Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PILIHAN KATA
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah bahasa indonesia

Dosen Pengampu: Era Octafiona, M.Pd

Disusun Oleh :

Azkia Ahmad 2311010025


Ayu Lestari 2311010024
Berliana Susanti 2311010188
Fatdillah Rahma 2311010051
M. Reza Ramadhan 2311010077

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat-Nya dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “Pilihan Kata”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dosen mata kuliah bahasa indonesia yang telah memberikan tugas
terhadap kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang
turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami jauh dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari study
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, maka kritik dan saran yang senantiasa kami
harapkan semoga makalah ini berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung,18 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumus Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan Masalah........................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Pilihan Kata............................................................................3
B. Fungsi pilihan kata...................................................................................4
C. Makna Kata..............................................................................................5
D. Konsep Pilihan Kata...............................................................................18
E. Syarat Syarat Pilihan Kata......................................................................22

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................28
B. Saran......................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................29

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna yang pernah
tercipta di muka bumi. Apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya,
seperti hewan dan tumbuhan. Apabila manusia dibandingkan dengan hewan dan
tumbuhan, tiga makhluk tersebut sama-sama bisa berkembang biak. Tetapi jelas
perkembangbiakan yang dialami manusia tentu lebih sempurna. Lantas mengapa
manusia dapat menjadi makhluk hidup yang paling sempurna? Tuhan
menciptakan manusia sebuah kemampuan untuk berpikir. Kemampuan berpikir
yang ada pada manusia inilah yang membedakan manusia berbeda dengan
makhluk hidup lainnya. Kemampuan berpikir inilah juga yang membuat manusia
menjadi sempurna.
Kemampuan berpikir yang ada pada manusia digunakan untuk memahami
kehidupan. Kemampuan berpikir manusia dituangkan dengan bahasa. Bahasa
adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari
makhluk-makhluk yang lain. Bahasa sebagai suatu lambang bunyi yang bersifat
arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi
dan meng identifikasi diri. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, baik secara
lisan maupun tulisan yang digunakan manusia untuk menyatakan atau
mengungkapkan pikiran, keinginan, dan perasaannya (Devianty, 2017).
Sebagai makhluk sosial maka manusia akan melakukan interaksi dengan manusia
lainnya. Komunikasi, bertukar pikiran, marah, beradu penda pat, atau sekadar
bertanya merupakan interaksi penanda dalam tatanan kehidupan sosial yang
dilalui manusia untuk menjadi makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial manusia haruslah menggunakan bahasa (tentunya itu
semua dilihat dalam konteks komunikasi lisan atau tulis) dengan penuh
pertimbangan. Sebab bahasa dapat menyebabkan kehidupan antar manusia hidup
rukun dan berkonflik. Dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi tentunya
harus memilih kata-kata yang tepat. Pemilihan kata kata yang tepat dalam
berkomunikasi dimaksudkan agar tidak terjadi salah pemahaman atau bahkan
berujung konflik yang tidak diinginkan. Tentunya dalam berkomunikasi manusia
harus cakap dalam memilih kata-kata.

1
Begitu pentingnya pemilihan kata-kata dalam konteks komunikasi. Pemilihan kata
disebut juga diksi. Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan
pilihan kata ini dipe ngaruhi oleh kemampuan penggunaan bahasa yang terkait
dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan
sejumlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat
sehingga mampu menyampaikannya secara efektif kepada pembaca atau
pendengarnya.
Kata-kata memegang peranan penting dalam kegiatan berbahasa. Sebuah kata atau
kumpulan kata bukan hanya kumpulan suara atau huruf. Saluran untuk memuat
pesan, atau arti kata yang digunakan, harus dipilih dengan cermat. Pikirkan
tentang harmoni kata, nuansa makna kata, dan dampak kalimat pada pembaca.
Kata-kata mewakili apa yang disampaikan, sehingga pemilihan dan penempatan
kata harus memung kinkan pesan tersampaikan secara efektif (Reskian, 2018).
Kekeliruan dalam memilih dan menggunakan kata, akan mengakibatkan
ketergangguan atau bahkan tidak sampainya pesan kepada lawan saat berinteraksi
atau berkomunikasi. Memilih kata-kata untuk disampaikan tentu bukan pekerjaan
yang mudah. Ini membutuhkan kosakata yang banyak dan intuisi linguistik yang
tajam. Kata-kata yang Anda pilih tidak hanya dapat menggambarkan secara akurat
apa yang ingin Anda sampaikan, tetapi juga perlu dipahami dan
diterima oleh pembaca.

B. Rumus Masalah

A. Apa yang dimaksud dengan pilihan kata dan fungsi kata ?


B. Apa yang dimaksud makna kata ?
C. Bagaimana konsep pilihan kata?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari pilihan kata dan fungsi kata


2. Untuk mengetahui macam macam makna kata
3. Untuk mengetahui dan memahami syarat syarat pilihan kata

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PILIHAN KATA/DIKSI

➢ Diksi adalah pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok
penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan dengan pokok
pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar pilihan
kata-kata (Tim Penyusun Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
2018).
➢ Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara
tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin
disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan dengan
situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan pendengar
atau pembaca.
➢ Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna dan
kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar
(Damayanti, 2018).
Dalam KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) diksi adalah pilihan kata yang tepat
dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan ide atau gagasan
sehingga diperoleh efek-efek tertentu seperti yang diharapkan. Diksi juga
termasuk sebuah bentuk gaya bahasa dalam sebuah karangan atau percakapan.
Dengan gaya bahasa dengan diksi yang teoat akan menjadikan karya tulis kamu
menjadi karya yang indah dan memiliki makna yang sesuai dengan apa yang ingin
kamu sampaikan. Diksi menjadi sebuah pemilihan kata untuk karya sastra, : 28).
Ada dua istilah yang perlu dipahami berkaitan dengan pilihan kata ini, yaitu
istilah pemilihan kata dan pilihan kata. Kedua istilah itu harus dibedakan di dalam
penggunaannya. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang
dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil
dari proses atau tindakan memilih kata tersebut.
Penggunaan diksi ( pemilihan kata ) dalam penulisan ilmiah atau karya
fiksi menjadi aspek yang sangat penting dalam membangun kalimat yang efektif
dan utuh. Pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan konteks kalimat akan
memberi efek tersendiri dalam penyampaian informasi, baik melalui bahasa tulis
maupun bahasa lain. Pentingnya memperhatikan diksi juga memberi kemudahan
bagi penulis dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada pembacanya.
Penggunaan kata yang tidak sesuai dengan kontes atau masih asing bagi pembaca
atau pendengar akan berdampak terhadap ketidakefektifan dan misskomunikasi
anatara penulis dan pembaca atau antara pembicara dan pendengar.
3
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan pesan,baik melalui
bahasa tulis maupun bahasa lisan, adalah keterbatasan kosa kata yang dimiliki dan
pembaca dan pendengar. Untuk menghindari terjadinya kondisi tersebut,
pemahaman dan kesadaran akan pentingnya memiliki kemampuan menguasai
kosakata dan pemilihan kosakata menjadi suatu keharusan, baik itu bagi penulis
dan pembicara maupun pembaca dan pendengar.
Berdasarkan pengertian di atas,dapat disimpulkan bahwa diksi adalah
pilihan kata yang sesuai dengan konteks kalimat untuk menyampaikan pesan atau
gagasan oleh penulis atau pembicara kepada pembaca atau pendengar yang sesuai
dengan kondisi dan rasa bahasa tertentu serta berterima.
Sebagai contoh, perhatikan beberapa ungkapan berikut.
1) Diam!
2) Tutup mulutmu!
3) Jangan berisik!
4) Saya harap Anda tenang.
5) Dapatkah Anda tenang sebentar?
Ungkapan-ungkapan tersebut pada dasarnya mengandung informasi yang sama,
tetapi dinyatakan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. Perbedaan pilihan kata
itu dapat menimbulkan kesan dan efek komunikasi yang berbeda pula. Kesan dan
efek itulah yang perlu dijaga dalam berkomunikasi jika kita tidak ingin situasi
pembicaraan menjadi tergang

B. FUNGSI PILIHAN KATA/DIKSI


Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,
pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi
antara lain :
1) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
2) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
3) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
4) Mencegah perbedaan penafsiran.
5) Mencegah salah pemahaman.
6) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

4
C. MAKNA KATA
Kata merupakan satuan bebas terkecil yang mempunyai aspek,yakni aspek
bentuk atau ekspresi dan aspek isi atau makna. Bentuk bahasa adalah suatu yang
dapat dicerna oleh panca indra,baik didengar maupun dilihat. Isi atau makna
adalah segi yang menimbulkan reaksi atau respon didalam pikiran pendengar atau
pembaca karena rangsangan atau stimulus beruba bentuk bahasa . Wujud reaksi
tersebut bermacam macam,yakni dapat berupa tindakan atau prilaku serta
pengertian.Respon yang timbul bergantung pada apa yang didengarnya. Dengan
kata lain,respon akan muncul berdasarkan stimulusnya. Makna adalah hubungan
antara bentuk bahasa dan barang yang diacunya.
Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal, makna
gramatikal, dan makna kontekstual. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah
kata, dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial. Berdasarkan
ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata, dapat dibedakan adanya makna konotatif
dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya, dapat dibedakan adanya makna
istilah dan makna kata (Gani dan Arsyad, 2018).
Perbedaan antara makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata
itu dalam penggunaan bahasa secara umum dan secara khusus. Dalam
penggunaan bahasa secara umum seringkali kata-kata itu digunakan secara tidak
cermat sehingga maknanya bersifat umum. Tetapi dalam penggunaan secara
khusus, dalam bidang kegiatan tertentu, kata-kata itu digunakan secara cermat
sehingga maknanya pun menjadi tepat.

• JENIS JENIS MAKNA

a. Makna referensial dan makna nonreferensial


Makna referensial adalah kata katanya tersebut mempunyai referen, yaitu
sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu maka kata disebut bermakna
referensi. Djajasudarma (dalam Manaf 2010:56) menyatakan bahwa
hubungan referensial adalah hubungan antara satuan bahasa dengan
referensial atau acuannya yang berupa dunia nyata. Satuan bahasa yang
mmpunyai makna referensial umumnya berupa kata kata penuh (full word).
Contoh, matahari,tanah,berjalan. Kata kata tersebut mempunyai makna yang
mngacu pada objek tertentu,pristiwa tertentu,atau keadaan tertentu.

Matahari adalah salah satu benda tata surya yang menjadi sumber panas dan
sumber cahaya utama bagi bumi.
Tanah mengacu pada unsur bumi yang bersifat padat sebagai tempat hidup
berbagai tanaman.

5
Berjalan mengacu pada pristiwa bergeraknya kaki manusia atau hewan yang
mengakibatkan manusia itu berpindah secara perlahan

Contoh kata kata referensial :


Putri dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans
Makna kata ambulans termasuk contoh makna referensial karna kata
ambulans adalah kendaraan yang digunakan untuk mrngangkut orang sakit
atau korban kecelakaan, dan didalamnya dilengkapi peralatan medis.

Makna Nonreferensial
Kata-kata yang tidak mempunyai referen maka kata tersebut bermakna
nonreferensial (Chaer, 2013:63). Seperti kata karena dan kata tetapi tidak
mempunyai referen maka kata tersebut termasuk dalam kata yang bermakna
nonreferensial karena kelas kata tugas seperti preposisi dan konjungsi adalah
kata- kata yang termasuk kata bermakna nonreferensial. Manaf (2010: 56)
Mengatakan, makna nonreferensial adalah makna satuan bahasa yang tidak
berdasarkan pada referen tertentu atau makna satuan bahasa yang tidak
berdasarkan pada acuan tertentu. Preposisi: di, ke, dari, pada, daripada;
konjungtor: dan, atau, tetapi, karena, sebab, untuk dan partikel -lah, -kah, -
tah,- pun adalah satuan bahasa yang tidak mempunyai acuan atau referen.
Di, ke, dari, pada, daripada, dan, tetapi, atau, karena, sebab, ketika tidak
mengacu kepada benda, sifat, prosesperistiwa, atau keadaan tertentu. Oleh
karena itu, preposisi, konjungtor, dan partikel digolongkan sebagai satuan
bahasa yang bermakna nonreferensial.

Contoh makna dalam sebuah kalimat:


1. Tadi pagi aku menaruhnya di sini.
2. "Motor hilang hampir selalu ada setiap bulannya di sini", kata Camat
Sukarame.
Kata 'di sini' pada kedua kalimat di atas mengacu dua hal yang berbeda.
Pada kalimat pertama mengacu pada sebuah tempat tidur, sedangkan pada
kalimat kedua mengacu pada sebuah tempat yang berlokasi di
kecamatan Sukarame

b. Makna leksikal dan makna gramatikal


Makna leksikal adalah makna yang unsur-unsur bahasanya sebagai lambang
benda, peristiwa, dan lainnya.
Pendapat lain mengemukakan bahwa makna leksikal adalah makna kata
ketika kata itu berdiri sendiri terutama dalam bentuk berimbuhan yang
maknanya lebih kurang tepat, seperti yang dapat dibaca dalam kamus
bahasa tertentu.

6
Menurut Chear yang dimaksud makna leksikal adalah makna yang dimiliki
atau ada pada laksem meski tanpa konteks apapun.
Makna leksikal juga bisa dikatakan sebagai makna sebenarnya atau makna
yang sesuai dengan makna yang ditanggap indera manusia.

Misalnya, leksem tumbu ‘tumbu’ memiliki makna leksikal wadah atau


tempat yang berbentuk bagian atas diberi bingkai, sedangkan bawah persegi
tanpa bingkai dan bagian atas-bawah sama besarnya. Tumbu digunakan
sebagai tempat untuk menyimpan beras atau jagung hingga kacang kacangan
(Sudjonoprijo,1990)

Makna gramatikal
Pengertian gramatikal merupakan makna yang muncul akibat dari adanya
proses gramatikal yaitu seperti afikasi, reduplikasi, dan komposisi. Istilah
makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat fungsi suatu kata yang
dipengaruhi faktor tenses dalam kalimat.
Contoh kalimat gramatikal:
Jangan khawatir, kami akan menemukan jalan keluar dari masalah ini.
Pada kalimat ini kata “jalan” sudah menjadi kata majemuk sehingga
mempunyai arti berbeda yaitu solusi.

c. Makna denotatif dan Makna konotatif

a. Makna Denotatif
Kata-kata bermakna denotatif adalah kata-kata yang disebut juga bermakna
konseptual, bermakna kognitif, dan bermakna referensial Kata bermakna denotatif
adalah kata yang bermakna sesuai dengan hasil observasi penglihatan, penciuman,
pendengaran, perabaan, dan pengecapan. Artinya, kata-kata bermakna denotatif
adalah kata-kata yang maknanya menyangkut informasi-informasi faktual
objektif. Makna denotatif juga dapat diartikan sebagai makna yang didasarkan
atas hubungan lugas antara satuan kata dan wujud di luar bahasa yang diterapi
satuan bahasa itu secara tepat.
Contoh; meja,kursi,pena,pensil,spidol,buku
Nah,kata kata tersebut mengacu pada benda atau mahluk hidup yang identitasnya
jelas.

