Anda di halaman 1dari 22

MAKNA DALAM BAHASA INDONESIA

Oleh :

1. Yusril (201730034)
2. Kasmawati(201730091)
3. Sila Freselia F.D(201730164)
4. Hamdana(201730108)
5. Arian(201730225)

AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR

September 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempunya dengan bahasa
yang sangat indah.

Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah


menyelesaikan makalah yang kami berjudul makna dalam bahasa Indonesia
sebagai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam makalah ini kami mencoba
untuk menjelaskan tentang makna dalam bahasa Indonesia.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang
Daftar isi

Sampul ...........................................................................................................................

Kata Pengantar................................................................................................................ i

Daftar Isi......................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................

Bab II Pembahasan

A. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal..........................................................


B. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial................................................
C. Makna Denotatif dan Konotatif........................................................................
D. Makna Kata dan Istilah.....................................................................................
E. Makna Konseptual dan Asosiatif......................................................................
F. Makna Idiomatik dan Pribahasa.......................................................................
G. Makna Kias.......................................................................................................
H. Relasi Makna....................................................................................................

Bab III Penutup

A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................

Daftar Pustaka.........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa penguasaan indonesia secara intensif sangat penting didalam era


modern saat ini. Penggunaan bahasa yang baik dan benar secara individu maupun
kelompok merupakan usaha kita dalam melestarikan bahasa negara kita. Bahasa
indonesia juga merupakan alat komunikasi resmi bagi seluruh penduduk
nusantara.

Tetapi pada masa kini banyak orang yang berbahasa indonesia sehari-hari
namun belum begitu mengerti tentang bentuk dan maknanya. Soal itu
dimungkinkan karena kurangnya pendidikan dan faktor lingkungan.  Jadi
pembelajaran dan penerapan berbahasa indonesia secara baik dan benar sangat
penting. soal itu dilakuakan untuk membangun bangsa dan
negara, serta meningkatkan sistem komunikasi dan informasi dengan tepat.

Sebagai langkah awal sebagai mahasiswa baru perlu adanya pembekalan


untuk penguasaan bahasa indonesia dengan baik dan benar. Oleh karena itu kami
rasa sangat penting untuk membahas judul “Makna Dalam Bahasa Indonesia”.
Dengan harapan supaya mahasiswa dapat memajukan sistem komunikasi dan
informasi bangsa dan negara.

B. Rumusan Masalah
1. menguraikan makna leksikal dan makna gramatikal ?
2. menguraikan makna referensial dan nonreferensial ?
3. menguraikan makna denotatif dan konotatif ?
4. menguraikan makna kata dan istilah ?
5. menguraikan makna konseptual dan asosiatif ?
6. menguraikan makna idiomatik dan pribahasa ?
7. menguraikan makna kias ?
8. apa pengertian relasi makna ?
C. Tujuan
Agar pembaca mampu memahami makna dalam bahasa indonesia yang
menjadi bahasa persatuan bangsa indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal 

Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam kamus,
istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus. Makna kata yang
sesuai dengan kamus inilah kata yang bermakna leksikal. Misalnya : Batin
(hati), Belai (usap), Cela (cacat). Leksikal adalah bentuk adjektif yang
diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem,
yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan
dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita
persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan
sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata.
Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang
sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat
indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita
(Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna
ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen
kali ini gagal akibat serangan hama tikus.

Makna leksikal atau makna semantik, atau makna eksternal juga


merupakan makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk
leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang
dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. ‘Makna leksikal ini dipunyai
unsur bahasa-bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya
(Kridalaksana, 1982: 103). Veerhar (1983; 9) berkata, ‘sebuah kamus
merupakan contoh yang tepat dari semantik leksikal: makna tiap-tiap kata
diuraikan di situ’ (Mansoer Pateda, 2002: 119). Leksikal adalah bentuk ajektif
yang diturunkan dari bentuk satuan dari leksikon adalah leksem yaitu satuan
brntuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosa kata
atau perbedaan kata maka leksem dapat kita samakan dengan kata. Makna
leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon atau bersifat
kata. makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikal.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau
makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai
dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir
sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses
reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter-
pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,
melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan
itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
Makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning)
adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, persitiwa, dll.
Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari
konteks. Semua makna (baik bentuk dasar maupun turunan) yang ada dalam
kamus disebut makna leksikal. Kata-kata tersebut meiliki makna dan dapat
dibaca pada kamus, makna demikian disebut pula makna kamus, selain
makna leksikal (dictionary meaning). Ada pula yang mengatakan bahwa
makna leksikal adalah makna kata-kata pada waktu berdiri sendiri, baik
dalam bentuk turunann maupun dalam bentuk dasar.

