Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MUSYAWARAH

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

1. Fatma Azra rahmawani 2030200001


2. Fadillah Agustina 2030200059

DOSEN PENGAMPU :

HASBI ANSHORI HASIBUAN, S.H.I, M.M

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayahNYA sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “MUSYAWARAH”. Shalawat dan salam tetap
tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta
keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Kiranya dalam penyusunan makalah ini, kami menghadapi cukup banyak
rintangan dan selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk
itu tak lupa kami ucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu,
yaitu :
1. Bapak HASBI ANSHORI HASIBUAN, S.H.I, M.M, selaku dosen mata kuliah
yang telah membimbingsaya dalam penyusunan makalah ini.
2. Dan semua pihak yang telah membantu proses pembuatan yang tidak dapat
disebutkan satu-satu, kami ucapkan terimakasih.
Penyusun yakin bahwa berbagai kelemahan dan keterbatasan dapat terjadi
didalam makalah ini. Oleh karenanya, kritik yang sehat dan membangun, serta saran
dan masukan yang konstruktif sangat saya harapkan dari bapak dosen mata kuliah.
Dan juga dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Saya berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Padang Sidempuan, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................ 3
A. Pengertian Musyawarah....................................................... 3
B. Dalil Al-Qur’an dan Al Hadist yang Menjelaskan
Tentang Musyawarah .......................................................... 4
C. Nilai Musyawarah dalam Pancasila ..................................... 5
D. Sarana Pengembangan Musyawarah ......................................... 6
E. Prinsip-Prinsip dalam Musyawarah........................................ 9
F. Manfaat Musyawarah. ........................................................ 11
BAB III PENUTUP ....................................................................... 13
A. Kesimpulan ............................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bersama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat
ataupun bangsa, musyawarah mutlak diperlukan. Dalam proses musyawarah
itu berlangsung dialog dan komunikasi sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-
nilai dalam musyawarah.
Musyawarah memiliki posisi mendalam dalam kehidupan masyarakat
di Indonesia. Bukan sekedar sistem politik pemerintahan, tapi juga merupakan
karakter dasar seluruh masyarakat. Seluruh persoalan didasarkan atas
musyawarah, lalu dari masyarakat, kemudian prinsip ini merambah ke
pemerintahan.
Dalam Islam, musyawarah telah menjadi wacana yang sangat menarik.
Hal itu terjadi karena istilah ini disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadits,
sehingga musyawarah secara tekstual merupakan fakta wahyu yang tersurat
dan bisa menjadi ajaran normatif dalam Islam. Bahkan menjadi sesuatu yang
sangat mendasar dalam kehidupan umat manusia, yang dalam setiap detik
perkembangan umat manusia, musyawarah senantiasa menjadi bagian yang
tidak terpisahkan di tengah perkembangan kehidupan umat manusia terutama
di Indonesia.
Musyawarah yang diajarkan oleh al-Qur’an bisa dianggap sebagai
tawaran konsep utuh yang selalu relevan dengan setiap perkembangan politik
umat manusia. Bagaimanapun bentuk konsep politik yang terjadi, musyawarah
tetap memiliki relevensi yang tidak terbantahkan, karena musyawarah
merupakan ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan.
Musyawarah bukan hanya sebagai teoritis semata, tetapi merupakan
kebiasaan yang membumi di tengah-tengah masyarakat. Namun seiring dengan
perkembangan zaman kebudayaan akan bermusyawarah mulai luntur dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Misalkan demo masyarakat
di salah tempat, dikarenakan sebidang tanah yang cukup lama sebagai milik

