Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUBUNGAN SEMANTIK DENGAN ILMU LAIN

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Semantik

Dosen Pengampu: Dr. Asep Supianudin, M.Ag.,CIIQA.

Disusun Oleh: Kelompok 1

Adnan Maulana Yusuf 1225020003


Aulia Cahyani Wibowo 1225020023
Nazliza Radiah Zahra 1215020147
Rahmalia Nur Azizah 1215020166
Rahmat Albidri 1215020167
Redi Aryanto 1215020172
Resa Nurrahmah Fauziah 1215020173
Rizka Maharani Yudhia Sari Ningsih 1215020182

Kelas: 6 D

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2024
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat kepada kita semua dan
shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta
keluarga dan sahabat-sahabat serta para pengikutnya yang setia pada sunahnya sampai akhir
zaman, Aamiin.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Dr. Asep Supianudin, M.Ag.,CIIQA. yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “Hubungan Semantik Dengan Ilmu Lain”. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar kami bisa
menjadi lebih baik lagi.

Semoga makalah yang kami buat ini bisa menambah wawasan bagi pembaca dan
bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan, Aamiin.

Bandung, 21 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2

2.1 Hubungan Semantik dengan Pragmatik ........................................................................... 2

2.2 Hubungan Semantik dengan Filsafat................................................................................ 4

2.3 Hubungan Semantik dengan Sastra .................................................................................. 6

2.4 Hubungan Semantik dengan Linguistik ........................................................................... 8

2.5 Hubungan Semantik dengan Antropologi ...................................................................... 11

2.6 Hubungan Semantik dengan Religi ................................................................................ 13

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 14

3.2 Saran ............................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semantik merupakan cabang linguistik yang mempelajari makna dari tanda-tanda
bahasa, baik yang berbentuk kata, frasa, kalimat maupun teks. Studi semantik tidak hanya
relevan dalam konteks linguistik, tetapi juga memiliki keterkaitan yang erat dengan
berbagai ilmu lainnya. Hubungan semantik dengan ilmu lain mencakup beragam disiplin
ilmu seperti pragmatik, filsafat, sastra, linguistik, antropologi, dan religi. Interaksi antara
semantik dan ilmu-ilmu lain ini memberikan kontribusi penting dalam pemahaman makna,
komunikasi, dan pengetahuan manusia secara umum.
Hubungan semantik dengan ilmu lain adalah bukti dari kompleksitas dan relevansi studi
tentang makna dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dengan memahami peran
semantik dalam ilmu pragmatik, filsafat, sastra, linguistik, antropologi, dan religi, kita
dapat melihat betapa pentingnya pemahaman makna dalam pengembangan teknologi,
pemahaman manusia, serta interpretasi dunia dan budaya manusia secara lebih luas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan semantik dengan pragmatik?
2. Bagaimana hubungan semantik dengan filsafat?
3. Bagaimana hubungan semantik dengan sastra?
4. Bagaimana hubungan semantik dengan linguistik?
5. Bagaimana hubungan semantik dengan antropologi?
6. Bagaimana hubungan semantik dengan religi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan antara semantik dengan pragmatik.
2. Untuk mengetahui hubungan antara semantik dengan filsafat.
3. Untuk mengetahui hubungan antara semantik dengan sastra.
4. Untuk mengetahui hubungan antara semantik dengan linguistik.
5. Untuk mengetahui hubungan antara semantik dengan antropologi.
6. Untuk mengetahui hubungan antara semantik dengan religi.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Semantik dengan Pragmatik
Pragmatik dan semantik adalah dua kajian dalam linguistik yang mengkaji makna
bahasa. Menurut Levinson (1983), ada dua definisi mengenai pragmatik. Definisi pertama,
menunjukkan bahwa untuk memahami makna bahasa seorang penutur, pendengar perlu
mengetahui makna kata dan hubungan gramatikal antara kata tersebut. Definisi kedua,
menekankan pentingnya kesesuaian antara kalimat – kalimat yang diujarkan oleh penguasa
bahasa dengan konteks tuturannya. Dengan demikian, kajian pragmatik adalah makna
yang dihubungkan dengan konteks sebuah tuturan.1 Leech juga mendefinisikan pragmatik
sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi – situasi ujar (speech
situasions). Di dalam sumber lain, Levinson juga mendefinisikan pragmatik, di antaranya:

a. Pragmatik adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional, artinya kajian ini
mencoba menjelaskan aspek – aspek linguistik dengan mengacu ke pengaruh –
pengaruh dan sebab – sebab nonlinguistik.
b. Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan konten yang
menjadi dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.
c. Pragmatik adalah kajian mengenai deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur,
dan aspek – aspek struktur wacana.
d. Pragmatik adalah kajian mengenai bagaimanan bahasa dipakai untuk
berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi
pemakaiannya.2

