Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Syihabuddin Qalyubi, Lc. M.Ag.
Disusun Oleh:
1. Mutiatul Muyasanah (17101010017)
2. Verla Ama Puspita Sari (17101010018)
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga makalah yang kami susun dalam rangka memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Semantik semester genap yang berjudul “Medan Makna dan
Komponen Makna” dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini membahas mengenai medan
makna, komponen makna, serta kesesuaian antara sintaksis dan semantik. Makalah ini disusun
dengan mengacu dari beberapa sumber bacaan dan akses internet.
Makalah ini disusun berdasarkan dari berbagai sumber acuan seperti buku dan sumber
dari internet. Dengan penyusunan makalah ini diharapkan dapat memenuhi tugas mata kuliah,
mengembangkan kemampuan menulis serta wawasan, dan bermanfaat bagi teman-teman
semuanya. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan tugas makalah ini serta kepada semua pihak yang telah mendukung dan berdoa
selama proses pembuatan makalah ini. Penyusun meminta maaf apabila terdapat banyak
kesalahan tulisan dalam makalah ini, baik yang tak sengaja maupun disengaja.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang
kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi-
fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.1
Semantik sebagai ilmu, mempelajari kemaknaan di dalam bahasa sebagaimana adanya
(das Sein), dan terbatas pada pengalaman manusia. Jadi, secara ontologis semantik
membatasi masalah yang dikajinya hanya pada persoalan yang terdapat di dalam ruang
lingkup jangkauan pengalaman manusia.2
Benda, kegiatan, peristiwa, proses semuanya diberi label yang disebut lambang.
Setiap lambang dibebani unsur yang disebut dengan makna. Kadang-kadang, meskipun
lambang-lambang itu berbeda-beda, tetapi makna lambang-lambang tersebut
memperlihatkan hubungan, yaitu hubungan makna.3 Mengapa kata-kata ada yang
berdekatan makna, ada yang berjauhan, ada yang mirip, ada yang sama, bahkan ada
yang bertentangan. Dan jika kata tersebut digabungkan dengan kata-kata lain sehingga
membentuk kalimat, apakah aspek semantik dan sintaksis sudah sesuai atau justru
kalimat tersebut tidak berterima dan memunculkan kesalahan semantik maupun
kesalahan gramatikal. Untuk itu, makalah ini akan membahas sedikit mengenai materi
tersebut yakni; Medan Makna, Komponen Makna, dan Kesesuaian Semantik dan
Sintaksis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan medan makna itu?
2. Apakah yang dimaksud dengan komponen makna itu?
3. Apakah yang dimaksud dengan kesesuain semantik dan sintaksis itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan medan makna
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komponen makna
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesesuaian semantik dan sintaksis
1
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 6.
2
Ibid., hlm. 15.
3
Ibid., hlm. 254-255.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Medan Makna
Medan makna merupakan kata gabungan yaitu medan dan kata makna. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 568), yang dimaksud kata medan adalah tanah
lapang, tempat yang luas, alun-alun, lingkungan, ruang lingkup, lokasi, dan daerah.
Kata medan dapat bergabung dengan kata dingin, laga listrik, magnet, panas, perang,
dan kata pertempuran. Dengan demikian, akan terbentuk gabungan kata dingin, medan
laga, medan listrik, medan magnet, medan panas, medan perang, dan dengan kata
medan pertempuran. Sebagai kata gabungan maka makna yang terliput di dalamnya
adalah makna yang terbentuk dari gabungan kata tersebut bukan sendiri-sendiri.
Walaupun demikian, tidak ada salahnya juga untuk menemukan makna keseluruhan
gabungan kata tersebut dilihat satu per satu.4 Kata medan juga bergabung dengan kata
makna sehingga membentuk kata medan makna. Bila yang dimaksud kata medan
adalah tanah lapang, tempat yang luas, alun-alun, lingkungan, ruang lingkup, lokasi,
dan daerah maka yang dimaksud medan makna adalah lingkungan, ruang lingkup,
lokasi, atau daerah makna.5
Para linguis dengan intuisi sendiri menyimpulkan hubungan di antara
seperangkat kata. Misalnya, dengan data “baik, kebaikan, memperbaiki, pembaikan,
perbaikan” atau “satu, satuan, penyatu, persatuan, penyatuan, bersatu, pemersatu”
mereka memberikan simpulan bahwa kata-kata itu mempunyai asosiasi antar
sesamanya. Pada awalnya, konsep asosiasi ini dipelopori oleh Ferdinand de Saussure.6
Menurut Bally, seorang murid Ferdinan de Saussure, medan makna adalah satu jaringan
asosiasi yang rumit berdasarkan similaritas atau kesamaan, kontak/ hubungan, dan
hubungan-hubungan asosiasi dengan penyebutan satu kata.7 Selanjutnya, J. Tier
menyatakan bahwa vocabulary sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan dan
dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas
sehingga tidak ada tumpang tindih antar sesama makna. 8
4
Suhardi, Dasar-dasar Ilmu Semantik, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2015), hlm. 103-104.
5
Ibid., hlm. 104-105.
6
JD Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 137.
7
Ibid., hlm. 138.
8
Ibid., hlm. 139.
2
Sedangkan (dalam Abdul Chaer, 2007: 315), yang dimaksud medan makna
adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu. Misalnya nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga, ataupun
nama-nama perkerabatan yang masing-masing merupakan satu medan makna.
Banyaknya unsur leksikal dalam satu medan makna antara bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain tidak sama besarnya, karena hal tersebut berkaitan erat dengan sistem
budaya masyarakat pemilik bahasa itu.9
Kamus medan makna telah disusun pertama kali oleh Peter Mark Roget dengan
nama Roget’s International Thesaurus dalam bahasa Inggris. Di dalam buku Thesaurus
of English Word and Phrases Classified and Arranged so as to Facilitate the Expression
of Ideas and Assist in Literacy Compotition, terdaftar 1042 kelompok medan makna
yang keseluruhannya terdiri dari 250.000 kata dan frase. Namun dalam studi medan
makna ini, seperti yang dilakukan Nida (1974 dan 1975), kata-kata biasanya dibagi atas
empat kelompok, yaitu kelompok kejadian/ peristiwa (event), kelompok abstrak, dan
kelompok relasi. Anggota kelompok bendaan dan peristiwa tampaknya tidak terbatas,
tetapi dua kelompok yang terakhir bersifat terbatas.10
Kata-kata atau leksem-leksem yang mengelompok dalam suatu medan makna,
berdasarkan sifat hubungan semantisnya dapat dibedakan menjadi dua yakni;11
a. Kolokasi
Menunjuk pada hubungan sintagmatik yang bersifat linear, yang terdapat antara
kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu, umpamanya dalam kalimat “Tiang layar perahu
nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu digulung ombak dan tenggelam
beserta segala isinya”. Kita dapati bahwa kata-kata layar, perahu, nelayan, badai,
ombak, dan tenggelam merupakan kata-kata dalam satu kolokasi, satu tempat atau
lingkungan yang sama yaitu dalam hal lingkungan kelautan.
b. Set
Menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam
satu kelompok set itu saling bisa disubstitusikan. Sekelompok kata yang merupaka satu
set biasanya mempunyai kelas yang sama biasanya mempunyai kelas yang sama, dan
tampaknya juga merupakan satu kesatuan. Setiap kata dalam set dibatasi oleh
9
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta, RINEKA CIPTA, 2007), hlm. 315-316.
10
Ibid., 316-317.
11
Ibid., 317-318.
3
tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota lain dalam set itu. Umpamanya,
kata remaja merupakan tahap perkembangan dari kanak-kanak menjadi dewasa.