1
pemerintah berpindah tangan ke segelintir orang. Tentunya masyarakat yang
bersangkutan bertanya, kenapa bisa berpindah tangan.
Jika saja segala sesuatunya dimusyawarahkan, dan tentunya sebagian
orang tidak begitu saja mengaku sesuatu yang bukan haknya. Maka segala
sesuatu yang menjadi pro kontra pun tidak akan menimbulkan permasalahan.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia yang berbudaya kita diwajibkan
untuk dapat mebangun kebiasaan bermusyawarah yang dilakukan secara
sistematik dan berdasarkan prinsip-prinsip yang ada.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan musyawarah?
2. Bagaimana cara membangun karakter musyawarah di Indonesia?
3. Apakah manfaat dari musyawarah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyawarah
Secara bahasa musyawarah berasal dari bahasa Arab yaitu syûrâ yang
berarti mengambil, melatih, menyodorkan diri, dan meminta pendapat atau
nasihat; atau secara umum, asy-syûrâ artinya meminta
sesuatu. Kata ) ‫ ( شور‬Syûrâ terambil dari kata ( -‫مشاورة‬ -‫شاورة‬
‫ )إستشاورة‬menjadi ) ‫ ( شورى‬Syûrâ. 1
Kata Syûrâ bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang
terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain. Dari
pengertian itu dapat disimpulkan, syura artinya memusyawarahkan perbedaan-
perbedaan pendapat atas sesuatu untuk melahirkan kebaikan dan kebenaran
yang ada di dalamnya.
Menurut istilah sebagaimana dikemukaan oleh Ar-Raghib Al-
Ashfahani:2
)۲۷۰ : ‫ والمشورة استخراج الرأى بمراجعة البعض إلى البعض(الراغب‬:‫والمشاورة‬
Musyawarah adalah mengeluarkan pendapat dengan
mengembalikan sebagiannya pada sebagian yang lain, yakni menimbang satu
pendapat dengan pendapat yang lain untuk mendapat satu pendapat yang
disepakati.3
Sedangkan dalam KBBI musyawarah berarti pembahasan bersama
dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah (KBBI:768).
Dengan demikian pengertian musyawarah adalah suatu sistem pengambilan
keputusan yang melibatkan banyak orang dengan mengakomodasi semua
kepentingan sehingga tercipta satu keputusan yang disepakati bersama dan
dapat dijalankan oleh seluruh peserta yang mengikuti musyawarah.

1
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV. Toha Putra
Semarang, 1993), Hlm. 192
2
Ibid., hal. 193
3
Abdulkarim, Aim, Drs, M.Pd. Kewarganegaraan untuk SMP Kelas II Jilid 2.
(Bandung: Grafindo Media Pratama. 2004), hal. 65

3
B. Dalil Al-Qur’an dan Al Hadist yang Menjelaskan Tentang Musyawarah
a. Surat Al-Baqarah ayat 233:

٢٣٣ :‫علَ ْي ِه َما (البقرة‬ ُ ‫اض ِم ْن ُه َما َوتَش‬


َ ‫َاو ٍر فَال ُجنَا َح‬ ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ َ ِ‫فَإِ ْن أَ َرادَا ف‬
َ ‫صاال‬
)
Artinya: “Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka
(sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawarahan
antara mereka. Maka tidak ada dosa atas keduanya”. (QS. Al-
Baqarah: 233)4
Ayat ini membicarakan bagaimana seharusnya hubungan suami
istri saat mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan
anak-anak, seperti menceraikan anak dari menyusu ibunya. Didalam
menceraikan anak dari menyusu ibunya kedua orang tua harus
mengadakan musyawarah, menceraikan itu tidak boleh dilakukan tanpa
ada musyawarah, seandainya salah dari keduanya tidak menyetujui,
maka orang tua itu akan berdosa karena ini menyangkut dengan
kemaslahan anak tersebut. Jadi pada ayat di atas, Alquran memberi
petunjuk agar setiap persoalan rumah tangga termasuk persoalan rumah
tangga lainnya dimusyawarahkan antara suami istri.
b. Surat Ali ‘Imran ayat 159 :

ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬
َ‫ب ال ْنفَضُّوا ِم ْن َح ْولِك‬ َ ‫غ ِلي‬ ًّ َ‫َّللا ِل ْنتَ لَ ُه ْم َولَ ْو كُ ْنتَ ف‬
َ ‫ظا‬ ِ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِمنَ ه‬
‫علَى ه‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫عزَ ْمتَ فَت ََو هك ْل‬ ْ ‫ع ْن ُه ْم َوا ْستَ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْرهُ ْم فِي‬
َ ‫األم ِر فَإِذَا‬ َ ‫ْف‬ُ ‫فَاع‬
) ١٥٩ :‫َّللا ي ُِحبُّ ْال ُمت ََو ِ ِّكلِينَ (ال عمران‬ َ ‫إِ هن ه‬
Artinya: “Maka disebabkan rahmat Allahlah, engkau bersikap lemah
lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar
dan berhati keras. Niscaya mereka akan menjauhkan diri dari

