Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH INDIVIDU

“ SEMANTIK “

Dosen Pengampu:

Dr. Idawati.S.PD,.M.PD.

Oleh:

SYNTHA ESTERLITA KARYANI

1951040021

PBSI C 2019

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berisikan tentang “Objek Kajian Semantik” tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena


keterbatasan ilmu yang kami miliki. Namun berkat usaha dan bantuan dari
beberapa pihak, makalah ini dapat terselesaikan meski masih banyak terdapat
kekurangan.

Terima kasih kami kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi
dan dorongan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Harapan kami adalah semoga kritik dan saran dari pembaca tetap
tersalurkan kepada kami dan semoga makalah ini bermanfaat.

Takalar, 19 Mei 2020

Penulis

ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................4

A. Pengertian Semantik.....................................................................................................4
B. Konsep Semantik Bahasa Indonesia.............................................................................4
C. Batasan Semantik Bahasa Indonesia.............................................................................6
D. Jenis Makna dan Perubahan Makna..............................................................................7
a. Jenis-Jenis Makna...................................................................................................7
b. Perubahan Makna..................................................................................................14
E. Relasi Makna.............................................................................................................17
a. Pengertian Relasi makna.....................................................................................17
b. Jenis-Jenis Makna................................................................................................19
F. Objek Kajian Semantik..............................................................................................26
G. Pendekanatan Semantik.............................................................................................27
a. Pengertian Makna dalam Pemakaian Sehari-Hari...............................................27
b. Pengertian Makna Sebagai Istilah.......................................................................29
H. Idion dan Ragam Idiom.............................................................................................29
I. Polisemi, Hiponemi, Hipernimi.................................................................................30
J. Leksikon dan Perkembangan Leksikon.....................................................................30
K. Hubungan Semantik dengan Ilmu-Ilmu Lain............................................................34
a. Pengertian semantik dengan ilmu-ilmu lain........................................................34
b. Hubungan semantik dengan ilmu-ilmu lain.........................................................35

iii
BAB III PENUTUP ......................................................................................................39

A. Kesimpulan ................................................................................................................39
B. Penutup.......................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................41

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Semantik merupakan sebuah ilmu bahasa yang sangat dekat dalam
lingkungan masyarakat, khususnya bagi seorang mahasiswa yang mempelajari
ilmu bahasa itu sendiri.Oleh karena itu, semantik merupakan suatu bagian
penting dalam pemahaman dan mengkaji bahasa itu sendiri. Semantik juga
merupakan bagian dari ilmu linguistic yang mengkaji struktur suatu bahasa
yang berhubungan dengan makna ungkapan atau struktur makna suatu wicara.
Sebagai mahasiswa yang memperlajari dan mengkaji tentang bahasa, cabang
ilmu linguistik ini harus dikuasai dan dipahami.
Dalam pendidikan bahasa Indonesia, kajian semantic menjadi bagian
yang penting, karena sejalan dengan perkembangan zaman bahasa pun akan
mengalami perkembangan atau pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran
makna dalam bahasa Indonesia dipastikan tidak dapat dihindari, hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya harus dikuasai dan dipahami
oleh seorang pengkaji bahasa.
Setiap pembahasan dan pengkajian semantik perlu diketahui terlebih
dahulu konsep dan batasan semantik dalam bahasa Indonesia. Hal ini perlu
untuk membatasi ruang lingkup pengkajian semantik bahasa Indonesia
sehingga tidak keluar dari konteks pembahasan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut.
1) Apakah yang dimaksud dengan semantik?
2) Apa saja konsep dan batasan semantik bahasa Indonesia?
3) Apa saja jenis – jenis dan perubahan makna?
4) Apa saja yang termasuk relasi makna ?
5) Apa saja objek kajian semantik?

1
6) Apa saja pendekatan semantik ?
7) Apa saja idion dan ragam idiom?
8) Apa saja polisemi,homonimi,hipernimi?
9) Apa saja leksikon dan perkembangan leksikom?
10) Apa saja hubungan semantik dengan ilmu lain ?

C. TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, dapat dikemukakan tujuan
penulisan sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui pengertian semantik.
2) Untuk mengetahui konsep semantik dan batasan semantik bahasa
indonesia.
3) Untuk mengetahui jenis – jenis dan perubahan makna.
4) Untuk mengetahui yang termasuk relasi makna ?
5) Untuk mengetahui objek kajian semantik?
6) Untuk mengetahui pendekatan semantik ?
7) Untuk mengetahui idiom dan ragam idiom?
8) Untuk mengetahui polisemi,homonimi,hipernimi?
9) Untuk mengetahui komponen makna leksikal?
10) Untuk mengetahui hubungan semantik dengan ilmu lain ?

D. MANFAAT PENULISAN
Jika sudah dijawab dari rumusan masalah di atas, diharapkan memiliki
manfaat penulisan sebagai berikut:
1) Untuk mahasiswa, diharapkan dapat membantu dalam mendukung,
menjembatani, mengembangkan dan melengkapi bahan bacaan yang terkait
dengan konsep dan batasan semantik bahasa Indonesia.
2) Untuk masyarakat umum, diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan terkait dengan konsep dan batasan semantik bahasa Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SEMANTIK
Semantik pada dasarnya merupakan suatu istilah yang mengacu pada
studi tentang makna. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani, yaitu ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata
kerjanya adalah ‘semaino’ yang artinya ‘menandai’ atau ‘melambangkan’,
yang dimaksud tanda atau lambing di sini adalah tanda-tanda linguistik.
Menurut KBBI V, semantik adalah ilmu tentang makna kata dan kalimat;
pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata(KBBI Daring,
2019). Sedangkan menurut beberapa sumber, semantik adalah cabang
linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa,
kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, semantik adalah
pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek
lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih
sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada
konteks tertentu (Wikipedia, 2019).
Berikut adalah beberapa pengertian semantik menurut para ahli
(Kurniawan, 2020).
1. Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan
tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-
tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar, 1989: 9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori
makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki
makna atau arti.
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang
menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman
dunia manusia.

3
B. KONSEP SEMANTIK BAHASA INDONESIA
1. Konsep-Konsep Dasar Semantik
Konsep-konsep semantik yang dikemukakan berikut ini mencakup
konsep-konsep sejak saat mengemukakannya semantik, pada prinsipnya,
yang berkaitan dengan semantik sebagai kajian makna bahasa, namun
sangat terbatas pada referensi yang terjangkau.
a. Bahasa
Banyak definisi tentang bahasa oleh berbagai linguis. Untuk
keperluan ini dikutip empat definisi yang menyinggung atau yang
berkaitan dengan semantik.
1) Richard et al. (1992) memberikan batasan bahasa, yaitu The system of
human communication by means of structured arrangement as sounds
(or their written representation) to form larger units, eg. Morphomes,
words, sentence.
2) Wardhaugh (1977) mengatakan language is a system of arbitrary
vocal symbols used for human communication.
b. Grammar
Konsep grammar pertama kali dikemukakan dan dipelopori oleh
seorang sarjana berkebangsaan Jerman bernama C.Chr. Reisig, sekitar
tahun 1820-1925. Konsep ini mencakup etimologi: kajian tentang asal
usul bahasa, perubahan bentuk kata, dan perubahan arti; syntax: kajian
tentang kalimat; dan semasiology: studi atau kajian tentang tanda pada
umumnya. Pada masa itu, yang terkenal dengan masa yang disebut
underground period, semantik tampil ke permukaan sebagai ilmu tentang
tanda yang disebut semiologi. Dengan kata lain, pembicaraan tentang
makna sudah mulai dilakukan, namun yang dibicarakan itu termasuk
dalam substansi semasiologi. Kemudian, menjelang akhir abad ke-20
muncul konsep grammar baru oleh Noam Chomsky yang terkenal dengan
generative grammar.

4
c. Semiologi
Semiologi merupakan salah satu konsep dasar yang sering disebut
Semiotik. Dalam kaitan bahasa dan komunikasi, Robins (1992) membagi
lambang atas lambang bahasa dan lambang selain bahasa yang disebut
tanda-tanda. Ilmu yang mempelajari sistem lambang dan tanda yang sering
disebut semiotik berada di luar jangkauan sebuah ilmu bahasa secara
umum. Tanda-tanda sistem lambang yang dimaksud itu berkaitan dengan
alamiah, misalnya ‘menggigil’ diartikan sebagai tanda demam, atau ‘peta
atau rambu-rambu jalan’, dan lain-lain cenderung menyatakan hal-hal
yang diacunya. Sedangkan bahasa sebagai sistem lambang hampir
seluruhnya didasarkan atas konvensi murni dan sifatnya arbitrer.
d. Proposisi
Richard, et al (1992) mendefinisikan proposisi sebagai the basic
meaning which a sentence expresses. Kemudian mereka dikatakan
propositions consist of (a) something which is named or talked about
(known as the argument or identity), (b) an assertion or predication
which is made about the argument. Pendapat ini sama dengan yang
diberikan oleh Harimurti dalam Aminuddin (1988), yaitu sebagai
konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicaraan,
terjadi dari predikator yang berkaitan dengan satu argumen atau lebih.
Aminuddin (1988) menambahkan, bahwa proposisi sifatnya abstrak,
karena setiap bentuk bahasa merupakan pernyataan yang berada dalam
abstraksi pikiran penutur. Contoh yang diberikan, misalnya tatanan ‘saya
lapar’ yang masih dalam pikiran adalah proposisi, sedangkan bentuk
ujarnya adalah tadi pagi saya tidak sarapan, atau seharian saya belum
makan. Bentuk-bentuk ujar ini, yang mewakili proposisi saya lapar
adalah pernyataan. Demikianlah proposisi juga termasuk konsep dasar
karena proposisi merupakan struktur makna yang mengontrol struktur
bentuk atau aturan main bahasa.

