Anda di halaman 1dari 26

BAHASA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kognitif Belajar


Matematika

Dosen Pengampu:

Dr. Maryono, M. Pd.

Disusun Oleh:

1. Novita Wakhidatur R. (12851221016)


2. Safira Nur Rahmah (12851221019)

PROGRAM MAGISTER TADRIS MATEMATIKA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulisan makalah yang berjudul Bahasa ini dapat
diselesaikan tepat waktu.

Proses penyelesaian penulisan makalah ini tidak lepas bantuan serta


bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan dan menyediakan fasilitas demi
kenyamanan serta kelancaran perkuliahan penulis.
2. Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag. selaku Direktur Pascasarjana UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung memberikan dan menyediakan fasilitas demi
kenyamanan serta kelancaran perkuliahan penulis.
3. Bapak Dr. Maryono, M. Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah psikologi
kognitif belajar matematika yang telah memberi kepercayaan kepada penulis
untuk menyusun makalah ini.
4. Teman-teman dan pihak-pihak yang telah memberikan motivasi dan
dorongan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari sejawat atau
para pembaca mengenai isi makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat memberi
manfaat khususnya kepada penulis dan umumnya kepada pembaca sehingga dapat
menjadi panutan ilmu pengetahuan. Aamiin.

Tulungagung, 19 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3


A. Kata-kata dan Maknanya ............................................................................. 3
1. Struktur Tata Bahasa .............................................................................. 3
2. Dasar Neurologis bagi Bahasa ............................................................... 4
B. Hierarki Linguistik ....................................................................................... 5
1. Fonem .................................................................................................... 5
2. Morfem .................................................................................................. 6
3. Sintaksis ................................................................................................. 7
C. Tata Bahasa Generatif Transformasional: Proposisi .................................... 8
D. Psikolinguistik............................................................................................ 10
1. Nature vs Nurture ................................................................................. 10
2. Hipotesis Relativitas-Linguistik........................................................... 11
E. Bahasa dan Neurologi ................................................................................ 11
1. Stimulasi Elektrik................................................................................. 12
2. Pemindaian PET................................................................................... 12
F. Membaca .................................................................................................... 13
1. Pemrosesan Teks: studi pelacakan dan pergerakan mata..................... 14
G. Lexical-Decision Task (LDT) .................................................................... 16
H. Dukungan Neurosains Kognitif ................................................................. 17
I. Pemahaman ................................................................................................ 18
1. Pemrosesan Top-Down ........................................................................ 18
2. Pemrosesan Botton-Up ........................................................................ 19

BAB III PENUTUPAN ........................................................................................ 21


A. Kesimpulan ................................................................................................ 21
B. Saran .......................................................................................................... 22

Daftar Rujukan .................................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui

bahasa tangis. Melatih bahasa tersebut seorang bayi mengkomunikasikan segala

kebutuhan dan keinginannya. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta

kematangan jasmani terutama yang berhubungan dengan proses bicara,

komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas, misalnya dengan orang di

sekitarnya lingkungan dan berkembang dengan orang lain yang baru dikenal dan

bersahabat dengannya.

Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa mencakup segala

bentuk komunikasi, baik yang’diutarakan dalam bentuk lisan. tulisan, bahasa

isyarat, bahasa gerak tubuh, ckspresi wajah pantomim atau seni. Bahasa adalah

segala bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan scseorang

disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain.1 Oleh karera

itu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu

bertutur kata. Maka dari itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai bahasa agar

anak mampu berkembang secara maksimal.

Dengan demikian penulis berupaya untuk menyajikan fakta dan

pembahasam mengenai memori, khususnya memori jangka pendek yang berperan

sebagai jalur yang dilewati sebuah informasi sebelum masuk ke memori jangka

1
Erisa Kurniati, “Perkembangan Bahasa Pada Anak Dalam Psikologi serta Implikasinya dalam
Pembelajaran”, dalam Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol.17 No.3 (2017), 48

1
panjang dan berubah menjadi informasi permanen. Sehingga penulis membuat

makalah dengan judul “Bahasa”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah lingkup kata-kata dan maknanya?

2. Bagaimanakah hierarki linguistik itu?

3. Bagaimanakah tata bahasa generatif transformasional itu?

4. Bagaimanakah psikolinguistik itu?

5. Bagaimanakah hubungan bahasa dan neurologi itu?

6. Apakah membaca itu?

7. Apakah lexical decision talk (LDT) itu?

8. Bagaimanakah pemahaman itu?

C. Tujuan

1. Mendeskripsikan lingkup kata-kata dan maknanya.

2. Mendeskripsikan hierarki linguistik.

3. Mendeskripsikan tata bahasa generatif transformasional.

4. Mendeskripsikan psikolinguistik.

5. Mendeskripsikan hubungan bahasa dan neurologi

6. Mendeskripsikan membaca.

7. Mendeskripsikan lexical decision talk (LDT).

8. Mendeskripsikan pemahaman.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kata-kata dan Maknanya

1. Struktur Tata Bahasa (grammar)

Manusia mengetahui banyak sekali kata-kata, terdapat sekitar 60.000

kata yang berbeda tersimpan dalam kamus verbal kita (lexicon). Untuk

mengekspresikan pikiran kita kepada orang lain juga harus mengetahui

peraturan yang mengatur urutan bentuk kata (rules of sequencing), misalnya

dalam bahasa inggris disebut phrase dan clause yang didalamnya memuat

aturan kata kerja (tenses).2 Begitu pula dalam bahasa Indonesia, juga

memiliki aturan bentuk kata disebut aturan frasa, klausa, dan kalimat.

Tata bahasa (grammar) adalah suatu pemberian atau deskripsi

mengenai struktur suatu menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa

tersebut. Secara teknis, studi tentang tata bahasa (grammar) mencangkup

fonologi (phonology), yaknik ilmu yang mempelajari tentang kombinasi

suara-suara dalam suatu bahasa; morfologi (morphology) yakni ilmu yang

mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri

sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar; sintaksis (syntax) yakni ilmu

yang mempelajari kombinasi kata-kata menjadi frasa dan kalimat.3

2
Robert S. Solso, dkk, Psikologi Kognitif Edisi ke-8, (Jakarta: Erlangga, 2009), 327
3
Siminto, Pengantar Linguistik, (Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang, 2013), 24

3
2. Dasar Neurologis bagi Bahasa

Analisis ilmiah paling awal yang mengkaji tentang bahasa melibatkan

sebuah studi kasus klinis pada tahun 1861 oleh seorang dokter prancis yang

bernama Paul Broca yang melakukan observasi terhadap seorang pasien yang

mengalami paralisis di sebelah sisi tubuhnya, sekaligus mengalami hilangnya

kemampuan berbicara sebagai akibat dari kemampuan neurologis. Paul Broca

menemukan cedera pada bagian lobus frontalis kiri , yang mana area tersebut

selanjutnya dikenal dengan area broca.4

Pada tahun 1875 Carl Wernicke dalam sebuah studi klinis yang lain

menemukan suatu cedera di lobus frontalis kiri yang mempengaruhi

pemrosesan bahasa, yang kemudian dikenal dengan sebutan area wernicke.

Namun, dampak kerusakan yang ditimbulkan pada area wernicke berbeda

dengan akibat cedera seperti penelitian oleh Broca. Sehingga kesimpulan

yang didapatkan dari kedua penelitian itu adalah area broca terlibat dalam

proses produksi bahasa (language production), sedangkan area wernicke

terlibat dalam proses pemahaman bahasa (language comprehension). Dengan

kata lain, jika seseorang mengalami cidera pada lobus frontalis kiri yang mana

termasuk dalam area wernicke, orang tersebut masih mampu berbiara secara

normal, namun tidak mampu memahami perkataan orang lain.5

4
Robert S. Solso, dkk, Psikologi Kognitif Edisi ke-8, (Jakarta: Erlangga, 2009), 328
5
Ibid., 328

4
Gambar 2.1

B. Hierarki Linguistik

Kata linguistik berasal dari kata dalam bahasa Latin lingua yang berarti

bahasa. linguistik berarti ilmu bahasa. Pengertian linguistik secara luas adalah

ilmu yang mempelajari seluk-beluk bahasa atau ilmu bahasa. Linguistik

didefinisikan sebagai ilmu bahasa atau studi ilmiah mengenai Bahasa.6

1. Fonem

Fonem (phoneme) adalah unit dasar bahasa lisan yang saat digunakan

sebagai sebuah unit tunggal, atau bisa diartikan sebagai suara tunggal dalam

percakapan yang direpresentasikan oleh sebuah simbol tunggal.7 Fonem

merupakan objek penelitian fonemik. Adapun fonemik adalah cabang studi

fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi

tesebut sebagai pembeda makna atau tidak. Dalam ilmu bahasa, fonem ditulis di

antara dua garis miring /…/.8

Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus

mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi

6
Siminto, Pengantar Linguistik, (Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang, 2013), 4
7
Robert S. Solso, dkk, Psikologi...., 330
8
Siminto, Pengantar...., 32

5
tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan

bahasa pertama, kalau kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi

tersebut adalah fonem. Adapun contohnya adalah sebagai berikut.9

a. /pola/ dan /bola/, dalam bahasa Indonesia /p/ dan /b/ adalah dua fonem

karena kedua bunyi itu membedakan bentuk dan arti.

b. /mood/ dan /good/, dalam bahasa Inggris /m/ dan /g/ adalah dua fonem

karena kedua bunyi itu membedakan bentuk dan arti.

c. fonem /k/ dan /g/ dalam bahasa inggis juga ada banyak sekali, seperti

pasangan back:bag, beck:beg, bicker:bigger, dan cot:got.

d. fonem /l/ dan /r/ dalam bahasa Indonesia, misalnya seperti pada kata

lawan:rawan, bala:bara; para:pala, sangkal:sangkar, dan bantal:bantar.

2. Morfem

Secara bahasa morfem adalah unit-unit terkecil yang memliki makna,

morfem dapat berupa kata-kata atau bagian kata seperti awalan, akhiran, atau

kombinasi awalan-akhiran. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah

morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam

kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa

hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah

morfem.10 Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai

morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal.

Misalnya, kata book dilambangkan sebagai {book}, kata rewrite dilambangkan

9
Ibid., 32
10
Ibid., 37

6
menjadi {re}+{write}. Dalam setiap bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat

dipotongpotong menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian dipotong-potong

lagi sampai menjadi bagian yang lebih kecil yang tidak dapat dipotong-potong

lagi. Kata untouchable misalnya, dapat dipotong menjadi un-, touch, -able

disebut morfem. Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai

makna.

Menurut Katamba 1993:19-20) morphology is the study of word structure.

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan

dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Adapun dalam bahasa Inggris,

morfologi dikenal ilmu yang mengkaji tentang struktur kata-kata.11

3. Sintaksis

Istilah syntax dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani, yaitu

“sun” yang berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”.

Secara etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata

menjadi kelompok kata/kalimat. Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas

kombinasi dan hubungan antar kata dalam kalimat.12 Kalimat adalah satuan yang

merupakan suatu keseluruhan yang memiliki pola sistematik tertentu sebagai

satu kesatuan kata yang utuh.13 Misalnya contoh dalam bahasa inggris, “it smells

good” (it+smells+good) bukan (good+smells+it). Untuk contoh dalam bahasa

Indonesia misalnya “anak itu menendang bola” (anak+itu+menendang+bola)

bukan (bola+anak+menendang+itu).

11
Robert S. Solso, dkk, Psikologi...., 330
12
Siminto, Pengantar...., 83
13
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 92

7
C. Tata Bahasa Generatif Transformasioal: Proposisi

Tata bahasa (grammar) adalah suatu pemberian atau deskripsi mengenai

struktur suatu menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa tersebut. Istilah tata

bahasa di sini meliputi dua pengertian yaitu tata bahasa sebagai suatu ilmu yang

dipelajari untuk menambah ilmu pengetahuan ketatabahasaan dan tata bahasa

sebagai suatu kaidah dalam pemakaian bahasa agar ekspresinya mudah dipahami

orang lain.14

Kata generatif berasal dari kata generate yang dapat berarti menghasilkan,

menjadikan, menerbitkan, atau membangkitkan. Sementara itu, kata transform

dapat berarti mengubah bentuk, dari bentuk dasar ke bentuk baru atau dari

bentuk dasar/dalam ke bentuk luar/permukaan. Jadi, istilah generatif

transformasional berarti mengubah suatu bentuk kebahasaan sehingga

menimbulkan suatu bentuk lain yang baru. Proses perubahan dapat dilakukan

dengan beberapa cara, misalnya dengan mengubah struktur kata-katanya,

intonasinya, menambah, mengurangi, mengganti unsur-unsur yang ada dalam

kalimat.15 Misalnya kalimat, “kucing itu dikejar anjing” dengan “anjing itu

mengejar kucing” merupakan kalimat yang tepat serta mengungkapkan makna

yang sama.

Proposisi merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang

membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, dan sebagainya.16 Teori ini

14
Suhardi, Dasar-Dasar Tata Bahasa Generatif Transformasional, (Yogyakarta, UNY Press,
2017), 4-6
15
Ibid., 4-6
16
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 92

8
memunculkan hipotesis mengenai struktur kognitif yang tersembunyi oleh

Branford dan Franks (1971, 1972) terkait hakikat penyandian kalimat. Kedua

peneliti tersebut menyusun kalimat yang mempunyai satu, dua, tiga, dan empat

proposisi.17

Satu Semut di dapur


Jeli di atas meja
Jeli tersebut manis
Semut makan jeli

Dua Semut di dapur memakan jeli


Semut memakan jeli yang manis
Jeli yang manis berada diatas meja
Semut memakan jeli yang berada diatas meja

Tiga Semut memakan jeli manis yang berada di atas meja


Semut di dapur memakan jeli yang berada diatas meja
Semut di dapur memakan jeli yang manis

Empat Semut di dapur memakan jeli manis yang berada di atas meja

Eksperimen diatas terdiri dari sebuah fase akusisi, dimana para pasrtisipan

dibacakan kalimat dengan satu sampai tiga proposisi, tanpa kalimat ke empat.

Namun, ketika para partisipan diminta memberikan kalimat dengan empat

proposisi hanya sedikit dari mereka yang mengalami kesalahan, dan peneliti

mendapatkan rating tertinggi untuk tingkat keyakinan tentang penyusunan

kalimat dengan empat proposisi. Hal ini terjadi karena partisipan telah

mengambil intisari ide dari proposisi yang mereka dengar, sehingga memori

menyimpan intisari tersebut, alih-alih kalimat secara lengkap.18

17
Robert S. Solso, dkk, Psikologi...., 333
18
Robert S. Solso, dkk, Psikologi...., 334

9
Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa memori manusia tidak

sekedar menyimpan kalimat seperti perekam elektronik. Namun memori

manusia adalah hasil rekontruksi dinamis dari pengambilan intisari sebuah

kalimat yang didengar. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa dalam memori

diorganisasikan menjadi struktur yang menjadi dasar proses penilaian informasi

baru.19

D. Psikolinguistik

1. Nature vs Nurture

Secara etimologi nature diartikan sebagai karakteristik yang melekat atau

keadaan bawaan pada seseorang atau sesuatu, diartikan juga sebagai kondisi

alami atau sifat dasar manusia. Sedangkan secara etimologi nurture berarti

kegiatan perawatan/pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan dan ciri-ciri yang nampak.20

Seorang tokoh teori bahasa yang bernama Noam Chomsky

mengemukakan gagasan bahwa yang paling penting dari bahasa itu bersifat

bawaan atau nature. Namun, seorang peneliti lain yang bernama Skinner

menyanggah teori ini, dia berpendapat bahwa bahasa diperoleh melalui

pembelajaran dan faktor lingkungan atau nurture. Sedangkan tokoh lain yang

bernama Chomsky meyakini bahwa penguatan dan pembelajaran (nurture) saja

tidak cukup untuk seseorang menghasilkan sebuah kalimat yang memiliki tata

bahasa yang sempurna, Chomsky menyatakan bahwa sistem bahasa pada

19
Robert S. Solso, dkk, Psikologi...., 335
20
Moh. Khuza’i, “Problem Definisi Gender: Kajian atas Konsep Nature dan Nurture” dalam
Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 11, No. 1 (2013), 106-107

10
manusia terkait perkembangan biologis dari perangkat perolehan bahasa

(language acquistion device). LAD adalah sebuah struktur kognitif yang

berfungsi dalam pembelajaran aturan-aturan bahasa.21

2. Hipotesis Relativitas-Linguistik

Penekanan Chomsky dalam universalitas linguistik adalah adalah untuk

mengidentifikasi kinerja-kinerja linguistik yang umum didapati disegala bahasa.

Gagasan yang menyatakan bahwa bahasa kita mempengaruhi persepsi dan

konseptualisasi realita dikenal sebagai hipotesis relativitas-linguistik. Gagasan

tersebut juga dikenal dengan hipotesis whorf.22

Berdasarkan sebuah penelitian oleh Benjamin Lee Whorf (1956), ia

menyimpulkan bahwa suatu nama benda direpresentasikan oleh suatu kata akan

dipahami secara berbeda dan menyebabkan perbedaan cara pandang oleh orang-

orang yang memiliki bahasa berbeda.23 Misalnya “ana” dalam bahasa Arab dan

bahasa Indonesia mempunyai arti “aku” yang merepresentasikan seseorang atau

subjek, sedangkan dalam bahasa Spanyol “ana” bisa berarti “manis” yang

merepresentasikan kata sifat.

E. Bahasa dan Neurologi

Studi landasan neurologis bagi bahasa telah dilaksanakan melalui sejumlah

cara, mulai dari pemeriksaan klinis terhadap pasien-pasien yang mengalami

kerusakan otak (penelitian oleh Broca dan Wernicke). Cara lain yang juga

21
Robert S. Solso, dkk, Psikologi...., 335
22
Ibid., 336
23
Ibid., 337

11
dilakukan melingkupi stimulasi elektrik terhadap otak, prosedur pembedahan

terkait eksperimen psikologi , pemindaian PET, dll.

1. Stimulasi Elektrik

Penelitian ini dengan melakukan pembedahan terhadap manusia ataupun

hewan, dalam pembedahan tersebut para peneliti memberikan aliran listrik

bertegangan rendah ke area-area pemrosesan bahasa seperti area broca, wrnicke

dan sejumlah area lainnya menggunakan functional electrical stimulation. FES

merupakan perangkat stimulasi listrik yang langsung merangsang saraf dan otot

atau neuromuscular. Pada percobaan ini ditemukan bahwasannya prosedur

tersebut mengganggu kemampuan berbicara.

2. Pemindaian PET

Sebuah keunggulan teknologi PET dibandingkan stimulasi elektrik adalah

bahwa teknik ini tidak menimbulkan luka pada pasien dan dapat diterapkan pada

orang yang sehat. Sebuah studi dari Posner dan rekan-rekannya (1988). Dalam

studi tersebut, kata-kata yang ditampilkan secara visual menimbulkan aktivasi

di lobus oksipital, sedangkan kata-kata yang diucapkan secara lisan

menimbulkan aktivasi di korteks temporoparietal. Hasil penelitian ini sesuai

dengan konsep neurologis sebelumnya.

Dalam suatu tugas, yang disebut tugas semantik (semantic task), partisipan

diminta untuk menyebutkan kegunaan suatu benda. Sebagai contoh. bila

diberikan kata “pensil”, partisipan dapat menjawab "untuk menulis". Tugas

semacam itu memerlukan tidak hanya observasi kata-kata secara pasif,

sebagaimana dalam kondisi visual, namun juga memerlukan akses ke region-

12
region semantik-asosiatif di otak. Dalam kondisi eksperimen auditorik, para

partisipan diminta menilai apakah kalimat-kalimat berikut mempunyai sajak a

b a b:

Buka puasa dengan kolak

Beli gula beli pena

Hilang tampan karena akhlak

Akhlak rusak apalah guna

Kalimat diatas adalah kalimat yang bersajak a b a b. Tugas tersebut

memerlukan analisis fonologis terhadap material yang disajikan secara visual.

Area otak yang diaktifkan dalam tugas ini adalah lobus temporalis kiri-sebuah

area yang lazimnya diasosiasikan dengan pemrosesan auditorik. Jadi

pemrosesan semantik dan pemrosesan auditorik berada pada bagian yang

berbeda dalam otak.24

F. Membaca

Menjelang akhir abad ke-19, saat psikologi eksperimen sedang

dikembangkan dalam laboratorium-laboratorium di Jerman, Inggris, dan

Amerika, seorang peneliti Prancis bernama Emile Javal (1878) menemukan

fenomena bahwa dalam proses membaca, mata manusia tidaklah mengamati

huruf demi huruf secara berurutan, melainkan bergerak dalam loncatan-loncatan

kecil gerak sakadik (saccades) dengan disertai fiksasi sesaat di titik-titik tertentu.

James Mc Keen Cattell (1886a, 1886b) berupaya menemukan seberapa banyak

yang dapat dibaca manusia normal selama sebuah periode fiksasi visual. Hasil

24
Robert L Solso dkk, Psikologi...., 338

13
eksperimennya berkenaan dengan fakta bahwa waktu reaksi berhubungan

dengan familiaritas partisipan terhadap materi visual yang diberikan. Dengan

meminta para partisipan untuk mengamati serangkaian huruf dan kata selama 10

milidetik (1/100 detik), Cattell menemukan bahwa kemampuan partisipan untuk

mengenali huruf-huruf tidaklah terkait dengan jumlah huruf yang ditampilkan,25

melainkan lebih terkait dengan pemaknaan dari rangkaian huruf-huruf tersebut.

Saat kita membaca atau mengamati suatu objek visual seperti lukisan, mata

kita melakukan serangkaian gerakan yang disebut gerak sakadik, dan terdapat

sejumlah periode waktu saat mata kita berhenti selama sesaat (disebut fiksasi),

yakni sekitar 250 milidetik. Rentang waktu ini berbeda tiap orang dan bahkan

pada orang yang sama sekalipun, waktu fiksasinya dapat berubah ubah.

Tampaknya, rekognisi huruf dan kata-kata dalam medan pandang nonfoveal

yang kerapkali terjadi selama proses membaca, tidak hanya disebabkan oleh

stimulasi di retina, melainkan oleh pengetahuan orang yang bersangkutan

mengenai urutan huruf dan kata, dan juga pemahaman orang yang bersangkutan

mengenai tema teks yang dibacanya.26

1. Pemrosesan Teks: Bukti dari studi pelacakan pergerakan mata

Sejak tahun 1906 (Dearborn, 1906), para psikolog telah berusaha

membuat rekaman fotografis mengenai pergerakan mata selama membaca.27

Sebuah eksperimen pelacakan mata yang lazim. Partisipan sedang mengamati

25
Robert L Solso dkk, Psikologi..., 339
26
Margaret W. Matlin, Kognitif (Lampung:Harakindo Publishing, 2016), 188
27
Ani Rusilowati, Psikologi Kognitif Sebagai Dasar Pengembangan Tes Kemampuan Dasar
Membaca Bidang Sains, dalam Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.13, No.2 (2009)

14
teks yang disajikan di layar komputer. Pergerakan mata partisipan direkam

menggunakan sinar yang dipantulkan pupil mata partisipan tersebut. Pantulan

sinar tersebut dikirim ke komputer dan ditampilkan di layar komputer lainnya,

yang digunakan peneliti.

Percobaan:

Cobalah ini Dapatkah Anda "Membaca" Tulisan Ini?

“Meunrut penleitian di Camrbidge Univresity, urtuan huurf-huurf

daalm sutau ktaa tidkalah petning: satu-satunya hal ynag petning adlaah

leatk huurf peratma dan huurf terkahir hausslah tpeat. Huurf huurf

laninya bsia ambruadul dan Adna tetap bsia memabcanya tapna maaslah.

Hal teresbut terajdi kaerna piikran maunsia tiadk mebmaca huurf dmei

hruuf, meliankan ktaa dmei ktaa seacra keseulruhan. Menkajubkan, ya?”

Anda mungkin mampu mengartikan paragraf di atas tanpa mengalami

kesulitan yang berarti. Paragraf tersebut mendemonstrasikan suatu kemampuan

mengesankan yang dimiliki otak, yakni kemampuan untuk menarik makna dari

15
pola pola simbol (huruf) yang telah kita kenali, bahkan sekalipun pola-pola

tersebut tidak tersusun dengan benar.28

G. Lexical Decision Task (LDT)

Sebuah pendekatan yang inovatif terhadap masalah dampak konteksual

dalam identifikasi kata telah diperkenalkan oleh Meyer dan rekan-rekannya

(Meyer & Schvaneveldt, 1971: Meyer, Schvaneveldt, & Ruddy, 1974a, 1974b).29

Para peneliti tersebut menggunakan LDT (lexical-decision task; tugas

pengambilan keputusan secara leksikal), yakni sejenis tugas priming yang di

dalamnya para peneliti mengukur kecepatan para partisipan dalam memahami

hubungan kosakata. Contohnya dalam bahasa Inggris seperti berikut ini:

Kata yang berhubungan BREAD – BUTTER

NURSE - DOCTOR

Kata yang tidak berhubungan NURSE – BUTTER

BREAD - DOCTOR

Meyer menemukan bahwa waktu reaksi yang diperlukan untuk

mengevaluasi kata kedua adalah jauh lebih cepat jika kata kedua dipasangkan

dengan kata pertama yang memiliki makna yang berhubungan (misalnya NURSE-

DOCTOR) alil alih jika dipasangkan dengan kata yang tidak memiliki hubungan

makna (NURSE BUTTER).30

28
Robert L Solso dkk, Psikologi..., 345
29
Aminah Rehalat, “Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi”, dalam Jurnal Pendidikan
Ilmu Sosial, Vol.23, No.2 (2014), hlm 10
30
Robert L Solso dkk, Psikologi..., 346

16
H. Dukungan Neurosains Kognitif

Data dari studi yang melibatkan pemindaian PET. Data tersebut

menampilkan area area tempat pemrosesan kata-kata visual dan auditorik.

Gambar ini menampilkan dua area: (1) area korteks lateralis (korteks bagian

samping) dan (2) area korteks medialis (korteks bagian tengah). Kata-kata visual

ditandai dengan segitiga (A), analisis semantik ditandai dengan lingkaran (C),

dan atensi ditandai dengan bujur sangkar atau segi enam. Bentuk-bentuk yang

dihitamkan menandai hemisfer kiri, dan bentuk-bentuk yang diwarnai putih

menandakan hemisfer kanan. Area yang diaktifkan oleh kata-kata yang disajikan

berulang, secara auditorik (secara lisan; seperti dalam eksperimen

pembayangan/ shadowing experiment) dikelilingi oleh garis putus-putus (B).31

Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa bagian-bagian otak yang terlibat

dalam pemrosesan kata-kata secara semantik dan secara perseptual adalah

bagian-bagian yang berbeda.

31
Robert L Solso dkk, Psikologi Kognitif, (Jakarta:Erlangga, 2007), hal. 349

17
I. Pemahaman

Kita menggunakan istilah pemahaman dalam membaca untuk

menggambarkan proses pemahaman terhadap makna suatu materi tertulis.

Pertimbangkanlah kalimat sederhana ini, "Bola itu berwarna merah."

Saat Anda membaca kalimat diatas, Anda mungkin mampu memahami

bahwa (1) sebuah benda berbentuk bulat (2) berwarna merah. Anda memahami

makna kalimat tersebut, dan makna yang Anda peroleh tersebut sama dengan

makna yang dimaksudkan oleh penulis, dan sama pula dengan makna yang

diperoleh sebagian besar orang yang membaca kalimat sederhana tersebut.

Dalam upaya memahami pemahaman membaca, sejumlah ahli membagi

proses tersebut menjadi beberapa tahap, dengan mengasumsikan bahwa terdapat

proses-proses yang berurutan, yang diawali dengan persepsi terhadap tulisan

(kata yang dibaca) dan berakhir pada pemahaman makna kalimat-kalimat atau

cerita yang dibaca.32

1. Pemrosesan top-down

Sebagian besar pemahaman (namun tidak semuanya) merupakan bentuk

pemrosesan top-down. Berikut ini adalah sejumlah contoh kekuatan

pemrosesan top-down. Dalam sebuah eksperimen yang dilaksanakan oleh

Anderson dan Pichert (1978), para partisipan diminta membaca sebuah kisah

mengenai rumah yang didiami oleh sebuah keluarga kaya-raya, cerita tersebut

berdasarkan sudut pandang seorang calon pembeli rumah itu atau seorang

32
Sutarimah Ampuni, “Proses Kognitif dalam Pemahaman Bacaan”, dalam Jurnal Buletin
Psikologi, Vol.4, No.2 (1998) hal.18

18
pencuri. Cerita tersebut mengandung deskripsi mengenai rumah tersebut

beserta isinya: perapian, ruang bawah tanah yang pengap, atap yang bocor,

peralatan makan dari perak, koleksi uang logam, dan perangkat televisi. Para

partisipan diminta mengingat sebanyak mungkin item semampu mereka, dan

menilai derajat kepentingan item-item tersebut. Para partisipan yang diminta

berperan sebagai calon pencuri mengingat item-item yang mahal sedangkan

para partisipan yang diminta berperan sebaga calon pembeli mengingat item-

item yang berkaitan dengan kondisi rumah tersebut.

Eksperimen tersebut mendemonstrasikan bagaimana pemahaman

terhadap materi tertulis dapat dipengaruhi oleh konteks yang diterapkan

(dialami oleh) partisipan. Saat partisipan diminta berperan sebagai tokoh

tertentu (pencuri/pembeli), ia akan mengaktifkan suatu jenis skema (kerangka

kerja konseptual). Jika ia diminta berperan sebagai pencuri, item-item yang

berharga akan menjadi relevan baginya sehingga item-item tersebut diproses

secara lebih mudah dibandingkan informasi mengenai sebuah ruang bawah

tanah yang pengap.33

2. Pemrosesan bottom-up

Sebuah model lain yang penting mengenai pemahaman diajukan oleh

Kintsch dan van Dijk. Pada tataran proses membaca materi tertulis, model

tersebut disusun berdasarkan proposisi-proposisi (abstraksi informasi) yang

diambil dari sumber tertulis itu sendiri, sedangkan pada tataran niat si pembaca

itu sendiri, model tersebut mengajukan teori mengenai sebuah skema sasaran

33
Robert L Solso dkk, Psikologi..., 353

19
yang mengarahkan pemahaman si pembaca terhadap materi tertulis yang

dibacanya.

Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Kintsch dan van Dijk (1978),

para partisipan diminta membaca sebuah laporan nonteknis yang memuat

sekitar 1300 kata. Seusai membaca, sepertiga dari keseluruhan partisipan

segera diminta mengingat dan menulis sebuah rangkuman mengenai esai yang

telah dibacanya. Sepertiga partisipan yang lain diuji sebulan kemudian, dan

sepertiga yang terakhir diuji tiga bulan kemudian. Tampaknya para partisipan

melupakan semakin banyak detail-detail yang spesifik seiring berlalunya

waktu, namun tetap mengingat intisari cerita dengan keakuratan yang sama

selama jangka waktu tiga bulan-penemuan ini konsisten dengan penemuan

Bartlett.34

34
Robert L Solso dkk, Psikologi..., 354

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan makalah dengan judul bahasa ini,


kesimpulan yang didapatkan adalah:
1. Tata bahasa (grammar) adalah suatu pemberian atau deskripsi mengenai
struktur suatu menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa tersebut.
Secara teknis, studi tentang tata bahasa (grammar) mencangkup fonologi,
morfologi, dan sintaksis.
2. Pengertian linguistik secara luas adalah ilmu yang mempelajari seluk-
beluk bahasa atau ilmu bahasa.
a. Fonem adalah unit dasar bahasa lisan yang saat digunakan sebagai
sebuah unit tunggal.
b. Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.
c. Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas kombinasi dan hubungan
antar kata dalam kalimat.
3. Generatif transformasional berarti mengubah suatu bentuk kebahasaan
sehingga menimbulkan suatu bentuk lain yang baru. Sedangkan proposisi
merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang
membentuk satuan bebas.
4. Kajian psikolinguistik meliputi:
a. Nature diartikan sebagai karakteristik yang melekat atau keadaan
bawaan pada seseorang atau sesuatu, diartikan juga sebagai kondisi
alami atau sifat dasar manusia. Sedangkan nurture berarti kegiatan
perawatan/pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan.
b. Hipotesis relativitas-linguistik menyatakan bahwa bahasa kita
mempengaruhi persepsi dan konseptualisasi realita.
5. Studi landasan neurologis bagi bahasa telah dilaksanakan melalui
sejumlah cara, mulai dari pemeriksaan klinis terhadap pasien-pasien yang

21
mengalami kerusakan otak (penelitian oleh Broca dan Wernicke),
stimulasi elektrik terhadap otak, prosedur pembedahan terkait eksperimen
psikologi, pemindaian PET, dll.
6. Dalam proses membaca, mata manusia tidaklah mengamati huruf demi
huruf secara berurutan, melainkan bergerak dalam loncatan-loncatan kecil
gerak sakadik (saccades) dengan disertai fiksasi sesaat di titik-titik
tertentu.
7. Para peneliti tersebut menggunakan LDT (lexical-decision task; tugas
pengambilan keputusan secara leksikal), yakni sejenis tugas priming yang
di dalamnya para peneliti mengukur kecepatan para partisipan dalam
memahami hubungan kosakata. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa
bagian-bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan kata-kata secara
semantik dan secara perseptual adalah bagian-bagian yang berbeda.
8. Istilah pemahaman dalam membaca untuk menggambarkan proses
pemahaman terhadap makna suatu materi tertulis.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan mengenai bahasa, maka penulis memberikan
beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan dan masukan untuk pihak-
pihak terkait, peneliti atau calon peneliti dapat memahami dengan benar terkait
bahasa dalam psikologi kognitif agar anak mampu berkembang secara
maksimal dalam segi bahasa sehingga mempermudah dalam belajar dan
berkembang.

22
DAFTAR RUJUKAN

Ampuni, Sutarimah. 1998. “Proses Kognitif dalam Pemahaman Bacaan”, dalam Jurnal
Buletin Psikologi, Vol.4, No.2

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Matlin, Margaret W. 2016. Kognitif. Lampung: Harakindo Publishing

Moh. Khuza’i. 2013. “Problem Definisi Gender: Kajian atas Konsep Nature dan Nurture”
dalam Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 11, No. 1

Rehalat, Aminah. 2014. “Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi”, dalam Jurnal


Pendidikan Ilmu Sosial, Vol.23, No.2

Rusilowati, Ani. 2009. “Psikologi Kognitif Sebagai Dasar Pengembangan Tes Kemampuan
Dasar Membaca Bidang Sains”, dalam Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,
Vol.13, No.2

Siminto. 2013. Pengantar Linguistik. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang

Solso, Robert S. dkk. 2009. Psikologi Kognitif Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga

23

Anda mungkin juga menyukai