Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

KONSEP DASAR MAPEL BAHASA INDONESIA SD


(TEORI SINTAKSIS PADA ANAK SD)

DOSEN PEMBIMBING:
Ni Nyoman Ayu Suciartini S,Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3
1. Pande Made Ginaldi Putu Kita (07)
2. I Komang Gede Suryawan (09)
3. Sang Ayu Putu Indah Cahyani (16)
4. Ni Wayan Riska Novita Yani (17)
5. I Kadek Arya Septian (26)
6. I Kadek Esa Arinata (33)
7. Ni Komang Mira Nilayani (34)
8. Ni Made Santi Wahyuni (36)

UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR


FAKULTAS DHARMA ACARYA
PRODI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,
"Asmanvati riyate sam rabhadhvam
Uttisthata pra tarata sakhayah.
Atra jahama ye asan asevah
Sivan vayam uttaremabhi vajan".
Artinya :
Ya para sahabat, dunia yang penuh dosa dan kesedihan sedang lewat bagaikan sebuah sungai,
alirannya yang dihalangi oleh batu-batu besar yang berat. Tekunlah, bangkit dan
seberangilah, tinggalkanlah pengikut yang tak berbudi. Seberangilah sungai kehidupan itu
untuk pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran".

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha
Esa karena atas asung kertha waranugraha-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul "Teori Sintaksis Pada Anak SD" dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
demi memenuhi tugas dari Ibu Dosen Ni Nyoman Ayu Suciartini S.Pd.,M.Pd pada mata
kuliah Konsep Dasar Mapel Bahasa Indonesia SD, Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus
Sugriwa Denpasar. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang "Konsep Dasar Mapel Bahasa Indonesia SD".

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ni Nyoman Ayu Suciartini S, Pd.,M.Pd selaku
dosen mata kuliah Konsep Dasar Mapel Bahasa Indonesia SD. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang penulis tekuni. Penulis
mengucapkan terima kasih juga pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bangli, 1 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................................2
1.4. Metode Penelitian.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Sintaksis & Fungsi Sintaksis Dalam Kalimat...............................................3
2.2. Frasa............................................................................................................................9
2.3. Klausa.......................................................................................................................18
2.4. Kalimat......................................................................................................................30
2.5. Hasil Penelitian.........................................................................................................42
2.6. Solusi Pembelajaran Sintaksis Pada Anak SD..........................................................45

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan..............................................................................................................48
3.2. Saran........................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur
bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan
bahwa analisis sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu dalam
satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frasa,
klausa, kalimat, dan wacana. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa (Ramlan, 2001: 1).
Verhaar (2004:161) sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata
dalam tuturan. Tuturan adalah apa yang dituturkan orang. Salah satu tuturan adalah
kalimat. Kalimat adalah satuan yang merupakan suatu keseluruhan yang memiliki
intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhan itu. Sebuah kalimat tersebut dapat
terbentuk dari kata, frasa, dan klausa.
Frasa ialah satuan sintaksis yang dibentuk dari dua buah kata atau lebih dan hanya
mengisi satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Ramlan, 2001: 138). Menurut Sumarlam
(2003: 1) secara garis besar sarana komunikasi dibedakan menjadi dua macam yaitu
sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi yang berupa bahasa
tulis. Dengan demikian, wacana juga dibedakan menjadi dua, yaitu wacana lisan dan
wacana tulis. Menurut Sumarlam (2003: 16) Wacana tulis adalah wacana yang
disampaikan dengan bahasa tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis
maka sang penerima harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi
secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Sementara itu wacana lisan
adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat
menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima harus menyimak atau
mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi secara langsung antara
pembicara dengan pendengar. Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap hierarki
gramatikalnya sehingga dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang berupa
paragraf, kalimat, dan katanya membawa amanat lengkap (Kridalaksana, 2001: 231).

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan sintaksis dan fungsi sintaksis dalam kalimat?
2. Apa yang dimaksud dengan frasa dan bagaimana penggunaannya?
3. Apa yang dimaksud dengan klausa dan bagaimana penggunaannya?
4. Apa yang dimaksud dengan kalimat dan bagaimana penggunaannya?
5. Bagaimana pemahaman anak SD mengenai sintaksis?
6. Bagaimanakah solusi pembelajaran sintaksis yang tepat untuk anak SD?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui definisi Sintaksis
2. Untuk mengetahui fungsi Sintaksis dalam kalimat
3. Untuk mengetahui definisi frasa dan penggunaannya
4. Untuk mengetahui definisi klausa dan penggunaanya
5. Untuk mengetahui definisi kalimat dan penggunaannya
6. Untuk mengetahui solusi pembelajaran sintaksis yang tepat untuk anak SD

1.4. Metode Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang kami
gunakan adalah deskriptif kualitatif dimana metode ini bertujuan untuk memaparkan
fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat atau anak-anak tentang pemerolehan
sintaksis pada anak usia 8-12 tahun.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sintaksis
A. Pengertian Sintaksis
Istilah sintaksis secara langsung terambil dari Bahasa Belanda yaitu syntaxis. Dalam
Bahasa Inggris digunakan istilah syntaxis. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari
ilmu Bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frasa,
berbeda dengan morfologi yang membicarankan seluk beluk kata dan morfem,
B. Fungsi Sintaksis
Fungsi sintaksis dalam suatu kalimat yaitu sebagai semacam “kotak-kotak” atau
“tempat-tempat” dalam struktur sintaksis, yang kedalamannya akan diisikan
kategori-kategori tertentu. Kotak-kotak itu bernama subjek (S), predikat (P), objek)
(O), komplemen (Kom) dan keterangan (ket). Secara umum “kotak-kotak” fungsi
itu berbahasa urutannya bisa tidak sama.
S P (O/komp) (ket)
Dari bagian itu tampak bahwa secara formal fungsi S dan P harus selalu ada dalam
setiap klausa karena keduanya saling “berkaitan”. Dalam hal ini bisa dikaitkan,
bahwa S adalah bagian klausa yang menandai apa yang ditanyakan oleh
pembicaraan, sedangkan P adalah bagian klausa yang menandai apa yang
ditanyakan oleh pembicaraan mengenai S.
Contoh :
1. Jalan licin berbahaya
S P
2. Anak-anak berlari
S P
3. Kucing itu gemuk sekali
S P
S dan P dapat dibedakan dari ciri-ciri:
a) S selalu mendahului P. Contoh seperti pada (1), (2), dan (3)
Contoh lain :
4. Nenekku cantik sekali
S P

3
b) Secara morfologis P sering ditandai prefiks me, prefiks di, dan prefiks ber. Contoh :
5. Kucing itu melompat
S P
6. Kelakuannya ditertawakan (orang)
S P
7. Mereka bertengkar
S P
c) S diisi oleh konstituen yang takrif (T), sedangkan P diidi oleh konstituen yang tidak
takrif (TT). Contoh :
8. Iwan pelukis
T TT
9. Pelukis Iwan
TT T
10. Pelukis itu Iwan
T TT
Objek (O) adalah bagian dari verba yang menjadi predikat dalam klausa itu.
Kehadirannya sangat ditentukan oleh ketransitifan verba itu. Artinya, kalua verbanya
bersifat transitif maka objek itu akan muncul, tetapi kalua verbanya bersifat tak transitif
(intransitif) maka objek itu tidak aka nada. Contoh klausa (11) dan (12) mempunyai
fungsi objek, sedangkan contoh klausa (13) dan (14) tidak mempunyai objek.
11. Kakak menulis surat
S P O
12. Nenek melirik kakak
S P O
13. Kakak berlari
S P
14. Jalan licin berbahaya
S P
Verba menulis pada klausa (11) dan verba melirik pada klausa (12) adalah verba
transitif, sedangkan verba berlari pada klausa (13) dan verba berbahaya pada klausa
(14) adalah verba intransitif.
Dalam hal ini perlu dikemukakan adanya 2 macam objek, yaitu objek afektif dan objek
efektif. Objek afektif adalah objek yang bukan merupakan hasil perbuatan predikat.
Misalnya:
15. Nenek membaca komik
S P O afektif
16. Rudi menendang bola
S P O afektif

4
Sebaliknya, objek afektif adalah objek yang merupakan hasil perbuatan predikat.
Misalnya:
17. Ibu menanak nasi
S P O efektif
18. Nenek menulis surat
S P O efektif
Objek afektif komik pada klausa (15) dan objek afektif bola pada klausa (16) sebelum
perbuatan verba membaca dan menendang berlangsung sudah ada. Padahal objek efektif
nasi pada klausa (17) dan objek efektif surat pada klausa (18) sebelum verba menanak
dan menuis berlangsung belum ada.
Kehadiran objek ini dalam kasus-kasus tertentu dapat ditinggalkan, misalnya, karena
hubungan antara P dan O itu sudah merupakan kebiasaan. Contoh klausa (19) dan (20)
dapat diterima meskipun tanpa objek.
19. Nenek sudah makan Ꝋ
S P O
20. Sekretaris itu sedang mengetik Ꝋ
S P O
Keberterimaan klausa (19) adalah karena hubungan antara verba makan yang menjadi P
klausa itu dan nomina nasi yang menjadi objek afektifnyasudah merupakan kebiasaan.
Andai objeknya bukan nasi melainkan misalnya ketoprak, tentu objek itu harus hadir,
demikian juga hubungan antara verba mengetik yang menjadi P pada klausa (20) dan
nomina surat yang menjadi objek efektifnya sudah merupakan suatu kebiasaan. Andai
yang ditik bukan surat, melainkan skripsi, misalnya, tentu objeknya, yaitu skripsi harus
dihadirkan.
Komplemen (komp) atau pelengkap adalah bagian dari P verbal yang menjadikan P itu
menjadi lengkap. Kedudukannya mirip dengan O. Hanya bedanya kalau O keberadaannya
ditentukan oleh sifat verbanya yang transitif, sedangkan komp keberadaanya bukan
ditentukan oleh faktor ketransitifan, melainkan oleh faktor “keharusan” untuk melengkapi
P. berikut diberikan beberapa contoh klausa dengan komp
21. Suaminya menjadi polisi
S P komp
22. Perbuatan itu merupakan tindak kejahatan
S P komp
23. Botol itu berisi minyak
S P komp
24. Guru mengira dia anak baik
S P O komp
25. Ibu membelikan adik sepatu baru
S P O komp
5
Dalam tata Bahasa tradisional unsur sepatu baru lazim disebut sebagai objek kedua (O2).
Tetapi di sini dianggap sebagai komp karena yang namanya objek harus langsung berada
di belakang P dan harus dapat dijadikan S dalam klausa pasif. Padahal unsur sepatu baru
tidak berada langsung dibelakang P, dan tidak dapat menjadi S dalam klausa pasifnya,
berbeda dengan kalau P nya berupa verba membeli bukan membelikan, seperti tampak
dalam klausa (26) berikut :
26. Ibu membeli sepatu baru untuk adik
S P O ket. ben
Di sini unsur untuk adik berfungsi sebagai keterangan benafaktif (ket. bend) atau
keterangan pengguna/pemakai.
Unsur S,P,O dan komp merupakan inti klausa, sedangkan unsur ket merupakan bagian
luar inti klausa. Hal ini karena kedudukan ket yang dalam klausa lebih fleksibel, artinya
dapat berada pada awal klausa. Fungsi ket dapat merupakan, antara lain :
a. Keterangan waktu, yang menyatakan waktu terjadinya P. klausa-klausa berikut
memiliki ket waktu.
27. Tadi pagi kami tidak sarapan
ket. waktu S P
28. Kami akan datang nanti sore
S P ket. waktu
29. Sebelum magrib dia sudah pulang
ket. waktu S P
b. Keterangan tempat, yang menyatakan tempat kejadian, tempat berada, tempat asal,
maupun tempat tujuan. Simak contoh-contoh beriku :
30. Pertempuran terjadi di jalur Gaza
S P ket. tempat
31. Kami akan berangkat ke Medan
S P ket. tempat
32. Mereka baru berpulang dari Mekah
S P ket. tempat
c. Keterangan syarat, yakni yang menerangkan syarat terjadinya P. Misalnya :
33. Saya akan hadir bila diundang
S P ket. syarat
34. Kalau hujan saya tidak datang
ket. syarat S P
35. Kami mau menyebar asal ada buktinya
S P ket. syarat
d. Keterangan tujuan, yang menyatakan tujuan dari P. misalnya :
36. Dia tekun belajar agar lulus ujian
S P ket. tujuan