4
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000.
Hlm. 244

4
sekelilingmu. Kerena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan tertentu. Kemudian apabila engkau telah
membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 15٩)
c. Hadist dari Hasan ra

َ‫ َولَ ِكنههُ أَ َراد‬,ُ‫علَ َم هللاُ أَنههُ َما بِ ِه ِإلَ ْي ِه ْم َحا َجة‬


َ ْ‫ قَد‬:ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫ي هللا‬
َ ‫ض‬ ِ ‫س ِن َر‬ َ ‫ع ِن ْال َح‬َ
‫سله َم ( ما تشا ور قوم‬ َ ُ‫صلهى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ى‬ َ ‫ َو‬.‫أَ ْن يُ ْستَنَ بِ ِه ِم ْن بَ ْعدِه‬
ِّ ِ ِ‫ع ْن النهب‬
)) ‫قط إال هدوا ألرشد أمرهم‬
“Hadtis yang diriwayatkan dari hasan semoga ridha Allah darinya:
Allah sungguh mengetahui apa yang mereka butuhkan dan tetapi yang
ia inginkan enam puluh orang. Dan dari Nabi saw: (suatu kaum
memadai dalam bernusyawarah tetang sesuatu kecuali mereka ditunjuki
jalan yang lurus untuk urusan mereka).”

C. Nilai Musyawarah dalam Pancasila


Nilai-nilai Pancasila merupakan suatu pandangan hidup bangsa
Indonesia. Pancasila juga merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani
bangsa Indonesia, karena bersumber pada kepribadian bangsa. Nilai-nilai
Pancasila ini menjadi landasan dasar, serta motivasi atas segala perbuatan baik
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kenegaraan. Dalam kehidupan
kenegaraan, perwujudan nilai Pancasila harus tampak dalam suatu peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia.5 Karena dengan tampaknya Pancasila
dalam suatu peraturan dapat menuntun seluruh masyarakat dalam bersikap
sesuai dengan peraturan perundangan yang disesuaikan dengan Pancasila.
Salah satu nilai yang terkandung dalam pancasila yang terkandung
dalam sila keempat adalah: ”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat

5
Subandi Al-Marsudi, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi
(Jakarta : Raja Grafindo Nusantara,2001), hlm. 81

5
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.” Rakyat dalam hal ini
merupakan komunitas yang masing-masing individu memiliki kedudukan yang
sama, memiliki kewajiban dan hak yang sama. Inilah inti dari kehidupan
demokrasi yang ada di Indonesia yang memiliki ciri yang khas, yakni
musyawarah untuk mufakat, yang dijalankan secara jujur dan tanggung jawab.
Nilai-nilai yang terkandung pada sila keempat ini, antara laian: demokrasi,
persamaan, mengutamakan kepentingan negara, tidak memaksakan kehendak,
musyawarah untuk mufakat, semangat kekeluargaan, kesantunan dalam
menyampaikan pendapat, jujur dan tanggung jawab.
Dengan demikian betapa pentingnya nilai musyawarah yang harus
dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia sebagai perwujudan akan nilai
pancasila yang kelak akan menjadi karakter yang membangun bagi bangsa
Indonesia.

D. Sarana Pengembangan Musyawarah


1. Pendidikan Sebagai Sarana Mengembangkan Budaya Musyawarah
Dalam mengembangkan budaya musyawarah, salah satu usaha
yang perlu dilakukan adalah pengembangan di bidang pendidikan baik
pendidikan formal dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dan
juga pendidikan informal dari keluarga atau masyarakat. Karena fungsi
alamiah pendidikan adalah memberdayakan manusia tidak hanya menjadi
pendukung sistem nilai yang berlaku tetapi lebih menjadi pengolahnya
hingga sesuai dengan tuntutan zaman, bahkan juga menjadi salah satu
kekuatan sosial yang ikut memberi bentuk, corak, dan arah bagi kehidupan
masyarakat di masa depan.6
Dalam rangka mengembangkan kepercayaan masyarakat pada
pentingnya karakter musyawarah dan menjadikannya merupakan bagian
dari nilai budaya masyarakat Indonesia yang diyakini paling sesuai bagi
masyarakat Indonesia untuk menyelesaikan masalah bersama. Menurut

6
Asep Sulaiman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Bandung:Asman
Press,2012), hlm. 113

6
Satjipto Rahardjo, pendidikan niscaya menjadi andalan yang sangat penting
pada waktu suatu bangsa merintis suatu pengalaman baru.
Pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan
tinggi harus mulai memperkenalkan, mengembangkan,
mengkomunikasikan keluhuran nilai budaya musyawarah dan paham
perdamaian dalam lingkungan pergaulan mereka melalui keteladanan dan
contoh-contoh kongkrit yang terjadi di lingkungan pergaulan masyarakat.
Dalam sistem pendidikan Jepang misalnya, terdapat paham fasifisme atau
paham perdamaian yang terus menerus dianut sampai sekarang. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat Jepang menjadi orang yang cinta damai.
Pendidikan harus mampu membentuk hati dan perasaan murid
karena masalah nilai, jati diri, sikap egaliter, sikap pemaaf, dan
mempercayai orang lain adalah terutama masalah ‘hati’, masalah afeksi, dan
bukan masalah pengetahuan semata. Oleh karena itu, sekolah juga harus
mengajarkan anak untuk menanamkan budaya bermusyawarah dalam
menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal itu, sekolah harus melakukan
pembinaan kognitif, afektif, dan konatif secara simultan.
Namun demikian, kurikulum pendidikan di Indonesia selama ini
justru lebih menekankan aspek intelektualitas, dan mengabaikan segi
afektivitas. Padahal realitas membuktikan bahwa keberhasilan seorang di
dalam masyarakat tidak hanya ditentukan pada faktor intelgensi, tapi juga
faktor emotional, dan faktor spiritual quotient.
Berdasarkan hal itu yang mendesak sekarang ini adalah
pembaharuan paradigma pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi yang tidak lagi hanya memfokuskan atau memberi
apresiasi hanya pada kemampuan intelektual. Untuk itu birokrasi
pendidikan pusat dan daerah, harus mulai memberikan otonomi yang luas
untuk mengembangkan kurikulum lokalnya, yang memungkinkan guru-
guru dalam praktek sehari-hari memberikan perhatian yang sama pada
pembinaan kemampuan kognitif, kepekaan afektif, dan kemampuan konatif,
serta memungkinkan guru mempunyai kebebasan untuk melakukan tugas

7
mereka secara kreatif. Berkaitan dengan penanaman nilai musyawarah,
tenaga pendidik (guru dan dosen) sebagai salah satu faktor kunci
keberhasilan proses pengembangan mekanisme bermusyawarah. Pada
lingkungan pendidikan sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, di
samping guru harus mengkomunikasikan nilai-nilai musyawarah atau
perdamaian secara kreatif melalui suatu pelajaran seperti Budi Pekerti, juga
harus bisa menjadikan nilai musyawarah atau perdamaian merupakan
bagian dalam kehidupan pergaulan (konatif) di sekolah Tidak itu saja,
masyarakatpun harus mendukung menciptakan situasi yang responsif untuk
pengembangan nilai-nilai tersebut.
2. Keluarga Sebagai Sarana Mengembangkan Budaya Musyawarah
Penghidupan kembali nilainilai musyawarah, perdamaian, dan
tenggangrasa bukan hanya tanggungjawab dunia pendidikan formal, tapi
menjadi tanggungjawab semua masyarakat, khususnya keluarga dan
institusi-insitusi publik. Pendidikan dari lingkungan keluarga merupakan
basis utama dan kunci tranformasi nilai-nilai moral pertamakali
diperkenalkan oleh orang tua pada seorang anak sebelum mengenal
pendidikan formal.7 Pesan leluhur dalam Serat Wulang Reh menyebutkan
bahwa keluarga merupakan wadah:
1) Pendidikan pergaulan,
2) Pendidikan watak,
3) Pendidikan norma sosial.
4) Pendidikan tatakrama,
5) Pendidikan tentang baik buruk, dan
6) Pendidikan agama.
Dari berbagai unsur pendidikan ini tugas keluarga adalah mendidik
anak yang sebaik-baiknya. Selanjutnya dalam pandangan hidup tradisional
(termasuk yang semi modern) keluarga juga dianggap poros dan sel
terhakiki dalam hidup sosial. Mutu hidup sosial sangat tergantung pada

7
Ibid., 134

8
hubungan intern keluarga, kalau keluarga tidak pernah membekali anak-
anaknya dengan teladan yang baik dan nilai-nilai moral dalam hidup sosial,
maka bukan mustahil bahwa anggota-anggota keluarga tertentu akan
mengalami krisis moralitas.
3. Intituisi Publik Sebagai Sarana Mengembangkan Budaya Musyawarah
Di samping keluarga, institusi publik seperti perusahaan jaringan
telivisi juga merupakan media yang paling strategis untuk mensosialisasikan
pesan-pesan moral, penciptaan karakter, kepribadian masyarakat. Dengan
menekankan budaya musyawarah yang sesuai dengan prinsip-prinsip tanpa
harus dengan kekerasan dalam menyelesaikan suatu perselisihan yang saat
ini kerap terjadi.8

E. Prinsip-Prinsip dalam Musyawarah


Dalam melakukan proses musyawarah tidak dilakukan dengan begitu
saja, melainkan kita harus memiliki pedoman yang harus ditaati saat
melakukan musyawarah. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:9
1. musyawarah bersumber pada paham sila keempat pancasila
2. setiap putusan yang diambil harus dapat di pertanggung jawabkan dan
tidak boleh bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.
3. setiap peserta musyawarah mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam mengeluarkan pendapat.
4. setiap putusan, baik sebagai hasil mufakat maupun berdasarkan suara
terbanyak harus diterima dan di laksanakan.
5. apabila cara musyawarah untuk mufakat tidak dapat di capai dan telah di
upayakan berkali-kali maka dapat di gunakan cara lain yaitu dengan
pengambilan suara terbanyak (voting)

8
Ibid., hal. 145
9
Aep Saepuloh dan Tarsono, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Islam (Bandung : Batik Press,2012) .hlm.124

9
Agar kata mufakat dapat dicapai dengan baik maka masing-masing pihak
yang bermusyawarah harus bisa menyadari hal-hal sebagai berikut :
1. Masalah yang dihadapi adalah masalah bersama
2. Setiap anggota musyawarah mempunyai kedudukan yang sama sehingga
mempunyai peran yang sama dalam penyelesaian masalah.
3. Musyawarah adalah untuk kepentingan bersama sehingga kepentigan
bersama harus didahulukan daripada kepentingan pribadi maupunn
golongan.
Dalam pengambilan dan pelaksanaan keputusan bersama perlu
dikembangkan sikap yang baik yang mencerminkan semangat kekeluargaan
dan kebersamaan. Sikap- sikap tersebut antara :10
1. Adil
Adil artinya memberikan sesuatu sesuai dengan haknya, keputusan
yang diambil tidak berat sebelah dan tidak merugikan kepentingan umum.
a) Tidak membedakan anggota dalam musyawarah
b) Memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota yang ingin
mengutarakan pendapat.
2. Jujur
Jujur adalah mengatakan segala sesuatu secara benar, tidak
ditambah-tambahkan dan tidak dikurangi, dan berani mengakui kesalahan
jika bersalah.Wujud sikap jujur anntara lain:
a) Berkata jujur apa adanya
b) Tidak menyampaikan sesuatu yang belum pasti.
3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah suatu keharusan untuk menanggung akibat
yang telah ditimbulkan oleh perilaku seseorang dalam menjaga suatu
persoalan\ Wujud sikap tangggung jawab antara lain:
a) Menyelesaikan tugas tepat waktu.
b) Tidak suka melemparkan kesalahan pada orang lain.