Makna gramatikal (grammatikal meaning; functional meaning; structural


meaning; internal meanng) adalah makna yang menyangkut hubungan intra
bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di
dalam kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna
leksikal. Sejalan dengan pemahaman makna (sense ‘pengertian’; ‘makna’)
dibedakan dari arti (meaning ‘arti’). Makna merupakan pertautan yang ada
antara satuan bahasa, dapat dihubungkan dengan makna gramatikal,
sedangkan arti adalah pengertian satuan kata sebagai unsur yang
dihubungkan. Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramtikal
secara operasional.

Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi
proses gramatikal, seperti  afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.
Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan
makna gramatikal ‘ mengenakan  atau memakai baju’; dengan
dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan
dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan  rekreasi’. Contoh
lain, proses komposisi dasar sate dengan  dasar  ayam melahirkan makna 
gramatikal ‘bahan’;  dengan dasar  madura melahirkan makna gramatikal
‘asal’; dengan dasar lontong melahirkan  makna  gramatikal ‘ bercampur’;
dan dengan  kata Pak Kumis melahirkan makna gramatikal ‘buatan’.
Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik
menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik  bermakna ‘pelaku’,
menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’. Makna
gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil perstiwa tata bahasa,
istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya tata bahasa. Makna
gramatikal sebagau hasil peristiwa tata bahasa ini sering disebut juga nosi.
Misalnya : Nosi -an pada kata gantungan adalah alat.

Makna leksikal adalah makna suatu kata sebelum  mengalami proses


perubahan bentuk ataupun belum digunakan dalam kalimat. Makna leksikal
sering juga disebut makna kamus. Makna gramatikal adalah makna sutau kata
setelah kata itu mengalami proses gramatikalisasi baik melalui pengimbuhan,
pengulangan, ataupun pemajemukan. Makna gramatikal suatu kata bisa sama,
berubah, atau bahkan ber beda sama sekali dengan makna leksikalnya.
Contoh

B. Makna Referensial dan Nonreferensial

Menurut Abdul Chaer (2007:291) sebuah kata atau leksem disebut


bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Kata-kata
seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna
referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata
seperti dan, atau, dan karena adalah kata-kata yang tidak bermakna
referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens. Mansoer Pateda,
(2010: 125) dalam bukunya mengatakan referen atau acuan boleh saja benda,
peristiwa, proses, atau kenyataan.

Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan


kenyataan atau refererent (acuan), makna referensial disebut juga makna
kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan
konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki
hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh
masyarakat bahasa), seperti terlihat di dalam hubungan antara konsep
(reference) dengan acuan (referent). Hasnah Faziah (2008:70) juga
menjelaskan bahwa makna referensial adalah makna yang ada acuannya.
Kata-kata seperti ayam, hijau, gambar adalah termasuk kata-kata yang
bermakna referensial karena ada acuannya dalam kehidupan nyata. Berbeda
halnya dengan kata-kata dan, dengan, karena merupakan kata—kata yang
tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak memiliki referensi.

Hubungan yang terjalin antara sebuah bentuk kata dengan barang, hal,
atau kegiatan (peristiwa) di luar bahasa tidak bersifat langsung, ada media
yang terletak di antaranya. Kata merupakan lambang (simbol) yang
menghubungkan konsep dan acuan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk
oleh lambang. Jadi, kalau seseorang mengatakan sungai, maka yang ditunjuk
oleh lambang tersebut langsung dihubungkan dengan acuannya. Tidak
mungkin berasosiasi yang lain.

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada


tidak adanya referen dari kata-kata itu. Kata meja dan kursi termasuk kata
yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya
kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata-kata yang sudah
disebutkan di muka, adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial;
dan seperti preposisi dan konjungsi adalah kata-kata yang termasuk kata 
bermakna nonreferensial. Disini perlu dicatat adanya kata-kata yang
referennya tidak tetap. Dapat berpindah dari satu rujukan kepada rujukan lain,
atau juga dapat berubah ukurannya.

Contoh:

a) Tadi dia duduk di sini


b) ’Hujan terjadi hampir setiap hari di sini’, kata wali kota Bogor.
c)  Di sini, di Indonesia, hal seperti itu sering terjadi.

Pada kalimat (a) kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit
sekali. Mungkin sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat dan sebuah
bangku. Pada kalimat (b) di sini merujuk pada sebuah tempat yang lebih luas
yaitu kota Bogor. sedangkan pada kalimat (c) di sini merujuk pada daerah
yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.

C. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu atau
menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya. Kata yang mengandung
makna denotative digunakan dalam bahasa ilmiah, karena itu dalam bahasa
ilmiah seseorang ingin menyampaikan gagasannya. Agar gagasan yang
disampaikantidak menimbulkan tafsiran ganda, ia harus menyampaikan
gagasannya dengan kata-kata yang mengandung makna denotative. Makna
denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki
oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan
makna leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang
yang biasa diternakan untuk dimanfaatkan dagingnya’. Kata kurus bermakna
denotatif ‘ keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang
normal’.

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab


makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan
hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau
pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-
informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut
sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama
kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama,
yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu


mempunyai ‘nilai rasa’, baik positif maupun negatif.  Dalam berbahasa orang
tidak hanya mengungkap gagasan,pendapat atau isi pikiran.tetapi juga
mengunkapkan emosi-emosi tertentu. Jika tidak memiliki nilai rasa maka
dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi
netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya
kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi
sekarang konotasinya positif.

Makna denotatif ialah makna dasar, umum, apa adanya, netral tidak
mencampuri nilai rasa, dan tidak berupa kiasan (Maskurun, 1984:10). Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit maka wajar, yang
berarti mkna kat ayang sesuai dengan apa adanya, sesuai dengan observasi,
hasil pengukuran dan pembatasan (perera, 1991:69). Makna denotatif
didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu diluar bahasa atau
didasarkan atas konvensi tertentu (kridalaksana, 1993:40).

Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya
dari sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif adalah makna lain
yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai
rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Umpamanya kata babi pada contoh diatas, pada orang yang beragama Islam
atau didalam masyarakat Islam mempunyai konotasi yang  negatif, ada rasa
atau perasaan tidak enak bila mendengar kata itu. Sebuah kata mengandung
makna konotatif, bila kata-kata itu mengandung nilai-nilai emosi tertentu.
Dalam berbahasa orang tidak hanya mengungkap gagasan, pendapat atau isi
pikiran. Tetapi juga mengungkapakan emosi-emosi tertentu. Mungkin saja
kata-kata yang dipakai sama, akan tetapi karena adanya kandungan emosi
yang dimuatnya menyebabkan kata-kata yang diucapkan mengandung makna
konotatif disamping mkna denotatif.

Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang disertai
nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi sikap dari suatu
zaman, dan criteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi tempat duduk, melaikan
suatu jabatan atau kedudukan yang ditempati oleh seseorang. Kursi diartikan
sebagai tempat duduk mengandung makna lugas atau makna denotatif. Kursi
yang diartikan suatu jabatan atau kedudukan yang diperoleh seseorang
mengandung makna kiasan atau makna konotatif.

Kridalaksana (1982: 91) dalam buku Mansoer Pateda, (2010: 112)


berpendapat ‘aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis)
dan pendengar (pembaca).’ Dengan kata lain, makna konotatif merupakan
makna leksikal + X. Misalnya, kata amplop. Kata amplop
bermaknasampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaikan
kepada orang lain atau kantor, instansi, jawatan lain. Makna ini adalah makna
denotasinya. Tetapi pada kalimat ‘Berilah ia amplop agar urusanmu segera
selesai,’ maka kata amplop sudah bermakna konotatif, yakni berilah ia uang.
Abdul Chaer (1995: 65) menyatakan bahwa perbedaan makna denotasi
dan konotasi didasarkan pada ada tidaknya ‘nilai rasa’ pada sebuah kata,
terutama yang disebut kata penuh. Mempunyai makna denotasi, tetapi tidak
semua makna itu mempunyai makana konotasi. Sebuah kata disebut
mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ‘nilai rasa’ baik
positif maupun negatif.

