Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA

OLEH:
Fitria Bela Ananda NPM 21080101
Fathya Fifah Runnisa NPM 21080104
Darmiani NPM 21080092

DOSEN PENGAMPU:
ARMET, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PGRI SUMATERA BARATAHUN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Medan Makna
dan Komponen Makna disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Semantik.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada, Armet, M.Pd selaku
dosen Mata Kuliah Semantik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya

Padang, 03 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Masalah Penulisan ................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Medan Makna ...................................................................................... 3
B. Komponen Makna ................................................................................ 5
C. Kesesuaian Semantik dan Pragmatik ................................................... 6
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 8
A. Kesimpulan .......................................................................................... 8
B. Saran..................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis semantis mempelajari makna yang timbul karena hubungan
unsur makna kata yang satu dengan yang lain atau makna gramatikal serta
merupakan studi terhadap suatu kata atau makna leksikal. Perbedaan dari
kedua makna ini ialah makna gramatikal merupakan makna yang muncul
sebagai akibat berfunginya dalam kalimat (Pateda, 2010:103), sedangkan
makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam
bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap
(Pateda, 2010:119). Misalnya kata mata, mengandung makna leksikal alat atau
indra yang terdapat di kepala yang berfungsi untuk melihat. Namun, setelah
kata mata ditempatkan dalam kalimat misalnya “hei, kamu taruh mana
matamu?” kata mata tidak mengacu lagi pada indra untuk melihat, tetapi
menunjuk pada cara kerja yang hasilnya tidak baik. Venhaar (1983:9)
mengungkapkan “..semantik leksikal tidak perlu kita uraikan banyak di sini;
sebuah kamus merupakan contoh yang tepat dari semantik leksikal: makna
tiap-tiap kata diuraikan di situ” (dalam Pateda, 2010:119).
Dalam hubungan makna, ada bentuk kata yang sama tetapi maknanya
berbeda, sementara ada kata yang bentuknya berbeda-beda tetapi maknanya
sama, dan ada juga kata yang maknanya lebih dari satu. Kata-kata atau
leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan dalam kelompok-
kelompok tertentu yang maknanya saling berkaitan atau berdekatan karena
sama-sama berada dalam satu bidang keilmuan. Akan tetapi, setiap kata atau
leksem dapat juga dianalisis maknanya atas komponen-komponen makna
tertentu sehingga akan tampak perbedaan dan persamaan makna antara kata
satu dengan kata yang lain.

1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui Medan makna
2. Mengetahui komponen makna
3. Mengetahui Kesesuaian semantis dan pragmatis

C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Bagi penulis, sebagai memenuhi tugas mata kuliah Semantik dan
menambah pengalaman
2. Bagi para pembaca, untuk menambah wawasan tentang Medan Makna dan
Komponen Makna.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Medan Makna
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna (semantic field,
semantic domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang
menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam
semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang
maknanya berhubungan. Umpamanya, nama- nama warna membentuk medan
makna tertentu. Begitu juga dengan nama perabot rumah tangga, istilah
pelayaran, istilah olahraga, istilah perkerabatan, istilah alat pertukangan, dan
sebgainya.
Kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu
bidang tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain,
sebab berkaitan erat dengan kemajuan atau situasi budaya masyarakat bahasa
yang bersangkutan. Nama-nama warna dalam bahasa Indonesia adalah
cokelat, merah, biru, hijau, kuning, dan abu-abu, dalam hal ini putih dan hitam
menurut fisika adalah bukan warna; atau lebih tepat, putih adalah kumpulan
segala macam warna, sedangkan hitam adalah tidak ada warna sama sekali,
Lain, untuk membedakan perbedaan nuansa wama dari nama-nama warna
pokok itu biasanya diberi keterangan perbandingan di belakang nama warna
itu. Misalnya merah tua, merah muda, merah darah, merah hati, dan
sebagainya. Dengan demikian, kebutuhan akan nama pembeda dan warna-
warna itu terpenuhi. Bahasa Inggris membagi warna dasar menjadi sebelas
nama warna, yaitu: White putih, red 'merah', green 'hijau, yellow kuning, blue
biru, brown cokelat, purple 'ungu', pink 'merah muda', orange 'oranye, dan
grey 'abu-abu'. Sedangkan bahasa Hunanco, salah satu bahasa di Filipina,
hanya mengenal empat nama warna, yaitu: (ma) biru 'hitam dan wama gelap
lain', (ma) langit 'putih dan warna cerah lain, (ma) rarar 'kelompok warna
merah', dán (ma) latuy 'kuning, hijau muda, dan cokelat muda'.
Nama-nama istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia adalah anak,
cucu, cicit, piut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi,

3
saudara, kakak, adik, sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, menantu,
dan besan. Kalau dibagankan dengan ego sebagai pusat adalah seperti tertera
dalam halaman 112.
Kiranya istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia masih belum
lengkap. Kita belum punya istilah untuk hubungan antara ego, misalnya,
dengan; (1) anak dari kemenakan, (2) anak dari sepupu, (3) anak dari besan
yang bukan menantu, (4) anak dari moyang. (5) anak dari piut, dan
sebagainya. Apalagi pembedaan istilah untuk paman dan bibi dari pihak ibu
dan pihak ayah. Padahal dalam bahasa lain, bahasa Arab misalnya, punya
istilah-istilah itu.Begitu pula bahasa Jawa memiliki kosakata perkerabatan
yang lebih luas daripada bahasa Indonesia.
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi dan golongan set.
Kolokasi (berasal dari bahasa Latin colloco yang berarti ada di tempat yang
sama dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara
kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, pada kalimat Tiang layar
perahu nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu digulung ombak, dan
tenggelam beserta isinya, kita dapati kata-kata layar, perahu, nelayan, badai,
ombak, dan tenggelam yang merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu
tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama
atau berada bersama dalam satu tempat atau satu lingkungan. Kata-kata layar,
perahu, badai, ombak, dan tenggelam di atas berada dalam Satu lingkungan,)
yaitu dalam pembicaraan mengenai laut. Contoh lain, kata-kata lahar, lereng
puncak, curam, dan lembah berada dalam lingkungan mengenai pegunungan.
Kata-kata garam, gula, lada, bumbu, sayur, daging, dan garam berkolokasi
dalam pembicaraan tentang dapur. Sedangkan kata-kata gol, kiper, wasit,
penjaga garis, penyerang tengah, dan pemain belakang berkolokasi dalam
pembicaraan tentang olahraga sepak bola.
Dalam pembicaraan tentang jenis makna ada juga istilah kolokasi,
yaitu jenis makna kolokasi. Yang dimaksud di sini adalah makna kata yang
tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata lain yang
merupakan kolokasinya. Misalnya kata tampan, cantik, dan indah sama-sama

4
bermakna denotatif 'bagus. Tetapi kata tampan memiliki komponen atau ciri
makna [+ laki-laki) sedangkan kata cantik memiliki komponen atau ciri
makna (- laki- laki]; dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna [-
manusia]. Oleh karena itulah, ada bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis
cantik, dan pemandangan indah, sedangkan bentuk pemuda indah, gadis
tampan, dan pemandangan cantik tidak dapat diterima.
Kalau kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik karena sifatnya
yang linear, maka set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata
atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan.
Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama
yang tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksikal dalam suatu
set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam
set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap pertumbuhan antara
kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu di antara dingin dengan
hangat.
Oleh karena itu, secara semantik diakui bahwa pengelompoka kata
atau unsur-unsur leksikal secara kolokasi dan set hanya menyangkut satu segi
makna, yaitu makna dasarnya saja. Sedangkan makna seluruh tiap kata atau
unsur leksikal itu perlu dilihat dar dikaji secara terpisah dalam kaitannya
dengan penggunaan kata atau unsur leksikal tersebut di dalam pertuturan.
Setiap unsur leksikal memiliki komponen makna masing-masing yang
mungkin ada persamaannya dan ada perbedaannya dengan unsur leksikal
lainnya.

B. Komponen Makna
Komponen makna atau komponen semantik (semantic fer ture,
semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau
unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama
membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Misalnya, kata
ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: + insan, +dewasa, +
jantan, dan + kawin; dan ibu mengandung komponen makna: + insan, +

5
dewasa, jantan dan + kawin. Maka kalau dibandingkan makna kata ayah dan
ibu adalah menjadi seperti ditabel pada buku Abdul Chair halaman 115.
Analisis komponen makna dapat dibantu menggunakan konteks
kalimat. Contoh kata ayah dan bapak. Kata ayah mengandung komponen
makna +manusia, +dewasa, +laki-laki, -sapaan orang yang dihormati; dan kata
bapak mengandung komponen makna +manusia, +dewasa, +laki-laki, +sapaan
orang yang dihormati. Perbedaan makna antara ayah dan bapak hanyalah pada
ciri makna ayah tidak memiliki makna „sapaan orang yang dihormati‟.
Penggunaan dalam konteks kalimat dapat dilihat pada kalimat di
bawah ini: Kami menghadap bapak Gubernur di kantornya.
Sekilas kata ayah dan bapak memiliki makna yang sama. Tapi, pada
contoh kalimat di atas, kata bapak tidak dapat ditukar dengan kata ayah.
Dengan demikian jelas terlihat perbedaan makna yang diketahui melalui
analisis komponen makna. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu
hanyalah pada makna atau komponen makna: ayah memiliki makna jantan
sedangkan kata ibu tidak memiliki makna "jantan".

