Oleh:
Kelompok 6
Zainani (Eks B)
Ruth Y S (Eks B)
Wahyu ( Reg B )
Adlita (Reg B)
Salbiah (Reg B)
UNIMED 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmat-Nya yang mana
penulis masih diberikannya kesabaran dan ketabahan dalam menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya yang telah ditentukan. Adapaun penulis mengangkat judul makalah dengan
judul “Medan Makna dan Komponen Makna”.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah hendak memenuhi tugas mata kuliah semantik
yang telah diberikan dosen pembimbing, agar kami lebih memahami pemakaian bahasa itu.
Sebelumnya penulis menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
kekurangan dalam tulisan yang dibuat oleh penulis, untuk itu penulis meminta maaf.
Akhirnya, penulis mengucapkan terimah kasih dan mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun makalah kami demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1.Latra Belakang Masalah........................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah................................................................................................... 1
1.3.Tujuan Masalah ...................................................................................................... 1
BAB I PEMAKAIAN BAHASA JENIS RELASI DAN PERUBAHAN MAKNA 2
2.1.Medan Makna........................................................................................................... 2
2.2.Komponen Makna..................................................................................................... 5
2.3.Kesesuaian Semantis dan Gramatis......................................................................... 7
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 10
3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya
yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
oleh karena itu, penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan satu
tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar, melainkan merupakan unsur
yang berada pada semua tataran itu, meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak
sama.
Hockett (1954) misalnya, salah seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah
suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima
subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik,
subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Subsistem gramatika, fonologi, dan
morfofonemik bersifat sentral . Tak jarang diantara kita memaknai sebuah kata tanpa
mengetahui apa medan makna dan komponen maknanya. Sebenarnya setiap kata mempunyai
komponen makna yang berbeda meskipun kata tersebut nerupakan kata yang bersinonim.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penyelesaian masalah diatas kami membuat beberapa rumusan
masalah.
a. Apa yang dimaksud dengan medan makna ?
b. Apa yang dimaksud dengan komponen makna?
c.Bagaimana kesesuaian semantik dan gramatis ?
1.3.Tujuan
Adapun hal-hal yang ingin di capai dalam makalah ini adalah :
a. Mengetahui yang dimaksud dengan medan makna.
b. Mengetahui yang dimaksud dengan komponen makna.
c.Mengetahui kesesuaian semantis dan gramatis.
BAB II
MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Pengelompokan kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dapat memahami
konsep-konsep budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Namun pengelompokan ini
sering kurang jelas karena adanya ketumpang tindihan unsur-unsur leksikal yang di
kelompokkan itu, misalnya, kata karang dapat masuk dalam kelompok medan makna
pariwisata dan dapat pula masuk kedalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula
dalam kelompok medan makna kelautan, selain itu pengelompokan kata atas medan makna
ini tidak mempedulikan adanay nuansa makan, perbedaan makna denotasi dan konotasi.
Misalnya, kata remaja itu juga memiliki juga makna “belum dewasa”, keras kepala, bersifat
kaku, suka mengganggu dan membantah, serta tidak konsisten, jadi pengelompokan kata atas
medan makana ini hanya tertumpu pada makna dasar, makna denotatif, atau makana pusatnya
saja.
Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-
unsur leksikal itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu
memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang
ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit
menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol,
bola, wasit, gawang, dan kiper merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu tempat atau
lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam
satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam pembicaraan tentang jenis makna ada juga, yaitu jenis makna kolokasi. Yang
dimaksud di sini adalah makna kata tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut
dengan kata yang lain yang merupakan kolokasinya.
Misalnya kata cantik, tampan, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata
tampan memiliki komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata cantik memiliki
komponen atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna [-
manusia]. Oleh karena itulah, ada bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis cantik, lukisan indah,
sedangkan bentuk *pemuda indah dan gadis tampan tidak dapat diterima.
2.2.Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut
komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini
dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian”
yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna/ + manusia/, /+
dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu
hanyalah pada ciri makna atau komponen makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan
ibu tidak memiliki kata jantan.
Komponen Makna
Ayah
Ibu
1. Insane
2. Dewasa
3. Jantan
4. kawin
+
+
+
+
+
+
_
+
Keterangan : tanda + mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai
komponen makna tersebut.
Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan
juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Denga juga dapat analisis biner
ini kita juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan medan
makna.
Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih bersifat netrl atau umum sedangkan
yang lain bersift khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih bersifat
umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih
bersift khusus karena hanya mengenai “wanit” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya karena memang mungkin
tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari
pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh
yang pasanganya lebih dari satu, yaitu berdiri misalnya. Kata berdiri bukan hanya bias
dipertentangkan dengan kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok
dan berbaring.
Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantic itu secara bertingkat, mana yang
lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan
dewasa, mana yang lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa
juga dewasa sebab tidak ada alas an bagi kita untuk menyebutkan cirri jantan lebih bersifat
umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak menyiratkan
makna yang lain.
Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian biner banyak kelemahanya tetapi cara
ini banyak manfaatnya untuk memahami makna kalimat. Para tata bahasawan tranformasional juga
telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap anlisis komponen makna ini menjadi
meningkat. Analisis semantic kata yang dibuat seperti diatas tentu banyak memberi manfaat dalam
memahami makna-makna kalimat, tetapi pembuatan daftar kosa kata dengan disertai ciri-ciri
semantiknya secara lengkap bukanlah pekerjaan yang mudah sebab memerlukan pengetahuan
budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga yang cukup besar.
Kesesuaian ciri berlaku bukan hanya pada unsure-unsur leksikal saja, tetapi juga berlaku
antara unrus leksikal dan gramatikal. Contohnya: kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam,
tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata ayam.
Kata seekor sesuai dengan kata aya, karena keduanya mengandung cirri (+tunggal),
sebaliknya kata seeok tidak sesuia dengan kata ayam-ayam karena seeokr berciri makana (+
tunggal) sedangkan ayam-ayamayam berciri makna (-tunggal)
Ciri
seekor
ayam
ayam-ayam
tunggal
+
+
_
Kata seekor dan guru juga tidak mempunyai kesesuaian karena kata guru berciri makna
(+manusia) sedangkan kata seekor (-manusia). Kata seekor hanya sesuai dengan kata yang
berciri (-manusia), misalnya ayam dan kambing,. Kata ayam pun tidak sesuai dengan kata
seorang karena kata seorang berciri (+manisia).
Ciri
guru
seekor
ayam
seorang
manusia
+
-
-
+
Adanya kesesuaian unsure-unsur leksikal dan integrasinya dengan unrur gramatikal sudah
banyak diteliti orang sejalan dengan pesatnya penelitian di bidang semantic sejak tahun 60-
an. Pada ahli tata bahasa generatif seperti Chfe (1970) dan Fillmore (1971) berpendapat
bahwa setiap unsure leksiakal mengandung ketentuan ketentuan penggunaannya yang sudah
terfatori yang bersifat grametikal dan bersifat semantik. Ketentuan-ketentuan gramatikal
memberikan kondisi-kondisi gramtikal yang berlaku jika suatu unsur gramatikal yang hendak
digunakan. Contohnya, kata kerja “ makan” dalam penggunaannya memerlukan adanya
sebuah subjek dan sebuah objek (walaupun di sini objek bisa dihilangkan).
MAKAN
Subjek Objek
Lalu, ketentuan-ketentuan semantic menunjukkan ciri-ciri semantis yang harus ada di dalam
unsur-unsur leksikal yang bersangkutan yang disebut di dalam ketentuan gramatikal tersebut .
Kata makan di atas menyiratkan bahwa subjeknya harus mengandung ciri makna
(+bernyawa) dan objeknya mengandung ciri makna (+makanan).
BAB III
PENUTUP
3.1 . Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu medan makna (Semantik domain,
semantik Field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan karena mengambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam
semesta tertentu.
Komponen makna ialah makna yang dimiliki setiap kata yang terdiri atas sejumlah komponen
yang berbentuk keseluruhan makana kata itu. Kesesuaian semantik dan gramatis seorang
penutur suatu bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia
menguasi sebuah kalimat yang ada dalam bahsanya itu, melainkan karna adanya unsur
kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik dengan unsur leksikal yang satu dengan unsur
leksikal lainnya.
Daftar Pustaka
Chair, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
http://www.scribd.com/doc/49171390/Medan-Makna-dan-Komponen-Maknahttp://priyanti-
pbi-fkip-uir.blogspot.com/2012/03/semantik-medan-makna-dan-komponen-makna.html
http://nurulrifkyhuba.wordpress.com/2012/05/19/medan-makna-dan-komponen-makna/
http://agusnash.blogspot.com/2012/06/semantik-medan-makna.html