6
37. Baju itu dicuci supaya bersih
S P ket. tujuan
38. Kami datang untuk membantu
S P ket. tujuan
e. Keterangan alat, yang menyatakan alat yang digunakan dalam melakukan P.
Misalnya:
39. Adik menggambar dengan pensil
S P ket. alat
40. Dengan air dibersihkannya mobil itu
ket. alat P O
41. Kami membantu dengan doa
S P ket. alat
f. Keterangan perwatasan, yang menyatakan batas P. Misalnya :
42. Dia berjalan kaki sampai stasiun
S P ket. perwatasan
43. Mereka mengobrol hingga larut malam
S P ket. perwatasan
44. Dia membaca sampai halaman 200
S P ket. perwatasan
g. Keterangan perkecualian, yang menyatakan sesuatu yang tidak dilakukan P.
Misalnya:
45. Selain nomor lima, semua soal dapat dikerjakan
ket. perkecualian S P
46. Semua sudah hadir kecuali Amin dan Ali
S P ket. perkecualian
47. Kecuali bab X bab lain sudah kubaca
ket. perkecualian S P
h. Keterangan sebab, yakni yang menyatakan sebab terjadinya P. Misalnya :
48. Dia tidak datang karena sakit
S P ket. sebab
49. Karena terlambat dia dimarahi guru
ket. sebab S P
50. Kami kalah karena lawan lebih tangguh
S P ket. sebab
i. Keterangan perlawanan, yang menyatakan keadaan atau peristiwa yang berlawanan
dengan yang disebut dalam P. Misalnya :
51. Meskipun dilarang dia pergi juga
ket. perlawanan S P
52. Dia datang juga walaupun tidak diundang
S P ket. perlawanan
53. Biarpun sedikit, kami menyumbang juga
ket. perlawanan S P

7
j. Keterangan kualitas, yang menyatakan bagaimana atau dalam keadaan apa P itu
berlangsung. Misalnya :

54. Dia berjalan cepat


S P ket. kualitas
55. Kami membaca perlahan-lahan
S P ket. kualitas
56. Dengan gembira disambutnya kami
ket. kualitas P O
k. Keterangan kuantitas, yang menyatakan jumlah, derajat, kekerapan, atau
perbandingan akan P. Misalnya :
57. Dia membawa uang banyak sekali
S P O ket. kuantitas
58. Sudah berkali-kali dia terlambat
ket. kuantitas S P
59. Kedua anak itu sama benar seperti pinang dibelah dua
S P ket. kuantitas
l. Keterangan modalitas, yang menyatakan kepastian, kemungkinan, harapan, dan
kesangsian. Misalnya :
60. Barangkali dia sakit
ket. modalitas S P
61. Sudah tentu kami mau menolong
ket. modalitas S P
62. Ayahmu mau datang mustahil
S P ket. modalitas
Catatan :
1) Dalam tata bahasa tradisional ada dikenal istilah keterangan subjek dan keterangan
objek seperti “anak amat” dan “kaya dan cantik” dalam dua klausa berikut :
63. Ali anak amat makan nasi mentah
64. Dia mencari istri yang kaya dan cantik
Unsur “anak amat” dan “kaya dan cantik” tidak dianggap sebagai fungsi sintaksis
sendiri, melainkan dianggap sebagai bagian dari fungsi S dan fungsi O
2) Di dalam praktik berbahasa fungsi-fungsi keterangan itu dapat muncul sekaligus dua,
tiga fungsi atau lebih dalam satu klausa (kalimat)
Secara tradisional sering dikaitkan bahwa fungsi S dan fungsi P harus ada dalam sebuah
kalimat, fungsi O kehadirannya sangat tergantung pada faktor ketransitifan verba P,
fungsi ket boleh ada, boleh tidak. Namun teori Chafe (1970) kehadiran fungsi dan jenis
S, O dan ket sangat tergantung pada tipe verba P misalnya verba yang menyatakan
lokasi dan mengharuskan hadirnya ket yang menyatakan tempat. Jadi, ket tempat di
8
Jakarta harus hadir klausa verba P nya adalah tunggal, sehingga klausa menjadi “dia
tinggal di Jakarta”.

2.2. Frasa

Frasa adalah satuan sintaksis yang tersusun dari dua buah kata atau lebih, yang di dalam
klausa menduduki fungsi-fungsi sintaksis. Frasa dibentuk dari dua buah kata atau lebih
dan mengisi salah satu fungsi sintaksis. Simak bagan berikut :

S P O Ket
Adik saya suka makan kacang goreng di kamar
Semua fungsi klausa di atas diisi oleh sebuah frasa : fungsi S diisi oleh frasa adik saya,
fungsi P diisi oleh frasa suka makan, fungsi O diisi oleh frasa kacang goreng, dan
fungsi ket diisi oleh frasa di kamar.

Bahwa sebuah frasa bisa terdiri dari dua kata atau lebih yang dapat dibuktikan.
Misalnya frasa adik saya dapat menjadi adik saya yang bungsu, atau adik saya yang
baru saja menikah, atau adik saya yang tinggal di jalan Lembang Jakarta Pusat. Begitu
juga frasa kacang goreng, bisa menjadi sebungkus kacang goreng atau kacang goring
asin. Sedangkan frasa di kamar bisa menjadi di kamar ayah, di kamar tidur ayah, atau
juga di kamar belajar kakak.

Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frasa-frasa juga mempunyai kategori. Maka kita
mengenal adanya frasa nominal, seperti adik saya, sebuah meja, rumah batu dan rumah
makan, yang mengisi fungsi S atau fungsi O. Adanya frasa verbal, seperti suka makan,
sudah mandi, makan minum, tidak mau datang, dan belum menerima, yang mengisi
fungsi P. Adanya frasa ajektifal, seperti sangat indah, bagus sekali, merah muda,
sangat senang sekali, dan merah jambu yang mengisi fungsi P. Adanya frasa
preposisional seperti di pasar, ke Surabaya, dari gula dan ketan, kepada polisi dan
pada tahun 2007, yang mengisi fungsi Ket.

Sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis frasa juga mempunyai kategori, yaitu kategori
nominal pengisi fungsi S atau fungsi O, kategori verbal pengisi fungsi P, kategori
ajektifal pengisi fungsi P, dan kategori preposisional pengisi fungsi Ket. Di samping itu
dikenal pula adanya frasa numeral dan frasa adverbal.

9
Dilihat dari hubungan kedua unsurnya dikenal adanya frasa koordinatif dan frasa
subordinatif. Frasa koordinatif adalah frasa yang kedudukan kedua unsurnya sederajat.
Misalnya frasa nominal koordinatif adalah ayah ibu, kampong halaman, ayam itik,
utang piutang, dan sawah ladang. Frasa verbal koordinatif, contohnya makan minum,
jual beli, pulang pergi, hilir mudik dan belajar mengajar. Frasa ajektifal koordinatif
contohnya kuat sehat, jauh dekat, baik buruk, tua muda dan besar kecil. Sedangkan
frasa subordinatif adalah frasa yang kedudukan kedua unsurnya tidak sederajat, unsur
yang satu berstatus sebagai atasan dan yang lain sebagai bawahan. Contoh frasa
subordinatif yang berupa frasa nominal adalah sebuah mobil, mobil dinas, bukan mobil,
satai ayam, dan satai madura, yang berupa frasa verbal adalah tidak mandi, sedang
mandi, mandi pagi, belum makan, dan makan tangan dan yang berupa frasa ajektifal
adalah merah muda, jauh sekali, sangat jauh, hujau daun, dan tidak senang.

Dilihat dari keutuhannya sebagai frasa dikenal adanya frasa eksosentrik dan frasa
endrosentrik. Yang dimaksud dengan frasa eksosentrik adalah frasa yang hubungan
kedua unsurnya sangat erat, sehingga kedua unsurnya tidak bisa dipisahkan sebagai
pengisi fungsi sintaksis. Misalnya frasa di pasar, dari Medan, atau Sang Saka. Bahwa
kedua unsurnya sangat padu, kita bisa, misalnya menerima klausa.

Contoh : Ibu berjualan di pasar

Tetapi tidak bisa menerima klausa :

Contoh : Ibu berjualan di *

Ibu berjualan * pasar

Frasa endosentrik adalah frasa yang salah satu unsurnya dapat menggantikan
kedudukan keseluruhannya. Atau bila salah satu unsurnya ditinggalkan kedudukannya
sebagai pengisi fungsi sintaksis masih bisa diterima. Misalnya frasa mobil dinas, satai
kambing, dan ayam jantan. Bahwa bila salah satu unsurnya ditinggalkan, tetapi
kedudukannya masih bisa diterima, dapat kita lihat bahwa kedua klausa berikut
berterima.

Contoh : Beliau naik mobil dinas

Beliau naik mobil

10
Bagian yang tidak bisa dihilangkan dalam frasa endosentrik disebut inti frasa, dan
bagian yang dapat ditanggalkan disebut atribut frasa. Jadi, pada frasa mobil dinas,
unsur mobil adalah inti frasa, dan unsur dinas adalah atribut frasa.

