Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH MORFOLOGI

BAHASA INDONESIA
Materi : Praanggapan (Faktif dan Leksikal) Sebagai
Kajian Morfologi
Dosen Pengampu: Lect.Maulida Mustado,S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Amanda Bakara (2303010106)
Cahyati Ara (2303010077)
Elsita Putri Yani (2303010078)
Wan Faridah(2303010071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan dengan semestinya. Tidak lupa juga kita mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah wawasan dan
pengetahuan.

Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Praanggapan
(fiktif dan leksikal)sebagi kajian morfologi guna memenuhi tugas mata kuliah morfologi
bahasa indonesia.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran yang
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari kata sempurna.Oleh karena itu,Kritik dan saran yang membangun sangat kita harapkan
guna perbaikan di masa yang akan datang.

Tanjung Pinang , 16 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................................... iii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian praanggapan ...................................................................................... 3

2.2 Praanggapan faktif ................................................................................................. 5

2.3 Praanggapan leksikal ............................................................................................ 5

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 7

3.2 Saran ............................................................................................................................ 7

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan antarmanusia dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa ialah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Gorys Keraf 1997:1). Bahasa adalah sistem bunyi
bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok manusia (Kridalaksana
1985:12). Manusia tidak bisa lepas dari bahasa dalam kehidupannya. Bahasa sangat
penting dalam proses berkomunikasi manusia secara lisan maupun tulisan.
Kesalahpahaman dalam peristiwa tutur terjadi mayoritas pada tuturan lisan. Tuturan
manusia sangat rentan untuk menyebabkan kesalahpahaman bagi mitratutur atau
pendengar.Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam penyampaian
informasi antara penutur kepada mitra tutur dalam peristiwa tutur.

Dalam berkomunikasi,seseorang harus dapat menyampaikan maksud dari pesan yang


dituturkan agar dapat dipahami oleh mitra tuturnya. Maksud akan dapat tersampaikan
dengan baik apabila penutur maupun mitra tutur mengerti betul peristiwa tutur yang
sedang dilakukannya.Konteks, situasi tutur menjadi salah satu hal yang mempengaruhi
suatu peristiwa tuturterjalin secara baik atau tidak.Bahasa memiliki cakupan luas tentang
keilmuannya. Ilmu yang mempelajari bahasa yaitu linguistik.salah satu cabang ilmu
linguistik yaitu morfologi .Dalam morfologi mempelajari berbagai bidang, salah satu yang
dipelajari yaitu praanggapan.

Praanggapan atau presuposisi adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama
bagi peserta percakapan, Stalnaker (dalam Rustono 1999:98). Yang dimaksuddengan dasar
bersama itu adalah bahwa sebuah praanggapan hendaknya dipahami bersama oleh
penutur dan mitra tutur sebagai pelaku percakapan di dalam bertindak tutur.Prinsip dasar
bersama di dalam konsep praanggapan itu batas-batasnya batas-batasnya ditentukan
bersama berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan
akan diterima oleh pendengar tanpa tantangan Givon (dala Rustono 1999:99).

Dalam kajian praanggapan ini banyak pula terjadi kesalahpahaman dalam peristiwa tutur.
Memahami praanggapan dari tuturan seseorang tidak bisa digampangkan karena tidak
semua praanggapan yang kita duga akan selalu benar dengan tuturan tersebut.Tuturan
yang dapat dipraanggapkan itu tidak dinyatakan, tetapi dipahami bersama oleh penutur
dan mitra tutur. Pemahaman yang sama antara penutur dan mitra tutur sangat penting
dalam mempraanggapkan sebuah tuturan.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan praanggapan?

1.2.2 Apa yang dimaksud praanggapan faktif?

1.2.3 Apa yang dimaksud praanggapan leksikal?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui apa itu praanggapan.

1.3.2 Untuk mengetahui pengertian praanggapan faktif.

1.3.3 Untuk mengetahui pengertian praanggapan leksikal.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Praanggapan
Presuposisi atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa
Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum
pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya
tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Sebenarnya, praanggapan (presupposition) ini
berasal dari perdebatan dalam ilmu falsafah, khususnya tentang hakekat rujukan (apa-apa,
benda/ keadaan, dan sebagainya) yang dirujuk atau dihunjuk oleh kata, frase, atau kalimat
dan ungkapan-ungkapan rujukan (Nababan melalui Lubis, 2011:61).

Nababan (1987:46) mengemukakan bahwa praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan


dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk bahasa mempunyai
makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya membantu pembicara
menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dipakainya untuk mengungkapkan makna atau
pesan yang dimaksud. Soejono (dalam Lubis, 1993:36) memberi contoh praanggapan
sebagai berikut:

“Dono telah berhenti memukul istrinya” Dalam kalimat diatas terkandung beberapa
praanggapan yang mendukung arti kalimat itu sendiri, yaitu:

(a) Dono tentunya telah beristri.

(b) Sebelum kalimat itu dikatakan, Dono terkenal suka memukul istrinya.

Stalnaker (Brown,Yule. 1983:29) berpendapat “Praanggapan adalah apa yang digunakan


penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan”. Selain definisi tersebut,
beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah Levinson (Nababan, 1987:
48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition
sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu
tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. Dari beberapa definisi praanggapan di
atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur
sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra
tutur.

Yule (2006: 33) menyatakan bahwa praanggapan merupakan sesuatu yang diasumsikan
penutur sebagai kasus sebelum membuat sebuah ujaran. Penutur, bukan kalimat, memiliki
praanggapan.

3
Pranggapan (presuposition) dapat secara informal didefinisikan sebagai inferensi atau
proposisi yang kebenarannya diterima begitu saja dalam ucapan kalimat. Fungsi utamanya
bertindak sebagai prasyarat semacam untuk penggunaan yang tepat dari kalimat (Huang,
2007: 65). Keberadaan praanggapan erat hubungannya dengan implikatur dan entailmen
sebagai cabang ilmu pragmatik.

Ilmu pragmatik memiliki berbagai interdisipliner yang melibatkan penerapan ide-ide dari
linguistik dalam studi tentang bagaimana teks diproduksi, dipahami dan dievaluasi, serta
dalam menjawab pertanyaan teoretis yang terkait (Chapman & Clark, 2014: 1). Tuturan
dapat mengimplikasikan proposisi yang tidak merupakan bagian dari tuturan yang
bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan disebut implikatur (implicature). Implikatur
bukanlah bagian dari sebuah tuturan dan hanya berdasarkan pengetahuan. Sementara itu,
entailmen merupakan logika berpikir.

Yule (1996: 25) menjelaskan bahwa entailmen adalah hal logis yang mengetahui dalam
suatu kalimat dan entailmen hanya ditemukan dalam kalimat. Sebuah kalimat dapat
dikatakan mempraanggapkan kalimat lain bila ketidakbenaran kalimat kedua (yang
dipraanggapkan) mengakibatkan kalimat pertama (yang mempraanggapkan) tidak dapat
dikatakan benar atau salah. Hal ini senada dengan pendapat Rahardi (2005:42) yang
menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapkan tuturan yang lain
apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan mengakibatkan kebenaran atau
ketidakbenaran tuturan yang mempraanggapkan tidak dapat dikatakan. Berikut disajikan
contohnya.

a. “Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali.” Praanggapan diatas


mempraanggapkan adanya seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik. Apabila
pada kenyataannya memang ada seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di
kelas itu, ukuran di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya apabila di kelas
itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik, ukuran tersebut tidak dapat
ditentukan benar salahnya.
b. “Kalau kamu sudah sampai Jakarta, tolong aku diberi kabar! Jangan sampai lupa! Aku
tidak ada di rumah karena bukan hari libur.” Tuturan pada poin b tidak semata-mata
dimaksudkan untuk memberitahukan si mitra tutur bahwa ia harus melakukan sesuatu
seperti yang dimaksud di dalam tuturan itu melainkan ada sesuatu yang tersirat dari
tuturan itu yang harus dilakukannya, seperti mencari alamat kantor atau nomor
telepon si penutur.

4
2.2 Praanggapan Faktif
Praanggapan faktif merupakan praanggapan yang mengikuti kata kerja yang dapat
dianggap sebagai suatu kenyataan. Seperti contoh berikut, disebutkan bahwa kata kerja
“menemukan” mempraanggapkan informasi yang disampaikan. Berikut dipaparkan contoh
penyebab praanggapan faktif. Sejumlah kata kerja seperti, ‘tahu’, ‘menyadari’, ‘menyesal’,
‘sadar’, mengherankan’, dan ‘gembira’ memiliki praanggapan faktif. Berikut disajikan
contoh praanggapan faktif yang bersumber dari Yule (2006:47).

a. “Andi tidak menyadari bahwa dia sakit.” Tuturan (a) mempraanggapkan bahwa ‘Dia
sakit. Kata ‘menyadari’ memunyai asumsi bahwa sebenarnya Andi bahwa kenyataannya dia
sakit.

b. “Kami menyesal mengatakan kepadanya.” Tuturan (b) mempraanggapkan bahwa ‘Kami


mengatakan kepadanya’. Kata ‘menyesal’ diasumsikan sebagai bentuk kenyataan bahwa
‘kami’ tidak berniat mengatakan hal itu.

c. “Saya tidak sadar bahwa dia sudah menikah.” Tuturan (c) mempraanggapkan bahwa ‘Dia
sudah menikah’. Frasa ‘tidak sadar’ memberikan asumsi ‘saya’ tidak menyadari bahwa
kenyataannya ‘dia sudah menikah’.

d. “Tidak mengherankan bahwa dia berangkat pagi-pagi.” Tuturan (d) praanggapan


disebabkan frasa ‘tidak mengherankan’. Tuturan tersebut mempraanggapkan sebuah
kenyataan bahwa ‘Dia berangkat pagi-pagi’.

e. “Saya gembira bahwa ini berakhir.” Praanggapan faktif dalam tuturan (e) disebabkan
kata ‘gembira’ yang diasumsikan bahwa ‘ini berakhir’.

f. “Setiap orang tahu bahwa Eka seeorang dokter.” Kata ‘tahu’ mempraanggapkan tuturan tersebut
mengandung praangggapan faktif bahwa ‘Eka seeorang dokter’.

2.3 Praanggapan Leksikal


Praanggapan leksikal merupakan praanggapan yang dalam pemakaian suatu bentuk
dengan makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan lain
(yang tidak dinyatakan) dipahami. Di dalam kasus praanggapan leksikal, pemakaian
ungkapan khusus oleh penutur diambil untuk mempraanggapkan sebuah konsep lain
(tidak dinyatakan), sedangkan pada kasus praanggapan faktif, pemakaian ungkapan khusus
diambil untuk mempraanggapkan kebenaran informasi yang dinyatakan setelah itu. Kata
“lagi” dapat mempraanggapkan informasi yang disampaikan oleh penutur.

5
Berikut disajikan contoh penyebab praanggapan leksikal yang bersumber dari Yule
(2006:48).

a. “Mengapa Anda tidak menikah lagi?” Tuturan tersebut mempraanggapkan bahwa ‘Anda
dulu pernah menikah’. Kata ‘lagi’ memunyai arti leksikal yang menunjukkan hal/sesuatu itu
terjadi lagi. Sehingga, dalam kalimat tersebut dapat diasumsikan bahwa Anda dulu
menikah dan akan menikah untuk kesekian kalinya.

b. “Dia berhenti bekerja” Kata ‘berhenti’ secara leksikal memunyai makna tidak
beraktivitas. Tuturan (b) menggunakan kata ‘berhenti’ memunyai praanggapan bahwa
‘dulu dia pernah bekerja’.

c. “Mereka mulai bertanya.” Tuturan (c) mempraanggapkan bahwa ‘sebelumnya mereka


tidak mengeluh’. Kata ‘mulai’ secara leksikal diasumsikan sebagai awal dalam hal ini dapat
dipahami sebagai langkah atau tindakan awal.

d. “Anda terlambat lagi.” Praanggapan leksikal pada tuturan (d) disebabkan kata ‘lagi’. Kata
‘lagi’ mempraanggapkan tuturan tersebut bahwa ‘sebelumnya Anda terlambat’. Secara
leksikal, kata ‘lagi’ memunyai arti bahwa hal itu dilakukan untuk kesekian kali. Maka.
Tidaklah mengherankan bahwa tuturan tersebut diasumsikan bahwa ‘Anda’ melakukan
perbuatan ‘terlambat’ untuk kesekian kalinya.

6
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Praanggapan adalah informasi yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dalam
perbicaraan. Ia bertindak sebagai dasar utama untuk memahami makna yang diinginkan
dalam perbicaraan. Praanggapan dapat berupa informasi yang diperlukan untuk
memahami konteks dan situasi berbahasa yang digunakan dalam perbicaraan. Contohnya,
jika penutur menggunakan frasa "I'm sorry," maka mitra tutur akan memahami bahwa
penutur mungkin sedang mengakhiri perbicaraan atau mengakui kesalahan.

Pengertian lain Praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum
melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
Terdapat enam jenis praanggapan dalam pragmatik, yaitu praanggapan eksistensial,
praanggapan faktif, praanggapan leksikal, praanggapan struktural, praanggapan nonfaktif,
dan praanggapan kontrafaktual.

Praanggapan eksistensial menunjukkan keberadaan referen yang diungkapkan,


sementara praanggapan faktif adalah suatu praanggapan di mana informasi yang
dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
Praanggapan leksikal, di sisi lain, dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna
yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna
lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentu nya dapat di pertanggung jawabkan .Dalam
penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

7
DAFTAR PUSTAKA
DIA, Eva Eri. Analisis praanggapan. LECTURER REPOSITORY, 2019.

Dr.Nasarudin, M. (2023). Pragmatik ( Teori,Konsep,dan Praktik). Padang: CV.Gita Lentera.

Dr.R.Kunjana Rahardi, M. (2005). Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Islamiyah, N. (2021, Februari 27). www.scribd.com. Dipetik Maret 16, 2024, dari Pranggapan Dan
Perikutan: https://www.scribd.com/document/496220762/Pranggapan-Dan-Perikutan

Saputri, S. A. (2019). Pragmatik. Makalah Pragmatik, 5.

Setiadi, D. (2018, Februari 19). blogspot.com. Dipetik Maret 16, 2024, dari makalah presuposisi
praanggapan: https://makalahmatakuliahpbsi.blogspot.com/2018/02/makalah-presuposisi-
praanggapan.htm

8
DOKUMENTASI FOTO
DOKUMENTASI FILE

Anda mungkin juga menyukai