Makna denotasi pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab


makna denotative ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yan sesuai
dengan hasil observasi dai pengihatan, penciuman, pendengaran, perasaan,
atau pengalaman lainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa makna denotative ini
adalah makna yang menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Makna
denotative ini sering disebut dengan ‘makna sebenarnya’.

Misalnya : Wanita dan Perempuan

Pada dasarnya kata tersebut memiliki makna denotatif. Tetapi dapat di


bedakan karena memiliki nilai rasa yang berbeda. 1) kata perempuan
memiliki nilai rasa yang ‘rendah’ 2) kata Wanita memiliki nilai rasa yang
‘tinggi’. Hal ini terbukti pada suatu lembaga yaitu Dharmw wanita, Ikatan
Wanita Pengusaha.

Makna konotatif dapat disebut dengan makna tambahan atau makna


kiasan. Makna konotatif dapa berubah dari waktu ke waktu. Misalnya pada
kata Ceramah dulu kata ini berkonotasi negative yang berarti cerewet tetapi
sekarang berkonotasi negatif. Zaenal dan Amran (2008: 28) menyatakan
bahwa makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.
Makna wajar ini makna yang sesuai dengan apa adanya. Sering juga makan
denotative ini disebut makna konseptual. Misalnya: kata makan bermakna
memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Sedangkan
makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbu sebagai akibat
dari sikap social, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada
sebuah makna konseptual. Misalnya kata makan bermakna konotasi untung
atau pukul.Makna konotasi berkembang dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap.
Misal kata kamar kecil makna denotatifnya kamar yang kecil tetapi makna
konotatifnya jamban.

Wiyanto dalam Mangatur (2009: 74) menyatakan makna denotasi adalah


makna yang mengacu pada referensinya, yaitu makna yang ada dalam pikiran
pemakainya. Makna denotasi tertulis dikamus. Makna konotasi tidak tertulis
dikamus. Makna konotasi adalah mana yang didasarkan atas perasaan atau
pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh pembicara atau pemdengar. Adi
makna konotasi adalah makna tambahan yang timbul berdasarkan nilai rasa
seseorang. Fatimah (2009: 12) makna konotatif yang dibedakan dari makna
emotif karena yang yang disebut pertama bersifat negative dan yang disebut
kemudian bersifat positif. Makna konotatif adalah makna yang muncul dari
makna kognitif (lewat makna kognitif) edalam makna kognitif tersebut
ditambahkan komponen lain.

Misalnya:

1)      Perempuan itu ibu saya


2)      Ah, dasar perempuan

Makna perempuan pada kalimat pertama mengandung sifat keibuan,


kasih sayang, lemah lembut, berhati manis. Pada kalimat kedua secara
psikologis perempuan tersebut mengandung suka bersolek, suka pamer,
egoistis. Menurut KBBI (2008: 313) Denotasi adalah makna kata atau
kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di
luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif.
Menurut KBBI (2008: 725) Konotasi adalah tautan pikiran yang menimbilkan
nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan pada sebuah kata; makna yang
ditambahkan pada makna denotasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa mana denotasi dan konotasi sangat


berkaitan dengan hubungan pemakaian bahasa. Setelah melihat beberapa
referensi. Kesimpulanya makna denotasi adalah makna yang sebenarnya atau
makna yang muncul dengan adanya fakta atau kejadian yang benar-benar
adanya. Sedangkan makna konotasi adalah makna kiasan yang digunakan
sebagai tambahan pada makna denotasi. Makna ini sangat banyak digunakan
oleh pengarang-pengarang  pada sebuah puisi. Makna konotasi ini adalah
makna yang ditimbulkan melalui nilai rasa seseorang.