7
Misal nya contoh dalam kalimat
• Sungai yang berada di belakang rumah Anggi meluap akibat hujan tadi
malam. Kata 'Meluap' bermakna melimpah dengan banyak.
• “Kursi kursi paling depan di kelasku ditempati oleh anak-anak perempuan.
Orang yang sudah dewasa dan matang akan selalu berperilaku dengan
penuh kebijaksanaan”.
Nah, dapat dilihat dengan jelas, bahwa bentuk kursi-kursi dan bentuk
kebijaksanaan yang ada pada kalimat-kalimat di atas itu, semuanya menunjuk
pada makna sebenarnya.
Kata 'kursi' dalam kalimat itu tentu saja selalu akan dimaknai sebagai tempat
duduk. Adapun bentuk kebijaksanaan selalu akan menunjuk pada perilaku atau
tindakan yang bersifat bijaksana. Dalam pemakaian bahasa Indonesia untuk
karang-mengarang. bentuk-bentuk yang sifatnya denotatif, bentuk-bentuk yang
menunjuk pada makna sesungguhnya demikian ini, banyak digunakan dalam
tulisan-tulisan atau karangan-karangan yang sifatnya faktawi atau yang
berdasarkan data sesungguhnya.
Kata-kata seperti ditunjukkan di depan itu, harus semuanya digunakan untuk
menunjukkan makna yang sifatnya konseptual, bukan makna yang sifatnya
kontekstual. Bentuk-bentuk kebahasaan seperti disebutkan di atas itu dipakai
untuk menunjukkan maksud-maksud yang sifatnya tidak asosiatif, tetapi maksud-
maksud yang berdasar pada data dan fakta sebenarnya.

b. Makna Konotatif
Kata-kata bermakna konotatif adalah kata-kata yang memiliki makna
asosiatif dan timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria
tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual atau denotatif.
Makna konotatif adalah makna kias atau bukan kata sebenarnya dan
berkaitan dengan nilai rasa. Makna konotatif dipengaruhi oleh nilai dan norma
yang dipegang oleh masyarakat tertentu, yang juga membuat adanya perbedaan
fungsi sosial kata dengan makna yang hampir sama. Meskipun demikian, makna
kata juga akan berubah seiring dengan perubahan nilai dan norma yang
terjadi di masyarakat.
Contoh dalam kalimat:
• Andi berhasil menyunting Susanti, bunga desa itu.
Bunga desa yang dimaksud adalah makna kiasan dari perempuan yang dianggap
paling cantik di desa.

8
• Akbar menjadi buah bibir karena ketampanan dan keramahannya.
Kata buah bibir berarti bahan pembicaraan orang lain.
• Iqbal adalah anak emas dalam keluarganya. Ia anak tengah dan laki laki
satu satunya yang paling disayang.
Kata anak emas berarti anak kesayangan

Kata Denotatif Kata Konotatif


membicarakan membahas, mengkaji
memerhatikan menelaah, meneliti,
rumah gedung,wisma, graha
sesuai harmonis,serasi
pekerja pegawai, karyawan
penonton pemirsa,pemerhati

Makna denotatif dan makna konotatif berhubungan erat dengan kebutuhan


pemakaian bahasa. Artinya, kata bermakna denotatif adalah kata yang memiliki
arti harfiah dan tidak memiliki makna tambahan yang berkaitan dengan sikap
penutur. Demikian pula, kata bermakna konotatif adalah kata yang memiliki
nilai rasa tertentu.

c. Kata Bersinonim
sinonim itu dapat dengan mudah dipahami sebagai persamaan makna
kata. Artinya pula, bentuk yang bersinonim itu sebenarnya dapat menunjuk pada
kata-kata yang mungkin sekali berbeda bentuknya, berbeda ejaannya, berbeda
pengucapannya, berbeda bentuk ortografisnya, tetapi memiliki makna yang
sejajar. memiliki makna yang sepadan, atau memiliki makna yang serupa. Maka,
kata yang bersinonim juga dapat berarti kata yang bermakna sejenis, bermakna
sepadan, bermakna sejajar, bermakna serumpun dan memiliki arti yang sama.
Berikut kata bersinonim
Bertemu = Berjumpa Hewan = Binatang
Bohong = Dusta Takaran = Ukuran
Senang = Bahagia
9
Dalam pemahaman mereka, sebuah bentuk kebahasaan akan dikatakan
bersinonim apabila memiliki makna yang sepadan, sejajar, sejenis, jadi makna itu
tidak harus selalu persis sama. Berkenaan dengan ini, kita ambil saja contoh, kata
melihat,menatap, menonton, melirik menyaksikan, mengawasi Sekalipun kita
mengerti bahwa kata-kata di atas itu tidak memiliki makna yang persis sama,
masing-masing memiliki kesamaan raut atau fitur makna. Kesamaannya adalah
bahwa semuanya memerantikan indera manusia yang disebut sebagai mata. Hanya
saja, mata itu diperantikan dengan gradasi kelebaran yang tidak sama sehingga
lahirlah kata-kata yang bersinonim itu. Mari kita ambil contoh yang lainnya,
yakni: memukul. menampar.menempeleng, menghantam. Empat bentuk
kebahasaan itu dari sisi wujudnya jelas sekali tidak sama. Akan tetapi, semuanya
dapat dipersamakan atau disinonimkan karena sesungguhnya masing- masing
memerantikan hal yang sama, yakni tangan manusia.

d. Kata Berantonim
Rahardi (116-118) menunjukkan bahwa sebuah bentuk kebahasaan akan
dapat dikatakan berantonimi kalau bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki rea
antarmakna yang wujud logisnya berbeda atau bertentangan antara yang satu
dengan yang lainnya seperti bentuk benci dan cinta, bentuk panas dan dingin
bentuk timur dan barat, bentuk suami dan istri, bentuk pandai dan bodoh, serta
bentuk kaya dan miskin.

• Pertama adalah antonimi jenis kembar. Antonimi jenis kembar ini


menunjuk pada perbedaan di antara dua entitas kebahasaan, misalnya saja
jantan dan betina, hidup dan mati, pria dan wanita, serta bayi dan dewasa.

Ciri yang mendasar dari kehadiran antonimi yang bersifat kembar atau
dual yang demikian ini adalah bahwa kehadiran entitas yang satu pasti
akan meniadakan entita kebahasaan yang satunya lagi. Dengan perkataan
lain, penyangkalan terhadap entitas kebahasan yang satu, sesungguhnya
akan menegaskan keberadaan atau eksistensi bagi entitas yang satunya
lagi. Nah jenis antonimi yang bersifat kembar atau 'dual' demikian ini
silakan dikembangkan sendiri dalam kerangka tulis-menulis dan karang-
mengarang. Kalau stok antonimi yang bersifat kembar demikian ini
banyak dimiliki oleh seorang penyunting bahasa, peneliti, atau penulis,
maka dipastikan tulisan atau karangan yang dihasilkannya akan menjadi
sangat berkualitas.

10
• Kedua adalah antonimi yang bersifat jamak atau plural. Pakar bahasa
tertentu menyebutnya sebagai antonimi yang berciri majemuk. Adapun
yang menjadi ciri pokok dari antonimi jenis jamak atau majemuk ini
adalah bahwa penegasan terhadap anggota tertentu, akan mencakup
penyangkalan atas setiap anggota yang lainnya secara terpisah.
Nah, antonimi yang demikian ini lazimnya sangat berkaitan dengan
anggota-anggota atau hiponimi dari sebuah kelas, misalnya saja kelas
logam kelas, tumbuhan kelas, buah-buahan, atau kelas-kelas yang lainnya.

• Ketiga adalah antonimi yang bersifat gradual. Adapun yang dimaksud


dengan antonimi gradual adalah antonimi yang merupakan penyimpangan
dari antonimi yang bersifat dual atau kembar seperti yang sudah
disebutkan di bagian depan. Kalau di dalam antonimi jenis kembar atau
dual terdapat dikotomi antara kaya dan miskin, di dalam antonimi yang
bersifat gradual terdapat entitas setengah kaya. Beberapa orang mungkin
akan mengatakannya sebagai 'lumayan kaya' atau 'agak kaya'.

Demikian pula di antara dikotomi 'bodoh' dan 'pintar' atau 'pandai terdapat
entitas setengah pintar dan agak pintar atau agak pandai. Jadi, variasi-
variasi yang cerdas terhadap entitas-entitas antonimi yang bersifat gradual
demikian ini juga kiranya akan sangat penting diketahui oleh para penulis,
para peneliti, dan para penyunting bahasa. Pada waktunya Anda akan
menggunakan bentuk- bentuk kebahasaan yang berantonimi gradual
demikian ini untuk kepentingan penyuntingan bahasa dan penulisan yang
lainnya, Anda pasti akan sangat dimudahkan.

• Jenis antonimi yang keempat adalah antonimi jenis relasional. Adapun


yang dimaksud dengan antonimi jenis relasional adalah bahwa bentuk-
bentuk kebahasaan yang dianggap berantonim ita memiliki relasi yang
menjadi kebalikan. Antara guru' dan 'murid, misalnya saja, terdapat jenis
antonimi yang bersifat relasional itu. Demikian pula antara ibu atau ayah
dan anak-anak terdapat antonimi yang sifatnya relasional itu. Jika Anda
sebagai penulis atau sebagai penyunting bahasa sangat kaya dengan
contoh-contoh antonimi relasional demikian ini, dipastikan karangan
atau tulisan Anda akan menjadi sangat baik, menarik, dan hidup. Dengan
pemerantian bentuk-bentuk demikian in pilihan kata-kata atau diksi Anda
akan menjadi sangat tidak monoton, dan tentu saja akan menarik perhatian
para pembacanya. Demikian pula jika Anda adalah seorang peneliti,
dipastikan laporan hasil penelitian Anda akan enak sekali dibaca oleh siapa
pun juga karena pemakaian kata-katanya atau pemilihan diksinya sama
sekali tidak membosankan.

11
e. Kata Berasa

Bahasa pun sesungguhnya memiliki citara Citarasa bahasa yang demikian


itu akan banyak ditentukan oleh tingkat kepiawaian dan pengalaman dari si
penutur atau si penulisnya dalam meramu bumbu-bumbu masakannya dalam
aktivitas berbahasa.
Semuanya adalah bentuk kebahasaan yang boleh digunakan, tentu saja, tetapi
harus digunakan secara tepat, cermat, dan harus sesuai dengan makna yang
hendak diembannya. Dalam konteks manajemen atau bisnis, pasti orang akan bisa
membedakan antara karyawan. pegawai, sumber daya manusia, sumber daya
insani dan yang lain-lainnya. Jadi, setiap bentuk kebahasaan yang ditunjukkan di
atas semuanya akan mengemban nilai rasa, dan seorang penulis yang baik harus
benar-benar paham dengan nilai-nilai rasa yang tidak sama demikian ini.

f. Kata Konkret
Dalam beberapa literatur kebahasaan telah dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kata-kata konkret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek
yang dapat dipilih, didengar, dirasakan, diraba, atau dicium.
Dengan perkataan lain, kata konkret itu sesungguhnya adalah kata yang dapat
diindra dengan alat-alat indra manusia. Bentuk- bentuk kebahasaan seperti
komputer, printer, pemindai,buku,kamus, meja,kursi, jam tangan adalah contoh-
contoh dari benda-benda yang sifatnya konkret, tidak abstrak atau nisbi.
Kata-kata tersebut merupakan sesuatu yang bisa kita rasakan dengan panca
indera. Misalnya, kita bisa melihat sepeda motor yang sedang berjalan dengan
menggunakan indera penglihatan, yaitu mata.
Lalu, kita bisa mendengarkan petikan gitar dengan indera pendengaran kita, yaitu
telinga. Selain itu, kita juga bisa menyentuh gitar secara langsung dengan indera
peraba, yaitu kulit. Hal ini membuktikan bahwa wujud dari gitar memang benar-
benar ada dan dapat kita rasakan secara fisik.
Contoh lainnya, kita bisa melihat keberadaan dari suatu meja. Kita juga bisa
meraba tekstur dari suatu meja karena hal ini memang merupakan sesuatu yang
konkret atau benar-benar ada wujudnya.

12
g. Kata Abstrak
pengertian abstrak menurut KBBI adalah tidak berwujud dan tidak berbentuk.
Benda-benda yang abstrak tidak dapat kita ukur maknanya. Kamu tidak bisa
mengukur seberapa besar rasa cinta yang kamu miliki kepada pasanganmu karena
cinta merupakan sesuatu yang abstrak.
kata-kata abstrak ialah kata-kata yang menunjuk kepada sifat konsep atau
sifat gagasan, kalau kata-kata konkret itu banyak digunakan untuk membuat
semacam deskripsi atau penggambaran dalam karang-mengarang, kata-kata
abstrak sering dipakai mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang cenderung lebih
kompleks dan rumit. Sebuah argument atau persuasi, hampir mustahil dapat
diungkapkan dengan kata-kata yang sifatnya konkret. Jadi, untuk berargumentasi
baik lewat tulisan maupun lewat kata-kata lisan, silakan diperantikan kata-kata
yang cenderung abstrak sifatnya demikian itu. Kata-kata abstrak lazimnya juga
cenderung lebih sukar untuk dipahami maksudnya atau maknanya Bahasa di
dalam karangan ilmiah, terlebih-lebih yang sifatnya deskriptif, tidak terlampau
menyukai kata kata yang sifatnya abstrak demikian ini karena pasti hanya akan
menyulitkan dan membingungkan khalayak pembaca, pendengar, atau
pemirsanya.
Sebagai contoh dari kata abstrak adalah sedih,senang,cinta,semangat dan kata
pendidikan atau kata pembodohan. Tentu saja, orang tidak akan dapat
menggunakan indra untuk bisa menyentuh entitas pendidikan atau pembodohan
atau kemiskina atau kekayaan lazimnya. Kata-kata yang bersifat abstrak itu
wujudnya adalah kata kata yang berimbuhan atau beranks.

h. Kata Umum
Kata umum, lazimnya dipahami sebagai kata yang memiliki lingkup makna
yang jauh lebih luas dibandingkan dengan kata khusus. Semakin umum sebuah
kata, maka akan semakin tidak akuratlah kata itu jika digunakan untuk
menggambarkan sebuah konsep.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kata umum sesungguhnya masih
harus dijabarkan lebih lanjut agar menjadi kata-kata yang sifatnya lebih khusus
agar dapat digunakan untuk menggambarkan sebuah konsep. Kita ambil saja
sebagai contoh kata melihat yang jelas sekali masih dapat dijabarkan lebih lanjut
menjadi kata menonton, melirik, memandang, mengamati, dan seterusnya.
Demikian pula kata janih yang juga masih dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi
tersungkur, terpeleset, terjerembab, dan seterusnya.

13
Jika sebuah konsep ternyata harus dinyatakan dengan kata yang lebih khusus,
gunakanlah kita yang sifatnya lebih khusus. Akan tetapi, memang adakalanya
sebuah konsep harus dijabarkan dengan kata-kata yang lebih umum sifatnya.
Dengan demikian harus dikatakan pula, bahwa siapa pun harus sungguh cermat
dan cerdas di dalam memerantikan kata-kata untuk mewadahi sebuah konsep. .

i. Kata Khusus
Sesuai dengan sebutannya, kata-kata yang bersifat khusus itu merupakan
kebalikan dari kata kata yang sifatnya umum. Kata umum selalu menggambarkan
sesuatu dengan bentuk kebiasaan yang masih dapat dijabarkan lebih lanjut
menjadi kata-kata yang sifatnya khusus. Nah, seperti yang telah dinyatakan di
dalam kalimat di depan tadi, kata-kata khusus itu sesungguhnya adalah kata-kata
yang merupakan jabaran dari kata-kata ummm.
Dengan perkataan lain pula, sesungguhnya kata-kata khusus itu merupakan
jabaran atau perincian dari kata-kata yang sifatnya umum itu. Kata
“bunga”misalnya saja, masih dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi nama-nama
bunga yang lebih spesifik, yang jumlahnya mungkin ribuan itu. Nah, nama-nama
bunga itulah yang disebut sebagai nama-nama khus Kadang-kadang, nama-nama
yang sifatnya sudah khusus tersebut masih dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi
nama-nama yang lebih khusus lagi.
Semakin khusus sebuah kata, akan semakin bagus kata tersebut digunakan untuk
menjelaskan sebuah konsep. Demikian pula dengan kata “melihat”. seperti yang
disebutkan di depan tadi masih dapat diperinci lebih lanjut sesuai dengan
maksudnya menjadi kata melirik,menonton, memandang dan seterusnya.

j. Kata Lugas
Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis, lazimnya kata-kata yang
sifatnya lugas itu menunjuk pada kata yang bersifat langsung dalam
menggambarkan konsep kebahasaan. Kata-kata yang lugas itu berarti kata-kata
yang bersifat tembak langsung (to the point), tegas, lurus, apa adanya, dan
merupakan kata-kata yang cenderung bersahaja. Kata-kata yang lugas juga
merupakan kata-kata yang ringkas, tidak merupakan frasa panjang, dan tidak
mendayu-dayu sifatnya dalam menggambarkan sebuah konsep.

14
Dalam menyampaikan ide atau gagasan hendaknya orang harus selalu berpikir,
apakah gagasan itu harus diungkapkan dengan kata-kata yang harus lugas,
ataukah boleh dengan kata-kata yang sedikit melingkar dan berbunga-bunga.
Tidak selalu dapat dikatakan bahwa kata-kata yang sifatnya tidak lugas itu pasti
salah dan tidak tepat jika digunakan dalam tulis-menulis atau karang-mengarang.

k. Penyempitan Makna
Masih dalam kerangka pilihan kata atau diksi, perlu disampaikan pula di
sini ihwal penyempitan makna kata. Sebuah kata atau entitas kebahasaan yang
lain dikatakan akan mengalami penyempita makna apabila dalam kurun waktu
tertentu maknanya bergeser dari semula yang sifatnya luas ke dalam makna yang
cenderung lebih sempit atau terbatas. Beberapa kata dalam sebuah bahasa jadi
akan mengalami proses kebahasaan demikian itu. Pemahaman ihwal penyempitan
makna kata yang demikian ini juga sangat penting diketahui dan diikuti oleh para
penulis, para peneliti, dan penyunting bahasa, supaya mereka dapat dengan tepat
memerantikan sebuah bentuk kebahasaan dengan lingkungan dan perkembangan
zamannya. Sebuah kata dapat sangat bermakna pada mas masa tertentu, tetapi
pada suatu saat, lantaran telah terjadi pergeseran dan perkembangan kebahasaan
tertentu pada kata itu, lalu tidak lagi memiliki makna yang signifikan.
Kita ambil saja contoh kata pendeta, yang semula dimaknai sebagai orang berilmu
yang biasanya juga digambarkan denga sosok yang sudah tua, kini ternyata
berubah dan banyak digunakan untuk menyebut seorang pembawa firman atau
pengkhotbah dalam agama Kristen.
Dalam bahasa Jawa, kata “romo” dulu juga banyak digunakan untuk memberi
makna bapak atau ayah dalam konteks yang sifatnya masih relatif foodalistik.
Akan tetapi kini, kata “romo” itu menunjuk pada sosok pemimpin gereja Katolik.
Nah, sekarang silakan dikembangkan sendiri pemahaman ihwal penyempitan
makna demikian ini untuk semakin memahami diksi atan pilihan kata dalam
karang-mengarang atau tulis-menulis. Semakin kalian menguasai banyak hal yang
bertali-temali dengan persoalan diksi atau pilihan kata, khususnya yang berkaitan
dengan ihwal penyempitan makna bentuk-bentuk kebahasaan yang demikian ini,
dipastikan bahwa kalian akan menjadi sosok yang semakin pintar dalam
melakukan pekerjaan tulis-menulis atau karang mengarang.

15
l. Perluasan Makna
Pemahaman ihwal perluasan makna kata juga sangat penting dan krusial
dilakukan oleh para penyunting bahasa. Demikian pula para penulis dan para
peneliti, harus benar-benar paham dengan masalah perluasan makna yang
demikian ini. Suatu kata akan dapat dikatakan mengalami perluasan makna
apabila dalam kurun waktu tertentu maknanya dapat bergeser dari yang semula
sempit ke makna kata yang jauh lebih luas dan variatif. Selain itu, seiring dengan
perluasan makna kata ito pula, khalayak pemakainya juga pasti akan meningkat
dari semula yang hanya kalangan terbatas. tidak mencakup semua lapisan
masyarakat, lalu menjadi lebih luas atau bahkan sangat luas, hingga mencapai
banyak kalangan dan lapisan.
Sebagai contoh untuk sekadar ilustrasi, pada masa lalu kata ibu banyak
didefinisikan sebagai sosok wanita yang melahirkan, atau mungkin wanita yang
sudah pernah melahirkan.
Akan tetapi sekarang, kata ibu sudah menjadi kata yang umum untuk wanita yang
sudah dewasa, sekalipun dia belum pernah melahirkan seorang anak.
Contohnya : seorang guru, selalu menyebut dirinya sebagai ibu di depan para
mahasiswanya ketika sedang menguji Jadi, ini pun bukti bahwa memang telah
terjadi perluasan makna. Coba cermati pula pemakaian sebutan mas atau bang
atau dab atau cho, yang sekarang ini sepertinya cenderung sudah dapat digunakan
untuk menyebut siapa saja. Sepertinya orang tidak lagi membedakan kapan harus
memakai dab atau cho yang berdimensi informal dan kolokial itu.
Demikian pula dengan sebutan 'mas', yang pada masa-masa kecil di
kampung dulu hanya digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terpelajar, kini
sudah hampir digunakan oleh siapa saja. menegaskan sekali lagi, bahwa pada
bentuk-bentuk kebahasaan yang demikian itu telah terjadi proses perluasan makna
Artinya pula, perluasan dari semula yang bermakna khusus. yang bermakna
sangat tertentu, menjadi lebih luas lagi cakupannya, bahkan dapat melampau
banyak sekat dan aneka batas. Siapa pun yang hendak menceburkan diri dalam
dunia karang-mengarang atau tulis-menulis, harus benar-benar paham dengan
ihwal perluasan makna kata yang demikian ini. Bilamana perlu, rajin-rajinlah
untuk mendata semua bentuk kebahasaan yang telah mengalami perluasan makna
demikian itu di dalam catatan pribadi Anda. Dipastikan, catatan Anda itu akan
sangat bermanfaat, ketika pada waktunya nanti harus digunakan dalam hal-hal
yang bertali-temali dengan tulis menulis atau karang mengarang.

16
m. Kata-kata Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan tindakan atau
kata kerja yang ada dalam kalimat tersebut. Dalam kalimat aktif, subjek bertindak
sebagai pelaku atau penggerak dari tindakan yang dilakukan
Diawali dengan imbuhan Me- atau Ber- untuk predikat. Subjek selalu
melakukan tindakan langsung. Memiliki pola SPOK atau SPK
Pertama-tama harus dipahami, bahwa kata-kata aktif sesungguhnya
menunjuk pada kata-kata yang cenderung banyak digunakan oleh banyak
kalangan. Dalam pemakaian bahasa, bentuk-bentuk kebahasaan yang pada
awalnya bersifat statis, tidak aktif, dapat berkembang dan berubah menjadi kata-
kata yang dinamis dan bersifat sangat aktif. Nah, sebuah bentuk kebahasaan
memang dapat dibuat aktif dengan cara membuat inovasi, atau dengan membuat
penemuan dari semula yang belum pernah ada menjadi benar-benar ada. Akan
tetapi, sebuah bentuk kebahasaan dapat pula dibuat aktif dengan cara menyingkap
atau menguak kembali bentuk kebahasaan yang sesungguhnya semua sudah
pernah ada, tetapi karena hal-hal tertentu, bentuk kebahasaan yang demikian itu
tidak pernah digunakan lagi secara aktif.
Contohnya:
ibu memotong wortel didapur, andi menuju ke lapangan,mahalini menyanyikan
lagu sempurna dengan merdu.
Bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan oleh para pejabat, para selebritas, dan
para politisi, cenderung akan menjadi bentuk kebahasaan yang sifatnya aktif.
Demikian pula bentuk-bentuk kebahasaan yang didengung-dengungkan oleh
media massa, baik cetak maupun elektronik, cenderung akan berubah menjadi
bentuk kebahasaan yang aktif sekalipun semula tidak terlampau dikenal oleh
publik. Karya ilmiah yang cenderung formal, dalam batas-batas tertentu memang
dapat menggunakan kata-kata yang cenderung bermakna pasif. Hal itu disebabkan
oleh sifat keformalan dari karya ilmiah tersebut. Akan tetapi, untuk tulis-menulis
atau karang-mengarang pada umumnya, selalu berusahalah untuk memerantikan
kata-kata yang sifatnya aktif, kata-kata yang bersifat menghidupkan, karena
aktivitas yang ditunjukkan di dalamnya juga biasanya bersifat aktif.

17
D. KONSEP PILIHAN KATA
Kata merupakan hal yang sangat berperanan penting dalam menyampaikan
suatu gagasan kepada orang lain, baik dalam ragam lisan maupun tertulis. Oleh
sebab itu, agar komunikasi berjalan efektif, penutur atau penulis harus mampu
memilih kata yang tepat untuk menyampaikan maksud tertentu.
Kata, bukan hanya sekedar rangkaian bunyi atau huruf yang dirangkai
sedemikian rupa sehingga membentuk kesatuan-kesatuan. Kata merupakan
rangkaian bunyi atau huruf yang mengandung makna tertentu.
Dengan demikian, dalam sebuah kata terkandung unsur-unsur berikut:
1. Makna, yang mengacu pada suatu konsep atau gagasan yang
mewakili lambang dari suatu benda, peristiwa, atau gejala.
2. Nilai rasa (emosi), yang berkaitan dengan cita rasa positif-negatif
dan halus-kasar makna sebuah kata.
3. Bentuk, yakni keselarasan bentuk kata (dasar atau berimbuhan)
atau frasa yang dipilih dengan posisinya dalam sebuah wacana (Yunus,
dkk., 2013).

Pemilihan kata dilakukan apabila tersedia sejumlah kata yang bersinonim atau
memilki makna yang bermiripan. Ketersediaan ini akan terwujud apabila
seseorang mempunyai perbendaharaan kata yang memadai sehingga dapat
memilih satu di antara beberapa kata tersebut. Hal inilah yang disebut dengan
diksi. Dengan demikian, diksi merupakan hasil dari proses memilih kata yang
akan digunakan dalam sebuah komunikasi. Komunikasi yang dimaksud, terutama
dalam komunikasi tertulis.
Dalam pemilihan sebuah kata, penulis hendaklah mampu memilih kata mana yang
paling tepat dan paling cocok dipakai dalam sebuah tuturan. Tepat, maksudnya,
kata yang dipilih harus sesuai dengan koteks kalimatnya.
Koteks maksudnya bentuk kata (leksikal atau gramatikal) yang dipilih harus
sesuai dengan posisi kata tersebut dalam kalimat. Maksudnya, bentuk kata yang
digunakan bergantung pada kata yang terdapat pada sebelum dan sesudah kata
tersebut. Seperti pada penggunaan beberapa bentuk turunan dari kata dasar beda.
Kata dasar beda ini akan menurunkan bentuk kata berbeda, berbeda-beda,
membedakan, membeda-medakan, terbedakan, terbeda-bedakan, perbedaan,
pembeda, dan pembedaan.

18
Pemakaian setiap bentuk turunan tersebut dapat dilihat pada contoh
kalimat berikut:
berbeda : Wajah Hasan sangat berbeda dengan wajah Husen
walaupun mereka saudara kandung.
berbeda-beda : Wajah Hasan, Husen, dan lima saudara mereka
yang lainnya berbeda-beda walaupun mereka saudara kandung.
membedakan : Saya tidak bisa membedakan mana Hasan dan
mana yang husen karena wajah mereka sangat mirip.
membeda-bedakan : Orang tua Hasan dan Husen tidak pernah
membeda-bedakan kasih sayang kepada anaknya.
terbedakan : Hasan dan Husen memang memilki wajah dan
paras yang sama sehingga tidak terbedakan oleh saya.
terbeda-bedakan : Hasan, Husen, dan lima saudara mereka yang
lainnya sangat mirip sehingga tidak terbeda-bedakan oleh saya.
perbedaan : Wajah Hasan dan Husin memiliki sedikit perbedaa
pembeda : Bentuk hidung merupakan pembeda antara wajah
Hasan dan Husen.
pembedaan : Hasan dan Husen memilki wajah yang sangat
mirip sehingga pembedaannya agak sulit dilakukan.
Dari beberapa contoh kalimat tersebut, dapat dipahami, bahwa
perbedaan posisi kata beda dalam kalimat, akan menentukan pilihan terhadap
bentuk kata turunan yang akan digunakan. Untuk itu, seorang penulis harus
mampu memilih bentuk mana yang paling tepat digunakan untuk
menyampaikan maksud tertentu. Hal inilah yang dimaksud dengan tepat dalam
pemilihan kata.
kata yang digunakan harus sesuai dengan konteks kalimatnya. Sesuai
dengan konteteks kalimat maksudnya, dari beberapa kata yang bersinonim
dipilih satu yang sesuai dengan
(1) masalah yang dibicarakan, (2) mitra dalam berkomunikasi, dan (3) lokasi
atau daerah tempat berlangsungnya komunikasi tersebut. Intinya, kata yang
digunakan tidak bertentangan dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku
pada masyarakat pemakainya.

19
Sebagai contoh, kata mati, bersinonim dengan kata meninggal, wafat,
mangkat, gugur, tewas, berpulang, dan sebagainya. Penggunaan kata
tersebut harus disesuaikan dengan masalah yang kita bicarakan. Kata mati,
misalnya, digunakan pada hewan, dan kurang pantas digunakan untuk
manusia. Untuk manusia (orang awam) lebih cocok digunakan kata
meninggal, untuk para raja digunakan kata mangkat, untuk para nabi
digunakan kata wafat, dan sebagainya.

Apabila mitra komunikasi kita adalah orang tua sendiri atau orang yang
lebih tua dari kita, di Indonesia tidak cocok digunakan kata Anda atau kamu
karena kata tersebut tidak cocok dengan nilai rasa yang ada dalam budaya kita.
Oleh sebab itu, sebaiknya digunakan kata bapak, ibu, atau kakak. Akan tetapi, di
Eropa atau Amerika sapaan you ‘kamu’ bisa saja digunakan dalam konteks
tersebut karena kata itu tidak bertentangan dengan nilai rasa dalam budaya
mereka.
Dengan demikian, keefektifan penggunaan kata dalam menulis, tidak hanya
berkaitan dengan kesesuaian antara kata itu dengan makna yang ingin
disampaikan, tetapi juga berhubungan dengan ketepatan bentuk kata yang
digunakan dengan posisi kata tersebut dalam kalimat.
Contoh:
Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks. Hal tersebut tidak semata-
mata berhubu ngan dengan kekurangan material, tetapi juga terkait dengan
kultural dan tingkat kependidikan. Karena itu, pembasmian masalah kemiskinan
harus ditangani secara komprehensif dengan bermacam-macam pendekatan -
pendekatan dan melibatkan berbagai pihak.
Yunus (2013: 2.4)
Bila kita perhatikan kata-kata yang bercetak miring pada wacana di atas, terdapat
kejanggalan dalam pemakaiannya. Kata material secara bentuk tidak tepat
digunakan. Mestinya digunakan kata materi; kata kultural sebaiknya digunakan
kata kultur; kata kependidikan sebaiknya digunakan kata pendidikan; kata
pembasmian sebaknya diganti dengan kata pengentasan atau pemecahan; dan
frasa bermacam-macam pedekatan-pendekatan sebaiknya diganti dengan
bermacam pendekatan.

20
• Panduan Memilih Kata
Agar dapat memilih kata dengan tepat, menurut Yunus, dkk. (2013: 2.7) penulis
dapat melakukan pertanyaan kepada dirinya sendiri sebagai panduan, yaitu:
a. Apakah kata yang dipilih telah mencerminkan gagasan atau perasaan yang
ingin saya sampaikan?
b. Apakah kata yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mendukung maksud
saya, atau masih memerlukan penjelasan tambahan?
c. Apakah kata yang digunakan sesuai dengan konteks atau topik tulisan
saya?
d. Apakah kata yang dipilih dapat dipahami, atau tidak akan disalahtafsirkan
oleh pembaca?
e. Apakah saya tidak menggunakan kata-kata secara berulang sehingga akan
membosankan pembaca?
Perlu diketahui, bukan berarti bahwa setiap menggunakan kata dalam menulis,
kita harus melakukan kelima pertanyaan di atas. Kelima itu hanya digunakan
sebagai rambu-rambu yang akan melengkapi pengetahuan kita dalam
menggunakan kata. Proses pemilihan kata tersebut pada dasarnya terjadi secara
spontan saja.
Selain lima hal di atas, agar dapat melakukan pemilihan kata dengan benar,
seorang penulis juga harus memahami hubungan makna antarkata (sinonim,
antonim, polisemi, hiponim, dan homograf), perubahan makna (meluas,
menyempit, peorasi, dan ameliorasi), majas (asosiasi, metafora, personifikasi, dan
sebagainya).

21
E. SYARAT SYARAT PILIHAN KATA
Dalam pemilihan kata ini, Yunus, dkk. (2013) dan dilengkapi dengan Finoza
(2013), mengemukakan, dalam memilih kata, seorang penulis harus memiliki
beberapa syarat kemampuan, yaitu:
1. Mampu membedakan kata-kata yang mengandung makna denotatif
dan konotatif.
Makna sebuah kata tidak selalu hanya mengacu pada pengertian dasarnya,
tetapi juga dapat mengacu pada tautan atau asosiasi kata dengan sesuatu yang lain.
Contoh:
a. Andi sangat suka makan buah jeruk.
b. Ibu Aminah merasa cemas karena buah hatinya belum pulang dari sekolah.
Kita tentu dapat membedakan makna kata buah pada kalimat a dan b di
atas. Kata buah pada kalimat a di atas mengandung makna denotasi karena makna
yang terkandung dalam kata tersebut merujuk pada jenis buah yang dapat
dikonsumsi manusia, sedangkan kata buah hati pada kalimat mengandung makna
konotasi karena bukan kata sebenarnya.
Suatu hal yang perlu diperhatikan oleh penulis adalah batas penggunaan kata-kata
konotasi dan denotasi tersebut. Kata-kata denotasi merupakan bahan utama untuk
jenis tulisan apa pun, baik ilmiah, nonilmiah, maupun karya fiksi. Akan tetapi,
kata-kata konotasi sebaiknya tidak digunakan dalam penulisan karya ilmiah.
Sekalipun penulis harus menggunakannya, usahakan penggunaannya tidak
mengganggu pemaknaan wacananya.

2. Mampu menggunakan kata-kata yang bersinonim secara cermat.


Setiap kata yang bersinonim mempunyai makna yang khas. Bagamanapun
tingginya tingkat kesinoniman sebuah kata dengan kata yang lainnya, tidak ada
kata bersinonim yang dapat saling menggantikan dalam setiap konteks kalimat.
Artinya, tidak ada kata yang mempunyai persamaan makna secara mutlak atau
obsolut.
Nuansa perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh keumuman dan kekhususan
jangkauan makna kata tersebut, atau bisa juga disebabkan oleh kandunga emosi
atau nilai rasa yang terdapat pada makana kata yang bersinonim tersebut. Seperti
kesinoniman kata melihat (makna umum) yang bersinonim dengan kata
memandang, memantau, memperhatikan, mengamati, menonton, mengintai,
mengintip, dan sebagainya (makna khusus).
22
Pemakaian kata-kata tersebut tidak bisa saling menggantikan karena ada nilai rasa
atau nilai emosi tertentu yang terdapat dalam kata-kata tersebut.
a.“Amir, anak saya yang berumur dua tahun itu, suka sekali mengamati kucing
yang sedang menyusui anaknya”, kata Bu Mira.
b. Nanti malam saya mau melihat pertandingan bola di televisi karena ada
pertandingan antara Perisib dan Persija.
Kata mengamati pada kalimat a di atas tidak cocok digunakan karena kata
tersebut tidak sesuai dengan konteks kalimatnya (orang yang melakukan
pengamatan). Seorang anak umur dua tahun tidak mungkin mampu melakukan
pengamatan dengan melihat dan menganalisis gejala-gejala yang ada dari prilaku
kucing yang sedang menyusui tersebut. Untuk itu, kata mengamati lebih cocok
diganti dengan kata melihat. Pada kalimat b, kata melihat juga merupakan
pemakaian kata yang tidak cocok karena tidak sesuai dengan konteks kalimatnya.
Kata yang cocok sebagai pengganti kata melihat pada kalimat tersebut
adalah kata menonton.

3. Memahami masalah pergeseran atau perubahan makna kata yang


terjadi.
Makna sebuah kata dapat saja berubah dari waktu ke waktu. Perubahan
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya disebabkan oleh
kreatifitas pemakinya supaya tulisannya terasa lebih hidup dan menarik. Kata
yang ada diberikan makna yang makin meluas atau menyempit, atau nilai rasa
yang positif atau negatif yang dalam buku-buku smantik dikenal dengan nama
meluas, menyempit, peyorasi, ameliorasi, metafora, metonemia, dan sinestesia.
Dalam menulis karya tulis, seorang penulis harus memperhatikan makna kata-
kata yang dipilih secara cermat. Kata manis misalnya, tidak hanya mengacu pada
rasa makanan atau minuman yang dirasakan oleh lidah, tetapi juga mengacu
kepada wajah/rupa dan bicara seseorang. Hal ini disebut dengan sinestesia.
Contoh lain seperti kata kemerdekaan. Pada masa perjuangan, kata tersebut
dimaknai dengan kebebasan suatu negara terhadap cengkraman penjajah. Kini,
selain makna tersebut, kata kemerdekaan juga dimaknai dengan kebebasan
berpikir atau berbuat setiap anggota masyarakat dalam berbangsa dan bernegara,
atau rasa bebas dari beban dan persoalan yang selama ini terasa membelenggu.
Hal inilah yang disebut dengan perluasan makna.

23
4. Mampu mencermati pemakaian kata-kata teknis dan populer
Istilah kata-kata teknis dan populer dibedakan berdasarkan frekuensi dan
lingkup pemakaiannya dalam lapisan masyarkat pemakai bahasa. Kata-kata teknis
biasanya digunakan oleh kalangan terpelajar atau dalam ruang lingkup
komunikasi yang agak terbatas (bidang keilmuan tertentu) dan bersifat resmi,
seperti seminar, diskusi ilmiah, rapat dinas, penulisan makalah, artikel ilmiah, dan
laporan penelitian.
Perlu dipahami, sebenarnya batas antara kata populer dan teknis tersebut
bersifat relatif. Maksudnya, pada suatu masa kata-kata tertentu dikelompokkan
pada kata-kata teknis. Namun, bila kata-kata tersebut sudah sering digunakan di
kalangan masyarakat umum, kata-kata tersebut bergeser menjadi kata-kata
populer. Seperti kata frustasi dan partisipasi, yang dahulu merupakan katakata
teknis, tetapi sekarang sudah bergeser menjadi kata-kata populer karena
masyarakat awampun memakai kata-kata tersebut.
Untuk lebih jelasnya, kedua macam kata tersebut dapat dilihat pada
seranai kata kata berikut:
Kata Populer Kata Teknis
alasan argumen
simpulan kongklusi
kuman bakteri, virus
kolot konservatif
terbatas minim
kesempatan/waktu momen
mata uang valuta
perselisihan konflik
pandangan visi
penyesuaian adaptasi
Penulis dituntut untuk bijak dalam memakai kata-kata populer dan kata-kata
teknis tersebut. Bila tulisan yang ditulis dimuat dalam jurnal ilmiah, penulis dapat
menggunakan kata-kata teknis tersebut. Akan tetapi, apabila tulisan tersebut
dimuat dalam media massa yang akan dikonsumsi oleh masyarakat umum,
sebaiknya penulis mengurangi pemakaian kata-kata teknis tersebut.

24
5. Mampu mencermati pemakaian kata-kata umum dan kata-kata
khusus
Perbedaan kata-kata umum dan kata-kata khusus dilihat dari ruang
lingkup semantiknya. Semakin luas dan umum jangakauan makna suatu kata,
semakin umum pula sifatnya. Sebaliknya, semakin sempit jangkauan makna suatu
kata, semakin khusus pula sifat kata tersebut.
Kata umum digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide umum,
sedangkan kata khusus digunakan untuk penjabaran jenis unsur-unsur dari
gagasan umum tersebut. Kata logam, merupakan kata umum, sedangkan besi,
timah, perak, dan emas, merupakan kata-kata khusus. Selanjutnya kata unggas,
merupakan kata umum, sedangkan ayam, burung, bebek, dan angsa merupakan
kata-kata khusus. Batas keumuman dan kekhusususan suatu kata bersifat gradual
atau bertingkat (Yunus, dkk., 2013). Kata burung, misalnya, lebih khusus dari kata
unggas dan lebih umum dari kata punai, marpati, gagak, cendrawasi, dan
sejenisnya.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami, semakin umum suatu kata, semakin
banyak pula kemungkinan penafsirannya. Sebaliknya, semakin khusus suatu kata,
semakin terarah pula pemaknaannya. Meskipun demikian, bukan berarti kita harus
selalu menggunakan kata-kata khusus dalam sebuah tulisan. Kata-kata umum
tetap diperlukan, seperti dalam membuat klasifikasi dan generalisasi.

6. Mampu mewaspadai penggunaan kata-kata yang belum lazim


digunakan
Ketika menulis, kadang-kadang penulis ingin menggunakan kata-kata yang
bervariasi. Selain itu, kadang-kadang penulis tidak menemukan kata-kata yang
pas dan cocok untuk menyampaikan maksud tertentu. Untuk itu, kadang-kadang
penulis menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang diindonesiakan
sendiri. Pada sisi lain, sekalipun kata yang digunakan itu sudah ada dalam kamus
bahasa Indonesia, tapi belum populer digunakan, tentu penulis khawatir memakai
kata tersebut karena pembaca akan bingung memahami tulisannya.
Jika penulis terpaksa menggunakan kata-kata yang belum lazim digunakan,
penulis dapat menyiasatinya dengan cara berikut:
a. Setelah kita menggunakan kata yang belum populer tersebut, berilah
penjelasan dengan menggunakan kata-kata yang maknanya sepadan
dengan kata-kata tersebut. Penjelasan tersebut dimuat dalam tanda
kurung.

25
Contoh:
Seorang guru yang baik harus mengetahui ancangan (pendekatan) pembelajaran
yang sesuai dengan materi dan kondisi siswanya.
b. Jika penjelasan tersebut cukup panjang sehingga diperkirakan akan
mengganggu koherensi kalimatnya, penulis dapat meletakkannya pada
kaki halaman sebagai catatan kaki. Jika begitu halnya, diujung kata
tersebut diberi tanda bintang (*) atau angka yang dinaikkan setengah
spasi [1), 2), 3) ...]

Contoh:
“Pengentasan kemiskinan seyoyanya tidak sekedar dengan memberikan
bantuan modal kepada orang-orang miskin, tetapi juga dengan memberikan
keterampilan yang dapat (memberdayakan) dirinya.”
Jika kata memberdayakan belum dikenal oleh khalayak luas, kata tersebut dapat
dijelaskan pada kaki halamannya. Kata memberdayakan berasal dari bahasa
Inggris, empower. Arti kata tersebut adalah memberdayakan

7. Mampu mencermati pemakain kata yang baku dan tidak baku


Seorang penulis harus mampu menempatkan kata baku dan tidak baku
dalam tulisannya. Dalam tulisan-tulisan yang tidak formal, seperti surat pribadi,
penulis tidak dituntut menggunakan katakata baku. Akan tetapi, jika surat tersebut
berupa surat dinas, penulis dituntut untuk menggunakan kata-kata baku. Begitu
juga apabila menulis makalah, artikel ilmiah, laporan penelitian, penulis dituntut
untuk menggunakan kata-kata baku. Penggunaan kata-kata yang tidak baku dalam
surat dinas, makalah, laporan penelitian, dan bentuk tulisan formal lainnya,
mencerminkan kekurangcermatan penulisnya dalam berbahasa.

8. Mampu membedakan makna kata-kata yang hampir mirip ejaannya


Contoh:
intensif – insentif korporasi – koperasi
interferensi – inferensi preposisi – proposisi
karton – kartu

26
9. Mampu menggunakan kata penghubung yang berpasangan secara
tepat

Pemakaian yang Salah Pemakaian yang Benar


antara ... dengan .. antara...dan...tidak
tidak ....melainkan ....tetapi.......
... bukan ... tetapi ... bukan....melainkan....
....baik ... ataupun ... .... baik...maupun......

10. Mampu menggunakan idiomatik secara tepat


Idiomatik merupakan pasangan kata yang harus selalu muncul bersamaan
dalam pemakaiannya. Artinya, apabila kita menggunakan kata yang satu, harus
diikuti oleh kata yang menjadi pasangannya karena kedua kata tersebut memiliki
hubungan sangat erat seolah-olah berbentuk idiom, tapi bukan idiom. Pasangan
kata tersebut hanya berbentuk frasa.
Contoh :
terdapat pada/dalam/di diperuntukkan bagi
bergantung pada bertemu dengan
berkenaan dengan dibacakan oleh
sesuai dengan diberikan oleh
berkaitan dengan sehubungan dengan
dibacakan oleh terbuat dari

Hubungan antara kedua kata tersebut tidak seerat hubungan pasangan kata pada
idiom karena kedua kata tersebut masih dapat dijabarkan maknanya satu per sat

27
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diksi atau pilihan kata adalah tindakan memilih kata yang tepat yang digunakan
oleh penulis untuk menyatakan sesuatu yang salah satu fungsinya adalah untuk
Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal. Dalam pemilihan kata
terdapat berbagai syarat yang harus ditepati agar mencapai diksi yang baik dan
tepat, Diantaranya :Dapat membedakan denotatif dan konotatif, Dapat
membedakan kata-kata yang hampir besinonim, Dapat memakai kata penghubung
yang berpasangan secara tepat.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa
yang ingin disampaikannya bak secara lisan maupun tulisan. Pemilihan kata juga
harus sesuai dengan situasi kondisi dan tempat penggunaan kata kata itu.
Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep,
proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini,kita dapat mengetahui lebih mendalam tentang
diksi atau pemilihan kata,serta penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua sebagai pemateri dan audiens. Melaluimakalah ini kita
dapat memahami lebih jauh lagi sehingga dapat membentuk generasi yang cerdas
dan berbudi pekerti yang baik,serta bisa menghargai materi diksi dan pilihan kata
yang telah dijabarkan .
Pemateri menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak audiens,agar dapat menulis karya tulis
makalah yang baik lagi kedepan nya.
Mungkin cukup sekian saran yang kami sampaikan dengan semaksimal
mungkin dan kami mohon maaf atas kekurangan sekian kami ucapkan terima
kasih.

28
DAFTAR PUSAKA

Damayanti, Rini. 2018. “Diksi dan Gaya Bahasa”


Jurnal widyaloka IKIP Widya Darma Vol. 5 No. 3 Juli 2018.
Satata, Sri. Devi Suswandari Dan Dadi Waras Suhardjono. 2012.
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media
Chaer, A. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT. RINEKA CIPTA, Jakarta.
Djajasudarma, F. (2009). Semantik 2, Pemahaman Ilmu Makna. Jakarta:
PT. Refieka Aditama.
Johanes, H. 1981 “Gagasan Gaya Bahasa Keilmuah”. Analisis Kebudayaan,
Tahun 1, Nomor 3. Jakarta: Depdikbud.
Reskian, A. 2018. “Analisis Penggunaan Diksi pada Karangan Narasi di Kelas X
IPS II SMA Negeri 1 Palu”. Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 3 No. 2.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

29

Anda mungkin juga menyukai