Anda di halaman 1dari 17

BAHASA INDONESIA

“Pilihan Kata”

Dosen Pengampu: Drs. I Ketut Nama, M. Hum.

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Chatarina Puspita Gandhi 1907521122 (19)

Claudia Angeline 1907521124 (20)


Arini Maharini Zahra 1907521132 (21)

Putu Gita Amertadevi Dianthini 1907521137 (22)

Alexander Daniel Dwipermana 1907521138 (23)

K.A. Yoga Budiarta 1907521141 (24)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI
2022
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas AnugerahNya, Tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia ini bisa terselesaikan dengan tepat pada waktunya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu karena tugas ini dapat
terselesaikan dengan baik, terutama kepada :
1. Drs. I Ketut Nama, M. Hum. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Bahasa Indonesia,
karena telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini sehingga dapat selesai
tepat waktu.
2. Teman – teman yang senantiasa membantu dalam pemberian saran, motivasi, dan
dukungan sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengetahui bahwa tugas ini sangatlah jauh dari kesempurnaan karena masih
terdapat kekurangan baik dari segi literatur maupun tata Bahasa, sehingga kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan guna dijadikan pembelajaran pada pembuatan tugas yang akan
datang. Terima kasih atas partisipasi dan perhatian para pembaca, semoga semua isi yang ada
di dalam dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 15 Maret 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
2.1 Pengertian Kata dan Istilah ........................................................................................ 2
2.1.1 Kata yang Benar..................................................................................................... 2
2.1.2 Kata yang Baik....................................................................................................... 3
2.2 Kata Serapan .............................................................................................................. 4
2.2.1 Kata Serapan Asing ................................................................................................ 4
2.2.2 Kata Serapan Melayu ............................................................................................. 5
2.2.3 Kata Serapan Bahasa Daerah dan Serumpun............................................................ 5
2.3 Perubahan Bentuk Kata Melalui Afiksasi .................................................................. 6
2.3.1 Afiksasi pada Bentuk Dasar berupa Kelompok Kata ................................................ 6
2.3.2 Afiksasi pada Bentuk Dasar berupa Kata ................................................................. 7
2.4 Kata dan Frasa dalam Pembentukan Kata ................................................................ 8
2.4.1 Frasa menjadi Kata Berafiks ................................................................................... 8
2.4.2 Kata Berafiks menjadi Frasa ................................................................................... 8
2.5 Penempatan Kata dalam Kalimat ................................................................................... 9
2.5.1 Kata sebagai Pengisi Fungsi Gramatikal................................................................ 10
2.5.2 Kata dan Struktur Gramatikal ............................................................................... 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 14

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa,dan
kalimat. Kata merupakan tataran terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi Kata
didefinisikan sebagai satu bentuk terkecil bermakna, paling tidak harus terdiri atas satu
morfem bebas, yang dapat digunakan untuk membangun kalimat. Sementara itu, istilah
adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep,
proses, keadaan, atau sifat khas dalam bidang tertentu. Komunikasi akan dapat berjalan
lebih efektif dan efisien apabila didukung oleh pemakaian kosakata yang baik, seperti
pengungkapan maksud untuk menyuruh orang lain melakukan suatu kegiatan. Karena
tujuannya tidak hanya dimengerti, tetapi orang lain juga mau melakukan kegiatan yang
dimaksud; hal ini sangat besar ditentukan oleh pilihan kosakata yang digunakan.
Dalam kata terrapat banyak makna, misalnya saya adalah pemenang, kata saya
mempunyai banyak makna. Bisa bermakna sang pembaca sang penulis atau yang lain.
Sedangkan istilah mempunyai satu makna misanya embrio adalah salah satu ilmu yang di
pelajari daam biologi. Istilah embrio mempeunyai arti satu yaitu janin. Meskipun kita
membuat 10 kalimat dengan istilah embrio, makanya akan tetap kesimpulannya semua kata
didak dapat menjadi istilah, tetapi semua istilah dapat menajdi kata.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian kata dan istilah?
1.2.2 Apa pengertian dari kata serapan?
1.2.3 Bagaimana perubahaan bentuk kata melalui afiksasi?
1.2.4 Bagaimana kata dan frasa dalam pembentukan kata?
1.2.5 Bagaimana kedudukan kata dalam sebuah kalimat?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian kata dan istilah.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian kata serapan.
1.3.3 Untuk mengetahui cara perubahan bentuk kata melalui afiksasi.
1.3.4 Untuk mengetahui kata dan frasa dalam pembentukan kata.
1.3.5 Untuk mengetahui kedudukan kata dalam sebuah kalimat.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kata dan Istilah


