Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRAGMATIK DALAM KEGIATAN BERBAHASA

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Randi, M. Pd.

Disusun oleh kelompok 7 :

1. Olivia Wedika Putri Tarigan (2011290098)

2. Dhelvia Nur Anisya Putri (2011290088)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYA DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI FATMAWATIH SUKARNO
TAHAN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PRAGMATIK DALAM KEGIATAN BERBAHASA” .

Dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok kami banyak mendapat


bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,dalam kesempatan ini
kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah yang telah
memberikan tugas mengenai “PRAGMATIK DALAM KEGIATAN
BERBAHASA” sehingga pengetahuan kami makin bertambah dan hal ini sangat
bermanfaat bagi kami di kemudian hari.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini sangat jauh dari


kesampurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi kami . Akhir
kata berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran
yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati.

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................i
Daftar Isi ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pragmatik...................................................................................5
B. Objek Kajian Pragmatik..........................................................................7
C. Konteks....................................................................................................7
D. Tindak Tutur............................................................................................8
E. Aspek Tutur.............................................................................................9
F. Klasifikasi Tindak Tutur.........................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga secara naluriah terdorong
untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk mengekspresikan
kepentingannya, mengatakan pendapatnya, maupun mempengaruhi orang lain.
Manusia dapat memenuhi semua kepentingan tersebut dengan bahasa.
Eksitensi bahasa kampir mencangkup segala bidang kehidupan karena segala
sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya
dapat diketahui orang lain, jika telah diungkapan dengan bahasa.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri
(Kridalaksana dalam Chaer, 2007:32). Tidak dapat dibayangkan apa yang
terjadi apabila manusia tidak memiliki bahasa. Oleh karena itu, kebutuhan
manusia untuk selalu berinteraksi dengan lingkungannya, baik dalam bentuk
komunikasi, kerja sama, maupun mengidentifikasikan diri, menyebabkan
bahasa tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.
Perlu disadari bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian
pesan yang berlangsung apabila antara penutur dan mitra tutur memiliki
kesamaan makna tentang pesan yang dikomunikasikan tersebut.. Artinya,
makna sebuah tuturan akan berbeda jika konteks tuturannya berbeda. Oleh
sebab itu, untuk mempelajari dan memahami makna bahasa (tuturan)
dibutuhkan disiplin ilmu yang mampu menjabarkan bentuk bahasa dengan
konteksnya, yaitu Pragmatik.
B. Rumusan Masalah
1. Hakikat Pragmatik
2. Objek Kajian Pragmatik
3. Konteks
4. Tindak Tutur
5. Aspek Tutur
6. Klasifikasi Tindak Tutur

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PRAGMATIK
Istilah Pragmatik berasal dari kata Pragmatika diperkenalkan oleh
Charles Moris (1938), ketika membuat sistematika ajaran Charles R Pierce
tentang semiotika (ilmu tanda). Pragmatika adalah ilmu tentang pragmatik
yakni hubungan antar tanda dengan penggunanya. Pragmatik adalah language
in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Sifat-sifat bahasa
dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam
komunikasi. Kata pragmatik berasal dari bahasa Jerman PRAGMATISH yang
diusulkan oleh seorang filsuf jerman Immanuel Kant. Pragmatish dari
pramaticus (bahasa latin) bermakna ‘pandai berdagang’ atau dalam bahasa
Yunani Pragmatikos dari Pragma artinya ‘perbuatan’ dan ‘berbuat. Pragmatik
adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang masih tergolong baru bila dilihat
dari perkembangannya. Namun demikian, tidak sedikit ahli bahasa yang mulai
memberi perhatian secara penuh terhadap pragmatik sehingga mengalami
perkembangan pesat. Perkembangan pragmatik disebabkan semakin tingginya
tingkat kesadaran para ahli bahasa terhadap pemahaman pragmatik, yakni
bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1983; Wijana,
1995: 46 dalam Rohmadi; 2010: 1).
Para ahli bahasa menyadari bahwa perkembangan bahasa selalu
mengikuti perkembangan kehidupan manusia, yakni perkembangan pola pikir
manusia, teknologi, budaya dan pendidikan. dan Tanpa ada perkembangan
zaman mungkin orang juga tidak akan memiliki kreatifitas berpikir secara
komprehensif. Firt mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan
tanpa memepertimbangakan konteks situasi yang meliputi partisipasi, ciri-ciri
situasi lain yang relevan dengan hal-hal yang sedang berlangsung, serta
dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk
perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan (Wijana, 1996:5 dalam
Rohmadi, 2010:2). Sementara itu, Haliday memandang bahasa sebagai kajian
tentang makna yang berkaitan dengan struktur sosial yang tidak terlepas dari

5
aktivitas-aktivitasnya (Haliday& Hasan, 1985 dalam Rohmadi, 2010:2).
Beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa adanya perkembangan
pragmatik dilandasi oleh pemikiran-permikiran ahli bahasa terdahulu. Dengan
demikian, pemikiran para ahli bahasa tersebut memberikan inspirasi para tata
bahasawan sekarang untuk menyempurnakan dan membuktikan kebenaran
teori-teori para ahli bahasa terdahulu. Bertolak dari beberapa pendapat di atas,
maka dapat ditegaskan bahwa pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat
konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur
dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Senada dengan pernyataan tersebut,
Leech (dalam Rohmadi, 2010:2) mengungkapkan bahwa pragmatics studies
meaning in relation to speech situation. Menurutnya pragmatik mempelajari
bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi, dan bagaimana pragmatik
menyelidiki makna sebagai konteks, bukan sebagai sesuatu yang abstrak dalam
komunikasi. Sementara itu, Wijana dalam bukunya Dasar-dasar Pragmatik
menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan
dalam komunikasi.
Jadi makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terkait konteks
(conteks dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.
Pragmatik dapat dimanfaatkan setiap penutur untuk memahami maksud lawan
tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaat pengalaman bersama
(bacground knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama. Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks
merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud
adalah memahami maksud penutur (O1), lawan tutur (O2), dan partisipan (O3)
yang melibatkan konteks. Tanpa konteks akan sulit untuk dapat memaknai
makna eksternal bahasa dan maksud tuturan penutur dan lawan tutur. Oleh
karena itu, pragmatik mengkaji maksud tuturan yang terikat konteks dengan
memanfaatkan piranti-piranti pragmatik. Konsep pengalaman bersama
(background knowledge) sangat mendukung dalam mendiskripsikan berbagai

6
maksud tersirat dari penutur bagi lawan tutur dalam berbagai konteks
pembicaraan.

B. OBJEK KAJIAN PRAGMATIK


Firth (dalam Fatimah, 2012: 72) berpendapat bahwa kaijan bahasa
tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi. Konteks
situasi meliputi partisipan, tindak partisipan (verbal maupun nonverbal), ciri-
ciri situasi lain yang relevan dengan hal-hal yang sedang berlangsung, dan
dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang
timbul akibat tindakan partisipan. Konteks situasi berhubungan erat dengan
pragmatik. Tiga macam tindak tutur dalam penggunaan bahasa (pragmatik):
(1) Lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi. Tindak lokusi adalah suatu tindak
berkata yang menghasilkan ujaran dengan makna dan acuan tertentu. Kedua,
tindak ilokusi adalah suatu tindak tutur yang dilakukan dalam mengatakan
sesuatu, seperti pernyataan, janji, perintah, permintaan. Ketiga, tindak
perlokusi adalah suatu tindak tutur yang dilakukan untuk mempengaruhi
orang marah, menghibur.
Pragmatik dapat dikaji dari empat kosentrasi, yakni: (1) kajian
linguistik, dipahami sebagai kajian dalam memdukan kompnen tanda bunyi
dan makna serta subsistemnya (fonologi, gramatika (morfologi, sintaksis),
leksikon); (2) kajian pragmatik ujaran (Tema-Rema), tema adalah bagian
ujaran yang memberi informasi tentang apa yang sedang dibicarakan rema
yang memberi informasi tentang tema; atau focus-latar, focus memberi
informasi tentang unsure yang dianggap paling penting, dan latar yang
memberi dari mana ujaran dilihat; atau focus-kontras (memberi informasi
unsur positif-negatif); (3) kajian pragmatik wacana melalui pemahaman
wacana (konteks wacana) sebagai satuan terelngkap; (4) kajian kesatuan dan
ketakfiran.
C. KONTEKS
Bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau
menambah kejelasan makna. situasi yang ada hubungannya dengan suatu

7
kejadian: orang itu harus dilihat sebagai manusia yang utuh dlkehidupan
pribadidan masyarakatnya.keseluruhan budaya atau situasi nonlinguistis
tempat sebuah komunikasi terjadi. linguistis konteks yang memberikan makna
yang paling cocok pada unsur bahasa. semotaktis lingkungan semantis yang
ada di sekitar suatu unsur bahasa; makna unsur bahasa; sintaktis lingkungan
gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan kelas dan fungsi unsur
tersebut. situasi lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk
memperinci ciri-ciri situasi yg diperlukan untuk memahami makna ujaran
D. TINDAK TUTUR
Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan
oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959.
Menurut Chaer dan Leoni (2010:50) teori ini merupakan catatan kuliah yang
kemudian dibukukan oleh J.O Urmson (1965) dengan judul “How to do thing
with word?” Teori itu baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle
(1969) menerbitkan judul Speech Act and Essay in The Philosophy of
Language. Leech (1993:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari
maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan, menanyakan apa yang
seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur dan mengaitkan makna dengan
siapa berbicara kepada siapa, dimana dan bagaimana.
Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik
dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti
praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip
kesantunan. Retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama.
Menurut Wijana (1996:46) untuk melaksanakan prinsip kerjasama, penutur
harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, kualitas,
relevansi, dan pelaksanaan. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta
pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang
dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta
percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim pelaksanaan
mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak
kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Sementara itu,

8
Austin (dalam Leech, 1993:280) menyatakan bahwa semua tuturan adalah
sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar sesuatu tentang dunia tindak ujar
atau tutur (Speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua
kalimat atau ujaran diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi
komunikatif tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
mengujarkan sesuatu dapat disebut sebagai aktivias atau tindakan. Hal tersebut
dimungkinkan karena dalam setiap tuturan memiliki maksud tertentu yang
berpengaruh pada orang lain.
Menurut Chaer dan Leonie (2010:50) tindak tutur merupakan gejala
individual. kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam
tuturannya, Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur
adalah aktivitas dengan menuturkan sesuatu. Tindak tutur yang memiliki
maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur.
Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan
yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur.
E. ASPEK TUTUR
Leech (dalam Wijana, 1996:10-12) membagi aspek situasi tutur atas
lima bagian yaitu: a. Penutur dan mitra tutur b. Konteks tutur c. Tindak tutur
sebagai bentuk tindakan atau kegiatan d. Tujuan tuturan e. Tuturan. Sebagai
produk tindak verbal. Aspek-aspek situasi tutur tersebut antara lain:
1. Penutur dan mitra tutur
Konsep penutur dan mitra tuutr ini juga mencakup penulis dan
pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media
tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini
adalah usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat
keakraban dsb.
2. Konteks Tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua
aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan.

9
Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan
konteks setting sosial disebut konteks. Konteks dalam pragmatik itu pada
hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground
knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3. Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi
oleh maksud dan tujuan tertentu. Tuturan yang bermacam-macam ini dapat
digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Begitu juga sebaliknya,
berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.
Pragmatik merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal
oriented activities).
4. Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan
Gramatika tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan. Gramatika
menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai editor yang abstrak, seperti
kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik dsb.
Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadinya dalam
situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam
tingkatannya yang lebih kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan
sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta
waktu dan tempat pengutaraannya.
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang
dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.
Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang?
Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini
dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence)
dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil
kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi
tertentu.
F. KLASIFIKASI TINDAK TUTUR

10
Pengertian beberapa Tindak Tutur (klasifikasi tindak tutur)

1. Tindak Tutur Lokusi


Tindak tutur lokusi yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata
dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah
sintaksisnya. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.
Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Fokus
lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan
maksud atau fungsi tuturan itu.
2. Tindak Tutur Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan
atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan
sesuatu. Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang terkait dengan
maksud yang hendak disampaikan oleh pembicara. Tindak ilokusi disebut
juga sebagai The Act of Doing Something. Ilokusi merupakan tindak tutur
yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Pertanyaan yang
diajukan berkenaan dengan tindak ilokusi adalah “untuk apa ujaran itu
dilakukan” dan sudah bukan lagi dalam tataran “apa makna tuturan itu?
Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi
a) Tindak tutur representatif
Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat
penuturnya akan kebenaran atas sesuatu yang diujarkan. Yang
termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan
menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan,
menyebutkan, memberikan kesaksian, dan berspekulasi.
b) Tindak tutur direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh
penutur dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang
disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan yang termasuk jenis
tindak tutur direktif adalah: memaksa, mengajak, meminta, menyuruh,

11
menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberi
aba-aba, dan menantang.

c) Tindak tutur ekspresif


Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang diujarkan
penutur dimaksudkan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di
dalam tuturan itu. Yang termasuk jenis tindak tutur ini adalah tuturan-
tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh,
menyalahkan, mengucapkan selamat, dan menyanjung.
d) Tindak tutur komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat
penuturnya untuk melaksanakan sesuatu yang disebutkan di dalam
tuturannya. Tuturan yang termasuk jenis tindak tutur komisif adalah
berjanji, bersumpah, mengancam, penolakan dan menyatakan
kesanggupan.
e) Tindak tutur deklarasi
Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan
penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya)
yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud mengesahkan,
memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan,
mengangkat, menggolongkan, mengampuni, dan memaafkan
termasuk jenis tindak tutur deklarasi.
3. Tindak tutur perlokusi
Tindak tutur perlokusi yaitu tindak tutur yang pengujarannya
dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur. Tindak perlokusi disebut
sebagai The Act of Affecting Someone. Sebuah tuturan yang diutarakan
seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang men-
dengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak sengaja.
Tindak tutur yang pengujaran dimaksudkan untuk memengaruhi mitra
tutur inilah merupakan tindak perlokusi.

12
Pengertian beberapa Strategi Tindak Tutur (Klasifikasi Strategi
Tindak Tutur)

a. Tindak tutur langsung Tindak tutur langsung Secara formal,


berdasarkan modusnya kalimat dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif).
Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan
sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan
kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, dan
permohonan.
b. Tindak tutur tidak langsung Tindak tutur tidak langsung adalah tuturan
yang berbeda dengan modus kalimatnya dan disesuaikan dengan
konteks yang mengikutinya. Misalnya, kalimat berita yang seharusnya
berfungsi untuk memberitakan sesuatu dapat digunakan untuk meminta
atau menyuruh. Begitu juga kalimat tanya yang seharusnya berfungsi
untuk menanyakan sesuatu dapat digunakan untuk meminta atau
menyuruh
c. Tindak tutur tidak literal Tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau
berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya.
d. Tindak tutur langsung literal Tindak tutur langsung literal ialah tindak
tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama
dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan
dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan
menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.
e. Tindak tutur tidak langsung literal Tindak tutur tidak langsung literal
adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak
sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang
menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur.
f. Tindak tutur langsung tidak literal Tindak tutur langsung tidak literal
adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai

13
dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak
memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
g. Tindak tutur tidak langsung tidak literal Tindak tutur tidak langsung
tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat
yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pragmatik adalah studi yang mengkaji tuturan dari segi makna dan
konteks yang menyertai tuturan tersebut. Pada hakikatnya pragmatik sama
dengan semantik, yakni sama-sama mengkaji makna suatu tuturan secara
internal, sedangkan pragmatik mengkaji makna suatu tuturan secara eksternal.
Pada mulanya pragmatik dianggap sebagai hal yang tidak penting, namun
pandangan ini berubah ketika pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan
titik pusat sintaksis. Dan semenjak munculnya semangat California atau bust
pada tahun 1960-an pragmatik mulai tercakup dalam kajian linguistik.
Pada umumnya, prinsip-prinsip pragmatik mencakup Prinsip Kerjasama
(PK) dan prinsip Sopan Santun (PS). Kedua prinsip ini masing-masing
termanifestasikan dalam maksim-maksim yang bersifat regulatif, yang
digunakan untuk mengatur pemakaian bahasa agar komunikasi berjalan dengan
lancar mencapai tujuan secara efektif. Namun pada kenyataannya, tujuan
komunikasi tidak selalu dapat dicapai dengan mematuhi prinsip-prinsip
tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA
Chaniago, Sam Mukhtar dkk. 2008. Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kushartanti dkk. 2005. Pesona Bahasa “Langkah Awal Memahami Linguistik)”.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa-Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik “Kesantunan Imperatif Bahasa
Indonesia”. Jakarta: Erlangga.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor
Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik.

15

Anda mungkin juga menyukai