Anda di halaman 1dari 84

MAKALAH

PERBEDAAN KATA DAN KALIMAT

Makalah ini disusun berdasarkan tugas mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia II

Dosen Pembimbing :

Eddy Sugiri, M.Hum

Kelas A

Disusun oleh:
Gigih Wasis Saryono 121211131003
Achmad Elginda Duhudha 121211133061

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas


kehadirat Allah SWT karena-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia II dengan topik proses perubahan
Morfemis.

Semoga makalah yang kami tuliskan dapat bermanfaat bagi kawan-kawan


mahasiswa sebagai bahan diskusi demi menambah wasasan dan pengetahuan
dalam berbahasa. Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad yang
sedianya meminjamkan tempat dan fasilitasnya karena telah membantu
terselesaikannya makalah ini

Saran dan kritik kami nantikan sebagai bahan dasar daya bangun dalam
penyempurnaan makalah kami. Tulisan serta bahasa yang belum mencapai
standard baku yang baik, materi kajian tidak berkualitas, maupun beberapa
sumber yang belum dapat kami jadikan referensi secara sepenuhnya. Semoga
dapat menjadi bahan koreksi dalam pembenahan makalah kami selanjutnya.

Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kawan
mahasiswa semuanya. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 21 September 2014

Penyusun

ii
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL…………............................................ ….. i


KATA PENGANTAR.......................................................... ….. ii
DAFTAR ISI.............................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………….. 1
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ………………………….. 2
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Kata …………………………………………………….. 3
2.1.1. Akar Kata ……………………………………….. 6
2.2.2. Jenis Kata ……………………………………….. 6
2.2. KALIMAT
2.2.1 Penentuan Kalimat……………………………… 8
2.2.2 Kalimat berklausa dan tidak berklausa ………… 9
2.2.3 Kalimat berita ………………………………….. 9
2.2.4 Kalimat Tanya …………………………………. 10
2.2.5 Kalimat Suruh …………………………………. 12
2.2.6 Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas ………… 14
2.2.7 Jenis Kalimat ………………………………….. 15
2.2.8 Unsur Kalimat ………………………………… 17
2.2.9 Klasifikasi Kalimat …………………………… 18
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan……......................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 26

iii
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari seluk-beluk kalimat,
klausa dan frasa. Dalam Sintaksis pembicaraan atau pembahasaan pada
umumnya dilakukan secara analistis. Maksudnya, satuan bahasa dari yang
terbesar sampai yang terkecil, dibicarakan strukturnya, kategorinya,
jenisnya, dan maknanya. Suatu cara yang mema[ng harus dilakukan untuk
mengenalkan satuan-satuan sintaksis yaitu kalimat, klausa, dan frasa.
Kemudian dalam pembiacaraan tentang sintaksis, bidang yang menjadi
lahannya adalah unit bahasa berupa kalimat, klausa dan frase. Manusia
adalah bertutur sapa, berkisah, atau segala sesuatu yang dapat dikatakan
sebagai berbahasa, selalu memunculkan kalimat-kalimat yang dirangkai,
dijalin demikian rupa, sehingga berfungsi optimal bagi si penutur dalam
upaya mengembangkan akal budinya dan memelihara kerja sama dengan
orang lain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kata-kata di atas dapat kita ambil beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kata serta jenisnya berdasarkan para ahli dan
contohnya?
2. Bagaimana pengertian kalimat serta jenisnya berdasarkan para ahli dan
contohnya
5

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan kami supaya mengetahui perbedaan kata serta kalimat dari
macam-macam jenis kata dan macam-macam jenis kalimat dalam bahasa
Indonesia tersebut sehingga kami dapat mempelajari untuk dapat
mengetahui bagaimana perbedaan kata dan kalimat yang ada dalam bahasa
Indonesia. Agar untuk menambah serta memperluas wawasan pengetahuan
kami tentang perbedaan kata dan kalimat sekaligus juga untuk
mengembangkan pemahaman dan kemampuan kami dalam mengetahui
serta menjadi pelajaran pada perbedaan kata dan kalimat tersebut. Untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia II
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KATA
Secara etimologi kata berasal dari bahasa Melayu yakni “ngapak khata”, selain
itu juga kata berasal dari bahasa Sansekerta “khata”. Secara etimologi tersebut
kata memiliki arti yaitu sebagai bahasa, konversi, cerita, atau dongeng. Kemudian
selain secara etimologi, kata juga memiliki definisi umum sebagai unit dari suatu
bahasa yang mempunyai arti tertentu.
Pengertian kata atau definisi kata secara sederhana adalah sekumpulan huruf
yang mempunyai arti. Namun menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki cara tersendiri dalam mendefinisikan “kata”. Pertama, pengertian kata
adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Pengertian
kata juga sebanding dengan pengertian ujar atau bicara.
Kata adalah sederetan huruf yang diapit dua spasi dan memiliki arti. Menurut
Bloomfield dalam (Chaer, 1994:163), kata adalah satuan bebas terkecil. Contoh
kata, bunga, kumbang, dan hinggap. Jika dilihat dari segi bahasa, pengertian kata
adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai
satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Atau dengan
definisi lain, sebuah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem
tunggal (misalnya handuk, gelas, gembira) atau gabungan morfem (misalnya
pendatang, membuat, mengambil).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata sendiri memiliki beberapa


pengertian, hal ini berhubungan dengan asal istilah dan kegunaan, diantaranya:
 Unit bahasa yang dapat berdiri sendiri yang terdiri dari satu atau lebih
morfem.
 Morfem atau bisa diartikan sebagai kombinasi atas beberapa morfem.
 Konversi
 Elemen terkecil dalam sebuah bahasa yang diucapkan ataupun ditulis
untuk menunjukan perasaan dan emosi seseorang dalam berbahasa.
7

Menurut Crystal ( 1980 : 383 – 385 ), kata adalah satuan ujaran yang
mempunya pengenalan intuitif untuitif universal oleh penutur asli, baik dalam
bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan. Namun ada beberapa jesulitan untuk
sampai kepada pemakaian yang konsisten dari istilah itu dalam kaitannya dengan
kategori-kategori lain dari pemerian linguistik, dan dalam perbandingan bahasa-
bahasa yang mempunyai tipe struktur yang berbeda. Masalah ini terutama
berhubungan dengan identifikasi dan definisi kata. Masalah ini mencakup, baik
ketentuan-ketentuan mengenai batas kata maupun mengenai status. Definisi kata
yang umum sebagai satuan makna atau gagasan tidak membantu karena
kesamaran konsep. Akibatnya, dibuat beberapa perbedaan teoritis.

Tiga makna utama kata biasanya dibedakan :


1. Kata adalah satuan yang dapat didefinisikan secara fisik yang dijumpai dalam
suatu rentang tulisan (yang dibatasi oleh spasi) atau bicara (dimana identifikasi
lebih sulit lagi, tetapi mungkin ada petunjuk-petunjuk fonologi untuk
mengidentifikasi batas-batas, seperti kesenyapan atau ciri-ciri jeda). Kata
dalam makna ini dirujuk sebagai kata otografis (untuk tulisan) atau kata
fonologis (untuk bicara). Istilah netral yang sering digunakan bagi keduanya
adalah bentuk kata (world form).
2. Ada suatu makna yang lebih abstrak, yang merujuk kepada faktor umum yang
mendasari himpunana bentuk yang sama, seperti walk, walks, walking, walked.
Satuan kata mendasar itu sering dirujuk sebagai suatu leksem. Leksem adalah
satuan kosaskata yang didaftarkan dalam kamus.
3. Hal ini mengharuskan penetapan bagi suatu satuan yang abstrak untuk
memperhatikan bagaimana kata-kata beroperasi dalam tata bahasa suatu
bahasa, dan kata, tanpa modifikasi, biasanya disiapkan untuk peran ini. Kata
adalah suatu satuan gramatikal dari jenis teoretis yang sama seperti morfem
dan kalimat (klausa dan sebagainya.) Terdiri atas kata, dan kata terdiri atas
morfem.
Beberapa kriteria telah disarankan bagi identifikasi kata dalam biacara.
kriteria pertama adalah bahsa kata merupakan satuan linguistic yang paling stabil
8

dibanding dengan semua satuan linguistik lainnya, dalam kaitannya dengan


struktur internalnya, yaitu bagian-bagian konstituen suatu kata kompleks
mempunyai sedikit kemungkinan untuk penyusun kembali, dibanding dengan
mobilitas posisional dari konstituen-konstituen kalimat dan struktur-struktur
gramatikal lainnya. Ktiteria kedua merujuk kepada kekohesifan kata
(uninterruptibility), yaitu unsur-unsur baru (termasuk kesenyapan) yang biasanya
tidak dapat disisipkan ke dalamnya dalam bicara normal; berdasarkan kontras,
kesenyapan biasanya hadir pada batas-batas kata. Suatu criteria yang telah
mempengaruhi pandangan para linguis tentang kata sejak pertama kali disarankan
oleh Leonard Bloomfield adalah definisi kata sebagai suatu bentuk bebas
minimum, yaitu satuan terkecil yang dapat membentuk suatu ujaran lengkap. Atas
dasar ini, possibility adalah definisi kata sebagai suatu bentuk bebas minimum,
yaitu satuan terkecil yang dapat membentuk suatu ujaran lengkap. Atas dasar ini,
possibility adalah kata, begitu pula possible, tetapi -ity bukan kata. Tidak semua
satuan yang menyerupai kata memenuhi kriteria ini.

O’Grady dan Dobrovolsky (1989:91) menyatakan bahwa definisi kata


yang paling umum diterima oleh para linguis adalah bahwa kata merupakan suatu
bentuk bebas yang terkecil, yaitu suatu unsur yang dapat muncu tersendiri dalam
berbagai posisi dalam kalimat lebih lanjut mereka (1989:91) membagi semua kata
dalam suatu bahasa ke dalam dua kategori utama, yaitu, (1) kategori kata tertutup
(closed categories), yang mencakup kata-kata fungsi, dan (2) kategori kata
terbuka (open categories), yang meliputi kategori-kategori leksikal mayor, seperti
nomina (N), verba (V), adjektiva (Adj), dan adverbial (Adv). Kepada kategori-
kategori leksikal mayor inilah kata-kata baru dapat diatambahkan. Karena
masalah utama morfologi ialah bagaimana orang membentuk dan memahami kata
yang mereka belum pernah ditemukan sebelumnya, maka morfologi hanya
berurusan dengan kategori-kategori leksikal mayor.
Setiap kata yang menjadi anggota suatu kategori leksikal mayor tersebut
(lexical item), yang merupakan entri dalam leksikon. Entri untuk setiap butir
leksikal akan mencakup pengucapannya (fonologi), informasi tentang maknanya
9

(semantik), termasuk kategori leksikal apa dan dalam lingkungan sintaksis mana
kata itu dapat muncul (subkategorisasi).

2.1.1. Akar Kata


Akar Kata adalah suatu bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih lanjut,
apakah dalam kaitannya dengan morfologi derivasional maupun morfologi
inflesional. Akar kata adalah bagian suatu bentuk kata yang tersisa apabila semua
afiks infleksional dan derivasional dibuang. Akar kata adalah bagian mendasar
yang selalu hadir dalam suatu leksem.

2.1.2 Jenis Kata


Dalam kata juga dibagi menjadi beberapa jenis golongan, yaitu:
Kata juga memiliki jenis, jenis ini didasarkan terhadap bentuk suatu kata yang
akhirnya menjadi beberapa golongan, yakni:
 Kata dasar adalah kata dasar pembentukan kata yang bisa menjadi kata
turunan maupun kata berimbuhan. Contoh: Makan, Tidur.
 Kata ulang, merupakan kata dasar yang memiliki bentuk pengucapan dan
penulisan yang diulang. Contoh: Buah-buahan, lari-lari.
 Kata turunan, merupakan kata yang dapat berimbuhan untuk memperjelas
maksud penggunaan. Contoh: Menggunakan.
 Kata majemuk, merupakan gabungan beberapa kata untuk membentuk
makna yang baru. Contoh: Tangan kanan, buah bibir.

Untuk memudahkan penggunaan kata dijadikan sebuah kalimat, kata juga


dapat dibedakan menjadi beberapa jenis kategori, yaitu:
1. Kata nomina yang artinya kata benda, nama orang, tempat. Kata ini juga
mengacu kepada suatu benda yang (kongkret atau abstrak). Kata benda
berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
Kata benda dapat diingkari dengan kata bukan, contohnya: bukan mimpi,
bukan gula.
2. Kata verba yang artinya kata kerja, kata yang menyatakan suatu tindakan.
Kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses, dan keadaan yang
10

bukan merupakan sifat. Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai


predikat dalam kalimat.
Kata kerja dapat diikuti oleh gabungan kata dengan +KB/KS,
contohnya: menulis dengan cepat, membaca yang rajin.
Kemudian di bawah ini terdapat beberapa macam kata kerja:
- Kata kerja (Verba) majemuk, contohnya: campur tangan, cuci mata
- Kata kerja (Verba) bereduplikasi, contohnya: makan-makanan,
bernyanyi-nyanyi
- Kata kerja (Verba)transitif, kata kerja ini wajib menggunakan objek
Contoh: Kakak membaca buku
S P O
Adhik menulis surat
S P O
- Kata kerja (Verba) intransitif, kata kerja ini tidak memerlukan objek
Contoh: Adi sedang membaca
S P
Ali menyapu
S P
3. Kata abjektiva yang artinya kata sifat, kata yang digunakan untuk
menjelaskan kata benda. Kata yang menerangkan sifat, keadaan watak.
Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek, dan penjelas
subjek. Contoh: cantik jelita, gadis cantik, panas hati
4. Kata numeralia yang artinya kata bilangan, kata yang menunjukan urutan
ataupun jumlah. Contoh: dua anak cukup, cukup dua anak
5. Kata pronominal yang artinya, kata pengganti kata benda.
Contohnya: kami, ia, dan dia.
6. Kata preposisi yang atinya, kata yang menggunakan kata depan.
Contoh: Ke Jakarta, Di Surabaya
11

3.1 KALIMAT
Definisi kalimat menurut beberapa ahli:
Definisi Kalimat menurut Bloomfield (1993:170), kalimat adalah suatu bentuk
linguistis, yang tidak termasuk ke dalam suatu bentuk yang lebih besar karena
merupakan suatu konstruksi gramatikal.
Menurut Hockett (1958:199) menyatakan bahwa kalimat adalah suatu
konstitut atau bentuk yang bukan konstituen; suatu bentuk yang gramatikal yang
tidak termasuk ke dalam konstruksi gramatikal lain.
Menurut Lado (1968 : 27) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan terkecil
dari ekspresi lengkap.
Menurut Keraf (1978 : 156), kalimat adalah satu bagian ujaran yang
didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan
bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.
Menurut Ramlan (1981 : 6), kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai oleh nada akhir turun atau naik.
Menurut Parera (1982 :14) mengemukakan bahwa kalimat adalah sebuah
bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari bentuk
ketatabahasaan lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yang
menunjukkan bentuk itu berakhir.
Selanjutnya menurut Kridalaksana dkk. (1984 : 224), kalimat adalah satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan
baik secara aktual maupun potensial terdiri atas klausa.
Terakhir menurut Samsuri (1985 : 53) menyatakan bahwa kalimat adalah
untaian yang berstruktur dari kata.
Kalimat juga dapat didefinisikan, yaitu satuan gramatik yang diakhiri dengan
jedah panjang, dan memiliki intonasi naik atau turun.

3.1.1 Penentuan Kalimat


Kalimat juga ada yang terdiri dari satu kata, contohnya Ah!, Astaga!, ada
juga yang terdiri dari dua kata, misalnya Selamat pagi, ia mahasiswa, dan ada
juga yang terdiri dari tiga kata, misalnya Ayah berangkat kerja, Ia sedang
membaca, dan ada juga yang terdiri dari empat, lima, enam kata, dan seterusnya.
12

Kemudian dari beberapa contoh kalimat di atas, sesungguhnya kalimat dapat


ditentukan dengan intonasinya bukan berarti banyak kata yang digunakan. Setiap
satuan kalimat dibatasi dengan adanya jeda panjang yang disertai nada akhir
turun, dan bisa juga naik.

3.1.2 Kalimat berklausa dan tidak berklausa


Kalimat berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa
klausa. Dalam tulisan ini klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri
dari subyek dan predikat, disertai objek, pelengkap, dan keterangan atau tidak.
Dengan ringkas klausa adalah kelompok kata yang memiliki fungsi S (Subyek),
P(Predikat), O(Obyek), KET(Keterangan), PEL(Pelengkap). Tanda yang
menandakan kurung bisa digunakan atau tidak, maksudnya boleh digunakan dan
juga boleh tidak digunakan.
Contoh kalimat berklausa:
- Gigih menulis surat
S P O
Kalimat tak berklausa ialah kalimat yang tidak terdiri dari klausa
Misalnya:
- Astaga !
- Selamat Pagi !
- Selamat Bekerja !

Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul termasuk golongan
kalimat tak berklausa. Misalnya:
- Seorang Ustad dari Juwingan Surabaya.
- Tantangan Ekonomi Asean Tahun 2015.

3.1.3 Kalimat berita


Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi. Kalimat berita berfungsi
untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang
diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang
13

menunjukkan adanya perhatian. Kadang-kadang perhatian itu disertai anggukan,


kadang-kadang. Pula disertai ucapan ya.
Berikut kalimat berita dengan bentuk kata yang benar, misalnya:
- Lorong goa itu sangat gelap.
- Kampus B Unair banjir setelah hujan deras.
- Menurut ramalan cuaca hari ini sangat panas sekali.
Engkau harus berangkat sekarang juga
Anda tak diizinkan membaca di sini

3.1.4 Kalimat Tanya


Kalimat Tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki
pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita. Perbedaannya
terutama terletak pada nada akhirnya. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir
turun, sedangkan pola intonasi kalimat Tanya bernada akhir naik, di samping nada
suku terakhir pola intonasi kalimat berita, misalnya:
- Apa kamu sudah mandi?
- Di mana alamat rumah kamu?
- Ibunya belum pulang?
- Orang itu sudah makan?
- Bagaimana kabar ayah kamu?
Kalimat Tanya golongan ini ditandai oleh adanya kata tanya yang bersifat
menggantikan kata atau kata-kata yang dinyatakan. Kata-kata tanya itu ialah apa.
siapa. mengapa. kenapa. bagaimana. bilamana. kapan. bila. dan berapa.
Apa
Kata tanya apa digunakan untuk menanyakan benda, tanda, tumbuh-
tumbuhan, dan hewan. Misalnya:
- Bapak itu melihat apa?
- Ibu guru itu mengajarkan apa?
- Arsitek itu sedang merencanakan apa?
- Apa yang diperiksa dokter hewan itu?
- Nelayan itu membawa apa?
- Ia menyaksikan pertandingan apa?
14

Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk menanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Misalnya:
- Ini mobil siapa?
- Yang menulis novel ini siapa?
- Engkau mencari siapa?
- Yang mencabut nyawa manusia siapa?
- Siapa yang patut disembah?
- Nama anak itu siapa?

Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbuatan. Misalnya:

- Mengapa banyak mahasiswa tidak mengikuti kuliah hari ini?


- Mengapa kepala kantor itu marah?
- Mengapa pegawai itu gelisah?

Kenapa
Kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab seperti halnya kata tanya
mengapa. Misalnya:
- Unjiannya bagaimana?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
- Studi kaka saya bagaimana?
- Bagaimana pencuri dapat memeanjat dinding setinggi itu?

Mana
Kata tanya mana diapakai untuk menanyakan tempat. Di mana menanyakan
tempat berada. Dari mana menanyakan tempat asal atau tempat yang ditinggalkan,
dan ke mana menanyakan tempat yang dituju. Misalnya:
- Kakek pergi kemana?
- Dari mana mahasiswa itu mendapat buku baru?
- Buatan mana sepatu itu?
15

- Mana ayahmu?
- Kakakmu yang mana?

Bilamana, bila, dan kapan


Ketiga kata tanya itu digunakan untuk menanyakan waktu. Misalnya:
- Bilamana karyawan itu akan menyelesaikan pekerjaannya?
- Bila Ibu guru akan pulang?
- Sejak kapan kapal terbang itu mengalami kerusakan?

Berapa
Kata tanya berapa digunakan untuk menanyakan jumlah dan bilangan. Yang
menanyakan jumlah. Misalnya:
- Berapa harga majalah itu?
- Ayam peternak itu berapa?
- Berapa jumlah penduduk pulau Jawa?
Yang menanyakan bilangan, misalnya:
- Sekarang jam berapa?
- Nomor teleponmu berapa?
- Sudah sampai halaman berapa engkau membaca buku itu?

3.1.5 Kalimat Suruh


Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat suruh
mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara.
Berdasarkan ciri formalnya. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda
dengan pola intonasi kalimat berita dan kalimat Tanya
Di sini pola intonasi kalimat suruh itu ditandai dengan tanda /!/
Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan jadi empat
golongan yaitu:
Kalimat suruh yang sebenarnya
Kalimat persilahan
Kalimat ajakan
Kalimat larangan
16

Kalimat Suruh yang Sebenarnya


Kalimat suruh yang sebenarnya ditandai oleh pola intonasi suruh. Selain
dari pada itu. Apabila P-nya terdiri dari kata verbal itransitif bentuk kata verbal itu
tetap, hanya partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal itu menghaluskan
perintah. S-nya yang berupa persona ke 2 boleh dibuangkan boleh juga tidak.
Misalnya:
- Bediri!
- Datanglah engkau ke kantorku!
- Diamlah engkau jangan ramai!
- Pulanglah sekarang juga!

Kalimat Persilahan
Selain ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat persilahan di tandai juga
oleh menambahkan kata silahkan yang diletakkan di awal kalimat. S kalimat
boleh dibuangkan. Boleh juga tidak. Misalnya:
- Silahkan Bapak istirahat di sini!
- Silahkan datang ke kantorku!
- Silahkan makan dulu!
- Silahkan beristirahat!

Kalimat Ajakan
Sama halnya dengan kalimat persilahan dan kalimat suruh yang
sebenarnya, kalimat ajakan ini, berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi,
juga mengharapkan suatu tanggapan yang berupa tindakan, hanya perbedaannya
tindakan itu di sini bukan hanya dilakukan oleh orang yang diajak berbicara,
melainkan juga oleh orang yang berbicara atau penuturnya. Dengan kata lain
tindakan itu dilakukan oleh kita.
Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat ini ditandai juga
oleh adanya kata-kata ajakan, ialah kata mari dan ayo, yang diletakkan di awal
kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan pada kedua kata itu menjadi marilah dan
ayolah. S kalimat boleh dibuangkan. Boleh juga tidak. Misalnya:
17

- Ayo kita bermain petak umpet!


- Mari kita makan bersama sekarang
- Marilah belajar ke perpustakaan pusat
- Ayo berdiri di depan!

Kalimat Larangan
Di samping ditandai oleh pola intonasi suruh. Kalimat larangan ditandai
juga oleh adanya kata jangan di awal kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan
pada kata tersebut untuk memperhalus larangan. S kalimat boleh dibuangkan,
boleh juga tidak. Misalnya:
- Jangan engkau membaca komik itu!
- Jangan di bawa pulang majalah itu!
- Janganlah engkau berangkat sendiri!
- Jangan suka menyakiti hati orang!

3.1.6 Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas


Kalimat yang terdiri dari satu klausa di sini disebut kalimat sederhana,
sedangkan kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih disebut kalimat luas.
Ada beberapa contoh kalimat sederhana, misalnya:
- Mulanya ia hanya akan menghindari kemarahan Ibu Ratih
- Akhirnya ia menjadi seorang yang dihormati bapak Seno
- Pada kesempatan itu angkatan muda kita mengambil alih kantor
tersebut dari tangan Jepang.
- Cerita ini benar-benar nyata
- Dia mengeluarkan buku dari tas ranselnya
Beberapa contoh kalimat luas, misalnya:
- Ia mengunci pintu rumahnya, lalu keluar menuju taman bermain
- Rumah itu bagus, akan tetapi pekarangannya tidak terpelihara.
- Ia mengakui bahwa ia jatuh cinta kepadaku
18

Kalimat Luas yang Setara


Dalam kalimat luas yang setara klausa yang satu tidak merupakan bagian
dari klausa lainnya; masing-masing berdiri sendiri-sendiri sebagai klausa yang
seara, yaitu sebagai kalausa inti semua. Klausa-klausa itu dihubungkan dengan
penghubung, yang di sini disebut penghubung yang setara. Penghubung yang
setara itu ialah : dan . dan lagi. Lagi pula. Serta. Lalu, kemudian, . atau, tetapi.
tapi. akan tetapi, sedang, sedangkan, namun, melainkan, sebaliknya, bahkan ,
malah, dan malahan. Penghubung lantas dan tapi pada umumnya digunakan
dalam bahsa Indonesia ragam santai.
Beberapa contoh, misalnya:
- Orang itu kaya, lagi pula sangat baik
- Badannya gendut, dan mukanya bulat

3.2.1 Jenis Kalimat


Banyak nama diberikan orang terhadap adanya jenis atau macam kalimat.
Dalam buku ini diikuti penamaan itu berdasarkan kriteria:
a. Berdasarkan kategori klausanya dibedakan adanya
1. Kalimat verbal, yakni kalimat yang predikatnya berupa verba atau
frase verbal. Contoh :
Rafly membersihkan kamar mandi.
2. Kalimat ajektifal, yakni kalimat yang predikatnya berupa verba
atau frase ajektifal. Contoh :
Kakanya baik, tetapi adiknya jahat.
3. Kalimat nominal, yakni kalimat yang predikatnya berupa nomina
atau frase nominal. Contoh :
Dia semangat bercerita di depan kelas
4. Kalimat preposisional, yakni kalimat yang predikatnya berupa
frase preposisional. Perlu dicatat kalimat jenis ini hanya digunakan
dalam bahasa ragam nonformal. Contoh:
Ayah pergi ke Jakarta.
19

5. Kalimat numerial, yakni kalimat yang predikatnya berupa


numeralia atau frase numeral. Perlu dicatat kalimat jenis ini hanya
digunakan dalam bahasa ragam nonformal. Contoh :
Simpanannya di Bank Mandiri lima juta rupiah.
6. Kalimat adverbial, yakni kalimat yang predikatnya berupa
adverbial atau frase adverbial. Contoh :
Dia tiba ketika kamu sedang tertidur.

3.2.2 Berdasarkan modusnya dibedakan adanya


1. Kalimat berita (deklaratif), yakni kalimat yang berisi pernyataan
belaka.Contoh :
Kemarin sore kampus B Universitas Airlangga kebanjiran.
2. Kalimat Tanya (interogatif), yakni kalimat yang berisi pertanyaan,
yang perlu diberi jawaban. Contoh :
Berapa harga sepeda itu?
3. Kalimat perintah (imperatif), yaitu kalimat yang berisi perintah,
dan perlu diberi reaksi berupa tindakan. Contoh :
Bukakan pintu itu!
4. Kalimat seruan (interjektif), yakni kalimat yang menyatakan
ungkapan perasaan.Contoh :
Aduh kakiku terjepit pintu.
5. Kalimat harapan (optatif), yakni kalimat yang menyatakan harapan
atau keinginan.
Semoga semester ini IPku meningkat.

3.3 Kalimat Berdasarkan Sifat, hubungan aktor-aksi


- Kalimat aktif: kalimat yang subyeknya berperan sebagai pelaku.
Contoh: Saya menulis tugas.
- Kalimat pasif : kalimat yang subyeknya berperan sebagai penderita.
Contoh: tugas ditulis saya.
20

3.4 Unsur Kalimat


3.4.1 Subjek
Subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping
unsur predikat.
Fungsi Subjek :
Fungsi subjek:
Membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk
- Memperjelas makna
- Menjadi pokok pikiran
- Menegaskan (memfokuskan) makna
- Memperjelas pikiran ungkapan
- Membentuk kesatuan pikiran

3.4.2 Predikat
Predikat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana, mengapa, atau
berapa.
Dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan.
Dapat disertai kata-kata aspek atau modalitas
Tidak didahului kata yang.
Didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni.

3.4.5 Objek
Objek adalah unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita akibat
perbuatan subjek.
- Langsung mengikuti predikat
- Dapat menjadi subjek kalimat pasif
- Tidak didahului kata depan atau preposisi
- Dapat didahului kata bahwa
21

3.4.6 Keterangan
Keterangan merupakan unsure kalimat yang memberikan informasi lebih
lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat; misalnya, member informasi
tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan.
3.5.1 Klasifikasi Kalimat
Menurut Cook (1969:40-41), kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan
kriteria-kriteria berikut:
1. Berdasarkan jumlah dan jenis klausa dalam basis, kalimat diklasifikasikan
sebagai kalimat sederhana, kalimat kompleks, dan kalimat majemuk. Ciri
ini digunakan oleh Pike (1967:442-443) dan Longcre (1964:130) untuk
memisahkan kalimat menjadi tipe yang terdiri dari banyak klausa, klausa
sederhana, dan non-klausa.
2. Berdasarkan struktur internal klausa utama, kalimat diklasifikasikan
sebagai kalimat sempurna atau kalimat taksempurna. Kalimat sempurna
biasa juga disebut kalimat mayor dan kalimat tak sempurna bisa juga
disebut kalimat minor. Kalimat minor termasuk kalimat kompletif dan
kalimat seru.
3. Berdasarkan jenis response yang diharapkan, kalimat diklasifikasikan
sebagai kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, dan kalimat perintah.
4. Berdasarkan sifat hubungan actor-aksi, kalimat diklasifikasikan sebagai
kalimat aktif dan kalimat pasif.
5. Berdasarkan ada tidaknya unsure negative dalam frasa verba, kalimat
digolongkan sebagai kalimat afirmatif dan kalimat menyangkal.

3.6 Kalimat Inti


Menurut Cook (1969: 41-42), kalimat inti mempunyai ciri sitingtif sebagai
berikut: (1) sederhana, (2) sempurna, (3) pernyataan, (4) aktif (5) afirmatif. Suatu
kalimat yang secara simultan memiliki kelima ciri distingtif ini adalah kalimat
inti; suatu kalimat yang tidak memiliki salah satu dari kelima ciri distingtif ini
adalah kalimat turunan. Contoh-contoh kalimat inti dapat diberikan sebagai
berikut:
22

Pemuda dapat memainkan peranan penting dalam pembinaan bahasa


Indonesia.
Pemuda memerlukan dukungan dan kerja sama berbagai pihak dan
segenap lapisan masyarakat.
Pemuda harus merupakan salah satu komponen di dalam keseluruhan
sistem pembinaan bahasa Indonesia.
Jiwa dan semangat kepeloporan pemuda dapat mendobrak gejala negatif
itu.

Kalimat Turunan seperti dikemukakan di atas, kalimat yang diturunkan


dari kalimat inti adalah kalimat turunan. Kalimat turunan mencakup (1) kalimat
kompleks, (2) kalimat majemuk, (3) kalimat menyangkal, (4) kalimat pertanyaan,
(5) kalimat imperatif, dan (6) kalimat pasif.

3.7 Kalimat Kompleks


Kalimat kompleks adalah kalimat turunan yang terbentuk dari suatu klausa
bebas dan satu atau lebih klausa terikat dengan pola intonasi akhir tertentu. Klausa
terikat boleh mendahului dan boleh pula mengikuti klausa bebas. Beberapa
contohnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ayah sedang membaca surat kabar ketika ibu datang.
2. Ali tidak pergi ke sekolah karena ia sakit.
3. Meskipun ia sakit, ia pergi juga ke kantor
4. Ia selalu bekerja keras, sehingga ia berhasil dalam pekerjaannya.
5. Ketika ia pergi ke Jakarta, saya bertemu dengan teman-teman lama.
6. Cita-citamu pasti tercapai asal engkau berusaha sungguh-sungguh
7. Meskipun mereka selalu bekerja keras, hasilnya belum juga
memuaskan.

3.8 Kalimat Majemuk


Kalimat majemuk adalah kalimat turunan yang terbentuk dari dua atau
lebih klausa bebas yang dihubungkan dengan sebuah konektor dan dengan pola
23

intonasi akhir tertentu. Konektor yang biasa digunakan adalah dan, atau, tetapi,
serta, dan sebagainya. Beberapa contohnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ayah membaca surat kabar, dan ibu menonton TV.
2. Saya membunuh engkau, atau engkau membunuh saya.
3. Pemuda itu ingin merantau ke negeri orang, tetapi orang tuanya
melarangnya.
4. Harta bendanya habis dalam peristiwa itu, serta keluarganya berantakan.

Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua
pola kalimat kalimat atau lebih.
Cara pembentukan kalimat majemuk:
Memperluas bagian-bagian kalimat tunggal
- Anak itu membaca novel. (Kal Tunggal)
- Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca novel.

Menggabungkan dua atau lebih kalimat tunggal


- Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Jenis-jenis kalimat Majemuk
1. Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang bersifat
koordinatif sehingga tidak ada saling menerangkan. Jenis-jenis
kalimat majemuk setara:

Kalimat Majemuk Setara Gabungan


Menggunakan kata hubung dan, setara.
Kalimat Majemuk Setara Pilihan
Menggunakan kata hubung atau, baik… maupun
Kalimat Majemuk Setara Perlawanan
Menggunakan kata hubung tetapi, melainkan.
Kalimat Majemuk Setara Urutan
Menggunakan kata hubung lalu, lantas, kemudian.
24

Kalimat Majemuk Bertingkat


Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal,
bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang
disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat.
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan Waktu ciri-ciri menggunakan kata
hubung ketika, waktu, saat, setelah, sebelum.
Contohnya: handi mandi ketika Risa makan
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan Sebab ciri-ciri menggunakan kata
hubung sebab, karena.
Contohnya : Budi menangis sebab di rumah ibunya sakit
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan hasil (akibat) ciri-ciri Menggunakan
kata hubung hingga, sehingga, akhirnya.
Contohnya Rani rajin belajar sehingga ia rangking satu dikelasnya
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan syarat ciri-ciri Menggunakan kata
hubung jika, apabila, kalau, andaikata.
Contohnya : Dindo harus mencapai angka empat ratus lima puluh apabila ingin
lulus tes bahasa Inggris
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan tujuan ciri-ciri Menggunakan kata
hubung agar, supaya, demi, untuk, guna.
Contohnya : Ayah bekerja keras membanting tulang demi menghidupi anak dan
istrinya.
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan cara ciri-ciri Menggunakan kata hubung
dengan, dalam.
Contohnya: Ani serius dalam mengerjakan tugas kuliah.
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan posesif ciri-ciri Menggunakan kata
hubung meskipun, walaupun, biarpun.
Contohnya: zaki tetap berangkat kerja, meskipun badannya panas
Kalimat Majemuk Bertingkat Keterangan nomina ciri-ciri Menggunakan kata
bahwa.
Contohnya: siswa itu telah dinyatakan lulus bahwa nilai rapornya mencapai nilai
amat baik.
25

3.9 Kalimat Menyangkal


Kalimat menyangkal adalah kalimat turunan yang dibentuk dari kalimat
inti dengan menggunakan unsure menyangkal (negatif) dalam frasa verba dan
pola intonasi akhir turun. Beberapa cotohnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Hadi tidak tinggal di Makassar.
2. John tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik
3. Mereka tidak suka makan daging
4. Ia tidak suka diganggu oleh orang lain
5. Ia tidak mencintai orang lain selain kekasihnya.

Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsure inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah
satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-
unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Contoh Kalimat Tunggal :


Ayah merokok
S P
Adik minum susu
S P O
Ibu menyimpan uang di laci
S P O K

3.10 Kalimat Imperatif


Kalimat imperatif adalah kalimat turunan yang dibentuk dari kalimat inti
dengan melesapkan subjek (orang kedua), menggunakan pola intonasi akhir yang
mendatar, serta menyatakan perintah atau permintaan. Contohnya:
1. Berangkatlah ke Jakarata!
2. Tunggulah Sebenetar!
3. Datanglah ke rumahku besok!
26

4. Tolonglah saya keluar dari kesulitan ini!


5. Hargailah orang tua dan gurumu!

3.11 Kalimat pasif


Kalimat pasif adalah kalimat turunan yang dibentuk dengan menggunakan
verba pasif, yaitu verba yang dibentuk dengan menambahkan awalan tertentu,
seperti awalan di-dalam bahasa Indonesia , pola intonasi akhir turun, dan dengan
ketentuan bahwa objek kalimat ingi menjadi subjek kalimat pasif. Contoh:
1. Potensi itu perlu dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Gejala negative itu harus didobrak.
3. Penggunaan bahasa Indonesia harus ditingkatkan.
4. Pemuda harus dilibatkan secara aktif di dalam pembinaan bahasa nasional
kita.
5. Jiwa dan semangat kepeloporan pemuda perlu dimanfaatkan sepenuhnya
6. Peranan lembaga pendidikan dan organisasi kepemudaan perlu
ditingkatkan.

3.12 Analisis Kalimat


Dalam analisis sintaksis, petama-tama kita harus menetapkan jenis semua
kalimat dalam korpus dengan memisahkan himpunan kalimat inti dari himpunan
non-inti atau kalimat turunan. Kemudian kita berusaha memerikan kalimat
turunan dalam kaitannya dengan kalimat inti, dengan menggunakan kaidah-kaidah
tranformasi atau pajangan matriks memperlihatkan bagaimana kalimat non inti
diturunkan. Dengan cara ini, kalimat inti dan kalimat turunan dapat dikontraskan
sebagai berikut:

Kalimat Inti Kalimat Turunan


Sederhana Kompleks, Majemuk
Sempurna Taksempurna
Pernyataan Pertanyaan, Imperatif
Aktif Pasif
Afirmatif Negatif/Menyangkal
27

Analisis kalimat adalah pemisahan unsur-unsur yang membentuk kalimat


dengan criteria tertentu. Dalam analisis kalimat, yang perlu diperhatikan adalah
bahwa pemisahan unsur-unsur yang membangun kalimat itu hanya sampai pada
tingkat kata, sebab analisis kalimat termasuk itu hanya sampai pada tingkat kata,
sebab analisis kalimat termasuk tataran sintaksis, sedangkan sintaksis menelaah
hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang kita sebut
kalimat.
Menurut Verhaar (1981:70), secara sistematis sintaksis terbagi atas tiga
tataran, yang secara hierarkis dapat disebutkan sebagai berikut: (1) fungsi (2)
kategori, dan (3) peran. Fungsi mencakup subjek, predikat, objek, dan sebagainya;
kategori mencakup subjek, predikat, objek, dan sebagainya; dan peran mencakup
pelaku, penderita, penerima, aktif, pasif ,dan sebagainya.
Fungsi-fungsi itu adalah tempat kosong (konstituen formal), tidak memiliki
bentuk atau pun makna, tetapi harus diisi oleh bentuk tertentu, yaitu kategori,
dengan makna tertentu, yaitu peran.

Dengan demikian, sesuai dengan tatarannya, kalimat dapat dianalisis atas


unsure-unsurnya berdasarkan: (1) fungsi sintaksisnya, (2) kategori atau kelas
katanya, dan (3) peran sintaksisnya. Tetapi, disamping itu, kalimat dapat juga
dianalisis atas dasar tata urutan (hierarki) proses terbentuknya kalimat tersebut
(analisis konstituen langsung)
28

BAB III
PENUTUP

SIMPULAN
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kata
merupakan bentuk gabungan dari beberapa morfem atau bisa dikatakan satuan
terkecil dalam tataran sintaksis. Kata juga dibedakan menjadi beberapa jenis
golongan, seperti kata nomina, kata verba, kata ajektifal, kata preposisi, kata
numerlia, dan kata abverbial. Sedangkan kalimat merupakan satuan gramatika
yang diakhiri jeda panjang dan mempunyai intonasi naik atau turun.
29

DAFTAR PUSTAKA

Ba’dulu, Abdul Muis. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

M Ramlan. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV KARYONO

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT


RINEKA CIPTA.

http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-
kata.html diases pada 18 September 2014 pada pukul 21.32.
http://www.onlinesyariah.com/2014/07/27/pengertian-kata-menurut-para-ahli/
diases pada 18 September 2014 pada pukul 21.33.
30

MAKALAH
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA II

Makalah ini disusun berdasarkan tugas akhir mata kuliah Sintaksis Bahasa
Indonesia II

Dosen Pembimbing :

Eddy Sugiri, M.Hum

Kelas A

Disusun oleh:
Gigih Wasis Saryono 121211131003
Achmad Elginda Duhudha 121211133061

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
31

2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Sistem Bahasa
Sistem bahasa mempunyai tiga buah subsistem yang terkait dalam dunia
konteks, yaitu subsistem leksikon, subsistem gramatika, dan subsistem fonologi.
Ketiga subsistem tersebut saling berhubungan dan membentuk konsep-konsep
yang berada dalam pikiran manusia dan berbentuk abstrak, sehingga perlu
mengempiriskannya melalui konsep pemaknaan.
Komponen atau subsistem leksikon merupakan wadah penampung makna
leksikal; sedangkan komponen gramatika merupakan wadah yang bertugas
mengolah komponen leksikon menjadi “kata” berdasarkan satuan-satuan
sintaksisnya; dan komponen bunyi merupakan realisasi fisis dari sebuah makna.
Perhatikan makna kata terbawa berikut:
1) Bukumu terbawa oleh saya kemarin
2) Barang-barang sebanyak itu terbawa juga oleh truk kecil itu.
Makna terbawa dalam kalimat (1) bermakna ‘tidak sengaja’, dan pada kalimat
(2) bermakna ‘dapat’. Perbedaan ini terjadi karena pengaruh dari konteksnya.

Selain konteks, terdapat unsur prosodi (tekanan, nada, dan durasi) yang
memberikan pengaruh terhadap pemaknaan. Seperti pada contoh di bawah ini:
a. # Kucing/makan tikus mati #
b. # Kucing makan/tikus mati #
c. # Kucing makan tikus/mati #
Kalimat (a) memiliki makna ‘ada tikus yang sudah mati dimakan kucing’.
Kalimat (b) memiliki makna ‘ada kucing makan sesuatu, dan ditempat lain ada
tikus mati’. Lalu kalimat (c) memiliki makna ‘setelah makan tikus, kucing itu lalu
mati’.
32

Inilah kenyataan bahwa dunia makna yang direalisasikan ke dalam bunyi akan
selalu berhubungan dengan ketiga subsistem dan faktor yang sudah disebut di
atas.

1.2.Analisis Sintaksis
Dalam sejarah linguistik kita dapat mengikuti analisis-analisis sintaksis
sebagai berikut:

1.2.1. Linguistik Tradisional


Linguistik tradisonal ini berkembang sejak zaman Yunani yang dengan
tegas memisahkan kajian morfologi dan kajian sintaksis. Setiap kalimat memiliki
unsur yang disebut pokok kalimat.
Setiap kalimat linguistik tradisional memiliki unsur yang disebut pokok
kalimat, sebutan kalimat, pelengkap penderita, dan keterangan keadaan. Hal ini
bisa disebut dengan analisis kalimat berdasarkan “urutan kalimat menurut
jabatan”.
Perhatikan kalimat berikut ini untuk memahami satuan unsurnya:
Ali anak mamat makan nasi mentah
Pk kpk sk pp kk
Keterangan :
Pk : pokok kalimat Sk : sebutan kalimat
Kpk : keterangan pokok Pp : pelengkap penderita
kalimat Kk : keterangan keadaan

Mengenai kalimat majemuk linguistik tradisional menyatakan bahwa


kalimat majemuk adalah dua buah kalimat atau lebih yang digabung menjadi
sebuah kalimat. Hal ini tentunya menimbulkan banyak pertanyaan yaitu mengenai
konsep klausa bukan kalimat majemuk seperti kalimat majemuk setara dan
kalimat majemuk bertingkat.
Pada akhirnya, sebuah analisis linguistik tradisional ini belym dapat
menerangkan struktur kalimat karena prosesnya dalam sebuah paragraf belum
33

menjadi tidak memiliki fungsi-fungsi kalimat secara lengkap seperti yang dikenal
dengan sebutan kalimat minor, kalimat sampingan, dan kalimat lanjutan.

1.2.2. Linguistik Struktural


Pada proses analisis linguistik struktural yaitu menggunakan penggunaan
teknik yang biasa disebut dengan Immadiate Constituent Analysis (IC
Analysis). Seperti terlihat pada contoh:
Nenek membaca buku humor di kamar tidur
Kalimat tersebut mula-mula menjadi dua unsur langsung yaitu nenek dan
membaca buku humor di kamar tidur kemudian dibagi kembali sampai
membentuk unsure terkecil yaitu kamar dan tidur.
Analisis tersebut tampak jelas dalam bagan kotak di bawah ini:
Nenek Membaca buku humor di kamar tidur
Membaca Buku humor di kamar tidur
Buku humor Di kamar tidur
Buku humor di Kamar tidur
Kamar tidur

Salah satu aliran yang ada dalam linguistik struktural adalah aliran
tagmemik dimana aliran ini yang menggabungkan antara peran, fungsi,
kategori, dan kohesi dalam sintaksis.
Mengenai penentuan kategori kata, dalam linguistik struktural sangat
berpegang pada struktur atau posisi sebuah kata dalam suatu kontruksi
sehingga penentuan kategori dengan menerapkan criteria struktur ini juga
menimbulkan masalah.

1.2.3. Linguistik Generatif Transformasi


Linguistik generatif transformasi yang dikemukakan oleh Noam Chomsky
(1957, 1965), menyatakan bahwa setiap kalimat yang ada dan pernah dibuat
orang dapat dikembalikan pada pola kalimat dasarnya dan yang jumlahnya
34

terbatas. Prinsip lainnya adalah bahwa sebelum dilakukan dalam ujaran dalam
bentuk struktur luar (surface strcture) yang bersifat konkret, terlebih dahulu
kalimat itu disusun di dalam otak yang bersifat abstrak.

Perhatikan contoh berikut:


Anak itu mudah diajar
Struktur luar kalimat tersebut adalah sebagai berikut:

FN FN

N Art A V

anak itu mudah diajar

Keterangan:
K : kalimat
FN : frase nomina Art : artikulus
FV : frase verba A : ajektifa
N : nomina V : Verba
Sebagai penutur tentunya kita akan mengira bahwa yang mengalami
sesuatu sebagai akibat dari “murid itu diajar” adalah dua pihak yang berlainan.
Sesungguhnya analisis struktur secara generatif ini tidak sampai merujuk
pada struktur dalam (yang ada dalam otak manusia) kiranya memang sangat
baik. Analisis seperti ini akan menjelaskan bentuk-bentuk sintaksis yang dapat
menjelaskan bentuk-bentuk sintaksis yang mempunyai potensi menjadi taksa.

1.2.4. Tata Bahasa Kasus


35

Terdapat dua kompenen menurut Fillmore (1968) untuk bisa menganalisis tata
bahasa kasus yaitu (1) modalitas (2) proposisi. Komponen modalitas dapat berupa
unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia. Sedangkan komponen proposisi terdiri
dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.
Simak bagan berikut:

kalimat

modalitas preposisi

negasi verba kasus 1 kasus 2 kasus 3


kala
aspek
adverbia

Yang dimaksud dengan kasus adalah hubungan antar verba dengan nomina.
Verba sama dengan predikat dimana ialah semua yang menunjukkan hubungan,
perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainya.

1.2.5. Tata Bahasa Relasional


Analisis model ini yaitu ditampilkan dengan adanya “relasi” di antara elemen
yang ada dalam sebuah klausa atau kalimat. Umpamanya klausa berikut:
Ali memberi buku itu kepada saya
Klausa tersebut memiliki tiga buah nomina dan sebuah verba yang masing-
masing saling bergantung dan membawakan satu relasi. Nomina Ali membawakan
relasi “subjek dari” (relasi 1), nomina buku itu membawakan relasi “objek
langsung dari” (relasi 2), nomina saya membawakan relasi “objek tak langsung
dari” (relasi 3), sedangkan verba beri membawakan relasi “predikat dari” (relasi
P). kalimat di atas hanya terdiri dari satu tataran, sebab merupakan kalimat inti.
36

1.2.6. Analisis Tema dan Rema


Setiap kalimat terdiri dari tema dan rema. Yang dimaksud dengan tema adalah
bagian kalimat yang memberi informasi tentang ‘apa yang dibicarakan’;
sedangkan rema adalah informasi tentang ‘apa yang dikatakan tentang tema’. Jadi
tema merupakan tumpuan pembicaraan.
Pedoman untuk menetukan tema adalah:
 Terletak di awal kalimat
 Batas antara tema dan rema adalah jeda potensial atau interjeksi seperti
tanda koma.
 Tema ditentukan oleh satuan pembentuknya

1.2.7. Analisis Berdasarkan Gatra


Konsep gatra bertumpu pada analisis tema-rema atau mengakui bahwa
setiap kalimat terdiri dari gatra pangkal dan gatra sebutan (Fokker). Analisis gatra
ini memudahkan kita untuk memahami struktur kalimat. Gatra ini bisa berupa kata
bisa juga gabungan kata, seperti pada contoh:
Adik saya makan pisang kemarin.
Kata saya pada gatra pangkal adik saya, dan kata pisang dan kemarin
berlaku sebagai unsur atribut, untuk lebih paham perhatikan bagan berikut:

adik makan
saya pisang

kemarin

1.3.Pendekatan dalam buku ini


Cara kerja dalam buku ini adalah pembentukan kata gramtikal tidak
dibicarakan secara detail, melainkan lebih kepada penggunaan “kata jadi”,
kata dari kelas tertutup.
37

BAB II
BEBERAPA KONSEP DASAR

2.1. Fungsi, Kategori, dan Peran Sintaksis

2.1.1. Fungsi sintaksis


Yang dimaksud dengan fungsi sintaksis adalah semacam “kotak- kotak”
atau “tempat – tempat” dalam struktur sintaksis yang didalamnya akan disisikan
kategori-kategori tertentu (verhaar 1978, Chaer 2007). Kotak- kotak bernama
subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen (kom), dan keterangan (ket).
Secara umum “kotak- kotak” fungsi itu dapat dibagankan sebagai berikut,
meskipun didalam praktik berbahasa urutannya bisa tidak sama.
S P ( O/komp) (ket)

Dari bagan itu tampak bahwa secara formal fungsi S dan P harus selalu
ada dalam setiap klausa karaena keduanya saling “ berkaitan” dalam hal ini bisa
dikatakan, bahwa S adalah bagian dari klausa yang menandai apa yang dinyatakan
oleh pembicaraan; sedangkan P adalah bagian klausa yang menandai apa yang
dinyatakan oleh pembicaraan mengenai S (Kridalaksana 2002).
Contoh:
1. Jalan licin berbahaya
S P

Objek (O) adalah bagian dari verba yang menjadi predikat dalam klausa
itu. Kehadirannya sangat ditentukan oleh ketransitifan verba itu. Artinya, kalau
verbanya bersifat transitif maka objek itu akan muncul, tetapi kalau verbanya
tidak transitif (intransitif) maka objek itu tidak akan ada.
38

Contoh:
a. Kakak menulis puisi
S P O
b. Nenek melirik kakak
S P O

c. Kakak berlari
S P
d. Jalan licin berbahaya
S P
Verba menulis klausa (a) dan verba melirik pada klausa (b) adalah verba
transitif; sedangkan verba berlari pada klausa (c) dan verba berbahaya pada klausa
(d) adalah verba intransitif.
Dalam hal ini perlu dikemukakan adanya dua macam objek, yaitu objek
afektif dan objek efektif. Objek afektif adalah objek yang bukan merupakan hasil
predikat. Misalnya:
1. Nenek membaca komik
S P O.afektif
2. Rudi menendang bola
S P O.afektif

Sebaliknya, objek efektif adalah objek yang merupakan hasil perbuatan


predikat. Misalnya:
a. Ibu menanak nasi
S P O.efektif
b. Nenek menulis surat
S P O.efektif

Objek efektif pada klausa (1) dan objek afektif bola pada klausa (2)
sebelum perbuatan verba membaca dan menendang berlansung sudah ada.
Padahal objek efektif nasi pada kalusa (a) sebelum verba menanak dan menulis
berlansung belum ada.
39

2.1.2. Peran sintaksis


Chafe (1970) dan para pakar semantik generatif berpendapat bahwa verba
atau kata karja yang mengisi fungsi P merupakan pusat semantik dari sebuah
klausa (istilah yang mereka gunakan proposisi). Oleh karena itu, verba ini
menentukan hadir tidaknya fungsi- fungsi lain serta tipe atau jenis dari kategori
yang mengisi fungsi-fungsi lain itu.

Peran- peran yang dimiliki oleh pengisi fungsi P dalam bahasa


indonesia, selain peran “tindakan”, juga ada peran:
a. Proses, seperti P dalam klausa d. Pemilikan, seperti P pada klausa
1. Padi menguning di sawah 1. Bang Ali punya uang 100 ribu
2. Rambut nenek mulai memutih 2. Kami baru menerima hadiah itu

b. Kejadian, seperti P dalam klausa e. Identitas, seperti P pada klausa


1. Hutan itu longsor 1. Suaminya sopir angkot
2. Perahu itu tenggelam dihantam 2. Ayahku pilot Garuda
ombak
f. Kuantitas, seperti P pada klausa
c. Keadaan, seperti P pada klausa 1. Hartanya melimpah
1. Jalan raya itu rusak berat 2. Orang yang datang tidak sedikit
2. Suaminya kurus sekali

Peran- peran yang ada pada S atau O, antara lain:


a. Pelaku, yakni yang bertindak 1. Wasit meniup peluit
seperti pada klausa 2. Kami menunggu beliau
1. Ali memegang senapan
2. Murid- murid bernyanyi
c. Hasil, yakni benda yang dihasilkan
b. Sasaran, yakni yang dikenai akibat tindakan, seperti terdapat pada
tindakan,seperti terdapat pada klausa klausa
40

1. Bibi menanak nasi


2. Sekretaris itu mengetik surat g. Sumber, yakni yang menyertakan
pemilik semula, seperti terdapat pada
d.Penanggap, yakni yang mengalami klausa
atau menginginkan, seperti terdapat 1. Pak camat menyumbang seratus
pada klausa juta rupiah
1. Anak itu pandai sekali 2. Bantuan sebanyak itu diberikan
2. Yatim piatu ini kehilangan orang oleh Bapak Bupati
tua sejak kecil
e. Pengguna, yakni yang mendapat h. Jangkauan, yakni menyatakan
keuntungan dari P,seperti terdapat ruang lingkup,yang terdapat pada
pada klausa klausa
1. Kakak membukakan ayah pintu 1. Jabotabek meliputi Jakarta,
2. Ibu membelikan adik sepatu baru Bogor, Tamgerang dan Bekasi
2. Beliau sudah membaca semua
f. Penyerta, yakni yang mengikuti buku mengenai politik di Indonesia
pelaku, seperti terdapat pada klausa
1. Dia pergi dengan teman- i. Ukuran, yakni menyatakan
temannya. banyaknya atau ukuran benda lain,
2. Dengan kepala sekolah mereka seperti terdapat pada klausa
pergi berkunjung ke museum 1. Tiang bendera itu tingginya 10 m
2. Kebun kami luasnya seribu meter

Peran-peran yang ada pada fungsi keterangan, antara lain:


a. Alat, yakni yang dipakai oleh mana, ke mana atau dari mana,
pelaku untuk menyelesaikan seperti terdapat pada klausa
perbuatan,seperti terdapat pada 1. Bajak laut itu datang dari Selat
klausa Malaka
1. Ibu memotong kue dengan pisau 2. Mereka berdagang di pinggir jalan
2. Adik menulis surat dengan pensil
c. Waktu, yakni yang menyatakan
b. Tempat, yakni yang menyatakan di
41

kapan terjadinya P,seperti terdapat 2. Kue itu terbuat dari gula dan
pada klausa kelapa
1. Minggu lalu dia datang
2. Sebelum makan kita harus cuci e. Kemungkinan atau keharusan,
tangan dulu yakni yang menyatakan mungkin,
harus, atau kepastian,seperti terdapat
d. Asal, bahan terjadinya S,seperti pada klausa
terdapat pada klausa 1. Barangkali hari akan hujan
1. Cincin itu terbuat dari perak 2. Pasti dia akan datang

2.1.3. Kategori Sintaksis


Kategori sintaksis adalah apa yang sering kita sebut “kelas kata”, seperti
nomina, verba, ajektiva, adposisi (artinya presposisi atau posposisi), dan lain
sebagainya. Ada banyak perbedaan di antara bahasa-bahasa di dunia dalam hal
jenis dan jumlah kelas kata atau kategori itu. kategori lazin ditentukan kata demi
kata. Misalnya kategori lazim: nomina: adverbial; ditentukan: verba; kata:
nomina; demi: preposisi; dan sekali lagi kata: nomina.
Untuk tujuan kita dalam bab ini, lebih tepat bila kekategoial ditentukan
menurut konstituen-konstituen klausa, entah itu berupa kata ataupun berupa frasa
(yaitu kelompok kata); dan entah konstituen itu berstatus argumen ataupun tidak
berstatus argumen.

2.2. Alat-alat Sintaksis

2.2.1. Urutan Kata


Urutan kata adalah letak atau posisi kaya yang satu dengan kata yang
lainnya dalam suatu kontruksi sintaksis. Penting adanya urutan kata ini karena
dapat menimbulkan perbedaan makna.

2.2.2. Bentuk Kata


Bentuk kata juga akan mempengaruhi perbedaan makna meskipun
perbedaannya sedikit. Prinsip dalam sintaksis juga berlaku. Umpamanya kata
42

melirik pada kalimat nenek melirik kakek kita ganti dengan bentuk dilirik,
sehingga maknanyapun akan berbeda.

2.2.3. Intonasi
Perbedan modus kalimat bahasa Indonesia tampaknya lebih ditentukan
oleh intonasinya daripada unsur segmentalnya. Biasanya hubungan antara S dan P
dipisah oleh sebuah jeda, sehingga kalau jeda tersebut diletakkan pada tempat
berbeda akan menyebabkan terjadinya perbedaan makna.

2.2.4. Konektor
Konektor bertugas untuk menghubungkan satu konstituen dengan
konstituen lainnya baik yang berada dalam kalimat itu sendiri maupaun di luar
kalimatnya. Konektor dapat berupa koordinatif (sederajat) maupun subordinatif
(tidak sederajat).

2.3. Satuan Sintaksis


Secara hirarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Wacana
Kalimat
Klausa
Frase
Kata

2.3.1. Kata
Secara gramatikal, kata mempunyai dua status, yaitu sebagai satuan
terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran
sintaksis. Kata bisa berkategori verba, nomina, dan ajektiva, atau bisa berbentuk
numeria, pronominal, persona, dan adverbial.
Kata-kata yang dapat mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam sebuah
klausa atau kalimat dapat pula menjadi konstituen dalam kalimat minor.
43

2.3.2. Frase
Frase dibentuk dari dua buah kata atau lebih; dan mengisi salah satu funsi
sintaksis. Semua fungsi klausa diisi oleh sebuah frase.
Dilihat dari hubungan kedua unsurnya dikenal adanya frase koordinatif
dan subordinatif. Frase koordinatif misalnya ayah ibu, kampong halaman, dan
lain sebagainya. Frase subordinatif contohnya makan minum, jual beli, hilir
mudik.
Dilihat dari keutuhannya sebagaai frase dikenal adanya frase eksosentrik
dan frase endosentrik. Yang dimaksud dengan frase eksosentrik adalag frase yang
hubungan kedua unsurnya sangat erat, sehingga kedua unsurnya ridak bisa
dipisahkan sebagai pengisi fungsi sintaksi. Misalnya frase di pasar, dari Medan,
atau Sang Saka. Sedangkan frase endosentrik dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya. Misalnya mobil dinas, sate kambing, dan ayam jantan.

2.3.3. Klausa
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di
bawah satuan kalimat, berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predaktif. Klausa
sangat berpotensi menjadi sebuah kalimat tunggal lengkap apabila diberi intonasi
final kepadanya.
Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategoria dan tipe kategori
predikatnya,
a. Klausa Nominal, yakni klausa yang predikatbnta berkategori nomina
b. Klasa Verbal, yakni klausa yang predikatnya berkategori verba.
c. Klausa Ajektifal, yakni klausa yang predikatnya berkategori ajektifa.
d. Klausa Preposisional, yakni klausa yang predikatrnya berkategori
preposisi
e. Klausa Numerial, yakni klausa yang predikatnta berkategori numerelia

2.3.4. Kalimat
Kalimat adalah satuan di atas klausa dan dibawah wacana yang terdiri dari
konstituen dasar dan intonasi final. Konstituen dasar kalimat adalah klausa.
44

Jenis kalimat
Penamaan jenis kalimat di bawah ini berdasarkan kriterianya.
a. Berdasarkan kategori klausanya, dibedakan adanya:
 Kalimat verbal, yakni kalimat yang predikatnya berupa verba.
 Kalimat ajektifal, yakni kalimat yang predikatnya berupa
ajektifa.
 Kalimat nominal, yakni kalimat yang predikatnya berupa
nomina.
 Kalimat preposisional, yakni kalimat yang predikatnya berupa
preposisional, hanya untuk bahasa ragam nonformal.
 Kalimat numerial, yakni kalimat yang predikatnya berupa
numeral, hanya untuk bahasa ragam nonformal.
 Kalimat adverbial, kalimat yang predikatnya berupa adevrbia
b. Berdasarkan jumlah klausanya, dibedakan adanya:
 Kalimat sederhana, kalimat yang dibangun oleh sebuah klausa.
 Kalimat bersisipan, yakni kalimat yang pada salah satu
fungsinya disisipkan sebuah klausa sebagai penjelas.
 Kalimat majemuk rapatan, yakni kalimat majemuk yang fungsi
klausanya dirapatkan karena substansinya yang sama.
 Kalimat majemuk setara, yakni kalimat yang terdiri dari dua
klasua dan memiliki kedudukan yang setara.
 Kalimat maejmuk bertingkat, yakni kalimat yang terdiri dari
dua klasua dan memiliki kedudukan yang tidak setara.
 Kalimat majemuk kompleks, yakni kalimat yang terdiri dari
tiga klausa atau lebih yang terdapat hubungan didalamnya.
c. Berdasarkan modusnya, dobedakan adanya:
 Kalimat berita (deklaratif), yakni kalimat yang berisi
pernyataan belaka.
 Kalimat tanya (interogratif), yakni kalimat yang berisi kalimat
tanya.
 Kalimat perintah (imperatif), yakni kalimat yang berisi kalimat
perintah, dan perlu diberikan reaksi berupa tindakan.
45

 Kalimat seruan (interjektif), yakni kalimat yang menyatakan


ungkapan perasaan.
 Kalimat harapan (optatif), yakni kalimat yang menyatakan
harapan atau keinginan.

2.3.5. Wacana
Wacana adalah satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis. Ada
kemungkinan wacana yang terdiri dari satu kalimat, ada juga yang lebih. Dalam
pembentukan sebuah wacana yang utuh, kalimat-kalimat yang ada dipadukan oleh
alat-alat pemadunya yang berupa unsur leksikal, unsur gramatikal, ataupun unsur
semantiknya.

BAB III
PENGGUNAAN KATA

3.1.Adverbia
Adverbia adalah kategori yang mendampingi nomina, verba, dan ajektifa
dalam pembentukan frase; atau dalam pembentukkan sebuah klausa. Tetapi ada
juga yang berupa bentuk turunan berafiks atau berkonfiks.
Kategori mana yang didampingi tergantung dari makna inheren yang dimiliki
oleh adverbial itu, sejauh ini ada adverbial yang menyatakan makna meliputi;
a. Adverbia Sangkalan adalah adverbial yang menyatakan ‘ingkar’ atau
‘menyangkal’ akan katgori yang didampinginya. Yang termasuk adverbial
ini adalah kata-kata bukan, tidak, tak tanpa, dan tiada. Contoh : saranmu
bukan tidak diterima, tetapi perlu dipertimbangkan dulu.
b. Adverbia Penjumlahan adalah adverbial yang menyatakan ‘banyak’ atau
‘kuantitas’ terhadap kategori yang didampingi. Yang termasuk adverbia ini
adalah kata – kata banyak, sedikit, beberapa, semua, seluruh, sejumlah,
separuh, setengah, kira-kira, sekitar, dan kurang lebih. Contoh : Semua
pengendara sepeda motor harus memakai helm
46

c. Adverbia Pembatasan adalah adverbial yang menyatakan ‘batas dari satu hal’.
Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata hanya, Cuma, saja, dan
belaka. Contoh : Yang harus dibawa hanya ini saja
d. Adverbia Derajat (Kualitas) adalah adverbial yang menyatakan tingkatan mutu
keadaan atau kegiatan. Yang termasuk adverbial ini adalah sangat, amat,
sekali, paling, lebih, cukup, kurang, agak, hampir, rada, maha, nian, dan
terlalu. Contoh : gedung itu besar amat.
e. Adverbia Kala adalah adverbial yang menyatakan waktu tindakan yang
dilakukan.
Yang termasuk adverbial ini adalah kata-kata sudah, telah, sedang, lagi,
tengah, akan, bakal, hendak, dan mau. Contoh : sebentar lagi dia akan
sembuh.
f. Adverbia Keselesaian (Aspek) adalah adverbial yang menyatakan tindakan atau
perbuatan (dalam fungsi predikat) apakah sudah selesai, belum selesai atau
sedang dilakukan. Yang termasuk adverbial ini adalah adverbial belum,
baru, mulai, sedang, lagi, tengah, masih, sudah, telah, sempat, dan pernah.
Contoh : Beliau sudah menandatangani surat itu.
g. Adverbia Kepastian adalah adverbial yang menyatakan tindakan atau keadaan
yang pasti terjadi maupun yang diragukan kejadiannya. Adverbial
kelompok ini adalah pasti, tentu, memang, agaknya, dan rupanya. Contoh :
hasilnya pasti bagus
h.Adverbial Menyungguhkan adalah adverbial yang menyatakan ‘kesungguhan’
atau ‘menguatkan’. Yang termasuk adverbial ini adalah adverbial
sesungguhnya, sebenarnya, sebetulnya, dan memang. Contoh : Umat Islam
wajib membayar zakat
i. Adverbia Keinginan adalah adverbial yang menyatakan ‘keinginan’. Yang
termasuk adverbia ini adalah ingin, mau, hendak, suka, dan segan. Contoh
: Kakek tidak suka merokok
j. Adverbial Frekuensi adalah adverbial yang menyatakan ‘berapa kali satu
tindakan atau perbuatan dilakukan atau terjadi’. Yang termasuk adverbia
frekuensi adalah sekali, sesekali, sekali-kali, sekali-sekali, jarang, kadang-
47

kadang, sering (seringkali), acap (acapkali), biasa, selalu, dan senantiasa.


Contoh : Listrik di sini jarang mati.
k.Adverbia Penambahan adalah adverbia yang menyatakan penambahan terhadap
kategori yang didampingi. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata
pula, juga, dan jua. Contoh : gadis itu bukan hanya ramah tetapi cantik
pula.
l. Adverbia Kesanggupan adalah adverbial yang digunakan untuk menyatakan
‘kesanggupan’. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata sanggup,
dapat, dan bisa. Contoh : Dia dapat berpikir dengan baik.
m. Adverbial Harapan adalah adverbial yang menyatakan ‘harapan’ akan
terjadinya sesuatu tindakan, hal, atau keadaan. Yang termasuk adverbia ini
adalah moga-moga, semoga, mudah-mudahan, hendaknya, sepatutnya,
sebaiknya, seyogianya, seharusnya, dan sepantasnya. Contoh : kita
sebaiknya berangkat sekarang

3.2.Konjungsi
Konjungsi adalah kategori yang menghubungkan kata dengan kata, klausa
dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat; bisa juga antara paragraf dengan
paragraf
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua buah
konstituen yang kedudukannya sederajat. Konjungsi ini dibedakan pula menjadi:
 Konjungsi Penjumlahan adalah konjungsi yang menghubungkan
menjumlahkan. Yang termasuk konjungsi ini adalah konjungsi dan, serta,
dan dengan. Contoh : Ibu dan ayah pergi ke pasar
 Konjungsi pemilihan adalah konjungsi yang menghubungkan memilih
salah satu konstituen yang dihubungkan. Contoh : mahal atau murah akan
kubeli rumah itu
 Konjungsi Pertentangan adalah konjungsi yang menghubungkan
mempertentangkan.konjungsi ini adalah kata tetapi, namun, sedangkan,
dan sebaliknya. Contoh : Sebuah bus Trans Jakarta meluncur dengan cepat
di jalurnya, sedangkan kendaraan lain terjebak dalam kemacetan luar
biasa.
48

 Konjungsi pembetulan atau peralatan adalah konjungsi yang


menghubungkan dan membetulkan atau meralat kedua konstituen yang
dihubungkan. Konjungsi ini adalah kata-kata melainkan, dan hanya.
Contoh : Kami bukan mengejek, melainkan mengatakan apa adanya.
 Konjungsi penegasan atau penguatan adalah konjungsi yang
menghubungkan menegaskan atau menguatkan. Yang termasuk konjungsi
ini adalah kata-kata bahkan, apalagi, lagipula, hanya, itupun, begitu juga,
dan demikian pula. Contoh : Hawa di daerah itu sangat sejuk. Apalagi
pada pagi hari
 Konjungsi pembatasan adalah konjungsi yang menghubungkan
membatasi. Konjungsi ini adalah kata kecuali, dan hanya. Contoh : Semua
bangunan hancur dilanda gempa, kecuali rumah beliau
 Konjungsi pengurutan adalah konjungsi yang digunakan untuk
menghubungkan klausa dengan klausa dalam urutan beberapa kejadian
atau peristiwa secara kronologis. Contoh : Setelah makan, kami mencuci
piring dan gelas-gelas kotor. Sesaat kemudian kami mendengar suara
ketukan di pintu depan.
 Konjungsi Penyamaan adalah konjungsi yang menghubungkan
menyamakan antara dua klausa atau anatara klausa dengan bagian klausa.
Konjungsi penyamaan ini adalah kata-kata adalah, ialah, yaitu, dan, yakni.
Contoh: Presiden pertama Republik Indonesia, yaitu Soekarno,
dimakamkan di Blitar.
 Konjungsi Penjelasan adalah konjungsi yang menghubungkan
menjelaskan, di mana klausa kedua berlaku sebagai penjelas dari keadaan,
peristiwa, atau hal pada klausa pertama. Contoh : Bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa disebutkan dalam mukaddim UUD ‘45
 Konjungsi penyimpulan adalah konjungsi yang menghubungkan
menyimpulkan. Termasuk konjungsi ini , antara lain, maka itu, jadi,
karena itu, oleh karena itu, sebab itu, oleh sebab itu, dengan demikian,
dan dengan begitu. Contoh Ibunya meninggal ketika dia berumur dua
tahun. Ayahnya meninggal ketika dia berusia empat tahun. Maka, sejak
kecil dia sudah yatim piatu.
49

 Konjungsi Penyebab adalah konjungsi yang menghubungkan menyatakan


sebab terjadinya keadaan atau peristiwa pada klausa utama. Termasuk
konjungsi penyebab ini adalah karena, sebab, dan lantaran. Contoh : Saya
berhenti sekolah karena ketiadaan biaya.
 Konjungsi Persyaratan adalah konjungsi yang menghubungkan
menyatakan syarat untuk keadaan atau peristiwa yang terjadi pada klausa
utama dalam sebuah kalimat majemuk subordinatif. Persyaratan ini adalah
kata-kata kalau, jika, jikalau, bila, bilamana, apabila, dan asal.
Contoh : Kami akan hadir kalau diberi undangan
 Konjungsi Tujuan adalah konjungsi yang menghubungkan menyatakan
tujuan dilakukannya tindakan pada klauasa pertama. Konjungsi ini adalah
kata-kata agar, supaya, guna, dan untuk.
Contoh : Agar tidak terjadi pencurian, penjagaan akan diperketat
 Konjungsi Penyungguhan adalah konjungsi untuk menghubungkan
menyungguhkan hal, peristiwa atau tindakan yang terjadi pada klausa
utama ada sebuah kalimat majemuk subordinatif. Konjungsi ini adalah
kata-kata meskipun (meski), biarpun, (biar), walaupun (walau), sekalipun,
sungguhpun, kendatipun, dan kalaupun
 Konjungsi Kesewaktuan adalah konjungsi untuk menghubungkan
menyatakan waktu antara dua buah peristiwa, atau tindakan; antara dua
buah klausa pada sebuah kalimat majemuk; atau antara dua kalimat dalam
sebuah paragraf. Konjungsi kesewaktuan yang menghubungkan dua buah
klausa adalah ketika, waktu, sewaktu, sedangkan konjungsi kesewaktuan
yang menghubungkan dua buah kalimat adalah konjungsi ketika itu, waktu
itu, saat itu dan sementara itu.
Contoh :Beliau sudah hadir sebelum kami tiba.
 Konjungsi Pengakibatan adalah konjungsi untuk menghubungkan
menyatakan akibat atas terjadinya kejadian, peristiwa, atau tindakan yang
terjadi pada klausa utama terhadap kejadian, peristiwa, atau keadaan yang
terjadi pada klausa bawahan. Konjungsi ini adalah sampai, hingga, dan
sehingga.
50

 Konjungsi Perbandingan adalah konjungsi untuk menghubungkan


menyatakan bahwa kejadian, peristiwa, atau keadaan yang terjadi pada
klausa utama sama atau mirip seperti yang terjadi pada klausa bawahan.
Konjungsi ini adalah kata-kata seperti, sebagai, laksana, dan seumpama
Contoh : dimakannya nasi itu dengan lahap seperti orang tiga hari belum
makan

3.3.Preposisi
Preposisi adalah kategori yang terletak di sebelah kiri nomina sehingga
terbentuk sebuah frase eksosentrik untuk mengisi fungsi keterangan dalam sebuah
klausa atau kalimat.
Preposisi ini dapat dibedakan atas preposisi yang menyatakan:
 Preposisi Tempat Berada menyatakan tempat terjadinya peristiwa,
tindakan, atau keadaan terjadi. Preposisi ini adalah kata-kata di, pada,
dalam, dan, antara. Contoh : Dia berada di depan pintu
 Preposisi Tempat Asal adalah preposisi yang menyatakan tempat
berasalnya nomina yang mengikuti Contoh : Beliau baru datang dari
Medan
 Preposisi Tempat Tujuan adalah preposisi yang menyatakan tempat yang
dituju dari perbuatan atau tindakan yang dilakukan. Contoh : Kalian
menuju ke tengah lapangan
 Preposisi Asal Bahan adalah preposisi yang menyatakan asal bahan
pembuat sesuatu. Contoh : Mejanya dari kayu jati pilihan
 Preposisi Asal Waktu adalah preposisi yang menyatakan waktu mulai
suatu kejadian, peristiwa, atau, tindakan. Preposisi ini adalah kata dari dan
sejak Contoh : Dari kemarin saya belum makan
 Preposisi Waktu Tertentu adalah preposisi yang menyatakan awal dan
akhir dari suatu kejadian, peristiwa, atau tindakan. Contoh : Balatentara
Dai Nipon menduduki Indonesia dari tahun 1941 sampai 1945
 Preposisi Perbandingan adalah preposisi yang menyatakan perbandingan
antara dua tindakan atau dua hal. Contoh : Belajar lebih baik dari pada
duduk melamun.
51

 Preposisi Pelaku adalah preposisi yang menyatakan pelaku perbuatan atau


tindakan yang disebutkan dalam predikat klausa.Contoh Oleh pemerintah
RUU itu diajukan kepada DPR
 Preposisi Alat adalah preposisi yang menyatakan alat untuk atau dalam
melakukan perbuatan atau tindakan yang dinyatakan oleh predikat klausa
yang bersangkutan. Contoh : Kami membantu dengan setulus hati
 Preposisi Hal adalah preposisi yang menyatakan hal yang akan disebutkan
dalam predikat klausanya. Hal yang ada adalah perihal, tentang, dan
mengenai. Contoh : Mereka berbicara tentang rencana pemilihan ketua RT
 Preposisi Pembatasan adalah preposisi yang menyatakan batas akhir dari
suatu tindakan, tempat, atau waktu yang disebutkan dalam predikat
klausanya. Preposisi Sampai, dan hingga. Contoh : Mereka belajar hingga
sore.
 Preposisi Tujuan adalah preposisi yang menyatakan tujuan atau maksud
dari perbuatan atau tindakannya yang disebutkan dalam predikat
klausanya. Contoh : Polisi berjaga di mana-mana supaya aman.

BAB IV
PENYUSUNAN FRASE

4.1. Frase
Frase adalah satuan sintaksis yang tersusun dari dua buah kata atau lebih,
yang di dalam klausa menduduki fungsi-fungsi sintaksis.
Frase Nominal (FN) adalah frase yang dapat mengisi fungsi subjek atau objek di
dalam klausa.
4.1.1 Frase Nominal Koordinatif adalah dua buah kata berkategori nomina yang
merupakan pasangan dari antonim relasional. Contoh : Ayah dan ibu

4.1.2 Frase Nominal Subordinatif dapat disusun dari nomina + nomina (N + N),
nomina + verba (N + V), NOMINA + AJEKTIFA (N + A), adverbia +
nomina (Adv + N), nomina + adverbia (N + Adv), nomina + numeralia (N
52

+ Num), Numeralia + nomina (Num + N), dan nomina + demonstratifa (N


+ Dem).
4.1.2.1 Frase Nomina Subordinatif yang berstruktur N + N memiliki makna
gramtikal
Gramatikal Milik Contoh : tongkat kakek
Gramatikal Bagian Contoh : tengah semester
Gramatikal Asal bahan Contoh : cincin emas
Gramatikal Asal tempat Contoh : jeruk bali
Gramatikal Campuran Contoh : roti keju
Gramatikal Hasil Contoh komputer korea
Gramatikal Jenis Contoh : pisau lipat
Gramatikal Jender atau Jenis Kelamin Contoh : atlet putera
Gramatikal Seperti atau Menyerupai Contoh kopi bubuk
Gramatikal Model Contoh celana jengki
Gramatikal Memakai atau menggunakan Contoh : rem angin
Gramatikal Peruntukan Contoh : obat mata
Gramatikal ada di Contoh kapal laut
Gramatikal Wadah atau Tempat Contoh : Tabung Gas
Gramatikal Letak atau Posisi Contoh : laci atas
Gramatikal Dilengkapi atau Mempunyai Contoh : rumah tingkat
Gramatikal Pelaku Contoh pemberian kakek
Gramatikal Alat Contoh : perang mulut

4.1.2.2 Frase Nomina Subordinatif yang berstruktur N + V memiliki makna


gramatikal tempat contoh ruang sidang.
Gramatikal Kegunaan Contoh : pintu masuk
Gramatikal Yang di Contoh : Ikan Pepes
Gramatikal Yang Biasa Melakukan Contoh : Tukang Pukul
Gramatikal Keadaan Contoh : radio antik
Gramatikal Derajat Contoh : sekolah dasar
Gramatikal Rasa atau Bau Contoh : obat pahit
Gramatikal Bentuk Contoh : paku payung
53

Gramatikal Ingkar Contoh : tiada uang


Gramatikal Jumlah Contoh : banyak uang
Gramatikal Batas atau Pembatasan Contoh : hanya air
Gramatikal Banyaknya Contoh : sepuluh rumah
Gramatikal Himpunan Contoh ketiga anak (itu)
Gramatikal Tingkat Contoh : anak kelima
Gramatikal Penentu Contoh : topi ini

4.2. Penyusunan Frase Verbal (FV)


Frase Verbal adalah frase yang mengisi atau menduduki fungsi predikat
pada sebuah klausa.

4.2.1 Frase Verbal Koordinatif (FVK)


Dua buah kata berkategori verbal yang merupakan anggota dari antonim
relasional, dan memiliki makna gramtikal menggabungkan sehingga di antara
keduanya dapat disisipkan kata dan Contoh jual beli.
Dua buah kata berkategori verba yang merupakan anggota dari satu medan
makna, contohnya: makan minum.

4.2.2 Penyusunan Frase Verbal Subordinatif (FVS)


Dapat disusun dari Adv + V, V+ Adv, V + N, dan V + A. FVS yang
berstruktur Adv + V memiliki makna gramatikal ingkar Contoh : tidak membayar
Gramatikal Frekuensi Contoh jarang mandi
Gramatikal Kuantitas Contoh sedikit bicara
Gramatikal Waktu Contoh lagi makan
Gramatikal Keinginan Contoh : ingin mandi
Gramatikal Keselesaian Contoh sedang bertemu
Gramatikal Keharusan Contoh harus pergi
Gramatikal Kepastian Contoh pasti hadir
Gramatikal Pembatasan Contoh Hanya Minum
Gramatikal Berulang Contoh makan lagi
Gramatikal Ikut Serta Contoh minum juga
54

4.3. Penyusunan Frase Ajektifal (FA)


Penyusunan Frase Ajektifal (FA) adalah frase yang mengisis atau
menduduki fungsi predikat dalam sebuah klausa ajektifal.

4.3.1. Penyusunan Frase Ajektifal Koordinatif (FAK) dua buah kata


berkategori ajektifal yang merupakan anggota dari antonym relasional dan
memiliki makna gramatikal pilihan Contoh baik buruk.
Gramatikal Sangat Contoh : cantik molek
Gramatikal Himpunan Contoh Gemuk Pendek

4.3.2 Penyususnan Frase Ajektifal Subordinatif (FAS) disusun dengan struktur


A + N, A + A, Adv + A, dan A + Adv.
Gramatikal Jenis Warna Contoh : merah terang
Gramatikal Untuk Contoh : malu bertanya
Gramatikal Ingkar Contoh : tidak malas
Gramatikal Derajat Contoh : lebih pandai
Gramatikal Sangat atau Tingkat Superlatif Contoh : indah sekali

BAB V
PENYUSUNAN KLAUSA

Klausa adalah satuan sintaksis yang bersifat predikatif. Artinya, di dalam


satuan atau kontruksi itu terdapat sebuah predikat, bila di dalam satuan tidak
terdapat predikat, maka satuan itu bukan sebuah klausa.
Kedudukan predikat sangat penting, sebab jenis dan kategori dari predikat
itulah yang menentukan hadirnya fungsi subjek (S), fungsi objek (O), fungsi
pelengkap dan sebagainya. Umpamanya subjek (S) yang berkomponen makna (+
manusia) dan sebuah objek (O) yang berkomponen makna (+ bacaan). Contoh:
 Pak Lurah membaca koran
55

Kemudian berdasarkan kategori yang mengisi fungsi P itu dapat dibedakan


adanya:
1. Klausa verbal 4. Klausa preposional
2. Klausa nominal 5. Klausa numerial
3. Klausa ajektifal

5.1. Penyusunan Klausa Verbal


Secara semantik ada tiga buah jenis verba, yaitu verba tindakan, verba
kejadian, dan verba keadaan. Dengan demikian dapat dibedakan pula tiga klausa
verbal, yaitu klausa verbal tindakan, klausa verbal kejadian, dan klausa verbal
keadaan.Kemudian klausa verba tindakan bisa dibedakan pula atas klausa verba
tindakan bersasaran tak berpelengkap, klausa tindakan berpelengkap, dan klausa
tindakan tak bersasaran.

5.1.1 Klausa Verba Tindakan Bersasaran Tak Berpelengkap


Klausa tindakan bersasaran tak berpelengkap dapat disusun dari sebuah
verba berkomponen makna (+ tindakan), dan (+ sasaran), sehingga klausanya
memiliki fungsi sintaksis S, P, dan O. Contoh:
Pak Lurah membaca koran
S P O
Secara tradisional verba dalam klausa tindakan bersusun tak berpelengkap itu
di sebut verba monotransitif.

5.1.2 Klausa Verbal Tindakan Bersasaran Berpelengkap


Klausa tindakan bersasaran berpelengkap dapan disusun dari sebuah verba
berkomponen makna (+ tindakan), (+ sasaran), dan (+ pelengkap); sehingga
klausa ini memiliki fungsi S, P, O, dan pel. Contoh:
Saya membukakan ayah pintu
S P pel. O
Secara tradisional verba dalam klausa tindakan bersasaran berpelengkap
disebut verba bitransitif. Verba jenis ini dalam bahasa Indonesia jumlahnya tidak
56

banyak verba ini berciri, pada sebuah verba yang sebenarnyasudah berstatus
transitif dibubuhi pula sufiks-kan atau sufiks-i.

5.1.3 Klausa Verbal Tindakan Tak Bersasaran


Klausa verbal tindakan tak bersasaran dapat disusun dari sebuah verba yang
memiliki komponen makna (+ tindakan), dan (+ sasaran); sehingga klausanya
memiliki fungsi S dan fungsi P. Dalam hal ini komponen makna yang dimiliki P
harus sejalan dengan komponen makna yang dimiliki S. Contoh:
 Anak- anak itu menari
 Anjing itu menggonggong
Secara tradisional verba tindakan tak bersasaran ini disebut verba intransitif.

5.1.4 Klausa Verbal Kejadian


Klausa verbal kejadian dapat disusun dari predikat verbal yang memiliki
komponen makna (+ kejadian). Dalam hal fungsi sintaksis yang wajib hadir
adalah fungsi S dan fungsi P. Fungsi S berupa nomina yang mengalami kejadian
seperti disebutkan dalam predikat. Contoh:
Kompor gas baru itu meledak
S P

5.1.5 Klausa Verba Keadaan


Klausa verbal keadaan dapat disusun dari predikat verbal yang memiliki
komponen makna (+ keadaan). Dalam hal ini fungsi sintaksis yang muncul
hanyalah fungsi S dan fungsi P. Fungsi S berupa nomina yang mengalami
keadaan seperti yang disebutkan oleh predikat. Contoh:
Kami malu dengan kejadian semalam
S P

5.2 Penyusunan Klausa Nominal


Klausa niminal hanya memiliki fungsi wajib S dan P. Klausa nominal ini
dapat disusun dari fungsi S yang berupa kata atau frase berkategori nomina dan P
57

yang berupa kata atau frase berkategori nomina. Klausa nominal antara lain, dapat
disusun kalau:
(1) Nomina yang mengisi fungsi S merupakan jenis (spesifik) dari nomina
pengisi pengisi fungsi P (generik). Contoh:
Anjing itu binatang
S P
(2) Nomina yang mengisi fungsi S mempunyai nama pada nomina pengisi P.
Contoh:
Petani itu Pak Ridwan
S P
(3) Nomina pengisi P adalah profesi (jabatan, pekerjaan,) bagi nomina pengisi
fungsi S. Contoh:
Ibunya dokter gigi di puskesmas itu
S P
(4) Nomina pengisi P adalah relasi bagi nomina pengisi fungsi S. Contoh:
Orang yang botak itu paman saya
S P
(5) Nomina pengisi S mempunyai ciri atau sifat khas yang disebutkan oleh
nomina pengisi fungsi S. Contoh:
Ubur-ubur binatang air
S P

5.3 Penyusunan Klausa Ajektifal


Klausa ajektifal memiliki fungsi wajib S dan P. Klausa ajektifal dapat disusun
dari fungsi S berkategori N dan fungsi P yang berkategori A.
(1) Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+ keadaan
fisik). Contoh:
Gadis itu tinggi sekali
S P
(2)Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+ sifat
batin) Contoh:
Mereka itu tidak jujur
58

S P
(3) Fungsi P yang berkategori ajektifal memiliki komponen makna (+
perasaan batin). Contoh:
Dia cemburu pada saya
S P

5.4 Penyusunan Klausa Preposisional


Klausa preposisional adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frase
preposisional. Contoh:
Ibu dan ayah ke pasar
S P

5.5 Penyusunan Klausa Numeral


Klausa numeral adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frase numeral. Contoh:
Gajinya dua juta sebulan
S P

5.6 Klausa Bebas dan Klausa Terikat


Klausa- klausa yang disusun di atas adalah klausa utuh dan bebas. Klausa
utuh artinya, fungsi- fungsi sintaksis yang dimilikinya adalah lengkap. Sebagai
klausa bebas, maka kalau diberi intonasi final akan menjadi kalimat bebas,
kalimat yang dapat berdiri sendiri, dan tidak terikat pada kalimat lain. Contoh:
 Saya akan datang kalau diundang
 Kalau diundang
Klausa” saya akan datang” unsur fungsinya lengkap, dan statusnya adalah
sebuah klausa bebas. Sebaliknya klausa “ kalau diundang” adalah sebuah klausa
yang tidak lengkap karena tidak memiliki fungsi subjek. Begitu juga statusnya
adalah sebuah klausa yang terikat,yakni terikat dengan kalusa “saya akan datang”.

BAB VI
PENYUSUNAN KALIMAT SEDERHANA DAN KALIMAT LUAS
59

6.1 Kalimat Sederhana


Kalimat sederhana adalah kalimat yang dibentuk dari sebuah klausa dasar
atau klausa sederhana, yaitu klausa yang fungsi-fungsi sintaksisnya hanya diisi
sebuah kata atau sebuah frase sederhana. Misalnya:
 Nenek membaca koran
 Kakek tidur di depan
Semua kalimat sederhana yang dibentuk dari klausa dasar adalah deklaratif
positif. Lalu berdasarkan klausanya dapat disusun kalimat dasar atau kalimat
sederhana yang berkategori.

6.1.1 Kalimat Verbal Monotransitif


Yakni kalimat yang predikatnya berupa verba yang memiliki komponen
makna (+ tidakan), dan (+ sasaran). Contoh:
Nenek membaca koran di kamar
S P O ket.

6.1.2 Kalimat Verba Bitransitif


Yakni kalimat yang predikatnya berupa verba yang memiliki komponen
makna (+ tindakan), (+ sasaran), dan (+ pelengkap). Contoh:
Nenek membelikan kakek sepatu baru
S P O pel.

6.1.3 Kalimat Verba Intransitif


Yakni kalimat yang predikatnya berupa verba yang memiliki komponen
makna (+ tindakan), (- sasaran). Contoh:
Anak- anak itu menari di aula
S P

6.1.4 Kalimat Nominal


Yakni kalimat yang predikatnya berkategori nomina, atau dibentuk dari
sebuah klausa nomina dan intonasi final. Contoh:
Orang itu petani
60

S P

6.1.5 Kalimat Ajektifal


Yakni kalimat yang predikatnya berkategori ajektifa, dibentuk dari sebuah
klausa ajektifal dan intonasi final. Contoh:
Siska cantik sekali
S P

6.1.6 Kalimat Preposisional


Yakni kalimat yang predikatnya berupa frase preposisional, atau dibentuk
dari sebuah klausa preposisional dan intonasi final. Contoh:
Guru kami dari Medan
S P

6.1.7 Kalimat Numeral


Yakni kalimat yang predikatnya berupa frase numeral, dibentuk dari
sebuah klausa numeral dan intonasi final. Contoh:
Gaji beliau lima juta sebulan
S P ket.

6.2 Kalimat luas


Kalimat luas dibagi menjadi 8 yaitu:

6.2.1 Kalimat Luas (1)


Disusun dengan cara memberi fungsi keterangan lebih dari sebuah pada
sebuah kalimat. Contoh:
Semalam dengan diam-diam nenek membaca komik di
kamar depan
Ket. Waktu ket. Cara S P O ket.
Tempat

6.2.2 Kalimat Luas (2)


61

Disusun dengan cara memberi keterangan tambahan pada fungsi subjek,


fungsi Objek, atau fungsi lainnya pada kalimat tersebut. Contoh:
Preman itu dengan brutal membunuh Mang Karta
seorang pedagang
S ket. Cara P O
ket.tambahan
gorengan di pasar klender
pd. O ket. Tempat

6.2.3 kalimat Luas (3)


Disusun dengan memberi keterangan aposisi pada fungsi subjek, objek,
atau fungsi lainnya kalimat itu. Kalimat luas (3) hampis sama dengan kalimat luas
(2). Bedanya, keterangan aposisi merupakan maujud yang sama dengan fungsi
yang diterangkannya; sedangkan keterangan tambahan pada kalimat luas (2) tidak
sama. Contoh:

fauzi Bowo gebernur DKI Jakarta periode 2007-2011


berjanji
S ket. Aposisi
P
akan mengatasi bencana banjir
pelengkap

6.2.4 Kalimat Luas (4)


Disusun dengan cara menyisipkan sebuah klausa pada klausa lain. Klausa
yang disisipkan disebut klausa sisipan, dan klausa yang tersisipi disebut klausa
utama.contoh:
 Orang yang sedang antre minyak tanah itu bukan kakan saya.
Kalimat itu berasal dari:
Klausa utama : Orang itu bukan kakak saya
Klausa sisipan : Orang itu sedang antre minyak tanah
62

Proses penyusunannya : klausa sisipan disisipkan pada klausa utama


diantara subjek dan predikat dengan bantuan konjugasi yang

6.2.5 Kalimat Luas (5)


Disusun dengan jaln menyatukan fungsi- fungsi yang sama dari dua buah
klausa atau lebih. Yang disatukan itu bisa fungsi S, fungsi P, fungsi O, atau juga
bisa fungsi Ket (keterangan). Lalu bagian yang lain dihubungkan dengan sebuah
konjungsi sesuai dengan hubungan yang diperlukan. Kalimat luas (5) ini lazim
disebut dengan kalimat majemuk rapatan. Contoh:
 Ayah makan nasi goreng lalu minun teh botol
Kalimat tersebut berasal dari dua buah kalusa, yaitu:
Klausa 1 : Ayah makan nasi goreng
Klausa 2 : Ayah minum teh botol
Yang digabungkan dengan menggunakan konjungsi lalu yang menyatakan
tindakan urutan.

6.2.6 Kalimat Luas (6)


Kalimat luas (6) dalam tata bahasa tradisional disebut kalimat majemuk
setara atau kalimat majemuk koordinatif. Kalimat ini dibentuk dari dua buah
kalusa atau lebih yang mempunyai kedudukan setara atau setingkat, biasanya
dihubungkan dengan sebuah konjungsi koordinatif.

6.2.7 Kalimat Luas (7)


Kalimat luas (7) dalam tata bahasa tradisional disebut kalimat majemuk
bertingkat, atau kalimat majemuk subordinatif. Disebut bertingkat karena
kedudukan kedua klausanya tidak sama. Ada klausa yang kedudukannya lebih
tinggi yang disebut klausa atasan atau klausa utama, dan ada klausa yang
kedudukannya lebih rendah yang lazim disebut klausa bawahan. Klausa utama
adalah klausa bebas; dan klausa bawahan adalah klausa terikat. kalimat.

6.2.8 Kalimat Luas (8)


63

Kalimat luas (8) ini dalam tata bahasa tradisional tidak dikenal; tetapi
dalam bahasa struktural dikenal dan lazim disebut nama kalimat majemuk
kompleks. Kalimat lus (8) ini dibentuk dari tiga buah klausa atau lebih, dimana
didalamnya terdapat klausa yang dihubungkan secara koordinatif dan ada juga
yang secara subordinatif. Contoh:
 Orang itu meminta tolong kepada saya, tetapi saya tidak mau
menolongnya karena dia pernah menipu saya
Kalimat tersebut terdiri dari tiga buah klausa, yaitu:
Klausa I : Orang itu meminta tolong kepada saya
Klausa II : Saya tidak mau menolongnya
Klausa III : Dia pernah menipu saya
Klausa I dan klausa II yang sama- sma merupakan klausa bebas, dihubungkan
secara koordinatif dengan bantuan konjungsi koordinatif tetapi. Lalu, klausa II
dan klausa III dihubungkan secara subordinatif dengan bantuan konjungsi
subordinatif karena.

BAB VII
PENYUSUNAN KALIMAT DEKLARATIF, INTEROGATIF, IMPERATIF,
DAN INTERJEKTIF

7.1 Kalimat Deklaratif


(Abdul Chaer 2009: 187) Kalimat Deklatratif adalah kalimat yang isinya
menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang lain. Kalimat Deklaratif
ini tidak memerlukan jawaban baik secara lisan maupun dengan tindakan. Namun,
bisa saja diberikan komentar oleh pendengar bila dianggap perlu.
Kalimat Deklaratif ini tersusun oleh klausa, yang terdiri dari dua klausa
atau lebih, atau dalam bentuk kalimat sederhana, kalimat rapatan, kalimat luas
setara, kalimat luas bertingkat maupun kalimat luas kompleks. Sesuai dengan
besarnya atau luasnya isi pernyataan yang ingin disampaikan. Kemudian juga bisa
dalam bentuk kalimat positif maupun kalimat negative, kalimat aktif maupun
kalimat pasif. Kalimat Deklaratif diucapkan oleh seseorang kepada orang lain
untuk menyatakan sesuatu.
64

Contoh:
- KPK akan memeriksa anggota DPR itu yang diduga kuat menerima aliran
dana BLBI.
- Tindak kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan
memunculkan masalah-masalah baru.
- Ternyata proyek pelebaran jalan dan pembangunan jalan laying belum bisa
menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas.
Dilihat dari maksud penggunaanya, kalimat deklaratif ini dapat dibedakan atas
kalimat yang:
a. Hanya untuk menyampaikan informasi factual berkenaan dengan alam
sekitar atau pengalaman penutur. Contoh: Bapak dosen kami masih muda
b. Untuk menyatakan keputusan atau penilaian. Contoh: Kami menyatakan
terdakwa tidak bersalah
c. Untuk menyatakan perjanjian, peringatan, nasihat, dan sebagainya.
Contoh: Kami harap anda mau menerima keputusan ini
d. Untuk menyatakan ucapan selamat atas suatu keberhasilan atau ucapan
prihatin atas suatu kemalangan. Contoh: Saya mengucapkan selamat atas
keberhasilan Anda mencapai gelar profesor
e. Untuk memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang.
Contoh: Saya jelaskan kepada Anda bahwa dia tidak bersalah

Catatan:
Di dalam kajian sosiolinguistik kalimat deklaratif ada kemungkinan
memiliki makna lokusi, Misalnya, kalimat deklaratif “Bu sudah hamper pukul
tujuh” yang diucapkan oleh seorang suami di pagi hari kepada istrinya. Secara
lokusi, kalimat itu berisi makna pemberitahuan tentang waktu, secara ilokusi
seperti yang dipahami oleh istri bermakna ‘pemberitahuan bahwa suami akan
segera berangkat kerja’, dan secara perlokusi, seperti yang dimaui suami,
bermakna pemberitahuan bahwa suami akan segera berangkat, dan meminta
agar sarapan disediakan.

7.2 Kalimat Interogatif


65

(Abdul Chaer 2009: 189) Kalimat Interogatif adalah kalimat yang


mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Jawaban ini dapat berupa
pengakuan, keterangan, alas an atau pendapat dari pihak pendengar atau pembaca.
Misalnya: Siapa namamu?

Dilihat dari reaksi jawaban yang diberikan dibedakan adanya:


a. Kalimat Interogatif yang meminta pengakuan jawaban “ya” atau “tidak”,
“ya” atau “bukan”.
b. Kalimat interogatif yang meminta keterangan mengenai salah satu unsur
(fungsi) kalimat.
c. Kalimat interogatif yang meminta alasan.
d. Kalimat interogatif yang meminta pendapat atau buah pikiran orang lain.
e. Kalimat interogatif yang menyuguhkan.

7.2.1 Kalimat interogatif yang meminta pengakuan jawaban “ya” atau


“tidak”, “ya” atau “bukan”
Kalimat tersebut dapat dibentuk dengan cara:
1. Memberi intonasi Tanya pada sebuah klausa (kalimat), dalam bahasa tulis
intonasi tanya ini dilambangkan dengan tanda tanya(?). contoh: Pejabat itu
ditahan KPK?

Kalimat jawaban untuk kalimat interogatif ini dapat dibuat dalam


bentuk singkat, tetapi dapat juga dalam bentuk lengkap. Misalnya
jawaqban untuk kalimat interogatif di atas.
- Ya!
- Ya, pejabat itu ditahan KPK

2. Memberi kata tanya apakah di muka sebuah klausa (kalimat).


Contoh: Apakah pejabat itu ditahan KPK?

Kalimat jawabannya sama dengan yang di atas.


66

3. Memberi partikel tanya kah pada bagian kalimat yang ingin ditanyakan.
Dalam hal ini bagian kalimat yang diberi partikel kah itu lazim
ditempatkan pada awal kalimat. Contoh: Ditahan KPK-kah pejabat itu?

7.2.2 Kalimat Interogatif yang Meminta Jawaban Mengenai Salah Satu


Unsur Kalimat Dibentuk dengan Bantuan Kata Tanya (Apa, Siapa, Mana,
Berapa, dan Kapan) Sesuai dengan Bagian Mana dari Kalimat yang
Ditanyakan
Berikut ini diberikan contoh:
1. Untuk menanyakan benda digunakan kata tanya apa. Contoh:
- Apa isi peti itu?
(Jawab : buku
atau : isi peti itu adalah buku)
2. Untuk menanyakan orang atau yang diorangkan digunakan kata tanya
siapa. Contoh:
- Siapa nama gadis itu?
(Jawab : Siska
atau : nama gadis itu adalah Siska)
3. Untuk menanyakan keberadaan benda (termasuk orang) digunakan kata
tanya mana. Contoh:
- Mana Pak Lurah?
(Jawab : ada di ruang kerjanya)
Catatan:
keberadaan tempat, tempat kedatangan, dan tempat tujuan dengan lebih
tepat di muka kata mana ditempatkan preposisi di, ke, dan dari.
4. Untuk menanyakan jumlah atau banyaknya sesuatu digunakan kata tanya
berapa. Contoh:
- Berapa harganya?
(Jawab : dua juta rupiah
atau : harganya dua juta rupiah)
5. Untuk menanyakan waktu digunakan kata tanya kapan atau bila. Contoh:
- Kapan kamu akan menikah?
67

(Jawab : bulan depan


atau : saya akan menikah bulan depan)
- Bila dia mau datang?
(Jawab : minggu depan
atau : dia mau dating minggu depan)

Catatan:
Untuk menanyakan permulaan terjadinya sesuatu harus digunakan kata
tanya sejak kapan, dan untuk menanyakan batas akhir akan terjadinya sesuatu
harus digunakan kata tanya sampai kapan.

7.2.3 Kalimat interogatif yang meminta jawaban berupa ‘alasan’ dibentuk


dengan bantuan kata tanya mengapa atau kenapa
Contoh:
- Mengapa kamu sering terlambat?
(Jawab : karena rumah saya jauh
atau : karena sukar mencari kendaraan)

7.2.4 Kalimat interogatif yang meminta jawaban berupa pendapat (mengenai


hal yang ditanyakan) dibentuk dengan bantuan kata tanya bagaimana
Contoh:
- Bagaimana cara mengangkut batu sebesar ini?
(Jawab : ditarik beramai-ramai
atau : dengan bantuan mesin katrol)
Catatan:
Acapkali sebelum memberi pernyataan, kita terlebih dahulu harus
menjelaskan apa yang akan ditanyakan. Hal seperti ini bisa saja dilakukan.
Contoh:
- Dulu dia pernah menipu kita, kalau sekarang dia menipu lagi, bagaimana?
(Jawab : kita laporkan kepada yang berwajib
atau : tidak usah kita temani lagi)
68

7.2.5 Kalimat interogatif yang menyungguhkan, sebenarnya mengharapkan


jawaban untuk menguatkan yang ditanyakan. Oleh karena itu, jawaban
yang diharapkan adalah “ya” atau “betul”, meskipun secara eksplisit kata
“ya” atau “betul” itu tidak diucapkan
Kalimat interogatif ini dibentuk dari sebuah pernyataan diikuti dengan kata
“bukan” dan disertai dengan intonasi tanya. Contoh:
- Anda bersal dari papua, bukan?
- Saudara dari Jakarta, bukan?
Meskipun penanya bermaksud meminta jawaban yang menyuguhkan atau
membenarkan, ada kalanya jawaban yang didapat tidak seperti yang diharapkan.
Misalnya, pernyataan:
- Anda berasal dari Madura, bukan?
Jawabannya mungkin:
- Bukan, saya dari Papua.
Lalu, untuk pernyataan:
- Kamu sudah punya anak, bukan?
Jawabanya mungkin:
- Jangankan punya anak, nikah saja belum
Namun, kalau kalimat interogatif itu dimulai dengan kata bukankah.
Jawabanya menjadi “ya” atau “tidak”, atau “ya” atau “bukan”.
Contoh:
- Bukankah Anda berasal dari papua?
(Jawab : ya, benar
atau : bukan, saya dari Ambon)
Catatan:
Selain untuk meminta jawaban, kalimat interogatif dapat juga digunakan
untuk keperluan lain. Misalnya:
(1) Untuk menyuruh atau memerintah secara halus. Contoh:
- Dapatkah Anda menunjukkan kartu identitas Anda?
- Apakah tidak sebaiknya kamu menunggu dulu di luar?
Contoh:
- Bukankah Anda berasal dari Surabaya?
69

(Jawab : ya, benar


atau : bukan, saya dari Sidoarjo)
Catatan:
Selain untuk meminta jawaban, kalimat interogatif dapat juga digunakan
untuk keperluan lain. Misalnya:
1. Untuk menegaskan. Di sini diandaikan orang yang ditanya sudah
mengetahui jawabannya sehingga dia tidak perlu menjawab lagi, atau
orang yang ditanya diandaikan tidak akan menjawab karena segan atau
takut kepada yang bertanya.
Contoh:
- Apakah ancaman bahaya narkoba itu harus dibiarkan saja?
- Benarkah imperialisme itu harus kita diamkan saja?

7.3 Kalimat Imperatif


(Abdul Chaer 2009: 197) Kalimat imperatif adalah kalimat yang meminta
pendengar atau pembaca melalukan suatu tindakan. Kalimat imperatif ini dapat
berupa kalimat perintah, kalimat himbauan, dan kalimat larangan.

7.3.1 Kalimat Perintah


Kalimat perintah mengaharapkan adanya reaksi berupa tindakan
fisik.menurut sifatnya dapat dibedakan adanya kalimat perintah yang tegas, yang
biasa, dan yang halus.
(1) Kalimat perintah yang tegas dibntuk dari sebuah klausa tidak lengkap,
biasanya hanya berupa verba dasar, disertai dengan intonasi kalimat
perintah. Dalam Bahasa menulis intonasi ini diganti tanda seru (!). Contoh:
- Bersihkan!
- Tembak!
- Tulis!
Di sini verba itu dapat pula dilengkapi dengan objek atau
keterangan. Misalnya kalimat imperatif di atas menjadi:
- Bersihkan ruangan ini!
- Tempak kakinya!
70

- Tulis namamu di sini!


Dalam situasi yang sudah diketahui akan apa yang harus dilakukan
oleh pendengar, maka kalimat imperatif itu dapat berupa hanya menyebut
nama orang yang diperintah. Misalnya, situasi ketika berlangsung
pelajaran membaca, maka kalau guru mau menyuruh murid yang bernama
Udin untuk membaca, maka kalimat perintah dapat berupa: - Udin!
(2) Kalimat imperatif yang biasa dibentuk dari sebuah klausa berpredikat
verbayang diberi partikel lah, serta dengan menanggalkan subjeknya.
Contoh:
- Jagalah kebersihan!
- Bayarlah dengan uang pas!
Kalau orang yang diperintah itu tertentu, maka subjek pada kalimat
tersebut harus ditampilkan. Misalnya:
- Ali, jagalah kebersihan!
- Gigih, rapikan dulu meja tulis itu!
(3) Kalimat imperatif yang halus, sopan, dibentuk dengan menggunakan kata-
kata tertentu yang menunjukkan tingkat kesopanannya. Kata tersebut
adalah mohon, harap, tolong, minta, silahkan, sebaiknya, dan hendaknya.
Contoh:
- Mohon antri terlebih dahulu
- Kami harap Anda bias membantu perusahaan kami
- Tolong sampaikan surat ini kepada Bapak ya
- Saya minta agar saudara segera meninggalkan tempat ini
- Silahkan mencicipi hidangan yang ala kadarnya ini
- Sebaiknya Anda menunggu sebentar di sini
- Hendaknya saudara berhati-hati kalau bicara di sini
Catatan:
Cara lain untuk memerintah dengan halus adalah dengan menggunakan
kalimat imperatif. Contoh:
- Dapatkah Anda menunggu sebentar di sini?
- Apakah tidak sebaiknya kita berangkat sekarang?
71

7.3.2 Kalimat Larangan


Kalimat larangan mengharapkan jawaban berupa tidak melakukan sesuatu
yang disebutkan dalam kalimat itu. Dalam kalimat larangan ini digunakan kata-
kata pencegahan, seperti kata jangan, dilarang, tidak boleh, dan gabungan kata
sebaiknya….tidak, sebaiknya….jangan, hendaknya….tidak, dan mohon….tidak.
sama halnya dengan kalimat perintah, kalimat larangan ada yang tegas, yang
biasa, dan yang halus atau sopan.
(1) Kalimat larangan yang tegas dibentuk dari sebuah klausa, yang diawali
dengan kata dilarang, dan biasanya dengan menanggalkan subjek klausa
tersebut. Contoh:
- Dilarang parker!
- Dilarang merokok!
Untuk menegaskan lagi larangan itu biasanya ditambah dengan kata keras.
Lihat contoh berikut:
- Dilarang keras parker di sini!
- Dilarang keras jalan di sini!
(2) Kalimat larangan yang biasa dibentuk dari sebuah klausa yang diawali
dengan kata jangan atau tidak boleh. Kalau larangan itu bersifat langsung
ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang, maka subjek dalam
kalimat itu bersifat tidak boleh ditanggalkan, akan tetapi kalau larangan itu
bersifat tidak langsung ditujukan kepada seseorang, maka subjek perlu
ditanggalkan. Contoh:
Langsung
- Kamu tidak boleh duduk di sini!
- Kalian jangan pergi dulu!
Tidak langsung
- Jangan berdiri di pintu!
- Jangan dipegang
(3) Kalimat larangan yang bersifat halus dibentuk dari sebuah klausa diawali
dengan kata-kata sebaiknya, hendaknya, mohon, dan sebagainya disertai
kata tidak atau jangan. Coba simak contoh berikut:
- Sebaiknya kamu tidak duduk di sini
72

- Hendaknya Anda jangan melupakan jasa orang itu

7.4 Kalimat Interjektif


(Abdul Chaer 2009: 199) Kalimat interjektif adalah kalimat untuk
menyatakan emosi, seperti karena kagum, kaget, terkejut, takjub, heran, marah,
sedih, gemas, dan sebagainya. Kalimat interjeksi disusun dari sebuah klausa
diawali dengan kata seru, seperti wah, nah, aduh, ah, hah, alangkah, dan
sebagainya. Contoh:
- “Wah, mahal sekali!” Kata ibu karena terkejut
- “Aduh, sakitnya bukan main!” keluh anak itu
Catatan:
Kata seru seperti ayo dan mari biasanya juga digunakan dalam kalimat
ajakan. Misalnya:
- Ayo, kita tinggalkan tempat ini
- Mari kita berangkat sekolah

BAB VIII
PENYUSUNAN KALIMAT PASIF, KALIMAT NEGATIF, DAN
KALIMAT TAK LANGSUNG

8.1 Kalimat Pasif


Istilah kalimat pasif lazim didikotomikan dengan istilah kalimat aktif,
karena lazim dibicarakan bahwa kalimat pasif itu dibentuk dari kalimat aktif.
Namun, tidak semua kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif.
Kalimat aktif yang dapat diubah menjadi kalimat pasif adalah kalimat aktif
yang fungsi predikatnya diisi oleh verba transitif, yaitu secara formal klausa atau
kalimat yang yang predikatnya berupa verba transitif ini akan diikuti oleh sebuah
objek, yang berperan sebagai sasaran maupun sebagai hasil tindakan. Verba
transitif ini secara morvologi ditandai dengan adanya prefiks me- inflektif. Lihat
kalimat di bawah ini:
- Nenek membaca komik
S P O
73

Keterangan:
Nenek = subjek, nomina, pelaku
Membaca = predikat, verba transitif, tindakan
Komik = objek, nomina, sasaran
Dalam keterangan di atas komik adalah sebagai objek, dan berperan
sebagai sasaran tindakan membaca.

8.2 Kalimat Negatif


Istilah kalimat negatif biasanya didikotomikan dengan istilah kalimat
positif. Semua kalimat dasar, yang dibuat dari klausa dasar, adalah kalimat positif.
Jadi, kalimat negatif dibentuk dari kalimat (klausa) positif dengan cara
menambahkan kata-kata negasi atau kata sangkalan ke dalam klausa (kalimat)
dasar itu.
Kata-kata sangkalan atau kata-kata untuk membentuk kalimat negatif dari
kalimat positif adalah kata tidak atau tak, bukan, tiada, dan tanpa. Secara umum
kata tidak atau tak digunakan dalam membentuk kalimat verbal negative dan
kalimat ajektifal negatif. Sedangkan kata bukan untuk menegatifkan kalimat
nominal, kata tiada dan tanpa digunakan untuk menegatifkan kalimat atau bagian
kalimat verbal, ajektifal, dan juga nominal.

8.2.1 Kalimat Negatif dengan Kata Penyangkal Tidak


(1) Kata penyangkal tidak(bentuk singkatnya tak) digunakan untuk menyangkal
atau menindak tindakan, perbuatan, atau kejadian. Contoh:
- Mereka tidak dating
- Mereka tidak boleh dating
- Mereka mungkin tidak jatuh

8.2.2 Kalimat Negatif dengan Kata Penyangkal Bukan


(1) Kata penyangkal bukan digunakan untuk menyangkal keberadaan maujud
nomina. Contoh:
- Dia bukan kakak saya
- Suaminya bukan asli Surabaya
74

- Bukan saya yang mengambil buku itu


Catatan:
Kata penyangkal bukan dapat juga diikuti kata penyangkal tidak dalam
sebuah kalimat verbal negatif. Contoh:
- Persoalan itu memang sukar, tetapi bukan tidak dapat diselesaikan
- Saya bukan tidak mengerti, hanya minta penjelasan lebih rinci

8.2.3 Kalimat Negatif dengan Kata Penyangkal Tanpa


Kalimat penyangkal tanpa memiliki makna ‘tidak dengan’ dapat
digunakan untuk menyangkal tindakan dan juga menyangkal maujud dalam
sebuah kalimat negatif. Contoh:
- Tanpa dibacanya dulu surat itu langsung dirobeknya
- Tanpa menoleh ke kiri dank e kanan dia segera menyeberang jalan
-
8.2.4 Kalimat Negatif dengan Kata Penyangkal Tiada
Kata penyangkal tiada memiliki makna ‘tidak ada’, dapat digunakan untuk
menyangkal tindakan atau perbuatan dan juga menyangkal maujud dalam sebuah
kalimat negatif. Contoh:
- Dia lewat saja di depanku, tiada menoleh sedikit pun
- Beliau tiada memperhatikan kehadiran kami

8.3 Kalimat Tak Langsung


Kalimat tak langsung lazim didikotomikan dengan kalimat langsung,
sebab kalimat tak langsung ini adalah ubahan dari kalimat langsung. Masalah ini
lazim dibicarakan dalam pendidikan formal, dan dalam praktik berbahasa pun
lazim digunakam.
Kalimat langsung adalah kalimat yang langsung diucapkan oleh seorang
pembicara. Misalnya:
- Presiden berkata, “Korupsi harus diberantas sampai tuntas!”
Ujaran “Korupsi harus diberantas sampai tuntas” adalah ucapan langsung
presiden. Kalau kalimat itu dijadikan kalimat tak langsung strukturnya
menjadi sebagai berikut:
75

- Presiden berkata, bahwa korupsi harus diberantas sampai tuntas.


Dalam tata tulis presiden ucapan langsung presiden itu ditulis di antara dua
tanda petik; sedangkan dalam kalimat tak langsung tidak.

8.3.1 Kalimat Tak Langsung Bermodus Deklaratif


Kalimat deklaratif adalah kalimat yang berisi pernyataan dari seseorang
mengenai fakta-fakta di sekitarnya. Kalimat deklaratif ini tentu saja diberikan
dalam kalimat langsung. Contoh:
- Siska berkata, “Sekarang saya sudah bekerja.”
Lalu, kalau kalimat itu dijadikan kalimat tidak langsung, maka strukturnya
menjadi:
- Siska berkata, bahwa sekarang dia sudah bekerja.
-
8.3.2 Kalimat Tak Langsung Bermodus Interogatif
Kalimat interogatif adalah kalimat yang diucapkan seseorang untuk
mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya kepada orang yang ditanya. Orang
yang ditanya diharapkan dapat memberikan jawaban secara lisan. Kalimat
interogatif ini tentu dinyatakan dalam bentuk kalimat langsung. Contoh:
- Kepala sekolah bertanya kepada saya, “Mengapa kamu belum membayar
SPP?”
Kalimat tak langsungnya
- Kepala sekolah bertanya kepada saya, mengapa saya belum membayar
uang SPP.
Catatan:
Kalimat tak langsung bermodus interogatif tidak diakhiri dengan intonasi
Tanya; dan dalam Bahasa tertulis tidak diberi tanda Tanya (?).

8.3.3 Kalimat Tak Langsung Bermodus Imperatif


Kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi perintah atau berisi larangan
yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh orang yang mendengarnya.
Kalimat imperatif ini tentu diujarkan secara langsung. Misalnya:
- Kata ibu kepada Ali, “Ali tolong ambilkan ibu air minum!”
76

- Kata ibu guru kepada kami, “Bersihkan ruangan ini sekarang juga!”
-
8.3.4 Kalimat Tak Langsung Bermodus Interjektif
Kalimat interjektif adalah kalimat yang berisi seruan berkenaan dengan
emosi pengujar, misalkan berkenaan dengan rasa kagum, terkejut, heran, sedih,
dan marah. Misalnya:
- Siska tiba-tiba mengeluh, “Aduh, kepalaku sakit sekali!”
- Ketika melihat Monas nenek tua itu berteriak, “Wah, tinggi sekali Monas
itu!”
- Petani itu mengeluh, bahwa alangkah susahnya hidup sekarang ini.

BAB IX
PEMFOKUSAN MAKNA KALIMAT

Fokus kalimat merupakan upaya penonjolan, penegasan, pementingan,


penekanan, atau pengkonsentrasian pada salah satu unsur atau bagian kalimat
yang dipentingkan. Pemfokusan dalam kalimat meliputi intonasi, partikel, kata
keterangan, konjungsi penegas, permutasi, dan kontras makna.
a. Fokus dengan intonasi
Pemfokusan dengan intonasi dalam bahasa lisan karena intonasi akan
dapat didengar.
Contoh:
Kakek membaca komik di kamar.
jika tekanan tersebut diberikan kepada kakek, maka kalimat tersebut yang
membaca komik adalah kakek, bukan orang lain.

b. Fokus dengan partikel


- partikel yang ditempatkan pada subjek dan predikat dalam sebuah
kalimat.
contoh: Putri yang datang tadi pagi. Maknanya lebih terfokus pada
kata Putri, daripada kalimat “Siska datang tadi pagi”.
77

c. Fokus dengan kata keterangan


kata keterangan yang dapat digunakan untuk pemfokusan makna kalimat
ialah kata memang, sebenarnya, sebetulnya, dan sesungguhnya.
contoh: Memang dia belum tahu apa-apa.
(fokus makna pada keseluruhan kalimat).
Dia memang belum tahu apa-apa.
(Fokus makna pada subjek dia).

d. Fokus dengan konjungsi penegas


Konjungsi penegas yang dapat digunakan dalam pemfokusan
makna kalimat ialah kata bahkan, apalagi, dan lagipula.
Contoh: Kikir dan pelitnya bukan main; bahkan untuk makan sendiripun
dia enggan mengeluarkan uang.

e. Fokus makna dengan permutasi


Fokus makna dengan permutasi yang dimaksud adalah
memindahkan unsur kalimat ke posisi depan karena unsur tersebut ingin
difokuskan maknanya. Susunan kalimat yang biasanya adalah S (subjek) –
P (predikat) – O (objek) – K (keterangan). Nah, dalam permutasi unsur
kalimat atau fungsi kalimat yang ingin difokuskan maknanya dipindahkan
ke posisi awal kalimat.

BAB X
KALIMAT DALAM WACANA

1. Wacana
Satuan bahasa yang terdiri dari sebuah kaliamt atau beberapa kalimat yang
menyatakan satu pesan atau satu amanat yang utuh, atau sering disebut juga
diskursus. Sebuah wacana sebagai satuan terbesar dalam kajian sintaksis dapat
berupa satu kalimat, seperti ungkapan. Namun lazimnya sebuah wacana terdiri
dari beberapa atau sejumlah kalimat. satuan wacana terkecil yang dibangun oleh
78

sejumlah kalimat adalah sebuah paragraf. Maka, yang disebut dengan wacana
disini adalah yang memiliki satuan paragraf.
Setiap paragraf memiliki sebuah pikiran pokok, dan sejumlah pikiran
penjelas mengenai pikiran pokok itu. Pikiran pokok itu direalisasikan dalam
sebuah kalimat utama, yang selalu berwujud kalimat bebas. Sedangkan pikiran
penjelas direalisasikan dalam kalimat-kalimat penjelas, yang wujudnya berupa
kalimat terikat.

2. Sarana Pengaitan Kalimat


Pengaitan sebuah kalimat dengan kalimat lain di dalam sebuah wacana
(paragraf) dapat dilakukan dengan melalui sarana atau alat: (1) konjungsi; (2)
penunjukan; (3) kata ganti; (4) perapatan; (5) padanan kata; (6) lawan kata; (7)
hiponimi; (8) kesamaan tema; dan (9) kesejajaran.

(1) Konjungsi
Konjungsi merupakan penghubung kalimat yang satu dengan kalimat yang
lainnya dalam sebuah klausa.
a) konjungsi yang menyatakan simpulan, yaitu konjungsi jadi, maka (makanya)
kalau begitu, dengan demikian, dan begitulah.
Contoh:
Bulan lalu Rita meminjam uang saya Rp. 57.000,- sekarang meminjam
lagi Rp. 13.000,- jadi hutangmu semua berjumlah Rp. 70.000,-.

b) Konjungsi yang menyatakan sebab atau alasan. Kata-kata yang sering


digunakan adalah sebab itu, karena itu, oleh karena itu, dan itulah sebabnya.
Contoh:
Dulu dia pernah menipu ibu saya; kemarin dia membohongi saya pula.
Itulah sebabnya mengapa saya benci kepadanya.

c) Konjungsi yang menyatakan waktu. Kata-kata yang sering digunakan yakni


sebelum itu, sesudah itu, dan sementara.
Contoh:
79

Kami baru saja selesai membangun balai pertemuan ini. Sebelum itu, kami
telah berhasil merehab masjid tua itu.

d) Konjungsi yang menegaskan atau menguatkan. Biasanya menggunakan


konjungsi itupun, lagipula, apalagi, selain itu, dan tambahan lagi.
Contoh:
Anaknya itu memang nakal. Apalagi kalau tidak ada ibunya.

e) Konjungsi yang menyatakan pertentangan. Biasanya menggunakan konjungsi


sebaliknya, dan berbeda dengan.
Contoh:
Orang-orang bergembira pada hari raya lebaran itu. Berbeda dengan anak
itu yang sedih karena baru ditinggal mati ibunya.

(2) Penunjukkan
Hubungan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain di dalam satu wacana
dapat pula dilakukan dengan penunjukkan. Kata-kata yang digunakan adalah kata
ganti tunjuk (pronomina demonstrativa) itu dan ini. Kata ganti tunjuk itu
digunakan untuk menunjuk sesuatu yang jauh dan kata ganti tunjuk ini digunakan
untuk menunjuk sesuatu yang dekat. Penunjukkan dapat juga dilakukan dengan
menggunakan kata disana dan disini.
Contoh:
Kalau kamu rajin belajar, rajin beribadah, dan taat pada orang tua, tentu
hidupmu akan bahagia. Ini kukatakan kepadamu karena kamu sudah kuanggap
sebagai adikku sendiri.

(3) Kata Ganti (Pronomina Persona)


Kata ganti digunakan untuk menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat
yang lain dalam satu wacana adalah kata ganti orang ketiga, baik tunggal maupun
jamak, yaitu kata ganti dia, ia, nya, dan mereka. Termasuk kata beliau, almarhum,
dan almarhumah.
Contoh:
80

Pangeran Diponegoro adalah seorang pahlawan nasional yang telah berjuang


melawan penjajahan Belanda di Jawa Tengah. Beliau meninggal jauh dari tanah
kelahirannya.

(4) Perapatan
Perapatan merupakan penghilangan unsur yang sama antara kalimat sebelum
dan kalimat sesudahnya atau yang mengikutinya. Perapatan juga dapat digunakan
untuk mengaitkan dua buah kalimat dalam sebuah wacana.
Contoh:
Saya baru beberapa hari disini. Belum punya kenalan, belum kemana-mana.

(5) Padanan Kata


Kata atau frase yang maknanya berpadanan dengan kata atau frase lain dapat
digunakan untuk menghubungkan atau mengaitkan dua buah kalimat di dalam
sebuah wacana.
Contoh:
Kalau Anda tidak dapat masuk universitas terkenal, itu bukan berarti Anda
bodoh. Anda tahu Einstein, bukan? Sarjana fisika pemenang hadiah nobel itu
pernah gagal ujian masuk universitas.

(6) Lawan Kata


Kata atau frase yang maknanya berlawanan, bertentangan, beroposisi, atau
berkontras dapat digunakan untuk mengaitkan dua buah kalimat di dalam sebuah
wacana.
Contoh:
Hidup di kota besar sibuk, penuh dengan rasa khawatir, dan ribut. Hidup di desa
tenang, aman, dan tentram.

(7) Hiponim
Dua buah kata yang berhiponim (mempunyai hubungan sebagai spesifik dan
generik) dapat juga digunakan sebagai alat pengait antara dua buah kalimat di
dalam sebuah wacana.
81

Contoh:
Banyak peternak ayam di Jabodetabek mengeluh karena kalah bersaing dengan
para pengusaha besar. Sudah tiba saatnya parapeternak unggas untuk mendirikan
koperasi.

(8) Kesamaan Tema


Kesamaan tema atau pokok masalah dapat juga digunakan untuk
menghubungkan dua buah kalimat dalam sebuah klausa.
Contoh:
Pedagang-pedagang Cina selalu berusaha tidak berusaha tidak mengecewakan
pembeli. Maka tidak usah heran kalau mereka tidak pernah kehilangan pelanggan.

(9) Kesejajaran
Kesejajaran atau paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang dibentuk
dengan cara menyusun beberapa kalimat dengan unsur-unsur yang sama atau
hampir sama, baik mengenai jumlah, isi, maupun pola kata yang digunakan.
Kesejajaran juga dapat digunakan untuk menghubungkan dua kalimat di dalam
sebuah wacana.
Contoh:
Rajin pangkal pandai. Hemat pangkal kaya.

3. Struktur Kalimat Dalam Wacana


Wacana merupakan satuan bahasa tertinggi yang bisa berupa satu kalimat atau
lebih. Bila terdiri dari beberapa kalimat, kalimat-kalimat tersebut harus memiliki
keutuhan wacana itu yang kalimatnya harus selalu memiliki kaitan antara satu
dengan yang lainnya. Untuk itu, kalimat di dalam suatu wacana strukturnya bisa
bermacam-macam antara lain:
1) Kalimat sederhana yang dibangun oleh sebuah klausa sederhana dengan
susunan biasa (subjek, predikat, objek, dan keterangan).
2) Kalimat luas, baik yang terjadi akibat penambahan keterangan pada fungsi-
fungsi sintaksisnya, maupun akibat penggabungan secara koordinatif, maupun
penggabungan secara subordinatif.
82

3) Kalimat dengan urutan fungsi yang tidak biasa, misalnya kalimat inversi,
kalimat pasif dengan objek pelaku di depan, dsb.
Contoh: Oleh pemerintah RUU itu diajukan kepada DPR.
4) Kalimat yang konstituennya hanya berupa sebuah kata, seperti dalam kalimat
imperatif singkat, dsb.
Contoh: Tembak!
5) Kalimat yang konstituennya berupa frase seperti yang terdapat dalam kalimat
interogatif singkat, kalimat jawaban singkat, dsb.
Contoh: Mau makan?
Tentu saja.
6) Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa “buntung” yakni klausa tidak
lengkap.
Contoh: Saya baru dua hari di Surabaya. Belum kemana-mana. Belum jalan-
jalan.
7) Kalimat lanjutan, yakni kalimat yang diawali dengan konjungsi koordinatif.
Contoh: .............................. Dan dia sendiri tidak tahu apa-apa.
8) Kalimat sampingan, yakni kalimat yang diawali dengan konjungsi subordinatif.
Contoh: .............................. Walaupun dia punya uang cukup.

BAB XI
KEBERTERIMAAN SEBUAH KALIMAT

Kalimat bebas merupakan kalimat yang dapat berdiri sendiri, dan memiliki
makna sendiri yang tidak harus berkaitan dengan kalimat lain. Sedangkan kalimat
terikat merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri, maknanya pun sangat
terikat dengan kalimat lain, terutama dengan kalimat bebas yang diikutinya.
Berikut ini faktor-faktor keberterimaan sebuah kalimat beserta alasan
mengapa kalimat tersebut dapat dikatakan berterima sebagai sebuah kalimat.
a) Faktor Gramatikal
Contoh: Dalam seminar itu membicarakan masalah kendala dalam
pemberantasan korupsi.
83

Kalimat tersebut dikatakan tidak berterima karena kalimat tersebut tidak


memiliki unsur S (subjek). Untuk membuat kalimat tersebut dikatakan berterima,
dengan menambahkan unsur subjek (S) misalnya, kata kami. Dalam seminar itu
kami membicarakan masalah kendala dalam pemberantasan korupsi.

b) Faktor Semantik
Contoh: Kambing itu meninggal tertabrak bus kota.
Kalimat tersebut tidak berterima karena kesalahan memilih kata dari satu
rangkaian kata bersinonim. Untuk kalimat tersebut, kata yang tepat adalah mati,
bukan meninggal.

c) Faktor Penalaran
Contoh: Sebenarnya keluarga berencana itu tidak perlu dilaksanakan
karena Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih kosong.
Ketidakberterimaan kalimat tersebut ialah karena alasan yang diberikan
tidak mengenai pokok masalahnya. Sebenarnya tujuan utama program keluarga
berencana ialah “membentuk” keluarga yang bahagia dan sejahtera; atau
membentuk keluarga yang kualitasnya lebih baik daripada yang ada selama ini.
Jadi, bukan karena kepadatan penduduk.
84

DAFTAR PUSTAKA

Chomsky, N. 1957. Syntacticts Structure. Den Haag: Mauton.


__________. 1965. Aspect of the Theory of Syntax.Cambrige University Press.
Fillmore, Charless J. 1968. “The Case for Case” dalam Emmon Bach dan
Robbert T. Harm (Edit). Universal in Linguistics Theory. New York: Halt,
Rinehart, N Winston Inc.
Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori
Sintaksis. Jakarta: Universitas Katolik Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai