: Al Azhar (2113041082)
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapakan kepada Allah SWT, atas rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah ini yang berjudul “KONSEP DASAR PRAGMATIK”
dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas
salah satu mata kuliah Pragmatik yang diampu oleh Bapak Dr. Nurlaksana Eko
Rusminto, M.Pd.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat meberikan ilmu tambahan bagi
para pembaca. Kami menyadari bahwa pengetahuan kami kami masih sangat
terbatas, sehingga kami mengharapkan masukan, kritik, serta saran untuk
membuat makalahselanjutnya agar lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan............................................................................................10
3.2 Saran..................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pragmatik
v
dapat dikatakan tergantung pada konteks. Sehingga "gulanya habis" dapat
diartikan bahwa penuntunnya minta gula, karena minumannya tidak manis. Edi
pragmatik merupakan studi tentang arti tuturan dalam interaksi para peserta tutur.
Interaksi antar penutur dan minta tutur selalu melibatkan konteks di antara mereka
dan sekaligus situasi, kondisi, dan tempat ketika mereka melakukan percakapan
atau menggunakan bahasa. Diantara peserta tutur berarti status antara penutur dan
minta tutur, jarak pragmatik antara penutur dan minta tutur topik yang dibicarakan
peserta tutur. Itu semua akan mewarnai tindak tutur yang disampaikan mereka
dalam berinteraksi.
Konteks dalam kerangka penafsiran tindak tutur tidak hanya berfokus pada
konteks situasi dan konteks budaya tetapi juga faktor-faktor segmental dialek dan
registrasi pengguna bahasa dalam suatu percakapan adalah penutur dan mitra
tutur. Dia akan mencoba saling menafsirkan makna tuturan masing-masing agar
terjadi kesepahaman.
vi
pragmatik jadi pragmatik merupakan studi tentang makna tuturan dalam konteks
situasi tuturan.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pak Mardi mempunyai 4 ciri-ciri atau karakteristik pragmatik,
yaitu
Jadi, berdasarkan ciri-ciri yang telah didefinisikan di atas dapat kita tarik garis
kesimpulan bahwa pragmatik adalah bentuk penggunaan bahasa oleh penutur
yang ditunjukkan kepada metode dalam konteks atau situasi tertentu dan mitra
tutur yang mencoba untuk menangkap maksud tuturan yang disampaikan penutur.
vii
mempelajari makna eksternal, yaitu mempelajari penggunaan bahasa
dalam berkomunikasi.
viii
bersifat khas dan adiluhung. Masyarakat yang masih tradisonal dan masih
mengikuti gaya adat dengan latar belakang budaya memiliki bahasa yang
santun. Kesantunan berbahasa diabagi menjadi dua, yakni kesantunan
berbahasa berdasarkan dengan kajiannya pada konsep ‘muka’ dan
kesantunan berbahasa yang konsep kajiannya terdapat pada implikatur
percakapan.
ix
2.2.2 Fenomena-fenomena konvensional pragmatik
x
kebahasaan tersebut. Tujuan utama orang melakukan basa-basi adalah agar
tercipta dan terjaganya relasi dalam berkomunikasi.
xi
manfaat penutur (speaker’s meaning). Manfaat pragmatik sangat terikat dengan
konteks, khususnya konteks yang bersifat ekstralinguistik. Oleh karena itulah,
manfaat pragmatik sering disebut juga manfaat kontekstual, yakni manfaat yang
penentunya adalah konteks. Pelepasan atau penelanjangan konteks tidak
melahirkan manfaat pragmatik, tetapi manfaat yang murni bersifat internal bahasa.
Sebagai contoh ketika orang mengatakan bentuk ‘Nakal, kamu!’ dalam konteks
yang berbeda-beda, maka arti pragmatiknya pasti tidak akan hadir secara sama.
Bentuk ‘Aku haus!’ yang disampaikan oleh seorang tukang pukul dalam sebuah
gang anak muda, dengan bentuk ‘Aku haus!’ yang disampaikan oleh seseorang
yang sedang terbaring di rumah sakit, tentu memiliki manfaat yang tidak sama.
Jadi, memberi arti kepada sebuah tuturan itu harus tidak melepaskan konteksnya.
Pelepasan konteks akan dapat menghadirkan kesalahpahaman dalam berbagai
bidang kehidupan, bisa kehidupan sosial, kehidupan politik, dan bisa pula pada
bidang-bidang yang lainnya. Cabang linguistik yang terbaru yang disebut dengan
pragmatik, menaruh perhatian yang intens pada manfaat pragmatik, manfaat yang
hadir karena orang melibatkan konteks tuturannya.
Konteks tuturan itu bisa bermacam-macam, ada yang bersifat sosial dan
disebut sebagai konteks sosial, ada yang bersifat sosietal dan dinamai konteks
sosietal, dan ada pula yang bersifat kultural dan disebut sebagai konteks kultural.
