Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MEMAHAMI WACANA TULIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Wacana Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu,
Annim Hasibuan, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok V
ADE TRI NOVIANDI
APRIJA ARIANTI
ATIKA SUCI RAMADHANI
RANJANI PUTRI SUBASTIAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM LABUHANBATU
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat-Nya sehingga


makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami ucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Wacana Bahasa Indonesia” juga untuk berbagi pengalaman dan
pengetahuan kepada para pembaca yang senantiasa membaca makalah yang telah
kami susun sedemikian rupa. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca, untuk dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Labuhanbatu, Oktober 2020

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
1.1..................................................................................................
Latar Belakang......................................................................... 1
1.2..................................................................................................
Identifikasi Masalah................................................................. 1
1.3..................................................................................................
Tujuan Penulisan..................................................................... 2
1.4..................................................................................................
Manfaat.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Tujuan Membaca Wacana...................................................... 3
2.2. Memahami Paragraf................................................................ 5
2.2.1. Syarat Paragraf............................................................. 5
2.2.2. Jenis Paragraf............................................................... 6
2.3. Menentukan Topik Wacana.................................................... 7
2.4. Membuat Kerangka Wacana................................................... 8
2.5. Parafrase Isi Wacana............................................................... 9
2.6. Menilai Isi Wacana................................................................. 12

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan............................................................................. 15
3.2. Saran....................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis
terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau
kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih
besar yang disebut wacana bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam
sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat
yang ada disekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri.
Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru
mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang
berada disekitarnya.
Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka persoalan kita
sekarang apakah wacana itu atau bagaimana memahami sebuah wacana tulis.
Berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian
banyak definisi yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh
pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa
keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti
wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi
persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Apa tujuan membaca wacana ?
2. Bagaimana memahami paragraf ?
3. Bagaimana menentukan topik wacana ?
4. Bagaimana membuat kerangka wacana ?
5. Seperti apa parafrase isi dari sebuah wacana ?
6. Bagaimana pula menilai isi dari wacana ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
Selain apa yang diuraikan pada pokok permasalahan di atas, tujuan lain
dari penulisan makalah ini juga untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen pengampu dalam mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia, sekaligus sebagai
referensi bagi pembaca yang ingin menambah wawasan atau materi tentang apa
yang akan diuraikan pada pokok bahasan dalam makalah ini.

1.4. Manfaat
1. Mengetahui tujuan membaca wacana
2. Mengetahui cara memahami paragraf
3. Mengetahui cara menentukan topik wacana
4. Mengetahui cara membuat kerangka wacana
5. Memahami parafrase isi dari sebuah wacana
6. Dapat menilai isi dari sebuah wacana

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tujuan Membaca Wacana
Analisis wacana mengkaji hubungan bahasa dengan konteks
penggunaannya. Analisis wacana merupakan suatu usaha memahami bahasa.
Analisis wacana tidak hanya penting untuk memahami hakikat bahasa,melainkan
juga untuk memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Analisis
wacana misalnya analisis percakapan, dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan bercakap. Analisis wacana percakapan pada percakapan pada
percakapan anak-anak misalnya, dapat digunakan untuk menerangkan
pemerolehan kemampuan berkomunikasi.
Selain itu, analisis wacana, misalnya analisis percakapan anak-anak, dapat
digunakan untuk menerangkan pemerolehan bahasa, kususnya untuk mengetahui
kompetensi kewacanaan. Menurut teoriinteraksional dan masukan yang Ellis
dalam Charlina (2006:23), analisis wacana percakapan itu sangat diperlukan untuk
mengetahui bagaimana anak-anak memperoleh bahasa. Lebih lanjut dikatakan
bahwa untuk menerangkan cara pembelajar memperoleh bahasa itu tidak cukup
dengan melihat masukan dan keseringannya. Dengan analisis wacana dapat
diketahui cara mereka cara mereka berinteraksi sehingga dapat diperoleh data
tentang keseringan penggunaan bentuk bahasa dan fungsinya dalam pemakaian.
Di samping itu, dengan analisis wacana percakapan dapat diketahui strategi
pembelajar dalam melakukan percakapan. Strategi ini merupakan bagian dari
kompetensi komunikatif yang cukup penting.
Menurut Rida Numidarojah tujuan membaca wacana adalah :
1) Membantu masyarakat memahami berbagai permasalahan yang terjadi
sekaligus mencari solusinya. Dengan adanya analisis wacana dapat
membantu masyarakat untuk berpikir kritis dalam menghadapi berbagai
permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Misalnya saja, kajian
wacana akan membantu dalam mendalami permasalahan berikut mencari
solusi atas berbagai masalah misalnya banjir yang selalu melanda ibukota
setiap tahun, memahami bursa pencalonan presiden, menangani

3
permasalahan berkaitan dengan pengemis yang menjamur dimana-mana,
kemacetan lalu lintas, dan lain sebagainya.
2) Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah yang akan
diambil setelah melihat fakta yang berkembang di masyarakat. Dalam
sebuah analisis wacana pasti di dalamnya terdapat berbagai pandangan
yang didukung oleh pemikiran-pemikiran yang logis. Dengan adanya
bahan pertimbangan ini akan semakin memudahkan masyarakat dalam
menentukan langkah. Contoh sederhana, ketika seorang wanita akan
memilih produk kecantikan cocok dengan dirinya tentu terdapat banyak
penawaran produk yang bervariasi mulai dari bentuk produk, harga,
maupun kualitasnya. Kajian wacana ini akan membantu menganalisis
untuk menentukan pilihan tersebut.
3) Kajian wacana dapat mengungkap berbagai fakta, idealisme yang tersirat
dalam sebuah wacana guna mengetahui maksud dan tujuan penulis wacana
tersebut. Kajian wacana ini terutama adalah manfaat kajian wacana kritis.
Kajian ini akan membantu masyarakat dalam memahami lebih dalam
berkaitan dengan dominasi kekuasaan yang ada dalam wacana. Misalnya,
dalam iklan di dalamnya pasti ada upaya untuk memengaruhi
pemirsa/pembaca untuk menggunakan produk/jasa tertentu. Dengan
adanya analisis wacana kritis akan membantu masyarakat untuk berpikir
secara lebih kritis disertai berbagai pertimbangan yang matang agar tidak
mudah tergoda oleh bujuk rayu iklan yang bernada bombastis tersebut.
4) Membongkar nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah wacana. Nilai-nilai
ini tentu adalah nilai-nilai kebenaran yang sebenarnya, bukan sekedar
kamuflase permainan bahasa. Masyarakat akan dituntun untuk memilah
mana nilai yang baik dan mana yang tidak sekaligus mendukung nilai-nilai
yang baik tersebut agar tumbuh subur dalam budaya masyarakat, misalnya
nilai kerukunan, kebersamaan, toleransi, dan lain sebagainya.
5) Kajian wacana memberikan kontribusi bagi perkembangan pendidikan
dengan menanamkan sikap skeptic dan critical thingking terhadap segala
hal. Penanaman sikap ini akan selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap

4
segala hal. Secara tidak langsung hal ini akan mendorong masyarakat
untuk selalu berlatih berpikir sistematis.
Kajian wacana memungkinkan menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitar dari berbagai sudut pandang. Hal ini akan membawa dampak
pada meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dari berbagai sisi sehingga
memerkaya pengalaman dan pengetahuan.

2.2. Memahami Paragraf


Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan
hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa
kalimat menjadi paragraph, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan
kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu
gagasan (gagasan tunggal).Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu
kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal paragraf.

2.2.1. Syarat Paragraf


Paragraf yang efektif harus memenuhi dua syarat ,yaitu adanya kesatuan
dan kepaduan.
1) Kesatuan paragraf
Sebuah paragraf dikatakan mempunyai kesatuan jika seluruh
kalimat dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok ,satu topik /
masalah. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang
dari masalah yang sedang di bicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat
lebih dari satu ide atau masalah.
2) Kepaduan paragraf
Seperti halnya kalimat efektif , dalam paragraph ini juga dikenal
istilah kepaduan atau koherensi. Kepaduan paragraf akan terwujud jika
aliran kalimat berjalan mulus dan lancer serta logis. Untuk itu, cara
repetisi, jasa kata ganti dan kata sambung, serta frasa penghubung dapat
dimanfaatkan.

5
2.2.2. Jenis Paragraf
Paragraf memiliki banyak ragamnya. Untuk membedakan paragraf yang
satu dari paragraf yang lain berdasarkan kelompoknya,yaitu : jenis paragraf
menurut posisi kalimat topiknya, menurut sifat isinya, menurut fungsinya dalam
karangan.
1) Jenis paragraf menurut posisi kalimat topiknya
Kalimat yang berisi gagasan utama paragraf adalah kalimat topik.
Karena berisi gagasan utama itulah keberadaan kalmat topic dan letak
posisinya dalam paragraf menjadi penting. Posisi kalimat topik di dalam
paragraf yang akan memberi warna sendiri bagisebuah paragraf.
Berdasarkan posisi kalimat topik, paragraf dapa dibedakan atas empat
macam, yaitu : paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif-
induktif, paragraf penuh kalimat topik.
a) Paragraf Deduktif
b) Paragraf induktif
c) Paragraf Deduktif-Induktif
d) Paragraf penuh kalimat topik

2) Jenis Paragraf Menurut Sifat Isinya


Isi sebuah paragraf dapat bermacam-macam bergantung pada
maksud penulisannya dan tuntutan korteks serta sifat informasi yang akan
disampaikan.Penyelarasan sifat isi paragraf dengan isi karangan
sebenarnya cukup beralasan karena pekerjaan menyusun paragraf adalah
pekerjaan mengarang juga.Berdasarkan sifat isinya, alinea dapat
digolongkan atas lima macam,yaitu:
a) Paragraf Persuasif :
b) Paragraf argumentasi
c) Paragraf naratif
d) Paragraf deskriptif
e) Paragraf eksposisi

6
2.3. Menentukan Topik Wacana
Topik utama merupakan subject utama bacaan, tentang apa bacaan
tersebut. Topik atau tema dalam sebuah teks atau paragraf adalah subject dari
tulisan yang bisa berupa: inti isi tulisan (the text is about) atau judul tulisan (title).
Sebuah paragraf yang baik hanya membahas satu subject. Subject ini biasanya
disebut dengan istilah Topic Noun atau Pokok bahasan.
Cara mencari / menemukan topik atau tema :
a) Kita harus membaca baris pertama dan kedua jika hanya ada satu paragraf
atau amati keseluruhan paragraf pertama jika ada lebih dari satu paragraf.
b) Cari kata kunci yang paling sering diulang-ulang dalam bacaan baik pada
awal baris tetapi juga di bagian-bagian selanjutnya, termasuk juga pada
bagian kesimpulan.
c) Jika pertanyaan tentang topik, maka jawabannya busa berupa SATU
KATA atau BENTUK FRASE (kelompok kata). Topik atau tema dari
sebuah paragraf adalah subject dari tulisan itu yg bisa berupa: inti isi
tulisan (the text is about) atau judul teks (title).

Cara cepat mencari topik atau tema (pokok bahasan) pada sebuah wacana adalah :
a) Baca dahulu baris pertama dan kedu a paragraf, jika hanya ada satu
paragraf.
b) Temukan kata kunci (key word) yang selalu diulang-ulang baik pada
bagian awal, tengah atau akhir, terutama bagian kesimpulan.
c) Kata kunci (key word) ini dapat berupa sinonim atau kata yang sama
artinya.
d) Note: Jika teks tersebut memuat banyak paragraf, biasanya paragraf
pertama merupakan pengantar dari teks tersebut, sedang topik (pokok
bahasan) sangat mungkin terdapat pada paragraf kedua, dan ketiga.

Contoh pertanyaan Topik:


a) What is the main topic of this passage? (Apa topik utama bacaan ini?)
b) The text is talking mainly about? (Teks ini sedang membicarakan apa?)
c) What does the text tell about? (Teks ini menceritakan tentang apa?)

7
d) What is the subject of the passage? (Apa pokok permasalahan teks ini?)
e) The passage is about? (Teks ini mengenai… )

2.4. Membuat Kerangka Wacana


Langkah-langkah menyusun kerangka karangan :
1. Menentukan tema/topik karangan.
2. Menjabarkan tema ke dalam topik-topik / subtema
3. Mengembangkan topik-topik menjadi subtopik.
4. Menginventaris sub-sub topik.
5. Menyeleksi topik dan sub-sub topik yang cocok.
6. Menentukan pola pengembangan karangan.

Kerangka karangan bisa dikembangkan dalam dua bentuk, yaitu :


a. Kerangka kalimat, ialah kerangka karangan yang disusun dalam bentuk
kalimat-kalimat lengkap yang menjabarkan ide-ide pokok karangan.
Contoh:
Tema : Membuka warnet di tengah perkembangan teknologi informasi.
a) Masuknya ajaran komputer di sekolah-sekolah menambah
pengetahuan tentang teknologi informasi.
b) Perkembangan sarana komputer menjadi sarana jaringan informasi
melalui internet.
c) Penggunaan internet menjadi kebutuhan remaja dan anak sekolah.
d) Memanfaatkan minat remaja dan anak sekolah dengan membuka
warnet.

b. Kerangka topik, ialah kerangka karangan yang dituangkan dalam bentuk


frasa dan klausa sehingga tampak lebih praktis.
Contoh :
Tema : Antisipasi lonjakan arus mudik lebaran.
1) Jumlah Pemudik Lebaran
a) perkiraan lonjakan jumlah pemudik
b) sarana angkutan yang dipersiapkan

8
c) sarana angkutan yang diandalkan

2) Pengaturan jalur Jakarta-Surabaya


a) Jalur utara
b) Jalur selatan
c) Kemacetan lalu lintas dan usaha pencegahannya

3) Petunjuk pemanfaatan jalur


a) Dari DLLAJR
b) Dari instansi terkait

2.5. Parafrase Isi Wacana


Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam membuat parafrase dari
sebuah bacaan. Untuk membuat parafrase lisan, langkah-langkahnya adalah:
1) membaca informasi secara cermat,
2) mencatat kalimat inti,
3) mengembangkan kalimat inti menjadi pokok pikiran,
4) menyampaikan pokok pikiran dalam bentuk uraian lisan dengan kalimat
sendiri.
Gunakanlah sinonim, ungkapan yang sepadan, mengubah kalimat
langsung menjadi kalimat tidak langsung. Kemudian mengubah kalimat aktif
menjadi kalimat pasif, serta menggunakan kata ganti orang ketiga untuk narasi
jika kesulitan menguraikan. Perlu diketahui, ada 2 jenis parafrase, yaitu:
a) Parafrase terikat, adalah mengubah puisi menjadi prosa dengan cara
menambahkan atau menyisipkan sejumlah kata pada puisi. Sehingga
kalimat-kalimat puisi mudah dipahami seluruh kata dalam puisi masih
tetap digunakan dalam parafrase tersebut.
b) Parafrase bebas, adalah mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata
sendiri. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula
tidak digunakan.

Contoh Parafrase sebuah wacana

9
Kewirausahaan merupakan fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan
ekonomi yang tersebar dan berkelanjutan, serta memperkuat proses
demokratisasi suatu bangsa. Pengembangan kewirausahaan bermakna strategis
bagi kemakmuran dan daya saing suatu bangsa. Hasil studi ACG Advisory Group
mengindikasikan pendidikan formal secara umum berpengaruh terhadap
kemampuan berwirausaha, tapi belum mampu menstimulan peserta didik
memiliki kemauan berwirausaha. Hal ini disebabkan pendidikan formal di
Indonesia saat ini hanya berfokus pada upaya mengembangkan sisi pengetahuan
peserta didik memahami bagaimana suatu bisnis seharusnya dijalankan dan
bukan pada upaya mengembangkan sisi sikap untuk berwirausaha serta
pengalaman berwirausaha.
Fenomena ini disebabkan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih
menekankan pada sisi hard skill daripada soft skill sehingga sisi kognitif peserta
didik yang lebih diutamakan daripada sisi afektif dan psikomotoriknya (Lead
Education 2005).Akibatnya, lulusan pendidikan formal secara umum memiliki
pemahaman pengetahuan yang relatif baik mengenai kewirausahaan, tapi tidak
memiliki keterampilan dan mind-set berwirausaha.
Pendidikan ’pengetahuan’ kewirausahaan telah diajarkan secara
intrakurikuler baik sebagai mata kuliah/mata pelajaran yang tersendiri maupun
sebagai bagian (topik bahasan) dari mata kuliah/mata pelajaran dari tingkat
dasar sampai dengan perguruan tinggi. Sayangnya, pembahasan kewirausahaan
di lembaga pendidikan formal lebih didasarkan pada mengajarkan substansi
buku teks, daripada memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik untuk
berwirausaha sehingga tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap agar peserta
didik memiliki kemauan dan kemampuan berwirausaha. Fenomena ini dibuktikan
dari banyaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur (11,7% dari 6 juta
orang lulusan perguruan tinggi), dan hanya kurang dari 5% lulusan perguruan
tinggi yang akhirnya membuka usaha sendiri.
Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat untuk
kuliah perlu diubah untuk mengurangi pengangguran lulusan perguruan tinggi
pada masa mendatang. Kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis pengetahuan
perlu diubah ke arah kurikulum yang berbasis kompetensi dan mendidik
kemandirian. Pengembangan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa
diharapkan dapat menyelesaikan pertambahan masalah pengangguran lulusan
perguruan tinggi di Indonesia pada masa mendatang.
Perubahan kurikulum ini memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif
dan praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik, serta peningkatan
kualitas guru dalam memahami kewirausahaan dan keterampilan teknis lainnya.
Guru diharapkan mampu membekali keterampilan praktis kepada siswa didiknya
yang bermanfaat untuk membuka usaha, seperti : pendidikan memasak, menjahit,
membuat kerajinan tangan, dan sejenisnya. Perubahan pola pendidikan ini akan
menghasilkan lulusan pendidikan formal yang memiliki pola pikir untuk
berwirausaha serta mempunyai keterampilan dasar yang bermanfaat untuk
berwirausaha kelak di kemudian hari.
(tabloid Flo, 14 April 2007)

Hal-hal pokok yang terdapat dalam wacana di atas adalah seperti berikut :

10
1) Kewirausahaan merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi dan
memperkuat proses demokratisasi suatu bangsa.
2) Pendidikan formal di Indonesia hanya berfokus pada upaya
mengembangkan pengetahuan bagaimana suatu bisnis harus dijalankan
bukan mengembangkan sikap untuk berwirausaha.
3) Pendidikan di Indonesia lebih menekankan sisi hard skill bukan soft
skill/sisi kognitif bukan afektif dan psikomotorik.
4) Pola pendidikan ini tidak mengubah pola pikir dan sikap peserta didik agar
memiliki kemauan dan kemampuan untuk berwirausaha.
5) Lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7% dari 6 juta orang dan hanya
di bawah 5% lulusan yang membuka usaha sendiri.
6) Perubahan sistem pendidikan tinggi dan orientasi masyarakat harus kuliah
perlu dilakukan.
7) Perubahan kurikulum memerlukan dukungan bahan ajar yang atraktif dan
praktis sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik serta guru dalam
memahami kewirausahaan.
8) Perubahan pola pendidikan ini akan menghasilkan lulusan pendidikan
formal yang memiliki pola pikir untuk berwirausaha serta memiliki
keterampilan dasar yang bermanfaat untuk berwirausaha kelak di
kemudian hari.

Parafrasa wacana seperti berikut :


Kewirausahaan merupakan fondasi dan penguat pertumbuhan ekonomi
dan demokratisasi suatu bangsa. Pendidikan formal secara umum berpengaruh
dalam mengembangkan kewirausahaan, namun belum dapat menstimulan peserta
didik untuk mau berwirausaha. Sistem pendidikan di Indonesia baru
mengembangkan sisi kognitif yaitu memahami proses bisnis bukan menumbuhkan
sikap berbisnis.
Pendidikan di Indonesia lebih menekankan hard skill daripada soft skill.
Hal ini menyebabkan lulusan perguruan tinggi menganggur 11,7 % dari 6 juta
orang dan hanya kurang dari 5% yang membuka usaha sendiri.
Perubahan pendidikan formal termasuk orientasi masyarakat yang
mengharuskan kuliah perlu dilakukan. Namun, hal itu perlu didukung oleh bahan
ajar yang atraktif dan praktis serta guru yang memahami kewirausahaan.
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan lulusan pendidikan formal memilki
pola pikir untuk berwirausaha dan mempunyai keterampilan dasar untuk modal
berwirausaha kelak di kemudian hari.

11
2.6. Menilai Isi Wacana
1) Penilaian Teks
Melahirkan berbagai variasi analisis yang pada akhirnya mewujudkan
pertembungan antara model penilaian. Ada dua penilaian teks media yaitu :
 Versi Norman Fairclough
 Teun A Van Dijk.
Keduanya menekankan penilaian teks berdasarkan konteks sosial.
Penilaian teks media memaparkan pelbagai kompilasi .
Model penilaian teks media dari pelbagai perspektif yang dikemukakan
Foulcault, Roger Fowler, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Teun A Van Dijk, dan
Norman Fairclouch dengan contoh teks akhbar. Pemahaman penilaian teks media
juga memaparkan empat jenis perspektif media yang menyokong masyarakat,
negara yang lain dan ada juga bersifat neutral.
a) Fairclouch, Norman, Critical Discourse Analysis The Critical Study of
Language (London: Longman, 1995a)
b) Fairclough, Norman, Media Discourse (New York: Arnold, 1995b)
c) Van Dijk, Teun A (ed), “Structures of News in the Press” Discourse and
Communication New Approachs to the Analysis of Mass Media
Discourse and Communication (New York: Walter de Gruyter, 1985)
d) Sanat Md Nasir Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media.
(Kuala Lumpur : 2001)

Penilaian teks Model Teun Van Dijk


Menurut Van Dijk, penelitian penilaian teks tidak cukup hanya didasarkan
pada analisis teks semata,-mata. Teks merupakan hasilan oleh badan penerbitan.
Pemahaman penerbitan teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan
mengapa adanya teks . Van Dijk juga melihat bagaimana struktur sosial,
dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognitif dan kesedaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks-teks

12
tertentu. Pada era pentadbiran Tun Mahathir Bin Mohamad misalnya, pentadbiran
kekuasaan dilakukan melalui bahasa dengan beberapa cara :
Pertama : Penghalusan konsep-konsep dan pengertian yang berkaitan
dengan bahasa. Penghalusan ini untuk menaikkan mutu bahasaMelayu dalam
masyarakat. Contoh pemasyarakatan kata ‘Cintai Bahasa Kita’.
Kedua : Memperkasa iaitu bertujuan untuk menyokong kekuatan lain
seperti slogan ‘Budi Bahasa Budaya Kita’.
Ketiga : Penciptaan slogan kata ‘Bersih, Cekap dan Amanah’ dapat
meningkatkan keyakinan masyarakat kepada pentadbiran kerajaan yang cekap dan
telus.
Keempat : Pengajaran Sains dan Matematik dalam bahasa Inggeris dilihat
sebagai keupayaan untuk meningkatkan taraf pendidikan di Malaysia yang
bertaraf dunia.
Wacana digambarkan oleh Van Dijk mempunyai tiga dimensi iaitu :
•teks,• status sosial dan konteks sosial. Model van Dijk adalah menggabungkan
tiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan penilaian teks . Dimensi teks
yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada aras kognisi sosial dipelajari proses
mencipta teks berita yang melibatkan status individu dari wartawan.
Aspek konteks merujuk kepada perkembangan wacana dalam masyarakat
akan kewujudan sesuatu masalah. Penilaian teks van Dijk menghubungkan
penilaian tekstual ke arah penilaian yang komprehensif bagaimana teks
diselaraskan, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan dan
masyarakat.
Teks menurut van Dijk terdiri daripada beberapa struktur yang saling
menyokong strukturnya.
Pertama : Struktur makro iaitu makna global/umum daripada teks.
Meminjam istilah Halliday disebut topik/tema yang diangkat, misalnya teks
tentang KDN (Keselamatan Dalam Negeri) .
Kedua : Kerangka suatu teks, seperti bahagian pendahuluan, isi, penutup
dan kesimpulan.

13
Ketiga : Makna suatu teks yang dapat diamati daripada pilihan kata,
struktur ayat dan gaya yang dipakai dalam suatu teks. [7] Halliday, M.A.K, and
Hassan, R., Language, lxejo5hg and Text Geolong Victoria: Deakin University
Press, 1985)
Van Dijk melihat struktur berita dalam akhbar memfokuskan kepada
struktur tema (Thematics Structures) dan skemata suratkhabar (News Scemata).
Elemen tematik merujuk kepada gambaran umum dari suatu teks. Disebut juga
gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Teks juga mempunyai
skema atau alur dari pendahuluan sehingga akhir. Bagaimana bahagian-bahagian
teks disusun sehingga membentuk kesatuan erti. Wacana percakapan misalnya,
memiliki skema pengenalan, isi pemberitaan dan penutup. Demikian pula jurnal
ilmiah memiliki skema tertentu. Meskipun mempunyai skema yang beragam,
berita umumnya secara hipotetisis mempunyai dua kategori iaitu ringkasan yang
umumnya ditunjukkan oleh elemen judul dan lead dan kedua cerita iaitu berita
secara keseluruhan.
Teks tidak hanya didefinisikan suatu pandangan tertentu atau topik
tertentu tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut sebagai
keherensi global (Global Coherence) iaitu bahagian dari teks jika ditinjau
menunjukkan pada suatu titik gagasan umum dan bahagian-bahagian itu saling
menyokong antara satu sama lain untuk menggambarkan topik umum.

Pendekatan terhadap fenomena Perspektif dalam pembelajaran Wacana.


Fenomena perspektif dapat dikaji dalam tiga pendekatan iaitu visi,
fokalisasi, dan empati. Visi adalah pendekatan yang lebih mendasarkan diri pada
bidang sosiologi politik dan mengaitkan kajian perspektif dengan ideologi.
Pembicara mengenalkan seseorang atau objek yang merupakan bahagian
dari peristiwa yang ditulis dalam buku Jan, Discourse Studies: An Introductory
Textbook. (Amsterdam: John Benjamin Publising Company, 1993) Pengkajian
perspektif (kekuasan) dalam akhbar dapat memanfaatkan pendekatan visi.
Ia bertujuan mengungkap aspek-aspek ideologi yang mendasari dan membentuk
perspektif berita dalam akhbar. Pemikiran Van Dijk tentang analisis wacana
media, berikut dipaparkan Strategi Penyajian Informasi (SPI) dan bentuk-bentuk

14
ekspresi bahasa. Fairclough, Norman, Critical Discourse Analysis (New York:
Longman Publishing, 1995)

15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau
tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya
demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. . Seperti halnya banyak kata
yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas
apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana
sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan
sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan
mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan
sebagainya.
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan
untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa
rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis .
Wacana merupakan rentetan kalimat yang saling berkaitan dan
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainnya di dalam kesatuan
makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa dengan memiliki
ciri-ciri satuan gramatikal, satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap , untaian
kalimat-kalimat, memiliki hubungan proposisi, memiliki hubungan kontinuitas,
berkesinambungan, memiliki hubungan koherensi, memiliki hubungan kohesi,
rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi, bisa transaksional juga
interaksional, medium bisa lisan maupun tulis, dan sesuai dengan konteks. Selain
itu, wacana juga terbagi dalam beberapa macam yaitu wacana dalam bentuk
komunikasi, jenis pemakaiiannya, dan wacana berdasarkan fungsi dan bentuknya.
Macam tersebut di bagi lagi menjadi wacana lisan dan tulisan, wacana monolog,
dialog, dan polilog, dan yang terakhir wacana narasi, deskripsi, eksposisi, dan
argumentasi.
Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu dapat dikemukakan sebagai
berikut (Syamsuddin dalam Charlina, 2006:18):
1) Wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of
use).

16
2) Wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks,
dan situasi.
3) Wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi
semantik.
4) Wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa
(what is said from what is done).
5) Wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional
(functional use of language).

3.2. Saran
Mahasiswa di tuntut untuk lebih dalam mempelajari pelajaran Bahasa
Indonesia. Karena dengan itu dapat menambah wawasan kita. Misalnya dalam
pembuatan suatu wacana, kita tidak keliru lagi. Lebih memahami unsur-unsur
yang menyangkut tentang wacana.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anton M. Moeliono (ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Kosasih, E. 2010. Kreatif Berbahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Kridaklaksana, Harimurti. 1978. “Keutuhan Wacana” dalam Bahasa dan Sastra
th. IV No.1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip
Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Budiyono. 2011. Paragraf Dan Wacana. http://budiyono151.blogspot.com/
2011/06/paragraf-dan-wacana.html (diakses pada 17/10/20, pukul 17.01
wib)
Puji Hidayani. 2017. Bahasa Indonesia Kelas XII SMK. http://pujiajha.
blogspot.com/p/a.html (diakses pada 17/10/20, pukul 19.44 wib)
Unknown. 2016. Cara Menentukan sebuah Topik atau Tema dalam Cerita.
http://kangguruu.blogspot.com/2016/08/cara-menentukan-sebuah-topik-atau-
tema.html (diakses pada 17/10/20, pukul 17.35 wib)

18

Anda mungkin juga menyukai