Anda di halaman 1dari 21

TATARAN LINGUISTIK SEMANTIK

DISUSUN

Oleh :
Nama NIM
1. Afrilliani Nasution 2121000025
2. Nurfadillah Rambe 2121000026

DOSEN PENGAMPU :

ANITA ANGRAINI LUBIS, M,Hum

JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah. Di dalam makalah ini membahas tentang “Tataran Linguistik Semantik”
Terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. ANITA ANGRAINI LUBIS, M,Hum. selaku Dosen Pengampu.
2. Teman-teman kelas yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini,
3. Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan
dukungan maupun do’a sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan supaya kami bisa lebih baik lagi untuk
kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya
bagi kita semua.

Padangsidimpuan, November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................... 2
A. Hakikat Makna ....................................................................... 2
B. Jenis Makna ............................................................................ 4
C. Relasi Makna ......................................................................... 9
D. Perubahan Makna .................................................................. 11
E. Medan Makna dan Komponen Makna .................................. 15
BAB III PENUTUP .......................................................................... 17
A. Kesimpulan ............................................................................ 17
B. Saran ...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia.
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau
makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang
dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai
pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan
untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah
satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna.
Bahasa merupakan media komunikasi yang paling efektif yang
dipergunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Bahasa
yang digunakan dalam berinteraksi pada keseharian kita sangat bervariasi
bentuknya, baik dilihat dari fungsi maupun bentuknya. Tataran penggunaan
bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi tentunya tidak
lepas dari penggunaan kata atau kalimat yang bermuara pada makna, yang
merupakan ruang lingkup dari semantik.
Pada makalah ini akan dijelaskan apa sebenarnya makna sebagai objek
linguistik dan bagaimana persoalannya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Apa pengertian Hakikat Makna?
2. Apa saja Jenis Makna?
3. Apa saja Relasi Makna?
4. Apa pengertian Perubahan Makna?
5. Apa saja Medan Makna dan Komponen Makna?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Makna
Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari
tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Istilah
makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut
selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Makna adalah hubungan
antara makna dengan pengertian.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :1
1. Maksud pembicara;
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku
manusia atau kelompok manusia;
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa
atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de
Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat
pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik
terdiri dari dua unsur, yaitu: (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris:
signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier).
Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau
makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau
signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang
bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi
dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual)
yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan
unsur luar-bahasa (ekstralingual).2
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bumyi yaitu
[b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan
buku. Menurut Ogden dan Richards (1923), dalam karya klasik tentang “teori

1
Abdul Chair. Linguistik Umum . (Jakarta : Rineke Cipta, 2007), hal. 87
2
Ibid., hal. 88

2
semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra mental atau konsep, dan
referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan uraian sebagai berikut.
Petanda (sebuah perabotan yang digunakn untuk duduk) penanda (k-u-r-s-i).
Makna kata kursi adalah konsep kursi yang tersimpan dalam otak kita
dan dilambangkan dengan kata k-u-r-s-i.dan memeliki makna sebuah
perabotan yang di gunakan untuk duduk. Gambar di atas menunjukkan bahwa
di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan langsung, sedangkan
lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena harus melalui konsep. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa,
yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat
unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya
maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak
dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.3 Umpamanya, kata ikan
dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan
biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish.
Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’,
melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.
Di dalam penggunaannya dalam penuturan yang nyata makna kata
atau leksem seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian
atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Contohya : Dasar buaya ibunya
sendiri ditipunya. Oeh karena itu, banyak pakar mengatakan bahwa kita baru
dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam
konteks kalimatnya.
Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini, karena bahasa
itu bersifat arbiter, maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat
arbiter.

3
Mansoer Pateda. Semantik Leksikal. (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal. 94

3
B. Jenis Makna
Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna
leksikal, makna gramatikal dan kontekstual. Berdasarkan ada tidaknya referen
pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna referensial dan
nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat
dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan ketepatan
maknanya dapat dibedakan adanya makna istilah dan makna makna kata. Ada
juga makna konseptual dan asosiatif, makna Idiom dan Peribahasa, makna
konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna kolokatif, makna generik,
makna spesifik, dan makna tematikal.
a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kentekstual
Makna leksikal (leksical meaning, sematic meaning, external
meaning) adalah makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar
maupun dalambentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap
seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus. 4
Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat
digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal
dapat pula timbul sebagai akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi,
reduplikasi dan komposisi.
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah
Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran
dengan situasi. Makna kontekstual disebut juga makna struktural karena

4
Abdul Chaer. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. (Jakarta : Rineka Cipta. 2009), hal.
76

4
proses dan satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur
ketatabahasaan.
Contoh :
Ranbut di kepala nenek sudah putih.
Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.
Pada kepala surat terdapat alamat dan nomor telponnya.
Beras kepala harganya lebih mahal
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni
tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Sebagi contoh lagi
pada kalimat tiga kali empat berapa ? . Kalau ditanyakan pada anak SMP
maka jawabnya pasti dua belas tapi lain lagi jika ditanyakan pada ukang
foto maka akan dijawab lima ratus atau dengan jawaban yang lain.
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
Referen adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa
kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen
atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan.
Referen adalah sesuatu yangditunjuk oleh suatu lambang.5 Makna
referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada
sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.
Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai
makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata
atau ujaran. Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan
makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa,
baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui
analisis komponen. Contoh : kuda, merah dan gambar adalah kata
referensial karena ada acuannya dalm dunia nyata.
Sedangkan nonreerensial acuanya tidak menetap pada satu
maujud. Dan kata- kata yang termasuk dalam makna nonreferensial
disebut kata-kata deiktik. Yang termasuk kata-kata deiktik adalah kata-
kata pronomina, seperti dia, saya, dan kamu ; kata-kata yang menyatakan
ruang, seperti di sini, disana, dan di situ; kata-kata yang menyatakan

5
Ibid., hal. 76

5
waktu, seperti sekarang, besok, dan nanti; dan kata-kata penunjuk, seperti
ini dan itu.
c. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan
langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
merah : warna seperti warna darah.
ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap
makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar(denotasi) Makna tambahan(konotasi)
merah : warna …………………… berani; dilarang
ular : binatang ………………… menakutkan/ berbahaya
Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai,
dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai
rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar,
sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.
Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif
dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif Konotasi negative
suami istri laki bini
tunanetra buta
pria laki-laki.
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya
ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan
dalam karya sastra.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya
makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau
hubungan apa pun. Makna konseptual disebut juga makna denotatif,

6
makna referensial, makna leksikal. Contoh : rumah memiliki makna
konseptual bangunan tempat manusia tinggal.6
Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata
yang tidak sebenarnya. Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah
kata berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di luar
bahasa. Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak
berpendirian tetap.
e. Makna Kata dan Makna istilah
Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna
leksikal atau makna denotatif. Namun, dalam penggunaannya makna kata
itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Misalnya kita belum tahu makna jatuh
sebelum kata itu berada pada konteksnya. Oleh karena itu makna kata
mash bersifat umum, kasar dan tidak jelas.
Berbeda dengan kata, istilah memiliki makna yag pasti, yang jelas,
yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu
sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak
bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan
pada bidang keilmuan dan kegiatan tertentu. Contoh : kata tangan dan
lengan adalah sinonim. Namun kedua kata itu berbeda dibidang
kedokteran. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari
tagan sedangkan lengan bermakna dari pergelangan sampai ke pangkal
bahu.
Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang
karena sering digunakan lalu menjadi kosakata umum. Artinya istilah itu
tidak digunakan didalam bidang keilmuannya, tetapi telah di gunakan
secara umum diluar bidangnya.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang
menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya.
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam bentuk idiom yaitu (a) idiom

6
Ibid., hal. 77

7
penuh dan (b) idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-
unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu
makna. Contoh: membanting tulang artinya bekerja keras. Idiom sebagian
adalah idiom yang di dalamnya masih terdapat unsur yang masih memiliki
makna leksikal. Contoh: koran kuning yang artinya koran yang memuat
berita sensasi. Koran masih memiliki makna leksikalnya.
Beda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat
ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi
antara makna asli dengan makna peribahasa. Contoh: seperti anjing
dengan kucing yang bermakna dua orag yang tidak pernah akur. Makna ini
memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya kucing dan anjing itu
jika bertemu memang selalu berkelahi.
g. Makna Stilistika, Makna Afektif, Makna Kolokatif, Makna Generik,
Makna Spesifik, dan Makna Tematikal
Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang
mencakup beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit. Misalnya,
sekolah dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja mencakup
gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata usaha
sekolah bersangkutan.
Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit.
Misalnya jika berkata “ahli bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua
ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.
Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi
pendengar atau pembaca terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu,
makna afektif berhubungan dengan gaya bahasa.
Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang
menimbulkan efek terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih
dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan
mendapat tempat tersendiri bagi kita karena kata yang digunakan
mengandung makna stalistika. Makna stalistika lebih banyak ditampilkan
melalui gaya bahasa.

8
Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan
penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Misalnya kata
ikan, gurami, sayur, tomat tentunya kata-kata tersebut akan muncul di
lingkungan dapur. Ada tiga keterbatasan kata jika dihubungkan dengan
makna kolokatif, yaitu (a) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk
kata atau hubungan kata, (b) makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata,
(c) makna dibatasi oleh kecepatan.
Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh
pembicara atau penulis, baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan,
maupun penekanan pembicaraan.

C. Relasi Makna
Relasi makna adalah hubugan semantik yang terdapat antara satuan
bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Pada dasarnya prinsip relasi
makna ada empat jenis, yaitu (1) prinsip kontiguitas, (2) prinsip kolementasi,
(3) prinsip overlaping, dan (4) inklusi.
a. Sinonim
Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Relasi
sinonim ini bersifat dua arah, maksudnya jika ujaran A bersinomnim
dengan B maka B bersinonim dengan A.Contoh : benar = betul, sama
dengan betul = benar.7
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya
tidak akan sama persis adalah :
1) Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
2) Faktor tempat, contoh : saya dan beta
3) Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
4) Faktor sosial, contoh : saya dan aku
5) Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
6) Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton
b. Antonimi

7
Stephen Ullmann. Pengantar Semantik. (Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal. 182

9
Antonimi adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frase
atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan alain.”
Antonimi sering dianggap sebgai lawan sinonim. Secara sederhana dapat
dikatakan istilah antonimi digunakan untuk menyatakan kata-kata yang
berlawanan maknanya.8
Contoh : hidup x mati
Jenis antonim :
1) Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
2) Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
3) Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
4) Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara
c. Gradabel (Gradable antonyms).
Gradabel (Gradable antonyms) adalah dua predikat merupakan
antonim bertingkat jika keduanya berada pada ujung yang berlawanan dari
suatu skala nilai yang berkesinambungan, yaitu suatu skala yang bervariasi
menurut konteks pemakaian.
Contoh: tua dan anak-anak
Di antara tua dan anak-anak terdapat suatu skala nilai yang
berkesinambungan, yang dapat diberikan nama-nama seperti remaja dan
dewas. Apa yang disebut tua dalam suatu konteks, misalnya: umur orang
(jompo) dalam konteks lain adalah matang ( buah-buahan) sudah dapat
dipetik. Contoh lain: tinggi dan rendah; panjang dan pendek; serta pintar
dan bodoh.Untuk mengkaji antonim-antonim bertingkat ini, kita dapat
mengkombinasikannya dengan kata sangat , sangat banyak , bagaimana ,
atau berapa banyak.
d. Kontradiksi, adalah suatu proposisi merupakan suatu kontaradiktori dari
preposisi lain jika tidak mungkin bagi keduanya benar pada saat yang sama
dan pada peristiwa yang sama pula. Definisi ini dapat diperluas ke kalimat.
Jadi, suatu kalimat yang mengungkapkan satu proposisi adalah
kontradiktori dari suatu kalimat yang mengungkapkan proposisi yang lain

8
Abdul Chaer. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), ha.
187

10
jika tidak mungkin bagi kedua proposisi itu benar pada saat yang sama dan
pada peristiwa yang sama pula. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
suatu kalimat berlawanan dengan kalimat lain jika kalimat itu
menghasilkan negasi kalimat yang lainnya. Contoh: Pak Arya pengusaha
kaya kontradiksi dengan Pak Udin petani miskin.

D. Perubahan Makna
Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna
lama dan makna baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu
terjadi. Dalam beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna
dengan sendirinya, sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk
suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun
suatu jenis asosiasi akan selalu mengalami proses.
Dalam sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua bentuk.
Beberapa dari ahli semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang
sederhana, mereka mencoba menjelaskan perubahan makna sebagai hasil
asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri). Pada beberapa
dekade terakhir suatu pandangan yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip
struktural telah meluas, perhatian telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi
satuan-satuan yang lebih luas yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang
mencakupi kata-kata tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu
kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :9
1) Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep
makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun
konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata
sastra dari makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah
satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru

9
Mansoer Pateda, Op. Cit., hal. 121

11
atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra yang
tadinya “bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya” menjadi
berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.
2) Perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut
memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam
bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata
saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga
digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau
berstatus sosial yang sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata
atau istilah perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab
perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena dahulu pada
zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan)
untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya
digunakan kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan
timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial
sehingga kia menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.
3) Pebedaan bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu
dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam
bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut
memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna aslinya.
Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan
segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah,
tanah garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-
bidang lain dengan makna barunya yang berarti mengerjakan seperti
tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap naskah drama dan lain-
lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi
mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya, hanya
perlu diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya
dengan makna asli.
4) Adanya Asosiasi

12
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan
pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya
dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan
perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang
yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau
peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata
amplop dengan kata uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah.
Kata amplop berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat, makna
asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan
surat, biasa pula dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena itu
dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat selesai”. Dalam
kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud
bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai
sogokan.10
5) Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran
tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas,
misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah
tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak
dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang
seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa juga
ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah
lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa disebut dengan
istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama
dan aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara
umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi
pada beberapa frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak
dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya manis, kedengarannya
memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.

10
Stephen Ullmann, Op. Cit., hal. 132

13
6) Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah
mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup
dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak
kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan.
Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau
menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini
disebut dengan istilah peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi
tinggi disebut ameliorative. Contoh kata bini sekarang ini dianggap
peyoratif sedangkan kata istri dianggap ameliorative. Begitupun terjadi
pada kata laki dan suami, kata bang dan bung. Nilai rasa itu kemungkinan
besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa
berubah. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan
perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat memungkinkan
terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratifnya sebuah kata.
7) Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang
karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan
secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu
kemudian banyak orang menggunakan singkatannya saja daripada
menggunakan bentukya secara utuh. Sebagai contoh ada yang berkata “
ayahnya meninggal” tentu maksudnya meninggal dunia tapi hanya
disebutkan meninggal saja. Hal ini terjadi pula pada kata berpulang yang
maksudnya berpulang ke rahmatullah, ke perpus yang maksudnya ke
perpustakaan, ke lab yang maksudnya ke laboratarium dan sebagainya.
Kalau disimak sebenarnya dalam kasus penyingkatan kata ini bukanlah
peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu
tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula
berbentuk utuh disingkat menjadi bentuk yang lebih pendek.
8) Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi
akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini

14
yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu
sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah
melahirkan makna-makna gramatikal.
9) Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah
baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada
dengan jalan member makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan
maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan yang semula
bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna
perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu
sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.

E. Medan Makna dan Komponen Makna


1. Medan Makna
Medan makna ( semantic domain, semantik field) atau medan
leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yagmaknanya saling
berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau
realitas dalam alam semesta tertentu.11 Misalnya, nama-nama warna, nama-
nama perabotan rumah tangga, yang masing-masing merupakan medan
makna.
Di dalam buku Thesaurus of English Word and Phrases Classified
anf Arranged so as to Facillitate the Expression of Ideal and Assist in
Literacy Composition oleh Peter Mark Roget (1779-1868) terdaftar 1042
kelompok medan makna yang keseluruhannya terdiri dari 250.000 kata dan
frase. Namun, dalam studi medan makna ini, seperti yang dilakukan Nida
(1974-1975), kata-kata biasanya dibagi atas empat kelompok. Yaitu,
kelompok bendaan (entiti), kelompok kejadian/peristiwa (event), kelompok
abstrak, dan kelompok relasi. Anggota kelompok bendaan dan peristiwa
tampaknya tidak terbatas, tetapi dua kelompok terakhir bersifat terbatas.
Berdasarkan sifat hubungan semantisnya medan makna dibedakan
menjadi dua, yaitu : kelompok medan kolokasi dan kelompok medan set.

11
Mansoer Pateda, Op. Cit., hal. 112

15
Kolokasi menunjukkan pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara
kata-kata atau unsur leksikal itu dan sifatnya linier. Conto: cabe, bawang,
terasi, garam, merica dan lada berada dalam satu kolokasi yaitu berkenaan
dengan bumbu dapur. Sedangkan set menunjukkan pada hubungan
paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set
biasanya mempunyai kelas yang sama, dan tampaknya juga merupakan satu
kesatuan. Contoh: remaja merupakan tahap perkembangan dari kanak-
kanak menjadi dewasa.
2. Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah
komponen( yang disebut komponen makna, yang membentuk keseluruhan
makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau
disebutkan satu per satu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang
dimilikinya.
Analisis komponen makna ini dapat dimanfaatkan untuk mencari
perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim; untuk membut prediksi
makna-makna gramatikal afikasi, reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa
Indonesia; dan digunakan untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga
kita lihat pada proses redupliakasi dan komposisi.
Contoh:
Komponen makna Ayah Ibu

1. Manusia + +
2. Dewasa + +
3. Jantan + -
4. Betina - +

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti
atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah
satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna
sendiri sangatlah beragam.
Pada kajian semantik ini kita dapat mengetahui tentang hakikat makna,
jenis-jenis makna (makna leksikal, makna gramatikal dan kontekstual, makna
referensial dan nonreferensial, makna konotatif dan denotatif, makna istilah dan
makna makna kata, makna konseptual dan asosiatif, makna Idiom dan
Peribahasa, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna kolokatif,
makna generik, makna spesifik, dan makna tematikal), relasi makna (sinonim,
antonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, ambiguiti, redundansi), perubahan
makna, medan makna dan komponen makna.

B. Saran
Saran ini ditujukan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan
mahasiswa pada jurusan kebahasaan terutama bahasa Indonesia, hendaklah di
zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita
cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka


Cipta.
______________. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta.
_________________. 2007. Linguistik Umum . Jakarta : Rineke Cipta
Pateda, Mansoer. 1996. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Ullmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogjakarta : Pustaka Pelajar

18

Anda mungkin juga menyukai