Pragmatik sebagai bidang kajian linguistik yang menpunyai kaitan dengan semantik,
sebagai berikut:

a. Semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik.


b. Pragatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik.

1
Drs. Abdul Chaer dan Dr. Liliana Muliastuti, M. (n.d.). Hakikat Semantik.
2
Idris, M. (2014). Hubungan Semantik Pragmatis.

2
c. Komplementarisme, yaitu melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang
saling melengkapi.3

Masalah perbedaan antara bahasa dengan penggunaan bahasa berpusat pada


perselisihan antara semantik dengan pragmatik mengenai garis atas bidang – bidang ini.
Perbedaan mereka terletak pada penggunaan verba to mean (berarti). Contoh:

(1) What does X mean? => (Apa artinya X?)


(2) What did you mean by X? => (Apa maksudmu dengan X?)

Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi,
yaitu bentuk dan makna, seperti pada contoh nomor (1).

Pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi,
yaitu bentuk, makna, dan konteks, seperti pada contoh nomor (2).

Semantik dan pragmatik keduanya menelaah makna. Meskipun demikian, telaah


makna yang ada pada ranah semantik berbeda dengan telaah makna yang ada pada ranah
pragmatik. Semantik menelaah makna – makna satuan lingual dan mempelajari makna
secara internal atau makna bebas konteks. Sedangkan, pragmatik mempelajari makna
secara ekternal, yaitu makna yang terikat konteks.

Contohnya, kata ‘bagus’, yang secara internal bermakna baik atau tidak buruk, seperti
pada kalimat berikut: “Prestasi kerjanya yang bagus membuat ia dapat diangkat untuk
masa jabatan yang kedua”. Namun, secara eksternal, jika ditinjau dari penggunaanya, kata
‘bagus’ tidak selalu bermakna baik atau tidak buruk, seperti contoh di bawah ini:

Ayah: “Bagaimana ujian matematikamu?”

Anton: “Wah, hanya dapat 45, Pak”.

Ayah: “Bagus, besok jangan belajar. Nonton terus saja”.

Kata ‘bagus’ di atas tidak bermakna sebagaimana mestinya (baik atau tidak buruk).
Sehubungan dengan konteks dalam contoh di atas, kata ‘bagus’ digunakan untuk
menyindir.

https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/638526/mod_resource/content/1/HUBUNGAN%20
SEMANTIK%20DENGAN%20ILMU%20LAIN.pdf

3
Dari analisis semantik dan pragmatik tersebut, bahwa hubungan semantik dan
pragmatik ialah saling melengkapi, karena dalam komunikasi sehari – hari, pembahasan
makna secara semantik belum cukup untuk memahami maksud penutur yang sebenarnya,
jadi diperlukan pembahasan lanjut mengenai makna secara pragmatik. Sebaliknya,
pragmatik mengkaji makna yang terkait dengan konteks berdasarkan makna yang dikaji
oleh semantik, yaitu linguistic meaning.

Dapat disimpulkan, bahwa pragmatik dan semantik adalah dua kajian linguistik yang
mengkaji tentang makna bahasa. Jika semantik membahas soal makna yang ada dalam
bahasa, pragmatik membahas makna di luar bahasa yang terikat dengan usur – unsur
kebahasaan.4

2.2 Hubungan Semantik dengan Filsafat


Filsafat merupakan ilmu yang berkenaan dengan hakikat pengetahuan, kearifan,
realitas, dan kebenaran. Dapat dikatakan juga bahwa filsafat merupakan suatu aktivitas
manusia yang berpangkal pada akal pikiran seseorang untuk menentukan. kearifan dalam
hidupnya, terutama dalam mencari dan menemukan hakikat realitas. Hubungan antara
filsafat dan semantik terlihat dalam aktivitas berfilsafat yang memerlukan bahasa sebagai
media proses berpikir dan menyampaikan hasil berpikir tersebut. Sebagaimana
dikemukakan oleh Bertrand Russel bahwa bahasa memiliki kesesuaian dengan struktur
realitas dan fakta. Lebih dipertegas oleh Weittgenstein bahwa bahasa merupakan
gambaran realitas. Oleh karena itu, untuk dapat mengungkapkan struktur realitas
diperlukan sistem simbol bahasa yang mempunyai syarat logis sehingga satuan-satuan
dalam ungkapan bahasa itu terwujud dalam preposisi-preposisi.

Pertemuan antara semantik dan filsafat kemudian melahirkan filsafat bahasa. Filsafat
bahasa merupakan cabang filsafat khusus yang memiliki objek material bahasa. Menurut
Wiliam Payne Alston filsafat bahasa berbeda dengan filsafat cabang lainnya, filsafat
bahasa ini dalam perkembangannya tidak mempunyai prinsip-prinsip yang jelas dan
terdefinisikan dengan baik. Hal ini disebabkan karena penganut-penganut filsafat bahasa
atau tokoh-tokoh filsafat bahasa masing-masing mempunyai perhatian dan caranya
sendiri-sendiri, meskipun terdapat persamaan diantara mereka, yaitu bahwa mereka semua

4
Ibid.

4
menaruh perhatian terhadap bahasa sebagai objek materi dalam berfilsafat. Dalam kajian
filsafat bahasa, Wiliam Payne Alston juga mengatakan bahwa bahasa yang kita gunakan
sehari-hari setidaknya mengandung lima kelemahan, yaitu:

1. Vagueness (kekaburan atau kesamaran arti), maksudnya makna yang terkandung


dalam ungkapan bahasa pada dasarnya hanya mewakili realitas yang diacunya.
Contoh, penjelasan kata "merah" secara formal verbal pada warna bunga mawar,
tidak setepat dan sejelas pengamatan langsung.
2. Ambiguity (pemaknagandaan), hal ini berkaitan dengan ciri ketaksaan makna dari
suatu bentuk kebahasaan. Contoh, kata "bunga" dapat berkaitan dengan "bunga
mawar", "bunga melati", "bunga matahari" dan sebagainya, tetapi juga bisa "bunga
bank".
3. Inexplecitness (ketidakterangan atau ketidakjelasan), maksudnya bahasa seringkali
tidak mampu mengungkapkan secara eksak, tepat dan menyeluruh untuk
mewujudkan gagasan yang direpresentasikannya akibat adanya kekaburan dan
ketaksaan makna.
4. Context-dependent (tergantung pada konteks), maksudnya bahasa seringkali
berpindah-pindah maknanya sesuai dengan konteks gramatik, sosial, serta konteks
situasional dalam pemakaiannya. Contoh, untuk menentukan makna kata tinggi,
bisa, atau mampu, seseorang harus mengetahui di mana konteks itu berada.
5. Misleadingness (menyesatkan), yaitu adanya kesesatan dalam menafsirkan kata
dalam berkomunikasi sehingga kelemahan bahasa ini mancakup semua kelemahan
bahasa yang ada.5

Untuk meminimalisir kelemahan tersebut, maka dalam proses mengungkapkan


konsep-kosep filosofis perlu diberikan suatu penjelasan khusus agar ungkapan yang
digunakan dalam menjelaskan realitas tidak terjadi kesesatan atau Misleadingness.

Jika kembali pada pengertian filsafat, dapat kita pahami bahwa filsafat ialah
pengetahuan yang menelaah sesuatu yang istimewa. Filsafat menjadi istimewa karena
tidak dapat diuraikan dengan ilmu pengetahuan biasa. Untuk menguraikan sebuah filsafat,

5
Basyarukdin. 2016. Filsafat Bahasa Sebagai Fundamen Kajian Bahasa. Fakultas Bahasa dan
Seni,Universitas Negeri Medan hlm. 4

5
diperlukan ilmu pengetahuan tentang hukum dan kaidah berpikir yang berlogika. Ontologi,
epistemologi, dan metafisika yang merupakan bagian dari filsafat sangat berhubungan
dengan logika. Sementara itu, logika memerlukan cara berpikir yang tepat untuk mencapai
ketepatan makna. Filsafat yang tidak mempunyai makna menjadi tidak berarti. Semantik
juga berperan aktif sebagai penentu atas pernyataan benar atau salah yang diberikan dari
premis dan kesimpulan yang diberikan dalam penalaran atau logika berpikir manusia.

Dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika berfilsafat adalah aktivitas
berpikir, maka bahasa dan pikiran diyakini memiliki hubungan timbal balik. Pikiran
memengaruhi bahasa dan bahasa memengaruhi pikiran. Manusia tidak dapat berpikir atau
menangkap kesan dan membentuk sebuah gagasan tanpa bahasa. Tanpa bahasa, manusia
tidak akan memahami apa yang dibaca, apa yang dilihat, dan apa yang diamati. Oleh
karena itu, realitas hanya dapat terungkap ketika realitas tersebut terekspresikan dalam
bahasa.

2.3 Hubungan Semantik dengan Sastra


Sastra menurut (Esten (1978:9) adalah pengungkapan dari fakta artistik dan
imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa
sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia dan
kemanusiaan. Penggunaan bahasa dalam medium sastra inilah yang membuatnya
mempunyai hubungan dengan semantik. Tetapi dalam penggunaan bahasa dalam karya
sastra berbeda dengan bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari, kata-kata yang digunakan
dalam karya sastra adalah kata-kata hasil kreasi ekspresi penulisnya sendiri, biasa disebut
dengan bentuk idiosyncratic. Bahasa-bahasa yang tidak umum dalam bahasa ilmiah
maupun bahasa sehari-hari banyak ditemui dalam karya sastra. Penggunaan bahasa yang
alegoris dan metaforis pun banyak terdapat pada karya sastra, hal itu juga yang membuat
banyak karya sastra menarik dibaca dan dimaknai. Dibawah ini adalah contoh bahasa
alegoris dalam puisi “Aku” karya Chairil Anwar.

Kalau sampai waktuku

'Ku mau tak seorang 'kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

6
Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi!

Agar kita dapat memahami puisi tersebut, mengutip Roman Ingarden (dalam
bukunya Das Literische Kustwerk (1931)), perlunya memahami konsep strata makna
dalam sastra menjadi salah satu cara untuk memahami makna dari sebuah karya sastra.
Pada bahasa sastra memiliki dua lapis, yakni

1. Lapis bunyi / bentuk


2. Lapis makna, pada tataran lapis makna memiliki beberapa strata, yaitu:
a. Makna literal
b. Dunia rekaan pengarang
c. Dunia dari sudut pandang tertentu
d. Pesan metafisis

Maka dari itu perlunya pengetahuan ilmu semantik sebagai bekal awal untuk
memahami sastra dengan baik sebelum mengetahui tataran ilmu-ilmu lainnya seperti
semiotik, stilistika, dan heurmeneutik. Karya sastra juga telah kehilangan identitas sumber
tuturan, kepastian referen yang diacu, konteks tuturan yang secara pasti menunjang pesan
yang ingin direpresentasikan, dan keterbatasan tulisan itu sendiri dalam mewakili bunyi
ujaran. (Susilastri, 2020).6

6
Susilastri, D. (2020). Strata Norma Roman Ingarden dalam Apresiasi Puisi Roman Ingarden’s Norm
Strata in Poetry Appreciation. jurnal sains sosial dan humaniora, 3.

7
Menghadapi realitas akan kompleksitas makna dalam karya sastra, pembaca yang
ingin memahami karya sastra secara sungguh-sungguh dan benar tentunya juga harus
memahami ilmu tentang makna (semantik). Peran semantik sangat penting dalam kajian
sastra, terutama pada telaah makna dalam gaya bahasa (style) dan latar proses
kehadirannya. Hal ini sejalan dengan pandangan Saussure yang mengintroduksi istilah
signifiant, yakni gambaran bunyi abstrak dalam kesadaran, dan signifie, yakni gambaran
luar dalam abstrak kesadaran yang diacu oleh signifaint. Untuk sampai pada tahap
komunikasi, unsur signfiant harus memiliki wujud yang konkret serta memiliki relasi dan
kombinasi sesuai dengan sistem yang melandasinya. (Chaer , 1990).7

2.4 Hubungan Semantik dengan Linguistik


Sudah dibahas sebelumnya bahwa semantik merupakan salah satu cabang ilmu
linguistik. Tentu antara semantik dengan cabang ilmu linguistik lainnya memiliki
hubungan yang bisa dikatakan sangat dekat.

Seseorang yang melakukan komunikasi dengan orang lainnya tentu memiliki makna yang
ingin disampaikan dalam struktur bahasa yang diutarakan.

a. Tataran Fonologi

Fonologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bunyi bahasa. Dalam ilmu
fonologi, bunyi bahasa itu dapat membedakan makna. Contoh perbedaan bunyi bahasa
yang membedakan makna yaitu :

• Kata apel yang bermakna buah dengan kata apel yang bermakna upacara.
• Kata bisa yang bermakna dapat/mampu dan bisa yang bermakna racun dari ular.

b. Tataran Morfologi

Morfologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang morfem atau kata. Kata yang
sudah ditetapkan artinya dalam kamus tentu berbeda dengan kata yang sudah ditambahkan
kata lain didepannya. Sebagai contoh perhatikan kata dasar dan rangkaian kata lain berikut.

• Kaki

7
Chaer , A. (1990). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. jakarta: Rineka Cipta.

8
• Kaki meja
• Kaki gunung

c. Tataran Sintaksis

Kalimat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi merupakan kalimat


yang bermakna dan masuk akal bagi pembaca atau pendengar. Sebagai contoh :

• Katak yang berlari mengejar musang


• Wahyu memakan batu-bata
• Pimpinan menelan ludahnya sendiri

Dalam linguistik, semantik adalah subbidang yang dikhususkan untuk kajian tentang
makna, seperti yang melekat di tingkat kata, frasa, kalimat, dan unit yang lebih besar dari
wacana (disebut teks).

Daerah dasar kajian ini adalah arti dari tanda-tanda, dan kajian tentang hubungan
antara unit linguistik yang berbeda dan senyawa; homonim, polisemi, sinonim, antonim,
hipernim, hiponim, meronim, metonimia, holonim, paronim.

Perhatian utama adalah bagaimana makna menempel pada potongan yang lebih
besar dari teks, mungkin sebagai akibat dari komposisi dari unit yang lebih kecil dari
makna. Secara tradisional, semantik sudah termasuk kajian tentang arti dan referensi
denotatif, kondisi kebenaran, struktur argumen, peran tematik, analisis wacana.

a. Masalah pada Penamaan dan Pelabelan dalam Semantik Linguistik

Penamaan dan penafsiran sebuah objek lebih mudah dilakukan pada kelas kata benda
(nomina), tetapi akan terasa sulit pada kelas kata sifat (adjektiva) dan kerja (verba), kata
benda tidak nyata, kata benda abstrak, serta kata benda yang memiliki makna terkait
dengan lainnya.

1. Kesulitan pada nomina dan adjektiva

Contoh:

Kata adjektiva: cantik, terkenal, baik, jahat.

Kata verba: Berlari, bekerja, melihat, dan sebagainya.

9
Kata-kata ini dianggap sulit untuk menemukan karakteristik-karakteristiknya secara
terperinci. Misalnya pada kata "lari", seseorang harus membayangkan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan lari? Lalu, atribut apa sajakah yang terlibat dalam kegiatan berlari?
Apakah itu menggerakkan kaki atau tangan saja?

2. Kata benda yang tidak eksis di dunia nyata, kata benda imajiner

Contoh: kuda tanduk, tuyul, peri, dan lainnya.

Kata-kata benda tersebut merupakan contoh bahwa kata tidak selalu memiliki kaitan
makna dengan segala sesuatu yang kita alami di dunia nyata. Dalam kasus ini, sang
pengucap harus terlebih dahulu memisahkan dua jenis dunia yang terdapat di pikirannya,
yaitu antara dunia nyata dan dunia imajiner agar mendapatkan makna yang diinginkan.

3. Kata-kata yang tidak termasuk kata benda imajiner maupun fisik

Contoh: Cinta, benci, indah, dan lainnya.

Semua ini adalah kata benda, meski bersifat abstrak, dan biasanya kata-kata benda
tersebut berdampingan dengan kata benda lainnya.

4. Objek yang memiliki makna yang berbeda, tetapi merujuk pada objek yang
sama

Contoh: bintang pagi dan bintang sore.

Dua objek ini memiliki perbedaan dalam hal kenampakkan dan istilah, tetapi
merujuk pada objek yang sama.

5. Kata-kata yang secara visual bersangkutan dan objek-objek lainnya yang pernah
kita temui

Contoh: Bangku, bisa berkaitan dengan banyak jenis bangku dengan namanya masing-
masing.

Ada dua penjelasan mengenai hal ini:

• Yang pertama adalah "realist", yang berpendapat bahwa semua benda yang disebut
dengan nama yang sama memiliki properti yang sama – bahwa ada beberapa hal baku
mengenai bangku, bukit, ataupun rumah.
• Kedua, pandangan "nominalist", yang berpendapat bahwa setiap kata sama sekali
tidak terhubung dengan lainnya, atau mereka memiliki maknanya tersendiri.
10
6. Kata atau istilah yang memiliki kelas makna yang sudah sewajarnya

Contoh: Singa adalah singa, kucing adalah kucing, zat kimia, dan lainnya.

Akan tetapi, tidak semua kata yang kita kenal hanya terpaku pada satu macam
makna.

Contoh: Bloomfiled memaknai garam sebagai campuran zat NaCl. Namun, lazimnya kita
mengatakan garam adalah sesuatu yang digunakan untuk memasak sayur, telur dadar, atau
lainnya.

2.5 Hubungan Semantik dengan Antropologi


Semantik dan antropologi memiliki hubungan yang erat karena keduanya saling
berkaitan dalam memahami makna dan budaya manusia. Berikut adalah beberapa contoh
hubungan antara semantik dan antropologi:

a. Makna kata dan budaya:

1. Pilihan kata dan makna yang digunakan dalam suatu bahasa dapat mencerminkan
budaya dan nilai-nilai masyarakat penuturnya. Contohnya, kata "tamu" dalam bahasa
Indonesia memiliki makna yang lebih luas daripada kata "guest" dalam bahasa
Inggris. Kata "tamu" tidak hanya merujuk pada orang yang berkunjung ke rumah,
tetapi juga termasuk orang yang dihormati dan dihargai.
2. Antropolog mempelajari bagaimana makna kata dan ungkapan dibentuk oleh budaya
dan bagaimana hal itu memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap dunia.
Contohnya, penelitian Malinowski tentang suku Trobriand menunjukkan bahwa
bahasa mereka memiliki banyak kata yang berkaitan dengan kategori warna, yang
mencerminkan pentingnya warna dalam budaya mereka.

b. Klasifikasi dan sistem kategori:

1. Bahasa digunakan untuk mengklasifikasikan dan mengkategorikan objek, peristiwa,


dan konsep. Sistem klasifikasi ini dapat mencerminkan cara pandang masyarakat
terhadap dunia. Contohnya, suku Dani di Papua memiliki sistem klasifikasi yang
berbeda untuk warna daripada orang Barat.

11
2. Antropolog mempelajari bagaimana sistem klasifikasi dan kategori bahasa dibentuk
oleh budaya dan bagaimana hal itu memengaruhi cara masyarakat memahami dan
berinteraksi dengan dunia. Contohnya, penelitian Durkheim tentang suku Aborigin
Australia menunjukkan bahwa mereka memiliki sistem klasifikasi yang berbeda untuk
gender dan totem, yang mencerminkan struktur sosial dan kepercayaan mereka.

c. Peribahasa dan ungkapan:

1. Peribahasa dan ungkapan mengandung makna yang lebih dalam daripada arti
literalnya. Makna ini sering kali terkait dengan nilai-nilai dan kepercayaan budaya
masyarakat penuturnya. Contohnya, peribahasa "berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing" mengandung nilai tentang gotong royong dan kerjasama.
2. Antropolog mempelajari bagaimana peribahasa dan ungkapan mencerminkan nilai-
nilai dan kepercayaan budaya, dan bagaimana hal itu digunakan untuk
mensosialisasikan norma dan perilaku kepada anggota masyarakat. Contohnya,
penelitian Herskovits tentang suku Ashanti di Afrika menunjukkan bahwa mereka
memiliki banyak peribahasa yang berkaitan dengan kehormatan dan rasa hormat
kepada orang tua.8

Antropologi sebagai ilmu yang mengkaji manusia, khususnya tentang asal usul,
aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau memiliki
hubungan dengan bidang ilmu semantik. Semantik dianggap berkepentingan dengan
antropologi karena analisis makna pada sebuah bahasa melalui pilihan kata yang dipakai
penuturnya akan mendapatkan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya.

Contoh lain, di wilayah Kalimantan, kata butuh mengandung makna alat kelamin
laki-laki. Dengan demikian, jika kita bertutur dengan masyarakat Kalimantan atau di
wilayah Kalimantan, kita tidak akan mendengar penggunaan kata butuh seperti halnya
digunakan pada masyarakat di daerah lainnya. Masyarakat Kalimantan akan menggunakan
kata lain, seperti perlu untuk digunakan dalam tuturan dalam masyarakat itu. Demikian
juga halnya kita harus memilih kata lain untuk menyampaikan makna tersebut jika kita
berkomunikasi dengan masyarakat Kalimantan.

8
Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

12
2.6 Hubungan Semantik dengan Religi
Sejak Masa Nabi saw., telah banyak usaha yang dilakukan oleh paraulama
untuk mengungkapkan makna dan isi yang terkandung di dalamal-Qur’an. Banyak
metode-metode yang mereka gunakan untukmengungkap inti dan konsep-konsep yang
ditawarkan al-Qur’an.Metode-metode pentafsiran tersebut semakin berkembang dari
generasike generasi. Mulai dari era klasik dengan metode tafsir tematiknya, eramodern
dengan beragam metode tafsir mulai dari tafsir sastra, tafsir‘ilmi dan lainnya, hingga
era kontemporer dengan menggunakan metodelinguistik yang diadopsi dari keilmuan
Barat. Salah satu metodepentafsiran yang digunakan saat ini adalah metode semantik.
Semantiksendiri merupakan sebuah metode yang meneliti tentang makna-maknadan
konsep-konsep yang terdapat pada kata di dalam al-Qur’an denganmempelajari langsung
sejarah penggunaan kata tersebut, bagaimanaperubahan maknanya, dan pembentukan
konsep yang terkandung didalam kata tersebut. Semantik al-Qur’an menggunakan
pendekatansosio-linguistik untuk mengungkapkan pembentukan konsep
yangdikandung dalam sebuah kata di dalam al-Qur’an. Metode ini diawalidengan
penjelasan definisi kata, pengungkapan kesejarahan kata dariawal kata tersebut
diucapkan oleh masyarakat Arab hingga digunakandalam al-Qur’an, hubungan antara kata
tersebut dengan kata yang laindi dalam ayat maupun surah (munasabah), dan
menjelaskan konsep-konsep yang terkandung di dalamnya hingga membentuk
sebuahpandangan dunia al-Qur’an

Dalam bahasa, ada banyak kosakata yang memiliki sinonim, khususnya dalam
bahasa Arab. Meskipun kosakata itu memiliki makna yang hampir sama, penggunaan
kosakata itu bisa saja berbeda. Bidang semantik memahami jaringan konseptual yang
terbentuk oleh kata-kata yang berhubungan erat karena setiap kosakata pasti memiliki
hubungan dengan kosakata lainnya. Kitab suci umat muslim, misalnya. Dalam Alquran,
sering digunakan kata yang hampir memiliki kesamaan, tetapi memiliki titik tekanan
tersendiri. Jadi, bidang semantik merupakan jaringan kata-kata kunci khas yang secara
linguistik meniru dan menyerupai suatu sistem konsep kunci yang tiap-tiap tahapan
perkembangannya mengumpulkan sejumlah kata kunci tertentu di sekeliling dirinya dan
membentuk satu bidang semantik atau lebih.

13
BAB III P

ENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kajian tentang "Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain", dapat disimpulkan
bahwa studi semantik memiliki peran yang sangat penting dan relevan dalam berbagai
disiplin ilmu. Melalui interaksi pragmatik, filsafat, sastra, linguistik, antropologi, dan
religi, semantik memperluas pemahaman kita tentang makna, komunikasi, dan
pengetahuan manusia.

Dengan demikian, studi tentang hubungan semantik dengan ilmu lain mengungkapkan
kompleksitas dan relevansi pemahaman makna dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Pemahaman ini tidak hanya mendukung pengembangan teknologi, tetapi juga
memperkaya pemahaman kita tentang manusia, budaya, dan dunia secara lebih luas.
Dengan terus mengeksplorasi hubungan semantik dengan berbagai ilmu, kita dapat terus
mengembangkan wawasan yang lebih dalam tentang makna dan komunikasi dalam
konteks manusia dan kehidupan modern.

3.2 Saran
Dalam rangka memperdalam pemahaman tentang hubungan semantik dengan ilmu lain,
beberapa saran praktis dapat diusulkan:

1. Pengembangan kerjasama antara para ahli semantik dengan ilmuwan dari disiplin ilmu
lain.

2. Studi kasus yang menunjukkan integrasi antara semantik dan ilmu lainnya.

3. Forum diskusi dan kolaborasi antara para peneliti dan praktisi dari berbagai disiplin
ilmu.

Dengan mengadopsi saran-saran ini, diharapkan akan terjadi peningkatan dalam


pemahaman dan penerapan konsep semantik dalam berbagai disiplin ilmu, serta
terciptanya kolaborasi yang lebih erat antara para ahli dalam mencapai pemahaman yang
lebih holistik tentang makna, komunikasi, dan pengetahuan manusia.

14
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved from https://dosen.ikipsiliwangi.ac.id/wp-


content/uploads/sites/6/2018/03/SEMANTIK-2.pptx

Azima, F. (2017). Semantik Al-Qur'an (sebuah Metode Penafsiran). Tajdid: Jurnal Pemikiran
Keislaman dan Kemanusiaan.

Basyakrudin. (2016). Filsafat Bahasa sebagai Fundamen Kajian Bahasa. Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Medan, 4.

Chaer , A. (1990). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (1990). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Drs. Abdul Chaer dan Dr. Liliana Muliastuti, M. (n.d.). Hakikat Semantik.

Hubungan Semantik dengan Bidang Ilmu Lain. (n.d.). Retrieved from Kemdikbud:
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/638526/mod_resource/content/1/HU
BUNGAN%20SEMANTIK%20DENGAN%20ILMU%20LAIN.pdf

Idris, M. (2014). Hubungan Semantik Pragmatis.

Idris, M. (2014). Hubungan Semantik Pragmatis.

Kemdikbud. (n.d.). Retrieved from Hubungan Semantik dengan Bidang Ilmu Laiun:
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/638526/mod_resource/content/1/HU
BUNGAN%20SEMANTIK%20DENGAN%20ILMU%20LAIN.pdf

Koentjaraningrat. (1987). sejarah teori antropologi 1. Jakarta: UI Press.

Koentjaraningrat. (2010). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.

Muliastuti, D. A. (n.d.). Hakikat Semantik.

Pratama, C. D. (2020, 11 25). kompas. Retrieved from Kompas.com web site:


https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/25/155742069/kebudayaan-definisi-
dan-sifatnya?page=all#

Susilastri, D. (2020). Strata Norma Roman Ingarden dalam Apresiasi Puisi Roman Ingarden’s
Norm Strata in Poetry Appreciation. jurnal sains sosial dan humaniora, 3.

iii
Susilastri, D. (2020). Strata Norma Roman Ingarden dalam Apresiasi Puisi Roman Ingarden’s
Norm Strata in Poetry Appreciation. Jurnal Sains Sosial dan Humaniora, 3.

Yulianto, H. S. (2023, Oktober 13). Arti Semantik beserta Hubungannya dengan Linguistik.
Retrieved from Bola.com: https://www.bola.com/ragam/read/5421800/arti-semantik-
beserta-hubungannya-dengan-linguistik?page=2

iv

Anda mungkin juga menyukai