Randi, M. Pd.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PRAGMATIK DALAM KEGIATAN BERBAHASA” .
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................i
Daftar Isi ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pragmatik...................................................................................5
B. Objek Kajian Pragmatik..........................................................................7
C. Konteks....................................................................................................7
D. Tindak Tutur............................................................................................8
E. Aspek Tutur.............................................................................................9
F. Klasifikasi Tindak Tutur.........................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga secara naluriah terdorong
untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk mengekspresikan
kepentingannya, mengatakan pendapatnya, maupun mempengaruhi orang lain.
Manusia dapat memenuhi semua kepentingan tersebut dengan bahasa.
Eksitensi bahasa kampir mencangkup segala bidang kehidupan karena segala
sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya
dapat diketahui orang lain, jika telah diungkapan dengan bahasa.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri
(Kridalaksana dalam Chaer, 2007:32). Tidak dapat dibayangkan apa yang
terjadi apabila manusia tidak memiliki bahasa. Oleh karena itu, kebutuhan
manusia untuk selalu berinteraksi dengan lingkungannya, baik dalam bentuk
komunikasi, kerja sama, maupun mengidentifikasikan diri, menyebabkan
bahasa tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.
Perlu disadari bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian
pesan yang berlangsung apabila antara penutur dan mitra tutur memiliki
kesamaan makna tentang pesan yang dikomunikasikan tersebut.. Artinya,
makna sebuah tuturan akan berbeda jika konteks tuturannya berbeda. Oleh
sebab itu, untuk mempelajari dan memahami makna bahasa (tuturan)
dibutuhkan disiplin ilmu yang mampu menjabarkan bentuk bahasa dengan
konteksnya, yaitu Pragmatik.
B. Rumusan Masalah
1. Hakikat Pragmatik
2. Objek Kajian Pragmatik
3. Konteks
4. Tindak Tutur
5. Aspek Tutur
6. Klasifikasi Tindak Tutur
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PRAGMATIK
Istilah Pragmatik berasal dari kata Pragmatika diperkenalkan oleh
Charles Moris (1938), ketika membuat sistematika ajaran Charles R Pierce
tentang semiotika (ilmu tanda). Pragmatika adalah ilmu tentang pragmatik
yakni hubungan antar tanda dengan penggunanya. Pragmatik adalah language
in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Sifat-sifat bahasa
dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam
komunikasi. Kata pragmatik berasal dari bahasa Jerman PRAGMATISH yang
diusulkan oleh seorang filsuf jerman Immanuel Kant. Pragmatish dari
pramaticus (bahasa latin) bermakna ‘pandai berdagang’ atau dalam bahasa
Yunani Pragmatikos dari Pragma artinya ‘perbuatan’ dan ‘berbuat. Pragmatik
adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang masih tergolong baru bila dilihat
dari perkembangannya. Namun demikian, tidak sedikit ahli bahasa yang mulai
memberi perhatian secara penuh terhadap pragmatik sehingga mengalami
perkembangan pesat. Perkembangan pragmatik disebabkan semakin tingginya
tingkat kesadaran para ahli bahasa terhadap pemahaman pragmatik, yakni
bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1983; Wijana,
1995: 46 dalam Rohmadi; 2010: 1).
Para ahli bahasa menyadari bahwa perkembangan bahasa selalu
mengikuti perkembangan kehidupan manusia, yakni perkembangan pola pikir
manusia, teknologi, budaya dan pendidikan. dan Tanpa ada perkembangan
zaman mungkin orang juga tidak akan memiliki kreatifitas berpikir secara
komprehensif. Firt mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan
tanpa memepertimbangakan konteks situasi yang meliputi partisipasi, ciri-ciri
situasi lain yang relevan dengan hal-hal yang sedang berlangsung, serta
dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk
perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan (Wijana, 1996:5 dalam
Rohmadi, 2010:2). Sementara itu, Haliday memandang bahasa sebagai kajian
tentang makna yang berkaitan dengan struktur sosial yang tidak terlepas dari
5
aktivitas-aktivitasnya (Haliday& Hasan, 1985 dalam Rohmadi, 2010:2).
Beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa adanya perkembangan
pragmatik dilandasi oleh pemikiran-permikiran ahli bahasa terdahulu. Dengan
demikian, pemikiran para ahli bahasa tersebut memberikan inspirasi para tata
bahasawan sekarang untuk menyempurnakan dan membuktikan kebenaran
teori-teori para ahli bahasa terdahulu. Bertolak dari beberapa pendapat di atas,
maka dapat ditegaskan bahwa pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat
konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur
dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Senada dengan pernyataan tersebut,
Leech (dalam Rohmadi, 2010:2) mengungkapkan bahwa pragmatics studies
meaning in relation to speech situation. Menurutnya pragmatik mempelajari
bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi, dan bagaimana pragmatik
menyelidiki makna sebagai konteks, bukan sebagai sesuatu yang abstrak dalam
komunikasi. Sementara itu, Wijana dalam bukunya Dasar-dasar Pragmatik
menjelaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan
dalam komunikasi.
Jadi makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terkait konteks
(conteks dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.
Pragmatik dapat dimanfaatkan setiap penutur untuk memahami maksud lawan
tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaat pengalaman bersama
(bacground knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama. Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks
merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud
adalah memahami maksud penutur (O1), lawan tutur (O2), dan partisipan (O3)
yang melibatkan konteks. Tanpa konteks akan sulit untuk dapat memaknai
makna eksternal bahasa dan maksud tuturan penutur dan lawan tutur. Oleh
karena itu, pragmatik mengkaji maksud tuturan yang terikat konteks dengan
memanfaatkan piranti-piranti pragmatik. Konsep pengalaman bersama
(background knowledge) sangat mendukung dalam mendiskripsikan berbagai
6
maksud tersirat dari penutur bagi lawan tutur dalam berbagai konteks
pembicaraan.
7
kejadian: orang itu harus dilihat sebagai manusia yang utuh dlkehidupan
pribadidan masyarakatnya.keseluruhan budaya atau situasi nonlinguistis
tempat sebuah komunikasi terjadi. linguistis konteks yang memberikan makna
yang paling cocok pada unsur bahasa. semotaktis lingkungan semantis yang
ada di sekitar suatu unsur bahasa; makna unsur bahasa; sintaktis lingkungan
gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan kelas dan fungsi unsur
tersebut. situasi lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk
memperinci ciri-ciri situasi yg diperlukan untuk memahami makna ujaran
D. TINDAK TUTUR
Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan
oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959.
Menurut Chaer dan Leoni (2010:50) teori ini merupakan catatan kuliah yang
kemudian dibukukan oleh J.O Urmson (1965) dengan judul “How to do thing
with word?” Teori itu baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle
(1969) menerbitkan judul Speech Act and Essay in The Philosophy of
Language. Leech (1993:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari
maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan, menanyakan apa yang
seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur dan mengaitkan makna dengan
siapa berbicara kepada siapa, dimana dan bagaimana.
Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik
dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti
praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip
kesantunan. Retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama.
Menurut Wijana (1996:46) untuk melaksanakan prinsip kerjasama, penutur
harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, kualitas,
relevansi, dan pelaksanaan. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta
pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang
dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta
percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim pelaksanaan
mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak
kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Sementara itu,
8
Austin (dalam Leech, 1993:280) menyatakan bahwa semua tuturan adalah
sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar sesuatu tentang dunia tindak ujar
atau tutur (Speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua
kalimat atau ujaran diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi
komunikatif tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
mengujarkan sesuatu dapat disebut sebagai aktivias atau tindakan. Hal tersebut
dimungkinkan karena dalam setiap tuturan memiliki maksud tertentu yang
berpengaruh pada orang lain.
Menurut Chaer dan Leonie (2010:50) tindak tutur merupakan gejala
individual. kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam
tuturannya, Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur
adalah aktivitas dengan menuturkan sesuatu. Tindak tutur yang memiliki
maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur.
Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan
yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur.
E. ASPEK TUTUR
Leech (dalam Wijana, 1996:10-12) membagi aspek situasi tutur atas
lima bagian yaitu: a. Penutur dan mitra tutur b. Konteks tutur c. Tindak tutur
sebagai bentuk tindakan atau kegiatan d. Tujuan tuturan e. Tuturan. Sebagai
produk tindak verbal. Aspek-aspek situasi tutur tersebut antara lain:
1. Penutur dan mitra tutur
Konsep penutur dan mitra tuutr ini juga mencakup penulis dan
pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media
tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini
adalah usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat
keakraban dsb.
2. Konteks Tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua
aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan.
9
Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan
konteks setting sosial disebut konteks. Konteks dalam pragmatik itu pada
hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground
knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3. Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi
oleh maksud dan tujuan tertentu. Tuturan yang bermacam-macam ini dapat
digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Begitu juga sebaliknya,
berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.
Pragmatik merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal
oriented activities).
4. Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan
Gramatika tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan. Gramatika
menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai editor yang abstrak, seperti
kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik dsb.
Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadinya dalam
situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam
tingkatannya yang lebih kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan
sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta
waktu dan tempat pengutaraannya.
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang
dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.
Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang?
Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini
dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence)
dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil
kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi
tertentu.
F. KLASIFIKASI TINDAK TUTUR
10
Pengertian beberapa Tindak Tutur (klasifikasi tindak tutur)
11
menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberi
aba-aba, dan menantang.
12
Pengertian beberapa Strategi Tindak Tutur (Klasifikasi Strategi
Tindak Tutur)
13
dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak
memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
g. Tindak tutur tidak langsung tidak literal Tindak tutur tidak langsung
tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat
yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pragmatik adalah studi yang mengkaji tuturan dari segi makna dan
konteks yang menyertai tuturan tersebut. Pada hakikatnya pragmatik sama
dengan semantik, yakni sama-sama mengkaji makna suatu tuturan secara
internal, sedangkan pragmatik mengkaji makna suatu tuturan secara eksternal.
Pada mulanya pragmatik dianggap sebagai hal yang tidak penting, namun
pandangan ini berubah ketika pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan
titik pusat sintaksis. Dan semenjak munculnya semangat California atau bust
pada tahun 1960-an pragmatik mulai tercakup dalam kajian linguistik.
Pada umumnya, prinsip-prinsip pragmatik mencakup Prinsip Kerjasama
(PK) dan prinsip Sopan Santun (PS). Kedua prinsip ini masing-masing
termanifestasikan dalam maksim-maksim yang bersifat regulatif, yang
digunakan untuk mengatur pemakaian bahasa agar komunikasi berjalan dengan
lancar mencapai tujuan secara efektif. Namun pada kenyataannya, tujuan
komunikasi tidak selalu dapat dicapai dengan mematuhi prinsip-prinsip
tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA
Chaniago, Sam Mukhtar dkk. 2008. Pragmatik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kushartanti dkk. 2005. Pesona Bahasa “Langkah Awal Memahami Linguistik)”.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa-Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik “Kesantunan Imperatif Bahasa
Indonesia”. Jakarta: Erlangga.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor
Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik.
15