Sedangkan satuan pengisi fungsi sintaksis frasa juga dapat berdiri sendiri dalam kalimat
jawaban singkat, seperti :

Contoh : Nenek saya (sebagai kalimat jawaban terhadap pertanyaan : siapa yang
membaca komik di kamar?)

Di kamar tidur (sebagai jawaban singkat terhadap kalimat tanya : di mana nenek
membaca komik?)

Secara lengkap kalimat di atas berbunyi :

Yang membaca komik di kamar adalah nenek saya

Nenek membaca komik di kamar tidur

Penyususnan Frasa

1. Penyususnan Frasa Nominal


Frasa nominal (FN) adalah frasa yang dapat mengisi fungsi subjek atau objek di dalam
klausa. Menurut strukturnya dapat dibedakan adanya frasa nominal koordinatif (FNK)
dan frasa nominal subordinatif (FNS).
I. Penyususnan Frasa Nominal Koordinatif (FNK)
FNK dapat disusun dari :
1) Dua buah kata berkategori nomina yang merupakan pasangan dari antonim
relasional. Contoh :
 ayah ibu
 pembeli penjual
 guru murid
2) Dua buah kata berkategori nomina yang merupakan anggota dari suatu medan
makna. Contoh :
 Sawah ladang
 Kampung halaman
 Tikar bantal

11
Makna gramatikal dari FNK adalah menyatakan ‘himpunan’ atau ‘gabungan’,
sehingga di antara kedua unsurnya secara eksplisit dapat disisipkan konjungsi dan.
Perhatikan :
 Ayah (dan) ibu
 Sawah (dan) ladang
 Penjual (dan) pembeli
Namun, makna gramatikal FNK, terutama yang kedua unsurnya merupakan dua
buah kata dari satu medan makna, banyak yang jadi meluas. Misalnya frasa pring,
mangkuk, bukan hanya bermakna ‘piring dan mangkuk’, tetapi juga bermakna
‘semua peralatan makan’ dan frasa ayam itik bukan hanya bermakna ‘ayam dan itik’
tetapi juga bermakna ‘semua binatang ternak’.
Catatan :
a) Ada yang menyatakan frasa-frasa jual beli, lalu lintas dan hitam putih termasuk
juga FNK karena dapat menduduki fungsi subjek atau objek. Namun, di sini dua
frasa pertama dianggap sebagai frasa verbal koordinatif, dan satu yang terakhir
dianggap frasa adjectival koordinatif.
b) Yang disebut frasa apositif seperti Fauzi Bowo, Gubernur DKI dalam kalimat,
“Fauzi Bowo, Gubernur DKI, berkantor di Jalan Medan Merdeka Selatan”,
sebenarnya juga termasuk FNK karena ‘kedua unsurnya dapat saling
menggantikan. Hanya keduanya bersifat saling menjelaskan.
II. Penyususnan Frasa Nominal Subordinatif (FNS)
Frasa nominal subordinatif dapat disusun dari nomina + nomina (N + N), nomina +
verba (N + V), nomina + adjektifa (N + A), adverbia + nomina (Adv + N), nomina
+ adverbia (N + Adv), nomina + numeralia (N + Num), numeralia + nomina (Num
+ N), dan nomina + demonstratifa (N + Dem).
a) FNS yang berstruktur N + N
Sejauh ini yang berstruktur N + N memiliki makna gramatikal :
 milik
 asal bahan
 asal tempat
b) FNS yang berstruktur N + V
FNS yang berstuktur N + V sejauh ini memiliki makna gramatikal :
 Tempat
 Kegunaan
12
 Yang di…
c) FNS yang berstruktur N + A
Sejauh ini FNS yang berstruktur N + A memiliki makna gramatikal:
 Keadaan
 Derajat
 Rasa, bau
d) FNS yang berstruktur Adv + N
FNS yang berstuktur Adv + N sejauh ini memiliki makna gramatikal yang
tergantung pada jenis adverbianya. Sejauh ini makna gramatikal yang ada adalah
makna :
 Ingkar
 Kuantitas
 Batas
e) FNS yang berstruktur N + Adv
Sejauh ini FNS yang berstruktur N + Adv hanya bermakna gramatikal
‘pembatasan’. Dalam hal ini hanya ada sebuah adverbia pembatasan yaitu saja.
Contoh :
 Air saja (tak ada yang lain)
 Uang saja (bukan benda lain)
 Dia saja (orang lain tidak ada)
f) FNS yang berstruktur Num + N
FNS yang berstruktur Numeral + N memiliki makna gramatikal :
 Banyaknya
 Himpunan
g) FNS yang berstuktur N + Num
FNS yang berstruktur N + Num memiliki makna gramatikal ‘tingkat’, dapat
disusun apabila N-nya memiliki komponen makna (+terhitung) dan
numeralianya memiliki komponen makna (+tingkat). Contoh :
 Juara kedua
 Kursi ketiga (dari kiri)
 Rumah kelima (dari sini)
h) FNS yang bersrtuktur N + Dem

13
FNS yang berstruktur N + Demonstratifa memiliki makna gramatikal ‘penentu’,
dapat disusun apabila N-nya memiliki komponen makna (+benda umum) dan
unsur kedua berkategori pronominal demonstratifa (ini,itu). Contoh :
 Anak itu
 Topi ini
 Mereka itu

2. Penyusunan Frasa Verbal


Frasa verbal adalah frasa yang mengisi atau menduduki fungsi predikat pada sebuah
klausa. Dilihat dari kedudukan di antara kedua unsur pembentuknya dibedakan adanya
frasa verbal koordinatif (FVK) dan frasa verbal subordinatif (FVS).
A. Penyusunan Frasa Verbal Koordinatif (FVK)
Frasa verbal koordinatif dapat disusun dari :
a. Dua buah kata berkategori verbal yang merupakan anggota dari antonim
relasional, dan memiliki makna gramatikal ‘menggabungkan’ sehingga di antara
keduanya dapat disisipkan kata ‘dan’. Contoh :
 Tambah kurang
 Jual beli
 Pulang pergi
b. Dua buah kata berkategori verba yang merupakan anggota dari satu medan
makna dan memiliki makna gramatikal ‘menggabungkan’ sehingga di antara
kedua unsurnya dapat disisipkan kata ‘dan’. Contoh :
 Makan minum
 Usap raba
 Peluk cium
B. Penyusunan Frasa Verbal Subordinatif (FVS)
Frasa verba subordinatif dapat disusun dari :
a. FVS yang berstruktur Adv + V
FVS yang berstruktur Adv + V memiliki makna gramatikal :
 Ingkar
 Frekuensi
 Kuantitas

14
b. FVS yang berstruktur V + Adv
FVS yang berstruktur V + Adv memiliki makna gramatikal :
 Berulang
 Ikut serta
c. FVS yang berstruktur V + N
FVS yang berstruktur V + N memiliki makna gramatikal ‘alat’, dapat disusun
apabila unsur pertama berkategori verba yang memiliki komponen makna (+
tindakan) atau (+ perbuatan), sedangkan unsur kedua berkategori nomina yang
memiliki komponen makna (+ alat). Contoh :
 Terjun paying
 Lempar cakram
 Lompat galah
d. FVS yang berstruktur V + A
FVS yang berstruktur V + A memiliki makna gramatikal ‘keadaan’ atau ‘sifat’
dapat disusun apabila unsur pertama berkategori verba yang memiliki komponen
makna (= tindakan) atau (+ perbuatan), sedangkan unsur kedua berkategori
ajektifa yang memiliki komponen makna (+ keadaan) atau (+ sifat). Contoh :
 Lompat jauh
 Loncat indah
 Terjun bebas
3. Penyusunan Frasa Ajektifal (FA)
Frasa ajektifal adalah frasa yang mengisi atau menduduki fungsi predikat dalam sebuah
klausa ajektifal. Dilihat dari kedudukan kedua unsurnya dibedakan adanya frasa ajektifa
koordinatif (FAK) dan frasa ajektifa subordinatif (FAS).
A. Penyususnan Frasa Ajektifa Koordinatif (FAK)
Frasa ajektifa koordinatif dapat disusun dari :
a. Dua buah kata berkategori ajektifa yang merupakan anggota dari antonim
relasional dan memiliki makna gramatikal ‘pilihan’, sehingga di antara
keduanya dapat disisipkan kata atau. Contoh :
 Baik buruk
 Tua muda
 Jauh dekat
Catatan :

15
Untuk bentu (kata) yang tidak mempunyai pasangan antonim, digunakan rumus :
tidaknya. Contoh :
 Laku tidaknya
 Habis tidaknya
b. Dua buah kata berkategori ajektifa yang merupakan anggota dari pasangan
bersinonim dan memiliki makna gramatikal ‘sangat’. Contoh :
 Tua renta
 Terang benderang
 Cantik molek

Catatan :
Selama ini bentuk-bentuk seperti renta, bugar, belia dan benderang disebut sebagai
morfem unik. Namun beberapa waktu terakhir bentuk renta sudah lazim digunakan
dengan arti ‘tua’ bentuk benderang sudah digunakan dengan arti ‘terang’ dan
bentuk bugar digunakan dengan arti ‘segar’. Bahkan dalam Bahasa Malaysia bentuk
belia digunakan sebagai padanan kata Indonesia muda.
c. Dua buah kata berkategori ajektifa yang maknanya sejalan tidak bertentangan
dan memiliki makna gramatikal ‘himpunan’ sehingga di antara keduanya dapat
disisipkan kata dan. Contoh :
 Bulat panjang
 Gemuk pendek
Catatan :
Ada sejumlah FAK kelompok ini yang secara eksplisit harus disisipkan kata dan.
Contoh:
 Aman dan damai
 Ramah dan sopan
d. Dua buah kata berkategori ajektifa yang maknanya tidak sejalan (bertentangan)
dan memiliki makna ‘berkebalikan’ sehingga di antara kedua unsurnya harusnya
disisipkan kata tetapi. Contoh :
 Murah tetapi bagus
 Besar tetapi jelek
B. Penyusunan Frasa Ajektifal Subordinatif (FAS)
Frasa ajektifal subordinatif disusun dengan struktur :

16
a. FAS yang berstruktur A + N dan memiliki makna gramatikal ‘seperti’ apabila
unsur pertama per kategori ajektifal dan memiliki komponen makna (+ warna)
dan unsur kedua berkategori nomina dan memiliki komponen makna (+
perbandingan) sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata seperti
warna. Contoh :
 Merah darah
 Kuning emas
 Hijau daun
b. FAS yang berstruktur A + A dan memiliki makna gramatikal ‘jenis warna’ dapat
disusun dari :
i. Unsur pertama berkategori ajektifa dan berkomponen makna (+ warna)
dan unsur kedua berkategori ajektifa dan berkomponen makna (+ cahaya).
Contoh:
 Merah terang
 Biru gelap
 Putih kelabu
ii. Unsur pertama berkategori ajektifa dan memiliki komponen makna (+
warna ) sedangkan unsur kedua berkategori ajektifa dan berkomponen
makna (+ warna) dan (+ benda). Contoh :
 Putih kebiru-biruan
 Kuning kehijau-hijauan
 Merah kebiru-biruan
c. FAS yang berstruktur A + V dan bermakna gramatikal ‘untuk’ dapat disusun
apabila unsur pertama berkategori ajektifa dan memiliki komponen makna (+
sikap batin) sedangkan unsur kedua berkategori verba dan memiliki komponen
makna (+ tindakan) atau (+ kejadian). Contoh :
 Berani datang
 Takut pulang
 Malu bertanya
d. FAS yang berstruktur Adv + A dan memiliki makna gramatikal ‘ingkar’ dapat
disusun apabila unsur pertama berkategori adverbial yang berkomponen makna
(+ ingkar) dan unsur yang kedua berkategori ajektifa dan berkomponen makna
(+ keadaan) atau (+ sikap batin). Contoh :
 Tidak takut
17
 Tidak malas
 Tidak malu
Catatan :
Adverbial ingkar bukan dapat juga mendampingi ajektifa kalau frasa ajektifal itu
diikuti oleh klausa pembetulan. Contoh :
 Bukan hijau, (melainkan biru)
 Bukan bodoh, (hanya malas)
 Bukan marah, (melainkan menegur)
e. FAS yang berstruktur Adv + A dan bermakna gramatikal ‘derajat’ dapat disusun
apabila unsur pertama berkategori adverbial dan berkomponen makna (+
derajat) atau (+ tingkat) sedangkan unsur kedua berkategori ajektifa dan
berkomponen makna (+ keadaan) atau (+ sifat). Contoh :
 Sangat indah
 Kurang bagus
 Lebih buruk
f. FAS yang berstruktur A + Adv dan bermakna gramatikal ‘sangat’ atau ‘tingkat
superlatif’ dapat disusun apabila unsur pertama berkategori ajektifa dan
bermakna gramatikal (+ keadaan) sedangkan unsur kedua berkategori adverbial
dan berkomponen makna (+ paling) dalam bentuk kata sekali. Contoh :
 Indah sekali
 Merah sekali

2.3. KLAUSA
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frasa dan di bawah satuan
kalimat, berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam
konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat;
dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagainya. Selain fungsi
subjek yang harus ada dalam konstruksi klausa itu, fungsi subjek boleh dikatakan wajib
ada, sedangkan yang lain bersifat tidak wajib.
Kalau kita bandingkan konstruksi kamar mandi dan nenek mandi, maka dapat dikatakan
konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar
dengan komponen mandi tidaklah bersifat predikatif. Sebaliknya konstruksi nenek
mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dan komponen mandi

18
bersifat predikatif. Nenek adalah pengisi fungsi subjek dan mandi pengisi fungsi
predikat.
Klausa, karena memiliki fungsi S dan fungsi O, serta fungsi-fungsi lain berpotensi
menjadi sebuah kalimat tunggal lengkap apabila kepadanya diberikan intonasi final atau
intonasi kalimat kata dan frasa juga mempunyai potensi menjadi kalimat apabila
kepadanya diberi intonasi final. Namun, kata dan frasa hanya bisa menjadi kalimat
minor (kalimat tidak lengkap), sedangkan klausa menjadi sebuah kalimat mayor
( kalimat mayor).
Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori dan tipe kategori yang menjadi
predikatnya. Maka kita dapat menyebut adanya:
a. Klausa Nominal, yakni klausa yang predikatnya berkategori nominal.
Contoh:
1. Kakeknya Orang batak
S P
2. Ibunya Kepala SD Di Bekasi
S P Ket.
3. Flu Burung itu Penyakit Berbahaya
S P
b. Klausa verbal, yakni klausa yang predikatnya berkategori verbal. Lalu, karena secara
gramatikal dikenal adanya beberapa tipe verba maka dikenal adanya:
- Klausa verbal transitif, yakni yang predikatnya berupa verba transitif, seperti:
4. Nenek Pembaca Komik
S P O
5. Kakek Menulis Surat
S P O
6. Kakak Mengerjakan PR
S P O

- Klausa verbal intrasitif, yakni klausa yang predikatnya berupa verba instrasitif,
misalnya:
7. Anak-anak berlari
S P
8. Murid-murid menyanyi
S P
9. Kapal itu tenggelam
S P
c. Klausa ajektifal, yakni klausa yang predikatnya berkategori ajektifa. Misalnya:
10. Nenekku masih cantik
S P
11. Tiang bendera itu tinggi sekali
S P
12. Warnanya biru kehitam-hitaman

19
S P
d. Klausa preposisional, yakni klausa yang predikatnya berkategori preposisi. Misalnya:
13. Nenek ke medan
S P
14. Kakek dari pasar
S P
15. Ayah di kantor
S P
e. Klausa numeral, yakni klausa yang predikatnya berkategori numeralia. Misalnya:
16. Simpanannya lima juta
S P
17. Yang hadir tidak banyak
S P
18. Kucingnya dua ekor
S P

Catatan:
1. Klausa preposisional dan klausa numeral lazim digunakan dalam bahasa ragam
nonformal. Dalam ragam formal contoh (77) dan (80) menjadi:
a. Nenek pergi ke Medan
S P Ket
b. Simpanannya ada lima juta
S P Ket
2. Bila dilihat dari kedudukannya di dalam kalimat dapat dibedakan adanya klausa bebas
dan klausa terikat. Yang dimaksud klausa bebas adalah klausa yang mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat bebas, seperti pada contoh-contoh di atas. Kemudian,
yang dimaksud dengan klausa terikat adalah klausa yang tidak mempunyai potensi
menjadi kalimat bebas. Klausa terikat biasanya diawali dengan konjungsi
subordinatif. Contoh:
a. Dia datang ketika kami sedang makan
Klausa bebas klausa terikat

b. Meskipun dilarang ayah dia pergi juga


Klausa terikat klausa bebas
Keterangan:
Konjungsi Subordinatif
Ketika Meskipun

PENYUSUNAN KLAUSA

20
Klausa adalah satuan sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, di dalam satuan atau
konstruksi itu terdapat sebuah predikat, bila di dalam satuan tidak terdapat predikat, maka
satuan itu bukan sebuah klausa.
Kedudukan predikat ini sangat penting, sebab jenis dan kategori dari predikat itulah yang
menentukan hadirnya fungsi subjek ( S), fungsi objek (O), fungsi pelengkap, dan sebagainya.
Umpamanya predikat yang berupa verba membaca akan memunculkan sebuah subjek (S)
yang berkomponen makna (+ manusia) dan sebuah objek (O) yang berkomponen makna (+
bacaan). Simak kalimat berikut:
- Pak Lurah membaca koran
(+ manusia) (+ manusia)
(+ bacaan) (+ bacaan)
Verba membacakan yang memiliki komponen makna (+ manusia) dan (+ pelengkap) akan
memunculkan sebuah fungsi S yang berkomponen makna (+ manusia). Sebuah fungsi obejk
yang berkomponen makna (+ manusia) dan (+ penerima), serta sebuah pelengkap yang
berkomponen makna (+ bacaan). Simak contoh berikut:
- Ayah membacakan adik cerita lucu
S P O Pel
( + manusia) ( + manusia)
( + pemberi) (+ penerima)
( + bacaan) ( + bacaan)
Contoh lain, verba mendarat yang berkomponen makna (+ manusia) dan (+ tempat) akan
memunculkan sebuah fungsi S yang berkomponen makna (+ manusia) dan sebuah keterangan
tempat (Ket. Tempat). Perhatikan contoh berikut:
- Pasukan marinir itu mendarat di pantai carita
S P O
(+ manusia) (+ manusia)
(+ tempat) (+ tempat)
Satu contoh lagi, verba terjadi yang memiliki komponen makna (+ peristiwa), (+ waktu), dan
(+ tempat) akan memunculkan sebuah S yang berkomponen makna (+ kejadian), sebuah
fungsi Ket. Yang berkomponen makna (+ waktu), dan sebuah fungsi Ket. Yang berkomponen
Tabrakan itu terjadi tadi malam di jalan solo
S P Ket Ket
(+ peristiwa) (+ kejadian)
(+ waktu) (+ waktu)

21
(+ tempat) (+ tempat)
Jadi, berbeda dengan konsep tradisional yang menyatakan fungsi yang harus ada pada sebuah
kalimat (klausa) adalah fungsi S dan P, maka di sini mengikuti konsep Chafe (1971), fungsi
Ket. Pun wajib hadir apabila fungsi P-nya menghendaki.
Kemudian, berdasarkan kategori yang mengisi fungsi P itu dapat dibedakan adanya:
1. Klausa verbal.
2. Klausa nominal.
3. Klausa ajektifal.
4. Klausa preposisional.
5. Klausa numerial.
Bagaimana penyusunannya akan dibicarakan berikut ini.
1. Penyusunan Klausa Verbal
Secara sistematik ada tiga buah jenis verba, yaitu verba tindakan, verba kejadian, dan
verba keadaan. Dengan demikian kita dapat membedakan tiga klausa verbal, yaitu klausa
verba tindakan, klausa verba kejadian, dan klausa verba keadaan.
Kemudian klausa verba tindakan bisa dibedakan pula atas Klausa Verba Tindakan
Bersasaran Tak Berpelengkap, Klausa Verba Tindakan Bersasaran berpelengkap, dan
Klausa Tindakan Tak bersasaran
a. Klausa Verba Tindakan Bersasaran Tak Berpelengkap
Klausa tindakan bersasaran tak berpelengkap dapat disusun dari sebuah verba
berkomponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran), sehingga klausanya memiliki
fungsi sintaksis S,P, dan O. Dalam hal ini komponen makna V yang mengisi fungsi P
harus sejalan dengan komponen makna yang dimiliki fungsi S dan fungsi O. Contoh:
- Pak Lurah membaca koran
S P O
(+ manusia) (+ manusia)
(+ bacaan) (+ bacaan)
- Kucing itu makan dendeng
S P O
(+ makhluk) (+ makhluk)
(+ makanan) (+ makanan)
Contoh lain:
- Petani itu mencangkul ladang.
- Mahasiswa sedang mengerjakan tugas.

22
- Polisi menangkap pencuri.
- Adikku membawa setumpuk buku.
Secara tradisional verba dalam klausa tindakan bersusun tak berpelengkap ini
disebut verba monotransitif.
b. Klausa Verba Tindakan Bersasaran Berpelengkap
Klausa tindakan bersasaran berpelengkap dapat disusun dari sebuah verba
berkomponen makna (+ tindakan), (+ sasaran), dan (+ pelengkap); sehingga
klausanya memiliki fungsi S, P, O, dan PEL. Dalam hal ini tentu saja komponen
makna yang dimiliki P harus sejalan dengan komponen makna yang dimiliki fungsi-
fungsi lain. Contoh:
- Saya membukakan ayah pintu
S P Pel O
(+ manusia) (+ manusia)
(+ pembuka) (+ dibukakan)
(+ bukaan) (+ bukaan)
Contoh lain:
- Ibu membacakan adik cerita horor.
- Kakak membelikan ayah sebungkus rokok.
- Bibi menyuapi adik nasi tim.
Secara tradisional verba dalam klausa tindakan bersasaran berpelengkap disebut verba
bitransitif. Verba jenis ini dalam bahasa Indonesia jumlahnya tidak banyak verba ini
berciri, pada sebuah verba yang sebenarnya sudah berstatus transitif dibubuhi pula
sufiks -kan atau sufiks -i. Simak!
- Membeli membelikan
(transitif) (bitransitif)
- Membaca membacakan
(transitif) (bitaransitif)
Namun banyak pula verba yang sudah transitif bila diberi sufiks -kan atau -i tidak
menjadi bitransitif, melainkan tetap saja monotransitif, sebab -kan di situ merupakan
bentuk singkat dari preposisi akan.
Contoh:
- Mengiring mengiringi
(transitif) (transitif)

23
- Menjual menjualkan
(transitif) (transitif)
c. Klausa Verba Tindakan Tak Bersasaran
Klausa verba tindakan tak bersasaran dapat disusun dari sebuah verba yang memiliki
komponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran); sehingga klausanya hanya memiliki
fungsi S dan fungsi P. Dalam hal ini tentu saja komponen makna yang dimiliki P
sejalan dengan komponen makna yang dimiliki S. Contoh:
- Anak-anak itu menari.
- Anjing itu menggonggong.
- Mereka sedang berlibur di bali.
d. Klausa verba kejadian
Klausa verba kejadian dapat disusun dari predikat verbal yangmemiliki komponen
makna (+ kejadian). Dalam hal fungsi sintaksis yang wajib hadir adalah fungsi S dan
fungsi P. Fungsi S berupa nomina yang mengalami kejadian seperti disebutkan oleh
predikat.
Contoh:
- Kompor gas baru itu meledak
S P
Yang mengalami kejadiankejadian
Contoh lain:
- Tanggul sungai Bengawan solo jebol.
- Gunung merapi meletus bulan lalu.
- Lereng di sepanjang jalan itu longsor.
e. Klausa verbal keadaan
Klausa verbal keadaan dapat disusun dari predikat verbal yang memiliki komponen
makna (+ keadaan). Dalam hal ini fungsi sintaksis yang munculhanyalah fungsi S dan
fungsi P. Fungsi S berupa nomina yang mengalami keadaan seperti yang disebutkan
oleh predikat. Contoh:
- Kami malu dengan kejadian semalam
S P
Yang mengalami keadaan
Contoh lain:
- Sudah sebulan ini rumah itu kosong.

24
- Pintu kamarnya terbuka.
- Badannya menggigil kedinginan.

2. Penyusunan Klausa Nominal


Klausa nominal hanya memiliki fungsi wajib S dan P. Klausa nominal ini dapat disusun
dari fungis S yang berupa ka ta atau frasa berkategori nomina dan P yang berupa kata
atau frasa berkategori nomina. Klausa nominal, antara lain, dapat disusun kalau:
(1) Nomina yang mengisi fungsi S merupakan jenis (spesifik) dari nomins pengisi
fungsi P (generik). Contoh:
- Anjing itu binatang
S P
- Kakap itu ikan
S P
- Rumah adalah bangunan tempat tinggal
S P
- Anggora itu kucing
S P
- Mobil itu kendaraan darat
S P
Catatan:
a. Demostrativa itu atau ini menjadi penanda sebuah subjek.
b. Batas antara S dan P yang hanya berupa kata atau frasa singkat boleh diberi
kopula adalah boleh juga tidak. Bila S atau P berupa frasa yang cukup panjang
perlu disisipi kopula adalah itu. Simak!
- Rumah adalah bangunan tempat tinggal
S P
- Yang harus kita lakukan sekarang ini adalah pembangunan
S P
(2) Nomina yang mengisi fungsi S mempunyai nama pada nomina pengisi fungsi P.
Contoh:
- Petani itu Pak Ridwan
S P
- Kucing itu Si Manis
S P
- Pemain bola itu Abdul Kadir
S P
- Komandan batalion itu Kolonel Ali
S P
- Kepala sekolah kita Bu Susilowati
S P

25
Catatan:
a. Di sini fungsi S harus diisi oleh kategori N yang bersifat definit, misal,
dengan diberi demonstrativa ini atau itu.
b. Batas antara S dan P boleh diberi kopula adalah boleh juga tidak jika
berupa kata atau frasa yang cukup panjang sebaiknya diberi kopula adalah
itu.
(3) Nomina pengisi fungsi P adalah profesi (jabatan, pekerjaan) bagi nomina pengisi
fungsi S. Contoh:
- Ibunya dokter gigi di puskesmas
S P
- Dahulu ayahnya kepala SMP di jakarta
S P
- Dia jaksa di kota kecil di Sumatra
S P
- Ayah kami buruh harian di Jakarta
S P
- Temanku pengacara di Bali
S P
Catatan: Di antara S dan P dapat disisipkan kopula adalah atau jadi (menjadi)
sebagai batas penjelas fungsi S dan P itu. Simak!

- Ibunya adalah dokter gigi di puskesmas itu


Menjadi

- Temanku adalah pengacara di Bali


Jadi

(4) Nomina pengisi fungsi P adalah relasi bagi nomina pengisi fungsi S. Contoh:
- Orang yang botak itu paman saya
S P
- Dokter di puskesmas itu ibu saya
S P
- Mereka itu murid Pak Rahmat
S P
- Wanita tua di sana nenek si komar
S P
- Pemuda itu menantu Pak Camat
S P
Catatan:

26
Di antara fungsi S dan fungsi P disisipkan kopula adalah untuk lebih jelas
memberi batas pada S dan P tersebut.
(5) Nomina pengisi fungsi S mempunyai ciri atau sifat khas yang disebutkan oleh
nomina pengisi fungsi S. Contoh:
- Ubur-ubur binatang air
S P
- Gajah binatang berkelompok
S P
- Kalong itu pelabuhan malam
S P
- Teluk bayur binatang alam
S P
- Kereta api kendaraan murah
S P
Catatan:
Diantara fungsi S dan fungsi P dapat disisipkan kopula adalah atau meruapakn.
Simak!

adalah
Ubur-ubur Merupakan binatang air

adalah
- Kereta api kendaraan murah
Merupakan
Sebagai catatan keseluruhan klausa nominal, kata pemisah mana yang bisa digunakan adalah,
menjadi (jadi), atau merupakan dapat disimak pada contoh-contoh berikut!

Adalah
- Orang itu *Menjadi paman saya
*merupakan

Adalah
- ibunya menjadi dokter gigi di sana
*merupakan

Adalah
- Gedung ini *menjadi bantuan pemda
merupakan

3. Penyusunan Klausa Ajektifal

27
Klausa ajektifal memiliki fungsi wajib S dan P. Klausa ajektifal dapat disusun dari fungsi
S yang berkategori N dan fungsi P yang berkategori A. Klausa ajektifal ini dapat disusun
kalau :
(1) Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+ keadaan fisik).
Contoh:
- Gadis itu tinggi sekali
S P
- Anak itu sangat kurus
S P
- Rumah beliau cukup besar
S P
- Rumah kami jauh dari sini
S P
- Mobil pejabat itu sangat mewah
S P
(2) Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+ sifat batin).
Contoh:
- Mereka itu tidak jujur
S P
- Murid-murid itu memang malas
S P
- Pemuda Desa itu sangat berani
S P
- Mereka riang gembira
S P
- Suaminya kurang sopan
S P
(3) Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+ perasaan batin).
Contoh:
- Dia cemburu pada saya
S P
- Kami khawatir dengan keadaanmu
S P
- Mereka bingung dengan peraturan itu
S P
- Saya tidak benci kepadanya
S P
- Beliau marah kepada kamu
S P
4. Penyusunan Klausa Preposisional
Klausa preposisional adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frasa preposisional.
Contoh:

28
- Ibu dan ayah ke Pasar
S P
- Mereka dari Medan
S P
- Ayah dan kakek di Kampung
S P
- Uangnya di bank
S P
Klausa preposisional ini lazim digunakan dalam bahasa ragam lisan dan ragam bahasa
nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan diisi oleh sebuah verba dan frasa
perposisinya menjadi fungsi keterangan. Simak!
- Ibu dan ayah pergi ke Pasar
S P Ket
- Mereka datang dari Medan
S P Ket
- Ayah dan kakek berada di Kampung
S P Ket
- Uangnya disimpan di bank
S P Ket
5. Penyusunan Klausa Numeral
Klausa numeral adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frasa numeral. Contoh:
- Gajinya dua juta sebulan
S P
- Uangnya seratus ribu rupiah
S P
- Anak Pak Amat lima orang
S P

- Mobil pejabat itu empat buah


S P
- Luas kebunnya seribu meter
S P
Sama dengan klausa preposisional, klausa numeral juga lazim digunakan dalam bahasa
ragam lisan dan bahasa ragam nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan diisi oleh
sebuah verba; dan frasa numeral berubah fungsi menjadi keterangan. Simak!
- Gajinya ada dua juta sebulan
S P Ket
- Uangnya sebesar seratus ribu rupiah
S P Ket
- Luas kebunnya adalah seribu meter
S P Ket
- Anak Pak Amat berjumlah lima orang
S P Ket

29
Klausa Bebas dan Klausa Terikat
Klausa-klausa yang disusun di atas adalah klausa utuh dan bebas. Sebagai klausa utuh.
Artinya, fungsi-fungsi sintaksis yang harus dimilikinya adalah lengkap. Lalu, sebagai kalusa
bebas, maka kalau diberi intonasi final akan menjadi sebuah kalimat bebas, kalimat yang
dapat berdiri sendiri, dan tidak terikat pada kalimat lain.
Di dalam praktik berbahasa klausa-klausa itu saling berkaitan dan saling berhubungan satu
sama lain, sehingga ada kemungkinan adanya klausa yang unsur-unsurnya tidak lengkap, atau
menjadi sebuah klausa yang tidak bebas. Misalnya dalam kalimat:
- Saya akan datang kalau di undang.
Kalimat tersebut terdiri dari 2 buah klausa, yaitu klausa:
- Saya akan datang
Dan klausa:
- Kalau di undang
Klausa “saya akan datang” unsur-unsur fungsinya lengkap, dan statusnya adalah sebuah
klausa bebas. Sebaliknya klausa “kalau di undang” adalah sebuah klausa yang tidak lengkap
karena tidak memiliki fungsi subjek. Begitu juga, statusnya adalah sebuah klausa terikat,
yakni terikat dengan klausa “saya akan datang”.
Klausa bebas di dalam sebuah kalimat majemuk subordinatif disebut klausa atasan; dan
klausa terikat disebut klausa bawahan. Di dalam peristilahan bahasa tradisional, klausa atasan
disebut induk kalimat, sedangkan klausa bawahan disebut anak kalimat.
Pada tingkat kalimat, sebuah klausa terikat dapat juga menjadi sebuah kalimat; tetapi berupa
kalimat terikat, yakni terikat dengan kalimat bebas lainnya. Simak contoh terikat:
“Sekarang di Riau sangat sukar mencari terubuk (1). Jangankan telurnya, ikannya pun sukar
diperoleh (2). Kalaupun ada harganya melambung selangit (3). Makanya ada kecemasan
masyarakat di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah (4)”.
Wacana tersebut dibangun oleh empat buah kalimat. Kalimat (1) adalah sebuah kalimat
bebas, yang tanpa kehadiran kalimat lain bisa berdiri sendiri. Sedangkan kalimat (2), kalimat
(3), dan kalimat (4) adalah kalimat terikat, yang terikat pada kalimat (1).
Kalimat (1) berasal dari sebuah klausa bebas; dan kalimat (2), (3), dan (4) berasal dari klausa
terikat.

2.4. Kalimat

30
A. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang mengungkapkan pikiran yang
utuh secara ketatabahasan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada,
disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi final, diawali oleh kesenyapan awal dan
diakhiri oleh kesenyapan akhir. Dalam wujud tulis, kalimat dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Sementara itu,
didalam kalimat terdapat berbagai tanda baca yang berupa spasi atau ruang kosong,
koma, titik koma, titik dua, dan atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk
tertentu.
Tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!) adalah intonasi final, sedangkan
tanda baca sepadan dengan jeda. Kesenyapan diwujudkan sebagai ruang kosong
pada awal kalimat dan ruang kosong setelah tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru.
Alunan titi nada tidak ada padananya dalam bentuk tertulis. Dipandang dari sudut
logika, kalimat didefinisikan sebagai ujaran yang berisikan pikiran secara lengkap
yang tersusun dari subjek dan predikat. Subjek adalah tentang apa sesuatu dikatakan
dan predikat adalah apa yang dikatakan tentang subjek. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa istilah subjek dan predikat mengacu kepada fungsi, tidak kepada jenis
kata.

B. Ciri-Ciri Kalimat
Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.

 Dalam Bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan


kesenyapan. Dalam Bahasa tulis Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan
dan diakhiri dengan kesenyapan. Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
 Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket.
 Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap.
 Mengandung pikiran yang utuh.

31
 Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung
fungsi (subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut
fungsinya.
 Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
 Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun
dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan.

C. Jenis-Jenis Kalimat
1. Kalimat Berdasarkan Tujuan
Kalimat mempunyai tujuan tertentu. Berdasarkan tujuannya, kalimat dapat
dibedakan atas kalimat pertanyaan, kalimat pernyataan, dan kalimat perintah.
a. Kalimat Pertanyaan, yaitu kalimat yang bertujuan untuk memperoleh
jawaban atau memperoleh informasi. Contoh :
(1). Sekarang dimana kamu tinggal?
Sekarang saya tinggal di Bali.
(2). Perlukah saya datang ke sana?
Kamu tidak perlu datang ke sana.
b. Kalimat Pernyataan, yaitu kalimat yang bertujuan untuk menyampaikan
informasi. Contoh:

(3). Kemarin hujan mengguyur kota Karangasem.

(4). Kapal “Bianglala” tenggelam di Selat Lombok.

c. Kalimat Perintah, yaitu kalimat yang bertujuan untuk meminta tanggapan


yang berupa Tindakan. Contoh:

(5). Ambilkan kacamata Ayah!

(Seseorang lalu mengabilkan kacamata Ayah.)

(6). Mandilah dahulu sebelum berangkat!

(Seseorang lalu mandi lebih dahulu sebelum berangkat.)

Disamping bertujuan agara seseorang melakukan tindakan, seperti yang terdapat pada
predikat kalimat [lihat contoh (5) dan (6),] kalimat perintah juga dapat bertujuan agar

32
seseorang tidak melakukan tindakan seperti yang terdapat pada predikat kalimat.
Kalimat perintah itu biasanya diawali dengan kata jangan. Contoh:

(7) jangan membuang sampah di tempat itu!


(seseoang atau beberapa orang lalu tidak membuang sampah di tempat itu)
2. Kalimat Berdasarkan Ada-Tidaknya Unsur Ingkar
Sebuah kalimat dapat mengandung unsur ingkar atau unsur negative. Sebagai contoh,
(1a) Budi ingin membeli mobil baru.
(1b) Budi tidak membeli mobil baru.
(2a) Megan guru matematika.
(2b) Megan bukan guru matematika.
Penumbahan unsur negative pada (1a) dan (2a) menyebabkan pernyataan pada
kalimat tersebut mendapat pengingkaran seperti pada (1b) dan (2b).
Berdasarkan ada tidaknya unsur ingkar, kalimat dapat dibedakan atas kalimat
afirmatif, yaitu yang tidak mengandung tidak dan bukan; dan kalimat negative, yaitu
yang mengandung tidak dan bukan. Contoh:
(3a) Ibu Ratna direktur baru di perusahaan kami.
(3b) Ibu Ratna bukan direktur baru di perusahaan kami.
(4a) Johan menyewa sebuah vila di Puncak.
(4b) Johan tidak menyewa sebuah vila di Puncak.
(5a) Mira marah kepadaku
(5b) Mira tidak marah kepadaku
3. Kalimat Berdasarkan Peran
Pada bagian pendahuluan telah dipelajari fungsi-fungsi kalimat dalam bahasa
Indonesia, seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Tiap-tiap fungsi
kalimat itu menduduki posiis-posisi tertentu pada setiap kalimat. Tiap-tiap fungsi
kalimat dalam setiap posisi tertentu itu memiliki peran tertentu, seperti peran pelaku,
perbuatan, dan sasaran. Dalam kalimat,
(1) Budi memanggang roti.
S P O
Budi merupakan pelaku perbuatan dalam predikat; sedangkan roti merupakan tujuan
(sasaran) perbuatan yang dinyatakan predikat. Kalimat seperti ini disebut kalimat aktif,
yaitu kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku perbuatan yang dinyatakan
dalam predikat. Contoh kalimat aktif:

33
(2) Viki membaca buku pelajaran Bahasa Indonesia.
S/pelaku P/perbuatan O/tujuan (sasaran)
(3) Paul membersihkan mobilku.
S/pelaku P/perbuatan O/tujuan (sasaran)
(4) Edu mempelajari system kerja computer.
S/pelaku P/perbuatan O/tujuan (sasaran)
Selain berperan sebagai pelaku, subjek kalimat dalam Bahasa Indonesia dapat juga
berperan sebagai tujuan (sasaran). Dalam kalimat, O/tujuan (sasaran).
(1) Roti dibakar (oleh) Budi.
S P Ket.
Kata roti merupakan tujuan (sasaran) perbuataan yang dinyatakan dalam predikat;
sedangan Budi, yang berfungsi sebagai keterangan, merupakan pelaku perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat. Kalimat seperti ini disebut kalimat pasif, yaitu kalimat yang
subjeknya berperan sebagai sasaran. Contoh kalimat pasif:
(2) Novel dibaca (oleh) Viki
S/tujuan (sasaran) P/perbuatan Ket./pelaku
(3) Mobilku dibersihkan (oleh) Paul
S/tujuan (sasaran) P/perbuatan Ket./pelaku
(4) Hal itu dipelajari (oleh) Edu
S/tujuan (sasaran) P/perbuatan Ket./pelaku
4. Kalimat Berdasarkan Urutan Fugsi
Sebagian besar pola urutan kalimat Bahasa Indonesia memiliki persamaan, yaitu
subjek kalimat mendahului predikat. Namun, dalam Bahasa Indonesia juga terdapat
kalimat yang berurutan sebaliknya, yaitu predikat mendahului subjek.
Misalnya,
(1) Ramah sekali dia kepadaku.
P S Pel.
Kalimat yang berpola predikat mendahului subjek seperti itu disebut kalimat inversi.
Selain contoh di atas, terdapat beberapa contoh lain di bawah ini.
(2) Munculah masalah baru.
P S
(3) Tercatat empat korban tewas.
P S Ket.
(4) Diperlukan kerja keras untuk memperbaiki keadaan.
P S Ket.
(5) Pelajarkah dia?
P S
5. Kalimat Berdasarkan Bentuk
34
Kalimat yang mempunyai satu predikat seperti:
(1) Budi sarjana.
(2) Budi cantik.
(3) Budi berdiri.
(4) Budi memotong roti.
(5) Budi membuatkan adiknya boneka.
Disebut kalimat tunggal atau kalimat sederhana. Kata-kata dalam kalimat di atas
dapat diperluas menjadi kelompok kata atau frase. Kepada kalimat-kalimat itu kita
juga dapat menambahkan keterangan (seperti keterangan waktu, keterangan tempat,
dan keterangan alat). Perhatikan contoh-contoh berikut.
(1a) Budi sarjana sastra Cina.
(2a) Budi cantik dalam foto itu.
(3a) Adik Budi berdiri selama tiga jam.
(4a) Budi memotong roti dengan pisau.
(5a) Budi sedang membuatkan adiknya boneka di rumah.
Dalam Bahasa Indonesia kalimat-kalimat tunggal/ sederhana dapat digabungkan
membentuk kalimat baru (kalimat majemuk). Contoh:
a. Kalimat Majemuk Setara
- Budi sarjana dan adiknya mahasiswa.
- Budi menonton TV lalu menyiram tanaman di rumah.
b. Kalimat Majemuk Bertingkat
- Budi membeli tas yang berwarna merah.
- Dia menerima hadiah dari direktur perusahaan dengan tangan gemetar.

D. Fungsi Sintaksis Dalam Kalimat


Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat diisi oleh
bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S),
prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat
harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada
dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek,
pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis
akan dijelaskan berikut ini.

