1.2.1 Hakikat Semantik


Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema atau semantikos yang artinya tanda atau lambang
(sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada
tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh
karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu
dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Sedangkan menurut Katz (1971:3) semantik adalah studi tentang makna bahasa. Sementara itu
semantik menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik adalah bagian struktur bahasa yang
berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. Secara singkat,
semantik ini mengkaji tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan konteks.
Perkembangan Pemerolehan Semantik
Clark (1977) secara umum menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini kedalam empat
tahap, yaitu :
Tahap penyempitan makna kata
Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun ( 1:0 – 1:6 ). Pada tahap ini
kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu makna menjadi nama dari benda
itu. Jadi, yang disebut ( meong ) hanyalah kucing yang dipelihara di rumah saja. Begitu juga
( gukguk ) hanyalah anjing yang ada dirumah saja, tidak termasuk yang berada di luar rumah si anak.
Tahap Generalisasi berlebihan
Tahap ini berlangsung antara usia satu tahun setengah sampai dua tahun setengah (1:6 – 2:6). Pada
tahap ini kanak-kanak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi, yang
dimaksud dengan anjing atau gukguk dan kucing atau meong adalah semua binatang yang berkaki
empat, termasuk kambing dan kerbau.
Tahap medan semantik
Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai lima tahun ( 2:6 – 5:0 ). Pada tahap ini
kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Pada
mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-kata yang digeneralisasi secara berlebihan semakin
sedikit setelah kata-kata baru untuk benda-benda yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh
kanak-kanak.Umpamanya, kalau pada mulanya kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki
empat ; namun, stelah mereka mengenal kata kuda, kambing , dan harimau, maka anjing hanya
berlaku untuk anjing saja.
Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah
mulai mampu mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu
mempunyai fitur-fitur semantic yang sama.
Pengenalan ini semakin sempurna jika kanak-kanak semakin bertanbah usianya. Jadi, ketika berusia
antara 5 – 7 tahun mereka telah mampu mengenal yang dimaksud dengan heawan, yaitu semua
mahluk yang termasuk hewan.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kanak-kanak membutuhkan tahap-tahapan dalam memperoleh
makna semantik, dan lingkungan sangat membentu kanak-kanak untuk memperoleh makna tersebut,
karena dalam proses pemerolehan itu kanak-kanak menggunakan indranya. Jadi, semakin banyak
kanak-kanak mengamati lingkungannya akan sangat membantu sekali dalam memperolah makna
kata-kata dari suatu konsep.
Jenis Semantik
Telah dijelaskan bahwa semantik adalah disiplin linguistik yang mengkaji sistem makna. Jadi,
objeknya makna. Makna yang dikaji dalam semantik dapat dikaji dari banyak segi, terutama teori atau
aliran yang berbeda dalam linguistik.
Teori yang mendasari dan dalam lingkungan mana semantik dibahas membawa kita kepengenalan
tentang jenis-jenis semantik. Jenis-jenis semantik itu dapat dideskripsikan berikut ini:
Semantik Behavioris
Para penganut aliran behavioris memiliki sikap umum:Penganut pandangan behavioris tidak terlalu
yakin dengan istilah-istilah yang bersifat mentalistik berupa mind, concept, dan idea:
Tidak ada perbedaan esensial antara tingkah laku manusia dan hewan:Mementingkan factor belajar
dan kurang yakin terhadap faktor-faktor bawaan: dan Mekanismenya atau determinasinya.
Berdasarkan sketsa itu makna berada dalam rentangan antara stimulus dan respon, antara rangsangan
dan jawaban. Makna ditentukan oleh situasi yang berarti ditentukan oleh lingkungan. Karena itu,
makna hanya dapat dipahami jika ada data yang dapat diamati yang berada dalam lingkungan
pengalaman manusia.
Contoh: seorang ibu yang menyuapkan makanan pada sibayi.
Semantik Deskriptif
Semantik deskriptif yaitu kajian semantik yang khusus memperlihatkan makna yang sekarang
berlaku. Makna kata ketika kata itu untuk pertama kali muncul. Tidak diperhatikan. Misalnya dalam
bahasa Indonesia ada kata juara yaitu orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan
tanpa memperhatikan makna sebelumnya yaitu pengatur atau pelerai dalam persabungan ayam. Jadi,
Semantik deskriptif hanya memperhatikan makna sekarang.
Semantik Generatif
Konsep-konsep yang terkenal dalam aliran ini adalah:
Kompetensi (competence), yaitu kemampuan atau pengetahuan bahasa yang dipahami itu dalam
komunikasi:
Struktur luar, yaitu unsur bahasa berupa kata atau kalimat yang seperti terdengar: dan
Struktur dalam, yaitu makna yang berada dalam struktur luar. Aliran ini menjadi terkenal dengan
munculnya buku Chomsky tahun 1957 yang kemudian diperbarui.
Teori semantic generatif muncul tahun 1968 karena ketidak puasan linguis terhadap pendapat
Chomsky. Menurut pendapat mereka struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen.
Struktur dalam tidak sama dengan struktur semantik.
Untuk menghubungkannya digambarkan dengan satu kaidah, yaitu transformasi. Teori ini tiba pada
kesimpulan bahwa tata bahasa terdiri dari struktur dalam yang berisi tidak lain dari struktur semantik
dan struktur luar yang merupakan perwujudan ujaran kedua struktur ini dihubungkan dengan suatu
proses yang disebut transformasi.
Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah studi simentik yang khususnya mengkaji makna yang terdapat dalam
satuan kalimat. Verhaar mengatakan Semantik gramatikal jauh lebih sulit dianalisis. Untuk
menganalisis kalimat masih duduk, kakak sudah tidur tidak hanya ditafsirkan dari kata-kata yang
menyusunnya.

Orang harus menafsirkan keseluruhan isi kalimat itu serta sesuatu yang ada dibalik kalimat itu.
Sebuah kata akan bergesr maknanya apabila diletakkan atau digabungkan dengan kata lain.
Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah kajian simentik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem makna
ayang terdapat dalam kata. Semantik leksikal tidak terlalu sulit. Sebuah kamus merupakan contoh
yang tepat untuk Semantik leksikal: makna setiap kata diuraikan disitu. Jadi, Semantik leksikal
memperhatikan makna yang terdapat didalam kalimat kata sebagai satuan mandiri.
Semantik Historis
Semantik historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam rangkaian waktu. Studi
semantik historis ini menekankan studi makna dalam rentangan waktu, bukan perubahan bentuk kata.
Perubahan bentuk kata lebih banyak dikaji dalam linguistic hoistoris.
Asal-usul kata menjadi bagian studi etimilogi. Semantik ini membandingkan kata-kata berdasarkan
periode atau antara kata pada masa tertentu dengan kata pada bahasa yang lain. Misalnya dalam BI
terdapat kata padi dan dalam bahasa jawa terdapat kata pari. Fonem/ d/ dan/ r/ berkorespondensi.
Semantik Logika
Sematik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi
simbolik dalam analisis bahasa semantik logika mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika
seperti yang berlaku dalam matematika yang mangacu kepada kata pengkajian makna atau penafsiran
ajaran, terutama yang dibentuk dalam sistem logika yang oleh Carnap disebut semantik.

Dalam semantik logika dibahas makna proprsi yang dibedakan dengan kalimat, sebab kalimat yang
berbeda dalam bahasa yang sama dapat aja diujarkan dalam proporsi yang sama. Sebaliknya, sebuah
kalimat dapat diujarkan dalam dua atau lebih proporsi. Proporsi boleh benar boleh salah, dan lambang
disebut sebagai variabel proporsional dalam semantik logika.
Semantik Struktural
Semantik struktural bermula dari pandangan linguis struktural yang dipelopori oleh Saussure.
Penganut strukturalisme berpendapat bahwa setiap bahasa adalah sebuah sistem, sebuah hubungan
struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan yang disebut struktur. Struktur itu terjelma dalam
unsure berupa fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana yang membaginya menjadi
kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana.