Jacob L. Mey telah banyak menguraikan konteks sosial dan konteks sosietal.
Konteks sosial berdimensi horizontal, sedangkan konteks sosietal berdimensi
vertikal. Berdimensi horizontal maksudnya berkaitan dengan hubungan yang
sifatnya mendatar dalam sebuah sistem kemasyarakatan. Sebagai contoh
hubungan antarpetani di dalam sebuah perdesaan atau perkampungan di
Yogyakarta, pasti di dalamnya terkandung relasi yang sifatnya mendatar.
Hubungan antarpedagang di sebuah pasar, mereka merasa solider, merasa sejajar,
dan menjadi teman sejawat antara yang satu dengan yang lainnya.
xii
faktor yang berpengaruh, demikian pula faktor jenis kelamin sangat sering
menjadi faktor penentu kesejawatan. Sesama wanita yang sedang berkumpul di
sebuah tempat dapat kentara sekali menunjukkan kesejawatannya, mereka
bercanda bersama, bergurau bersama, berjoget bersama, dan juga ‘ngerumpi’
bersama.
xiii
Manfaat pragmatik sama sekali tidak dapat dilepaskan dari konteks yang
sifatnya sosial seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu. Selanjutnya, perlu
disampaikan pula bahwa manfaat pragmatik sebuah tuturan juga sangat
terpengaruh oleh konteks kultural. Konteks kultural sesungguhnya satu keping
uang logam dengan konteks sosial sosietal. Masalahnya, masyarakat dan budaya
tidak dapat dipisahkan, keduanya saling mendukung dan menjadikan yang satu
ada di sisi yang satunya. Jadi, entitas bahasa akan hadir karena budaya juga hadir,
demikian pula budaya akan muncul karena masyarakat juga muncul.
Dimensi konteks kultur setidaknya ada tiga, yakni dimensi etika, dimensi
estetika, dan dimensi hati nurani. Dimensi etika berdekatan, misalnya saja dengan
tata krama, sopan santun, dan kearifan-kearifan lain dalam bersikap dan
berperilaku. Dimensi estetika berpautan dengan dimensi keindahan, norma yang
terkaitan baik dan buruknya penampilan, dan semacamnya. Adapun hati nurani
berpautan dengan dimensi rasa. Orang berbicara atau bertutur rasa tidak dapat
lepas dari dimensi rasa. Maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya berbicara
atau bertutur sapa dikatakan ‘adu rasa’, maksudnya rasa yang dimiliki oleh
penutur digayutkan dengan rasa yang dimiliki oleh mitra tutur.
xiv
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Heathertrington (1980: 155) Mila mengungkapkan bahwa
pragmatik adalah sebuah telaah tindak tutur dalam situasi khusus dan terutama
memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka
konteks sosial, performasi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau
interpretasi. Pak Mardi mempunyai 4 ciri-ciri atau karakteristik pragmatik,
yaitu Berkaitan dengan penggunaan bahasa yang dipakai secara nyata di
masyarakat, Berkaitan dengan siapa penutur dan mikra tutur, Berkaitan
dengan latar budaya penggunaan Bahasa, Wujud penggunaan bahasa secara
nyata dalam kelompok masyarakat, oleh masyarakat itu sehingga dikenal ini
betul latar dari kelompok itu.
Objek kajian pragmatik yang sudah banyak diteliti diantaranya fenomena
deiksis, fenomena implikatur, dan fenomena kesantunan berbahasa.
Fenomena-fenomena kebahasaan yang dipelajari dalam pragmatik terus
berkembang dari waktu ke waktu. Fenomena pragmatik secara konvensional,
yakni implikatur, deiksis, pranggapan, ikutan dan kesantunan berbahasa.
Manfaat pragmatik berbeda dengan manfaat linguistik, khususnya bahwa
didalam manfaat pragmatik keberadaan konteks berkontribusi sangat besar
terhadap kehadiran manfaat penutur (speaker’s meaning). Kalau manfaat
linguisitik atau manfaat semantik itu bersifat konvensional, dan manfaat
‘terkodifikasi’ di dalam entitas bahasanya itu sendiri, di dalam manfaat
pragmatik manfaat itu harus diinterpretasi berdasarkan konteksnya.
3.2 Saran
Demikianlah makalah kami yang membahas tentang “Konsep Dasar
Pragmatik” tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah di atas masih banyak terdapat kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
xv
Adapun nantinya kritik serta saran yang bersifat membangun akan kami terima
dengan tangan terbuka demi kesempurnaan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1985. ‘Komponen Tutur’, di dalam Soenjono
Dardjowidjojo, Perkembangan Linguistik di Indonesia, Jakarta: Penerbit
Arcan.
xvi