Anda di halaman 1dari 2

BUNYI PENGIRING

(Wahda Rahma Laila – 205110701111001)


Yang dimaksud dengan bunyi pengiring adalah bunyi yang ikut serta dan muncul ketika bunyi utama
dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan ikut sertanya alat-alat ucap lain ketika alat ucap pembentuk bunyi
utama difungsikan. Oleh karena itu, dapat juga diistilahkan koartikulasi atau artikulasi sertaan, yakni
pengucapan dua bunyi yang berurutan secara tumpang-tindih dan memiliki kualitas yang berbeda dari
deretan bunyi yang diucapkan secara normal atau sempurna.
Adapun pengelompokan bunyi-bunyi sertaan atau pengiring adalah sebagai berikut:
1. Bunyi Ejektif (bunyi egresif glotalik), yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara glotis ditutup
sebelum dan sewaktu bunyi utama diucapkan, sehingga ketika glotis dibuka terdengar bunyi glotal
[?V].3), yang ditandai dengan tanda apostrof, contohnya [p’, t’, k’, s’].
Contoh :

 Bunyi-bunyi dalam bahasa-bahasa Kaukasus,Indian, dan Afrika (Ladefoged, 1973:25).


2. Bunyi klik, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara lidah belakang menempel rapat pada
velum sebelum dan sewaktu bunyi utama diucapka, sehingga penempelan pada velum dilepas
terdengar bunyi [Kk].
Contoh :

 Handphone, tantangan
3. Bunyi Aspirasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara arus udara yang ke luar lewat rongga
mulut terlalu keras sehingga terdengar bunyi sertaan [h].
Contoh :

 Bunyi [p] pada awal kata bahasa inggris <peace> terdengar sebagai bunyi [ph], sehingga
ucapannya menjadi [pheis].
4. Bunyi Eksplosif, yaitu bunyi ketika udara dilepas setelah dihambat total. Hal ini terjadi karena
penghentian aliran udara di daerah artikulasi tertentu, sehingga udara terhambat dan menciptakan
suatu bunyi.
Contoh :

 Konsonan [t] dan [d] di daerah rongga-gigi dan konsonan [b] dan [p] di daerah bibir.
5. Bunyi Retrofleksi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara ujung lidah ditarik ke belakang
segera atau ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [r].
Contoh :

 Bunyi [k] pada kata < kertas > terdengar sebagai bunyi [kr], sehingga ucapannya menjadi [kertas].
Jadi, bunyi [k] telah diretofleksikan.
6. Bunyi Labialisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara kedua bibir dibulatkan dan
disempitkan segera atau ketika bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [w] pada
bunyi utama.
Contoh :

 Bunyi [t] pada kata < tujuan > terdengar sebagai bunyi[tw] sehingga lafalnya [twujuan]. Jadi,
bunyi [t] dikatakan dilabialisasikan.
7. Bunyi palatisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara tengah lidah dinaikkan mendekati
langit-langit keras (palatum) segera atau ketika bunyi sertaan [y]. Contoh: bunyi [p] pada kata
terdengar sebagai bunyi [py] sehingga ucapannya menjadi [pyara]. Jadi, bunyi [p] telah diplatisasi.
Contoh :

 Bunyi [p] pada kata < piara > terdengar sebagai bunyi [py] sehingga ucapanya menjadi [pyara].
Jadi, bunyi [p] telah dipalatalisasi.
8. Bunyi Glotalisasi, yaitu bunyi dihasilkan dengan ketika glotis ditutup sesudah bunyi utama diucapkan
sehingga [V?].
Contoh :

 Bunyi [a] pada kata , < akan > terdengar sebgai bunyi [a?], sehingga ucapanya menjadi [a?kan].
9. Bunyi Nasalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara memberikan kesempatan arus
udara melalui rongga hidung sebelum atau sesaat bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi
sertaan [m].
Contoh :

 Bisa terjadi pada konsonan hambatan bersuara, yaitu [b], [d], dan [g], sehingga menjadi [mb],
[nd], [kg].

Anda mungkin juga menyukai