Pembimbing
A.Vivit Angreani,S.Pd.,M.Pd.
Kelompok 3
MIRNAWATI ( 4517102013)
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongannya kami dapat menyelesaikan makalah kami.
Meskipun banyak rintangan dalam pembuatan makalah kami ini tapi kami
berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
membantu kami dalam mengerjakan makalah ini dengan baik. kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang sudah
membantu langsung dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menyadari masih ada saja kekurangan, oleh
karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun. Sekian
dari kami.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Jadi suatu ujaran dapat dipahami dengan baik oleh pendengar apabila
penutur dapat membuat enkode semantik, enkode gramatika, dan enkode fonologi
1[1]http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id//aspek-makna-dalam-semantik-
danketerkaitannya – dengan – jenis -jenis - makna/, diakses tanggal 6 Mei 2010
dengan baik, dan sebaliknya pihak pendengar dapat mendekode fonologi,
mendekode gramatika, dan mendekode semantik dari ujaran yang dikirimkan
penutur itu dengan baik juga. Disamping itu lingkungan tempat ujaran itu juga
berlangsung secara kondusif.
B. Rumusan Masalah
2.Apa yang dimaksud dengan makna leksikal itu dan bagaimana makna
tersebut dalam ujaran ?
5.Apa yang dimaksud dengan makna kohesi dan koherensi itu dan
bagaimana makna tersebut dalam ujaran ?
C. Tujuan Penulisan
5.Mengetahui yang dimaksud dengan makna kohesi dan koherensi itu dan
bagaimana makna tersebut dalam ujaran ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Makna Ujaran
Arti atau makna adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi-
ujaran dengan hal atau yang dimaksudkan. 2[2]
Dalam praktek berbahasa ternyata juga makna suatu ujaran tidak bisa
dipahami hanya dari kajian semantik, tetapi juga harus dibantu oleh dan
anggota tubuh serta mimik, dan sebagainya. kajian semiotik, seperti
pemahaman mengenai gerak-gerik tubuh dan anggota tubuh serta mimik
dan sebagainya.
3
Verhaar (1978) yang mendasarkan teorinya pada teori signe’
linguitique dari Ferdinand de Saussure (1916) menyatakan bahwa makna
adalah gejala internal bahasa. Teori verhaar mengenai makna yang
semata-mata berdasarkan gejala internal bahasa memang bisa di terima.
Namun, makna bahasa sebagai alat komunikasi sosial verbal banyak
tergantung pada faktor-faktor lain di luar bahasa. 4[4]
B. Makna Leksikal
Jadi, makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan
dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau
kalimat). Contoh: Rumah: bangunan untuk tempat tinggal manusia.
Makan: mengunyah dan menelan sesuatu. Makanan: segala sesuatu yang
boleh dimakan, dan lain-lain.
5
studi semantik yang menyangkut makna leksikal itu. Kasus-kasus itu
adalah:
1. Kasus kesinoniman
6
b. Faktor tempat, misal saya dengan beta adalah dua buah kata yang
bersinonim. Namun kalau kata saya bisa digunakan di daerah mana
saja di seluruh Indonesia, tetapi kata beta hanya cocok digunakan di
wilayah atau dalam konteks Indonesia bagian timur.
c. Faktor sosial, misal saya dengan aku adalah dua buah kata yang
bersinonim. Namun kalau kata saya bisa digunakan oleh siapa saja
terhadap siapa saja, sedangkan kata aku hanya dapat digunakan
terhadap lawan bicara yang lebih muda atau kedudukan sosialnya
lebih rendah.
2. Kasus keantoniman
a. Antonimi yang bersifat mutlak, yaitu keantoniman antara dua buah kata
atau leksem yang maknanya saling meniadakan. Misalnya hidup
dengan mati, sesuatu yang masih hidup tentu “belum mati” dan
sesuatu yang sudah mati tentu sudah “tidak hidup” lagi.
7
b. Antonimi yang bersifat relatif atau bergradasi, yaitu keantoniman antara
dua buah kata atau leksem yang pertentangan maknanya bersifat
relatif, tidak mutlak. Misal besar dengan kecil. Umumnya kata yang
berantonim relatif ini adalah dua buah kata dari kategori ajektifa. Oleh
karena itu, dalam suatu ujaran sesuatu yang murah bagi penutur bisa
di tafsirkan tidak murah bagi pendengar, begitu juga sesuatu yang
besar bagi penutur bisa di tafsirkan kecil bagi pendengar.
e. Antonim ganda. Yaitu kentoniman antara dua buah kata atau leksem
yang dengan pasangan yang lebih dari satu. Misalnya kata diam bisa
berantonim dengan kata bergerak, bicara, bekerja. 8[8]
3. Kasus kehomonimian
8
2. Apél : rapat, pertemuan, 1.tahu: makanan, 2. tahu :mengetahui
(bacaannya tau)
10
Homofon Berbeda sama berbeda11[11]
C. Makna Gramatikal
a. Fitur Makna
Makna setiap butir leksikal dapat dianalisis atas fitur-fitur makna yang
membentuk makna keseluruhan butir leksikal itu seutuhnya. Misalnya
1. Manusia + + + +
2. Dewasa
- + - +
3. Laki-laki
+ + - -
Jadi, dari bagan diatas bisa diambil kesimpulan dari salah satu
contoh kata Boy, memiliki fitur makna (+ manusia), )- dewasa), (+ laki-laki)
11
12
1. Nomina + + + +
2. Insan
+ - - -
3. Terhitung
4. Konkret + + - -
5. Bernyawa
+ + + -
+ + - -13[13]
13
- Kumpulkan kertas yang lebar-lebar itu disini
Dari makna gramatikal yang kita lihat dari contoh komposisi dengan
kata sate itu, tampak bahwa makna gramatikal yang muncul dari
gabungan kata itu, sangat berkaitan dengan fitur semantik yang dimiliki
oleh butir leksikal yang digabungkan dengan kata sate itu.Kata atau butir
leksikal kambing dan ayam sama-sama memiliki fitur semantik (+hewan),
(+daging),(+bahan (makanan)), maka fitur (+bahan (makanan)) ini
melahirkan makna gramatikal sate kambing dan ayam “bahan”, dll.
e. Kasus Kepolisemian
Sebuah kata atau ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai
makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya makna pertama
adalah makna sebenarnya, yang lain adalah makna yang dikembangkan.
Contoh:
D. Makna Kontekstual
a. Konteks intrakalimat
Makna sebuah kata tergantung pada kedudukannya di dalam kalimat,
baik menurut letak posisinya di dalam kalimat maupun menurut kata-kata
lain yang berada di depan maupun di belakangnya. Contoh : makna kata
jatuh dalam kalimat sebagai berikut
Kakak jatuh cinta pada gadis itu
Kakak jatuh dari pohon jambu
Makna kata jatuh di atas berbeda. Makna jatuh pada contoh pertama
“menjadi cinta”. Pada contoh kedua bermakna “terlempar ke bawah”.
b. Konteks antarkalimat
c. Konteks situasi
Maksudnya adalah kapan, dimana, dan suasana apa ujaran itu di
ucapkan. Contoh : “sudah hampir pukul dua belas
Akan berbeda makna bila di ucapkan oleh ibu asrama putri pada
malam hari yang di tujukan pada seorang pemuda yang masih bertamu
dengan yang di ucapkan oleh seorang ustad pondok pesantren pada
siang hari pada santrinya.15[15]
E. Makna Kohesi dan Koherensi
a. Kohesi
15
16
a. Kata ganti diri, dalam bahasa Indonesia meliputi: saya, aku, kami, kita,
engkau, kau, kamu. Kalian, anda, dia, dan mereka.
b. Kata ganti petunjuk, dalam bahasa Indonesia meliputi: ini, itu, sini,
sana, di sini, di sana, di situ, ke sini, dan ke sana.
c. Kata ganti penanya, dalam bahasa Indonesia meliputi: apa, siapa, dan
mana.
(3) Elipsis ialah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud
asalnya dapat diramalkan dari konteks luar bahasa. Elipsis dapat pula
dikatakan penggantian nol (zero), sesuatu yang ada tetapi tidak diucapkan
atau tidak dituliskan.
b. Koherensi
17
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna adalah gejala internal bahasa, tapi makna itu juga terkait dengan
gejala eksternal bahasa. Makna ujaran itu terbagi pula dalam memahaminya,
yaitu:
http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id//aspek-makna-dalam-semantik-
danketerkaitannya – dengan – jenis -jenis - makna/, diakses tanggal 6 Mei 2010
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=4&ved=&url=http
%3A%2F
%2Fcakrabuwana.files.wordpress.comwindakurniasari.doc&rct=j&q=pengertian+
makna+ujaran+gramatikal, diakses tanggal 6 Mei 2010
http://blogshinyocom.blogspot.com/2009/06/makalah-semantik-2-makna.html,
diakses tanggal 6 Mei 2010
http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&ct=res&cd=9&ved=0CCAQFjAI&url=http%3A%2F
%2Fwww.snapdrive.net%2Ffiles%2F606250%2FPerubahan
%2520makna.doc&rct=j&q=pengertian+makna+kontekstual, diakses tanggal 6
Mei 2010
http://karangan-dhesy.blogspot.com/2008/04/kohesi-dan-koherensi-pada-iklan-
layanan.html, diakses tanggal 6 Mei 2010