Sedangkan, kata sejuk merupakan suhu antara dingin dan hangat. Maka, kalau kata-
kata yang satu set dengan remaja dan sejuk dibagankan menjadi sebagai berikut;
Manula/ lansia terik
Dewasa panas
Remaja hangat
Kanak-kanak sejuk
Bayi dingin
Pengelompokan kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dalam
memahami konsep-konsep budaya ang ada dalam suatu masyarakat bahasa. Namun,
pengelompokan ini sering kurang jelas karena adanya ketumpang tindihan unsur-unsur
leksikal yang dikelompokkan itu. Umpamanya kata candi dapat masuk ke dalam
kelompok medan makna pariwisata, dan bisa juga masuk ke dalam kelompok medan
makna kesejarahan. Jadi, pengelompokan kata atas medan makna ini hanya bertumpu
pada makna dasar, makna denotatif, atau makna pusatnya saja.
B. Komponen Makna
Secara sekilas, medan makna dan komponen makna seolah-olah sama. Namun,
bila dicermati lagi ternyata pandangan tersebut keliru. Medan makna dan komponen
maknanya ternyata tidaklah sama. Sama halnya dengan kata medan, kata komponen
juga dapat bergabung dengan kata yang lain sehingga membentuk makna baru.
Misalnya, komponen fonem, komponen fonologi, komponen gramatika, komponen
semantik, komponen sintaksis, dan komponen makna. Adapun yang dimaksud dengan
komponen makna adalah satu atau beberapa unsur yang secara bersama-sama
membentuk makna kata atau ujaran.12
12
Suhardi, Dasar-dasar Ilmu Semantik, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2015), hlm. 106.
4
melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu
tidak memperlihatkan hubungan makna. Komponen pembeda makna akan jelas apabila
diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa
jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.
Berdasarkan hal tersebut di atas pembeda makna akan terjadi karena beberapa hal
berikut ini: perbedaan bentuk akan melahirkan perbedaan makna; dan perubahan
bentuk akan melahirkan hubungan makna.13
Manfaat analisis komponen makna kata pada analisis semantik dan (semantik
kalimat maupun ujaran adalah sebagai berikut:16
13
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-hakiki-kemerdekaan/metode-analisis-komponen-
makna/
14
Ibid., hlm. 107.
15
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta, RINEKA CIPTA, 2007), hlm. 318.
16
JD Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 162
5
a) Memberikan jawaban mengapa beberapa kalimat benar, mengapa beberapa kalimat
lain tidak benar, dan mengapa beberapa kalimat bersifat anomali.
Kalimat yang kebenarannya berlaku dimana-mana (berkecocokan), Contoh:
“Anaknya laki-laki”, “Kakaknya perempuan”, “Tetanggaku itu wanita”.
Kalimat bertentangan dalam diri (berkontradiksi atau bertentangan), Contoh:
“Laki-laki itu melahirkan”, “Pamanku perempuan”, “Tetanggaku yang pria itu
melahirkan”.
Kalimat anomali (tidak berhubungan atau tidak berkecocokan), Contoh: “Motor
itu jantan”, “Adiknya dirakit”, “Tetanggaku geometris”.
b) Untuk meramal hubungan antara makna, yaitu dibedakan secara umum atas lima
tipe, yaitu (1)kesinoniman, (2)keantoniman (kontradiktoris dan kontrer),
(3)keberbalikan, dan (4)kehiponiman. Suatu kata dapat dikatakan memiliki
kesinoniman jika dua kata memiliki komposisi semantik yang identik. Contoh: kata
big dan large dalam bahasa Inggris memiliki komposisi semantik yang identik
(kedekatan). Begitu juga dalam bahasa Indonesia, kata besar dan raya juga memiliki
komposisi semantik yang identik. Suatu kata dikatakan berantonim jika dua kata
memiliki satu pertentangan dalam komposisi komponennya.
17
Ibid., hlm. 162-163
6
yaitu digunakan untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga kita lihat pada proses
reduplikasi dan proses komposisi.18
Kata yang didengar atau dibaca tidak diikuti dengan unsur-unsur suprasegmental
atau juga unsur-unsur ekstra linguistik. Misalnya, kita membaca kata buku yang
tertulis di depan sebuah toko. Orang dapat menganalisis dari berbagai segi menurut
dugaannya tentang makna kata tersebut.
Tiap kata berbeda maknanya jika dilihat dari segi disiplin ilmu. Misalnya, istilah
morfologi, ada pada bidang linguistik, pertanian; istilah kompetensi ada pada
bidang linguistik, psikologi, pendidikan, linguitik terapan. Meskipun istilah-istilah
ini memiliki medan makna yang sama, namun pasti ada titik-titik perbedaanya
sesuai dengan disiplin ilmu tersebut.
Setiap kata memiliki pemakaian yang berbeda terutama untuk kata-kata yang
mempunyai hubungan renggang. Misalnya, orang dapat mengatakan di belakang
rumah, sebab orang menganggap bahwa rumah mempunyai bagian depan dan
bagian belakang. Hal ini tidak dapat digunakan untuk kata di belakang pohon, sebab
tidak mungkin orang mengatakan di belakang pohon.
Kata-kata yang acuannya abstrak. Misalnya, orang sulit mendeskripsikan kata-kata
kreativitas, liberal, masygul, oportunitis, sistem.
Kata-kata yang tergolong deiksi, misalnya kata-kata di sini, ini, itu, sama, dan kata-
kata yang tergolong kata-kata tugas, misalnya kata dan, lagi, yang. Kata-kata yang
tergolong kata tugas hanya dapat dipahami maknanya jika diurutkan dengan kata
lain. Itu sebabnya kata-kata seperti ini disebut kata bebas tetapi terikat konteks
kalimat.
Kata-kata yang bersifat umum. Misalnya kata-kata binatang, burung, ikan, manusia,
rumput, tumbuh-tumbuhan. Dari paparan di atas, meskipun komponen makna sulit
18
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta, RINEKA CIPTA, 2007), hlm. 321-322.
19
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 273-275.
7
dianalisis, pembicara dan pendengar dapat mengadakan komunikasi tanpa melewati
analisis makna karena kedua-duanya saling mengerti.
1) Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional
dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya
sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah
mengacu ke ‘benda yang beratap, berdinding, berpintu, berjendela, dan biasa
digunakan manusia untuk beristirahat’.
Ada beberapa cara dalam proses penamaan, antara lain: (1) peniruan bunyi, (2)
penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5)
penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8)
penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penemuan baru, dan (10) penyebutan
pengistilahan.
2) Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem, misalnya:
Paman dapat diparafrasis menjadi: adik laki-laki ayah dan adik laki-laki ibu
Berjalan dapat dihubungkan dengan: berdarmawisat, berjalan-jalan, bertamasya,
makan angina, pesiar.
3) Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata dengan
cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Klasifikasi atau
taksonomi merupakan suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan
pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia. Klasifikasi dibedakan atas
klasifikasi dikotomis yaitu klasifikasi yang terdiri atas dua anggota kelas atau
20
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-hakiki-kemerdekaan/metode-analisis-komponen-
makna/
8
subkelas saja dan klasifikasi kompleks yaitu klasifikasi yang memiliki lebih dari dua
subkelas.
4) Pendefinisian
Pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata dengan
menyampaikan seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat dibedakan dari
kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan tepat dan sesuai dengan
konteks.
21
Zainuddin, Pengetahuan Kebahasaan (Pengantar Linguistik Umum). (Surabaya: Usaha Nasional, 1985),
hlm. 140
22
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta, RINEKA CIPTA, 2007), hlm. 325
9
air atau seember air. Jadi, kalimat tersebut akan menjadi berterima kalau dibuat
menjadi kalimat “Seekor kambing minum seember air”.
3. Kambing itu membaca komik.
Ketidak berterimaan kalimat di atas adalah karena tidak ada persesuaian
semantik antara kata kambing sebagai pelaku dengan kata membaca sebagai
perbuatan yang dilakukan kambing itu.
4. Penduduk DKI Jakarta sekarang ada 50 juta orang.
Ketidakberterimaan kalimat di atas adalah karena kesalahan informasi. Dewasa
ini, penduduk DKI Jakarta hanya ada 8 juta, bukan 50 juta.
Bagaimana dengan kalimat nomer 4?, Menurut Chafe (1970) inti sebuah
kalimat adalah pada predikat atau verba. (Karena dalam bahasa Inggris predikat selalu
berupa verba, maka Chafe menganggap predikat sama dengan verba). Menurut teori
Chafe, verbalah yang menentukan kehadiran konstituen lain dalam sebuah kalimat.
Kalau verbanya berupa kata kerja membaca, maka dalam kalimat itu akan hadir sebuah
subjek berupa nomina pelaku dan berkomponen makna /+manusia/. Mengapa? Karena
verba membaca berkomponen makna /+manusia/. Selain itu, juga harus hadir sebuah
objek berupa nomina, yang memiliki komponen makna /+bacaan/ atau /+tulisan/, sebab
verba membaca juga memiliki komponen makna /+bacaan/ atau /+tulisan/.24
23
Ibid., hlm. 325.
24
Ibid., hlm. 326.
10
Analisis persesuaian semantik dan sintaktik ini tentu saja harus memperhatikan
komponen makna secara lebih terperinci, contohnya:25
25
Ibid., hlm. 327.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas
dalam alam semesta tertentu. Kata-kata atau leksem-leksem yang mengelompok dalam
suatu medan makna, dibagi menjadi dua menurut hubungan semantisnya yaitu kolokasi
dan set. Pengelompokan kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dalam
memahami konsep-konsep budaya ang ada dalam suatu masyarakat bahasa.
Komponen makna adalah satu atau beberapa unsur yang secara bersama-sama
membentuk makna kata atau ujaran. Analisis komponen makna kata adalah analisis
penemuan kandungan makna kata atau komponen makna kata. Untuk dapat
menganalisis komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan
makna yang ada di dalam kata-kata. Manfaat dalam menganalisis komponen adalah
(1)memberikan jawaban mengapa beberapa kalimat benar, mengapa beberapa kalimat
lain tidak benar, dan mengapa beberapa kalimat bersifat anomali; (2)untuk meramal
hubungan antara makna; (3)untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi dalam bahasa Indonesia; (4)untuk meramalkan makna
gramatikal, dapat juga kita lihat pada proses reduplikasi dan proses komposisi. Terdapat
empat teknik dalam menganalisis komponen makna yaitu penamaan, parafrasis,
pendefinisian dan pengklasifikasian.
Berterima tidaknya sebuah kalimat bukan hanya masalah gramatikal, tetapi juga
masalah semantik. Tidak benar bahwa unsur gramatikal mutlak terpisah dari unsur
leksikal. Untuk dapat menyusun kaimat yang dapat dimengerti oleh lawan bicara tidak
cukup hanya dengan menggabungkan beberapa kata dengan kaidah-kaidah gramatikal
semata. Oleh karena itu, analisis persesuaian semantik dan sintaksis harus
memperhatikan komponen makna secara lebih terperinci.
B. Saran
Saran penulis melalui makalah ini adalah sebaiknya pembaca senantiasa
memperbanyak membaca buku-buku mengenai semantik dan meningkatkan kecintaan
terhadap semantic agar mendapat lebih informasi mengenai semantik dan menunjang
keaktifan mahasiswa dalam mata kuliah semantik.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-hakiki-kemerdekaan/metode-
analisis-komponen-makna/
13