5
e. Presuposisi
Presuposisi berkaitan dengan pengetahuan awal untuk membantu
memahami proposisi ujaran. Berdasarkan pendapat linguis, seperti Lyons
dalam Soetikno (1995), Palmer dalam Aminuddin (1988), bahwa
presuposisi merupakan unsur peranggapan bagi lawan bicara supaya
mampu memahami paparan ujaran seseorang penutur karena ujaran itu
memiliki tanda, konteks,dan mengandung referen acuan yang sudah
sama-sama dipahami oleh interlokutor sebagai lawan bicara. Dengan kata
lain, tanpa presuposisi tidak bakal terjadi pemahaman. Dalam praktik hal
ini disebut tidak berkaitan akibat salah pemahaman. Lebih jauh
presuposisi dapat dibedakan atas presuposisi logis, yaitu yang berkaitan
dengan pengolahan dan pemahaman pesan yang isi semantisnya memiliki
hubungan logis dengan bentuk ekspresi, baik dalam pengkodean maupun
penataan relasi; dan presuposisi pragmatis berkaitan dengan konteks
sosial-situasional yang melatari.

C. BATASAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA


Istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik daripada
istilah untuk ilmu makna lainnya. Seperti semiotika, semiologi, semasiologi,
sememik, dan semik. Ini dikarenakan istilah-istilah lainnya itu mempunyai
cakupan objek yang cukup luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang
pada umumnya. Termasuk tanda lalulintas, morse, tanda matematika, dan juga
tanda-tanda yang lain. Sedangkan, batasan cakupan dari semantik adalah
makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
(NUR DIANA, 16:07:29 UTC).
Seperti dinyatakan bahwa semantik mencakup bidang yang sangat luas,
baik dari struktur dan fungsi bahasa maupun dari segi interdisiplin bidang ilmu
(Fatimah, 2009: 4). Tetapi dalam hal ini ruang lingkup semantik terbatas pada
hubungan ilmu makna itu sendiri dibidang linguistik.

6
Faktor nonlingistik ikut mempengaruhi semantik sebagai fungsi bahasa
non simbolik. Semantik adalah studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan
proses mental atau simbolisme dalam aktivitas bicara (Tarigan, 2004: 5).
Hubungan bahasa dengan proses mental dapat dinyatakan dengan
beberapa cara. Beberapa pakar proses mental tidak perlu dipelajari karena
membingungkan, sebagian lagi menyatakan bahwa proses mental harus
dipelajari secara terpisah dari semantik, atau semantik dipelajari tanpa
menyinggung proses mental.

D. JENIS-JENIS MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA


A. Jenis – Jenis Makna
Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Palmer (1976 : 34)
mengemukakan jenis-jenis makna. (i) makna kognitif (cognitive meaning); (ii)
makna ideasional (ideational meaning); (iii) makna denotasi (denatosional
meaning); (iv) makna proposisi (propositional meaning), sedangkan Shieplay,
Ed, (1962 : 261-262) berpendapat bahwa makna mempunyai jenis : (i) makna
emotif (emotive meaning); (ii) makna kognitif (cognitive meaning) atau makna
deskriptif (descriptive meaning); (iv) makna pictorial (pictorial meaning); (v)
makna kamus (dictionary meaning); (vi) makna samping (fringe meaning); dan
(vii) makna inti (core meaning).
Verhaar (1983:124) mengemukakan istilah makna gramatikal dan makna
leksikal, sedangkan Boomfield (1933:151) mengemukakan istilah makna
sempit (narrowed meaning) dan makna luas (widened meaning). Tentu masih
ada pendapat lain yang dapat ditambahkan sehingga makin lengkaplah jenis-
jenis makna tersebut.
Berikut ini jenis makna tersebut akan dipaparkan. Istilah tipe makna dan
jenis makna digunakan bersama-sama di sini, sehingga ada makna yang dapat
digolongkan ke dalam jenis-jenis makna.
1. Makna Afektif
Makna afektif (Inggris: affective meaning, Belanda: affective
betekenis) merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendegar atau

7
pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh karena makna afektif
berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa,
maka dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya
bahasa.
2. Makna Denotative
Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna kata atau
kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa
dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.
Makna denotatif adalah makna polos, makna apa adanya. Makna denotatif
didasarkan atas petunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang
didasarkan pada konvesi tertentu (Harimurti, 1982:32).
3. Makna Deskriptif
Makna deskriptif (descriptive meaning) yang biasa disebut pula makna
kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referential meaning) adalah
makna yang terkandung di dalam setiap kata. Makna yang ditunjukkan oleh
lambang itu sendiri. Jadi, kalau seseorang mengatakan air, maka yang dimaksud
adalah sejenis benda cair yang digunakan untuk mandi, mencuci, dan diminum. Air
yang dimaksud adalah air yang terdapat di dalam ember, bak mandi, atau yang
terdapat di dalam loyang.
4. Makna Deskriptif
Makna ekstensi (extentional meaning) adalah makna yang mencakup
semua ciri objek atau konsep (Harimurti, 1982:103). Makna ini mencakup
semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata. Contoh,
kata kepala, ayah, dll.
5. Makna Emotif
Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat
adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai apa yang
dipikirkan atau dirasakan (Shipley, 1962:261). Misalnya, kata kerbau yang
muncul dalam urutan kata engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan
perasaan tidak enak baik pendengar, atau dengan kata lain, kata kerbau
mengandung makna emosi.
6. Makna Gerefflekter

8
Makna gereflekter (Belanda: gereflecteerde betekenis) muncul dalam
hal makna konseptual yang jamak, makna yang muncul akibat reaksi kita
terhadap makna yang lain (lihat, Leech, I, 1974:33-35). Makna gereflekter
tidak saja muncul karena sugesti emosional, tetapi juga yang berhubungan
dengan kata atau ungkapan tabu. Misalnya, kata-kata bersetubuh, ereksi,
ejakulasi, adalah kata-kata yang mengandung makna gerefflekter.
7. Makna Gramatikal
Makna gramatikal (gramatical meaning), atau makna fungsional
(functional meaning), atau makna struktural (structural meaning), atau
makna internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai
akibat nerfungsinya kata dalam kalimat.
Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat
di kepala yang berfungsi untuk melihat. Namun, setelah kata mata
ditempatkan dalam kalimat, misalnya, “Hei, mana matamu?” Kata mata
tidak mengacu lagi pada makna alat untuk melihat atau menunjuk pada
indra untuk melihat, tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara mengerjakan
yang hasilnya kotor, tidak baik.
8. Makna Ideasional
Makna ideasional (ideational meaning) adalah makna yang muncul
akibat penggunaan kata yang memiliki konsep. Katakanlah ada kata
partisipasi. Orang mengerti ide apa yang hendak ditonjolkan di dalam kata
partisipasi. Salah satu ide yang terkandung dalam kata partisipasi, ialah
aktivitas maksimal seseorang untuk ikut di dalam kata tersebut, orang dapat
memikirkan bagaimana cara memotivasi seseorang untuk berpartisipasi,
prasyarat-prasyarat apa yang harus dipersiapkan atau dipenuhi oleh
seseorang untuk berpartisipasi, sanksi apa yang dapat diberikan kalau
seseorang tidak berpartisipasi.
9. Makna Intensi
Makna intensi (intentional meaning) adalah makna yang menekankan
maksud pembicara (Harimurti, 1982:103). Ambillah contoh, saya minta roti.
10. Makna Khusus

9
Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya
terbatas pada bidang tertentu. Ambillah kata operasi. Bagi dokter atau orang
yang bekerja di rumah sakit, makna kata operasi selalu dikhususkan pada
upaya menyelamatkan nyawa orang dengan jalan mengoperasi sebagian
anggota tubuh pasien. Bagi militer, makna kata operasi selalu dikhususkan
dengan upaya melumpuhkan perlawanan lawan, dan kalau mungkin
menumpas perlawanan musuh, sedangkan bagi polisi, makna kata operasi
dikhususkan pada upaya menjadi ketertiban pada masyarakat.
11. Makna Kiasan
Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah
pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya (Harimurti, 1982:103).
Makna kiasan tidak sesuai lagi dengan konsep yang terdapat di dalam kata
tersebut. Makna kiasan sudah bergeser dari makna sebenarnya, namun kalau
dipikir secara mendalam, masih ada kaitan dengan makna sebenarnya.
12. Makna Kognitif
Makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif
(descriptive meaning), atau makan referensial (referential meaning)
biasanya dibedakan atas: (i) hubungan antara kata dan benda atau yang
diacu, dan ini disebut ekstensi atau denotasi kata; (ii) hubungan antara kata
dan karakteristik tertentu, dan ini disebut konotasi kata (Shipley, 1962:261).
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa,
objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis
komponennya.
13. Makna Kolokasi
Makna kolokasi (Belanda: collocative betekenis) biasanya
berhubungan dengan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama (cf.
Leech, I, 1974:35). Kalau seseorang berkata garam, gula, ikan, sayur,
terong, tomat, kata-kata ini berhubungan dengan lingkungan dapur.
14. Makna Konotatif

10
Makna konotatif (conotative meaning) muncul sebagai akibat asosiasi
perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang
dibaca. Zgusta (1971:38) berpendapat bahwa makna konotatif adalah makna
semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang
biasanya berfungsi menandai. Harimurti (1982:91) berpendapat, aspek
makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau
pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan
pendengar (pembaca).
15. Makna Konseptual
Makna konseptual (Belanda: conseptuele betekenis) disebut juga
makna denotatif. Makna konseptual dianggap sebagai faktor utama di dalam
setiap komunikasi. Makna konseptual merupakan hal yang esensial di dalam
suatu bahasa. Makna konseptual dapat diketahui setelah kita
menghubungkan atau membandingkannya pada tataran bahasa. Leech (I,
1974:25) mengemukakan dua prinsip, yakni prinsip ketidaksamaan dan
prinsip struktur unsurnya. Prinsip ketidaksamaan dapat dianalisis
berdasarkan klasifikasi bunyi dalam tataran fonologi yang setiap bunyi
ditandai + (positif) kalau ciri dipenuhi, dan ditandai –(negatif) jika ciri tidak
dipenuhi.
16. Makna Konstruksi
Makna konstruksi (construction meaningi) adalah makna yang
terdapat di dalam suatu konstruksi kebahasaan. Misalnya, makna milik atau
yang menyatakan kepunyaan dalam BI dinyatakan dengan jalan mebuat
urutan kata atau menggunakan akhiran punya.
17. Makna Kontekstual
Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional
(situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan
konteks. Konteks yang dimaksud di sini, yakni: (i) konteks orangan,
termasuk yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia
pembicara/pendengar, latar belakang sosial ekonomi pembicara/pendengar;
(ii) konteks situasi, situasi aman, ribut; (iii) konteks tujuan, misalnya,

11
meminta, mengharapkan sesuatu; (iv) konteks formal tidaknya pembicaraan;
(v) konteks suasana hati pembicara/pendengar, misalnya, takut, gembira,
jengkel; (vi)konteks waktu, misalnya, malam, siang; (vii) konteks tempat,
misalnya, sekolah, pasar, bioskop; (viii) konteks objek, apa yang menjadi
fokus pembicaraan; (ix) konteks alat kelengkapan bicara/dengar pada
pembicara/pendengar; (x) konteks kebahasaan, apakah memenuhi kaidah
bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak; (xi) konteks bahasa, bahasa
yang digunakan.
18. Makna Leksikal
Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic
meaning) atau makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika
kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan
yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang terdapat dalam kamus.
Makna leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunaannya atau konteksnya (Harimurti, 1982:103). Verhaar (1983:9)
mengatakan, semantik leksikal tidak perlu kita uraikan banyak di sini;
sebuah kamus merupakan contoh yang tepat dari semantik leksikal, makna
tiap-tiap kata diuraikan di situ.
19. Makna Lokusi
Dalam teori ujaran (speech act theory) (lihat Pateda, 1988: 13;
Nababan, 1987:18) terdapat 3 macam tindak ujaran, yakni: (i) tindak lokusi
(locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan sautu keterangan
dalam suatu ujaran; (ii) tindak ilokusi (illocutionary act) yaitu pengujaran
suatu pernyataan, janji, pertanyaan, tawaran; dan (iii) perlokusi
(perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ujaran itu
pada pihak pendengar sesuai dengan konteks.
20. Makna Luas
Makna luas (extended meaning) menunjukkan bahwa makna yang
terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang dipertimbangkan.
Sebenarnya kalau dipikir, semua kata yang tergolong kata yang berkonsep,
dapat dikatakan memiliki makna luas.

12
21. Makna Piktorial
Makna piktorial (pictorial meaning) adalah makna muncul akibat
bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca
(cf, Shipley, 1962:261). Misalnya, kata kakus, orang akan membayangkan
bagaimana bentuk kakus, baunya, warna kotoran.

22. Makna Proposisional


Makna proporsional (propositional meaning) adalah makna yang
muncul apabila seseorang membatasi pengertiannya tentang sesuatu.
Biasanya hal ini berhubungan dengan matematika atau hal-hal yang sudah
pasti. Makna proposisional biasa dipadankan dengan makna deskriptif,
makna referensial, atau makna kognitif, atau makna ideasional (lihat Lyons,
I, 1977:51). Makna proposisional yang dikaitkan dengan matematika,
dikenal dengan jenis proposisional, yakni sikap proposisional (propositional
attitude), kalkulus proposisional (propositional calculus), formula
proposisional (propositional formula), dan variabel proposisional
(propositional variable) (lihat Lyons, I, 1977 : 51).
23. Makna Pusat
Makna pusat (central meaning) atau makan inti (core meaning) adalah
makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada di
dalam konteks kalimat.
24. Makna Referensial
Makan referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung
berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata. Menurut Palner
(1976:30), “reference deals with the relationship between the linguistic
elements, words, sentences, etc, and the non-linguistic world of
experience.”
Makna referensial merupakan makna unsur bahasa yang sangat dekat
hubungannya dengan dunia di luar bahasa, apakah objek atau gagasan, dan
yang dapat.
25. Makna Tekstual, Makna Tematis, dan Makna Umum

13
Makan tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah
seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperoleh
hanya melalui makna setiap kata, atau makna setiap kalimat, tetapi makna
tekstual ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan
demikian, makna tekstual lebih berhubungan dengan bahasa tertulis. Setelah
membaca keseluruhan teks, barulah maknanya dapat ditentukan. Makna
tekstual lebih bershubungan dengan amanat, pesan, boleh juga tema yang
ingin disampaikan melalui teks. Makna tematis (Belanda: thematische
betekenis) akan dipahami setelah dikomunikasikan oleh pembicara atau
penulis baik melalui urutan kata-kata, focus pembicaraan maupun
penekanan pembicaraan. Makna umum (general meaning) adalah makna
yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang
khusus atau tertentu saja. Makna umum dapat juga dikatakan makna luas,
makna yang luas pengertiannya.
26. Makna Sempit dan Makna Stilistika
Makna sempit (specialized meaning) atau (narrowed meaning)
merupakan makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran.
Misalnya, kata ahli bahasa.
Makna stilistika (Belanda: stilistische betekenis) adalah makna yang
timbul akibat pemakaian bahasa. Makna stilistika berhubungan dengan
pemakaian bahasa yang menimbulkan efek, terutama kepada pembaca. Efek
tersebut lebih banyak berhubungan dengan emosi, dengan perasaan;
gembira, senang, jengkel, kasihan, menolak, sedih, setuju, terharu,
terkesima.
b. Perubahan Makna
Dari pembicaran mengenai faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya
perubahan makna barangkali sudah dapat dilihat ada perubahan yang sifatnya
menghalus, ada perubahan yang sifatnya meluas, ada perubahan yang sifatnya
menyempit atau mengkhusus, perubahan yang sifatnya yan halus, ada
perubahan yang sifatnya mengasar, dan ada pula perubahan yang sifatnya total.
Maksudnya, berubah sama sekali dari makna semula.

14
1. Meluas (Generalisasi)
Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata
atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi
kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain.
Umpamanya pada kata saudara, pada mulanya hanya bermakna ‘seperut’
atau ‘sekandung’. Kemudian maknanya berkembang menjadi ‘siapa saja
yang sepertalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam waktu yang relatif
singkat, tetapi dapat terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun,
yang perlu diingat adalah bahwa makna-makna lain yang terjadi sebagai
hasil perluasan iu masih berada dalam lingkup poliseminya. Jadi, makna-
makna itu masih ada hubungannya dengan makna aslinya.
2. Menyempit (Spesialisasi)
Perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata
yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah
menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya
kata sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’,
kemudian hanya berarti ‘orang yang lulus dari perguruan tinggi’, seperti
tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana hukum.
3. Perubahan Total
Perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata
dari makna aslinya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki
sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut
pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali. Misalkan, kata ceramah yang
dulunya berarti 'cerewet', tetapi sekarang kata itu berarti 'pidato' atau
'uraian'.
4. Penghalusan (Ufemia)
Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini maka akan berhadapan
dengan gejala yang ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang
dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan dari kata atau

15
ujaran sebelumnya. Misalnya pada kata babu diganti dengan pembantu
rumah tangga dan kini diganti lagi menjadi pramuwisma.
5. Pengasaran
Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha
untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan
kata yang maknanya kasar. Usaha-usaha atau gejala pengasaran ini biasanya
dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan
kejengkelan. Misalnya kata atau ungkapan masuk kotak dipakai untuk
menggantikan kata kalah seperti pada kalimat Taufik sudah masuk kotak.
6. Peninggian (Ameliorasi)
Ameliorasi atau peninggian kata adalah sebuah perubahan makna
dimana arti baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilai rasanya dari arti
yang lama. Misalkan, kata wanita dirasakan lebih tinggi nilai rasanya
daripada kata perempuan. Ada juga pada kata pemberian menjadi anugerah.
7. Pertukaran (Sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua
indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari
indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.

Contoh:

suaranya terang sekali             (pendengaran penglihatan)

rupanya manis                         (penglihat perasa)

namanya harum                       (pendengar pencium)

8. Persamaan (asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat
antara makna lama dan makna baru.

Contoh:

makna lama:                                                            makna baru:

16
amplop: sampul surat                                                  uang sogok

9. Metafora
Perubahan makna pada sebuah kata yang melukiskan sesuatu dengan
perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir
sama, tanpa kata pembanding seperti atau sebagai di antara dua hal yang
berbeda.
Contoh:
- Raja siang telah pergi keperaduannya. ( raja siang = matahari )
- Dewi malam telah keluar dari balik awan. ( dewi malam = bulan )
- Tulisan cakar ayam itu tidak dapat dibaca. ( cakar ayam = jelek)

E. RELASI MAKNA
A. Pengertian Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara
sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya
lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan
makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan
ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi),
kelebihan makna (redundansi), dan lainnya (Abdul Chaer, 2013).
Djajasudarma (1993: 5) berpendapat bahwa makna adalah pertautan yang
ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Artinya.
setiap pertautan unsur-unsur bahasa menimbulkan makna tertentu. Makna
sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan
pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Sejalan dengan pendapat di atas,
Soedjito (1990: 63) mengemukakan bahwa makna ialah hubungan antara
bentuk bahasa dan barang (hal) yang diacunya.
Menurut Pateda (2001: 71) menyatakan bahwa semantik gramatikal
adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam
satuan kalimat. Penafsiran berasal dari keseluruhan isi kalimat bukan dari segi
kata. Berdasarkan hal tersebut, makna gramatikal merupakan makna yang

17
mucul akibat keberadaan kata tersebut dalam sebuah kalimat (Pateda, 1988:
92).
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal.
Makna leksikal itu berkenaan dengan leksem atau kata yang sesuai dengan
referensinya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai
akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan
proses komposisi. Makna sebuah kata baik dasar ataupun kata jadian, sering
bergantung pada konteks kalimat atau konteks situasi, maka makna gramatikal
juga disebut makna tekstual atau makna situasional, selain itu juga bisa disebut
makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu
berkenaan dengan struktur kebahasaan.
Makna-makna kata yang berpolisemi itu dipertalikan oleh benang merah
atau hubungan secara asosiatif oleh makna primernya. Pertalian semantik ada
beberapa jenis yaitu sinonimi (kesamaan makna), antonimi (keberlawanan
makna), homonimi (kelaian makna), hiponimi (ketercakupan makna), dan
polisemi (kegandaan makna).(bab 2-08205244082.pdf n.d.)
Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memusatkan pada
pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal
memperhatikan makna yang terdapat di dalam kata sebagai satuan mandiri
(Pateda, 1996: 74). Sejalan dengan Pateda, Keraf (2002: 34) mengungkapkan
bahwa yang dimaksud dengan struktur leksikal adalah bermacam-macam relasi
semantik yang terdapat pada kata. Hubungan antara kata itu dapat berwujud
sinonim, polisemi, homonim, hiponim,dan antonim.
Verhaar (1999: 388) berpendapat bahwa semantik leksikal menyangkut
makna leksikal. Semantik leksikal secara leksikologis mencakup segi-segi
sebagai berikut: (a) makna dan refren, (b) denotasi dan konotasi, (c) analisis
ekstensional dan analisis 7 intensional, (d) analisis komponensial, (e) makna
dan pemakaiannya, (f) kesinoniman, keantoniman, kehomoniman, dan
kehiponiman. Secara umum hubungan antara satu makna dan makna yang lain
secara leksikal dibedakan atas sinonim, antonim, penjamin makna, hipernim,

18
dan hiponim (superordinal atau subordinal), homonim, dan polisemi (Parera,
2004: 60).
Penjamin makna adalah sebuah pernyataan XI menjamin makna dari
pernyataan Y jika kebenaran pernyataan Y merupakan akibat dari kebenaran
pernyataan XI. Contohnya, jika mengatakan “mawar”, maka sudah ada jaminan
bahwa ia sebuah bunga karena dalam makna “mawar” ada komponen “bunga”.
Akan tetapi, jika seorang berujar “Adik memetik bunga”, sudah tentu ada
jaminan bahwa “Adik memetik mawar”. Jika seorang berujar “Adik memetik
mawar‟, maka sudah ada jaminan makna bahwa “Adik memetik bunga”.
Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa relasi makna adalah
hubungan atau pertalian antara bentuk bahasa dan barang (hal) yang telah
disepakati bersa-ma oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling
dimengerti.(BAB II.pdf n.d.).

B. Jenis-jenis Relasi Makna

1. Sinonimi

Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno,


yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti ‘dengan’. Maka
secara harfiah kata sinonim berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang
sama’. Secara semantik menurut Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai
ungkapan (bisa berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya kurang
lebih sama dengan makna ungkapan lain (Abdul Chaer, 2013).

Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua
arah. Dua buah kata yang bersinonim kesamaannya tidak seratus persen,
hanya kurang lebih dan kesamaanya tidak bersifat mutlak (Zgusta dan
Ullman dalam Abdul Chaer). Tidak mutlak sebab ada prinsip semantik yang
mengatakan apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda,
walaupun perbedaanya hanya sedikit. Kata-kata yang bersinonim itu tidak
memiliki makna yang persis sama.

19
Menurut teori Verhaar yang sama tentu adalah informasinya, padahal
informasi ini bukan makna karena informasi bersifat ekstralingual
sedangkan makna bersifat intralingual.

Kesinoniman mutlak atau kesinoniman simetris memang tidak ada


dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Ketidakmungkinan kita untuk
menukar sebuah kata dengan kata lain, yang bersinonim adalah banyak
sebabnya. Antara lain: faktor waktu, faktor tempat atau daerah, faktor sosial,
faktor bidang kegiatan dan faktor nuansa makna.

Sinonim tidak hanya terjadi pada kata, tetapi bisa dalam satuan bahasa
lainnya seperti: morfem bebas dengan morfem terikat, kata dengan kata,
kata dengan frase, frase dengan frase dan kalimat dengan kalimat.Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai sinonim:

a. Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia mempunyai sinonim.


b. Ada kata-kata yang bersinonim pada bentuk dasar tetapi tidak pada
bentuk jadian.
c. Ada kata-kata yang tidak mempunyai sinonim pada bentuk dasar, tetapi
memiliki sinonim pada bentuk jadian.
d. Ada kata-kata yag dalam arti “sebenarnya” tidak mempunyai sinonim,
tetapi dalam arti “kiasan” justru mempunyai sinonim.

2. Antonimi atau Oposisi


Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang
artinya ‘nama’, dan anti yang artinya ‘melawan’.  Maka secara harfiah
antonim berarti ‘nama lain untuk benda lain pula’. Secara semantik, Verhaar
(1978) mendefinisikan sebagai ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat
pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan
dari makna ungkapan lain (Abdul Chaer, 2013). Hubungan makna antara
dua buah kata yang berantonim bersifat dua arah. Antonim terdapat pada

20
semua tataran bahasa, tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran
kalimat. Hanya mencari contohnya dalam setiap bahasa tidak mudah.
Antonim pun, sama halnya dengan sinonim, tidak bersifat mutlak.
Itulah sebabnya barangkali dalam batasan diatas, Verhaar menyatakan
“yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain”. Jadi hanya
dianggap kebalikan bukan mutlak berlawanan. Dengan istilah oposisi, maka
bisa tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang
hanya bersifat kontras saja. Berdasarkan sifatnya, oposisi dapat dibedakan
menjadi :

a. Oposisi mutlak, yaitu terdapat pertentangan makna secara mutlak.


b. Oposisi kutub, yaitu makna kata-kata yang termasuk oposisi kutub ini
pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan bersifat garadasi.
Artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata-kata. Kata-kata yang
beroposisi kutub ini umumnya adalah kata-kata dari kelas adjektif.
c. Oposisi hubungan, yaitu makna kata-kata yang beroposisi hubungan
(relasional) ini bersifat saling melengkapi. Artinya, kehadiran kata yang
satu karena ada kata yang lain menjadi oposisinya. Tanpa kehadiran
keduanya maka oposisi ini tidak ada. Kata-kata yang beroposisi
hubungan ini bisa berupa kata kerja. Selain itu, bisa berupa kata benda.
d. Oposisi hierarkial yaitu, makna kata-kata yag beroposisi hierarkial ini
menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Kata-kata yang beroposisi
hierarkial ini adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat,
panjang dan isi), nama satuan hitungan dan penanggalan, nama jenjang
kepangkatan, dan sebagainya.

Oposisi majemuk yaitu, oposisi di antara dua buah kata. Namun, dalam
perbendaharaan kata bahasa Indonesia ada kata-kata yang beroposisi lebih
dari satu kata.

3. Homonimi, Homofoni, dan Homografi

21
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onomo yang artinya
‘nama’ dan homo artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan
sebagai ‘nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara semantik, Verhaar
(1978) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase
atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata,
frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama (Abdul Chaer, 2013). Dalam
bahasa Indonesia banyak juga homonimi yang terdiri lebih dari tiga buah
kata.
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta di dalam kata yang berhomonimi digunakan angka
Romawi, tetapi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1983) oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1988) juga oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kata-kata
yang berhomonimi itu ditandai dengan angka Arab. Hubungan antara dua
buah kata yang homonim bersifat dua arah. Ada dua kemungkinan sebab
terjadinya homonimi :

a. Bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek


yang berlainan.
b. Bentuk-bentuk yang berhomonim itu terjadi sebagai hasil proses
morfologi.

Sama halnya dengan sinonim, antonim, homonimi ini dapat terjadi


pada tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat.

a. Homonimi antarmorfem, tentunya antara sebuah morfem terikat dengan


morfem terikat lainnya.
b. Homonimi antarfrase
c. Homonimi antarkalimat

Di samping homonimi ada pula istilah homofoni dan homografi.


Ketiga istilah ini biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek

22
pembicaraan. Homonimi dilihat dari segi “bunyi” (homo yang artinya sama
dan fon yang artinya bunyi), sedangkan homografi dilihat dari segi
“tulisan”, “ejaaan” (homo yang artinya sama dan grafi yang artinya tulisan).

Homofoni sebetulnya sama saja dengan homonimi karena realisasinya


bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Jadi, kata ‘bisa’ yang berarti
‘racun ular dan kata ‘bisa’ yang berarti ‘sanggup’, selain merupakan bentuk
yang homonimi adalah juga bentuk yang homofoni, dan juga homografi
karena tulisannya juga sama. Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata
yang homofon, tetapi ditulis dengan ejaan yang berbeda karena ingin
memperjelas perbedaan makna. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan Poerwadarminta kata-kata yang homograf ini diberi keterangan
cara melafalkannya di belakang tiap-tiap kata. Ada beberapa buku pelajaran
yang menyatakan bahwa homograf adalah juga homonim karena mereka
berpandangan ada dua macam homonim, yaitu (a) homonim yang homofon,
dan (b) homonim yang homograf.

4. Hiponimi dan Hipernimi


Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti
‘nama’ dan hype berarti ‘dibawah’. Jadi, secara harfiah berarti ‘nama yang
termasuk di bawah nama lain’. Secara semantik Verhaar (1978) menyatakan
hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga
frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna
suatu ungkapan lain.
Jika relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan
berhomonim bersifat dua arah maka relasi antara dua buah kata yang
berhiponim ini adalah searah. Definisi Verhaar disebutkan bahwa hiponim
kiranya terdapat pula dalam bentuk frase dan kalimat. Namun, kiranya sukar
mencari contohnya dalam bahasa Indonesia karena juga hal ini lebih banyak
menyangkut masalah logika dan bukan masalah linguistik. Oleh karena itu,

23
menurut Verhaar masalah ini dapat dilewati saja, tidak perlu dipersoalkan
lagi.
Konsep hiponimi dan hipernimi mengandaikan adanya kelas bawahan
dan kelas atasan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna
kata lainnya. Karena itu, ada kemungkinan sebuah kata yang merupakan
hipernimi terhadap sejumlah kata lain, akan menjadi hiponim terhadap kata
lain yang hierarkial berada diatasnya. Konsep hiponimi dan hipernimi
mudah diterapkan pada kata benda tetapi agak sukar pada kata kerja dan
kata sifat. Di samping istilah hiponimi ada pula istilah yang disebut
meronimi. Kedua istilah ini mengandung konsep yang hampir sama.
Bedanya adalah kalau hiponimi menyatakan adanya kata (unsur leksikal)
yang maknanya berada di bawah makna kata lain, sedangkan meronimi
menyatakan adanya kata (unsur leksikal) yang  merupakan bagian dari kata
lain.
5. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa ( terutama kata, bisa
juga frasa) yang memiliki makna lebih dari satu. Menurut pembicaraan
terdahulu setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna
leksikal dan makna yang sesuai dengan referennya.
Dalam perkembangan selanjutnya komponen-komponen makna ini
berkembang menjadi makna-makna tersendiri. Makna-makna yang bukan
makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikal sebab tidak merujuk
kepada referen dari kata itu yang berkenaan dengan polisemi ini adalah
bagaimana kita bisa membedakannya dengan bentuk-bentuk yang disebut
homonimi. Bahwa homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah
kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama.
Homonimi bukan sebuah kata maka maknanya pun berbeda, di dalam
kamus bentuk-bentuk yang homonimi didaftarkan sebagai entri-entri yang
berbeda. Sebaliknya bentuk-bentuk adalah sebuah kata yang memiliki
makna lebih dari satu. Karena polisemi ini adalah sebuah kata maka di
dalamnya kamus didaftarkan sebagai sebuah entri. Satu lagi perbedaan

24
antara homonimi dan polisemi, yaitu makna-makna pada bentuk-bentuk
homonimi tidak ada kaitan atau hubungannnya sama sekali antara yang satu
dengan yang lainnya.
6. Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang
bermakna ganda atau mendua arti. Polisemi  juga bermakna ganda. Polisemi
dan ambiguitas sama-sama bermakna ganda hanya kalau kegandaan makna
dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam
ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau
kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang
berbeda.
Bahasa lisan penafsiran ganda ini mungkin tidak akan terjadi karena
stuktur gramatikal itu dibantu oleh unsur intonasi. Namun, dalam bahasa
tulis penafsiran ganda ini dapat saja terjadi jika penanda-penanda ejaan tidak
lengkap diberikan. Perbedaan ambiguitas dengan homonimi dilihat sebagai
bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna yang berbeda, sedangkan
ambiguitas adalah semua bentuk dengan makna yang berbeda sebagai akibat
dari berbedanya penafsiran stuktur gramatikal bentuk tersebut. Ambiguitas
hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat, sedangkan homonimi dapat
terjadi pada semua satuan gramatikal (morfem, kata, frase, dan kalimat).
7. Redudansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan
pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’. Salah satu prinsip
dasar semantik adalah bila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda.
Makna adalah suatu fenomena dalam ujaran (utterance, internal
phenomenon), sedangkan informasi adalah sesuatu yang luar ujaran
(utterence-external). (Alegorinai 2016).

25
F. OBJEK KAJIAN SEMANTIK

Objek kajian semantic adalah makna atau arti satuan bahasa. Leech,
(1983) menjelaskan bahwa objek kajian semantic adalah makna satuan bahasa
yang tidak dihubungkan dengan konteks tuturan. Semantic mengaji tanda
bahasa dengan konsep serta acuannya baik secara leksikal maupun gramatikal.
Semantic mengaji apa arti X. Djajasudarma (1993:4) menjelaskan satuan yang
dikaji maknanya itu mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan
wacana.

Objek kajian semantika adalah satuan bahasa yang memiliki atau


menyatakan makna. Yang termasuk satuan bahasa yang memiliki makna
adalah kata, klitik, leksem, frase, klausa, kalimat, dan wacana, sedangkan
satuan bahasa yang tidak memiliki makna tetapi menyatakan makna adalah
morfem (Ekowardono, 2013: 4).

Subroto (2011) mengemukakan bahwa semantik mengkaji arti bahasa


(arti lingual) yang bersifat bebas konteks atau tidak terikat konteks. Arti bahasa
pada dasarnya adalah bentuk pengetahuan yang tersimpan di dalam dan
terstruktur di dalam bahasa, dikuasai secara lebih kurang sama oleh para
pengguna bahasa, serta digunakan dalam komunikasi secara umum dan wajar.
Arti itu tersimpan di dalam bahasa maksudnya adalah bahwa bahasa sebagai
sistem tanda lingual (tanda bahasa) merupakan paduan dari aspek bentuk
(formal aspect ofthe sign) dan aspek arti (semantic aspect of the sign).
Berdasarkan rumusan itu, untuk menjadi bahasa kita tidak hanya menerima
rentetan bunyi bahasa yang kosong melompong (tanpa sesuatu yang
terkandung di dalamnya) atau rentetan huruf tanpa sesuatu yang dapat
ditangkap di dalamnya. Demikian pula sebaliknya, untuk menjadi bahasa suatu
ide atau gagasan atau keinginan itu perlu dibungkus secara bersistem dalam
wujud rangkaian bunyi bahasa.

26
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa objek kajian
semantika adalah satuan bahasa berupa tanda bahasa (tanda lingual) yang
memiliki atau menyatakan makna.

Objek kajian semantik adalah makna atu arti satua bahasa. Leech, (1983:
8—10) menjelaskan bahwa objek kajian semantik adalah maknana satuan
bahasa yang tidak di hubungkkan dengan konteks tuturan. Semantik mengkaji
tanda bahasa dengan konsep serta acuan baik secara leksikal maupun
gramatikal. Verhaar (1983:9) berkata”…perbedaan antara leksikon dan
gramatika menyebabkan bahwa dalam semantik itu kita bedakan pula antara
semantik leksikal dan semantik gramatikal. Kelak akan dijelaskan bahwa
semantik bukan saja semantik gramatikal dan semantik leksikal , tetapi jauh
lebih luas dari itu.”

G. PENDEKATAN SEMANTIK
A. Pengertian Makna Dalam Pemakaian Sehari-Hari
Dalam pemakaian sehari-hari, kata makna digunakan dalam berbagai
bidang maupun konteks pemakaian.Apakah pengertian khusus kata makna
tersebut serta pembedanya dengan ide, misalnya, tidak begitu
diperhatikan.Sebab itu, sudah sejajarnya bila makna juga disejajarkan
pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi,
maksud, firasat, isi dan pikiran.Berbagai pengertian itu begitu saja disejajarkan
dengan kata makna karena keberadaanya memang tidak pernah dikenali secara
cermat dan dipilah secara tepat.
Dari sekian banyak pengertian yang diberikan itu, hanya arti yang
dekat pengertiannya dengan makna. Meskipun demikian, bukan berarti
keduanya sinonim mutlak.Disebut demikian karena arti adalah kata yang
mencakup makna danpengertian (cf. Kridalaksana,
1982:15).Pengertian gagasan pada dasarnya memiliki kesejajaran pengertian
dengan pikiran maupun ide. Sebab itu, dalam bahasa Inggris ketiga kata itu

27
tercakup dalam kata thought. Lebih lanjut, thought sebagai aktivitas mental
meliputi konsep maupun pernyataan (Hudson, 1980: 75). Apabila konsep
berkaitan dengan olahan ingatan dan kesimpulan, maka istilah pernyataan
berkaitan dengan proposisi dan statemen.Prosuposisi sebagai istilah juga
diberi pengertian berbeda-beda. Sebagai gejala kejiwaan, proposisi adalah
gejala kejiwaan, proposisi adalah isi konsep yang masih kasar yang akan
melahirkan statemen. Sedangkan Lyons lebih cendrung mengartikan proposisi
sebagai perwujudan ekspresi dalam bentuk kalimat, yang bisa benar atau salah
(Lyons, 1979: 38).Selain itu, Harimurti memberi pembatasan pengertian
batasan proposisi sebagai konfigurasi makna yang menjelaskan isi dari
pembicaraan, terjadi dari predikator yang berkaitan dengan satuargumen atau
lebih (Kridalaksana, 1982: 139).Sehubungan dengan kajian ini, berbeda dengan
rumusan diatas, proposisi diartikan sebagai pernyataan dasar yang masih
berada dalam abstraksi pikiran penutur. Tatanan “saya lapar” yang masih
berada dalam pikiran adalah contoh proposisi, sedangkan perwujudannya
dalam kalimat, misalnya, tadi pagi saya tidak sarapan, seharian saya belum
makan, dan sejumlah wujud kalimat lain yang mewakili proposisi “saya lapar”
adalah pernyataanatau statemen.
Baik penyataan proposisi, maupun gagasan yang mencakup pengertian
pikiran dan ide, konsep, pesan, dan maksud pada dasarnya merupakan aspek
semantis yang harus dikembalikan dan berasal dari sender. Pesan
atau massage disebut berada padasender karena pesan adalah isi komunikasi
dalam sender yang diwadahi oleh tatanan lambang kebahasaan secara
individual (Cherry, 1957: 304; Lyons, 1979: 36). Apabila pesan itu sudah
ditransmisikan lewat signal atau tanda, maka isi pesan itu disebut informasi.
Pemahaman informasi pada diri pembaca, biasa disebut dengan isiatau conteks.
Menurut Lyons, kegiatan penyusunan pesan tidak dapat terlepas
darienkonding, sedangkan usaha memahami pesan yang dilakukan penerima
pesan disebut dekoding. Apabila dekoding gagal, informasi dan isi
dapat  tinggal jadi pesanyang ada pada si penutur. Dengan demikian,
komunikasi itu pun belum berhasil.

28
B. Pengertian Makna Sebagai Istilah
Kata makna sebagai istilah mengacu pada pengertian yang sangat luas.
Sebab itu, tidak mengherankan bila Odgen & Richards dalam bukunya, The
meaning of meaning (1923), mendaftar enam belas rumusan pengertian makna
yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Adapun batasan
pemberian makna dalam pembahasan ini.Makna ialah hubungan antara bahasa
dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa
sehingga dapat saling mengerti (cf. Grice, 1957; Bolinger, 1981: 108). Dari
batasan pengeritan  itu dapat diketahui adanya unsur pokok yang tercakup di
dalamnya, yakni (1) makna adalah hubungan antara bahasa dan dunia luar, (2)
penentuan hubungan terjadi karena adanya kesepakatan para pemakai, serta (3)
perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi
sehingga dapat saling mengerti.

H. IDIOM DAN RAGAM IDIOM

1. Idiom (Ungkapan)

Idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya
sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang
membentuknya.

Contoh:

(1)    selaras dengan, insaf akan, berbicara tentang, terima kasih atas, berdasarkan
pada/kepada.

(2)    membanting tulang, bertekuk lutut, mengadu domba, menarik hati, berkeras


kepala

Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, atas, dan
pada/kepada dengan kata-kata yang digabunginya merupakan ungkapan tetap
sehingga tidak dapat diubah atau digantikan dengan kata tugas yang

29
lain.Demikian pula pada contoh (2). Idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah
dengan kata-kata yang lain.

I. POLISEMI, HIPONIMI, HIPERNIMI


A. Polisemi
Polisemi adalah kata-kata yang memiliki makna atau arti lebih dari satu
karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata.
Satu kata seperti kata "Kepala" dapat diartikan bermacam-macam
walaupun arti utama kepala adalah bagian tubuh manusia yang ada di atas
leher.
Contoh : "Kepala"

B. Hipernim dan Hiponim.


Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim
dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan
hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim.
Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim
merupakan anggota dari kata hipernim.

J. LEKSIKON DAN PERKEMBANGAN LEKSIKON


A. Hakikat Leksikon

Leksikon berasal dari bahasa Yunani yakni, lexikόn atau lexikόs yang


berarti kata, ucapan, atau cara bicara. Istilah leksikon lazim digunakan untuk
mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan secara
keseluruhan, maupun secara sebagian (Chaer, 2007: 2-6). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa;
komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian
kata dalam bahasa. Kalau leksikon disamakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan
demikian, makna leksikal dapat diartikan dengan sebagai makna yang bersifat
leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal dapat juga  diartikan

30
makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil observasi
panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.

Dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem


dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu
disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam
studi semantik untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini
kurang lebih dapat dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam
studi morfologi dan sintaksis dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan
gramatikal bebas terkecil.

Leksem dapat berupa kata, dapat juga berupa gabungan kata. Kumpulan
dari leksem suatu bahasa disebut leksikon, sedangkan kumpulan kata-kata dari
suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata. Kajian terhadap leksikon mencakup
apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan
penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi),
hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. dalam
penggunaan sehari-hari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.

Kosakata adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang atau entitas


lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang
didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang
tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang
tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara
umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau
tingkat pendidikannya. Penambahan kosakata seseorang secara umum dianggap
merupakan bagian penting, baik dari proses pembelajaran suatu bahasa ataupun
pengembangan kemampuan seseorang dalam suatu bahasa yang sudah
dikuasai. Murid sekolah sering diajarkan kata-kata baru sebagai bagian dari mata
pelajaran tertentu dan banyak pula orang dewasa yang menganggap pembentukan
kosakata sebagai suatu kegiatan yang menarik dan edukatif.

31
Dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem
dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu
disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam
studi semantik untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini
kurang lebih dapat dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam
studi morfologi dan sintaksis dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan
gramatikal bebas terkecil. Leksem dapat berupa kata, dapat juga berupa gabungan
kata. Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon, sedangkan kumpulan
kata-kata dari suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata.

B. Satuan Leksikon

Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bemakna
(Chaer, 2002: 60). Adapun pembentukan satuan dalam leksikal yaitu:

a.   Perkembangan Dalam Bidang Ilmu dan Teknologi

1.        Kata kapal yang pada awalnya hanya ‘alat pengangkutan di laut’ telah
berubah menjadi ‘alat angkut di laut dan udara’ dengan sebutan kapal
laut dan kapal terbang.

Contoh:             

–    Kapal laut itu akan berlayar menuju kepulauan Dabo Singkep.

–    Perjalanannya menuju ke Jakarta menggunakan kapal

      terbang.

2.      Kata kereta api yang pada makna awalnya alat transportasi  bergerak dengan
tenaga uap dari proses pembakaran.

b.   Perkembangan Sosial dan Budaya

32
1.      Kata virus yang hanya berhubungan dengan penyakit, sekarang         menjadi
kata umum untuk mengartikan semua yang mengganggu dan menghambat
kelancaran pengerjaan sesuatu, misalnya, virus komputer, virus masyarakat.

Contoh:

-Flash disk itu kemasukan virus komputer sehingga data-data di dalamnya tidak


bisa dibuka.

c.   Perbedaan Bidang Pemakaian

1.   Kata menyetir yang berasal dari bidang transportasi, kini banyak digunakan


dalam bidang-bidang lain dengan makna ‘memgontrol’  seperti dalam kalimat
berikut.

Contoh:

– Tugasnya di perusahaan itu hanyalah menyetir pekerjaan- pekerjaan   karyawan


lainnya.

2.      Kata memangkas yang berasal dari bidang pertanian, kini banyak digunakan


dalam bidang-bidang lain dengan makna ‘memotong, mengurangi’ pada kalimat:

Contoh:

– Pak Danu memangkas rambut Rino.

– Penghematan listrik yang dilakukannya akhir-akhir ini bertujuan


untuk memangkas biaya rumah tangga.

3.   Kata menjahit yang berasal dari bidang konveksi, kini banyak digunakan


bidang-bidang lain dengan makna ‘melekatkan kembali sesuatu yang sudah putus’
seperti dalam kalimat:

– Dokter menjahit perut ibu yang baru melahirkan secara Caesar.

33
K. HUBUNGAN SEMANTIK DENGAN ILMU-ILMU LAIN
A. Pengertian Semantik dan Ilmu Lainnya yang Terkait
1. Pengetian Semantik
Pengetian yang mudah dipahami perihal semantik disampaikan oleh
Verhaar (1999:385) yang mengemukakan bahwa semantik merupakan
cabang dari ilmu linguistik yang meneliti arti atau makna. Dengan kata lain
semantik menjadikan makna sebagai objek penelitian ataupun kajiannya.
Para ahli yang lain seperti Samuel dan Kiefer, Lehrer, serta Kambartel juga
memberi pengertian yang tidak jauh beda dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Verhaar.
Makalah ini akan membahas tentang hubungan semantik dengan
beberapa disiplin ilmu. Oleh karena itu, sebelum kita meninjau
hubungannya terlebih dahulu kita tinjau pengertian dari berbagai ilmu yang
berhubungan dengan semantik itu sendiri.
2. Pengertian Ilmu Lainnya yang Terkait
a. Ilmu yang pertama adalah linguistik.
Menurut Verhaar (1996:3) Linguistik berarti ilmu tentang bahasa.
Bahasa menjadi objek kajiannya. Linguistik memiliki beberapa cabang
ilmu yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Jadi semantik
merupakan bagian dari ilmu linguistik. Tentu banyak kaitannya antar
cabang ilmu linguistik tersebut.(Verhaar 1999)
b. Ilmu yang kedua adalah Psikologi.
Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno
yaitu psyce dan logos. Psyce berarti jiwa, roh, atau sukma dan logos yang
berarti ilmu. Abdul Chaer menyatakan bahwa psikologi berarti ilmu jiwa
atau ilmu yang menjadikan jiwa sebagai objek kajiannya. Terkadang
seseorang menggunakan bahasa dalam suasana yang berbeda-beda.
Ketika jiwa dalam suasana bahagia maka bahasa yang diproduksi tentu
akan berbeda dengan bahasa yang diproduksi ketika jiwa dalam keadaan
yang tidak tenang.(Chaer 2003)
c. Ilmu yang ketiga adalah Logika

34
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Yasin and Sunarto Hapsyono
1990:193) logika memiliki arti pengetahuan tentang cara berpikir secara
sehat dan beralasan serta masuk akal. Artinya kalimat yang nantinya
dihasilkan oleh seseorang harusnya memiliki makna yang beralasan dan
masuk akal sehingga diterima oleh orang yang membaca atau mendengar
kalimat tersebut.
d. Ilmu selanjutnya adalah Filsafat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) elektronik versi
1.3 filsafat memiliki arti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Kalimat-
kalimat yang ditulis atau diujarkan seseorang akan berbeda segi analisis
maknanya menurut ahli filsafat yang disebut filsuf. Biasanya filsuf akan
mempermasalahkan makna dari sebuah kata itu sampai ke akar-akarnya
yang dalam pengertian disebutkan sebagai sebab dan asal.

B. Hubungan Semantik dengan Ilmu Lainnya


1. Hubungan semantik dengan ilmu linguistik
Sudah dibahas sebelumnya bahwa semantik merupakan salah satu
cabang ilmu linguistik. Tentu antara semantik dengan cabang ilmu linguistik
lainnya memiliki hubungan yang bisa dikatakan sangat dekat. Seseorang
yang melakukan komunikasi dengan orang lainnya tentu memiliki makna
yang ingin disampaikan dalam struktur bahasa yang diutarakan. Jadi,
pemaknaan itu penting dalam berbahasa karena jika berbahasa tanpa makna
sama saja dengan berbicara tanpa arah dan tujuan yang jelas. Penjelasan
tentang hubungan semantik dengan cabang ilmu linguistik lainnya akan
dibahas pada paragraf berikutnya.
Pada tataran cabang ilmu linguistik, cabang ilmu tingkat pertama
adalah fonologi. Fonologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bunyi
bahasa. Dalam ilmu fonologi, bunyi bahasa itu dapat membedakan makna.
Contoh perbedaan bunyi bahasa yang membedakan makna yaitu :
a. Kata apel yang bermakna buah dengan kata apel yang bermakna upacara.

35
b. Kata perang yang bermakna pertempuran dengan kata perang yang
bermakna merah kecoklatan atau kekuningan.

Makna yang berhubungan dengan ilmu fonologi ini lebih kepada


makna yang muncul karena perbedaan bunyi pada beberapa kata yang
berbeda dan perbedaan satu huruf saja pada sebuah kata yang mampu
memunculkan makna baru.

Cabang ilmu linguistik setelah fonologi adalah morfologi. Morfologi


merupakan ilmu yang mengkaji tentang morfem atau kata. Kata yang sudah
ditetapkan artinya dalam kamus tentu berbeda dengan kata yang sudah
ditambahkan kata lain didepannya. Sebagai contoh perhatikan kata dasar
dan rangkaian kata lain berikut.

Kaki

Kaki meja

Kaki gunung

Dari ketiga contoh tersebut, contoh pertama dan kedua pasti kita
ketahui maknanya meskipun membaca sepintas. Makna yang kita tangkap
dari contoh kaki meja dan kaki gunung tentu berbeda dengan bentuk dasar
kaki yang sudah memiliki arti tersendiri di dalam kamus. Penambahan-
penambahan kata pada kata atau bentuk dasar dapat mempengaruhi makna
dari bentuk dasar itu sendiri.

Cabang ilmu linguistik setelah morfologi adalah sintaksis. Sintaksis


merupakan ilmu yang mengkaji hubungan antar kata dalam kalimat. Ruang
lingkup yang dipelajari tidak hanya kalimat tetapi juga frasa dan klausa.
Dalam membuat kalimat yang sekurang-kurangnya harus terdiri atas unsur
subjek dan predikat juga harus memiliki makna yang padu(Taib and Rostina
2012). Pateda (2001:12) menyatakan bahwa kalimat yang digunakan oleh

36
manusia untuk berkomunikasi merupakan kalimat yang bermakna dan
masuk akal bagi pembaca atau pendengar.

Sebagai contoh :

katak yang berlari mengejar musang

wahyu memakan batu-bata

Dari kedua contoh kalimat tersebut, memang secara struktur kalimat


dapat dikatakan benar tetapi makna yang dimiliki kalimat ini tidak benar
karena tidak logis. Pada kalimat pertama, ketidaklogisan terdapat pada katak
yang berlari karena pada kenyataannya katak tidak dapat berlari tetapi hanya
dapat melompat. Jadi tidak masuk akal jika katak itu berlari. Pada kalimat
kedua, ketidaklogisan terdapat pada subjek wahyu yang seorang manusia
makan batu. Tidak logis jika manusia makan batu selapar apapun orang itu.
Intinya, kalimat tidak hanya harus benar sesuai struktur tetapi juga harus
sinkron antara makna dan kenyataan.

2. Hubungan semantik dengan ilmu psikologi


Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa psikologi itu merupakan ilmu
tentang jiwa. Dalam berkomunikasi menggunakan kalimat dengan orang
lain tentu kalimat yang dihasilkan oleh penulis atau pembicara bergantung
pada suasana hati maupun keadaan jiwanya. Akan berbeda kalimat yang
dihasilkan oleh orang yang sedang bahagia dengan orang yang sedang sedih
dan berbeda pula kalimat yang dihasilkan oleh orang yang terganggu
jiwanya dengan orang yang sehat jiwanya. Sebagai contoh :
a. Ucha sedang malas bertemu dengan Sri
b. Iswani ingin melompat dari lantai tiga gedung FKIP
c. Sapu itu terlihat terbang tadi malam

Contoh yang pertama, Ucha sedang malas bertemu dengan Sri dapat
dimaknai oleh seorang psikolog dengan mengaitkan makna kalimat ini

37
dengan keadaan jiwa atau suasana hati penulis atau pembicara. Analisis
yang dilakukan seorang psikolog dari kalimat tersebut antara lain:

a. Mengapa Ucha malas bertemu Sri?


b. Apakah yang mengganggu Ucha jika bertemu Sri?
c. Siapakah yang mengujarkan kalimat ini? Uchakah atau orang lainkah?

Contoh yang kedua, Iswani ingin melompat dari lantai tiga gedung
FBS. Analisis yang dilakukan oleh psikolog terhadap pemaknaan kalimat
tersebut antara lain :

a. Mengapa Iswani ingin melompat dari lantai tiga?


b. Bagaimana keadaan jiwanya?
c. Apakah yang mengganggu jiwanya sehingga dia ingin berbuat demikian?

Contoh yang ketiga, kalimat sapu itu terlihat terbang tadi malam juga
dianalisis oleh seorang psikolog tidak jauh berbeda dengan dua contoh
kalimat sebelumnya.

Analisis tersebut antara lain:

a. Siapakah yang mengujarkan kalimat ini?


b. Bagaimanakah keadaan jiwanya?
c. Apakah yang mengganggu pikirannya?
d. Apakah dia sedang berhalusinasi ketika mengujarkan kalimat ini?

Setidaknya begitulah analisis yang akan dilakukan seorang ahli


psikologi terhadap makna dari kalimat yang diujarkan seseorang. Makna
yang dilahirkan bergantung pada keadaan jiwa orang yang mengujarkan.
Penting bagi psikolog untuk mengetahui keadaan jiwa dalam pemaknaan
sebuah kalimat karena psikolog akan mempelajari reaksi manusia, gejala
jiwa, baik yang melewati kegiatan verbal maupun yang nonverbal
(Pateda:16).

38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, makna kata saling
berhubungan, hubungan kata itu disebut relasi makna. Relasi makna dapat
berwujud bermacam-macam antara lain sinonim sering disebut dengan
persamaan kata. Antonimi sering disebut dengan lawan kata, Polisemi lazim
diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, frase) yang memiliki makna
lebih dari satu. Homonimi adalah 2 buah kata atau satuan ujaran yang
bentuknya “kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-
masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Homofoni adalah
adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan ejaan.
Homografi mengacu pada bentuk ujaran yang sama ortografinya atau ejaannya
tetapi ucapan dan maknanya tidak sama. Hifonimi adalah hubungan semantic
antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk
ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Istilah
redudansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihan penggunaan unsur
segmental dalam suatu bentuk ujaran.
Dalam pembicaraan terdahulu sudah disebutkan bahwa makna sebuah
kata secara sinkronis tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga
pengertian bahwa kalau secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak
akan berubah, maka secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah.
Maksudnya, dalam masa yang relative singkat, tetap sama, tidak berubah.
Tetapi dalam waktu relatif lama ada kemungkinan makna kata akan berubah.
Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat
dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang
disebabkan oleh berbagai faktor.
Berdasarkan pemaparan pada bagian pembahasan tentang hubungan
semantik dengan ilmu lainnya dapat kita ambil kesimpulan bahwa cabang ilmu
linguistik yang disebut semantik ini berperan penting dalam berbagai disiplin

39
ilmu bahkan ilmu yang sangat mendasar. Oleh karena itu, semantik merupakan
ilmu yang mempelajari makna dalam artian yang luas ia menjadi sangat
penting dalam berbagai disiplin ilmu sehingga banyak bermanfaat. Tidak hanya
bermanfaat untuk ilmu yang membahas seputar bahasa tetapi juga bermanfaat
bagi didang ilmu lainnya seperti psikologi, logika, filsafat, bahkan ilmu politik.
Pendekatan semantik ada tiga aspek, pendekatan pertama mengaitkan
makna dengan masalah nilai proses berpikir manusia dalam memahami realitas
lewat bahasa secara benar, pendekatan kedua mengaitkan makna dengan
kegiatan menyusun dan mengaitkan makna dengan fakta pemakaian bahasa,
dan pendekatan ketiga mengaitkan makna dengan fakta pemakaian bahasa
dalam konteks sosial-situasional.
Komponen makna adalah makna yang dimiliki setiap kata yang terdiri
atas sejumlah komponen yang berbentuk keseluruhan makna kata itu.
Kesesuaian semantik dan gramatis seorang penutur suatu bahasa dapat
memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasai
sebuah kalimat yang ada dalam bahasanya itu, melainkan karena adanya unsur
kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik dengan unsur leksikal yang satu
dengan unsur leksikal yang lainnya.
B. Saran
Mengingat terbatasnya pengetahuan tim penulis, begitu pula kurangnya
rasa ingin tahu dari tim penulis. Berharap pembaca bisa memaklumi jika
terdapat adanya kesalahan dalam penulisan atau kata-kata dalam makalah yang
tim penulis susun. Adapun kebenaran itu datangnya dari Allah SWT dan
kekurangannya datangnya dari tim penulis. Tim penulis berharap pembaca
tidak puas dengan makalah yang tim penulis buat ini dan pada akhirnya
pembaca akan terus memperdalam pengetahuan yang sangat luas. Dalam
makalah ini juga, penulis butuh kritikan dan saran guna perbaikan dimasa yang
akan datang.

40
DAFTAR PUSTAKA

Subroto, D. Edi. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta:


            Cakrawala Media.

Pateda, M. (2010). SEMANTIK LEKSIKAL. Jakarta: Rineka Cipta.

https://robita-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/robita.wordpress.com/2011/03/30/semantik-bahasa-
indonesia/amp/

https://www.google.com/amp/s/indriwahyuli.wordpress.com/2017/02/13/objek-
dan-ruang-lingkup-semantik/amp/

https://www.google.com/amp/s/bambangsantoso.wordpress.com/2013/04/02/sema
ntik-pengertian-dan-objek-kajiannya/amp/

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta


Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Linguistik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta
Pateda, Mansoer. 1985. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Parera, and Jos Daniel. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Pateda, Mnasoer. 2001. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT


Rineka Cipta. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Taib, and Rostina. 2012. Sintaksis. CV. Bina Nanggroe.

Verhaar. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Gajah Mada University Press.

Yasin, Sulkan, and Sunarto Hapsyono. 1990. Kamus Bahasa Indonesia Praktis
Dan Populer. Surabaya: Surabaya Mekar.

Chaer, Abdul: Pengantar semantik bahasa Indonesia. Rineka Cipta, 1990.

Hidayatullah, Moch Syarif. “Analisis Komponen Makna dan Makna Leksem”.


Buletin Al-Turas 14.1 (2008): 41-56.

Kasim, Zaharah. “Komponen Makna”. Jurnal Dewan Bahasa,April (1986).

41
Pateda, Mansoer, Semantik leksikal. Nusa Indah, 1986.

Aminuddin, 1985, Semantik Pengantar studi tentang makna, Malang: Sinar Baru


Algensid.

Alegorinai. 2016. “Relasi Makna (Pengertian, Dan Jenis-Jenisnya).” Minimalism.


https://alegorinai.wordpress.com/2016/08/18/relasi-makna-pengertian-dan-jenis-
jenisnya/ (March 16, 2020).

“Bab 2-08205244082.Pdf.” http://eprints.uny.ac.id/9282/3/bab%202-


08205244082.pdf (March 17, 2020).

“BAB II.Pdf.” http://digilib.unila.ac.id/1470/8/BAB%20II.pdf (March 17, 2020).

  

42

Anda mungkin juga menyukai