Anda di halaman 1dari 11

Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

Saya Terbakar Amarah Sendirian!


André Vltchek , Rossie Indira , Pramoedya Ananta Toer

PDF File: Saya Terbakar Amarah 1


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

Saya Terbakar Amarah Sendirian!


André Vltchek , Rossie Indira , Pramoedya Ananta Toer

Saya Terbakar Amarah Sendirian! André Vltchek , Rossie Indira , Pramoedya Ananta Toer
Lewat buku perbincangan dengan Pramoedya Ananta Toer ini, Andre Vitchek dan Rossie Indira
menyampaikan kepada kita suara sastrawan Indonesia paling terkemuka, yang mengaku "tidak akan menulis
lagi", penulis novel "Tetralogi Buru" yang terkenal di dunia, dan seorang yang berdiri di puncak dunia sastra
Indonesia. Terekam di dalam buku ini pemikiran Pram, demikian dia biasa dipanggil, tentang Indonesia dan
dunia serta kisah hidupnya yang menyentuh perasaan.

Sebagaimana karya-karya sastranya, di dalam buku ini Pram juga berusaha melibatkan pembacanya dalam
pengalaman Indoensia sebagai bangsa. Bukan itu saja. Ketika bicara tentang penindasan historis, politis, dan
tak manusiawi, dia bicara tanpa tedeng aling-aling sebagai orang yang mengalami sendiri, berpendirian
teguh, dan bersemangatkan kemanusiaan. Karena itu, buku ini patut dibaca oleh semua kalangan yang ingin
memahami akar-akar persoalan di Indonesia dewasa ini.

***

Apa yang direkam di dalam buku ini adalah kelanjutan apa yang sudah ditulis oleh Pram di dalam buku-
bukunya - sikap membangkang, menolak, menantang, tak kenal kompromi menyangkut kebebasan dan nalar,
serta individualisme yang disebut dengan "Pramisme".
Chris GoGwilt

Saya Terbakar Amarah Sendirian! Details

Date : Published 2006 by Kepustakaan Populer Gramedia


ISBN : 9799100402
Author : André Vltchek , Rossie Indira , Pramoedya Ananta Toer
Format : Paperback 130 pages
Genre : Nonfiction, History

Download Saya Terbakar Amarah Sendirian! ...pdf

Read Online Saya Terbakar Amarah Sendirian! ...pdf

Download and Read Free Online Saya Terbakar Amarah Sendirian! André Vltchek , Rossie Indira ,
Pramoedya Ananta Toer

PDF File: Saya Terbakar Amarah 2


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

From Reader Review Saya Terbakar Amarah Sendirian! for online


ebook
Pelly Sianova says

So Interesting. Knowing Indonesian biggest author, his story, his sadness, his happiness, his mind, his
passion, his life and everything..

Tokoh dengan pemikiran kebangsaan, berjuang melalui tulisannya..


Kemarahannya terhadap perlakuan tidak adil yang selalu saja diluluskan oleh masyarakat umum karena
ketidaktahuan atau pura-pura tidak mau tau. Yang menjatuhkan, berusaha membunuhnya dan menjaga
keselamatannya adalah pihak yang sama. Negara apa ini?

Pak Pram mengajak pemuda Indonesia untuk membuka mata, membentuk budaya baru, budaya Indonesia
tanpa pengaruh budaya Barat atau budaya manapun. Membuat pertemuan Pemuda seperti yang telah terjadi
dahulu pada Sumpah Pemuda tahun 28, revolusi hrs terjadi agak bangsa ini bisa bangkit. Bukan reformasi
ecek-ecek.

I agree...

mahatmanto says

buku ini adalah wawancara yang kesekian dari yang pernah ada bersama pramoedya. isinya hanyalah
perulangan yang dapat dijumpai di wawancara yang lain juga. tapi, apa pun dokumentasi tentang orang yang
telanjur besar seperti pramoedya ini perlu dikerjakan. pernyataan-pernyataannya yang lebih eksplisit tentang
agama dan jawanisme tergolong baru buat saya. maksud saya, belum pernah saya jumpai di tempat lain.

termasuk dari jawanisme yang dibencinya adalah perilaku mengemis dari orang jawa pasca majapahit. untuk
perkara ini aku juga pernah 'dikeroyok' para pecinta budaya jawa di milis jawa karena aku menyatakan
bahwa bangsa jawa -dibandingkan bangsa lain di nusantara- paling tidak kenal rasa malu untuk meminta-
minta.

[bukankah kata ngemis itu sendiri adalah kata jawa? kata yang konon muncul pada akhir abad XIX ketika
susuhunan surakarta pakoeboewana X menyiptakan kebiasaan memberi sedhekah kepada rakyat tiap hari
kamis, hari lahir beliau?]

jawa yang dibayangkan oleh pramoedya bukanlah jawa yang semerosot itu. sebaliknya adalah jawa yang
punya harga diri, ketika arus peradaban di nusantara masih mengalir dari selatan ke utara. bukan seperti
sekarang ini dari utara ke selatan.

arus sudah berbalik!

Endah says

PDF File: Saya Terbakar Amarah 3


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

Ketika beberapa waktu lalu saya membaca soal pencalonan Pramoedya Ananta Toer di ajang Nobel bidang
sastra, terbersit rasa bangga di hati sebagai orang Indonesia. Bangga rasanya 'memiliki' seorang sastrawan
besar yang karya-karyanya diperhitungkan di dunia internasional. Walau pun belum berhasil memenangi
penghargaan bergengsi tersebut, saya tetap saja merasa bangga pada Pak Tua itu. Sesaat, rasanya sebagai
bangsa, saya berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di muka bumi, setelah selama ini terpaksa malu
oleh 'prestasi' negeri tercinta sebagai pemegang rangking satu negara terkorup.

Pernah suatu hari, kantor kami kedatangan tamu delegasi ekonomi Asia Pasifik. Kebetulan, saya ikut
mendampingi mereka melihat-lihat kebun dan pabrik teh kami. Di antara anggota delegasi tersebut, ada
seorang perempuan anggun berambut kuning jerami, bermata hijau lembut, dari Cili. Sambil menikmati teh,
saya sempat bercakap-cakap dengannya. Tentulah akhirnya sampai ke topik Pablo Neruda. Nyonya cantik ini
terkejut dan tampak bangga sekali ada orang dari negeri lain, ribuan kilometer berjarak dari negerinya,
mengenal Neruda, sastrawan kebanggaan negeri mereka. Lalu, ia ganti 'membalasnya' dengan menyebut
Pram. Kali ini, gantian saya yang bangga. Begitulah.

Karya Pram yang pertama kali saya baca adalah Bumi Manusia. Waktu itu saya masih duduk di kelas II
SMP. Saya tidak tahu kalau itu buku terlarang. Dengan pemahaman seorang remaja 14 tahun, saya melahap
buku tersebut dengan rakusnya dilanjut buku keduanya : Anak Semua Bangsa. Sedangkan dua judul lagi
yang terakhir, Rumah Kaca dan Jejak Langkah, baru saya baca bertahun-tahun kemudian, setelah novel
tersebut beredar dengan bebas. Sejak itu, saya mulai mengoleksi buku-buku Pram, baik novel, kumpulan
cerpen, drama, atau pun esai-esainya, atau buku-buku yang berkenaan dengan Pram. Termasuk buku Saya
Terbakar Amarah Sendirian!

Buku tipis ini memuat wawancara dua orang jurnalis, yaitu Andre Vltchek (Amerika Serikat) dan Rossie
Indira (Indonesia) dengan Pram yang dilakukan selama empat bulan, dari Desember 2003 sampai dengan
Maret 2004. Wawancara tersebut berlangsung di kediaman Pram di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur.

Dalam wawancara panjang ini, Pram menuturkan banyak hal yang sebelumnya hanya sedikit saja pernah
diungkap media massa. Selain karena menyangkut hal-hal yang sensitif, juga karena alasan 'keamanan' di
bawah tekanan rezim Soeharto, nama yang banyak disebut Pram sebagai orang yang paling berperan dalam
peristiwa penangkapan dirinya, 13 Oktober 1965, pasca huru-hara politik yang menewaskan jutaan rakyat
Indonesia dan jutaan lainnya lagi kehilangan kemerdekaannya ditahan di penjara-penjara serta kamp kerja
paksa : Pulau Buru.

Pram, sebagaimana ribuan tapol 1965 lainnya, dipenjarakan di Pulau Buru tanpa melalui proses pengadilan
selama bertahun-tahun sampai saat pembebasannya, empat belas tahun kemudian. Di kamp kerja paksa ini,
di tengah-tengah deraan siksaan aparat, lahirlah karya masterpiece-nya yang memukau dunia sastra :
"Tetralogi Buru"

Pram bicara banyak mengenai macam-macam hal, dari mulai keluarga, kudeta 1965, Sukarno, Soeharto,
masa-masa selama dalam tahanan, revolusi, CIA, Jawanisme, sastra, sampai dengan soal Aceh dan Timor
Leste. Disampaikan dalam nada getir, marah, dan pedih. Kepedihan itu terasa sekali kala ia mengisahkan
tentang pemusnahan naskah-naskahnya pada tahun 1965 oleh aparat tentara. Naskah-naskah tersebut
(semuanya ada delapan judul) dibakar habis bersama dengan buku-buku lain koleksi perpustakaan
pribadinya.

Bagi seorang yang menggantungkan hidup (dan cintanya) pada menulis, pastilah amat menyakitkan
kehilangan dokumen sepenting itu. Lebih menyakitkan lagi, ia sama sekali tak memiliki kopinya, dan ia tak
akan pernah bisa menulisnya ulang. Oleh karenanya, ia tak bisa memaafkan tindakan tersebut sampai kapan
pun.

Namun, yang paling terasa pedih buat saya, adalah saat Pram menyatakan bahwa dirinya tak mampu lagi
PDF File: Saya Terbakar Amarah 4
Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

menulis sejak stroke menyerangnya di tahun 2000. Kondisi fisiknya telah sangat lemah akibat usia sepuhnya.
"Saya benar-benar tidak bisa menulis lagi. Saya tahu batas kemampuan saya dan saya sudah harus berhenti
di sini. Saya ingin berhenti bermimpi." (hlm.124)

Dari wawancara ini, nyatalah betapa Pram bukan hanya sekadar sastrawan besar, tetapi juga seorang pemikir,
nasionalis, humanis. Alangkah kecewa dan marah dirinya, ketika menyaksikan negeri yang dicintai dan
pernah diperjuangkannya ini perlahan-lahan terjerumus ke dalam kehancuran di segala bidang hanya karena
salah urus segelintir elit yang lebih mementingkan diri sendiri. Untuk menyembuhkannya, ia meyakini,
hanya ada satu cara : revolusi total! Dan hanya kaum mudalah yang mampu melakukannya.

Buku ini tersaji benar-benar dalam bentuk tanya-jawab seperti yang kerap kita lihat di koran-koran dan
majalah, di mana sang jurnalis bertanya dan nara sumber menjawab. Kalau saja bukan Pram subjeknya,
barangkali akan jadi amat membosankan membaca buku ini. Jelas, Pramlah magnetnya.

Tak pelak lagi, rekaman wawancara ini semakin menambah kekaguman dan rasa hormat saya pada Pram.
Saya jadi ikut-ikutan 'terbakar', oleh amarah dan juga semangatnya. Dan kita tahu, seorang seperti
Pramoedya Ananta Toer tak 'kan pernah dilahirkan dua kali.

nanto says

Sebuah kesakitan dari seorang pejuang yang seluruh hidupnya adalah perlawanan. Kekerasannya dalam
berkata-kata adalah cerita panjang hidupnya yang selalu bersikap. Beberapa bagian saya baca secara cepat
tanpa banyak berpikir, karena memikirkannya saja buat saya begitu berat.

Ledakan amarah Pram sangat terasa, terutama ketika ia bercerita sakitnya mengingat naskah-naskah yang
dikerjakannya sedemikian tekun hancur oleh sebuah budaya rendah. Pembakaran itu dan pembantaian
manusia pada tragedi 65 merupakan sisi emosional yang di usia lanjutnya Pram menjadi terasing di tengah
bangsanya sendiri.

Ya, saya hidup di dunia saya sendiri. Di luar itu yang ada hanya korupsi. Satu-satunya pemimpin, Soekarno,
sudah tidak ada lagi. Inilah balasan Indonesia pada saya. Negara yang dulu saya perjuangkan sekarang
dalam proses pembusukan, jadi bagaimana saya tidak marah? Sangat bertolak belakang dengan negara
yang kami cita-citakan dahulu. Hari-hari ini semakin banyak memori yang kembali. Kebanyakan teman saya
sudah tidak ada lagi. Saya teringat akan dua juta orang yang dibunuh dan sungai-sungai penuh dengan
mayat sehingga airnya menjadi merah karena darah. Bagaimana orang bisa membunuh sesamanya seperti
itu? Saya tidak bisa bicara lagi soal hal ini. Terlalu emosional bagi saya.

Sejarah bangsa ini ternyata memiliki sisi buram di mata seorang pejuangnya sendiri.

Wawancara yang ditulis dalam buku ini memang menjadi semacam katarsis buat pram. Sebuah ledakan buat
orang yang dibekam sakit sedemikian menahun. Saya tidak bilang pram benar dengan kata-katanya, tapi saya
lebih tidak ingin menghakimi. Saya hanya ingin hanya mendengar, bagaimana sejarah bisa menjadi cermin
buram di mata seorang pelakunya sendiri.

to know his-tory is to know the pain of his-nation

*update 21 Jan 09*


dua review pendek di goodreads begitu menyentil.

PDF File: Saya Terbakar Amarah 5


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

yang pertama menuliskan dalam tiga baris kata yang nendang,


To know pain
To gain self define victory
To know silent anger

review kedua, sebaris saja, tapi tak kalah nendang, i dont wanna be an indonesian idiot ..

duh, jadi pengen teriak dengan lagunya Green Day..

cari ndiri teksnya yah! :D

Henry Wijaya says

The conversation with arguably the best Indonesian writer is a relevant critique for today's Indonesia.
Reading Pram's answers, the reader can see that Pram was still as sharp as ever regardless of his, then,
incapability to write anything anymore. His voice resounds a critical and rebellious mind that refuses to sleep
or to be put into silence.
In his "internal exile"—distancing himself from the current Indonesia that disappointed him, Pram managed
to pinpoint the roots of Indonesia's decadence and criticize what has been happening since the 1965 tragedy.
Pram shows terrible things that many Indonesians these days fail to see from Soeharto's reign. More than the
economic disasters that he passed on to the following administrations, Soeharto, through his oppression
instigated the absence of national pride, courage, honesty, and critical thinking. Thus, after 32 years, we are
now faced with a generation who have no comprehension about their own culture—easily swayed by foreign
culture, who are afraid to express their minds, who maintain corrupt mindset, and who possess inability to
argue.
Pram's words are a harsh slap on the face for us, Indonesians, to wake up and challenge what he called as
Javanism (Javanese Fascism): a blind/unthinking obedience and loyalty to superiors. Pram demanded us to
stop glorifying all that we consider noble, such as our Indonesian culture, while in fact they are just empty
glories from the past. Instead, he wanted us, the young Indonesian generations, to start anew; he urged us to
start a revolution that overthrow the irreparable status quo. In personal level, Pram told us not to just
consume, but to produce something.
This book is a must read for those who are interested to understand further what happened during the 1965
tragedy, to feel the sufferings that the victims experienced, and to learn different steps that we have to
courageously take in the future.

nia pranatio says

To know pain
To gain self define victory
To know silent anger

Pera says

PDF File: Saya Terbakar Amarah 6


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

Membaca buku ini jadi ikutan marah ;)

beberapa item yang menggigit di buku ini:

1. Pram hidup dari menulis, untuk menulis dan benar benar di hidupkan dari tulisan2nya.

2.Jangan pernah jadi peminta (bahkan pada tuhan?).

3. Agama hanya mengajarkan mengemis.

4. Indonesia tercinta ini adalah negeri yang kehilangan karakter...biang keladinya adalah jawanisme : taat
dan setia buta pada atasan.

5. Negeri ini hanya kenal satu saja: hiburan, terutama perjuangan kearah tempat tidur dan 'peternakan diri'.

4. Para pemimpin Indonesia tak punya prestasi individual, bisanya mengandalkan kelompok, persis main
bola kaki keroyokan...satu-satunya yang kita miliki cuma Sukarno. Yang lain cuma lucu-lucuan.
dll

ringkas & pedas...tapi membuka mata...

De Ballad says

Cukup sulit bagi saya untuk memberikan rate lima bintang untuk sebuah buku, tapi untuk buku yang berisi
wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer ini rasanya tidak perlu ragu lagi.

Saya kerap kali membayangkan bahwa isi buku itu ada dalam bentuk video yang bisa saya download dari
YouTube atau situs yang lain. Pasti akan saya putar berulang-ulang.

Ini (kalau tidak salah) buku pertama tentang Pramoedya yang saya baca. Saya bilang kalau tidak salah karena
sayapun tak ingat apakah sebelumnya saya pernah membaca novelnya. Kecenderungan saya membaca buku
tidak sampai tamat dan berganti buku lain masih belum bisa disembuhkan.

Yang jelas, saya kagum dengan sastrawan yang satu ini. Menghabiskan waktu dengan menulis, melihat
karya-karyanya dibabat habis, menyaksikan rezim yang sangat tidak mengenal perikemanusiaan dan
menyaksikan betapa manusia di jaman modern ini, terutama anak muda, sangat jarang yang peduli dengan
semua itu.

Dalam buku ini saya menemukan begitu banyak hal tentang Pramoedya, baik pemikirannya, kisah hidupnya,
dll. Ia tak segan bicara tentang wajah negeri ini yang sudah sedemikian luluh lantaknya. Ibarat disiram air
keras. Namun orang-orang tetap saja berupaya memakai topeng untuk menutupi kenyataan. Entah karena
takut, malu atau memang hendak membohongi diri sendiri. Menyedihkan.

Semoga buku ini kelak dibaca oleh lebih banyak lagi anak muda, agar mereka tau bahwa ada seorang
pemikir dengan nasionalisme tinggi yang punya ide-ide brilliant untuk mengubah Indonesia, dan seorang
pemikir itu menunggu mereka untuk mewujudkan cita-citanya. Pram telah tiada, tapi karyanya akan selalu
hidup di hati dan jiwa pembaca.

PDF File: Saya Terbakar Amarah 7


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

Azia says

perkenalan saya dengan pramoedya termasuk telat...saya lebih tahu enid blyton daripada bung pram..dan
baru kemarin baca buku tanya jawabnya dengan Andre viltec dan Rossie Indira.novel-novelnya yang telah
membuatnya terkenal, belum satupun saya pernah baca...

Erin says

This book was slightly depressing. Pram sees absolutely no hope for his country and believes that Indonesia
has no cultural identity. I do not necessarily agree with his beliefs but understand his argument. During
Suharto's reign, millions of Indonesia's teachers, artists and intellectuals were murdered or imprisoned. Trade
was also highly encouraged, resulting in the westernization of Indonesia. Now, Toer says, Indonesia is only a
consumer society. Nobody creates things anymore. Even rice is imported which is totally ridiculous.

Do not read this book if you want to learn about Indonesian culture - there are other books for that and this
one will only depress you. But it does present a bleak yet straightforward view of Indonesia's past and
present condition.

Dewa says

Saya pun terbakar amarah...sendirian!

Inspiring.

**RECOMMENDED**

Erri Kartika says

Apakah kalian pernah merasa berdialog dengan seseorang tapi tidak ada yang pernah mengerti pemikiran
kita? Seperti itu lah jiwa Pramoedya Ananta Toer pada masa tuanya. Penulis besar Indonesia yang pernah
menerbitkan buku Gadis Pantai dan Tetralogi Buru ini tenggelam dalam amarah sendirian, meratapi nasib
bangsa yang mulai kehilangan jati dirinya.

Sebagai salah satu penulis besar yang pernah dimiliki Indonesia, Pram panggilan dari Pramudya Ananta Toer
menyimpan amarah sendiri yang dituangkan dalam dialog dengan Andre Vltchek dan Rossi Indira dalam
buku ‘Saya Terbakar Amarah Sendirian’. Sampai saat buku ini diterbitkan pada tahun 2006 Pram sudah tidak
lagi menulis. Dia mempunyai dendam yang membara terhadap rezim Soeharto yang membakar semua
perpustakaan dan beberapa tulisannya yang belum pernah terpublikasikan dan tidak mungkin lagi ditulis lagi.
Dia memandang betapa rendahnya budaya Indonesia pada masa itu yang membakar buku-buku
menggambarkan budaya yang bar-bar dan sama sekali tidak intelektual.

Pram menggambarkan terasing di Negeri sendiri karena Bangsa Indonesia sama sekali tidak mengenal

PDF File: Saya Terbakar Amarah 8


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

bangsa Internasional dan bangsa Internasional sama sekali tidak mengenal Indonesia. Indonesia seperti
Invisible country.

Tidak ada yang pernah mengerti pemikiran Pram yang sinis terhadap pemerintahan. Dia menolak rezim
Jawanisme yang marak di pemerintahan rezim Soeharto bahkan sampai sekarang bagaimana budaya jawa
yang sangat patuh kepada atasan sangat menggerogoti mental pemerintahan Indonesia. Orang Jawa selalu
digambarkan dengan orang yang malas dan bermetal pengemis. Dengan gagalnya pendidikan di era orde
baru yang melahirkan generasi yang sulit perpendapat, tidak berproduktif dan bermental kuli maka Indonesia
berada di masa hanya mengekspor tenaga kuli ke berbagai negara.

Lepas reformasi keadaan tidak jauh berubah, bahkan dibilang lebih buruk. Bagaimana individual-individual
menggerogoti keuangan negara. Korupsi milyaran rupiah hilang tanpa bekas. Menyisakan Soeharto-Soeharto
kecil di berbagai aspek pemerintahan. Indonesia berada di masa terpuruk bahkan membusuk. Warga negara
sudah tidak punya jati diri, tidak ada Nation dan Building Character yang pernah dicita-citakan oleh
Soekarno. Kita hanya menjadi bangsa pengemis. Warga negara yang tidak pernah belajar berproduksi dan
hanya tau berkonsumsi akan berkorupsi di segala aspek. Maka tak heran kita akan menemukan para koruptor
di segala bidang. Dari Tukang Parkir sampai Pemimpin Negeri.

Membaca Pramoedya Ananta Toer seperti membaca Indonesia sebagai negeri yang sakit. Yang paling
menyedihkan adalah banyak orang yang tidak menyadari kita berada di masa yang sakit dan diperparah
dengan membusuknya moral-moral kita sebagai warga negara. Di Usia yang hampir 80 tahun (saat buku itu
dibuat) Pram sudah kehilangan semangatnya menulis, jika mengingat sedihnya dia dipenjara dan disiksa saat
dibuang di Pulau Buru dan menyaksikan bagaimana Negara pelan-pelan membuat kuburannya sendiri, Pram
seperti dibakar amarah sendirian. Dia merasa sakit, sesakit bangsa ini.

Sita Dewi says

Pramoedya, manusia yang tidak pernah berpikir tentang bangsanya. Mungkin tidak akan pernah ada orang
yang menghabiskan waktu lebih banyak dari dirinya, untuk melakukan hal itu..

Pramoedya, adalah kehilangan terbesar yang pernah dialami bangsa ini..

htanzil says

Pramoedya, setelah sekian puluh tahun namanya dihapus dari buku-buku sastra,dan buku-bukunya
menghilang di rak-rak toko buku kini perlahan tapi pasti namanya kembali berkibar, karya-karyanya dicetak
ulang dan selalu jadi best seller di toko-toko buku yang menjualnya. Beberapa penulis secara khusus
mencoba mengkaji karya-karya monumentalnya, sebut saja Prof. A. Teeuw yang secara serius mengkaji
karya-karya Pram dalam buku "Citra Manusia Indonesia dalam karya PAT (Pustaka Jaya,1997), Eka
Kurniawan membukukan skirpsinya yang bertajuk Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis,
atau Prof Apsanti D yang mengkaji secara menarik keempat Tetralogi Bumi Manusia dalam bukunya yang
berjudul "Membaca Katrologi Bumi Manusia (Indonesia Tera, 2005). Selain karya-karyanya dijadikan bahan
kajian penulis-penulis lokal dan luar negeri Pram juga kerap jadi incaran dari para wartawan media cetak
yang secara khusus melakukan wawancara langsung dengannya, dan biasanya majalah atau koran yang
memuat wawancara dengan Pram selalu habis dibeli oleh pembacanya.

Umumnya wawancara dengan Pram hanya dapat dijumpai di majalah atau koran-koran atau beberapa buku

PDF File: Saya Terbakar Amarah 9


Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

yang menyajikan cuplikan wawancara dengan Pram, kini buku "Saya Terbakar Amarah Sendirian!"
(KPG,2006) tersaji dalam bentuk wawancara utuh antara Pram dengan Andre Vltchek (penulis, wartawan,
analis politik Amerika Serikat) & Rossie Indira. (arsitek, analis bisnis, penulis di harian Jakarta Post,
Gatra,dll).

Buku menarik ini memuat lebih dari 150 pertanyaan yang diajukan oleh pewawancaranya. Wawancara yang
berlangsung dalam kurun waktu 4 bulan (Desember 2003-Maret 2004) ini dibagi kedalam 12 bab yang
disusun berdasarkan topiknya yang terdiri dari

Wawancara di Jakarta
Sebelum 1965 : Sejarah, Kolonialisme, Dan Soeharto
Kudeta 1965
Masa Penahanan
Budaya dan Jawanisme
Karya Sastra
Soeharto, Rezimnya, dan Indonesia Saat ini
Timor Leste dan Aceh
Keterlibatan Amerika Serikat
Rekonsiliasi ?
Revolusi : Masa Depan Indonesia
Sebelum Berpisah
Dari keseluruhan bab-bab diatas pembaca buku ini akan diajak menyelami apa yang ada dalam benak
seorang Pramoedya Ananta Toer. Tajamnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Andre Vltchek &
Rossi Indira membuat seluruh perasaan dan pemikiran Pram yang tetap konsisten dari dulu hingga kini
terungkap secara jelas dan apa adanya.

Pada bab "Masa Penahanan" pembaca akan diajak menyelami kehidupan Pram di Pulau Buru dimana nyawa
manusia menjadi demikian tidak berartinya, kesalahan kecil seperti yang dialami temannya ketika ketahuan
menyimpan sepotong koran bekas mengakibatkan temannya harus mengalami penyiksaan yang berakhir
dengan kematian. (hal 37). Tempelengan dan siksaan menjadi hal yang biasa terjadi di Pulau Buru.
Beruntung Pram tak mengalami siksaan yang berarti karena dirinya selalu dimonitori oleh dunia
internasional. Pantauan dunia internasional inilah yang membuat Pram bertahan hidup dan bisa berkarya
hingga menghasilkan karya P. Buru yang monumental itu.

Dalam hal budaya ,Pram yang jelas-jelas seorang Jawa mengkritik habis budaya Jawa yang mengharuskan
"taat dan patuh pada atasan" yang menurutnya mengarah kepada fasisme (hl 45). Menurut Pram hal inilah
yang menyebabkan bangsa kita terjajah, para kepala desa diberi emas dan perak sebagai sogokan atau
kompensasi, sehingga mereka tidak berani protes. Dan rakyatnya pun tak berani melawan karena mereka
menghormati atasannya. Inilah yang dikatakan Pram sebagai Jawanisme!, dan hal ini menurutnya masih
terjadi hingga jaman kini dan terbukti hingga kini tak ada yang berani membawa Soeharto ke pengadilan
karena semua takut dan patuh pada atasan.

Dalam bidang Sastra, Pram menyesalkan jika hingga kini orang masih saja membicarakan tentang
pribadinya, bukan karyanya, sehingga sebagai penulis dirinya tidak selaku diakui (hal 67) Di bagian ini juga
dijelaskan mengenai proses kreatif Pram baik ketika ia mulai menulis hingga proses kreatifnya di P. Buru.
Pram mulai menulis ditahun 1947 karena ia harus menghidupi adik-adiknya, dikatakannya bahwa ia menulis
seperti orang gila untuk mendapatakan uang karena ia tak bisa bekerja lain selain menulis (hal 75).
Sedangkan inspirasi menulis diperolehnya dari kehidupan. Ketika sesuatu menyinggung dirinya atau
membuat dirinya marah, Pram mendapatkan inspirasi untuk melawan. Bagi Pram menulis adalah perlawanan
sehingga disemua bukunya ia selalu mengajak pembacanya untuk melawan. Pram yang menurut
pengakuannya kini sudah tak bisa menulis lagi semenjak serangan stroke pada tahun 2000 yang lalu, kini
menghabiskan waktunya dengan membuat kliping untuk proyek Ensiklopedi Kawasan Indonesia yang kini
PDF File: Saya Terbakar Amarah 10
Sendirian!...
Read and Download Ebook Saya Terbakar Amarah Sendirian!...

bahannya sudah mencapai 4 meter! Rencananya jika ia menerima hadiah nobel Sastra, maka uangnya akan
dipergunakan untuk menyelesaikan proyek ambisiusnya tersebut.

Dalam bagian-bagian akhir buku ini pada bab Revolusi : Masa Depan Indonesia, Pram secara tegas
menyatakan bahwa untuk keluar dari kondisi Indonesia yang semakin buruk ini maka hanya angkatan
mudalah yang harus bergerak. Menurutnya sejak tahun 1915 sejarah Indonesia dibuat oleh angkatan muda
(hal 114). Sayangnya kini banyak angkatan muda yang konsumtif dan tidak bisa berproduksi atau mengubah
situasi, yang dilakukan hanyalah keluyuran dan mendapatkan uang. Pram secara tegas menyatakan jika
dirinya menjadi penguasa maka ia akan tetapkan kuota impor barang sehingga akan ada lapangan kerja dan
rakyat indonesia dipaksa untuk berproduksi. Bagi Pram hal yang mutlak harus dilakukan untuk mengubah
situasi bukan hanya semata menurunkan rezim yang berkuasa, melainkan harus melalui Revolusi total, yang
bisa menyingkirkan tenaga-tenaga yang menghambat kemajuan Indonesia.

Ada banyak sekali pemikiran-pemikiran Pram lainnya yang terungkap di buku ini. Kemahiran pewawancara
dalam menggali apa yang Pram pikirkan dan rasakan membuat buku ini kaya sekali akan cakupan dan
merentang dari masa kemasa, mulai dari masa perjuangan kemerdekaan, masa peristiwa G30S hingga masa
reformasi, mulai dari soal-soal pribadi, politik hingga budaya, bahkan pandangan Pram akan masalah-
masalah di Timor Leste dan Aceh-pun bisa ditemui di buku ini.

Bisa dikatakan buku ini berhasil mengeluarkan semua pemikiran dan beban yang bertumpuk yang mungkin
selama ini dipendam atau terlewatkan untuk digali oleh pewawancara lainnya. Apa yang dikatakan Pram
melalui buku ini sangat menyentuh perasaan dan bahkan menyedihkan. Beberapa bagian yang menyajikan
tentang penindasan historis, politis, dan tak manusiawi diungkap dengan pedas, tanpa tedeng aling-aling,
pandangan agama di mata Pram terungkap dengan jelas dan apa adanya. Beberapa pertanyaan dijawab
dengan nuansa kemarahan yang meledak-ledak, namun ada juga yang dijawab dengan jawaban-jawaban
humor. Pembagian-pembagian buku ini dalam beberapa bab membuat pembaca dapat mengikuti kisah
hidupnya mulai dari Pram sebagai seorang penulis yang ditahan pemerintahan Belanda sampai masa
pengasingannya di P.Buru dan masa kehidupannya kini yang dirasakannya "terasing di negeri sendiri"

Buku ini sangat baik dibaca oleh para pecinta karya-karya Pramoedya (Pramist) karena seluruh isi buku ini
akan menjawab semua pertanyaan yang mungkin menjadi pertanyaan para Pramist juga. Jika dicermati lebih
dalam lagi, seluruh jawaban yang diberikan Pram melalui buku ini memang terkesan bahwa ia terbakar oleh
amarahnya sendiri pada negeri dan budaya Indonesia yang carut marut ini, secara terstruktur pembaca akan
dibawa pada pemikiran-pemikirannya yang kritis seperti yang selalu terekam dalam karya-karyanya. Karena
itu, buku ini bukan hanya diperuntukkan bagi para ‘Pramist’ saja, melainkan patut dibaca oleh semua
kalangan yang ingin memahami akar-akar persoalan di Indonesia dewasa ini.

@h_tanzil

Erwin says

I dont wanna be an indonesian idiot ..

PDF File: Saya Terbakar Amarah 11


Sendirian!...

Anda mungkin juga menyukai