Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SEMANTIK

Hakikat Kata

Dosen Pengampu : Ixsir Eliya, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 2


1. Meilani Putri (2011290008)
2. Nafikiri Nafiatun A (2011290024)
3. Fenny Sintiawati (2011290031)
4. Nada Indah Kurniati (2011290035)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah Semantik berjudul ”Hakikat Kata” yang nantinya dapat menjadi
media pembelajaran bagi pembaca. Dan tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Ibu Ixsir Eliya, M.Pd. selaku Dosen pengampu mata kuliah Semantik, yang
telah memberi bekal bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
penulis susun sebaik mungkin sehingga dapat membantu pembaca memahami isi dari
makalah ini.
Meskipun penulis telah berusaha untuk mengarap makalah ini dengan semaksimal
mungkin, tetapi seperti pada ungkapan “Tak ada gading yang tak retak” penulis menyadari
bahwa makalah ini masih sangat minim dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
sangat menghargai apabila ada kritikan dan saran yang bersifat membangun kepada makalah
yang telah digarap oleh penulis sehingga dapat menjadi motivasi bagi penulis menuju
perubahan yang lebih baik. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, 13 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................,,,...................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

C. Tujuan............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kata Sebagai Satuan Fonemis.......................................................................2


B. Kata Sebagai Satuan Gramatikal...................................................................2
C. Kata Sebagai Satuan Makna: Peranan Konteks.............................................3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakikat kata tampak sangat sederhana. Karena ketika kita berbicara tentang kata-kata,
secara default asosiasi kita hanya fokus pada kata-kata yang artinya dapat ditemukan dalam
kamus. Tetapi sebenarnya berbicara tentang kata-kata dari sudut pandang semantik tidak
sesederhana itu. Kita perlu mengkaji berbagai aspek kata dari perspektif fonologis,
morfologis, sintaksis atau sosiokultural. Oleh karena itu, F.R. Palmer mengatakan bahwa kata
sebenarnya adalah unit semantik yang paling dasar. Adapun unsur-unsur yang terdapat pada
hakikat kata itu sendiri adalah antara lain bahwa kata merupakan satuan fonemis, satuan
gramatikal dan sekaligus juga kata itu merupakan satuan makna.
Satuan hakikat kata ini membentuk gramatikal yaitu makna yang menyangkut
hubungan dalam kalimat, fonemis sebagai kata yang menunjukkan perbedaan makna dengan
bentuk bunyi, sedangkan satuan makna adalah satuan kata bahasa yang dapat dihubungkan
sesuai dalam konteks yang akan digunakan sehingga mempunyai makna.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kata sebagai satuan fonemis?
2. Apakah yang dimaksud dengan kata sebagai satuan gramatikal?
3. Apakah yang dimaksud dengan kata sebagai satuan makna peranan konteks?

C. Tujuan
1. Mengetahui kata sebagai satuan fonemis
2. Mengetahui kata sebagai satuan gramatikal
3. Mengetahui kata sebagai satuan makna dan peranan konteks
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kata Sebagai Satuan Fonemis


Ada beberapa pendapat tentang kata sebagai bentuk satuan fonemis. Satuan fonemis itu
sendiri memiliki artian bahwa dalam kata itu dibentuk dan disusun oleh satu-satuan fonemis
dimana satu-satuan fonemis akan membentuk sebuah struktur yang dinamakan struktur kata.
Jadi menurut (Sumarsono, 1985:57) Bahwasanya kata tidak di bentuk oleh satu-satuan
fonetis.
Selanjutnya (Sumarsono, 1985:57) juga berpendapat bahwa adanya tanda-tanda
pembeda yang bersifat fonemis (distinctive phonemic Stam) juga menjadi penyebab mengapa
kata dilihat sebagai bentuk satuan fonemis bukan satuan fonetis.
Dan hasil dari keseluruhan dalam penelitian maka ditemukan bahwa sejumlah unsur
yang dapat dijadikan petunjuk untuk menentukan batasan kata atau dengan kata lain terdapat
sejumlah unsur yang dapat menjadi petunjuk dalam satuan fonemik kata. Dan menurut
(Soemarsono, 1985:57-59) unsur-unsur itu meliputi unsur tekanan, pemanjangan isian, bunyi
yang dikombinasikan, harmin dan keselarasan vokal.

B. Kata Sebagai Satuan Gramatikal


Unsur gramatikal dalam bentuk-bentuk infleksi asal terdapat sebuah sistem menjadi
satu istilah atau lebih sebagai makna sebuah kata di dalam kalimat. Pada kamus bentuk-
bentuk itu biasanya diklaim sebagai suplisi dimana sebuah paradigma direkrut atau
diturunkan dari dua stem atau lebih, contohnya istilah :
good – better
go – went
bad – worse
Hal lain sehubungan dengan status gramatikal sebuah istilah adalah konsep perbedaan
antara istilah kata penuh (fullwords) dengan kata tugas (formwords). Sebagai contoh
misalnya pada sebuah kalimat “Boys like to play”. Pada model kalimat tadi nampaknya
sangat simpel buat bisa memahami apa makna boys, like, serta play. Sebaliknya bagaimana
dengan makna to? dalam memahami makna kata boys, like, and play kita sebenarnya mampu
mengganti istilah-istilah itu menggunakan istilah-istilah lain. Contohnya istilah-istilah seperti
boys, like, serta play kita ganti dengan kata girls, hate, and fight. Sedangkan makna istilah itu
dapat diprediksi berdasarkan dimana istilah itu berada, dan sebab itu istilah – kata mirip itu
dapat dikatakan tidak memiliki makna leksikal.
Kata penuh terkini tergolong dalam gerombolan istilah yang disebut menggunakan kata
auto semantik yaitu grup istilah yang mempunyai makna penuh yang menempel pada dirinya
sendiri. Sedangkan jenis istilah yang tergolong dalam kata tugas atau formword yang
mencakup istilah depan, istilah ganti artikel dan lain-lain termasuk pada kelompok istilah
semantik (Sumarsono, 1985: 62). Menggunakan lebih sederhana disini dapat dijelaskan
bahwa istilah–istilah yang tergolong pada kata penuh artinya jenis istilah-istilah yang
maknanya bisa kita temukan pada kamus.
Kata tugas (formword) merupakan jenis istilah-istilah yang maknanya berkaitan dengan
tata bahasa atau gramatika. Istilah pada deret pertama mempunyai makna jika muncul
sendirian, sedangkan kata istilah pada deret kanan tidak mempunyai makna sendiri, kata-kata
itu artinya unsur gramatikal yang memberikan sumbangan makna frase, atau kalimat bila
dipakai bersama-sama menggunakan istilah lain.
Terlepas berasal pertanyaan apakah setiap istilah harus disebut memiliki makna pada
dirinya sendiri atau tidak maka kontras antara kedua jenis istilah itu nampak jelas. Tetapi ada
semacam kesulitan dimana para linguis terbaru segan mengakui adanya katagori gramatikal
atas dasar makna saja (Sumarsono, 1985 : 62).
Mereka hanya mengakui kategori semacam itu jikalau diperoleh pengungkapan
bentukan dalam suatu bahasa eksklusif. Kata tugas jadinya tidak bisa dianggap menjadi suatu
kategori tersendiri kecuali jika bisa dibuktikan bahwa dimana unsur fonemik atau unsur
gramatikal yang membedakan kata tugas (formwords) dengan kata penuh di tataran fonemik
unsur-unsur pembeda antara kata tugas dengan kata penuh tidaklah terlalu banyak tetapi
terdapat beberapa model yang cukup jelas. Pada kata penuh bunyi ini selalu tidak bersuara
(voiceless) seperti contohnya di kata thank, theft, thin, thorn, sedangkan kata tugas
mempunyai bunyi bersuara (voiced) mirip di istilah then, the, there dan lain-lain.
Pada sistem gramatikal beberapa kata tugas eksklusif tidak hanya memegang peranan
yang sama menggunakan infleksi namun pada beberapa hal istilah tugas itu bisa
dipertukarkan.

C. Kata Sebagai Satuan Makna Peranan Konteks


Pada pembicaraan tentang makna maka penekanan perhatian kita tidak hanya semata-
mata tertuju di istilah itu sendiri. Unsur –unsur yang berada pada luar bahasa merupakan hal
krusial yang perlu diperhatikan buat mendapatkan gambaran perihal makna asal sebuah kata.
Terlepas asal ada atau tidak karakteristik-karakteristik ekstra lingual yang menempel
pada makna sebuah istilah, maka istilah itu satuan makna yang dikaitkan menggunakan
konteks namun terdapat juga yang berkeyakinan bahwa makna kata itu terdapat yang
tersendiri yaitu yang bebas konteks yakni bahwa terdapat kata yang sepenuhnya dapat berdiri
sendiri tanpa donasi suatu konteks serta masih permanen bermakna contohnya judul
karangan.
Hal lain yang perlu diperhatikan merupakan bahwa dalam memahami kata menjadi
satuan makna merupakan bahwa pada istilah itu sebenarnya terdapat unsur bunyi atau
lambing suara, ada konsep yang terdapat dalam pikiran dan ada acuan bila istilah itu kata
benda kongkret. Oleh sebab itu tidaklah terdapat hubungan eksklusif antara simbol-simbol
bunyi dengan referensinya atau antara bahasa menggunakan hal-hal yang berada diluar
bahasa tetapi korelasi itu melalui suatu konsep yaitu pikiran.

1. Makna Peranan Konteks Tradisional

Para ahli tradisional mengkalifikasikan golongan istilah secara tidak sinkron.


Mengklasifikasikannya sebagai sepuluh golongan, sembilan golongan, delapan golongan dan
terdapat juga yang mengkalisifikasikannya sebagai enam golongan. C. AMees, Tardjan
Hadijaya dan Soetarno mengklasifikasikan kata sebagai sepuluh golongan, yaitu: 1) kata
benda, 2) kata keadaan atau sifat, 3) kata ganti, 4) kata kerja, 5) istilah bilangan, 6) istilah
pakaian, 7) istilah depan, 8) istilah keterangan, 9) istilah sambungdan 10) kata. St
Moehammad Zain, S. Zainuddin serta Madong Lubis menklasifikasikan kata sebagai
Sembilan golongan. Mereka ini tidak mengakui adanya istilah sandang. I. R. Poedjawijatna
dan P. J. Zoetmulder mengklasifikasikan istilah menjadi delapan golongan. Para ahli ini juga
tidak mengakui adanya istilah sandang. Mereka juga menyatakan istilah kerja serta kata sifat
dijadikan satu golongan dengan istilah istilah tambah. S. Takdir Alisjahbana
mengklasifikasikan kata menjadi enam golongan, yaitu: 1) istilah benda, termasuk istilah
ganti, 2) kata kerja, 3) kata keadaan termasuk kata sapta, 4) istilah sambung temasuk istilah
depan, 5)istilah pakaian serta 6) istilah seru.

Para pakar tradisional mengklasifikasikan istilah sesuai makna serta fungsi. Golongan
kata yang diklasifikasikan sesuai makna yaitu istilah-istilah yang memiliki makna leksikal,
surat keterangan atau acuan mirip istilah benda, istilah kerja dan kata sifat. Kata benda ialah
kata yang menyatakan benda, kata kerja ialah kata yang menyatakan perbuatan atau
pekerjaan, adjektiva artinya istilah yang menyatakan keadaan atau siat serta sebagainya.
dalam kalimat, semula istilah yg berfungsi menjadi subjek (S) dan objek (O) dalah golongan
kata benda. istilah-kata yang berfungsi sebagai predikat (P) merupakan golongan kata kerja
atau verba, adjektiva atauajektif, kata bilangan atau numeralia dan kata benda. Pada samping
itu, pengklasifikasian sesuai fungsi digunakan buat menentukan golongan katadepan, kata
sambung serta sebagainya (Ramlan, 1985:9 dan Chaer, 2008:64).

2. Makna Peranan Konteks Nontradisional

Para ahli nontradisional atau struktural mengklasifikasikan kata berdasarkan distribusi


kata itu dalam struktur atau konstruksi. Seluruh istilah yang bisa berdistribusi pada belakang
istilah tak atau dapat mengisi konstriksi adalah kata kerja atau verba. Jadi istilah-istilah mirip
makan, minum, lari artinya termasuk kelas verba, karena bisa berdistribusi di belakang kata
tidak itu. Seluruh kata yg dapat berdistribusi pada belakang istilah bukan merupakan nomina
atau kata benda. Istilah-kata mirip kitab, pensil dan nenek artinya termasuk nomina, karena
bisa berdistribusi pada belakang istilah bukan itu. Lalu, seluruh istilah yang bisa
berdistribusipada belakang istilah sangat atau dapat mengisi konstriksi sangat artinya ajektifa
atauadjektiva. kata-kata sperti merah, nakal serta cantik merupakan termasuk ajektifa, karena
dapat bedistribusi pada belakang istilah sangat itu.

Jika mengungkapkan penggolongan atau kelas istilah pertama-tama wajib dibedakan


antara kelas-kelas terbuka serta kelas tertutup. Kelas-kelas terbuka ialah kelas yg
keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-ketika sejalan dengan
perkembangan sosial budaya yg terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa yang
termasuk kelas terbuka adalah verba, nomina dan ajektifa. Di kelas veba pada bahasa
Indoneia dahulu belun terdapat kata istilah seperti: menggalakkan, memonitor serta
tereliminasi, tetapi kini istilah-istilah seperti itu telah ada di kelas nomina, dulu belum ada
istilah-istilah seperti : computer,sinetron dan pembenaran, tetapai kini terdapat. Demikian
pula kata-istilah dari kelas ajektifa. Tidak selaras menggunakan istilah-istilah asal kelas
tertutup, yaitu: pronominal, adverbial,preposisi, konjungsi dan artikula semenjak dulu
jumlahnya tidak pernah bertambah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hakikat dari kata itu sendiri maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada hal-hal
yang bersifat untuk meyempurnakan kata mendasar untuk mendaptkan makna kata. Adapun
unsur-unsur yang hakiki pada kata itu sendiri adalah antara lain bahwa kata merupakan
satuan fonemis adalah satu-satuan fonemis dimana satuan fonemis ini akan membentuk
struktur kata, kemudian dapat membedakan kata dengan bunyi. Satuan gramatikal adalah
perubahan bentuk kata asal menjadi satu istilah atau lebih sebagai makna sebuah kata di
dalam kalimat. Dan kata merupakan satuan makna memiliki dua peranan konteks, yaitu
1)secara tradisional mengkalifikasikan golongan makna kata istilah secara tidak sinkron, dan
2)secara nontradisional atau struktural mengklasifikasikan kata berdasarkan distribusi kata itu
dalam struktur atau konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA

Aminnudin. 1985. Semantik Pengantar Ilmu tentang Makna. Malang : CV Sinar Baru
Bandung dan YA3 Malang.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka
Cipta
Palmer. 1971. Semantics. London : Cambridge University Press.
Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset
Sumarsono. 1985. Pengantar Semantik. Singaraja : FKIP UNUD

Anda mungkin juga menyukai