Oleh :
1. Yusril (201730034)
2. Kasmawati(201730091)
3. Sila Freselia F.D(201730164)
4. Hamdana(201730108)
5. Arian(201730225)
AKUNTANSI
September 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempunya dengan bahasa
yang sangat indah.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang
Daftar isi
Sampul ...........................................................................................................................
Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................
Bab II Pembahasan
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetapi pada masa kini banyak orang yang berbahasa indonesia sehari-hari
namun belum begitu mengerti tentang bentuk dan maknanya. Soal itu
dimungkinkan karena kurangnya pendidikan dan faktor lingkungan. Jadi
pembelajaran dan penerapan berbahasa indonesia secara baik dan benar sangat
penting. soal itu dilakuakan untuk membangun bangsa dan
negara, serta meningkatkan sistem komunikasi dan informasi dengan tepat.
B. Rumusan Masalah
1. menguraikan makna leksikal dan makna gramatikal ?
2. menguraikan makna referensial dan nonreferensial ?
3. menguraikan makna denotatif dan konotatif ?
4. menguraikan makna kata dan istilah ?
5. menguraikan makna konseptual dan asosiatif ?
6. menguraikan makna idiomatik dan pribahasa ?
7. menguraikan makna kias ?
8. apa pengertian relasi makna ?
C. Tujuan
Agar pembaca mampu memahami makna dalam bahasa indonesia yang
menjadi bahasa persatuan bangsa indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Makna Leksikal ialah makna kata seperti yang terdapat dalam kamus,
istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus. Makna kata yang
sesuai dengan kamus inilah kata yang bermakna leksikal. Misalnya : Batin
(hati), Belai (usap), Cela (cacat). Leksikal adalah bentuk adjektif yang
diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem,
yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan
dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita
persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan
sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata.
Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang
sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat
indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita
(Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna
ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen
kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi
proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi.
Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju melahirkan
makna gramatikal ‘ mengenakan atau memakai baju’; dengan
dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan
dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’. Contoh
lain, proses komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna
gramatikal ‘bahan’; dengan dasar madura melahirkan makna gramatikal
‘asal’; dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‘ bercampur’;
dan dengan kata Pak Kumis melahirkan makna gramatikal ‘buatan’.
Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik
menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik bermakna ‘pelaku’,
menendang bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’. Makna
gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil perstiwa tata bahasa,
istilah gramatikal dari kata grammar yang artinya tata bahasa. Makna
gramatikal sebagau hasil peristiwa tata bahasa ini sering disebut juga nosi.
Misalnya : Nosi -an pada kata gantungan adalah alat.
Hubungan yang terjalin antara sebuah bentuk kata dengan barang, hal,
atau kegiatan (peristiwa) di luar bahasa tidak bersifat langsung, ada media
yang terletak di antaranya. Kata merupakan lambang (simbol) yang
menghubungkan konsep dan acuan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk
oleh lambang. Jadi, kalau seseorang mengatakan sungai, maka yang ditunjuk
oleh lambang tersebut langsung dihubungkan dengan acuannya. Tidak
mungkin berasosiasi yang lain.
Contoh:
Pada kalimat (a) kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit
sekali. Mungkin sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat dan sebuah
bangku. Pada kalimat (b) di sini merujuk pada sebuah tempat yang lebih luas
yaitu kota Bogor. sedangkan pada kalimat (c) di sini merujuk pada daerah
yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Sebuah kata mengandung kata denotatif, bila kata itu mengacu atau
menunjukan pengertian atau makna yang sebenarnya. Kata yang mengandung
makna denotative digunakan dalam bahasa ilmiah, karena itu dalam bahasa
ilmiah seseorang ingin menyampaikan gagasannya. Agar gagasan yang
disampaikantidak menimbulkan tafsiran ganda, ia harus menyampaikan
gagasannya dengan kata-kata yang mengandung makna denotative. Makna
denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki
oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan
makna leksikal. Umpamanya, kata babi bermakna denotatif ‘sejenis binatang
yang biasa diternakan untuk dimanfaatkan dagingnya’. Kata kurus bermakna
denotatif ‘ keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang
normal’.
Makna denotatif ialah makna dasar, umum, apa adanya, netral tidak
mencampuri nilai rasa, dan tidak berupa kiasan (Maskurun, 1984:10). Makna
denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit maka wajar, yang
berarti mkna kat ayang sesuai dengan apa adanya, sesuai dengan observasi,
hasil pengukuran dan pembatasan (perera, 1991:69). Makna denotatif
didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu diluar bahasa atau
didasarkan atas konvensi tertentu (kridalaksana, 1993:40).
Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenarnya
dari sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif adalah makna lain
yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai
rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Umpamanya kata babi pada contoh diatas, pada orang yang beragama Islam
atau didalam masyarakat Islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa
atau perasaan tidak enak bila mendengar kata itu. Sebuah kata mengandung
makna konotatif, bila kata-kata itu mengandung nilai-nilai emosi tertentu.
Dalam berbahasa orang tidak hanya mengungkap gagasan, pendapat atau isi
pikiran. Tetapi juga mengungkapakan emosi-emosi tertentu. Mungkin saja
kata-kata yang dipakai sama, akan tetapi karena adanya kandungan emosi
yang dimuatnya menyebabkan kata-kata yang diucapkan mengandung makna
konotatif disamping mkna denotatif.
Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang disertai
nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi sikap dari suatu
zaman, dan criteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Seperti kata kursi, kursi disini bukan lagi tempat duduk, melaikan
suatu jabatan atau kedudukan yang ditempati oleh seseorang. Kursi diartikan
sebagai tempat duduk mengandung makna lugas atau makna denotatif. Kursi
yang diartikan suatu jabatan atau kedudukan yang diperoleh seseorang
mengandung makna kiasan atau makna konotatif.
Misalnya:
1. Makna Reflektif.
Makna reflektif adalah makna yang mengandung satu makna
konseptual dengan konseptual yang lain, dan cenderung kepada sesuatu
yang bersifat sacral, suci/tabu terlarang, kurang sopan, atau haram serta
diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman sejarah.
2. Makna Stilistika.
3. Makna Afektif.
4. Makna interpretatif.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari
makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Idiom
adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang
maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna leksikal unsur-unsurnya
maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Misalnya, menurut kaidah
gramatikal kata-kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan
kebimbingan memiliki makna hal yang disebut bentuk dasarnya. Tetapi kata
kemaluan tidak memiliki makna seperti itu. Begitu juga frase rumah kayu
bermakna ‘rumah yang terbuat dari kayu’; tetapi frase rumah batu selain
bermakna gramatikal ‘rumah yang terbuat dari batu’, juga memiliki makna
lain yaitu ‘pegadaian’ atau ‘rumah gadai’. Ada dua macam bentuk idiom
dalam bahasa indonesia yaitu: idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh
adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu
kesatuan dengan satu makna. Contoh dari idiom adalah bentukmembanting
tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.
G. Makna Kias
H. RELASI MAKNA
1.Sinonimi
Sinonim sering disebut dengan persamaan kata, maksudnya kata yang
mempunyai makna sama atau hampir sama dengan kata lain.
Contoh :
buruk = jelek
laris = laku
dahaga = haus
datang = tiba
pintar = pandai
usang = lama
hancur = musnah
pulang = kembali = balik
masyarakat = rakyat = warga
hadiah = pemberian
pria = laki- laki
enak = lezat
tampan = ganteng
hanjur = musnah
mati = meninggal
Dari contoh diatas dapat dilihat kata – kata bersinonim, dan tidak semua
sinonim bisa dipertukarkan begitu saja.
Contoh kalimat :
Anjing meninggal ditabrak mobil
Kata meninggal pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata meninggal
lebih tepat ditujukan kepada manusia, atau kata meninggal diganti dengan
kata mati. Yang lebih tepatnya anjing mati ditabrak mobil. Jadi kata sinonim
bisa digunakan sesuai dengan kepada siapa yang ditujukan pembicaraan
tersebut. Misalnya kata aku dan saya kedua kata tersebut bersinonim, tapi
kata aku lebih tepat dipakai untuk teman sebaya, dan kata saya lebih tepat
digunakan untuk orang yang lebih tua dari kita. Jadi, kata sinonim digunakan
sesuai dengan waktu, tempat,bidang kegiatan,dan lain – lain. Dan tidak semua
kata dalam bahasa indonesia mempunyai sinonim. Misalnya kata salju, batu,
kuning, beras, tidak mempunyai sinonim.
A.Oposisi Mutlak
Disini terdapat pertentangan makna secara mutlak. Umpamanya kata
masuk dan keluar. Diantara masuk dan keluar terdapat makna yang mutlak,
sebab sesuatu yang masuk tentu tidak ( belum ) keluar ; sedangkan sesuatu
yang keluar tentu sudah masuk. Misalnya naik dan turun. Diantara naik dan
turun terdapat makna yang mutlak, sebab sesuatu yang naik tentu tidak
(belum) turun; sedangkan sesuatu yang turun tentu sudah naik.kedua proses
ini tidak dapat berlangsung bersamaan, tetapi secara bergantian.
B. Oposisi Kutub
Makna kata yang termasuk oposisi kutub ini pertentangan tidak bersifat
mutlak, melainkan bersifat gradisi, artinya terdapat tingkat – tingkat makna
pada kata tersebut. Misalnya kata kaya dan miskin adalah dua buah kata yang
beroposisi kutub. Pertentangan antara kaya dan miskin tidak mutlak. Orang
yang tidak kaya belum tentu merasa miskin, dan begitu juga orang yang tidak
miskin belom tentu merasa kaya. Bila orang yang biasa berpendapatan satu
bulan enam juta , lalu tiba – tiba menjadi satu juta rupiah, sudah merasa
dirinya miskin, sebaliknya orang seseorang yang setiap bulan hanya
berpenghasilan Rp 100.000 ,lalu tiba- tiba berpenghasilan Rp 500.000 sudah
merasa dirinya kaya.
C. Oposisi Hubungan
Oposisi hubungan ini sifatnya saling melengkapi. Artinya kehadiran kata
yang satu karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya.Misalnya
berlajar dan mengajar walaupun maknanya berlawanan tapi kejadiannya
serempak. Proses belajar dan mengajar terjadi pada waktu yang bersamaan
sehingga bisa dikatakan tadakkan ada proses mengajar jika tak ada proses
belajar. Contoh memberi dan menerima walaupun maknanya berlawanan tapi
kejadiannya serempak. Proses memberi dan menerima terjadi pada waktu
bersamaan sehingga bisa dikatakan tidakkan ada proses memberi jika tidak
ada yang menerima.
D. Oposisi majemuk
Oposisi majemuk ini beroposisi lebih dari sebuah kata. Misalnya kata
utara dengan kata selatan, dengan kata timur, dengan kata barat. Kata – kata
diatas lazim disebut oposisimajemuk.
5. Polisemi
Polisemi adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Misalnya
kata darah dalam bahasa indonesia memiliki makna (1) hubungan darah
persaudaraan, (2) yang ada pada tubuh manusia. Jadi, darah pada kalimat di
atas memiliki makna lebih dari satu.contoh lain kata mampu dalam bahasa
indonesia memiliki makna (1) kuasa (bisa , sanggup), melakukan sesuatu, (2)
kaya mempunyai harta yang berlebihan. Dari contoh yang kedua kata mampu
di sana memiliki makna lebih dari satu, kata mampu pada kalimat pertama
maknanya seseorang itu mampu,sanggup atau bisa melakukan sesuatu, dan
pada kalimat kedua kata mampu di san a maknanya seseorang itu kaya,
memiliki harta yang berlebihan.
6. Ambiguitas
Ambiguitas artinya kata yang bermakna ganda atau mendua arti.
Umpamanya anak pejabat yang gemuk itu berasal dari surabaya. (1) yang
gemuk adalah pejabat, (2) yang gemuk adalah anak pejabat. Contoh lain ;
kucing makan tikus mati. (1) kucing memakan tikus yang mati, (2) kucing
memakan tikus yang masih hidup lalu tikus itu mati.
7. Redundansi
Redudansi artinya sebagai berlebih- lebihan pemakaian unsur segmental
dalam suatu bentuk ujaran. Umpamanya ibu membuat kue, maknanya tidak
akan berubah bila dikatakan kue dibuat oleh ibu. Pemakaian kata oleh pada
kalimat yang kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang
sebenarnya tidak perlu. Contoh lain ; petani mencangkul kebunnya,
maknanya tidak akan berubah bila dikatakan petani sedang mencangkul
kebunnya. Pemakaian kata sedang pada kalimat yang kedua dianggap sebagai
sesuatu yang redundansi, yang sebenarnya tidak perlu. Makna adalah sesuatu
yang fononema dalam ujaran , sedangkan informasiadalah sesuatu yang diluar
ujaran. Jadi yang sama antara kalimat pertama dan kalimat kedua di atas
bukan maknanya melainkan informasi.
BAB III
PENUTUP