10
Asep Sulaiman, Op. Cit., hal. 89

10
Sikap tanggung jawab tidak dapat terbentuk begitu saja tetapi melalui
proses yang panjang dan pembiasaan yang terus menerus dilakukan.
4. Toleransi
Toleransi adalah sifat atau sikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) orang lain atau yang berbeda
dengan pendirian diri sendiri.
Wujud sikap toleransi antara lain:
a) Menghormati orang lain.
b) Memerhatikan perkataan orang lain.
c) Menghargai pendapat orang lain.
d) Mencari minat apabila diajak bicara.
5. Komitmen
Komitmen yaitu, kesepakatan bersama yang telah menjadi ketetapan
untuk dilaksanakan bersama.Wujud sikap berkomitmen antara lain:
a) Mematuhi keputusam Bersama
b) Menghargai dan melaksanakan keputusan bersama.

C. Manfaat Musyawarah
Musyawarah, mengandung banyak sekali manfaatnya. Diantaranya
adalah sebagai berikut: 11
a. Melalui musyawarah, dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar
kecintaan, dan keikhlasan terhadap kemaslahatan umum,
b. Sesungguhnya akal manusia itu bertingkat-tingkat, dan jalan nalarnyapun
berbeda-beda. Oleh karena itu, di antara mereka pasti mempunyai suatu
kelebihan pandangan disbanding yang lain (dan sebaliknya), sekalipun di
kalangan para pembesar,
c. Sesungguhnya pendapat-pendapat dalam musyawarah diuji keakuratannya.
Setelah itu, dipilihlah pendapat yang sesuai (baik dan benar),

11 Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. Kewarganegaraan (Citizenship).


(Jakarta: Piranti Darma Kalokatama, 2005), hal. 76

11
d. Di dalam musyawarah, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan
suatu upaya dan kesepakatan hati. Dalam hal itu, memang, sangat
diperlukan untuk suksesnya masalahnya masalah yang sedang dihadapi.
e. Untuk menetapkan suatu keputusan dengan adil dan bijaksana,
f. Untuk mencari kebenaran, persetujuan, dan kesepakatan bersama yang lebih
baik,
g. Untuk menghilangkan sikap otoriter, diktator, dan sikap sewenang- wenang,
h. Untuk belajar membiasakan mengemukakan pendapat, ide, atau gagasan
secara tepat.
Dalam bukunya djoko sutopo pun berpendapat sama atas manfaat atau
faedah dari musyawarah yaitu untuk bertukar fikiran serta menguji suatu
pendapat yang layak dan patut untuk di ambil sebagai keputusan. Dalam
musyawarah berupaya untuk menyatukan gagasan yang keluardari pemikiran
banyak orang.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Musyawarah adalah suatu sistem pengambilan keputusan yang
melibatkan banyak orang dengan mengakomodasi semua kepentingan
sehingga tercipta satu keputusan yang disepakati bersama dan dapat dijalankan
oleh seluruh peserta yang mengikuti musyawarah.
Budaya musyawarah terkandung dalam pancasila sila keempat adalah:
”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.” Inilah inti dari kehidupan demokrasi yang ada
di Indonesia yang memiliki ciri yang khas, yakni musyawarah untuk mufakat,
yang dijalankan secara jujur dan tanggung jawab. Dalam mengembangkan
budaya musyawarah dibutuhkan peran pendidikan, keluarga, dan intuisi publik.
Manfaat melakukan musyawarah adalah Untuk menetapkan suatu
keputusan dengan adil dan bijaksana yang mufakat, Untuk mencari kebenaran,
persetujuan, dan kesepakatan bersama yang lebih baik, Untuk menghilangkan
sikap otoriter, diktator, dan sikap sewenang-wenang, Untuk belajar
membiasakan mengemukakan pendapat, ide, atau gagasan secara tepat

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim, Aim, Drs, M.Pd. 2004, Kewarganegaraan untuk SMP Kelas II Jilid 2.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005, Kewarganegaraan (Citizenship).
Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.
Saepuloh,Aep dan Tarsono, 2012. Modul Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi Islam, Bandung, Batik Press.
Al Marsudi, Subandi, 2012. Pancasila dan UUD 45 : Dalam Paradigma Reformasi
, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Sulaiman, Asep, 2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung,
Asman Press.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, 1993. Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra
Semarang.
Shihab, M. Quraish, 2000. Tafsir Al-Mishbah, Ciputat: Penerbit Lentera Hati.

14

Anda mungkin juga menyukai