Pembagian kedua jenis makna itu didasarkan ada tidaknya perubahan


makna dasar suatu kata. Makna denotasi disebut juga makna lugas atau kata
yang tidah mengalami perubahan makna kata. Sedangkan makna konotasi
apabila mengalami perubahan makna kata. Makna konotasi sering juga
disebut makna kiias atau makna kontekstual. Makna konotatif yang
dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pertama bersifat negatif
dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif muncul sebagai
akibat asosiasi perasaan terhadap apa yang diucapkan atau apa yang
didengar.  Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif
(lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan
komponen makna lain. Makna kognitif  dibedakan dari makna konotatf dan
emotif  berdasarkan hubungannya, yakni hubungan antara kata dengan
acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara
kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa
(denotata kata)); dan hubungan antara kata (ungkapan ) dengan ciri-ciri
tertentu (disebut konotasi kata (ungkapan) atau sifat emotif kata (ungkapan).
Contoh:
Jenis makna Contoh kata Makna

Denotasi 1.   ibu guru 1.   perempuan yang pekerjaannya


mengajar
2.   ibunya Amir 2.   perempuan yang melahirkan Amir

 Konotasi 3.   ibu kota 3.   pusat pemerintahan


4.   ibu jari 4.   jari yang paliing besar, jempol

D. Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya


makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam
konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan
kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan
bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah
hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Setiap kata
atau leksem memilki makna. Pada awalnya, makna  yang dimiliki sebuah kata
adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun,
dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu berada
dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna
kata jatuh sebelum kata itu berada dalam konteksnya. Perbedaan antara
makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut.

(1)  Tangannya luka kena pecahan kaca.


(2)  Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim


atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu
memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan
sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan
sampai ke pangkal bahu. Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah
mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun
tanpa konteks  kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu
bebas konteks. Sedangkan kata tidak bebas konteks. Tetapi perlu diingat
bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan
tertentu. Contohnya kata kuping dan telinga, dalam bahasa umum kedua kata
itu merupakan dua kata yang bersinonim karenanya sering di pertukarkan.
Tetapi sebagai istilah dalam bidang kedokteran keduanya memilki makna
yang tidak sama; kuping adalah bagian yang terletak di luar, termasuk daun
telinga; sedangkan telinga adalah bagian sebelah dalam. Oleh karena itu, yang
sering diobati oleh dokter adalah telinga, bukan kuping.

E. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna


asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang
dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun.
Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan
makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Makna konseptual
adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan
referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi,
sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna
leksikal, dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan
keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna
‘suci’, atau ‘kesucian’; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’, atau
juga dengan golongan komunis’; kata cendrawasih berasosiasi dengan makna
‘indah’. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di
luar bahasa. Misalnya, katamelati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau
kesucian.

Makna asosiatif mencakup keseluruhan hubungan makna dengan nalar


diluar bahasa. Ia berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa, pribadi
memakai bahasa, perasaan pemakai bahasa, nilai-nilai masyarakat pemakai
bahasa dan perkembangan kata sesuai kehendak pemakai bahasa. Makna
asosiasi ini berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang
berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berarti juga berurusan dengan
nilai rasa bahasa maka ke dalam makna asosiatif ini termasuk juga makna
konotatif seperti yang sudah dibicarakan di atas. Makna asositif dibagi
menjadi beberapa macam, seperti makna kolokatif, makna reflektif, makna
stilistik, makna afektif, dan makna interpretatif.

Makna Kolokatif. Makna kolokatif lebih berhubungan dengan


penempatan makna dalam frase sebuah bahasa. Kata kaya dan miskin terbatas
pada kelompok farase. Makna kolokatif adalah makna kata yang ditentukan
oleh penggunaannya dalam kalimat. Kata yang bermakna kolokatif memiliki
makna yang sebenarnya.

1. Makna Reflektif.
Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna
konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu
yang bersifat sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta
diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.

2. Makna Stilistika.

Makna stilistika adalah makna kata yang digunakan berdasarkan


keadaan atau situasi dan lingkungan masyarakat pemakai bahasa itu.
Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan salah satu cirri pembeda utama
dari mahluk lain didunia ini. Mengenai bahasa secara tidak langsung
akan berbicara mempelajari kosa kata yang terdapat dalam bahasa yang
digunakan pada eaktu komunikasi itu.