C. Kesesuaian Semantik dan Pragmatik


Pragmatik dan semantik adalah cabang ilmu linguistik yang
mempelajari tentang makna dalam bahasa. Semantik berasal dari bahasa
Yunani yaitu semantikos yang mana artinya memberikan makna atau lambang.
Semantik lebih menekankan pada makna suatu teks. Sedangkan pragmatik
merupakan ilmu yang mempelajari tentang makna yang dikomunikasikan oleh
penutur dan di interpretasikan oleh pendengar.
Leech mengemukakan bahwa semantik dan pragmatik memang
berbeda namun ada keterkaitan diatara keduanya yang menyebabkan
keduanya harus melengkapi satu sama lain.
Semantik dan pragmatik adalah dua cabang linguistik yang
mempelajari makna bahasa. Sementara mereka terkait, mereka memiliki
perbedaan yang jelas. Semantik mempelajari makna bahasa tanpa
mempertimbangkan konteksnya, sedangkan pragmatik mempelajari makna
bahasa seperti yang disampaikan oleh pembicara kepada pendengar atau

6
pembaca sambil mempertimbangkan konteksnya. Pragmatik lebih berfokus
pada makna maksud atau makna pembicara (eksternal) daripada makna
linguistik atau kosakata atau kalimat itu sendiri (internal)
Ini berkonsentrasi pada aspek-aspek makna yang tidak dapat diprediksi
oleh pengetahuan linguistik saja dan memperhitungkan pengetahuan tentang
dunia fisik dan sosial. Pragmatik berkaitan dengan kemampuan pengguna
bahasa untuk memasangkan kalimat dengan konteks di mana mereka akan
sesuai. Hal ini juga mempelajari kemampuan pengguna bahasa untuk menarik
kesimpulan yang menghubungkan apa yang dikatakan dengan apa yang
diasumsikan atau apa yang telah dikatakan sebelumnya.
Dapat disimpulkan bahwa semantik dan pragmatik adalah dua cabang
linguistik yang mempelajari makna bahasa. Semantik mempelajari makna
bahasa tanpa mempertimbangkan konteksnya, sedangkan pragmatik
mempelajari makna bahasa seperti yang disampaikan oleh pembicara kepada
pendengar / pembaca sambil mempertimbangkan konteksnya. Pragmatik
berkaitan dengan kemampuan pengguna bahasa untuk memasangkan kalimat
dengan konteks di mana mereka akan sesuai dan untuk menarik kesimpulan
yang menghubungkan apa yang dikatakan dengan apa yang diasumsikan atau
apa yang telah dikatakan sebelumnya.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semantik adalah ilmu tentang makna kata, frasa, maupun kalimat
dalam sebuah bahasa. Berbagai jenis relasi makna, seperti homonimi,
polisemi, sinonimi, antonimi, hiponimi dan meronimi. Semantik merujuk
kepada makna perkataan sedangkan sintaksis merujuk kepada struktur
kebahasaan. Sintaksis dalam pemilahan kalimat memerlukan bantuan
semantik.
Pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya
pemakaian bahasa dalam komunikasi. Pentingnya kesesuaian antara
kalimatkalimat yang diujarkan oleh pengguna bahasa dengan konteks
tuturannya. Sedangkan sintaksis hanya melihat pembentukan dan susunan
kata-kata dalam sebuah objek kajian. Dengan kata lain, sintaksis fokus pada
struktur pembentukan suatu kalimat, sedangkan pragmatik meninjau dari segi
fungsi penggunaan kalimat tersebut dalam ujaran atau komunikasi.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulisan sangat banyak mendapatkan
pengalaman baru serta wawasan dalam memperkaya ilmu pengetahuan
mengenai apa itu medan makna dan komponen makna, penulis menyadari
kekurangan penulis dalam menulis makalah ini dan berharap pendengar bisa
fokus memahami materi untuk menambah wawsan untuk memberikan
pengajaran

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2011. Pragmatik; Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan,


(Online).(https://www.researchgate.net/publication/283403378_PRAGMA
TIK_KONSEP_DASAR_MEMAHAMI_KONTEKS_TUTUR AN) ,
diakses 6 November 2020.

Abdul Chaer. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.

Chaer, Abdul. (1990). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:Rineka


Cipta.

Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media


Perkasa.

Widyatama. 2021. Pragmatik dan Semantik (artikel). dalam content


(widyatama.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai