Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“SEMANTIK”

Dosen Pengampu :

Mardiana Sari M.Pd

Disusun Oleh :

Anisa Fitriani [2021143260]

KELAS/PRODI : 2G PGSD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya sehingga dapat terselesaikannya makalah yang berjudul “Semantik” ini.Makalah ini disusun
berdasarkan beberapa sumber yang telah penyusun peroleh terutama dari media internet dan dari
sumber buku lainnya. Untuk memudahkan pemahaman, penyajian makalah dilakukan dengan
bahasa yang sederhana dan mudah di mengerti.

Ucapan terima disampaikan kepada rekan-rekan semuanya yang telah memberikan bantuan
kelancaran dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari
rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan pada tugas makalah-makalah berikutnya. Akhir kata
saya berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi sesama dan dipergunakan
sebaik-baiknya oleh semua pihak, terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………..………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah………..…………………………………………………………………

C. Tujuan Penulisan……………..……………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Semantik……………………………………………………………………


B. Perkembangan Semantik…………………………………………………………………..
C. Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain.…………………………………………………...
D. Jenis-Jenis Makna………………….………………………………………………………
E. Medan Makna, Komponen Makna, dan Relasi Makna.……………………………………
F. Perubahan Makna………………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….

B. Saran………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semantik merupakan istilah dalam studi tentang makna. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
yaitu sema (kata benda) yang memiliki arti “tanda” atau “lambang”. dan kata kerjanya adalah
semaino yang memiliki arti “menandai” atau “melambangkan”. Kata semantik disepakati sebagai
istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari tentang hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.

Salah satu dari kelebihan dalam penggunaan semantik dalam mengungkap maksud ayat Al-
Qur’an adalah dari segi pemahaman makna yang ditinjau dari bahasa tersebut, berdasarkan
waktu dan konteksnya. Terlebih pemaknaan tersebut lebih terfokus pada kata-kata tertentu secara
komprehensif serta mampu menemukan hubungan kata yang satu dengan yang lainnya. Berbeda
dengan metode penafsiran yang dilakukan sebelumnya yang mengungkapkan makna Al-Qur’an
secara menyeluruh.

Semantik bukan hanya ilmu yang berbicara tentang makna saja, tetapi didalamnya dijelaskan
asal mula adanya makna sesuatu seperti sejarah kata (bagaimana sebuah kata itu muncul),
bagaimana perkembangannya, dan mengapa terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Dari
sini dapat dipahami bahwa semantik bukan hanya melihat makna sebuah kata secara pragmatis
dari sisi terluarnya saja, melainkan juga melacak sejarahnya, perkembangan maknanya dan sebab
terjadinya perubahan makna tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah
tentang Semantik ini adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Semantik?
2. Bagaimana Perkembangan Semantik?
3. Apa Saja Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain?
4. Apa Saja Jenis-Jenis Makna?
5. Pengertian Medan Makna,Komponen Makna, dan Relasi Makna
6. Apa saja faktor-faktor yang Mengakibatkan Perubahan Makna

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini antara lain :

1. Menjelaskan Pengertian Semantik


2. Memaparkan Perkembangan Semantik
3. Memaparkan Hubungan Simantik dengan Ilmu Lain
4. Memaparkan Jenis-Jenis Makna
5. Memaparkan Medan Makna,Komponen Makna, dan Relasi Makna
6. Memaparkan Perubahan Makna
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Semantik

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani semainein yang berarti
'bermakna'. Kata bendanya adalah sema yang berarti 'tanda' atau 'lam bang. Kata kerjanya
adalah semaino yang berarti 'menandai' atau 'memaknai'. Yang dimaksud tanda atau lambang
di sini adalah tanda-tanda linguistik (Prancis signe linguistique). Menurut de Saussure
(Aminudin 1988), tanda li nguistik terdiri dari (1) komponen yang menggantikan, yang
berwujud bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen
pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai,
dilambangkan, atau dimaknai adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim
disebut sebagai referen/acuan/hal yang ditunjuk.

Secara sederhana semantik dapat diartikan sebagai cabang linguistik yang mempelajari
makna bahasa. Berdasarkan pengertian sederhana ini semantik menempatkan kajiannya
terhadap makna yang terkandung dalam semua tata ran bahasa. Dengan demikian, semantik
tidaklah merupakan tataran linguistik yang berada di atas sintaksis, melainkan secara
integratif telah hadir pada se luruh tataran linguistik

Banyak ahli yang telah berusaha untuk mendefinisikan atau memberikan batasan tentang
semantik. Ternyata dari pengertian tersebut ada pula yang berbeda. Berikut pengertian
semantik menurut para ahli.

1. Semantik adalah cabang linguistik yang bertugas makna (Verhaar, 1982). semata-mata
meneliti makna (Verhaar, 1982).
2. Semantik adalah studi tentang makna (Aminudin1988).
3. Semantik adalah studi tentang makna bahasa (Katz, 1971: 3).

Jika kita telaah dari ketiga pengertian di atas, maka pengertian semantik menurut
verhaar terasa sempit karena semantik hanya menelaah makna kata, sedangkan dalam ilmu
linguistik mengkaji pula tentang frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Pengertian menurut
Aminudin
kajiannya sangat luas, karena tidak hanya mengkaji makna satuan-satuan bahasa saja,
namun memung kinkan adanya pemaknaan dari berbagai bidang telaahan/studi. Berikutnya
pengertian menurut Katz kajiannya tidak terlalu sempit dan juga tidak terlalu luas. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Leech (1993) bahwa semantik adalah salah satu cabang linguistik,
yaitu kajian ilmu yang mengkaji bahasa. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa fonologi dan
sintaksis mengkaji struktur ba hasa, sedangkan semantik mengkaji makna yang diungkapkan
dalam struktur tersebut.

Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang arti dan pemaknaan
bahasa atau kata yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Kajian ilmu
semantik begitu luas, bahkan beberapa studi keilmuan menggunakan fungsi pemaknaan
bahasanya secara tersendiri. Struk turisasi pemaknaan kata yang diterapkan dalam ilmu
semantik memungkin kan kita dalam memberikan pemaknaan yang mendalam dari beberapa
struk tur bahasa, seperti frasa, kalimat, atau wacana. Misal: Panjang tangan (pencuri/ bagian
anggota badan/jarak).

Seperti yang kita ketahui, bahwa semantik ialah ilmu yang mengkaji mak na bahasa,
yang menjadi objek semantik adalah makna bahasa atau makna dari satuan-satuan bahasa,
seperti kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Ber dasarkan pada satuan-satuan bahasa,
tataran bahasa (linguistik) yang menjadi objek studi semantik adalah sebagai berikut.

a. Wacana (Semantik Wacana)

Jenis semantik ini bertugas mengkaji makna wacana. Dalam hal ini, pemaknaan suatu
wacana tidak terlepas dari pola berpikir yang runtun dan logis.

b. Morfologi dan Sintaksis (Semantik Gramatikal)

Jenis semantik ini mengkaji tentang makna satuan-satuan gramatika, baik yang berupa
morfologi maupun sintaksis.
c. Leksikal (Semantik Leksikal)

Jenis semantik ini mengkaji makna yang ada pada leksikon yang belum dimasukkan ke
dalam konteks, baik konteks gramatika (morfologi dan sintaksis) maupun konteks
wacana.

d. Fonologi (Pembeda Makna)

Fonem merupakan sebagian saruan bahasa terkecil, tidak memiliki mak na, hanya
berfungsi sebagai pembeda makna. Namun, jika disusun mem bentuk kata-kata, fonem-
fonem tersebut dapat membedakan makna.

B. PERKEMBANGAN SEMANTIK

Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang dikhususkan mengkaji ten tang makna
bahasa. Mengingat pentingnya dalam memaknai sebuah bahasa, dalam hal ini telah dijelaskan
lebih dalam oleh Leech (1993) bahwa semantik merupakan pusat kajian komunikasi verbal yang
didasari olch pikiran manu sia. Meskipun demikian, ilmu semantik tidak lain adalah salah satu
cabang ilmu linguistik yang kemunculannya sangat tertinggal dibanding ilmu lainnya (ilmu
baru).

Ilmu semantik pertama kali diperkenalkan ratusan tahun sebelum maschi oleh Asosiasi
Filosofi Amerika di Yunani. Salah satu pemikirnya, yaitu Aris toteles, seorang ahli yang pertama
kali menggunakan istilah 'makna' melalui definisi istilah 'kata'. Menurut pendapatnya, 'kata'
adalah satuan bahasa terke cil yang mengandung makna. Dalam hal ini Plato menyatakan bahwa
bunyi bunyi bahasa secara implisit mengandung makna-makna tertentu. Hanya pada saat itu
belum ada batasan yang jelas antara etimologi, studi makna, dan studi makna kata.

Pada tahun 1820-1925 seorang ahli klasik yang bernama C. Chr. Reisig telah
mengemukakan konsep baru tentang gramatika. Is berpendapat bahwa gramatika terdiri atas tiga
unsur utama:

a. semasiologi: studi atau kajian tentang tanda:


b. sintaksis: studi atau kajian tentang kalimat, dan
c. etimologi: studi atau kajian tentang asal-usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan
makna.

Pemikiran Reinig telah memunculkan konsep baru tentang gramatika, yang selanjutnya
diklasifikasikan ke dalam tiga periode: pertama, ditandai dengan istilah underground period.
Kedius, masa ini ditandai dengan munculnya karya sarjana Prancis, Michael Breal Pada tahun
1883 melalui karangannya yang berjudul Essai de Semantique, la pun beranggapan bahwa
semantik sela gai ilma yang murni-historis', dengan kata lain, pada masa itu kajian semantik
masih berkaitan dengan unsur-unsur yang ada di luar bahasa itu sendiri, yakni dalam perubahan
makna, psikologs, dan ilmu lain Pada masa ketiga ditandai dengan munculnya karya filolog
Swedia, Gustaf Stern, yang berjudul Meaning and Change of Meaning with Special Reference to
the English Language pada tahun 1931. Dalam karyanya, Stern telah melakukan studi tentang
makna secara empiris dengan bertitik tolak pada suatu bahass, yaitu bahasa Inggris.

Perkembangan semantik masih berlanjut dengan paradigma bahwa puluhan tahun sebelum
munculnya Stern, telah ditemukan kegiatan dalam pengumpulan bahan perkuliahan dari seorang
guru de Saussure, dari sini muncullah karys Saussure dan menimbulkan perbedaan pandangan
tentang semantik Perbedaan itu antara lain:

1. pandangan atau pendekatan historis (diakronis) mulai ditinggalkan dan beranjak pada
pendekatan deskriptif (sinkronis),
2. semantik mulai dipengaruhi statistika,
3. studi semantik terarah pada bahasa tertentu, tidak bersifat umum,
4. hubungan antara bahasa dengan pikiran mulai dipelajari; dan
5. semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti bahwa filsafat tidak
membantu perkembangan semantik

C. HUBUNGAN SEMANTIK DENGAN ILMU LAIN

Pada uraian di muka telah dijelaskan bahwa semantik adalah ilmu yang meng kaji makna bahasa.
Dalam praktiknya, semantik skan mendorong lahirnys fungsi-fungsi bahasa. Berdasarkan
kehadiran makna dalam sebuah bahasa, ba hasa memiliki beberapa fungsi yang cukup kompleks,
antara lain :

1. instrumental alat untuk memenuhi kebutuhan material,


2. regulator mengatur dan mengontrol perilaku individu yang satu dengan yang lain dalam suatu
hubongan sosial,
3. interaksional: menciptakan jalinan hubungan antara individu yang san dengan yang lain;
4. personal media identifikasi dan ekspresi diri;
5. heuristik untuk menjelajahi, mempelajari, dan memahami dunia sekitar;
6. imajinatif mengkreasikan dunia dalam kesadaran dunia batin seseorang; dan
7. informatif: media penyampai pesan dalam kegiatan komunikasi dan me dia penafsir
keseluruhan pengalaman batin seseorang (Aminudin, 1988).

Selain dari beberapa hal tentang hubungan semantik dengan ilmu lain di atas, ternyata
semantik pun memiliki keterhubungan dengan disiplin ilmu lainnya, yaitu filsafat, psikologi,
antropologi, sastra dan linguistik

1. Semantik dan Filsafat

Filsafat merupakan ilmu yang mengkaji kearifan, pengetahuan, dan hakikat realitas. Dengan ini,
semantik dalam kajian ilmu filsafat memiliki fungsi, yakni ketepatan dalam menyusun simbol
bahasa agar membentuk sebuah pola ka Timat atau struktur realitas secara benar. Perhatikan
contoh berikut: Andi dan Anita mulai grecat darurat. Bisa saja dimaknai Andi dan Anita sakit
keras. Sementara yang dimaksud penutur adalah Hubungan Andi dan Anita uudah tidak
harmonis. Hal ini meyakinkan bahwa penggunaan logika dalam sebuah bahasa sangatlah
penting, sebaliknya tanpa penggunaan logika dalam menyusun kali mat, memungkinkan
munculnya salah penafsiran antar penutur dan penerima.