3. Makna Afektif.

Makna ini biasanya dipakai oleh pembicara berdasarkan perasaan


yang digunakan dalam berbahasa.

4. Makna interpretatif.

Makna interpretatif adalah makna yang berhubungan dengan


penafsiran dan tanggapan dari pembaca atau pendengar, menulis atau
berbicara, membaca atau mendengarkan (parera,1991:72).

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna


asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang
dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata
kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai’;  dan kata rumah memiliki makna konseptual ‘bangunan tempat
tinggal manusia’. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan
makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.

Leech (I, 1974: 25) mengemukakan dua prinsip, yakni prinsip


ketidaksamaan dan prinsip struktur unsurnya. Prinsip ketidaksamaan dapat
dianalisis berdasarkan klasifikasi bunyi dalam tataran fonologi yang setiap
bunyi ditandai + (positif) kalau ciri dipenuhi, dan ditandai dengan – (negatif)
jika ciri tidak dipenuhi. Misalnya, konsonan /b/ berciri +bilabial, +stop, –
nasal.
Prinsip struktur unsurnya misalnya kata nyonya dapat dianalisis menjadi:
+ manusia; + dewasa; – laki-laki;. Kata buku dapat dianalisis menjadi: +
nama benda; = benda padat; + digunakan sebagai tempat menulis; +
digunakan oleh murid-murid atau mahasiswa; – manusia; – berkaki dua.
Dengan analisisi seperti ini maka konsep sesuatu dapat diatasi.

F. Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari
makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom
adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang
maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna leksikal unsur-unsurnya
maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Misalnya, menurut kaidah
gramatikal kata-kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan
kebimbingan memiliki makna hal yang disebut bentuk dasarnya. Tetapi kata
kemaluan tidak memiliki makna seperti itu. Begitu juga frase rumah kayu
bermakna ‘rumah yang terbuat dari kayu’; tetapi frase rumah batu selain
bermakna gramatikal ‘rumah yang terbuat dari batu’, juga memiliki makna
lain yaitu ‘pegadaian’ atau ‘rumah gadai’. Ada dua macam bentuk idiom
dalam bahasa indonesia yaitu: idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh
adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu
kesatuan dengan satu makna. Contoh dari idiom adalah bentukmembanting
tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.

Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata.


Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan
makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak
berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap.
Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku
bagi suatu bahasa. Makna idiomatik di dalam ungkapan dan peribahasa. Pada
idiom sebagian masih ada unsur yang memiliki makna leksikalnya sendiri,
misalnya daftar hitamyang berarti ‘daftar yang berisi nama-nama orang yang
dicurigai/dianggap berita sensasi. Kata daftar masih memiliki makna leksikal
yaitu ‘daftar’ yang bermakna idiomatikal hanyalah kata hitam. Idiom ada dua
macam, yaitu:

1. Idiom penuh. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya


sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki
berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya meja hijaudan membanting
tulang.
2. Idiom sebagian. Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya
masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya buku putih, daftar
hitam, dan koran kuning.

Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata.


Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan
makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak
berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap.
Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang
berlaku  bagi suatu bahasa. Makna idiomatik didapatkan di dalam ungkapan
dan peribahasa. Bandingkanlah ekspresi berikut dan apa maknanya:

(a)      Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.


(b)      Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia.
(c)      Kasihan, sudah jatuh dihimpit tangga pula.
(d)      Seperti ayam mati mati kelaparan di atas tumpukkan padi.
(e)      Tidak baik menjadi orang cempala mulut (lancang).

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat


ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ‘asosiasi’
antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya
peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua
orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang
yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak
pernah damai.

G. Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan


sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa
(baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti
leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan.
Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam
arti ’matahari’.

Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah


pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya. Makna kiasan tidak sesuai
lagi dengan konsep yang terdapat dalam kata tersebut. Makna kiasan sudah
bergeser dari makna sebenarnya, namun kalau dipikir secara mendalam,
masih ada kaitan dengan makna sebenarnya. Makna kiasan banyak terdapat
dalam idiom, peribahasa, dan ungkapan. Makna kiasan atau asosiatif adalah
makna kata atauleksem yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang
timbul pada penyapa dan manusia yang disapa. Makna ini muncul sebagai
akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap leksem yang dilafalkan atau
didengarnya. Dilihat dari nilai rasa yang terkandung di dalamnya, makna
kiasan (asosiatif) dibedakan atas makna konotetif, makna stilistika, makna
afektif, makna reflektif, malna klokatif, dan makna idiomatis.

H. RELASI MAKNA

            Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa indonesia, makna kata saling


berhubungan, hubungan kata itu disebut relasi makna. Relasi makna dapat
berwujud bermacam- macam antara lain : sinonimi, antonimi dan oposisi,
homonimi, homofoni,homografi, Hiponimi dan hipernimi, Polisemi,
Ambiguitas, Redundansi.

1.Sinonimi
            Sinonim sering disebut dengan persamaan kata, maksudnya kata yang
mempunyai makna sama atau hampir sama dengan kata lain.
Contoh :
buruk    =  jelek
laris     =  laku
dahaga  =  haus
datang  = tiba
pintar   = pandai
usang   = lama
hancur = musnah
pulang = kembali = balik
masyarakat = rakyat = warga
hadiah = pemberian
pria      = laki- laki
enak    = lezat
tampan = ganteng
hanjur  =  musnah
mati     = meninggal
            Dari contoh diatas dapat dilihat kata – kata bersinonim, dan tidak semua
sinonim bisa dipertukarkan begitu saja.
Contoh kalimat :
Anjing meninggal ditabrak mobil

            Kata meninggal pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata meninggal
lebih tepat ditujukan kepada manusia, atau kata meninggal diganti dengan
kata mati. Yang lebih tepatnya anjing mati ditabrak mobil. Jadi kata sinonim
bisa digunakan sesuai dengan kepada siapa yang ditujukan pembicaraan
tersebut. Misalnya kata aku dan saya kedua kata tersebut bersinonim, tapi
kata aku lebih tepat dipakai untuk teman sebaya, dan kata saya lebih tepat
digunakan untuk orang yang lebih tua dari kita. Jadi, kata sinonim digunakan
sesuai dengan waktu, tempat,bidang kegiatan,dan lain – lain. Dan tidak semua
kata dalam bahasa indonesia mempunyai sinonim. Misalnya kata salju, batu,
kuning, beras, tidak mempunyai sinonim.

2. Antonimi dan oposisi


            Antonimi sering disebut dengan lawan kata, maksudnya maknanya
kebalikan dari makna ungkapan lain.
Contoh :
Jujur    = bohong
Tipis    = tebal
Rajin   = malas
Pintar  = bodoh
Mahal  = murah
Kaya   = miskin
Surga   =  neraka
Gila     = waras

            Lebih jauh, berdasarkan sifatnya, oposisi dapat dibedakan menjadi :

A.Oposisi Mutlak
            Disini terdapat pertentangan makna secara mutlak. Umpamanya kata
masuk dan keluar. Diantara masuk dan keluar terdapat makna yang mutlak,
sebab sesuatu yang masuk tentu tidak ( belum ) keluar ; sedangkan sesuatu
yang keluar tentu sudah masuk. Misalnya naik dan turun. Diantara naik dan
turun terdapat makna yang mutlak, sebab sesuatu yang naik tentu tidak
(belum) turun; sedangkan sesuatu yang turun tentu sudah naik.kedua proses
ini tidak dapat berlangsung bersamaan, tetapi secara bergantian.

B. Oposisi Kutub
            Makna kata yang termasuk oposisi kutub ini pertentangan tidak bersifat
mutlak, melainkan bersifat gradisi, artinya terdapat tingkat – tingkat makna
pada kata tersebut. Misalnya kata kaya dan miskin adalah dua buah kata yang
beroposisi kutub. Pertentangan antara kaya dan miskin tidak mutlak. Orang
yang tidak kaya belum tentu merasa miskin, dan begitu juga orang yang tidak
miskin belom tentu merasa kaya. Bila orang yang biasa berpendapatan satu
bulan enam juta , lalu tiba – tiba menjadi satu juta rupiah, sudah merasa
dirinya miskin, sebaliknya orang seseorang yang setiap bulan hanya
berpenghasilan Rp 100.000 ,lalu tiba- tiba berpenghasilan Rp 500.000 sudah
merasa dirinya kaya.

C. Oposisi Hubungan
            Oposisi hubungan ini sifatnya saling melengkapi. Artinya kehadiran kata
yang satu karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya.Misalnya
berlajar dan mengajar walaupun maknanya berlawanan tapi kejadiannya
serempak. Proses belajar dan mengajar terjadi pada waktu yang bersamaan
sehingga bisa dikatakan tadakkan ada proses mengajar jika tak ada proses
belajar. Contoh memberi dan menerima walaupun maknanya berlawanan tapi
kejadiannya serempak. Proses memberi dan menerima terjadi pada waktu
bersamaan sehingga bisa dikatakan tidakkan ada proses memberi jika tidak
ada yang menerima.

D. Oposisi  majemuk
            Oposisi majemuk ini beroposisi lebih dari sebuah kata. Misalnya kata
utara dengan kata selatan, dengan kata timur, dengan kata barat. Kata – kata
diatas lazim disebut oposisimajemuk.

3. Homonimi, Homofoni, Homografi


            Homonimi adalah suatu kata yang memiliki makna berbeda, tetapi
memiliki ejaan atau lafal yang sama. Misalnya kata bulan yang berarti waktu
dalam 30 hari, dengan kata bulan yang berarti nama satelit bumi. Contoh lain
kata salak yang berarti buah, dengan kata salak yang berarti gonggongan
anjing. Contoh lain kata genting yang berarti gawat, dengan kata genting yang
berarti benda penutup rumah.

4. Hiponimi dan Hipernimi


            Hiponimi merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. misalnya
kata mawar berhiponim terhadap kata bunga, sebab makna kata mawar
termasuk makna kata bunga. Mawar memang bunga tapi bunga tidak hanya
mawar melainkan juga termasuk melati, tulip,anggrek,lidah buaya dan
sebagainya.

5. Polisemi
            Polisemi adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Misalnya
kata darah dalam bahasa indonesia memiliki makna (1) hubungan darah
persaudaraan, (2) yang ada pada tubuh manusia. Jadi, darah pada kalimat di
atas memiliki makna lebih dari satu.contoh lain kata mampu dalam bahasa
indonesia memiliki makna (1) kuasa (bisa , sanggup), melakukan sesuatu, (2)
kaya mempunyai harta yang berlebihan. Dari contoh yang kedua kata mampu
di sana memiliki makna lebih dari satu, kata mampu pada kalimat pertama
maknanya seseorang itu mampu,sanggup atau bisa melakukan sesuatu, dan
pada kalimat kedua kata mampu di san a maknanya seseorang itu kaya,
memiliki harta yang berlebihan.

6. Ambiguitas
            Ambiguitas artinya kata yang bermakna ganda atau mendua arti.
Umpamanya anak pejabat yang gemuk itu berasal dari surabaya. (1) yang
gemuk adalah pejabat, (2) yang gemuk adalah anak pejabat. Contoh lain ;
kucing makan tikus mati. (1) kucing memakan tikus yang mati, (2) kucing
memakan tikus yang masih hidup lalu tikus itu mati.
7. Redundansi
            Redudansi artinya sebagai berlebih- lebihan pemakaian unsur segmental
dalam suatu bentuk ujaran. Umpamanya ibu membuat kue, maknanya tidak
akan berubah bila dikatakan kue dibuat oleh ibu. Pemakaian kata oleh pada
kalimat yang kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang
sebenarnya tidak perlu. Contoh lain ; petani mencangkul kebunnya,
maknanya tidak akan berubah bila dikatakan  petani sedang mencangkul
kebunnya. Pemakaian kata sedang pada kalimat yang kedua dianggap sebagai
sesuatu yang redundansi, yang sebenarnya tidak perlu. Makna adalah sesuatu
yang fononema dalam ujaran , sedangkan informasiadalah sesuatu yang diluar
ujaran. Jadi yang sama antara kalimat pertama dan kalimat kedua di atas
bukan maknanya melainkan informasi.

BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai