Makalah ini disusun berdasarkan tugas mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia II
Dosen Pembimbing :
Kelas A
Disusun oleh:
Gigih Wasis Saryono 121211131003
Achmad Elginda Duhudha 121211133061
i
KATA PENGANTAR
Saran dan kritik kami nantikan sebagai bahan dasar daya bangun dalam
penyempurnaan makalah kami. Tulisan serta bahasa yang belum mencapai
standard baku yang baik, materi kajian tidak berkualitas, maupun beberapa
sumber yang belum dapat kami jadikan referensi secara sepenuhnya. Semoga
dapat menjadi bahan koreksi dalam pembenahan makalah kami selanjutnya.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kawan
mahasiswa semuanya. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penyusun
ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari seluk-beluk kalimat,
klausa dan frasa. Dalam Sintaksis pembicaraan atau pembahasaan pada
umumnya dilakukan secara analistis. Maksudnya, satuan bahasa dari yang
terbesar sampai yang terkecil, dibicarakan strukturnya, kategorinya,
jenisnya, dan maknanya. Suatu cara yang mema[ng harus dilakukan untuk
mengenalkan satuan-satuan sintaksis yaitu kalimat, klausa, dan frasa.
Kemudian dalam pembiacaraan tentang sintaksis, bidang yang menjadi
lahannya adalah unit bahasa berupa kalimat, klausa dan frase. Manusia
adalah bertutur sapa, berkisah, atau segala sesuatu yang dapat dikatakan
sebagai berbahasa, selalu memunculkan kalimat-kalimat yang dirangkai,
dijalin demikian rupa, sehingga berfungsi optimal bagi si penutur dalam
upaya mengembangkan akal budinya dan memelihara kerja sama dengan
orang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kata-kata di atas dapat kita ambil beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kata serta jenisnya berdasarkan para ahli dan
contohnya?
2. Bagaimana pengertian kalimat serta jenisnya berdasarkan para ahli dan
contohnya
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KATA
Secara etimologi kata berasal dari bahasa Melayu yakni “ngapak khata”, selain
itu juga kata berasal dari bahasa Sansekerta “khata”. Secara etimologi tersebut
kata memiliki arti yaitu sebagai bahasa, konversi, cerita, atau dongeng. Kemudian
selain secara etimologi, kata juga memiliki definisi umum sebagai unit dari suatu
bahasa yang mempunyai arti tertentu.
Pengertian kata atau definisi kata secara sederhana adalah sekumpulan huruf
yang mempunyai arti. Namun menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki cara tersendiri dalam mendefinisikan “kata”. Pertama, pengertian kata
adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Pengertian
kata juga sebanding dengan pengertian ujar atau bicara.
Kata adalah sederetan huruf yang diapit dua spasi dan memiliki arti. Menurut
Bloomfield dalam (Chaer, 1994:163), kata adalah satuan bebas terkecil. Contoh
kata, bunga, kumbang, dan hinggap. Jika dilihat dari segi bahasa, pengertian kata
adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai
satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Atau dengan
definisi lain, sebuah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem
tunggal (misalnya handuk, gelas, gembira) atau gabungan morfem (misalnya
pendatang, membuat, mengambil).
Menurut Crystal ( 1980 : 383 – 385 ), kata adalah satuan ujaran yang
mempunya pengenalan intuitif untuitif universal oleh penutur asli, baik dalam
bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan. Namun ada beberapa jesulitan untuk
sampai kepada pemakaian yang konsisten dari istilah itu dalam kaitannya dengan
kategori-kategori lain dari pemerian linguistik, dan dalam perbandingan bahasa-
bahasa yang mempunyai tipe struktur yang berbeda. Masalah ini terutama
berhubungan dengan identifikasi dan definisi kata. Masalah ini mencakup, baik
ketentuan-ketentuan mengenai batas kata maupun mengenai status. Definisi kata
yang umum sebagai satuan makna atau gagasan tidak membantu karena
kesamaran konsep. Akibatnya, dibuat beberapa perbedaan teoritis.
(semantik), termasuk kategori leksikal apa dan dalam lingkungan sintaksis mana
kata itu dapat muncul (subkategorisasi).
3.1 KALIMAT
Definisi kalimat menurut beberapa ahli:
Definisi Kalimat menurut Bloomfield (1993:170), kalimat adalah suatu bentuk
linguistis, yang tidak termasuk ke dalam suatu bentuk yang lebih besar karena
merupakan suatu konstruksi gramatikal.
Menurut Hockett (1958:199) menyatakan bahwa kalimat adalah suatu
konstitut atau bentuk yang bukan konstituen; suatu bentuk yang gramatikal yang
tidak termasuk ke dalam konstruksi gramatikal lain.
Menurut Lado (1968 : 27) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan terkecil
dari ekspresi lengkap.
Menurut Keraf (1978 : 156), kalimat adalah satu bagian ujaran yang
didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan
bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.
Menurut Ramlan (1981 : 6), kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai oleh nada akhir turun atau naik.
Menurut Parera (1982 :14) mengemukakan bahwa kalimat adalah sebuah
bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari bentuk
ketatabahasaan lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yang
menunjukkan bentuk itu berakhir.
Selanjutnya menurut Kridalaksana dkk. (1984 : 224), kalimat adalah satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan
baik secara aktual maupun potensial terdiri atas klausa.
Terakhir menurut Samsuri (1985 : 53) menyatakan bahwa kalimat adalah
untaian yang berstruktur dari kata.
Kalimat juga dapat didefinisikan, yaitu satuan gramatik yang diakhiri dengan
jedah panjang, dan memiliki intonasi naik atau turun.
Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul termasuk golongan
kalimat tak berklausa. Misalnya:
- Seorang Ustad dari Juwingan Surabaya.
- Tantangan Ekonomi Asean Tahun 2015.
Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk menanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Misalnya:
- Ini mobil siapa?
- Yang menulis novel ini siapa?
- Engkau mencari siapa?
- Yang mencabut nyawa manusia siapa?
- Siapa yang patut disembah?
- Nama anak itu siapa?
Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbuatan. Misalnya:
Kenapa
Kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab seperti halnya kata tanya
mengapa. Misalnya:
- Unjiannya bagaimana?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
- Studi kaka saya bagaimana?
- Bagaimana pencuri dapat memeanjat dinding setinggi itu?
Mana
Kata tanya mana diapakai untuk menanyakan tempat. Di mana menanyakan
tempat berada. Dari mana menanyakan tempat asal atau tempat yang ditinggalkan,
dan ke mana menanyakan tempat yang dituju. Misalnya:
- Kakek pergi kemana?
- Dari mana mahasiswa itu mendapat buku baru?
- Buatan mana sepatu itu?
15
- Mana ayahmu?
- Kakakmu yang mana?
Berapa
Kata tanya berapa digunakan untuk menanyakan jumlah dan bilangan. Yang
menanyakan jumlah. Misalnya:
- Berapa harga majalah itu?
- Ayam peternak itu berapa?
- Berapa jumlah penduduk pulau Jawa?
Yang menanyakan bilangan, misalnya:
- Sekarang jam berapa?
- Nomor teleponmu berapa?
- Sudah sampai halaman berapa engkau membaca buku itu?
Kalimat Persilahan
Selain ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat persilahan di tandai juga
oleh menambahkan kata silahkan yang diletakkan di awal kalimat. S kalimat
boleh dibuangkan. Boleh juga tidak. Misalnya:
- Silahkan Bapak istirahat di sini!
- Silahkan datang ke kantorku!
- Silahkan makan dulu!
- Silahkan beristirahat!
Kalimat Ajakan
Sama halnya dengan kalimat persilahan dan kalimat suruh yang
sebenarnya, kalimat ajakan ini, berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi,
juga mengharapkan suatu tanggapan yang berupa tindakan, hanya perbedaannya
tindakan itu di sini bukan hanya dilakukan oleh orang yang diajak berbicara,
melainkan juga oleh orang yang berbicara atau penuturnya. Dengan kata lain
tindakan itu dilakukan oleh kita.
Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat ini ditandai juga
oleh adanya kata-kata ajakan, ialah kata mari dan ayo, yang diletakkan di awal
kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan pada kedua kata itu menjadi marilah dan
ayolah. S kalimat boleh dibuangkan. Boleh juga tidak. Misalnya:
17
Kalimat Larangan
Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh. Kalimat larangan ditandai
juga oleh adanya kata jangan di awal kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan
pada kata tersebut untuk memperhalus larangan. S kalimat boleh dibuangkan,
boleh juga tidak. Misalnya:
- Jangan engkau membaca komik itu!
- Jangan di bawa pulang majalah itu!
- Janganlah engkau berangkat sendiri!
- Jangan suka menyakiti hati orang!
3.4.2 Predikat
Predikat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana, mengapa, atau
berapa.
Dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan.
Dapat disertai kata-kata aspek atau modalitas
Tidak didahului kata yang.
Didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni.
3.4.5 Objek
Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita akibat
perbuatan subjek.
- Langsung mengikuti predikat
- Dapat menjadi subjek kalimat pasif
- Tidak didahului kata depan atau preposisi
- Dapat didahului kata bahwa
21
3.4.6 Keterangan
Keterangan merupakan unsure kalimat yang memberikan informasi lebih
lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat; misalnya, member informasi
tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan.
3.5.1 Klasifikasi Kalimat
Menurut Cook (1969:40-41), kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan
kriteria-kriteria berikut:
1. Berdasarkan jumlah dan jenis klausa dalam basis, kalimat diklasifikasikan
sebagai kalimat sederhana, kalimat kompleks, dan kalimat majemuk. Ciri
ini digunakan oleh Pike (1967:442-443) dan Longcre (1964:130) untuk
memisahkan kalimat menjadi tipe yang terdiri dari banyak klausa, klausa
sederhana, dan non-klausa.
2. Berdasarkan struktur internal klausa utama, kalimat diklasifikasikan
sebagai kalimat sempurna atau kalimat taksempurna. Kalimat sempurna
biasa juga disebut kalimat mayor dan kalimat tak sempurna bisa juga
disebut kalimat minor. Kalimat minor termasuk kalimat kompletif dan
kalimat seru.
3. Berdasarkan jenis response yang diharapkan, kalimat diklasifikasikan
sebagai kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, dan kalimat perintah.
4. Berdasarkan sifat hubungan actor-aksi, kalimat diklasifikasikan sebagai
kalimat aktif dan kalimat pasif.
5. Berdasarkan ada tidaknya unsure negative dalam frasa verba, kalimat
digolongkan sebagai kalimat afirmatif dan kalimat menyangkal.
intonasi akhir tertentu. Konektor yang biasa digunakan adalah dan, atau, tetapi,
serta, dan sebagainya. Beberapa contohnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ayah membaca surat kabar, dan ibu menonton TV.
2. Saya membunuh engkau, atau engkau membunuh saya.
3. Pemuda itu ingin merantau ke negeri orang, tetapi orang tuanya
melarangnya.
4. Harta bendanya habis dalam peristiwa itu, serta keluarganya berantakan.
Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua
pola kalimat kalimat atau lebih.
Cara pembentukan kalimat majemuk:
Memperluas bagian-bagian kalimat tunggal
- Anak itu membaca novel. (Kal Tunggal)
- Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca novel.
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsure inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah
satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-
unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kata
merupakan bentuk gabungan dari beberapa morfem atau bisa dikatakan satuan
terkecil dalam tataran sintaksis. Kata juga dibedakan menjadi beberapa jenis
golongan, seperti kata nomina, kata verba, kata ajektifal, kata preposisi, kata
numerlia, dan kata abverbial. Sedangkan kalimat merupakan satuan gramatika
yang diakhiri jeda panjang dan mempunyai intonasi naik atau turun.
29
DAFTAR PUSTAKA
http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-
kata.html diases pada 18 September 2014 pada pukul 21.32.
http://www.onlinesyariah.com/2014/07/27/pengertian-kata-menurut-para-ahli/
diases pada 18 September 2014 pada pukul 21.33.
30
MAKALAH
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA II
Makalah ini disusun berdasarkan tugas akhir mata kuliah Sintaksis Bahasa
Indonesia II
Dosen Pembimbing :
Kelas A
Disusun oleh:
Gigih Wasis Saryono 121211131003
Achmad Elginda Duhudha 121211133061
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Sistem Bahasa
Sistem bahasa mempunyai tiga buah subsistem yang terkait dalam dunia
konteks, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem fonologi.
Ketiga subsistem tersebut saling berhubungan dan membentuk konsep-konsep
yang berada dalam pikiran manusia dan berbentuk abstrak, sehingga perlu
mengempiriskannya melalui konsep pemaknaan.
Komponen atau subsistem leksikon merupakan wadah penampung makna
leksikal; sedangkan komponen gramatika merupakan wadah yang bertugas
mengolah komponen leksikon menjadi “kata” berdasarkan satuan-satuan
sintaksisnya; dan komponen bunyi merupakan realisasi fisis dari sebuah makna.
Perhatikan makna kata terbawa berikut:
1) Bukumu terbawa oleh saya kemarin
2) Barang-barang sebanyak itu terbawa juga oleh truk kecil itu.
Makna terbawa dalam kalimat (1) bermakna ‘tidak sengaja’, dan pada kalimat
(2) bermakna ‘dapat’. Perbedaan ini terjadi karena pengaruh dari konteksnya.
Selain konteks, terdapat unsur prosodi (tekanan, nada, dan durasi) yang
memberikan pengaruh terhadap pemaknaan. Seperti pada contoh di bawah ini:
a. # Kucing/makan tikus mati #
b. # Kucing makan/tikus mati #
c. # Kucing makan tikus/mati #
Kalimat (a) memiliki makna ‘ada tikus yang sudah mati dimakan kucing’.
Kalimat (b) memiliki makna ‘ada kucing makan sesuatu, dan ditempat lain ada
tikus mati’. Lalu kalimat (c) memiliki makna ‘setelah makan tikus, kucing itu lalu
mati’.
32
Inilah kenyataan bahwa dunia makna yang direalisasikan ke dalam bunyi akan
selalu berhubungan dengan ketiga subsistem dan faktor yang sudah disebut di
atas.
1.2.Analisis Sintaksis
Dalam sejarah linguistik kita dapat mengikuti analisis-analisis sintaksis
sebagai berikut:
menjadi tidak memiliki fungsi-fungsi kalimat secara lengkap seperti yang dikenal
dengan sebutan kalimat minor, kalimat sampingan, dan kalimat lanjutan.
Salah satu aliran yang ada dalam linguistik struktural adalah aliran
tagmemik dimana aliran ini yang menggabungkan antara peran, fungsi,
kategori, dan kohesi dalam sintaksis.
Mengenai penentuan kategori kata, dalam linguistik struktural sangat
berpegang pada struktur atau posisi sebuah kata dalam suatu kontruksi
sehingga penentuan kategori dengan menerapkan criteria struktur ini juga
menimbulkan masalah.
terbatas. Prinsip lainnya adalah bahwa sebelum dilakukan dalam ujaran dalam
bentuk struktur luar (surface strcture) yang bersifat konkret, terlebih dahulu
kalimat itu disusun di dalam otak yang bersifat abstrak.
FN FN
N Art A V
Keterangan:
K : kalimat
FN : frase nomina Art : artikulus
FV : frase verba A : ajektifa
N : nomina V : Verba
Sebagai penutur tentunya kita akan mengira bahwa yang mengalami
sesuatu sebagai akibat dari “murid itu diajar” adalah dua pihak yang berlainan.
Sesungguhnya analisis struktur secara generatif ini tidak sampai merujuk
pada struktur dalam (yang ada dalam otak manusia) kiranya memang sangat
baik. Analisis seperti ini akan menjelaskan bentuk-bentuk sintaksis yang dapat
menjelaskan bentuk-bentuk sintaksis yang mempunyai potensi menjadi taksa.
Terdapat dua kompenen menurut Fillmore (1968) untuk bisa menganalisis tata
bahasa kasus yaitu (1) modalitas (2) proposisi. Komponen modalitas dapat berupa
unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia. Sedangkan komponen proposisi terdiri
dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.
Simak bagan berikut:
kalimat
modalitas preposisi
Yang dimaksud dengan kasus adalah hubungan antar verba dengan nomina.
Verba sama dengan predikat dimana ialah semua yang menunjukkan hubungan,
perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainya.
adik makan
saya pisang
kemarin
BAB II
BEBERAPA KONSEP DASAR
Dari bagan itu tampak bahwa secara formal fungsi S dan P harus selalu
ada dalam setiap klausa karaena keduanya saling “ berkaitan” dalam hal ini bisa
dikatakan, bahwa S adalah bagian dari klausa yang menandai apa yang dinyatakan
oleh pembicaraan; sedangkan P adalah bagian klausa yang menandai apa yang
dinyatakan oleh pembicaraan mengenai S (Kridalaksana 2002).
Contoh:
1. Jalan licin berbahaya
S P
Objek (O) adalah bagian dari verba yang menjadi predikat dalam klausa
itu. Kehadirannya sangat ditentukan oleh ketransitifan verba itu. Artinya, kalau
verbanya bersifat transitif maka objek itu akan muncul, tetapi kalau verbanya
tidak transitif (intransitif) maka objek itu tidak akan ada.
38
Contoh:
a. Kakak menulis puisi
S P O
b. Nenek melirik kakak
S P O
c. Kakak berlari
S P
d. Jalan licin berbahaya
S P
Verba menulis klausa (a) dan verba melirik pada klausa (b) adalah verba
transitif; sedangkan verba berlari pada klausa (c) dan verba berbahaya pada klausa
(d) adalah verba intransitif.
Dalam hal ini perlu dikemukakan adanya dua macam objek, yaitu objek
afektif dan objek efektif. Objek afektif adalah objek yang bukan merupakan hasil
predikat. Misalnya:
1. Nenek membaca komik
S P O.afektif
2. Rudi menendang bola
S P O.afektif
Objek efektif pada klausa (1) dan objek afektif bola pada klausa (2)
sebelum perbuatan verba membaca dan menendang berlansung sudah ada.
Padahal objek efektif nasi pada kalusa (a) sebelum verba menanak dan menulis
berlansung belum ada.
39
kapan terjadinya P,seperti terdapat 2. Kue itu terbuat dari gula dan
pada klausa kelapa
1. Minggu lalu dia datang
2. Sebelum makan kita harus cuci e. Kemungkinan atau keharusan,
tangan dulu yakni yang menyatakan mungkin,
harus, atau kepastian,seperti terdapat
d. Asal, bahan terjadinya S,seperti pada klausa
terdapat pada klausa 1. Barangkali hari akan hujan
1. Cincin itu terbuat dari perak 2. Pasti dia akan datang
melirik pada kalimat nenek melirik kakek kita ganti dengan bentuk dilirik,
sehingga maknanyapun akan berbeda.
2.2.3. Intonasi
Perbedan modus kalimat bahasa Indonesia tampaknya lebih ditentukan
oleh intonasinya daripada unsur segmentalnya. Biasanya hubungan antara S dan P
dipisah oleh sebuah jeda, sehingga kalau jeda tersebut diletakkan pada tempat
berbeda akan menyebabkan terjadinya perbedaan makna.
2.2.4. Konektor
Konektor bertugas untuk menghubungkan satu konstituen dengan
konstituen lainnya baik yang berada dalam kalimat itu sendiri maupaun di luar
kalimatnya. Konektor dapat berupa koordinatif (sederajat) maupun subordinatif
(tidak sederajat).
2.3.1. Kata
Secara gramatikal, kata mempunyai dua status, yaitu sebagai satuan
terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran
sintaksis. Kata bisa berkategori verba, nomina, dan ajektiva, atau bisa berbentuk
numeria, pronominal, persona, dan adverbial.
Kata-kata yang dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam sebuah
klausa atau kalimat dapat pula menjadi konstituen dalam kalimat minor.
43
2.3.2. Frase
Frase dibentuk dari dua buah kata atau lebih; dan mengisi salah satu funsi
sintaksis. Semua fungsi klausa diisi oleh sebuah frase.
Dilihat dari hubungan kedua unsurnya dikenal adanya frase koordinatif
dan subordinatif. Frase koordinatif misalnya ayah ibu, kampong halaman, dan
lain sebagainya. Frase subordinatif contohnya makan minum, jual beli, hilir
mudik.
Dilihat dari keutuhannya sebagaai frase dikenal adanya frase eksosentrik
dan frase endosentrik. Yang dimaksud dengan frase eksosentrik adalag frase yang
hubungan kedua unsurnya sangat erat, sehingga kedua unsurnya ridak bisa
dipisahkan sebagai pengisi fungsi sintaksi. Misalnya frase di pasar, dari Medan,
atau Sang Saka. Sedangkan frase endosentrik dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya. Misalnya mobil dinas, sate kambing, dan ayam jantan.
2.3.3. Klausa
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di
bawah satuan kalimat, berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predaktif. Klausa
sangat berpotensi menjadi sebuah kalimat tunggal lengkap apabila diberi intonasi
final kepadanya.
Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategoria dan tipe kategori
predikatnya,
a. Klausa Nominal, yakni klausa yang predikatbnta berkategori nomina
b. Klasa Verbal, yakni klausa yang predikatnya berkategori verba.
c. Klausa Ajektifal, yakni klausa yang predikatnya berkategori ajektifa.
d. Klausa Preposisional, yakni klausa yang predikatrnya berkategori
preposisi
e. Klausa Numerial, yakni klausa yang predikatnta berkategori numerelia
2.3.4. Kalimat
Kalimat adalah satuan di atas klausa dan dibawah wacana yang terdiri dari
konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen dasar kalimat adalah klausa.
44
Jenis kalimat
Penamaan jenis kalimat di bawah ini berdasarkan kriterianya.
a. Berdasarkan kategori klausanya, dibedakan adanya:
Kalimat verbal, yakni kalimat yang predikatnya berupa verba.
Kalimat ajektifal, yakni kalimat yang predikatnya berupa
ajektifa.
Kalimat nominal, yakni kalimat yang predikatnya berupa
nomina.
Kalimat preposisional, yakni kalimat yang predikatnya berupa
preposisional, hanya untuk bahasa ragam nonformal.
Kalimat numerial, yakni kalimat yang predikatnya berupa
numeral, hanya untuk bahasa ragam nonformal.
Kalimat adverbial, kalimat yang predikatnya berupa adevrbia
b. Berdasarkan jumlah klausanya, dibedakan adanya:
Kalimat sederhana, kalimat yang dibangun oleh sebuah klausa.
Kalimat bersisipan, yakni kalimat yang pada salah satu
fungsinya disisipkan sebuah klausa sebagai penjelas.
Kalimat majemuk rapatan, yakni kalimat majemuk yang fungsi
klausanya dirapatkan karena substansinya yang sama.
Kalimat majemuk setara, yakni kalimat yang terdiri dari dua
klasua dan memiliki kedudukan yang setara.
Kalimat maejmuk bertingkat, yakni kalimat yang terdiri dari
dua klasua dan memiliki kedudukan yang tidak setara.
Kalimat majemuk kompleks, yakni kalimat yang terdiri dari
tiga klausa atau lebih yang terdapat hubungan didalamnya.
c. Berdasarkan modusnya, dobedakan adanya:
Kalimat berita (deklaratif), yakni kalimat yang berisi
pernyataan belaka.
Kalimat tanya (interogratif), yakni kalimat yang berisi kalimat
tanya.
Kalimat perintah (imperatif), yakni kalimat yang berisi kalimat
perintah, dan perlu diberikan reaksi berupa tindakan.
45
2.3.5. Wacana
Wacana adalah satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis. Ada
kemungkinan wacana yang terdiri dari satu kalimat, ada juga yang lebih. Dalam
pembentukan sebuah wacana yang utuh, kalimat-kalimat yang ada dipadukan oleh
alat-alat pemadunya yang berupa unsur leksikal, unsur gramatikal, ataupun unsur
semantiknya.
BAB III
PENGGUNAAN KATA
3.1.Adverbia
Adverbia adalah kategori yang mendampingi nomina, verba, dan ajektifa
dalam pembentukan frase; atau dalam pembentukkan sebuah klausa. Tetapi ada
juga yang berupa bentuk turunan berafiks atau berkonfiks.
Kategori mana yang didampingi tergantung dari makna inheren yang dimiliki
oleh adverbial itu, sejauh ini ada adverbial yang menyatakan makna meliputi;
a. Adverbia Sangkalan adalah adverbial yang menyatakan ‘ingkar’ atau
‘menyangkal’ akan katgori yang didampinginya. Yang termasuk adverbial
ini adalah kata-kata bukan, tidak, tak tanpa, dan tiada. Contoh : saranmu
bukan tidak diterima, tetapi perlu dipertimbangkan dulu.
b. Adverbia Penjumlahan adalah adverbial yang menyatakan ‘banyak’ atau
‘kuantitas’ terhadap kategori yang didampingi. Yang termasuk adverbia ini
adalah kata – kata banyak, sedikit, beberapa, semua, seluruh, sejumlah,
separuh, setengah, kira-kira, sekitar, dan kurang lebih. Contoh : Semua
pengendara sepeda motor harus memakai helm
46
c. Adverbia Pembatasan adalah adverbial yang menyatakan ‘batas dari satu hal’.
Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata hanya, Cuma, saja, dan
belaka. Contoh : Yang harus dibawa hanya ini saja
d. Adverbia Derajat (Kualitas) adalah adverbial yang menyatakan tingkatan mutu
keadaan atau kegiatan. Yang termasuk adverbial ini adalah sangat, amat,
sekali, paling, lebih, cukup, kurang, agak, hampir, rada, maha, nian, dan
terlalu. Contoh : gedung itu besar amat.
e. Adverbia Kala adalah adverbial yang menyatakan waktu tindakan yang
dilakukan.
Yang termasuk adverbial ini adalah kata-kata sudah, telah, sedang, lagi,
tengah, akan, bakal, hendak, dan mau. Contoh : sebentar lagi dia akan
sembuh.
f. Adverbia Keselesaian (Aspek) adalah adverbial yang menyatakan tindakan atau
perbuatan (dalam fungsi predikat) apakah sudah selesai, belum selesai atau
sedang dilakukan. Yang termasuk adverbial ini adalah adverbial belum,
baru, mulai, sedang, lagi, tengah, masih, sudah, telah, sempat, dan pernah.
Contoh : Beliau sudah menandatangani surat itu.
g. Adverbia Kepastian adalah adverbial yang menyatakan tindakan atau keadaan
yang pasti terjadi maupun yang diragukan kejadiannya. Adverbial
kelompok ini adalah pasti, tentu, memang, agaknya, dan rupanya. Contoh :
hasilnya pasti bagus
h.Adverbial Menyungguhkan adalah adverbial yang menyatakan ‘kesungguhan’
atau ‘menguatkan’. Yang termasuk adverbial ini adalah adverbial
sesungguhnya, sebenarnya, sebetulnya, dan memang. Contoh : Umat Islam
wajib membayar zakat
i. Adverbia Keinginan adalah adverbial yang menyatakan ‘keinginan’. Yang
termasuk adverbia ini adalah ingin, mau, hendak, suka, dan segan. Contoh
: Kakek tidak suka merokok
j. Adverbial Frekuensi adalah adverbial yang menyatakan ‘berapa kali satu
tindakan atau perbuatan dilakukan atau terjadi’. Yang termasuk adverbia
frekuensi adalah sekali, sesekali, sekali-kali, sekali-sekali, jarang, kadang-
47
3.2.Konjungsi
Konjungsi adalah kategori yang menghubungkan kata dengan kata, klausa
dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat; bisa juga antara paragraf dengan
paragraf
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua buah
konstituen yang kedudukannya sederajat. Konjungsi ini dibedakan pula menjadi:
Konjungsi Penjumlahan adalah konjungsi yang menghubungkan
menjumlahkan. Yang termasuk konjungsi ini adalah konjungsi dan, serta,
dan dengan. Contoh : Ibu dan ayah pergi ke pasar
Konjungsi pemilihan adalah konjungsi yang menghubungkan memilih
salah satu konstituen yang dihubungkan. Contoh : mahal atau murah akan
kubeli rumah itu
Konjungsi Pertentangan adalah konjungsi yang menghubungkan
mempertentangkan.konjungsi ini adalah kata tetapi, namun, sedangkan,
dan sebaliknya. Contoh : Sebuah bus Trans Jakarta meluncur dengan cepat
di jalurnya, sedangkan kendaraan lain terjebak dalam kemacetan luar
biasa.
48
3.3.Preposisi
Preposisi adalah kategori yang terletak di sebelah kiri nomina sehingga
terbentuk sebuah frase eksosentrik untuk mengisi fungsi keterangan dalam sebuah
klausa atau kalimat.
Preposisi ini dapat dibedakan atas preposisi yang menyatakan:
Preposisi Tempat Berada menyatakan tempat terjadinya peristiwa,
tindakan, atau keadaan terjadi. Preposisi ini adalah kata-kata di, pada,
dalam, dan, antara. Contoh : Dia berada di depan pintu
Preposisi Tempat Asal adalah preposisi yang menyatakan tempat
berasalnya nomina yang mengikuti Contoh : Beliau baru datang dari
Medan
Preposisi Tempat Tujuan adalah preposisi yang menyatakan tempat yang
dituju dari perbuatan atau tindakan yang dilakukan. Contoh : Kalian
menuju ke tengah lapangan
Preposisi Asal Bahan adalah preposisi yang menyatakan asal bahan
pembuat sesuatu. Contoh : Mejanya dari kayu jati pilihan
Preposisi Asal Waktu adalah preposisi yang menyatakan waktu mulai
suatu kejadian, peristiwa, atau, tindakan. Preposisi ini adalah kata dari dan
sejak Contoh : Dari kemarin saya belum makan
Preposisi Waktu Tertentu adalah preposisi yang menyatakan awal dan
akhir dari suatu kejadian, peristiwa, atau tindakan. Contoh : Balatentara
Dai Nipon menduduki Indonesia dari tahun 1941 sampai 1945
Preposisi Perbandingan adalah preposisi yang menyatakan perbandingan
antara dua tindakan atau dua hal. Contoh : Belajar lebih baik dari pada
duduk melamun.
51
BAB IV
PENYUSUNAN FRASE
4.1. Frase
Frase adalah satuan sintaksis yang tersusun dari dua buah kata atau lebih,
yang di dalam klausa menduduki fungsi-fungsi sintaksis.
Frase Nominal (FN) adalah frase yang dapat mengisi fungsi subjek atau objek di
dalam klausa.
4.1.1 Frase Nominal Koordinatif adalah dua buah kata berkategori nomina yang
merupakan pasangan dari antonim relasional. Contoh : Ayah dan ibu
4.1.2 Frase Nominal Subordinatif dapat disusun dari nomina + nomina (N + N),
nomina + verba (N + V), NOMINA + AJEKTIFA (N + A), adverbia +
nomina (Adv + N), nomina + adverbia (N + Adv), nomina + numeralia (N
52
BAB V
PENYUSUNAN KLAUSA
banyak verba ini berciri, pada sebuah verba yang sebenarnyasudah berstatus
transitif dibubuhi pula sufiks-kan atau sufiks-i.
yang berupa kata atau frase berkategori nomina. Klausa nominal antara lain, dapat
disusun kalau:
(1) Nomina yang mengisi fungsi S merupakan jenis (spesifik) dari nomina
pengisi pengisi fungsi P (generik). Contoh:
Anjing itu binatang
S P
(2) Nomina yang mengisi fungsi S mempunyai nama pada nomina pengisi P.
Contoh:
Petani itu Pak Ridwan
S P
(3) Nomina pengisi P adalah profesi (jabatan, pekerjaan,) bagi nomina pengisi
fungsi S. Contoh:
Ibunya dokter gigi di puskesmas itu
S P
(4) Nomina pengisi P adalah relasi bagi nomina pengisi fungsi S. Contoh:
Orang yang botak itu paman saya
S P
(5) Nomina pengisi S mempunyai ciri atau sifat khas yang disebutkan oleh
nomina pengisi fungsi S. Contoh:
Ubur-ubur binatang air
S P
S P
(3) Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+
perasaan batin). Contoh:
Dia cemburu pada saya
S P
BAB VI
PENYUSUNAN KALIMAT SEDERHANA DAN KALIMAT LUAS
59
S P
Kalimat luas (8) ini dalam tata bahasa tradisional tidak dikenal; tetapi
dalam bahasa struktural dikenal dan lazim disebut nama kalimat majemuk
kompleks. Kalimat lus (8) ini dibentuk dari tiga buah klausa atau lebih, dimana
didalamnya terdapat klausa yang dihubungkan secara koordinatif dan ada juga
yang secara subordinatif. Contoh:
Orang itu meminta tolong kepada saya, tetapi saya tidak mau
menolongnya karena dia pernah menipu saya
Kalimat tersebut terdiri dari tiga buah klausa, yaitu:
Klausa I : Orang itu meminta tolong kepada saya
Klausa II : Saya tidak mau menolongnya
Klausa III : Dia pernah menipu saya
Klausa I dan klausa II yang sama- sma merupakan klausa bebas, dihubungkan
secara koordinatif dengan bantuan konjungsi koordinatif tetapi. Lalu, klausa II
dan klausa III dihubungkan secara subordinatif dengan bantuan konjungsi
subordinatif karena.
BAB VII
PENYUSUNAN KALIMAT DEKLARATIF, INTEROGATIF, IMPERATIF,
DAN INTERJEKTIF
Contoh:
- KPK akan memeriksa anggota DPR itu yang diduga kuat menerima aliran
dana BLBI.
- Tindak kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan
memunculkan masalah-masalah baru.
- Ternyata proyek pelebaran jalan dan pembangunan jalan laying belum bisa
menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas.
Dilihat dari maksud penggunaanya, kalimat deklaratif ini dapat dibedakan atas
kalimat yang:
a. Hanya untuk menyampaikan informasi factual berkenaan dengan alam
sekitar atau pengalaman penutur. Contoh: Bapak dosen kami masih muda
b. Untuk menyatakan keputusan atau penilaian. Contoh: Kami menyatakan
terdakwa tidak bersalah
c. Untuk menyatakan perjanjian, peringatan, nasihat, dan sebagainya.
Contoh: Kami harap anda mau menerima keputusan ini
d. Untuk menyatakan ucapan selamat atas suatu keberhasilan atau ucapan
prihatin atas suatu kemalangan. Contoh: Saya mengucapkan selamat atas
keberhasilan Anda mencapai gelar profesor
e. Untuk memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang.
Contoh: Saya jelaskan kepada Anda bahwa dia tidak bersalah
Catatan:
Di dalam kajian sosiolinguistik kalimat deklaratif ada kemungkinan
memiliki makna lokusi, Misalnya, kalimat deklaratif “Bu sudah hamper pukul
tujuh” yang diucapkan oleh seorang suami di pagi hari kepada istrinya. Secara
lokusi, kalimat itu berisi makna pemberitahuan tentang waktu, secara ilokusi
seperti yang dipahami oleh istri bermakna ‘pemberitahuan bahwa suami akan
segera berangkat kerja’, dan secara perlokusi, seperti yang dimaui suami,
bermakna pemberitahuan bahwa suami akan segera berangkat, dan meminta
agar sarapan disediakan.
3. Memberi partikel tanya kah pada bagian kalimat yang ingin ditanyakan.
Dalam hal ini bagian kalimat yang diberi partikel kah itu lazim
ditempatkan pada awal kalimat. Contoh: Ditahan KPK-kah pejabat itu?
Catatan:
Untuk menanyakan permulaan terjadinya sesuatu harus digunakan kata
tanya sejak kapan, dan untuk menanyakan batas akhir akan terjadinya sesuatu
harus digunakan kata tanya sampai kapan.
BAB VIII
PENYUSUNAN KALIMAT PASIF, KALIMAT NEGATIF, DAN
KALIMAT TAK LANGSUNG
Keterangan:
Nenek = subjek, nomina, pelaku
Membaca = predikat, verba transitif, tindakan
Komik = objek, nomina, sasaran
Dalam keterangan di atas komik adalah sebagai objek, dan berperan
sebagai sasaran tindakan membaca.
- Kata ibu guru kepada kami, “Bersihkan ruangan ini sekarang juga!”
-
8.3.4 Kalimat Tak Langsung Bermodus Interjektif
Kalimat interjektif adalah kalimat yang berisi seruan berkenaan dengan
emosi pengujar, misalkan berkenaan dengan rasa kagum, terkejut, heran, sedih,
dan marah. Misalnya:
- Siska tiba-tiba mengeluh, “Aduh, kepalaku sakit sekali!”
- Ketika melihat Monas nenek tua itu berteriak, “Wah, tinggi sekali Monas
itu!”
- Petani itu mengeluh, bahwa alangkah susahnya hidup sekarang ini.
BAB IX
PEMFOKUSAN MAKNA KALIMAT
BAB X
KALIMAT DALAM WACANA
1. Wacana
Satuan bahasa yang terdiri dari sebuah kaliamt atau beberapa kalimat yang
menyatakan satu pesan atau satu amanat yang utuh, atau sering disebut juga
diskursus. Sebuah wacana sebagai satuan terbesar dalam kajian sintaksis dapat
berupa satu kalimat, seperti ungkapan. Namun lazimnya sebuah wacana terdiri
dari beberapa atau sejumlah kalimat. satuan wacana terkecil yang dibangun oleh
78
sejumlah kalimat adalah sebuah paragraf. Maka, yang disebut dengan wacana
disini adalah yang memiliki satuan paragraf.
Setiap paragraf memiliki sebuah pikiran pokok, dan sejumlah pikiran
penjelas mengenai pikiran pokok itu. Pikiran pokok itu direalisasikan dalam
sebuah kalimat utama, yang selalu berwujud kalimat bebas. Sedangkan pikiran
penjelas direalisasikan dalam kalimat-kalimat penjelas, yang wujudnya berupa
kalimat terikat.
(1) Konjungsi
Konjungsi merupakan penghubung kalimat yang satu dengan kalimat yang
lainnya dalam sebuah klausa.
a) konjungsi yang menyatakan simpulan, yaitu konjungsi jadi, maka (makanya)
kalau begitu, dengan demikian, dan begitulah.
Contoh:
Bulan lalu Rita meminjam uang saya Rp. 57.000,- sekarang meminjam
lagi Rp. 13.000,- jadi hutangmu semua berjumlah Rp. 70.000,-.
Kami baru saja selesai membangun balai pertemuan ini. Sebelum itu, kami
telah berhasil merehab masjid tua itu.
(2) Penunjukkan
Hubungan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain di dalam satu wacana
dapat pula dilakukan dengan penunjukkan. Kata-kata yang digunakan adalah kata
ganti tunjuk (pronomina demonstrativa) itu dan ini. Kata ganti tunjuk itu
digunakan untuk menunjuk sesuatu yang jauh dan kata ganti tunjuk ini digunakan
untuk menunjuk sesuatu yang dekat. Penunjukkan dapat juga dilakukan dengan
menggunakan kata disana dan disini.
Contoh:
Kalau kamu rajin belajar, rajin beribadah, dan taat pada orang tua, tentu
hidupmu akan bahagia. Ini kukatakan kepadamu karena kamu sudah kuanggap
sebagai adikku sendiri.
(4) Perapatan
Perapatan merupakan penghilangan unsur yang sama antara kalimat sebelum
dan kalimat sesudahnya atau yang mengikutinya. Perapatan juga dapat digunakan
untuk mengaitkan dua buah kalimat dalam sebuah wacana.
Contoh:
Saya baru beberapa hari disini. Belum punya kenalan, belum kemana-mana.
(7) Hiponim
Dua buah kata yang berhiponim (mempunyai hubungan sebagai spesifik dan
generik) dapat juga digunakan sebagai alat pengait antara dua buah kalimat di
dalam sebuah wacana.
81
Contoh:
Banyak peternak ayam di Jabodetabek mengeluh karena kalah bersaing dengan
para pengusaha besar. Sudah tiba saatnya parapeternak unggas untuk mendirikan
koperasi.
(9) Kesejajaran
Kesejajaran atau paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang dibentuk
dengan cara menyusun beberapa kalimat dengan unsur-unsur yang sama atau
hampir sama, baik mengenai jumlah, isi, maupun pola kata yang digunakan.
Kesejajaran juga dapat digunakan untuk menghubungkan dua kalimat di dalam
sebuah wacana.
Contoh:
Rajin pangkal pandai. Hemat pangkal kaya.
3) Kalimat dengan urutan fungsi yang tidak biasa, misalnya kalimat inversi,
kalimat pasif dengan objek pelaku di depan, dsb.
Contoh: Oleh pemerintah RUU itu diajukan kepada DPR.
4) Kalimat yang konstituennya hanya berupa sebuah kata, seperti dalam kalimat
imperatif singkat, dsb.
Contoh: Tembak!
5) Kalimat yang konstituennya berupa frase seperti yang terdapat dalam kalimat
interogatif singkat, kalimat jawaban singkat, dsb.
Contoh: Mau makan?
Tentu saja.
6) Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa “buntung” yakni klausa tidak
lengkap.
Contoh: Saya baru dua hari di Surabaya. Belum kemana-mana. Belum jalan-
jalan.
7) Kalimat lanjutan, yakni kalimat yang diawali dengan konjungsi koordinatif.
Contoh: .............................. Dan dia sendiri tidak tahu apa-apa.
8) Kalimat sampingan, yakni kalimat yang diawali dengan konjungsi subordinatif.
Contoh: .............................. Walaupun dia punya uang cukup.
BAB XI
KEBERTERIMAAN SEBUAH KALIMAT
Kalimat bebas merupakan kalimat yang dapat berdiri sendiri, dan memiliki
makna sendiri yang tidak harus berkaitan dengan kalimat lain. Sedangkan kalimat
terikat merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri, maknanya pun sangat
terikat dengan kalimat lain, terutama dengan kalimat bebas yang diikutinya.
Berikut ini faktor-faktor keberterimaan sebuah kalimat beserta alasan
mengapa kalimat tersebut dapat dikatakan berterima sebagai sebuah kalimat.
a) Faktor Gramatikal
Contoh: Dalam seminar itu membicarakan masalah kendala dalam
pemberantasan korupsi.
83
b) Faktor Semantik
Contoh: Kambing itu meninggal tertabrak bus kota.
Kalimat tersebut tidak berterima karena kesalahan memilih kata dari satu
rangkaian kata bersinonim. Untuk kalimat tersebut, kata yang tepat adalah mati,
bukan meninggal.
c) Faktor Penalaran
Contoh: Sebenarnya keluarga berencana itu tidak perlu dilaksanakan
karena Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih kosong.
Ketidakberterimaan kalimat tersebut ialah karena alasan yang diberikan
tidak mengenai pokok masalahnya. Sebenarnya tujuan utama program keluarga
berencana ialah “membentuk” keluarga yang bahagia dan sejahtera; atau
membentuk keluarga yang kualitasnya lebih baik daripada yang ada selama ini.
Jadi, bukan karena kepadatan penduduk.
84
DAFTAR PUSTAKA