Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KATEGORI SEMANTIK

Dosen Pengampu : Indah Sulmayanti, M.Pd

Disusun Oleh :
1. Jhonata Hajis Pramudita (1888201031)
2. Fina Novitasari (1888201021)

PRODI BAHASA SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP NURUL HUDA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Semantik adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Di sini, makna
dapat diartikan sebagai isi dari suatu kata yang merujuk pada penggunaannya. Secara
sederhana, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu tentang makna. Dalam
bukunya, Ferdinand de Saussure mengemukakan definisi makna sebagai pengertian atau
konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi beberapa
definisi, yaitu Maksud Pembicara ; Pengaruh Penerapan Bahasa dalam pemakaian
persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia ; Hubungan dalam arti
kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal
yang ditunjukkannya ; Cara menggunakan lambang-lambang bahasa.
Dalam berujar atau menciptakan suatu kalimat, seorang linguis setidaknya dapat
memahami apa makna dari tiap-tiap kata yang terdapat dalam kalimat yang ia buat.
Ibaratnya, ketika kita memakan suatu jenis makanan, kita perlu tahu makanan itu terbuat
dari apa, dan apa manfaatnya bagi kita. Sama halnya dengan semantik. Ketika kita
membaca/menulis/mendengar suatu kalimat, maka kita harus tahu apa makna dari kata-
kata yang ada dalam kalimat tersebut. Untuk itu seorang linguis perlu mempelajari
semantik sebagai dasar pengetahuan untuk menguraikan arti atau makna dalam kalimat-
kalimat yang ia susun guna penelitian bahasa yang didasarkan pada linguistika.
Maka, dengan adanya semantik, seorang linguis yang awalnya tidak mengetahui
makna dalam unsur-unsur kalimat yaitu kata , maka dengan mempelajari semantik ia
mampu mendefinisikan makna atau arti dari kata dalam kalimat yang ia buat,
memudahkan dalam menganalisis suatu bahasa, menambah tingkat penguasaan
linguistika.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Jelaskan pengertian semantik
1.2.2 Jelaskan jenis-jenis makna
1.2.3 Jelaskan relasi makna
1.2.4 Jelaskan Perubahan makna
1.2.5 Jelaskan analisis semantic

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian semantik
1.3.2 Mengetahui jenis-jenis makna
1.3.3 Mengetahui relasi makna
1.3.4 Mengetahui Perubahan makna
1.3.5 Mengetahui analisis semantik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik
sendiri dibagi menjadi dua yaitu semantik gramatikal dan leksikal ( Asas-asas linguistik,
J.W.M Verhaar : 385). Semantik didefinisikan pada permulaan dan sementara waktu
sebagai “penyelidikan makna”. Istilah “sematik” berasal dari verba yunani yang berarti
“menandakan”. Istilah ini diciptakan pada akhir abad 19 (Pengantar Teori Linguitik,
John Lyons:393).
Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna bahasa.
Menurut Chaer (1990: 2) semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang
mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Objek yang dibahas oleh semantik
mencakup keseluruhan makna yang terkandung dalam bahasa. Seperti yang
dikemukakan oleh Nikelas (1988) dalam Ainin dan Asrori (2008), bahwa objek
semantik adalah telaah tentang makna yang mencakup lambang-lambang atau tanda-
tanda yang menyatakan makna, hubungan makna, yang satu dengan yang lainnya serta
pengaruh makna terhadap manusia dan masyarakat pengguna bahasa.
Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki
perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda
tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas
cakupannya.

1. Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda
dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori
arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang
kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi
bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan
makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan
hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7. Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga)
tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).

Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah


karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:

1. Pandangan historis mulai ditinggalkan


2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan
kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari
ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak
membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis
yang merupakan cabang logika simbolis.

Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden &
Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’
(pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan
signifikan dengan referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol
(lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang).
Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para
pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean
(verba), di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974)
menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of
meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya
cenderung menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli
sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak
dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.

a) Semantik Gramatikal
Makna gramatikal (struktur) dalam semantik ialah makna baru yang timbul
akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah
b) Semantik Leksikal
Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem dari bahasa. Oleh
karena itu, makna yang ada dalam leksem disebut makna leksikal. Leksem adalah
satuan bahasa yang bermakna. Istilah leksem ini dapat disetarakan dengan istilah kata,
yang biasa digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis dan didefinisikan sebagai
satuan gramatik bebas terkecil. Semantik leksikal menyangkut makna leksikal.
Berdasarkan maknanya, dapat diartikan makna leksikal ialah makna kata secara
lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau
kalimat).
Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan

2.2 Jenis-jenis Makna


2.2.1 Referensial dan Non Referensial
Referensial adalah kata-kata yang memiliki referen. Sedangkan, Non-Referensial
adalah kata-kata yang tidak memiliki referen.
Contoh:
a.Referensial: kata meja bermakna referensial karena memiliki referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut meja.
b.Non-referensial: kata karena tidak mempunyai referen sebab kata “karena”
termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
2.2.2 Denotatif dan Konotatif
Denotatif adalah kata yang memilliki makna yang sebenarnya. Sedangkan,
konotatif adalah kata yang memiliki makna rasa baik positif maupun negatif.
Contoh:
a. Denotatif : kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang
sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
b.Konotatif: kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’,
tetapi sekarang konotasinya positif.
2.2.3 Kata dan Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna
kata itu baru menjadi jelas kalau “kata” itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya
atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, “istilah” mempunyai makna yang jelas,
yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu
sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah
istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara
makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut :
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau
bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang
berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan
lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
2.2.4 Konseptual dan Asosiatif
Konseptual adalah makna yanng dimiliki oleh sebuah kata yang terlepas dari
konteks asosiasi. Sedangkan, Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau
kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa.
Contoh:
a. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai’.
b. Kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

2.2.5 Idiomatikal dan Peribahasa


Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Sedangkan, peribahasa
memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur- unsurnya
karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
Contoh:
a. bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna
’pengadilan’.
b. peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang
yang tidak pernah akur’.

2.3 Relasi Makna


Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa
yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
2.3.1 Sinonimi
Sinonimi adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda
bentuk kata. Contohnya “menyenangkan” dengan “memuaskan”; “bingung” dengan
“galau”.
2.3.2 Antonimi (Oposisi)
Antonimi adalah kata yang berupa timbal balik dari kata itu sendiri. Contohnya
baik dan buruk. Antonimi berkaitan erat dengan oposisi (perlawanan kata).
2.3.3 Homonimi, Homofoni, Homografi
Homonimi adalah hubungan diantara dua kata atau lebih, sedemikian rupa
sehingga bentuknya sama dan maknanya berbeda (bentuk, ucapan, tulisannya sama
tetapi beda makna). Contohnya bisa dalam arti mampu, dan bisa dalam arti racun.
Disamping homonimi ada pula istilah homofoni (yang mempunyai kesamaan bunyi
tanpa memperhatikan ejaanya, dengan makna yang berbeda) dan homografi (kata yang
memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda). Homofoni dilihat dari segi
“bunyi” (homo=sama, fon=bunyi), sedangkan homografi dilihat dari segi “tulisan,
ejaan” (homo=sama, grafo=tulisan).
Contoh:
Homofon
1. Bang : sebutan saudara laki-laki
2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang
Homograf
1. Apel : buah
2. Apél : rapat, pertemuan
2.3.4 Hiponimi Dan Hipernimi
Hiponimi dalam pasangan kata adalah hubungan kata antara yang lebih kecil (secara
ekstensional) dan kata yang lebih besar (secara ekstensional pula). Contohnya :
- merah merupakan hiponimi dari warna,
- ikan hipernimnya tongkol, gabus, lele, teri.
Jika relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat
dua arah, maka relasi anatar dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah.
2.3.5 Polisemi
Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu
atau kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti.
Dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama ( yang didaftarkan kamus) adalah
makna leksikal, makna denotatif dan makna konseptualnya. Yang lainnya adalah makna
yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau
satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna pada polisemi masih berkaitan satu sama lain.
Contoh:
Rambut di kepala nenek sudah putih.( Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian
atas)
Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.( Kepala yang menyatakan pimpinan)
2.3.6 Ambiguitas
Ambiguitas adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran
gramatikal yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat. Umumnya terjadi pada
bahasa tulis, karena bahasa tulis unsur suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan
secara akurat.
Contoh:
Buku sejarah baru. Dapat diartikan (1) buku sejarah yang baru. Dapat juga bermakna (2)
buku tentang sejarah baru.
2.3.7 Redundansi
Makna redudansi diartikan sebagai kata yang berlebih-lebihan pemakaian unsur
segmental dalam satu bentuk ujaran. Secara semantik masalah redudansi sebetulnya
tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar semantik adalah bila bentuk berbeda maka
makna pun akan berbeda.
Contoh :
Hamid menggenakan topi berwarna ungu, tidak akan berbeda maknanya dengan Hamid
bertopi ungu.
2.3.8 Meronimi
Meronimi adalah bentuk ujaran yang maknanya merupakan bagian atau
komponen dari bentuk ujaran yang lain. Contohnya pintu, jendela, dan atap adalah
meronimi dari rumah.
2.3.9. Makna Asosiatif
Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya hubungan
kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Contohnya kata melati berasosiasi
dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah berasosiasi berani.
2.3.10 Makna Afektif
Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara
terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Contohnya ”tutup mulut
kalian !” bentaknya kepada kami.

2.4 Perubahan Makna


2.4.1 Perluasan Makna (generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke
yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada
makna lama.
Contoh:

Makna Lama Makna Baru


Bapak (orang tua laki- Bapak (semua orang laki-
laki) laki yang lebih tua atau
berkedudukan lebih tinggi)
Saudara (anak yang Saudara (orang yang sama
sekandung) umur/ derajat)

2.4.2 Penyempitan Makna (Spesialisasi)


Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/ luas ke yang
lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit daripada makna lama
(semula).
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
sarjana : cendikiawan sarjana : lulusan perguruan
tinggi
pendeta : orang yang pendeta : guru Kristen
berilmu

2.4.3 Peninggian Makna (ameliorasi)


Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang
baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada makna lama.
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Buruh Pekerja Pabrik/Karyawan
Bunting Hamil

2.4.4 Penurunan Makna (Peyorasi)


Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru
dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya daripada
makna lama.
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Mengeluarkan Mendepak
Memasukkan Menjebloskan

2.4.5 Persamaan (asosiasi)


Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara
makna lama dan makna baru.
Contoh:
Makna Lama Makna Baru
Amplop (sampul surat) Amplop (uang sogok)
Bunga (bagian dari Bunga (gadis cantik)
tumbuhan)
Mencatut (mencabut Mencatut (menarik
dengan catut) keuntungan)

2.4.6 Pertukaran (sinestesia)


Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang
berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke
indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
1. suaranya terang sekali (pendengaran - penglihatan)
2. rupanya manis (penglihat - perasa)
3. namanya harum (pendengar - pencium)

2.5 Analisis Semantik


2.5.1 Analisis ekstensional dan analisis intensional
Makna ekstensional adalah makna pragmatis, menurut makna ekstensionalnya
kata X merujuk pada hal-hal yang ekstralingual, misalnya kata perabot merujuk pada
perabot yang bermacam-macam. Menurut makna intensional kata X terdiri dari
semantis tertentu, misalnya makna ‘’perabot’’, dalam kata perabot secara intensional
mengandung unsur-unsur semantis “perlengkapan” rumah tangga dan lain sebagainya.
Hukum semantis menyangkut hubungan antara makna intensional dan
ekstensional adalah sebagai berikut : semakin besar jumlah unsur semantis intensional,
semakin kecil jumlah objek yang dirujuk, dan sebaliknya. Semacam perbandingan
terbalik. Misalnya, secara intensional jumlah unsur semantis kata perabot adalah kecil,
tetapi besar secara ekstensional, karena yang dirujuk adalah perabot yang bermacam-
macam seperti kursi, meja, tempat tidur, dan lain-lain.

2.5.2 Analisis komponensial


Analisis komponensial adalah teori analisis makna yang menggunakan
pendekatan melalui komponen-komponen makna. Pendekatan analisis komponensial ini
berdasarkan kepada kepercayaan bahwa makna kata dapat dipecah-pecah menjadi
elemen-elemen makna yang merupakan ciri makna yang bersangkutan. Elemen-elemen
itu disebut komponen makna, oleh karena itu analisis ini disebut analisis komponensial
(Kentjono, 1990: 82).
Analisis ini dapat dipergunakan untuk mendeskripsikan tata hubungan antar
butir leksikal dalam sebuah medan makna atau mendeskripsikan sistem dan struktur
medan leksikal (Wedhawati (1999) dalam Ainin dan Asrori, 2008: 110). Oleh karena itu
cara ini lebih tepat dipakai untuk memerikan makna leksikon. Makna suatu leksikon
dapat diungkap bila unsur-unsur pemberi makna bisa diungkapkan.
Kentjono (1990: 83) memberikan contoh komponen makna yang disusun dan
digambarkan dengan diagram seperti berikut.
Dewasa = kawin
Manusia = anak-anak belum kawin
Bernyawa = hewan
Benda = tidak bernyawa
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam studi bahasa (linguistika), semantik sangat diperlukan guna
mempermudah telaah unsur-unsur bahasa yang dijadikan objek kajian.
Seperti yang telah dijelaskan, Semantik adalah ilmu tentang makna, suatu
cabang dari ilmu bahasa (linguistika). Maka, guna memperoleh dasar dalam penelitian
bahasa, seorang linguis harus menguasai semantik agar tidak terjadi kesalahan dalam
proses penelitian bahasa yang ia lakukan, mengingat begitu banyaknya variasi makna
dalam satu atau dua kata.
Semantik dibedakan menjadi dua, yaitu semantik leksikal dan semantik
gramatikal. Sedangkan berdasarkan maknanya, terdapat beberapa jenis makna, yaitu
referensial dan non-referensial, denotatif dan konotatif, kata dan istilah, konseptual dan
asosiatif, idiomatikal dan peribahasa. Makna dalam semantik pun mengalami proses
yaitu relasi makna (sinonimi, antonimi, homofoni, homonimi, homografi, hiponimi,
hipernimi, polisemi, ambiguitas, meronimi, redundansi, makna asosiatif, makna afektif)
dan perubahan makna (generalisasi, spesialisasi, ameliorasi, peyorasi, asosiasi, dan
sinestesia). Dalam analisisnya, terdiri dari dua analisis yaitu analisis ekstensional dan
analisis intensional, dan analisis komponensial.
DAFTAR PUSTAKA

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Asas-Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta : PT gramedia pustaka utama.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: FS UI

Anda mungkin juga menyukai