2. Semantik dan Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang mengkaji hakikat dan gerak-gerak jiwa. Psikologi mengkaji tentang
kebermaknaan jiwa, sedangkan semantik mengkaji keber maknaan kata atau saruan ujaran dalam
bahasa. Dengan kata lain, keberadaan kata tidak hanya dimaknai dalam struktur bunyi dan
bentuk tulisannya saja, namun pada makna yang terkandung dalam satuan bahasa tersebut.
Misal: Kau ini seperti kelelawar! dapat kita simpulkan, sikap marah yang dimunculkan oleh
orang tua telah diasosiasikan terhadap perilaku kelelawar.

3. Semantik dan Antropologi serta Sosiologi

Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada sebuah
bahasa, melalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis
tentang kehidupan budaya penggunaan/ pemilihan kata ngelih atau penuturnya. Contohnya: lesu
yang sama-sama berarti "lapar' dapat mencerminkan budaya penuturnya. Karena kata ngelih
adalah sebutan untuk lapar bagi masyarakat Yogyakarta. Kata lesu adalah sebutan untuk lapar'
bagi masyarakat daerah Jombang

Dalam hubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa


penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai penggunaan/pemilihan
identitas kelompok penuturnya. Contohnya, kata cewek atau wanita, akan dapat menunjukkan
identitas kelompok pe numurnya. Kata cewek identik dengan kelompok anak muda, sedangkan
kata wanita terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan
kesopanan

4. Semantik dan Sastra

Sastra menggunakan bahasa sebagai media pemaparannya. Berbeda dengan bahasa yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa dalam sastra mempunyai keunikan tersendiri
karena di dalamnya mencakup ekspresi si pe mulis. Mengingat begitu kompleksnya makna
dalam sastra, peran semantik sangat penting dalam kajian sastra, terutama bila sudah berhadapan
dengan kajian makna dalam gaya bahasa. Dengan demikian, untuk memahami isi atau bahasa
dalam sastra harus memerlukan penghayatan yang khusus dan lebih mendalam serta memiliki
dasar pengetahuan tentang ilmu yang berkaitan Misal, ilmu humanitas dan lain sebagainya.
Makna bahasa yang digunakan dalam sastra dibagi menjadi beberapa tingkatan, antara lain (1)
unit makna li teral yang secara tersurat mempresentasikan bentuk kebahasaan yang diguna kan,
(2) dunia rekaan pengarang (3) dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu, dan (4) lapis
dunia atau pesan yang bersifat metafisik.
5. Semantik dan Linguistik

Verhar (1982) mengemukakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, baik itu
dalam bentuk kata, frasa, kalimat, atau wacana. Dalam keselu ruhan sistematik bahasa, semantik
memainkan peranan yang agak berbeda beda, menurut tataran sistematisnya. Secara negatif,
fonetik tidak berperan secara semantis. Dalam fonologi, fonem-fonem itu jelas tidak membawa
arti. namun berperan sebagai pembeda makna. Unsur pembawa makna yang terkecil yang
bersifat gramatikal adalah moriem, maksudnya, dalam konteks ini, morfem terikat, seperti afiks
(tentunya leksem monomorfemis bermakna juga, tetapi termasuk semantik gramatikal). Namun,
sering tidaklah mudah mem beri deskripsi semantis bagi afiks (misalnya, apa "makna" dari sufiks
an?), akan tetapi, tidak dapat disangsikan morfem terikat membawa makna ter tentu, yakni
makna gramatikal.

Yang paling menarik perhatian adalah sintaksis. Dalam sintaksis dapat dibedakan tiga
tataran: fungsi, peran, dan kategori. Makna hadir dalam kata berdasarkan kategorinya, seperti
halnya dengan kata sebagal verba atau se bagai nomina. Yang jauh lebih jelas peranan
semantisnya di dalam sintaksis adalah peran. Penting disadari bahwa peran benefaktif atau
lokatif, misalnya tidak tergantung dari makna leksikal kata yang ditemukan di tempat peran
tersebut, melainkan dan makna gramatikalnya. Akhirnya, tataran fungsi tidak bersemantik sama
sekali. Tak ada arti (gramatikal) dalam subjek dan objek sebagai fungsi sintaktis semata-mata
karena fungsi-fungsi itu sendiri hanya merupakan tempat kosong saja yang "diisi" secara
kategorial bentuknya dan secara peran menurut semantiknya. Bahkan bahasa tertentu, yaitu yang
aktif statif tipologinya, sama sekali tidak memiliki tataran "Fungsi", karena "fungsi fungsi
seluruhnya ditentukan oleh peran-peran.

Berdasarkan kedudukan semantik dalam bidang kajian bahasa di atas, semantik jenis ini
sering disebut sebagai semantik gramatikal. Selain seman tik gramatikal, semantik juga dapat
hadir dalam satuan leksem yang kemu dian dikenal dengan istilah semantik leksikal. Semantik
leksikal menyangkut makna leksikal. Bidang yang meneliti semantik leksikal menurut asas-
asasnya dinamai "leksikologi". Tugas yang lebih praktis, yaitu menyusun kamus, dike nal
sebagai "leksikografi". Leksikografi adalah leksikologi terapan. Semantik leksikal secara
leksikologis mencakup segi-segi yang agak banyak jumlahnya, antara lain :
a. makna dan referensi;
b. denotasi dan konotasi:
c. analisis ekstensional dan analisis intensional;
d. analisis komponensial;
e. makna dan pemakaiannya;
f. kesinoniman, keantoniman, kehomoniman, dan kehiponiman.

D. JENIS-JENIS MAKNA

Berdasarkan sudut pandang linguistik, makna bahasa dapat dibedakan me jadi beberapa jenis
Charr (2009) menjelaskan beberapa jenis makna yang d makad sebagai berikut.

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal adalah makna kata berdasarkan kamus. Makna gramatikal ada lah makna kata
berdasarkan kedudukannya dalam bentuk gramatika tertent Kata bintang berarti 'benda luar
angkasa' secara leksikal. Secara gramatikal kata bistang bisa memiliki banyak arti. Misal, la
menjadi bintang di kelapa sa menjadi bintang pertunjukan, ia menjadi bintang di film itu.

2. Makna Denotasi dan Makna Konotasi

Makna denotasi adalah makna senungguhnya dari sebuah kata yang tidak dilengkapi dengan
adanya nilai rasa. Makna konotasi adalah makna kata dengan memperhatikan adanya aspek nilai
rasa, baik negatif maupun positif Misalnya, tuli adalah kata denotatif, tuna rangu adalah kata
yang bermakna konotasi. Dengan demikian, salah jika kita mengatakan bahwa makna konotasi
adalah makna kias dan makna tambahan. Konotasi bukan makna kias, melainkan makna yang
berhubungan dengan nilai rasa. Kalaupun disebut maksu tambahan, tambahan dalam hal ini
adalah nilai rasa itu sendiri yang bisa nilai rasa positif dan nilai rasa negatif

3. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial

Makna referensial adalah makna kata yang sesuai dengan referen dari kats tersebut. Referen
adalah benda nyata yang menjadi acuan sebuah kata. Misalnya, kata buku dan pesil adalah kata
yang memiliki makna referensial karena buku dan pensil memiliki benda acuan. Kata hubungan
dan kata depan merupakan contoh kata-kata nonreferensial karena kata-kata yang berkategon
tersebut tidak memiliki benda acuan.

Berdasarkan konsep ini, ada baiknya kita melihat hubungan antara kata makna, dan
referennya. Bahwa semua kata memiliki makna. Namun tidak semua kata memiliki referen.
Kata-kata penghubung memiliki makna walaupun tidak punya benda acuan. Makna kata juga
memi laki referen walaupun komep referen makna di sini bukan referen sebagaimana dalam
konsep kata, melainkan situasi dan kondisi penggunaan bahasa.

4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Makna konseptual adalah makna kata sesuai dengan konsep atau benda acuan dari kata tersebut.
Makna asosiatif adalah makna yang terbentuk sebagai hasil asosiatif antara kata dengan keadaan
tertentu yang diacu di luar bahasa. Kata melati misalnya secara konseptual berarti sebagai salah
satu jenis bunga, secara asiatif melati sering dimaknai 'suci atau kesucian'. Demikian pula merah
dia sosiasikan berani, putih diasosiasikan 'Suci' dsb.

5. Makna Stilistika, Makna Afektif, dan Makna Kolokatif

Makna stilistika adalah makna yang berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan
adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Misalnya, ada kata dosen,
guru, tutor, pengajar, dan instruktur. Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan
perasaan pemakai ba hasa secara pribadi. Makna ini lebih banyak muncul dalam tataran lisan
dari pada tataran tulisan. Dengan adanya makna ini kita mengenal bahasa yang sopan, ramah,
keras, dan kasar. Makna kolokatif adalah makna kata dalam kaitannya dengan makna lain yang
mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frasa. Misalnya, kata tampan, cantik, dan indah
memiliki tempat masing masing yang tidak dapat dipertukarkan. Tampan untuk laki-laki, cantik
untuk perempuan, indah untuk bunga.

6. Makna Kata dan Makna Istilah

Makna kata adalah makna yang sifatnya masih umum. Makna istilah merupakan makna khusus
dari sebuah kata yang biasanya hanya berlaku dalam satu bidang tertentu. Kata memotong
adalah makna kata secara umum; kata amputasi walau memiliki makna yang sama dengan kata
memotong hanya berlaku dalam bidang kedokteran sehingga makna dari kata tersebut disebut
makna istilah. Demikian pula kata gulma memiliki makna istilah khusus dalam bidang pertanian

7. Makna Idiomatik dan Makna Peribahasa

Makna idiomatik adalah makna baru yang terbentuk sebagai hasil pengga bungan dua buah kata
atau lebih yang sangat berbeda dengan kata pemben ruknya. Misalnya, kata meja hijau memiliki
makna idiomatik 'pengadilan', kata buah tangan makna idiomatiknya oleh-oleh', dsb. Istilah
makna idiomatik juga sejajar dengan makna sungkapan dan metafora.

Makna peribahasa adalah makna yang dihasilkan dengan cara memban dingkan,
mengasosiasikan, dan menautkan makna leksikal dan makna grama tikal unsur-unsur pembentuk
peribahasa dengan makna lain yang menjadi tautannya. Mulnya, bagai air di daun talas yang
bermakna 'orang yang tidak mempunyai pendirian, lihat kondui air di daun talas yang gampang
dipindah pindahkan. Contoh lain adalah bagai anjing dan kucing yang artinya selalu bertengkar",
dsb.

8. Makna Kias

Makna kias adalah makna yang dibentuk dengan cara mengoposisikan kata tertentu dengan arti
sebenarnya. Kata membanting tulang memiliki makna kias bekerja keras, putri malam yang
artinya bulan, matahari yang dikiaskan raja siang adalah contoh kata-kata kiasan yang sering kita
jumpai. Melihat kondisi ini makna kias dihasilkan melalui pembentukan kiasan baik melalui
perbandingan maupun penamaan.

9. Makna Lokusi, llokusi, dan Perlokusi

Maktu lokusi adalah makna harfiah atau makna sebenarnya yang terkandung dalam sebuah
ujaran. Makna ilokusi adalah makna yang dipahami oleh s pendengar. Makna perlokasi adalah
makna yang diinginkan oleh si penutur Misalnya, seorang penjual buah mengatakan Teh apel?.
Makna lokusi adalah bahwa yang dia pegang adalah apel. Makna perlokusinya adalah bahwa
penutur mnawarkan apel, dan makna ilokusinya adalah penjual menawarkan apel kepadanya.
E. MEDAN MAKNA, KOMPONEN MAKNA, DAN RE LASI MAKNA

1. Medan Makna

Yang dimaksud dengan medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal
adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling ber hubungan karena menggambarkan
bagian bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama
warna, nama-nama pe rabot rumah tangga, atau nama-nama kekerabatan, yang masing-masing
me rupakan satu medan makna (Chaer, 2009).

Kata-kata atau leksem-leksem yang diklasifikasikan dalam satu medan makna berdasarkan
atas hubungan semantisnya dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu golongan kolokasi dan
golongan set. Medan kolokasi menun jukkan pada hubungan sintagmatik yang terdapat di antara
kata-kata atau lek sem-leksem atau unsur-unsur leksikalnya, misalnya kata-kata layar, perabu, ne
layan, badai, ombak, tenggelam merupakan kata-kata dalam satu kolokasi, yaitu satu tempat atau
lingkungan yang berkenaan dengan lingkungan kelautan.

Sementara itu, set menunjukkan pada hubungan yang paradigmatik kare na kata-kata atau
leksem-leksem yang berada dalam satu kelompok bisa saling disubstitusikan. Sekelompok kata
yang merupakan satu set biasanya mempu nyai kelas kata yang sama, dan merupakan satu
kesatuan. Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota set
yang lainnya. Misalnya, kata bayi, anak-anak, remaja dan dewasa merupakan set perkem bangan
anak/manusia.

2. Komponen Makna

Sama halnya dengan medan makna, setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai
makna. Makna yang dimiliki oleh setiap kata, leksem, atau butir leksikal itu terdiri dari sejumlah
komponen yang dinamakan komponen makna, yang membentuk keseluruhan makna kata,
leksem, atau butir leksikal tersebut. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau
disebutkan satu per satu berdasarkan "pengertian-pengertian" yang dimilikinya (Chaer, 2009).
Analisis komponen makna dapat dimanfaatkan sebagai berikut. Pertama, untuk mencari
perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim, misalnya, kata ayah dan bapak adalah dua kata
yang bersinonim. Dua buah kata yang ber sinonim maknanya tidak persis sama, tentu ada
perbedaan makna. Kalau di analisis kata ayah dan bapak dari segi komponen makna, kata ayah
dan bapak sama-sama memiliki komponen makna manusia, dewasa, dan sapaan kepada orang
tua laki-laki. Bedanya, kata ayah tidak memiliki komponen sapaan ke pada orang yang
dihormati, sedangkan kata bapak memiliki komponen makna sapaan kepada orang yang
dihormati. Oleh sebab itu, antara kata ayah dan bapak memiliki beda makna yang hakiki yang
menyebabkan keduanya tidak dapat dipertukarkan.

Kedua, berguna untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Misalnya, dalam proses afiksasi dengan pre fiks me- pada nomina yang memiliki
komponen makna alat akan mempunyai makna gramatikal melakukan tindakan dengan
menggunakan alat pada kata dasarnya, seperti pada kata menggergaji, memabat, menombak,
mengail, dan sebagainya. Proses afiksasi dengan prefiks me- terhadap nomina yang memiliki
komponen makna 'sifat atau ciri khas' akan mempunyai makna gramatikal 'menjadi atau berbuat
seperti yang disebut pada kata dasarnya seperti pada kata membeo, mematung, membaja,
membaui, dan sebagainya. Dalam proses komposisi, atau proses penggabungan leksem dengan
leksem, terlihat bahwa komponen makna yang dibentuk oleh bentuk dasar yang terlibat dalam
proses itu menentukan makna gramatikal yang dihasilkannya.

Ketiga, bermanfaat untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga dilihat pada proses
reduplikasi dan proses komposisi. Dalam proses reduplikasi, yang terjadi pada verba yang
memiliki komponen makna 'sesaat' dapat mem beri makna gramatikal 'berulang-ulang, seperti
pada kata memotong-motong. memukul-mukul, menendang-nendang, dan sebagainya. Pada verba
yang me miliki komponen makna 'bersaat' akan memberi makna gramatikal 'dilakukan tanpa
tujuan' seperti pada kata membaca-baca, mandi-mandi, duduk-duduk, dan sebagainya.

3. Relasi Makna

Relasi makna berkenaan dengan adanya hubungan antara satu kata dengan kata yang lainnya
yang terdapat dalam sebuah bahasa. Dalam konsep ini, re lasi makna dalam bahasa Indonesia
meliputi sinonim, antonim, hiponim, homonim, polisemi, ambiguitas, dan redudansi.
F. PERUBAHAN MAKNA
Sejalan dengan pemakaian bahasa, makna kata dapat berubah. Sebuah kata yang zaman dahulu
bermakna A pada waktu sekarang dapat bermakna B dan pada suatu waktu kelak mungkin
bermakna C dan D. Bertemali dengan hal tersebut berikut akan dipaparkan faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan makna dan jenis-jenis perubahan makna.

1. Faktor-Faktor yang Mengakibatkan Perubahan Makna


Chaer (2009) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perubahan makna tersebut
antara lain disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.

a. Perkembangan dalam Bidang Ilmu dan Teknologi


Perubahan sebuah makna kata dapat disebabkan oleh perkembangan bidang ilmu dan kemajuan
teknologi. Sebuah kata yang mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana tetap
digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan
baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu sebagai akibat dalam bidang teknologi. Contoh: kata
sastra yang awalnya bermakna tulisan atau buku yang baik isi dan ba hasanya berubah makna
menjadi karya yang bersifat imajinatif kreatif.

b. Perkembangan Sosial dan Budaya


Perubahan makna dapat pula disebabkan oleh perkembangan sosial dan bu daya dalam
masyarakat. Contoh: kata sarjana dahulu menurut bahasa Jawa Kuno berarti orang pandai dan
cendekiawan sekarang berubah menjadi orang yang lulus dari perguruan tinggi atau universitas.

c.Perbedaan Bidang Pemakaian

Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya di kenal dan di
gunakan dengan makna tertentu dan bidang tertentu. Contoh: kata menggarap yang berasal dari
bidang pertanian, seperti dalam frase menggarap sawah, tanah garapan. Tetapi sekarang istilah
menggarap bisa digunakan dalam istilah menggarap skripsi.
d. Adanya Asosiasi
Perubahan makna dapat terjadi karena adanya persamaan sifat. Makna baru yang muncul
berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Contoh: kata
amplop yang berasal dari kata administrasi atau surat menyurat makna asalnya adalah sampul
surat, sekarang misalnya amplop dimasukkan uang, misalnya dalam kalimat "beri dia amplop
biar kerjaannya cepat selesai maksudnya di sini diberi uang.

e.Pertukaran Tanggapan Indra

Sebenarnya alat indra sudah mempunyai tugas masing-masing untuk menang kap gejala-gejala
yang terjadi di dunia ini. Namun demikian dalam perkem bangannya tugas masing-masing indra
ini terkadang dipertukarkan. Contoh: Rasa pedas seharunya ditanggap oleh alat indra perasa pada
lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengar seperti tampak dalam kalimar "kata-
katanya cukup pedas".

f. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal
yang tetap, Namun demikian karena sikap seseorang berbeda menyebabkan kata tersebut
mengalami perubahan makna. Contoh: kata bini sekarang dianggap memiliki nilai yang rendah
sedangkan kata istri dianggap memiliki nilai rasa yang tinggi

g. Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang sering digu nakan tanpa
diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan tetapi orang mengerti maksudnya. Contoh:
meninggal dunia menjadi meninggal, dokter menjadi dok. kondisi ini menyebabkan
perkembangan makna kata.

b. Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan istilah adalah dengan memanfaat kan kosakata bahasa
Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan
maupun memberi arti baru. Contoh: kata papan semula memiliki makna "lempengan kayu tipis"
sekarang diangkat menjadi istilah untuk makna "perumahan".
2. Jenis Perubahan Makna
Bahasa yang memiliki ciri dinamis pastilah akan mengalami perubahan mak na. Beberapa jenis
perubahan makna tersebut menurut Chaer (2009) dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Meluas, yakni gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya hanya memiliki
sebuah makna, tatapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain.
Misalnya kata saudara yang pada mulanya bermakna "seperut" atau "sekandungan’, sekarang
berkembang maknanya menjadi siapa saja yang sepertalian darah.

b. Menyempit, yakni gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mula nya mempunyai
makna yang cukup luas kemudian berubah terbatas pada sebuah makna saja. Misalnya kata
sarjana dulu dipakai untuk semua orang cendekiawan, sekarang hanya berarti untuk orang
yang lulus perguruan tinggi.

c. Amelioratif, yakni suatu proses perubahan makna yang pada mulanya memiliki makna lebih
rendah dari pada makna sekarang. Misalnya kata wanita sekarang maknanya lebih tinggi dari
pada kata perempuan.

d. Peyoratif, yaitu sebuah perubahan makna yang mengakibatkan sebuah kata atau ungkapan
yang menggambarkan sesuatu yang kurang baik dibandingkan dengan makna semula.
Misanya kata gelandangan seka rang maknanya mengandung nilai yang kurang baik.

e. Perubahan total, yaitu berubahnya makna sebuah kata dari makna asalnya. Misanya kata seni
pada mulanya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing sekarang diartikan sebagai
karya atau ciptaan.

f. Penghalusan, yaitu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk kata yang dianggap
memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan dari pada kata-kata yang digantikannya.
Misanya frase pembantu rumah tangga mengganti kata babu.
g. Pengasaran, yakni usaha untuk menggantikan kata yang maknanya halus atau bermakna biasa
dengan kata yang maknanya kasar. Misalnya ungka pan masuk kotak mengganti kata kalah.

h. Asosiasi, yakni perubahan makna yang terjadi karena adanya persamaan sifat sehingga suatu
kata atau istilah dapat dipakai untuk pengertian lain. Misalnya kata biang keladi dipakai
untuk menyebut orang yang menjadi penyebab atau pemimpin suatu perbuatan jahat.

i. Sinestesia, yakni perubahan makna akibat adanya kecenderungan untuk menggubah tanggapan
indra dengan tujuan untuk menegaskan maksud. Misalnya kata pedas yang seharusnya
ditanggap oleh alat indra perasa lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran
seperti dalam kalimat kata-katanya sangat pedas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada
setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu cabang ilmu yang
dipelajari dalam studi linguistik. Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi
makna, relasi makna, erubahan makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa.
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata dan
makna kalimat.

B. SARAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu tentang semantik sangatlah kita perlukan dalam
kehidupan sehari- hari. Maka dari itu saya sarankan kepada para pembaca semua agar terus
mempelajari semantik. Karena semantik mempunyai banyak manfaat, khususnya dalam
kegiatan pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai