Anda di halaman 1dari 18

Tugas Individu : Makalah

Matakuliah : Semantik Bahasa Indonesia


Dosen Pengampu : Dr. Idawati Garim, S.Pd., M.Pd.

KOMPONEN MAKNA

DISUSUN OLEH:
MOHAMAD SYAHRUL BARHUN
1951040030

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih saying-Nya yang tidak pernah putus,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang
diharapkan. Makalah dengan judul Komponen Makna ini disusun untuk
memenuhi tugas individu dalam mata kuliah semantik Bahasa Indonesia yang
nantinya akan sebagai bahan penilaian pada semester genap ini. Penulisan
makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan kepada
teman-teman mahasiswa khususnya mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia angkatan 2019 ini.

Mengingat selama penulisan makalah ini, penulis mendapatkan banyak


dukungan berupa sumber maupun peran pikiran dalam menyusun makalah ini
sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis pengucapkan terima
kasih khususnya kepada tim penulis dan dosen pengampu mata kuliah yang telah
memberikan arahan serta jalan dalam menyelesaikan makalah ini.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini jauh dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran agar dalam penyusunan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.

Makassar, 31 Maret 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH..................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN....................................................................................... 2
D. MANFAAT PENULISAN................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

A. PENGERTIAN KOMPONEN MAKNA............................................................. 3


B. ANALISIS KOMPONEN MAKNA.................................................................... 5

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 15

A. KESIMPULAN.................................................................................................... 15
B. SARAN................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kata-kata atau leksem yang berada pada satu kelompok lazim dinamai
kata-kata atau leksem yang berada dalam satu medan makna atau satu medan
leksikal, sedangkan usaha untuk menganalisis kata-kata atau leksem-leksem
terhadap antar unsur makna yang dimilikinya dinamakan analisis komponen
makna atau analisis ciri-ciri makna, atau analisis ciri-ciri leksikal. Untuk
mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan
makna, orang perlu mengetahui komponen makna. Untuk mengetahui makna
sampai sekecil-kecilnya, perlu analisis. Karena yang dianalisis adalah makna yang
tercermin dari komponen-komponennya, dibutuhkan analisis komponen makna.
Analisis komponen makna dapat dilakukan terhadap kata-katta dengan
menguraikannya sampai komponen makna yang sekecil-kecilnya.

Sebagai contoh, kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat


dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri
semantik yang dimiliki kata-kata atau leksem-leksem tersebut. Misalnya, kata-
kata kuning, merah, hijau, biru, dan ungu berada dalam satu kelompok, yaitu
kelompok warna atau namanama warna, atau jenis warna. Sebaliknya, setiap kata
atau leksem dapat dianalisis unsur-unsur maknanya sehingga dapat diketahui
perbedaan makna antara kata tersebut dengan kata yang lainnya yang berada
dalam satu kelompok. Misalnya, kata mayat dan bangkai berada dalam satu
kelompok yaitu sesuatu yang sudah mati, tetapi perbedaan maknanya terletak pada
bahwa kata mayat dipakai untuk manusia yang meninggal, sedangkan kata
bangkai digunakan untuk hal yang telah mati, yang bukan manusia.

1
Dalam pembahasan komponen makna, merupakan bagian dari kajian
semantik yang dianggap perlu dikuasai oleh seorang pengkaji bahasa atau
mahasiswa bahasa khususnya pada program studi pendidikan bahasa dan sastra
Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan yang lengkap dan tersusun
melalui suatu bentuk ilmiah. Secara singkatnya akan dijelaskan pada makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut.

1) Apa pengertian komponen makna?


2) Bagaimana analisis komponen makna?
C. TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, dapat disusun tujuan penulisan
sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui pengertian komponen makna.


2) Untuk mengetahui analisis komponen makna.
D. MANFAAT PENULISAN
Berikut adalah manfaat penulisan makalah ini setelah ditemukan jawaban
dari rumusan masalah di atas.

1) Untuk mahasiswa, diharapkan dapat membantu dalam mendukung,


menjembatani, mengembangkan dan melengkapi bahan bacaan yang terkait
dengan komponen makna dalam semantik bahasa Indonesia.
2) Untuk masyarakat umum, diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan terkait dengan komponen makna dalam semantik bahasa
Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KOMPONEN MAKNA

Pada hakikatnya komponen makna merupakan kandungan atau komposisi


makna kata (Parera, 2004: 159). Prosedur menemukan komposisi makna kata
disebut dekomposisi kata. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut.

1) Pilihlah seperangkat kata yang secara intuitif diperkirakan berhubungan


2) Tentukanlah analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat itu
3) Carikanlah komponen semantik atas dasar analogi-analogi tadi.

Sebagai contoh, biasanya dipilih seperangkat kata yang menunjukkan hubungan,


yakni.

Pria Wanita Putra Putri


+ jantan - jantan + jantan - jantan
+ dewasa - jantan - dewasa - dewasa

Makna yang dimiliki oleh setiap kata, leksem, atau butir leksikal itu terdiri
dari sejumlah komponen yang dinamakan komponen makna, yang membentuk
keseluruhan makna kata, leksem, atau butir leksekal tersebut. Komponen makna
ini dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu berdasarkan
“pengertian-pengertian” yang dimilikinya (Chaer, 1994: 318).

Analisis komponen makna dapat dimanfaatkan sebagai berikut.

Pertama, untuk mencari perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim,


misalnya, kata ayah dan bapak adalah dua kata yang bersinonim, dua buah kata
yang bersinonim maknanya tidak persis sama, tentu ada perbedaan makna. Kalau
dianalisi kata ayah dan bapak dari segi komponen makna, maka kata ayah dan
bapak sama-sama memiliki komponen makna manusia, dewasa, dan sapaan

3
kepada orang tua laki-laki, bedanya, kata ayah tidak memiliki komponen sapaan
kepada orang yang dihormati, sedangkan kata bapak memiliki komponen makna
sapaan kepada orang yang dihormati. Sehingga antara kata ayah dan bapak
memiliki beda makna yang hakiki yang menyebabkan keduanya tidak dapat
dipertukarkan.

Kedua, berguna untuk membuat prediksi makna-makna gramatikal


afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Misalnya, dalam proses afiksasi dengan
prefiks me- pada nomina yang memiliki komponen makna ‘alat’ akan mempunyai
makna gramatikal ‘melakukan tindakan dengan alat dalam kata dasarnya’, seperti
pada kata menggergaji, memahat, menombak, mengail, dan sebagainya. Proses
afiksasi dengan prefiks me-terhadap nomina yang memiliki komponen makna
‘sifat atau ciri khas’ akan mempunyai makna gramatikal ‘menjadi atau berbuat
seperti yang disebut pada kata dasarnya’, seperti pada kata membeo, mematung,
membaja, membatu, dan sebagainya. Proses afiksasi dengan prefiks me- pada
nomina yang memiliki komponen makna ‘hasil olahan’ akan mempunyai makna
gramatikal ‘membuat yang disebut kata dasarnya’, seperti pada kata menyate,
menggulai, menyambal, dan sebagainya. Dalam proses komposisi, atau proses
penggabungan leksem dengan leksem, terlihat bahwa komponen makna yang
dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam proses itu menentukan makna
gramatikal yang dihasilkannya. Misalnya, makna gramatikal ‘milik’ hanya dapat
terjadi apabila konstituen kedua dari komposisi itu memiliki komponen makna
manusia atau dianggap manusia.

Ketiga, bermanfaat untuk meramalkan makna gramatikal, dapat juga


dilihat pada proses reduplikasi dan proses komposisi. Dalam proses reduplikasi,
yang terjadi pada dasar verba yang memiliki komponen makna ‘sesaat’ dapat
memberi makna gramatikal‘berulang-ulang’, seperti pada kata memotong-
motong, memukul-mukul, menendangnendang, dan sebagainya. Pada verba yang
memiliki komponen makna ‘bersaat’ akan memberi makna gramatikal ‘dilakukan
tanpa tujuan’, seperti pada kata membaca-baca, mandi-mandi, duduk-duduk, dan
sebagainya.

4
B. ANALISIS KOMPONEN MAKNA

Komponen makna atau komponen semantik mengajarkan bahwa setiap


kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama
membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut (Chaer 2013).
Misalnya kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: + insan, +
dewasa, + jantan, dan + kawin; dan ibu mengandung komponen makna: + insan, +
dewasa, - jantan, dan + kawin. Maka kalau dibandingkan dengan ayah dan ibu
adalah menjadi seperti tabel di bawah ini.

Perbedaan makna antara ayah dan ibu hanyalah ciri makna atau komponen
makna: ayah memiliki makna ‘jantan’, sedangkan ibu tidak memiliki makna
‘jantan’.

Komponen Makna Ayah Ibu


1. insan + +
2. dewasa + +
3. jantan + -
4. kawin + +

Cara menganalisis seperti ini bukan barang baru. R. Jacobson dan Morris
Halle dalam laporan penelitian mereka tentang bunyi bahasa yang berjudul
Preliminaries to Speech Analysis: The Distinctive Feature dan Their Correlates
telah menggunakan cara analisis seperti itu. Dalam laporan itu mereka
mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa dengan menyebutkan ciri-ciri pembeda di
antara bunyi yang satu dengan bunyi yang lain. Bunyi-bunyi ini memiliki sesuatu
ciri diberi tanda (+) dan yang tidak memiliki ciri diberi tanda (-). Umpamanya
bunyi /p/, /b/, /t/, dan /d/ memiliki ciri sebagai berikut.

Ciri-Ciri Pembeda /p/ /b/ /t/ /d/


hambatan + + + +
bilabial + + _ -

5
bersuara - + _ +

Analisis ini mengandaikan setiap unsur leksikal memiliki atau tidak


memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan unsur lain. Dari contoh di atas
kita lihat perbedaan konsonan /p/ dan /b/ adalah konsonan /p/ tidak bersuara
sedangkan konsonan /b/ bersuara. Perbedaan konsonan /p/ dan /t/ adalah yang
pertama bilabial dan yang kedua bukan bilabial.

Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut analisis Biner) oleh para ahli
kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang
lain. Misalnya, kata ayah dan ibu dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya
adanya ciri jantan.

ayah Ibu
+ manusia + manusia
+ dewasa + dewasa
+ kawin + kawin
+ jantan - jantan

Sedangkan kata becak dan bemo dapat diperbedakan berdasarkan ada atau tidak
adanya ciri bermesin/bermotor.

becak bemo
+ kendaraan umum + kendaraan umum
+ beroda tiga + beroda tiga
- bermotor + bermotor

Perumusan makna di dalam kamus pun tampaknya memanfaatkan atau


berdasarkan analisi Biner ini. Sebagai contoh Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan W.J.S. Poerwadarminta mendefinisikan kata kuda sebagai ‘binatang
menyusui yang berkuku satu dan biasa dipiara orang untuk berkendara’. Jadi, ciri

6
binatang menyusui, berkuku satu, dan biasa dipiara orang adalah yang menjadi
ciri umum. Lalu, ciri makna ‘kendaraan’ menjadi ciri khusus yang
membedakannya dengan sapi atau kambing. Sapi dan kambing juga biasa dipiara
tetapi bukan untuk kendaraan. Untuk lebih jelasnya disusun bagan sebagai
berikut.

Ciri-Ciri Kuda Sapi Kambing


1. menyusui + + +
2. berkuku satu + + +
3. dipiara + + +
4. kendaraan + - -

Dalam bagian itu tampak ciri pembeda kuda, sapi, dan kambing. Tetapi
kalau ditanya, apa bedanya sapi dan kambing karena dalam bagan tersebut belum
tampak perbedaan. Dalam hal ini harus ditambah ciri pembeda yang lain.
Mungkin ciri kemanfaatan sapi dan kambing itu. Sapi terutama dimanfaatkan
susunya (walaupun dagingnya juga), sedangkan kambing terutama dimanfaatkan
dagingnya.

Dengan analisis Biner ini kita juga dapat menggolongkan kata atau unsur
leksikal seperti yang dimaui teori medan makna. Misalnya.

Benda

+ bernyawa - bernyawa

+ hewan - hewan
7

+ bertulang belakang - bertulang belakang


+ berkaki empat - berkaki empat

+ reptil - reptil + manusia - manusia

kucing orang monyet

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa banyaknya ciri-ciri semantik


setiap kata tidak sama; jumlahnya sesuai dengan sifat unsur leksikal tersebut.
Kata-kata yang cukup umum seperti manusia, hewan, dan makanan yang memiliki
makna yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan unsur leksikal yang lebih
khusus seperti guru, kucing, dan bakso.

Analisis Biner dapat pula digunakan untuk mencari perbedaan semantik


kata-kata yang bersinonim. Umpamanya kata-kata kandang, pondok, istana,
keraton, dan wisma. Keeanam kata tersebut dapat dianggap bersinonim dengan
makna dasar atau makna denotatif ‘tempat tinggal’ atau ‘tempat kediaman’. Kata
kandang pada satu pihak dapat dibedakan dengan kelima kata yang lain
berdasarkan ciri [+ manusia] dan [- manusia]. Kata kandang berciri [- manusia]
sedangkan yang lainnya berciri [+ manusia]. Kemudian kata pondok dengan
keempat yang lain dapat dibedakan berdasarkan ciri [+ jelata] dan [- jelata].
Pondok berciri [+ jelata] sedangkan rumah, keraton, dan wisma berciri [- jelata],
meskipun secara puitis kata pondok sering tidak bcrciri [- jelata]. Malah di Jakarta
dalam dua puluh tahun terakhir ini bermunculan wílayah pemukiman mewah
dengan menggunakan nama pondok seperti Pondok Indah, Pondok Kelapa,
Pondok Timur Mas, dan sebagainya. Selanjutnya kata rumah di satu pihak dapat
dibedakan dengan ketiga kata lainnya berdasarkan ciri [+ umum] dan [- umurn].

8
Kata rumah berciri [+ umum] sedangkan istana, keraton dan wisma bercíri [-
umum]. Selanjutnya kata istana dan keraton di satu pihak dapat dibedakan dengan
kata wisma berdasarkan ciri [+ kepala negara] dan [- kepala negara]. Istana dan
keraton memiliki ciri [+ kepala negara] sedangkan wisma berciri [- kepala
negara]. Akhirnya istana dan keraton dapat dibedakan berdasarkan ciri [+ raja]
dan [- raja]. Istana dapat berciri [+ raja] dan [- raja] (misalnya presiden),
sedangkan keraton berciri [+ raja].

Persoalan kita sekarang: apakah analisis Biner ini selalu dapat diterapkan
pada setiap unsur leksikal? Dari pengamatan terhadap data/unsur-unsur leksikal,
ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis Biner tersebut.

Pertama, ada pasangan kata yang salah satu darinya lebih bersifat netral
atau umum sedangkan yang lain lebih bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata
mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa Icbih bersifat umum dan netral karena
dapat termasuk "pria" dan "wanita". Sebaliknya kata mahasiswi lebih bersifat
khusus karena hanya mengenai "wanita". Jadi:

Ciri Mahasiswa Mahasiswi


Pria + -
Wanita + +

Unsur leksikal yang bersifat umum seperti kata mahasiswa itu dikenal
sebagai anggota yang tidak bertanda dari pasangan itu. Dalam diagram anggota
yang tidak bertanda ini diberi tanda 0 atau ±, sedangkan anggota yang lebih
khusus dikenal sebagai anggota yang bertanda. Dalam diagram diberi tanda +
kalau memiiiki ciri itu dan tanda - jika tidak memiliki ciri itu.

Pada contoh di atas ada pasangan keraton dan istana. Kata keraton iebih
bersifat khusus karena hanya berciri [+ raja] sedangkan kata istana lebih bersifat
umum karena dapat berciri [+ raja] dan sekaligus berciri [-raja].

Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena
memang mungkin tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari

9
satu. Contoh yang sukar dicari pasangannya antara lain, kata-kata yang berkenaan
dengan nama warna. Selama ini kata putih memang dapat dipasangkan dengan
kata hitam (yang secara teknis ilmiah bukannya warna), tetapi nama-nama warna
lain tidak mudah untuk dicari pasangannya. Apakah merah pasangannya putih,
atau hitam, atau hijau, atau yang lainnya? Sukar dijawab, sebab kiranya warna
diatur dalam suatu spektrum yang berkesinambungan dan sebagian dari ciri-
cirinya saling bertumpang tindih. Orang Inggris jika ditanya tentang warna darah
akan menyebutnya red (merah); dan kalau ditanya warna matahari terbenam ada
yang mengatakan red, ada yang mengatakan orange. Kiranya memang warna red
dan orange saling berkesinambungan dan ada sebagian unsur red dan unsur orange
yang saling bertumpang tindih. Maka rupanya unsur yang saling bertumpang
tindih inilah yang merupakan warna matahari terbenam.

Dalam bahasa Indonesia pun kita tidak tahu mau pertentangkan merah
dengan apa? Kalau ada yang mempertentangkan merah dengan putih, tentu karena
terpengaruh dengan warna bendera sang Sang Dwi Warna atau Sang Merah Putih.
Bukan karena merah memang bertentangan dengan putih. Dalam pertentangan
warna gelap dengan warna terang maka sesungguhnya yang dipertentangkan
bukan warna itu, melainkan keadaan gelap dan terangnya. Begitu juga antara
merah tua dan merah muda; yang dipertentangkan bukan warna merahnya,
melainkan keadaan tua dan mudanya. Merah tua lebih gelap sedangkan merah
muda lebih terang.

Contoh kata atau unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah
kata berdiri. Kata berdiri bukan hanya bisa dipertentangkan dengan kata duduk,
tetapi dapat juga dengan kata tiarap, rebah/ tidur, jongkok, dan berbaring.

duduk
rebah
berdiri tidur
jongkok
berbaring

10
Ketiga, kita seringkali Sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara
bertingkat, mana yang lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus.
Umpamanya ciri [jantan] dan [dewasa], mana yang lebih bersifat umum jantan
atau dewasa. Bisa jantan tetapi bisa pula dewasa, sebab tidak ada alasan bagi kita
untuk menyebutkan ciri [jantan] lebih bersifat umum daripada ciri (dewasa), atau
juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak menyiratkan ciri makna yang lain.
Karena itu, keduanya, [jantan] dan [dewasa], tidak dapat ditempatkan dalam suatu
hierarki. Keduanya dapat ditempatkan sebagai unsur yang “lebih tinggi” dalam
diagram yang berlainan. Berikut diagram.

11
Catatan istilah “buyung” dan “upik” sengaja dipakai untuk mencari
padanan boy (buyung) dan girl (upik). Ciri-ciri semantik yang tidak dapat
ditempatkan secara hierarkial di antara sesamanya sepetti pada ‘jantan’ dan
‘dewasa’ di atas dikenal sebagai ciri-ciri penggolongan silang.

Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian biner banyak


kelemahannya, tetapi cara ini banyak memberi manfaat untuk memahami makna
kalimat. Para tata bahasawan tranformasional juga telah menggunakan teknik ini
sehingga minat terhadap analisis komponen makna ini menjadi meningkat. Malah
pernah disarankan agar daftar kosa kata yang dilampirkan pada tata bahasa
transformasi itu dilengkapi dengan sejumlah ciri semantiknya untuk dapat
dipersamakan dan dibedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Umpamanya
kalau kata benda warung, kebudayaan, dukun, anjing, dan Jakarta diberi ciri-ciri
semantiknya maka akan kita dapati daftar sebagai berikut.

warung
+ umum
+ konkret
- insan
- hidup
Kebudayaan
+ umum
+ konkret
- insan
- hidup

dukun
+ umum
+ insan
+ hidup
Anjing
+ umum
+ konkret
- insan
+ hidup
Jakarta
- umum
+ konkret

12
- insan
- hidup

Dalam bagan berikut akan tampak lebih jelas persamaan dan perbedaan
ciri-ciri semantik kelima kata itu.

Ciri Umum Konkre Insan Hidup


t
warung + + - -
kebudayaan + - - -
dukun + + + +
anjing + + - +
Jakarta - + - -

Daftar kata-kata di atas adalah kata-kata dari kelas nomina. Bagaimana


dengan kata-kata dari kelas verba, kelas ajektiva, atau kelas lainnya. İtü pun dapat
juga diberi ciri-ciri semantiknya. Kita ambil contoh kata-kata dari kelas verba
makan, menulis, dan terbit. Kata makan memiliki ciri + hidup, + makhluk,
+transitif, +tindakan; kata menulis memiliki ciri + hidup, + insan, + transitif, +
tindakan; dan kata terbit memiliki ciri + makhluk, + instransitif, + proses.

Di sini memang kita sukar menerapkan analisis Biner ini. Tetapi ciri-ciri
makna itu bisa diperinci untük menentukan persamaan dan perbedaannya. Kata
makan itu bisa berciri makhluk hidup. Artinya kata tersebut berkenaan dengan
manusia dan juga binatang. Tetapi kata menulis hanya berkenaan dengan manusia,
tidak dengan binatang. Sebaliknya kata terbit tidak berkenaan dengan manusia
maupun binatang, melainkan hanya berkenaan dengan benda Iain, karena itu
kalimat *Dia terbit dari balik pintu dan *Harimau itu terbit dari semak-semak
tidak terterima. Tetapi kalimat matahari terbit dari balik bukit bisa diterima.

Analisis semantik kata yang dibuat seperti di atas tentu banyak memberi
manfaat dalam memahami makna-makna kalimat; tetapi pembuatan daftar kosa
kata dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara lengkap bukanlah pekerjaan yang

13
mudah sebab memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga
yang cukup besar.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan dengan menjawab


rumusan masalah sebagai berikut.

14
Pertama, Pada hakikatnya komponen makna merupakan kandungan atau
komposisi makna kata (Parera, 2004: 159). Prosedur menemukan komposisi
makna kata disebut dekomposisi kata. Makna yang dimiliki oleh setiap kata,
leksem, atau butir leksikal itu terdiri dari sejumlah komponen yang dinamakan
komponen makna, yang membentuk keseluruhan makna kata, leksem, atau butir
leksekal tersebut. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan
satu per satu berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya (Chaer,
1994).

Kedua, Komponen makna atau komponen semantik mengajarkan bahwa


setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-
sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut (Chaer 2013).
Misalnya kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: + insan, +
dewasa, + jantan, dan + kawin; dan ibu mengandung komponen makna: + insan, +
dewasa, - jantan, dan + kawin.

B. SARAN

Dalam penulisan makalah ini, diharapkan setiap teori-teori atau materi-


materi yang berkaitan dengan komponen makna ini dapat dikembangkan dan
dianalisis lebih lanjut, khususnya pada analisis biner pada komponen makna, agar
pengembangan ilmu pengetahuan tentang linguistik khususnya cabang ilmu
semantik bahasa Indonesia bisa lebih lengkap dan sempurna lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka


Cipta.

15

Anda mungkin juga menyukai