35
(1) Subjek
Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu
dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek
adalah sebagai berikut:
(a) jawaban apa atau siapa,
(b) dapat didahului oleh kata bahwa,
(c) berupa kata atau frasa benda (nomina)
(d) dapat diserta kata ini atau itu,
(e) dapat disertai pewatas yang,
(f) tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain,
(g) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata
bukan.
Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Adik bermain.
S P
Ibu memasak.
S P
(2) Predikat
Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau
subjek. Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di
bawah ini.
- Adik bermain.
S P
Adik adalah pokok kalimat bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
- Ibu memasak.
S P
Ibu adalah pokok kalimat memasak adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Prediket mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) bagian kalimat yang menjelaskan pokok kalimat,
(b) dalam kalimat susun biasa, prediket berada langsung di belakang subjek,
(c) prediket umumnya diisi oleh verba atau frasa verba,
(d) dalam kalimat susun biasa (S-P) prediket berintonasi lebih rendah,
(e) prediket merupakan unsur kalimat yang mendapatkan partikel –lah,
(f) prediket dapat merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan (pokok
kalimat) atau bagaimana (pokok kalimat).

36
(3) Objek
Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif
pengisi predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba
transitif pengisi predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di
bawah ini.
- Dosen menerangkan materi.
S P O
Menerangkan adalah verba transitif.
- Ibu menyuapi adik.
S P O
Menyuapi adalah verba transitif.
Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,

- Ayah membaca koran.


S P O
Koran adalah nomina.
- Adik memakai tas baru.
S P O
Tas baru adalah frasa nominal
(b) berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh
berikut :
- Ibu memarahi kakak.
S P O
- Guru membacakan pengumuman.
S P O

(c) dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,
- Kepala sekolah mengundang wali murid.
S P O
- Kepala sekolah mengundang -nya.
S P O
(d) objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan,
seperti contoh berikut,
- Ani membaca buku.
S P O
- Buku dibaca Ani.
S P Pel.

(4) Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi,
37
mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya
mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan
keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara
objek dan pelengkap dapat dilihat pada contoh berikut.
- Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi.
S P pel. ket.

- Bu Minah menjual sayur di pasar pagi.


S P O ket.

Pelengkap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(a) kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh
prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks di-
atau ter-, seperti contoh berikut.
- Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi.
S P Pel. Ket.
- Buku dibaca Ani.
S P Pel.
(b) pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba
dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.
- Ayah membelikan adik mainan.
S P O Pel.
membelikan adalah verba dwitransitif.

(c) pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang
diisi oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
- Budi menjadi siswa teladan.
S P Pel.

(d) pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
- Ibu memanggil adik.
S P O
Ibu memanggilnya.
S P O
- Pak Samad berdagang rempah.
S P Pel.
Pak Samad berdagangnya (?)
(e) satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki
fungsi subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh
berikut.

38
- Pancasila merupakan dasar negara.
S P Pel.
Dasar negara dirupakan pancasila (?)
(5) Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh
kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat.
Keterangan sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
- Ibu membeli kue di pasar.
S P O Ket. Tempat
- Ayah menonton TV tadi pagi.
S P O Ket. waktu

Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(a) umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam
kalimat, seperti contoh berikut.

Saya membeli buku di Gramedia.


S P O Ket. Tempat

(b) keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat,
seperti contoh berikut.
- Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati.
S P O Ket. Cara
- Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu.
Ket. cara S P O
(c) keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan
klausa terikat, seperti contoh berikut.
- Rifi datang kemarin.
S P Ket. Waktu
- Ibu berangkat kemarin sore.
S P Ket. waktu

Manaf (2009:51) membedakan keterangan berdasarkan maknanya seperti


dijelaskan berikut.
(a) Keterangan tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang mengandung makna tempat.
Keterangan tempat diawali oleh preposisi di, ke, dari (di) dalam, seperti contoh
berikut.
- Ayah pulang dari kantor.

39
S P Ket. tempat
- Irfan bermain bola di lapangan.
S P O Ket. Tempat
(b) Keterangan waktu
Keterangan waktu adalah keterangan yang mengandung makna waktu. Keterangan
waktu diawali oleh preposisi pada, dalam, se-, sepanjan sebelum, sesudah. Selain itu
ada keterangan waktu yang tidak diawali oleh preposisi, misalnya sekarang, besok,
kemarin, nanti. Keterangan waktu dalam kalimat seperti contoh berikut.
- Dia akan datang pada hari ini.
S P Ket. Waktu
- Dia menderita sepanjang hidupnya.
S P Ket. waktu

(c) Keterangan alat


Keterangan alat adalah keterangan yang mengandung makna alat. Keterangan alat
diawali oleh preposisi dengan dan tanpa. Keterangan alat dalam kalimat seperti
contoh berikut.
- Ibu menghaluskan bumbu dengan blender.
S P O Ket. Alat
- Kue itu dibuat tanpa cetakan.
S P Ket. alat

(d) Keterangan cara


Keterangan cara adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya,
bermakna cara dalam melakukan kegiatan tertentu. Keterangan cara ditandai oleh
preposisi dengan, secara, dengan cara, dengan jalan, tanpa. Pemakaian keterangan
cara dalam kalimat seperti contoh berikut.
- Dia memasuki rumah kosong itu dengan hati-hati.
S P O Ket. Cara
- Habib mengendarai sepedanya dengan pelan-pelan.
S P O Ket. cara

(e) Keterangan tujuan


Keterangan tujuan adalah keterangan yang dalam hubungan antar unsurnya
mengandung makna tujuan. Keterangan tujuan ditandai oleh preposisi agar, supaya,
untuk, bagi, demi. Pemakaian keterangan tujuan dalam kalimat seperti contoh berikut.
- Arif giat belajar agar naik kelas.
S P Ket. Tujuan

40
- Adonan itu diaduk supaya cepat kembang.
S P Ket. tujuan

(f) Keterangan penyerta


Keterangan penyerta adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya
yang membentuk makna penyerta. Keterangan penyerta ditandai oleh preposisi
dengan, bersama, beserta seperti yang terdapat di bawah ini.
- Mahasiswa pergi studi banding bersama dosen. S
P Pel Ket. Penyerta
- Orang itu pindah bersama anak isterinya.
S P Ket. penyerta

(b) Keterangan perbandingan


Keterangan perbandingan adalah keterangan yang relasi antarunsurnya
membentuk makna perbandingan. Keterangan perbandingan ditandai oleh preposisi
seperti, bagaikan, laksana, seperti contoh berikut ini.
- Dia gelisah seperti cacing kepanasan.
S P Ket. Perbandingan
- Suara orang itu keras bagaikan halilintar.
S P Ket. Perbandingan
(c) Keterangan sebab
Keterangan sebab adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk
makna sebab. Keterangan sebab dtandai oleh konjungtor sebab dan karena, seperti
contoh berikut.
- Sebagian besar rumah rusak karena gempa.
S P Ket. Sebab

(d) Keterangan akibat


Keterangan akibat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk
makna akibat. Keterangan akibat ditandai oleh konjungtor sehingga dan akibatnya,
seperti contoh berikut ini.
- Dia sering berbohong sehingga temannya tidak percaya kepadanya.
S P Ket. Akibat
- Hutan lindung ditebang akibatnya sering terjadi tanah longsor.

41
S P Ket. Akibat
(e) Keterangan syarat
Keterangan syarat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk
makna syarat. Keterangan syarat ditandai oleh konjungtor jika dan apabila, seperti
contoh berikut ini.
- Saya akan datang jika dia mengundang saya.
S P Ket. Syarat
- Jika para pemimpin Indonesia jujur, rakyat akan sejahtera.
Ket. Syarat S P
(f) Keterangan pengandaian
Keterangan pengandaian adalah keterangan yang relasi antarunsurnya
membentuk makna pengandaian. Keterangan pengandaian ditandai oleh konjungtor
andaikata, seandainya dan andaikan, seperti contoh berikut ini.
- Andaikan bulan bisa ngomong, dia tidak akan bohong.
Ket. Pengandaian S P
- Seandainya saya orang kaya, saya akan membantu orang miskin.
Ket. pengandaian S P O
(g) Keterangan atributif
Keterangan atributif adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk
makna penjelasan dari suatu nomina. Keterangan atibutif ditandai oleh konjungtor
yang, seperti contoh berikut ini.
- Mahasiswa yang indeks prestasinya paling tinggi mendapat beasiswa.
Ket. Atributif (S) P O

- Bapak yang berbaju hijau itu adalah dosen saya.


Ket. Atributif (S) P O

2.5 Hasil Penelitian

Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman anak Sekolah Dasar
mengenai penggunaan sintaksis Bahasa Indonesia pada frasa, klausa, dan kalimat. Penelitian
ini difokuskan kepada siswa Sekolah Dasar di SD Negeri 4 Kubu, Bangli sejumlah 4 orang.
Adapun data diri dari siswa yang kami amati, antara lain:

42
 Nama : I Gede Nara Wibawana
Kelas : 4 SD
Sekolah : SD N 4 Kubu, Bangli
Tempat, tanggal lahir : Bangli, 10 Oktober 2012
Umur : 9 tahun
Alamat : Br. Kubu, Bangli
Cita-cita : Polisi
Hobi : Sepak bola

 Nama : I Komang Aryaka Faria Triana


Kelas : 2 SD
Sekolah : SD N 4 Kubu, Bangli
Tempat, tanggal lahir : Bangli, 20 Juni 2014
Umur : 7 tahun
Alamat : Br. Kubu, Bangli
Cita-cita : Polisi
Hobi : Bersepeda

 Nama : Ni Komang Sri Emarini


Kelas : 5 SD
Sekolah : SD N 4 Kubu, Bangli
Tempat, tanggal lahir : Bangli, 2 Mei 2011
Umur : 10 tahun
Alamat : Br. Kubu, Bangli
Cita-cita : Polwan
Hobi : Olahraga

 Nama : Sang Ayu Nyoman Triana Santi


Kelas : 4 SD
Sekolah : SD N 4 Kubu, Bangli
Tempat, tanggal lahir : Bangli, 3 Februari 2012
Umur : 10 tahun
Alamat : Br. Kubu, Bangli

43
Cita-cita : Guru
Hobi : Menyanyi

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara dan
tes yang berupa pemberian pertanyaan tertulis tentang frasa, klausa, dan kalimat. Observasi
dan wawancara digunakan untuk mengetahui pembelajaran apa saja yang telah diketahui
siswa mengenai sintaksis. Sedangkan tes digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
pemahaman siswa terkait materi sintaksis yang meliputi frasa, klausa, dan kalimat yang telah
diajarkan sebelumnya. Alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan sumber data
penelitian ini ada dua maacam, yaitu (1) lembar soal dan (2) lembar identitas siswa. Alat
bantu yang pertama digunakan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman siswa terkait
materi sintaksis, yaitu frasa; klausa; dan kalimat. Sedangkan alat bantu yang kedua digunakan
untuk memperoleh informasi tentang identitas siswa.
Adapun beberapa pertanyaan yang kami ajukan pada lembar soal antara lain, sebagai
berikut:
a. Frasa
1. Roni berangkat ke sekolah bersama teman-temannya dengan semangat.
Yang termasuk frasa depan dalam kalimat di atas adalah ....
A. Roni berangkat
B. sekolah bersama
C. bersama teman-temannya
D. dengan semangat
E. ke sekolah

2. Pengendalian harga kedelai dan kacang hijau dilakukan oleh pemerintah.


Inti frasa yang menduduki fungsi subjek kalimat tersebut adalah ....

A. harga
B. kedelai dan kacang hijau
C. harga kedelai
D. pengendalian
E. kacang

3. Contoh penggunaan frasa verba terdapat dalam kalimat di bawah ini, kecuali ....

44
A. Soal ini sangat mudah.
B. Guru memeriksa semua siswa yang terlambat.
C. Mereka sedang mengerjakan soal tersebut.
D. Dian membeli perlengkapan sekolah.
E. Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh Rita.

b. Klausa
1. Perhatikan dengan baik analisis klausa berikut!
Susi menemani adiknya di tempat tidur.
Jika dianalisis berdasarkan kategori menjadi ....
A. S-P-O-K
B. S-P-O
C. S-P
D. Pelaku-Perbuatan-Penderita-Tempat
E. Nomina-Verba-Nomina-Frasa depan

2. Cermatilah kalimat berikut ini!


Tatkala bulan meredupkan cahayanya, burung malam beterbangan menuju
sarangnya.
Klausa yang berpola S-P-O dalam kalimat tersebut adalah ....
A. Burung-burung malam bernyanyi
B. menuju sarangnya
C. bulan bercahaya
D. bulan meredupkan cahayanya
E. tatkala bulan meredup

3. Cermatilah kalimat berikut ini!


Ketika pagi datang, matahari menampakkan sosoknya.
Klausa yang berpola S-P-O pada kalimat di atas adalah ....
A. ketika pagi datang
B. pagi menampakkan sosoknya
C. matahari menampakkan sosoknya
D. pagi datang
45
E. matahari datang

c. Kalimat
1. Apa ciri yang paling mencolok dari kalimat interogatif/kalimat tanya?
2. Susunlah kata-kata di bawah ini menjadi kalimat interogatif!
belajar – Dina - bahasa - Inggris? - di mana.
3. Perhatikan kalimat di bawah ini!
a. Apakah mesin waktu benar-benar ada?
b. Andaikan robot seperti doraemon memang benar ada
c. Tokoh doraemon hanya ada di kartun
Dari ketiga kalimat di atas manakah yang termasuk kalimat pengandaian?

Berdasarkan hasil tes yang diberikan kepada siswa, diperoleh kesimpulan bahwa semua
siswa sudah memahami pembelajaran sintaksis yaitu: frasa, klausa, dan kalimat dengan
cukup baik. Hanya terdapat sekitar 25% kesalahan menjawab soal yang dilakukan oleh
masing-masing siswa yang kami amati. Bentuk kesalahan yang terdapat pada lembar jawaban
siswa antara lain: (1) mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif, (2) mengubah kalimat
pasif menjadi kalimat aktif, (3) penulisan kalimat majemuk, dan (4) penggunaan tanda baca
dan huruf kapital, (5) menentukan struktur kalimat.

2.6. Alternatif Strategi Pembelajaran Sintaksis untuk Sekolah Dasar (SD)


Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan tes yang telah diberikan kepada siswa
pada saat penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa masih terdapat beberapa kesalahan dan
kurangnya pemahaman siswa terhadap materi sintaksis, yang meliputi: frasa, klausa, dan
kalimat. Nah, sebagai calon pendidik adapun beberapa alternatif strategi pembelajaran
sintaksis untuk anak Sekolah Dasar yang dapat kita terapkan antara lain:
1. Memperbanyak kosakata siswa
Para pendidik sebaiknya membiasakan siswa untuk mengetahui lebih banyak
kosakata, misalnya: kata baku dan tidak baku. Pembiasaan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan media pembelajaran seperti gambar, benda, dan juga
permainan sambung kata sehingga pembelajaran di kelas akan lebih
menyenangkan dan siswa pun menjadi lebih paham tentang pembelajaran
sintaksis. Apabila siswa sudah terbiasa dengan berbagai kosakata serta telah

46
mampu membedakan kata baku dan tidak baku, maka lambat laun mereka akan
lebih fasih serta tidak kesulitan lagi dalam membuat frasa, klausa, dan kalimat
nantinya.

2. Mengaitkan materi dengan kehidupan siswa


Pada saat proses pemberian materi, para pendidik sebaiknya
mengkombinasikan pembelajaran dengan pemberian contoh soal yang berkaitan
dengan kehidupan siswa agar mereka merasa lebih dekat dengan materi yang
diajarkan oleh guru sehingga materi pembelajaran akan lebih mudah dicerna.
Misal, pada saat memaparkan materi tentang kalimat tunggal guru dapat
memberikan contoh kalimat, seperti: Ratna menggoreng ayam di dapur.

3. Menyediakan ruang diskusi yang luas dan aktif antar siswa


Pembelajaran di kelas akan terasa lebih hidup apabila terdapat ruang
diskusi yang luas di dalamnya. Dampak poitif lain yang diterima adalah siswa
akan lebih nyaman dalam memahami pembelajaran di kelas sehingga
pembelajaran yang diterima pun akan lebih maksimal. Sebagai contoh, ketika para
pendidik memberikan materi tentang sintaksis, mereka dapat meminta siswa untuk
bercakap-cakap dengan teman sebangkunya menggunakan contoh kalimat tunggal
dan majemuk, atau contoh lain terkait materi sintaksis yang sedang diajarkan pada
saat itu.

4. Pemberian free test dan post test pada setiap pembelajaran


Pemberian tes ini bertujuan untuk memotivasi siswa agar dapat belajar dengan
lebih fokus serta memahami pembelajaran sintaksis dengan lebih baik lagi. Pada
umumnya, siswa akan lebih fokus dan semangat dalam mengikuti proses
pembelajaran agar dapat menjawab tes di akhir pembelajaran dengan nilai terbaik.
Pemberian free test bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa sebelum
pemberian materi, tes ini biasanya diberikan sebelum pembelajaran belangsung.
Sedangkan pemberian post test bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa
terkait materi yang telah diberikan sebelumnya. Sehingga guru benar-benar
mengatahui materi apa saja yang belum dan telah dipahami oleh siswa.

5. Pemberian reward kepada siswa yang mendapat nilai terbaik


47
Selain pemberian tes di poin nomor 4, guru juga dapat memberikan hadiah kepada
siswa yang mendapat nilai terbaik. Hal ini akan menambah semangat serta
motivasi siswa pada saat menerima pembelajaran sintaksis di dalam kelas.
Apabila siswa sudah focus mengikuti pembelajaran, maka metode dan strategi
apapun yang diajarkan oleh guru akan dapat diterima baik oleh siswa.

6. Selingi pembelajaran dengan ice breaking


Pada dasarnya semenarik apapun metode dan strategi pembelajaran yang
dibawakan oleh guru, ada massanya siswa akan merasa lelah dalam menerima
proses pembelajaran yang begitu kompleks. Kelelahan ini akan membuat proses
pembelajaran menjadi tidak efektif, karena ketika kita lelah maka otak tidak bisa
menyerap informasi dengan baik. Nah, untuk mengantisipasi hal ini sebaiknya
guru memberikan jeda ditengah-tengah pembelajaran dan mengajak siswa untuk
melakukan peregangan otot, istirahat, serta mengajak siswa melakukan permainan
ringan seperti: “Ikuti apa yang saya lakukan, jangan lakukan apa yang saya
katakan”. Permainan ini dapat menguji konsentrasi siswa sekaligus melatihnya.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sintaksis merupakan bagian

48
atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa,
dan frasa. Frasa sendiri adalah kesatuan yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari
kalimat. Frasa dilihat dari segi hubungan distribusi unsur-unsurnya terdiri atas frasa
endosentrik (atributik, koordinatif, apositif) dan eksosentrik yaitu frase dilihat dari segi
kategori katanya yang terdiri atas 5 macam frasa yaitu nomina, verbal, adjektifal,
numeralia, promina.
Klausa dilihat dari kategori kata yang menduduki predikat terdiri atas frasa verbal
(adjektif, intransitif, aktif, pasif dan resiprokal), klausa nominal, klausa bilangan dan
klausa depan. Adapun kalimat adalah satuan Bahasa yang secara relatif berdiri sendiri
mempunyai pola intonasi final. Kalimat ditinjau dari segi jumlah pola struktur yang
dikandungnya terdiri atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Dari penelitian yang kami lakukan mengenai pemahaman siswa sekolah dasar mengenai
sintaksis kami menyadari bahwasannya pemahaman siswa sekolah dasar mengenai
sintaksis utamanya di bagian frasa dan klausa masih terbilang kurang. Mereka lebih
mengenal kalimat dibandingkan frasa dan klausa. Dari hasil tersebut adapun solusi
pembelajaran yang kami sarankan sesuai dengan yang telah kami lampirkan di atas.

3.2. Saran
Saran pemahaman satuan sintaksis Bahasa Indonesia bagi guru ataupun calon guru
adalah dapat dijadikan bekal dalam pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam kehidupan sehari-hari serta bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa
siswa. Untuk mengetahui lebih jauh, lebih banyak dan lebih lengkap tentang
pembahasan sintaksis, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari
berbagai pengarang, karena penulis hanya membahas garis besar sintaksis dan
sejenisnya. Sehingga materi ini menjadi modal awal bagi pengajar Bahasa Indonesia
karena dengan dikuasainya materi ini maka telah memiliki kemampuan yang
mendukung dalan membimbing anak didiknya sehingga semakin mampu berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. (2009). Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta : Rineka
Cipta.

49
Kentjono, Djoko dkk. (2010). Tata Bahasa Acuan Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing.
Jakarta Selatan : Wedatama Widya Sastra.

Ramlan, Muhammad. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta : C.V. Karyono.

Bidiyawati, W dkk. (2011). Sintaksis : Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Diakses dari
http://file.upi.edu

Mushaitir. (2016). Pemerolehan Sintaksis (B1) Bahasa Sasak pada Anak Usia 4-6 Tahun di
Lombok Timur melalui Permainan Tradisional. Diakses dari https://media.neliti.com

http://journal.unla.ac.id/index.php/pej/article/view/1409

50

Anda mungkin juga menyukai