1.2.2 Hakikat Suatu Makna


Secara fundamental, terdapat dua istilah yang berkaitan dengan makna. Kedua istilah ini ialah
bermakna dan memiliki makna. Bermakna dapat diartikan dengan sesuatu yang memiliki pengaruh
pada makna, sedangkan memiliki makna dapat diartikan sebagai sesuatu yang dikaitkan dalam makna.
Menurut pendapat Tarigan (dalam Suhardi, 2015:17) “semantik dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu
(1) semantik deskriptif, yakni telaah empiris terhadap bahasa-bahasa ilmiah; (2) semantik murni,
yakni telaah analisis terhadap bahasa buatan”. Semantik erat kaitannya dengan makna, baik berupa
makna kata maupun pergeseran arti kata.
Menurut Saussure (dalam Lutfillah, 2014:11), tanda linguistik memiliki dua wujud yakni Signifer
(penanda) dan Signifed (petanda). Signifer adalah ucapan yang bermakna atau tulian yang bermakna
dan berupa aspek material, yaitu sesuatu yang disampaikan, ditulis, atau dibaca. Signifed adalah
uraian mental, yakni konsep atau pikiran aspek mental dan bahasa yang tidak terlepas dari bunyi itu
sendiri. Masing-masing tanda linguistik tidak dapat terlepas dari dua unsur dalam bahasa atau disebut
intralingual yang biasanya merujuk pada sesuatu yang merupakan unsur luar bahasa atau disebut
ekstralingual.
Kompson berpendapat bahwa “ada tiga hal yang ditegaskan oleh para filsuf dan linguis yang
berhubungan dengan upaya untuk menguraikan makna, Yaitu: (1) menerangkan kata secara alamiah;
(2) menggambarkan makna secara alamiah; dan (3) menguraikan proses komunikasi” (Suwandi,
2008:58). Hal tersebut menunjukkan bahwa penjelasan mengenai makna dapat dilihat dari tiga sisi
yaitu segi kata, segi kalimat, dan segi segala hal yang dibutuhkan penutur untuk berkomunikasi.
Bahwasannya makna adalah arti yang terkandung dalam komunikasi baik tertulis maupun lisan,
berupa kata, kalimat, ataupun ujaran. Suatu makna akan terungkap sesuai dengan kesepakan bersama
dari penutur dan mitra tuturnya.Mengkaji atau memberikan makna terhadap suatu kata ialah
memaknai kajian kata tersebut yang berkaitan dengan hubungan-hubungan agar makna kata tersebut
berbeda dari kata-kata lain. Makna merupakan pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu
sendiri, terutama kata-kata. Beda halnya dengan arti yang maknanya lebih pada makna leksikal dari
kata yang Cenderung terdapat dalam kamus.

2.2.1 Aspek-aspek Makna


Aspek makna dilihat dari segi tuturan kata, kalimat, ataupun ujaran dari pembicara kepada pendengar
dibagi empat jenis, yaitu pengertian, nilai rasa, Nada, dan maksud.
1) Pengertian (Sense)
Pembicaraan yang sedang dilakukan memerlukan adanya pengertian atau bisa disebut mengerti
maksud yang sejalan. Antara penutur dan mitra tutur akan mengerti apa yang sedang dibicarakan,
apabila mengerti maksud satusama lain. Sementara pengertian ini bisa mendapat kesamaan maksud
jika terjadi kesepakatan antara penutur dan mitra tutur (Prasetyo, 2018:10). Jika mitra tutur memiliki
kesamaan pengertian maka mitra tutur mengerti apa yang disampaikan.Tema yang menyangkut
pembicaraan sehari-hari, misalnya tentang cuaca. Contoh percakapan (1) “hari ini hujan”; dan (2)
“hari ini mendung”, dalam komunikasi tersebut tentu ada unsur mitra tutur atau pendengar (ragam
lisan) dan penutur atau pembaca (ragam tulis) mempunyai pengertian yang sama terhadap satuan-
satuan hari, ini, hujan, dan mendung. Informasi atau sesuatu yang disampaikan mempunyai persoalan
ini yang biasanya disebut tema. Ketika memahami informasi yang diberikan maka seseorang tersebut
mengerti tema yang disampaikan, sehingga melalui kata-kata telah dapat dipahami tema tersebut
(Djajasudarma, 2010:3). Aspek pengertian dalam hal ini disebut juga tema. Aspek ini terbentuk atau
muncul dari pemahaman mengenai hubungan dari kata-kata yang mewakili sebuah tema yang
dimaksud. Ketika berbicara seseorang menggunakan kata-kata yang dapat mewakili atau mendukung
ide yang diinginkan.

2) Nilai Rasa (Feeling)


Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa bersinggungan pada sikap mitra tutur terhadap hal
yang sedang dibicarakan. Nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata atau kalimat yang
bersangkutan pada perasaan, baik berupa dorongan maupun penilaian. Setiap rasa mempunyai makna
yang berhubungan dengan nilai rasa, dan kata yang mempunyai maknajuga berhubungan dengan
perasaan (Prasetyo, 2018:11). Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kata atau kalimat memiliki
makna yang berkaitan dengan nilai rasa. Menggambarkan perasaan jengkel, terharu, gembira, gatal,
panas, bahkan sedih, diperlukan menggunakan kata yang sesuai. Misalnya pernyataan “keparat kau”
jika disampaikan ke orang yang berperilaku buruk maka pantas untuk menerima ungkapan tersebut,
tetapi ketika disampaikan kepada seseorang yang berperilaku baik dan tidak bersalah, maka dapat
menimbulkan amarah orang tersebut. Dengan demikian, situasi yang berkaitan dengan makna
perasaan selalu sesuai dengan keadaan yang sedang berlangsung.Setiap kata memiliki makna
tersendiri dan mempunyai nilai rasa. Nilai rasa membuat bentuk kata yang otonom atau bebas
digunakan karena memiliki makna netral. Kata yang mengandung nilai rasa positif digunakan untuk
hal-hal baik, seperti memberi semangat, motivasi, nasihat, dan lainnya. Kata yang mengandung nilai
rasa negatif perlu berhati-hati saat ingin menggunakannya. Nilai rasa ini harus dilihat dari segi
keagamaan, kesopanan, kesusilaan, hukum, dan juga nilai hidup yang berlaku dalam suatu kelompok
masyarakat yang memiliki anggapan berbeda perihal nilai rasa (Chaer, 2008:151). Nilai rasa bisa juga
disebut sebagai aspek perasaan, yaitu perwujudan dari perasaan yang sedang dirasakan dari penilaian
terhadap sesuatu yang diwakili oleh kata-kata yang digunakan. Aspek ini berhubungan dengan sikap
pembicara, keinginan, dan proses penilaian terhadap sesuatu yang akan dilakukan.
2) Nada (Tone)
Menurut Djajasudarma (2010:5), aspek makna nada (tone) adalah sikap Penutur terhadap mitra tutur
atau dapat dikatakan sikap penulis terhadap Pembaca. Aspek makna ini mengimplikasikan penutur
untuk memilah kata Yang sesuai dengan situasi mitra tutur dan penutur itu sendiri. Pemilihan nada
Yang digunakan terletak pada suatu konteks apakah penutur tersebut telah Mengenal mitra tutur
sebelumya, apakah penutur dan mitra tutur berasal dari Latar belakang yang sama, atau apakah
penutur berasal dari daerah yang sama Dengan mitra tutur. Hubungan antara penutur dan mitra tutur
akan menentukan Sikap yang dapat terlihat dalam pemilihan kata yang digunakan. Setiap nada yang
digunakan memiliki makna berbeda-beda, misalnya kata Pergi. Jika seseorang berkata “pergi!!!” ini
berupa kata yang menandakan Pembicara kesal. Jika seseorang berkata “pergi?” maka itu
menandakan Pembicara sedang menyindir. Adapun misalnya kalimat “kereta api Yogyakarta sudah
datang.” Ini berupa kalimat informasi dan menggunakan Nada datar tidak memiliki penegasan.
Apabila seseorang tersebut mengucapkan “kereta api Yogyakarta sudah datang?” maka itu
menunjukkan sebuah kalimat Tanya dan nada yang digunakan memiliki penekanan di akhir kalimat.
Djajasudarma (2010:5) mengatakan bahwa aspek nada berhubungan erat Dengan aspek perasaan, jika
jengkel maka sikap yang dimunculkan akan Berlainan dengan perasaan gembira terhadap lawan
bicara.

2.2.2 Sejarah dan Ruang Lingkup Kajian Semantik


Kajian terhadap makna bahasa pada dasarnya telah dilakukan sejak beberapa abad sebelum Masehi.
Hal itu dibuktikan dengan adanya perbedaan pendapat antara Plato dan muridnya yaitu Aristoteles,
mengenai hubunganantara bahasa dan objek di dunia pada zaman Yunani kuno.Plato (429-347SM)
menyatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara implisit mengandung makna-makna tertentu.
Sedangkan Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa hubungan antara bentuk dan arti kata dalam
sebuah bahasa bersifat konvensional, yaitu didasarkan atas kesepakatan para pemakai
bahasa.Menurutnya, makna kata itu dapat dibagi menjadi dua. Pertama, makna yang hadir dari kata
itu sendiri dan kedua, makna yang hadir akibat terjadinya hubungan gramatikal.
Pada tahun 1825, C. Chr Reisig seorang filsuf yang berkebangsaan Jerman mengemukakan konsep
baru tentang tata bahasa yang meliputi tiga unsur utama, yakni Semilologi(mengkaji tentang tanda),
Sintaksis(mengkaji tentang susunan kalimat) dan Etimologi (mengkaji tentang asal usul kata
sehubungan dengan perubahan bentuk dan maknanya).
Berdasarkan pemikiran Reisig tersebut, perkembangan semantik dapat dibagi menjadi tiga masa
pertumbuhan. Masa pertama Meliputi setengah abad (dimulai sejak1823), termasuk di dalamnya
kegiatan Reisig. Masa ini disebut TheUnderground Period of Semantics Gagasan Reisig telah
diterima oleh teman-temannya di Jerman, karena yang dilihat dari gagasan itu adalah terdapat suatu
reaksi menentang penjajahan filologi. Gagasan baru itu pada umumnya hanya terbatas pada ahli-ahli
klasik di Jerman. Dalam masalah ini,terbitlah dua buku karya Reisig dan temannya, F. Hasse, yang
diterbitkan setelah mereka wafat. Masa kedua dimulai pada awal 1880-an sampai setengah abad
kemudian. Fase ini dimulai dengan munculnya tulisan M. Brealdalam sebuah jurnal klasik. Jurnal
tersebut berisi tentang anggapan bahwa semantik adalah ilmu murni historis. Pandangannya ini tetap
menjadi ciri sepanjang masa kedua. Pada fase ini pula, muncul buku karangan M. Brealyang berjudul
Essai de Semantique Science des Signification yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris Semantics:
Studies in the Science of Meaning. Pada karya inilah semantik disebut dengan tegas sebagai ilmu
makna.Masa perkembangan ketiga yakni dekade abad ke XX, ditandai dengan munculnya karya
filologi Swedia, Gustaf Stern yang berjudul Meaningand Change of Meaning with Special Reference
to the English Language (makna dan perubahan makna dengan acuan khusus ke bahasa Inggris).
Dalam buku ini suatu penggolongan baru yang sepenuhnya empiris tentang perubahan makna
dikemukakan secara luas berdasarkan penelitian-penelitiannya sendiri.Stern juga berusaha membawa
semantik sejajar dengan kemajuan ilmu-ilmu lain. Pada tahun 1897, secara tegas dinyatakan bahwa
semantik adalah ilmu-ilmu yang membahas tentang makna seiring munculnya Essai de Semantique
karya M. Breal. Periode berikutnya disusul oleh Stern tetapi sebelum karya Stern lahir, telah
diterbitkan bahan dan kumpulan kuliah dari seorang pelajar bahasa yang paling menentukan arah
perkembangan linguistik, yakni Ferdinand Saussure.Buku karya Saussure yang berjudul Cours de
Linguestique Generale (kuliah linguistik umum), memuat teori revolusioner tentang teori dan praktek
studi kebahasaan, setidaknya dalam dua hal: Pertama, Saussure meninggalkan wawasan yang bersifat
sejarah atau historis seperti halnya linguistik pada abad 19.

3.3.1 Faktor faktor yang mempengaruhi Semantik

a.    Faktor Kebahasaan


Perubahan makna karena factor kebahasaan berhubungan dengan fonologi, morfologi dan sintaksis.
Misalnya kata sahaya yang pada mulanya bermakna budak tetapi karena kata ini berubah menjadi kata
saya maka makna kata saya dihubungkan dengan orang pertama dan orang tidak menghubungkan
dengan kata budak sehingga maknanya pun menjadi berubah.
b. Faktor Sejarah

Faktor ini dapat dirinci menjadi factor objek, faktor institusi, faktor ide, dan faktor konsep ilmiah.
Sebagai contoh factor objek, kata wanita yang sebenarnya berasal dari kata betina. Kata betina selalu
dihubungkan dengan hewan. Kata betina dalam perkembangannya menjadi batina lalu fonem /b/
merubah menjadi /w/ sehingga menjadi wanita. Dan kata wanita ini berpadanan dengan kata
perempuan dan sekarang orang tidak lagi menghubungkan kata wanita dengan kata hewan.

c. Faktor Sosial

Perubahan makna yang disebabkan karena faktor sosial dihubungkan dengan perkembangan Makna
kata dalam masyarakat. Misalnya kata gerombolan yang pada mulanya bermakna orang yang
berkumpul atau kerumunan orang tapi kemudian kata ini tidak disukai lagi sebab selalu dihubungkan
dengan pemberontak atau pengacau. Sebelum tahun 1945 orang dapat saja berkata “ Gerombolan laki-
laki menuju pasar”, tetapi setelah tahun 1945 apalagi dengan munculnya pemberontak maka kata
gerombolan enggan digunakan bahkan ditakuti.

d. Faktor Psikologi

Faktor psikologi ini dapat dirinci lagi menjadi factor emosi dan kata-kata tabu. Sebagai contoh dari
factor tabu misalnya penggunaan kata bangsat. Dahulu makna kata bangsat dihubungkan dengan
binatang yang biasa menggigit jika kita duduk di kursi rotan karena binatang itu hidup di sela-sela
anyaman rotan. Sekatang kalau orang marah lalu mengatakan, “ Hei bangsat, kenapa hanya duduk?”
maka kata bangsat disini tidak lagi diartikan sebagai binatang kecil tapi manusia yang malas yang
kelakuannya menyakitkan hati, sehingga ada perubahan makna pada kata tersebut.

e. Pengaruh Bahasa Asing

Perubahan bahasa yang satu dengan yang lain tidak dapat dihindarkan. Hal itu disebabkan oleh
interaksi antara sesame bangsa. Itu sebabnya pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia juga
tidak dapat dihindarkan. Pengaruh itu misalnya berasal dari bahasa Inggris yaitu pada kata keran yang
berasal dari bahasa Inggris crank yang kemudian dalam bahasa Indonesia bermakna keran yang
artinya pancuran air ledeng yang dapat dibuka dan ditutup. Tetapi kalimat “ Engkau masuk
departemen dan dapat membuka keran untuk kemajuan daerah kita”. Makna keran tidak lagi katup
penutup tapi lebih banyak dikaitkan dengan anggaran.

f. Karena Kebutuhan Kata yang Baru


Telah diketahui bahwa manusia berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut
perlu nama atau kata barukarena bahasa adalah alat komunikasi. Kadang-kadang konsep baru itu
belum ada lambangnya. Dengan kata lain manusia berhadapan dengan ketiadaan kata atau istilah baru
yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut bukan saja kata atau istilah tersebut belum ada
tapi juga orang merasa bahwa perlu menciptakan kata atau istilah baru untuk suatu konsep hasil
penemuan manusia. Misalnya karena bangsa Indonesia merasa kurang enak menggunakan kata
saudara maka muncullah kata Anda. Kata saudara pada mulanya dihubungkan dengan orang yang
sedarah dengan kita tapi kini kata saudara digunakan untuk menyebut siapa saja

3.3.2 Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain

A. Semantik dan Pragmatik

Dapatkah dibedakan semantik dan pragmatik pada bahasa natural? Menurut Jerold Katz, kita tidak
bisa menggunakan definisi semantik menurut Carnap untuk studi hubungan „kata-dunia luar‟, tetapi
bisa mendefinisikannya dengan studi makna linguistik konvensional menurut jenis ekspresi. Katz
berpendapat fenomena pragmatik adalah hal di mana pengetahuan tentang konteks suatu ujaran
memegang peranan bagaimana ujaran itu dimengerti. Sementara itu semantik menangani apa yang
akan diketahui pembicara ideal tentang makna kalimat ketika tidak terdapat informasi dalam
konteksnya (dalam Recarnati, 2006:447). Oleh karena adanya pengertian tersebut, disepakati
pengetahuan linguistik murni tidak cukup untuk menentukan keadaan kebenaran suatu ujaran. Apakah
imperative mood (bentuk perintah)? Misalnya pada kalimat “You will go to the store tomorrow at 8”;
“Will you go to the store tomorrow at 8?”; dan “Go to the store tomorrow at 8”. Perbedaan antara
ketiga kalimat tersebut adalah terletak di bidang pragmatik yang berhubungan dengan illocutionary
act yang dilakukan dalam ujaran. Jadi imperative mood menandakan keadaan si pembicara dalam
mengucapkan kalimat, yaitu melakukan illocutionary act jenis directive (Recanati, 2006: 447).
Dipandang dari segi teori speech act, semantik bekerja dengan makna ekspresi konvensional,
sementara makna kalimat merupakan potensi speech act-nya. Pragmatik melaksanakan studi speech
acts, semantik memetakan kalimat menuju jenis speech act yang harus dilaksanakan. Dengan
demikian terjadi dua disiplin ilmu dasar dalam studi bahasa yaitu sintaks dan pragmatik. Semantik
mensyaratkan baik sintaks maupun pragmatik. Hal ini berlawanan dengan pandangan Carnapian, di
mana semantik hanya mensyaratkan sintaks saja. Menurut teori speech act, semantik tidak
mempunyai kekuasan mandiri dibandingkan dengan pragmatik. Seperti perkataan dari Searle yang
dikutip oleh Katz (dalam Recanati, 2006: 448), tidak ada jalan untuk memperoleh makna kalimat
tanpa mempertimbangkan perannya dalam komunikasi, karena keduanya perlu digabung. Sintaks
dapat dipelajari sebagai sistim formal tanpa bergantung pada penggunaannya, tetapi begitu kita
berusaha memperoleh makna, demi kompetensi semantik. Pendekatan formal murni ini runtuh karena
tidak mampu mencatat fakta bahwa kompetensi semantik umumnya adalah masalah menguasai
bagaimana cara bicara, terutama bagaimana melaksanakan speech act. Ada dua teori mengenai
semantik versus pragmatik. Teori pertama berpendapat hubungan semantik dan pragmatik lebih
daripada sekedar tumpang tindih. Hal ini disebabkan setiap ekspresi mempunyai makna kondisi
pemakaian. Pada teori pertama ini, mengatakan kalimat merupakan potensi tindak tutur, dan semantik
merupakan sub-bagian dari tindak tutur (speech act). Teori kedua, berpendapat bahwa semantik
merupakan disiplin mandiri yang memetakan kalimat ke jenis pikiran yang diekspresikan, atau jenis
keadaan yang digambarkan. Teori apapun yang kita akui, semantik dan pragmatik saling tumpang-
tindih sampai suatu kondisi tertentu .

B. Semantik dan semiotika

Apa perbedaan semiotika dan semantic? Jelaskan? Semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda secara
umum seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Semiotika biasanya didefinisikan sebagai teori
filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Sedangkan tokoh yang
merumuskan teori ini ada dua yakni Charles sander pearce tentang hubungan triadic antara ikonitas,
indeksitas dan simbolitas dengan istilah semiotika dan sedangkan Ferdinand Saussure melalui
dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis.
Saussure dengan istilah semiologi. Sedangkan semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang
ditandainya (makna). Istilah lain yang pernah digunakan hal yang sama adalah semiotika, semiologi,
semasiologi, dan semetik. Semantik mengandung pengertian studi tentang makna dengan anggapan
bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantic merupakan bagian dari linguistik. Semantic
sebenarnya merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. Kata semantic
sendiri berasal dari bahasa Yunani. Yaitu sema (kata benda) yang berarti “menandai” atau “lambang”.
Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian semantic
disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistic untuk memelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistic dengan sesuatu yang ditandainya.

Dimana letak relasi antara ilmu semiotika dan semantic? Semiotika adalah : untuk memahami tanda-
tanda yang berserakan disekitar manusia. Dari perspektif semiotika, semua hal bisa dikategorikan
tanda, termasuk tanda-tanda yang terdapat dalam struktur bahasa (lebih cenderung pada aspek
diakronis daripada sinkronis). Sedangkan semantic lebih ke aspek Bahasa (linguistik) merupakan alat
ekspresi dan komunikasi manusia. Manusia bisa menjelaskan pada sesamanya ide-ide, konsep-konsep,
dan bahkan sesuatu yang dinamakan tanda dengan perantara bahasa (lebih mengarah pada aspek
sinkronis bahasa/langue “kesejamanan” daripada aspek diakronis bahasa dan parole). Maka, relasi
atau kaitan posisi semantik dengan Semiotik, Linguistik adalah : sebagai tanda (dilalah) untuk
kemudian dikategorikan dan diklasifikasi oleh semiotik, diekspresi-komunikasikan melalui ide,
gagasan atau konsep-konsep oleh semantik (linguistic)

C. Semantik dan sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan subdisiplin linguistik yang berkaitan dengan sosiologi dalam masyarakat.
Kajian sosiolinguistik mencangkup bagaimana suatu bahasa sangat berhubungan dengan kondisi
masyarakat/pengguna bahasa dalam sebuah komunitas tertentu. Penggunaan bahasa pada suatu
komunitas masyarakat dengan komunitas masyarakat lain bisa berbeda satu sama lain bergantung
pada faktor-faktor sosial di dalamnya (Aitchison, 1992).

Hubungan antara semantik, pragmatik dan sosiolinguistik bisa ditarik benang lurus berdasarkan
masing-masing definisinya. Semantik dan pragmatik, keduanya merupakan kajian tentang makna
bahasa, hanya saja berbeda objek kajianya. Semantik, kajian makna bahasa sesuai hubungan
kontekstual (makna bahasa satu dengan makna bahasa lainnya tanpa pengaruh dari situasi ujar,
penutur, penutur), dan ketika sudah memasuki ranah pragmatik, makna bahasa tersebut akan dikaji
sesuai dengan situasi ujar dan bagaimana bahasa tersebut digunakan dalam komunikasi nyata.
Pragmatik dan sosiolinguistik, hubungannya sama-sama mempelajari bagaimana suatu makna bahasa
itu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dalam masyarakat atau komunitas tertentu.
Hubungan Semantik dengan ilmu lainnya :

1.      Hubungan semantik dengan fonologi

Fonologi membahas tentang bunyi. Jadi hubungan semantik dengan fonologi yaitu dimana
membahas tentang perbedaan bentuk maka berbeda pula maknanya.

2.      Hubungan semantik dengan morfologi

Morfologi yaitu cabang ilmu bahasa yang membahas tentang kata.

Contohnya: 1. Exis Eksis,

                    2. EXSIS     EKSIS.

Dari contoh no 2 secara bahasa itu salah, tetapi secara sastranya itu benar. Perbedaan bahasa
dengan sastra yaitu, bahasa berdasarkan proses sedangkan sastra berdasarkan historis atau sejarah.
Jadi, hubungan semantik dengan morfologi yaitu dimana kata tersebut mempunyai makna tersendiri.

3.      Hubungan semantik dengan sintaksis

Sintaksis yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang susunan kata dan kalimat. Contohnya:

a.       Anjing makan tulang

b.      Tulang makan Anjing

Berdasarkan contoh diatas secara sintaksis benar, tetapi secara semantik memiliki makna yang
berbeda. Jadi hubungan semantik dengan sintaksis yaitu, apabila susunan kata dan kalimatnya berbeda
maka maknanyapun juga berbeda.

4.  Hubungan semantik dengan pragmatik

Pragmatik yaitu kata yang tidak sebenarnya tetapi mengandung arti. Pragmatik lebih menuju
ke ujaran seseorang. Prinsip pragmatik yaitu bahasa tidak ada yang salah, tetapi kita mencari
kesalahan yang berbahasa atau pengguna bahasa tersebut. Tujuan pragmatik adalah supaya lawan
bicara kita tidak tersinggung dengan ucapan sang penutur.

5.  Hubungan semantik dengan sosiolinguistik

Hubungannya adalah bahasa yang dipengaruhi berdasarkan lingkungan sekitarnya.

6.  Hubungan semantik dengan Psikolinguistik

Hubungannya adalah fisik seseorang mempengaruhi bahasa, jadi apa bila seseorang tersebut
fisik atau kejiwaan seorang penutur tidak baik, maka bahasanya pun tidak baik sehingga apa yang
akan diucapkan pun tidak tersampaikan maknanya.

7.  Hubungan semantik dengan retorika


Hubungannya yaitu berbicara dan tidak berbicara termasuk berbahasa

8.  Hubungan semantik dengan wacana

Hubungannya yaitu apabila di dalam teks wacana ada satu teks yang hilang maka makna teks tersebut
maknanya akan berbeda.

9.  Hubungan semantik dengan stilistika

Secara konsep stilistika seperti bola, dari awal kembali ke awal. Maksudnya yaitu tidak boleh
membenarkan dan tidak boleh menyalahkan. Kita harus mengkajinya terlebih dahulu secara sastra
yang berdasarkan pandangan linguistik supaya tidak terjadi penyimpangan makna.

Makna stilistik juga berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek
terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya
sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi kita karena kata yang digunakan mengandung makna
stalistika. Makna stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa. 

Berdasarkan penjelasan di atas, kami dapat mengambil kesimpulan bahwa hubungan semantik
dengan ilmu lainnya itu berkaitan dengan makna yang ingin disampaikan kepada seorang pengguna
bahasa.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1) Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap
perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam studi
linguistik. Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi makna, erubahan
makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa. Semantik adalah subdisiplin linguistik yang
membicarakan makna yaitu makna kata dan makna kalimat.

2) Jenis semantik dibagi menjadi 8 yaitu sebagai berikut :

a. Semantik Behavioris

b. Semantik Deskriptif

c. Semantik Generatif

d. Semantik Gramatikal
e. Semantik Leksikal

f. Semantik Historis

g. Semantik Logika

h. Semantik Struktural

3) Dalam kita memahami dan menguasai semantik, akan mempermudah dan memperlancarkan kita
dalam pembelajaran bahasa. Misalnya dalam mempelajari pragmatik, karena pada dasarnya kedua
bidang bahasa ini saling berhubungan dan menunjang satu sama lain. Bagi pelajar sastra, pengetahuan
semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk menganalisis bahasa yang sedang dipelajari.
Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan member manfaat teoritis, maupun
praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan membantu dalam memahami dengan lebih baik
bahasa yang akan diajarkannya. Dan manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.

4) Hubungan semantik dengan ilmu lain dibagi menjadi beberapa sebagai berikut :

a) Hubungan semantik dengan fonologi

b) Hubungan semantik dengan morfologi

c) Hubungan semantik dengan sintaksis

d) Hubungan semantik dengan pragmatik

e) Hubungan semantik dengan sosiolinguistik

f) Hubungan semantik dengan Psikolinguistik

g) Hubungan semantik dengan retorika

h) Hubungan semantik dengan wacana

i) Hubungan semantik dengan stilistika

B. Saran

Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu tentang semantik sangatlah kita perlukan dalam kehidupan
sehari- hari. Maka dari itu saya sarankan kepada para pembaca semua agar terus mempelajari
semantik. Karena semantik mempunyai banyak manfaat, khususnya dalam kegiatan pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai