Anda di halaman 1dari 3

Puisi Roestam Effendi Dalam Percikan Permenungan

DIDIKAN YANG BUKAN BÉTA BIJAK


SEBENARNYA BERPERI
Maukah tuan mendidik anak? Bukan béta bijak berperi,
Siapapun juga yang tuan ikut, pandai menggubah madahan syair;
sekalipun metode Pestalozzi, Bukan béta budak Negeri,
atau ajaran yang salut-salut. musti menurut undangan mair.

“Kebenaran” pokok segala didik. Sarat saraf saya mungkiri;


Hendaklah ajar dengan buatan. Untai rangkaian seloka lama,
Jangan dua permainan guru, béta buang béta singkiri,
lain di luar lain di dalam. Sebab laguku menurut sukma*

Kalau murid menampak kumidi. Susah sungguh saya sampaikan


Hilang harga hilang maksudmu. degup-degupan di dalam kalbu.
Hilang percaya, ragu hormatnya. Lemah laun lagu dengungan
Ingatlah tuan celaka itu. Matnya digamat rasaian waktu.

Betapa halus tipuan kita. Sering saya susah sesaat,


Mata si anak susah disunglap. sebab madahan tidak nak datang.
Mana tersuruk sangka si tua Sering saya sulit menékat,
Nyalang mata anak menangkap. sebab terkurang lukisan mamang.

Hendaklah tuan menjaga palsu. Bukan béta bijak berlagu,


Tanam “Kebenaran” di kalbu sendiri. dapat melemah bingkaian pantun.
Buahnya dipetik di pohon anak. Bukan béta berbuat baru,
Sebab itu bibit Sujani* hanya mendengar bisikan alun.

------ -------
* sujani = kebaikan * sukma = nyawa
Tentang Roestam Effendi jilat-menjilat sebagai mendukungnya, karena
Roestam Effendi lahir di pejabat-pejabat tinggi menurut mereka Soekarno
Padang, pada 18 Mei 1902. bangsa kita dalam zaman dan Hatta dan orang-orang
Meninggal di Jakarta, 24 kolonial, tetapi dengan yang duduk di
Mei 1979. Menerbitkan penentangan yang tangkas pemerintahannya adalah
kumpulan sajak Percikan dan kekuatan revolusioner orang-orang ‘borjuis’.
Permenungan (1926) dan yang menjiwai seluruh Sebagai konsekuensinya,
drama sajak Bebasari perbuatan saya di masa Roestam meninggalkan
(1926). Ia pergi ke Negeri itu.Saya tidak perlu malu- partai tersebut berikut
Belanda. Menempuh ujian malu mengatakan, bahwa kedudukannya di parlemen
untuk memperoleh hoofd- dari segala tokoh-tokoh dan pulang ke tanah air.
acte sebagai guru, tapi kita yang memimpin (lihat hlm. 33)
kemudian ditinggalkannya Indonesia sekarang ini,
dunia pendidikan untuk malahan sayalah yang
terjun ke dunia politik. Ia paling radikal, dan paling Catatan Lain
bergabung dengan partai kiri serta paling Percikan Permenungan
yang ketika itu paling konsekwen revolusioner, cetakan kedua, pengarang
keras menyuarakan agar dengan bukti-buktinya menulis pengantar dengan
Indonesia dibebaskan dari yang nyata.//Sebagai penanda Jakarta, Mei
penjajahan Belanda. anggota Parlemen Belanda, 1953. Ia menulis:
Selama 13 tahun (1933- yang terpilih langsung oleh “Percikan Permenungan
1946), ia duduk di rakyat Belanda, dan lahir di Padang pada bulan
parlemen Belanda (Tweede tidaklah ‘ditunjuk dan Maret 1925, tidak beberapa
Kamer). Tulis RE dalam diangkat oleh sesuatu hal’, lama setelah Bebasari
surat kepada Ajip Rosidi: berkali-kali dipilih selama melihat penerbitnyaa.
“…, saya meninggalkan 13 tahun lamanya (1933- Kedua buku itu dikarang
lapangan sastera di 1946), dalam hakikatnya dan disusun dalam saat dan
Indonesia karena didorong saya adalah calon minister suasana yang
oleh daya revolusioner di Belanda, yang lebih bersamaan….//Dalam
untuk memperjuangkan tinggi kuasa kedudukannya lukisan tonil Bebasari
kemerdekaan Nasional kita dari seorang Gobnor- tegas dan keras
secara 'direct' dan 'actief' di Jenderal Indonesia. terdengarnya jeritan
lapangan politik. Bukan Kesempatan yang merdeka, yang terbekam
untuk mendadakan diri, sedemikian berkali-kali dan ditekan itu.
tetapi adalah suatu fact ada buat saya, kalau saya Keperwiraan dan
yang nyata, bahwa dalam waktu itu mau ‘heroisme’ menjadi
lapangan politik saya satu- meninggalkan sikap landasan penyulamannya.
satunya pejuang revolusioner saya sebagai Tetapi si penjajah tak
kemerdekaan Indonesia, seorang pejuang radikal- mudah dipermainkan.
yang di zaman sebelum kiri.” (hlm. 45). Surat Bebasari mendapat
perang dapat mencapai bertanda, Jakarta, 18 Maret halangan dan
tingkatan politik yang 1962. Paska kemerdekaan ancaman.//Percikan
tertinggi bagi seorang Indonesia Permenungan terpaksa
Indonesia, bukan dengan diproklamasikan, ternyata menukar kalam. Untuk
ambil-ambil muka atau partainya tidak mengelakkan delict yang
mengancam, diperpusatkan terpaksa menerbitkan ‘Terima kasih, tidak
nalam kepada lagu buku-buku tersebut atas berkesempatan untuk
Asmarandana, diselingi ongkos dan risiko sendiri! membacanya!’
seloka Tanah Air di sana Secara financieel Sic!//Sementara itu saya
sini. Suara merdeka penerbitan buku-buku itu berangkat ke Eropah.
didandani baju percintaan; bagi saya merupakan kata Bebasari sebab dibeslah
‘heroisme’ Bebasari orang Belanda, suatu yang berkuasa, dan
menjelma menjadi ‘strop’. Baiklah, itu tak Percikan Permenungan
‘erotiek’ dan ‘romantiek’ apa. Yang lebih sebab tidak laku, maka
dalam Percikan menyedihkan lagi buku- kedua ‘persembahan saya
Permenungan. buku tersebut tidak saja ke dalam perdupaan
Terkait hal di atas, (tidak) dibeli orang, Bahasa Melayu’ tenggelam
mengutip surat Roestam malahan para guru dan ke lautan kealpaan umum,
Effendi kepada Ajip ahli-ahli mengarang, yang hilang dari mata perhatian
Rosidi, ada juga ditulisnya: pada masa dewasa ini bisa orang banyak. Baru di
“Tidak seorang penerbit dianggap sebagai tahun 1931 keluarlah
yang mau dan berani pendukung-pendukung ‘verslag tahunan’ dari
mengeluarkan buku-buku sastera kita yang saya beri ‘Volkslectuur’, bahwa
saya itu, karena persenan buku Bebasari Sanusi Pane, Moh. Yamin
menganggap tulisan saya dan Percikan Permenungan dan saya (di mana nama
itu bukan ‘syair atau secara gratis, rata-rata saya malahan disebutkan
pantun yang dibiasakan berpendapat bahwa buku- nomor satu dari tiga
orang’, melainkan ‘tulisan buku saya itu adalah hasil serangkai ini!) dinilai
anak muda yang dari ‘seorang kepala sebagai tokoh-tokoh
kepedasan’ yang tak kenal miring, yang mau berlagak pelopor utama dari
haram! Mendobrak pandai mengarang syair’. perkembangan Sastera
gerbang kelaziman yang Kebanyakan dari mereka Indonesia baru. Baru pada
telah berurat-berakar melemparkan buku-buku waktu itulah buku-buku
dalam anggapan saya itu ke keranjang saya ramai dicari khalayak
masyarakat memanglah sampah, kalau tidak ramai!”
tidak pekerjaan yang dikembalikan dengan
mudah! Akhirnya saya secarik kertas penghinaan:

Anda mungkin juga menyukai