Secara teoretis, kata dibedakan dengan istilah. Kata didefinisikan sebagai satu bentuk
terkecil bermakna, paling tidak harus terdiri atas satu morfem bebas, yang dapat digunakan
untuk membangun kalimat. Sementara itu, istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan
cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat khas dalam bidang tertentu
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992: 11). Kata dipakai dalam berbagai lapangan
kehidupan, maknanya tidak harus pasti, sering bergantung pada konteks kalimat. Sedangkan,
istilah hanya dipakai dalam lapangan kehidupan terbatas, bersifat teknis dan maknanya pasti,
konteks kalimat tidak memengaruhi maknanya. Bentuk-bentuk dalam bahasa Indonesia, seperti
pergi, bisa, makan, tidur, tahu, selalu, dan bermain adalah termasuk kelompok kata. Sedangkan
bentuk-bentuk seperti energi, anus, urin, narkotik, dan atom termasuk ke dalam kelompok
istilah.

Kekayaan seorang penulis menguasai kata dan istilah merupakan modal dasar di dalam
pemakaian bahasanya. Banyaknya kosakata dan istilah yang dimiliki oleh seorang penulis akan
sangat membantu di dalam pengungkapan pikirannya secara cepat dan tepat serta bervariasi. Ia
akan lebih leluasa dalam memilih kata dan istilah, sehingga buah pikirannya dapat terwakili
secara saksama. Sebaliknya, penulis yang “miskin” kosakata dan istilah tentu akan mengalami
kesulitan di dalam mengungkapkan isi pikirannya dengan cepat dan tepat serta bervariasi.
Akibatnya, karya tulis yang dihasilkannya bisa jadi mengandung kekaburan makna, karena
kata yang digunakan kurang tepat atau cenderung monoton, karena pemakaian katanya kurang
bervariasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kata dan istilah merupakan unsur bahasa
yang perlu diperhatikan dalam pemakaian bahasa Indonesia, terutama dalam menyusun karya
ilmiah (Sukartha, dkk., 2018:30).

2.1.1 Kata yang Benar


Kata yang benar dimaksudkan sebagai bentuk (pembentukan) kata yang mengikuti
kaidah pembentukan (bentuk) kata (morfologi) bahasa Indonesia. Sekait dengan hal itu, dalam
bahasa Indonesia dikenal adanya kata dasar dan kata jadian (bentukan). Kata dasar (kata
tunggal) adalah kata yang dihasilkan oleh proses morfologis derivasi zero, sedangkan kata
jadian (bentukan) dihasilkan oleh proses morfologis, seperti afiksasi, reduplikasi, abreviasi
(pemendekan), komposisi (perpaduan), dan derivasi balik (Kridalaksana, 1994:12). Dalam hal
ini, kaidah-kaidah morfologi diperlukan untuk menghasilkan kata jadian (bentukan) tersebut.

2
Salah satu kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia adalah kaidah pembentukan kata
dengan prefiks meng- sebagaimana tampak pada tabel berikut.

Contoh
Prefiks Menjadi
Kata Dasar Kata Jadian
meng- meng- atur mengatur
keluh mengeluh
harap mengharap
me- lamun melamun
namai menamai
ramalkan meramalkan
yakinkan meyakinkan
men- dengarkan mendengarkan
tulis menulis
tertawakan menertawakan
mem- beli membeli
patuhi mematuhi
fokuskan memfokuskan
men- (meny-) siram menyiram
curi mencuri
syaratkan mensyaratkan
menge- cat mengecat
rem mengerem
tik mengetik

2.1.2 Kata yang Baik


Dalam pilihan kata yang baik mesti diperhatikan situasi pemakaian kata-kata yang
digunakan. Komunikasi akan dapat berjalan lebih efektif dan efisien apabila didukung oleh
pemakaian kosakata yang baik, seperti pengungkapan maksud untuk menyuruh orang lain
melakukan suatu kegiatan. Karena tujuannya tidak hanya dimengerti, tetapi orang lain juga
mau melakukan kegiatan yang dimaksud; hal ini sangat besar ditentukan oleh pilihan kosakata
yang digunakan. Kapan harus digunakan kata ambil, ambil saja, ambillah, tolong am bil, dan
lain-lain sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi pemakaian kata tersebut.

3
Penguasaan kosakata yang cukup sangat menentukan pengungkapan diri di dalam
kehidupan berbahasa. Dalam kaitan ini, perluasan kosakata sangat diperlukan. Perluasan
kosakata tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan: (a) pemakaian
kamus umum dan kamus sinonim dengan baik, (b) pemasukan kata baru di dalam tulisan, (c)
usaha membaca jenis tulisan sebanyak-banyaknya untuk mencapai penguasaan kosakata yang
luas, selain untuk memperoleh kepekaan bahasa yang luas (Sukartha dkk., 2018:36).

2.2 Kata Serapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak menyerap unsur-unsur dari Bahasa
lain, baik dari bahasa asing seperti bahasa Arab, Sansekerta, Belanda, Inggris, dan bahasa
lainnya maupun bahasa daerah. Berdasarkan taraf integrasinya, unusr serapan atau pinjaman
dalam bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua golongan besar. Pertama, unsur-unsur
asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti team dan shuttle
cock. Unsur-unsur ini telah dipakai dalam konteks bahasa Indonesia namun pengucapannya
masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur-unsur asing yang cara pengucapannya dan penluisannya sudah
sepenuhnya disesuaikan dengan aturan bahasa Indonesia. Untuk itu, diusahakan agar ejaan
asing tersebut hanya perlu diubah seperlunya sehingga masih tampak ada bedanya antara
bentuk Indonesia dengan bentuk asalnya. Untuk itu, dalam penulisan istilah yang
menggunakan penyesuaian ejaan, akan berlaku aturan ejaan bagi unsur serapan tersebut (Tim
Penyusun Kamus, 1995:1155).
2.2.1 Kata Serapan Asing
Untuk serapan kata atau istilah asing dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat atau
lebih berikut ini dipenuhi (bdk. Bawa, 1989:49-51; Tim Penyusun kamus, 1995:1165-1166):
a. Lebih cocok karena konotasinya:
- Amatir tanpa bayaran
- Kritik kecaman
- Professional bayaran
b. Lebih singkat dari terjemahannya:
- Studi
- Dokumen
- Diplomasi
c. Karena keinternasionalannya:
- Inflasi

4
- Bursa
- Satelit
d. Istilah asing yang dipilih dapat mempermudah tercapainnya kesepakatan jika istilah
indonesianya terlalu banyak sinonimnya:
- Klorofil
- Komunikasi
- Valuta
2.2.2 Kata Serapan Melayu
Kosakata bahasa Indonesia dapat diambil sebagai istilah jika memenuhi satu syarat atau
lebih berikut ini:
a. Kata yang paling tepat yang tidak menyimpang maknanya jika ada dua kata atau
lebih yang menunjukkan makna yang bersamaan:
- Bea cukai pajak
- Daerah wilayah kawasan
- Raya besar agung
b. Kata yang paling singkat jika ada dua kata atau lebih yan g mempunyai rujukan
sama:
- Perlindungan politik suaka politik
- Tumbuhan penggangu gulma
- Perbendaharaan kata kosakata
c. Kata yang paling singkat jika ada dua kata atau lebih yang mempunyai rujukan yang
sama:
- Banci wadam
- Perempuan wanita
- Pelacur tuna Susila
d. Kata umum yang diberi makna baru atau makna khusus dengan jalan menyempitkan
atau meluaskan makna asal:
- Peka peka cahaya
- Teras pejabat teras
- Taggul-tanggul pengaman
2.2.3 Kata Serapan Bahasa Daerah dan Serumpun
Serapan kata atau istilah dari bahasa daerah dapat dibenarkan jika salah satu syarat atau
lebih berikut ini terpenuhi:
a. Lebih cocok karena konotasinya:

5
- Tuntas
- Anjangsan
- Jamban
b. Lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya:
- Mawas diri
- Luwes
- Sandang pangan

2.3 Perubahan Bentuk Kata Melalui Afiksasi


Jumlah kata yang dimiliki seseorang akan sangat membantunya dalam mengungkapkan
pikiran secara cepat, tepat, dan bervariasi. Artinya bahwa banyaknya penguasaan kosakata,
seseorang memiliki keleluasaan dalam memilih suatu kata sehingga pemikirannya yang ingin
disampaikan terwakili dengan saksama. Sebaliknya, jika seseorang memiliki kosakata yang
terbatas, orang tersebut mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara cepat,
tepat, dan bervariasi. Sehingga karya tulis yang dihasilkan menjadi monoton karena pemakaian
kata kurang bervariasi dan dapat menimbulkan kekaburan makna.
Afiksasi menjadi solusi permasalahan di atas. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks
pada bentuk dasar atau kata dasar. Sedangkan afiks adalah morfem terikat yang dibubuhkan
pada morfem dasar atau akar (Kridalaksana, 1989:12; Fromkin dan Rodman, 1998:199). Ada
juga yang menyatakan afiks merupakan unsur yang ditempelkan dalam pembentukan kata. Ini
berarti dalam linguistik afiks bukan pokok kata, melainkan proses pembentukan pokok kata
baru. Oleh karenanya, afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan, baik di awal,
tengah, maupun akhir kata (Richard, 1992:72).

2.3.1 Afiksasi pada Bentuk Dasar berupa Kelompok Kata


Afiksasi pada bentuk dasar berupa kelompok kata dapat dicermati pada contoh di
bawah ini:
1) garis bawah (nomina) -> bergaris bawah (verba), garis bawahi (verba),
menggarisbawahi (verba), digarisbawahi (verba)
2) tanda tangan (nomina) -> bertanda tangan (verba), tanda tangani (verba), penanda
tangan (nomina), menandatangani (verba)
3) tanggung jawab (nomina) -> bertanggung jawab (verba), penanggung jawab
(nomina) -> mempertanggungjawabkan (verba), pertanggungjawaban (nomina)
4) sebar luas (verba) -> penyebar luas (nomina), tersebar luas (verba),
menyebarluaskan (verba) -> disebarluaskan (verba), penyebarluasan (nomina)

6
5) ambil alih (verba) -> mengambil alih (verba), pengambil alih (nomina),
pengambilalihan (nomina)
Berdasarkan kelima contoh di atas diketahui bahwa terdapat kaidah dalam
pembentukan kata berafiks dari bentuk dasar berupa kelompok kata. Adapun kaidah
yang dimaksud adalah seperti di bawah ini.
1) Apabila bentuk dasar berupa kelompok kata diberikan prefiks saja, prefiks
dilekatkan pada awal kata pertama dan kata berafiks yang terbentuk d itulis
secara terpisah, artinya tidak digabungkan (bergaris bawah, penandatangan,
dan tersebar luas).
2) Apabila bentuk dasar berupa kelompok kata diberikan sufiks saja, sufiks
dilekatkan pada akhir kata kedua dan kata berafiks yang terbentuk ditulis
terpisah, artinya tidak digabungkan (garis bawahi, tanda tangani, dan
sebarluaskan).
3) Apabila bentuk dasar berupa kelompok kata diberikan prefiks dan sufiks
sekaligus, prefiks dilekatkan pada awal kata pertama, sedangkan sufiks
dilekatkan pada akhir kata kedua dan kata berafiks digabungkan sehingga
berwujud satu kata (menggarisbawahi, penandatanganan, dan disebarluaskan).
2.3.2 Afiksasi pada Bentuk Dasar berupa Kata
Afiksasi pada bentuk dasar berupa kata dapat dicermati pada contoh di bawah ini:
1) adil (adjektiva) -> keadilan (nomina), berkeadilan (verba), mengadili (verba)
pengadilan (nomina), peradilan (nomina), teradili (verba)
2) buku (nomina) -> membukukan (verba), pembukuan (nomina), perbukuan (nomina)
3) pergi (verba) -> kepergian (nomina), bepergian (verba)
4) satu (numeralia) -> bersatu (verba), kesatuan (nomina), mempersatukan, menyatu,
menyatukan (verba), pemersatu, penyatu, penyatuan, persatuan (nomina)
5) sedih (adjektiva) bersedih (verba), menyedihkan (verba), kesedihan (nomina),
penyedih (nomina), tersedih (adjektiva)

Dari kelima contoh di atas diketahui bahwa penambahan afiks pada bentuk dasar
berupa kata umumnya dapat mengubah kategori kata, misalnya: adil (adjektiva),
keadilan (nomina), buku (nomina), membukukan (verba), pergi (verba), kepergian
(nomina), dan satu (numeralia), bersatu (verba). Akan tetapi, ada juga afiksasi yng
tidak mengubah kategori kata, seperti buku (nomina), pembukuan (nomina), pergi
(verba), bepergian (verba), dan sedih (adjektiva), tersedih (adjektiva).

7
2.4 Kata dan Frasa dalam Pembentukan Kata
Kata didefinisikan sebagai bentuk bahasa yang bebas terkecil, paling tidak harus terdiri
atas satu morfem bebas, yang dapat digunakan dalam pembentukan kalimat (Parera, 1988:2).
Di sisi lain frasa adalah kelompok kata atau gabungan kata yang bersifat nonpredikatif. Dalam
hal ini kelompok kata atau gabungan kata itu berada dalam satu fungsi sintaksis atau tidak
melampaui batas fungsi sintaksis, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan
(Verhaar, 2001: 160; Ramlan, 2005: 139).

Dalam bahasa Indonesia frasa tertentu dapat diubah menjadi kata berafiks. Sebaliknya,
kata berafiks tertentu juga dapat diubah menjadi frasa.

2.4.1 Frasa menjadi Kata Berafiks


Tipe ini dapat dilihat pada contoh berikut.

1. kembang biak (frasa) → mengembangbiakkan (kata), pengembangbiakan (kata), dan


perkembangbiakan (kata).

2. budi daya (frasa) → membudidayakan (kata), pembudidayaan (kata)

3. lipat ganda (frasa) → melipatgandakan (kata), pelipatgandaan (kata)

4. daya guna (frasa) → kedayagunaan (kata), mendayagunakan (kata), dan pendayagunaan


(kata)

5. beri tahu (frasa) → memberitahukan (kata), pemberitahuan (kata)

Dari kelima contoh tersebut dapat dipahami bahwa frasa berubah menjadi kata apabila
diberikan prefiks dan sufiks secara bersamaan. Akan tetapi, frasa tidak akan berubah menjadi
kata jika diberikan prefiks atau sufiks saja, seperti (1) berkembang biak, (2) pembudi daya, (3)
berlipat ganda, (4) berdaya guna, (5) memberi tahu, dan (6) beri tahukan. Frasa (1)—(5)
mendapat prefiks saja, sedangkan frasa (6) hanya mendapat sufiks. Sebaliknya, kata (1)
mengembangbiakkan, (2) pengembangbiakan, (3) perkembangbiakan, (4) membudidayakan,
(5) pembudidayaan, (6) melipatgandakan, (7) pelipatgandaan, (8) kedayagunaan, (9)
mendayagunakan, (10) pendayagunaan, (11) memberitahukan, dan (12) pemberitahuan
terbentuk karena frasa yang merupakan bentuk dasarnya diberikan prefiks dan sufiks secara
bersamaan. Jadi, dalam hal ini frasa berubah menjadi kata.

2.4.2 Kata Berafiks menjadi Frasa


Tipe ini dapat dilihat pada contoh berikut:

8
1. mempersatupadukan (kata), menyatupadukan (kata), penyatupaduan (kata) → satu padu
(frasa), bersatu padu (frasa)

2. keterusterangan (kata) → terus terang (frasa), berterus terang (frasa)

3. menindaklanjuti (kata) → tindak lanjut (frasa), tindak lanjuti (frasa)

4. kegotongroyongan (kata) → gotong royong (frasa), bergotong royong (frasa)

5. memutarbalikkan (kata), pemutarbalikan (kata), terputarbalikkan (kata) → putar balik


(frasa), memutar balik (frasa)

Pada bagian sebelumnya telah dinyatakan bahwa apabila frasa diberikan prefiks dan
sufiks, akan terbentuk kata (berafiks). Sebaliknya, jika salah satu di antara prefiks dan sufiks
atau kedua afiks pada kata berafiks itu ditanggalkan atau terjadi penggantian afiks , akan
terbentuk frasa. Hal itu berarti bahwa kata berafiks pada kelima contoh di atas akan berbentuk
frasa apabila salah satu atau kedua afiks ditanggalkan, baik prefiks maupun sufiks, atau terjadi
penggantian afiks. Jadi, kata-kata berafiks tersebut akan menjadi frasa seperti di bawah ini.

1. satu padu (frasa), bersatu padu (frasa) → mempersatupadukan (kata), penyatupaduan (kata)

2. terus terang (frasa), berterus terang (frasa) → keterusterangan (kata)

3. tindak lanjut (frasa), tindak lanjuti (frasa) → menindaklanjuti (kata)

4. gotong royong (frasa), bergotong royong (frasa) → kegotongroyongan (kata)

5. putar balik (frasa) → memutarbalikkan (kata), pemutarbalikan (kata), dan terputarbalikkan


(kata)

Frasa bersatu padu, berterus terang , dan bergotong royong pada contoh (1), (2) dan
(4) di atas tidak terbentuk langsung dari kata berafiks di sebelah kanannya, yaitu
mempersatupadukan, menyatupadukan (1), keterusterangan (2), dan kegotongroyongan (4).
Akan tetapi, afiks pada kata-kata berafiks tersebut diganti dengan afiks ber-.

2.5 Penempatan Kata dalam Kalimat


Setiap satuan bahasa yang secara ortografis dipisahkan dengan bentuk lain disebut
kata. Berdasarkan konsep ini, kata mencakup full and empty word form. Pengertian kata
yang dimaksudkan dalam tulisan ini hanya mencakup full word, yaitu satuan bahasa yang

9
benar-benar disebut kata, dan tidak termasuk partikel. Oleh karena itu, kata yang
dimaksudkan di sini terbatas pada satuan bahasa yang memiliki makna leksikal, yang tentu
saja memiliki kategori yang jelas. Kalau tidak demikian, tentu satuan bahasa itu tidak
mungkin dapat menduduki fungsi sintakstis di dalam sebuah kalimat.

Kalimat yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah satuan bahasa yang dapat
mengungkapkan ide penulisnya dengan tepat dan dapat dipahami dengan tepat pula
(Simpen, 2008: 103). Dengan demikian, kalimat yang dimaksudkan di sini adalah kalimat
efektif, yang secara sintaktis unsur-unsurnya terdiri atas subjek, predikat, objek/
keterangan/pelengkap. Di sisi lain, kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas kata atau kategori kata, dan
mempunyai fungsi dalam kalimat (Moeliono (Ed.), 1988: 29). Pengertian ini secara tegas
mengakui bahwa kata yang bisa menduduki fungsi sintaktis tertentu harus jelas
kategorinya.

2.5.1 Kata sebagai Pengisi Fungsi Gramatikal


Bertolak dari pengertian kalimat efektif sebagai satuan bahasa yang dapat
mengungkapkan ide penulisnya dengan tepat dan dapat dipahami dengan tepat pula, maka
kalimat sedikitnya dibangun oleh unsur subjek dan predikat. Artinya, satuan bahasa dapat
disebut kalimat (baca kalimat efektif), minimal harus ada dua unsur, yang masing-masing
berfungsi sebagai subjek dan predikat. Apabila salah satu unsur ini tidak ada, maka satuan
bahasa itu tidak dapat disebut kalimat.

Subjek adalah fungsi sintaktis yang menjadi unsur atau hal yang dibicarakan atau
pokok pembicaraan, sedangkan predikat adalah penjelasan tentang pokok pembicaraan
dimaksud. Biasanya, subjek diisi oleh kata yang berkategori nomina atau yang
dinominalkan, sedangkan predikat diisi oleh kata yang berkategori verba atau yang
diverbalkan. Nomina pengisi fungsi subjek dapat berwujud animate (bernyawa) atau
unanimate (tidak bernyawa). Nomina bernyawa dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
human (manusia) dan nonhuman (bukan manusia). Di bawah ini, adalah contoh kategori
kata pengisi fungsi subjek.

(1) Paman mencukur rambutnya kemarin sore.

(2) Istana mengabulkan gugatan itu.

(3) Nenek mengunyah sirih.

10
(4) Kuda itu melesat bagaikan peluru

Kalimat nomor (1) diisi oleh nomina yang tergolong makhluk hidup, dan sekaligus adalah
manusia, sedangkan kalimat nomor (2) diisi oleh nomina yang termasuk bukan mahluk
hidup. Sementara itu, kalimat nomor (3) adalah nomina mahluk hidup yang tergolong
manusia, sedangkan kalimat (4) diisi oleh nomina mahluk hidup yang bukan manusia.

Secara sintaktis, fungsi subjek biasanya menjawab pertanyaan apa atau siapa yang
melakukan sesuatu. Sementara itu, fungsi predikat menjawab apa yang dilakukan subjek
atau ada apa dengan subjek.

Pengisi fungsi predikat biasanya berkategori verba, atau yang diverbalkan. Untuk
menghindari keraguan akan kategori itu, sebaiknya kata itu dites terlebih dahulu. Dua alat
tes di atas, akan membantu pemakai bahasa mengatasi keraguan dimaksud.

(5) Dari sekolah, Anita pergi ke rumah bibi.

(6) Petani mengolah lahannya dengan baik.

(7) Anjing menggigit pejalan kaki itu.

Kata pergi, mengolah, dan menggigit pada kalimat (5), (6), dan (7) adalah satuan bahasa
sebagai pengisi fungsi predikat yang berkategori verba. Kata ini tergolong verba karena
dapat dinegatifkan dengan kata tidak. Bentuk tidak pergi, tidak menggigit, dan tidak
mengolah merupakan bentuk-bentuk yang lazim digunakan dalam masyarakat. Sementara
itu, kata-kata ini tidak lazim dinegatifkan dengan kata bukan, sehingga bentuk *bukan
pergi, *bukan mengolah, dan *bukan menggigit tidak lazim digunakan.

2.5.2 Kata dan Struktur Gramatikal


Penempatan kata berkaitan dengan struktur gramatikal. Apabila struktur gramatikal
berubah, maka posisi kata juga berubah. Bukan hanya posisi kata yang berubah, bentuk
kata pun bisa dan harus berubah sesuai dengan struktur kalimat yang dikehendaki.
Perubahan posisi dan bentuk kata juga mengakibatkan perubahan fungsi sintaktis.

1a. Rambut paman dicukurnya kemarin sore.

2a. Gugatan itu dikabulkan istana.

3a. Sirih dikunyah nenek.

4a. Bagaikan peluru kuda itu melesat.

11
Kalimat-kalimat di atas, memperlihatkan bahwa subjeknya berwujud nomina. Akan tetapi,
dalam keadaan tertentu kategori kata lain dapat menduduki fungsi subjek. Untuk itu,
perhatikan kalimat di bawah ini.

(8) Ayah suka merokok.

(9) Merokok mengganggu kesehatan.

Kata merokok pada kalimat (8) menduduki fungsi predikat, sedangkan kata merokok pada
kalimat (9) menduduki fungsi subjek. Contoh lain,

(10) Ayah suka memancing.

(11) Memancing adalah hobi saya.

Bukan hanya subjek yang berpola seperti itu, predikat pun tampaknya sama. Predikat
dalam bahasa Indonesia dapat berwujud frasa verbal, adjektival, nominal, dan frasa
preposisiaonal (Moeliono (Ed.), 1988: 31). Hal itu, tampak pada sejumlah kalimat di
bawah ini. (12) Ayahnya dokter. (13) Guncangan kapal itu keras sekali. (14) Mirah
sekarang di Deli Serdang. Kata dokter (nomia), keras sekali (adjektiv al), dan di Deli
Serdang (frasa preposisional) adalah predikat dalam kalimat itu. Fakta ini menunjukkan
bahwa posisi kata menentukan fungsi sintaktis kata itu.

12
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kata didefinisikan sebagai satu bentuk terkecil bermakna, paling tidak harus terdiri
atas satu morfem bebas, yang dapat digunakan untuk membangun kalimat. Kata yang baik
dan benar digunakan untuk berkomunikasi agar dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

Jumlah kata yang dimiliki seseorang akan sangat membantunya dalam


mengungkapkan pikiran secara cepat, tepat, dan bervariasi. Banyaknya penguasaan
kosakata, seseorang memiliki keleluasaan dalam memilih suatu kata sehingga pemikirannya
yang ingin disampaikan terwakili dengan saksama. Sehingga diperlukan afiksasi untuk
proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar atau kata dasar. Afiks merupakan bentuk terikat
yang dapat ditambahkan, baik di awal, tengah, maupun akhir kata.

Penempatan kata berkaitan dengan struktur gramatikal yakni apabila struktur


gramatikal berubah, maka posisi kata juga berubah. Bukan hanya posisi kata yang berubah,
bentuk kata pun bisa dan harus berubah sesuai dengan struktur kalimat yang dikehendaki.
Perubahan posisi dan bentuk kata juga mengakibatkan perubahan fungsi sintaktis
memperlihatkan bahwa subjeknya berwujud nomina. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu
kategori kata lain dapat menduduki fungsi subjek.

13
DAFTAR PUSTAKA

Pastika, I Wayan dan I Nyoman Darma Putra (Ed.) 2020. Bahasa Indonesia: Buku Ajar untuk
Mahasiswa. Denpasar: Pustaka Larasan.

14

Anda mungkin juga menyukai