Anda di halaman 1dari 323

Pilar Teduh

Dan Tuhanpun Berpuisi


Dan Tuhanpun Berpuisi

2
Pilar Teduh

Judul Naskah

Penulis: Pilar Teduh

Editor: Nama Editor

Tata Letak: Nama Layouter

Sampul: Pembuat Cover

Diterbitkan Oleh:

Guepedia

The First On-Publisher in Indonesia

E-mail: guepedia@gmail.com

Fb. Guepedia

Twitter. @guepedia

Website: www.guepedia.com

3
Dan Tuhanpun Berpuisi

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

All right reserved

4
Pilar Teduh

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan pada


Allah SWT. Tuhan yang mengajarkan Penulis dengan
perantara pena. Tuhan yang memerintahkan semua
hambanya untuk “iqra” bacalah! Ya, membaca dalam
pengertian sempit, seperti mengerti huruf, ataupun
membaca dalam pengertia luas, yakni memahami
seluruh fenomena manusia dan alam semesta.
Sholawat serta salam penulis persembahkan
kepada sang inspirator Baginda Rasululullah Saw
beserta keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang
mulia. Semoga Allah SWT berkenan memberikan hidayah
dan keteladanan mereka bagi seluruh umat manusia.
Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah
kumpulan puisi atau biasa disebut sebagai buku
antologi. Puisi-puisi ini penulis koleksi sejak tahun 2014
hingga 2018. Penulis mengandalkan media sosial
facebook dan menggunakan alat berupa gadget
sederhana. Bukan smartphone canggih. Jarang sekali
menggunakan notebook atau laptop. Mesin ketik hanya
digunakan untuk pengeditan saja. Selebihnya, penulis
lebih nyaman menulis dan mempostingnya di facebook.
Penulis kira, sekarang adalah era yang sangat
mudah untuk setiap orang bisa berkarya dalam bentuk
tulisan. Semua serba canggih. Teknologi sudah bukan
barang yang langka. Hampir setiap orang punya yang
namanya handphone berbasis Android. Baik anak-anak,
pemuda, hingga orangtua.
Bayangkan orang-orang zaman dulu saja bisa
membuat kitab hingga berjilid-jilid tanpa bantuan
teknologi, mereka mampu menciptakan tulisan luar
biasa. Bahkan sampai sekarang karya-karya mereka
dikaji di universitas-universitas yang ada di seluruh
dunia. Sebut saja seperti filosof dan dokter Ibn Sina, ahli

5
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tasawuf Al-Ghazali, ahli makrifat Ibn Arabi, Filosof Barat


juga seperti Aristoteles dan banyak lainnya. Mereka bisa
menulis bertumpuk-tumpuk buku hanya dengan alat
seadanya. Bandingkan dengan sekarang, semua media
menulis sudah lengkap, tinggal kemauan kita saja,
apakah rajin ataukah malas.
Motivasi penulis sendiri untuk berkarya dimulai
dari kata-kata Pramoedya Anantatoer, seorang maestro
sastra Indonesia. Ia pernah berkata:

“Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama ia


tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan
dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Dari sini penulis menyadari bahwa menulis adalah


meniru dan meneladani Asma Tuhan “Al-Baqa”, yakni
Yang Maha Abadi. Jadi, dengan menulis meskipun jasad
penulis sudah terkubur, tapi nama penulis tetap hidup
abadi di dalam masyarakat melalui buku karangan
penulis.
Dalam buku ini, penulis menggunakan nama pena
Pilar Teduh. Nama ini adalah pemberian dari seorang
guru Bahasa Indonesia SMA, namanya Bu Irmayanti,
S.Pd. Beliau pernah mengadakan lomba cerpen di SMA
dan penulis berhasil memenangkannya. Di sebuah surat
pendek, beliau menyebut penulis sebagai Pilar Teduh.
Entah maksudnya apa, mungkin karena diksi yang
digunakan dalam cerpen waktu itu bersifat meneduhkan.
Penulis hanya menebak-nebak. Tapi penulis suka
dengan nama itu. Semoga beliau mengizinkan penulis
untuk memakai nama ini.
Mengenai judul buku ini, “Dan Tuhanpun Berpuisi”
adalah judul salah satu puisi dalam buku ini. Selain itu,
sebagian dari puisi-puisi dalam buku ini banyak
terinspirasi dari surat dan ayat-ayat yang ada di dalam

6
Pilar Teduh

Al-qur’an. Bagi penulis, Al-qur’an itu mirip seperti syair,


ia memiliki rima atau akhiran bunyi yang indah.
Rangkaian kata-katanya juga punya makna yang tinggi.
Meskipun tentu saja Al-qur’an statusnya lebih tinggi
daripada hanya kitab syair. Penulis hanya belajar
mengikuti pola yang ada dalam Al-qur’an. Tapi, tidak
semua puisi-puisi penulis bermuatan religius, kadang
kondisi sosial, politik, psikologis, dan banyak lagi.
Pembaca akan segere tahu jika sudah membaca
puisi-puisi yang ada dalam buku ini. Kualitas puisi
penulis tentu saja jauh dibandingkan WS. Rendra, Gus
Mus, Sapardi djoko Samono, Cak Nun, Sutardji Calzoum
Bachir, Taufik Ismail atau Chairul Anwar. Mungkin
penulis anggap puisi-puisi ini seperti “tulisan sampah”.
Namun, penulis percaya bahwa setiap buku ada
pembacanya sendiri. Proses belajar ini akan terus
berlanjut sampai liang lahat. Meskipun tak sehebat
maestro para penyair kelas atas, tapi penulis yakin
setiap muslim yang baik adalah yang mau menemukan
hikmah atau kebijaksanaan dimanapun ia berada.
Bahkan jauh ke negeri China, atau menggali makna
pada seekor Anjing. Seperti yang pernah dicontohkan
oleh seorang sufi besar bernama Abu Yazid al-Busthomi.
Ia mendapatkan nasehat langsung dari seekor anjing
hitam.
Selanjutnya, penulis mengucapkan banyak terima
kasih terutama kepada segenap tim di guepedia.com
yang sudih kiranya menampung karya penulis yang
berserakan 4 atau 5 tahun lamanya mengendap. Semoga
kebaikan mereka semua dibalas oleh Tuhan Yang Maha
Pengasih. Kemudian keluarga penulis, ayahanda
Mashudi dan Ibunda Bariyah, Kakanda Sanjaya, S.Si. Sri
Diana yang sekarang sedang menempuh Strata satu
dibidang Perbankan Syariah di IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, dan si bontot Mustakim. Mereka semua adalah

7
Dan Tuhanpun Berpuisi

pendorong semangat bagi penulis pribadi untuk


senantiasa berkarya dan berkarya.
semua teman-teman penulis yang ada di dunia
maya maupun dunia nyata. Mereka semua sering
memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk
meningkatkan lagi mutu puisi-puisi penulis. Terima
kasih banyak telah mau membaca goresan pena absurd
penulis.
Terakhir, penulis berharap ini menjadi langkah
awal bagi penulis sendiri untuk konsisten menulis
terutama dibidang sastra fiksi seperti novel, cerpen,
ataupun puisi serupa. Akhirnya penulis ucapkan
selamat membaca, semoga bermanfaat dan salam
kesadaran.

Terima kasih, Wassalamu’alaikum...

DKI Jakarta, 28 Desember 2018


Penulis

(Pilar Teduh)
.

8
Pilar Teduh

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................3
Daftar Isi.................................................................7
Tauhidku................................................................11
Takbirku.................................................................12
Kesadaran Pluralisme..............................................13
Dialog Malam..........................................................14
Tentang Waktu........................................................15
Kau dan Hujan........................................................16
Rasa dan Kata.........................................................17
Dunia Maya.............................................................18
Surat Cinta Tuhan..................................................19
Dibalik Bencana......................................................20
Guncangan Jiwa.....................................................21
Rinduku..................................................................22
Jalan Sunyi.............................................................23
Fenomenologi Terorisme..........................................24
Garis Tengah...........................................................25
Abad Pertengahan...................................................26
Maha Ghaib............................................................27
Filosofi Gelas...........................................................28
Narasi Harapan.......................................................29
Yang Berarti............................................................30
Terik Malam............................................................31
Narasi Tentang Tuhan.............................................32
Aku Abadi...............................................................33
Aku Milik-Mu..........................................................34
Teologi Kebebasan...................................................35
Akulah Ketiadaan....................................................36
Aku Harus Sombong...............................................37
Siapa Aku...............................................................38
Di Gua Hira.............................................................39
Tak Tahu.................................................................40
Kosa Kata Agama....................................................41

9
Dan Tuhanpun Berpuisi

Cinta Pecinta...........................................................42
Mata, Akal, Hati......................................................42
Seimbang................................................................43
Menyelami Diri........................................................44
Sang Martir.............................................................45
Putuskan................................................................46
Isak Tangis..............................................................47
Sang Pemimpin.......................................................48
Sang Pecinta...........................................................49
Masa Silam.............................................................50
Mati Rindu..............................................................51
Inspirasi Pagi..........................................................52
Tambatan Hati........................................................53
Cinta Tak Bertuan...................................................54
Noktah Cinta...........................................................55
Gelora Cinta............................................................56
Semesta Bersujud...................................................57
Pesan Veteran.........................................................58
Syukur Secret..........................................................59
Relung Sadar...........................................................60
Kompas Diri............................................................61
Seni Asah................................................................62
Tempat Kembali......................................................63
Cinta Murni.............................................................64
Cahaya Cinta..........................................................65
Yang Bersemayam...................................................66
Tak Fana.................................................................67
Sedekah Secret........................................................67
Alami Murnimu.......................................................68
Taman Hati.............................................................68
Ruang Diri...............................................................69
Sumbu Cinta...........................................................70
Mikrokosmos...........................................................71
Menjadi Cahaya.......................................................72
Di Urat Nadiku........................................................73

10
Pilar Teduh

Laron Lugu..............................................................74
Anganku.................................................................75
Himkah Jamu.........................................................76
Jangan Debat..........................................................76
Malam Kemanagan..................................................77
Tirai Rahasia...........................................................78
Bangga Berpancasila...............................................79
Berhenti Berharap...................................................80
Seni Berproses........................................................81
Jangan Marah.........................................................82
Tanyalah Pada Buku...............................................83
Menjemput Ramadhan............................................84
Gerbang Tua...........................................................85
Basa-Basi................................................................86
Warna Senyap.........................................................87
Cambuk Waktu.......................................................88
Potongan Waktu......................................................89
Pesan Hujan............................................................90
Buku.......................................................................91
Senja Berkilau.........................................................93
Lubang Hati............................................................94
Terbakar Asmara.....................................................94
Sesederhana Itu......................................................95
Nyanyian Intelektual...............................................96
Pinang Meminang....................................................97
Dirombongan..........................................................98
Aku Bingung...........................................................99
Cinta dan Waktu.....................................................101
Kupu-Kupu Malam..................................................102
Keheningan Malam..................................................103
Patah Hati...............................................................104
Syair Epistemologi...................................................106
Tulus......................................................................107
Syair Rindu.............................................................108
Fantasi....................................................................109

11
Dan Tuhanpun Berpuisi

Menatap Diri...........................................................110
Dibalik Rinai Hujan.................................................111
Buku.......................................................................112
Go Green.................................................................113
Lagu Hebat..............................................................114
Dunia Menangis......................................................115
Seuntai Kata Jujur..................................................116
Hujan......................................................................117
2017.......................................................................118
Mestakung..............................................................119
Dalam Dunia Keheningan........................................122
Perindu Sejati..........................................................123
Keindahan Fana......................................................124
Disana dan Disini....................................................125
Siluet Hitam............................................................126
Muhammad.............................................................127
Ambisi.....................................................................128
Mantra Pagi.............................................................130
Hilang.....................................................................131
Di kota dan di desa.................................................132
Entah Kenapa?........................................................134
Mahkota Yang Hilang..............................................135
Pemimpin................................................................137
Pesan Hujan............................................................140
Duka Di Malam Jumat............................................142
Jangan Sombong.....................................................144
Diambang Keraguan................................................145
DN-Ku.....................................................................147
Rindu Ramadan......................................................150
Menjemput Ramadan..............................................151
Mimpi Burukku.......................................................153
Maksudnya apa?.....................................................154
Berisik....................................................................156
Bahasa dan Logika..................................................157
Tuhan, Bolehkah Aku Bertanya?.............................158

12
Pilar Teduh

Rindu Terpendam....................................................159
Haus dan Lapar.......................................................160
Buku.......................................................................161
Ayah dan Hujan......................................................161
Duhai Nabi..............................................................162
Aku Harus Kaya......................................................164
Sayyidah Fathimah.................................................166
Puisi Kerinduan......................................................169
Adzan......................................................................170
Sholat.....................................................................172
Futsal......................................................................174
Aku Takut...............................................................175
Dalam Kegelapan....................................................177
Rawat Diri...............................................................179
Menyatu Dengan Alam............................................181
Happy Birthday.......................................................183
Sesak Nafas.............................................................185
Sahabat Sejati.........................................................186
Doa.........................................................................187
Batukmu itu, Sayang..............................................188
Dalam Kereta..........................................................190
Para Kesatria Bona..................................................192
Sakit Gigi................................................................196
Pencarian Jejak Tuhan............................................197
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.........................199
Dunia dan Akherat..................................................204
Begal.......................................................................205
Aku Pengembara.....................................................208
Tatkala Tertidur......................................................209
Batu Akik................................................................211
Dyslexia..................................................................213
Burung Berkicau.....................................................215
Dunia Anak-Anak....................................................217
ulul Albab....................................................................219
Jalan Setapak.........................................................221

13
Dan Tuhanpun Berpuisi

Rokok......................................................................222
PK...........................................................................224
Munajatku..............................................................226
Keluh......................................................................228
KPK VS POLRI.........................................................229
Yang Maha Indah....................................................231
Tersenyum..............................................................232
Uwais al-Qarni........................................................233
Tikus Kantor...........................................................236
Pilar Teduh..............................................................238
Kau Suruh Aku Buat Puisi......................................239
Liburan...................................................................239
Jembatan Ujung Kulon............................................240
Pesta Tahun Baru...................................................241
Takut......................................................................243
Amanah..................................................................245
Isa a.s.....................................................................246
Janji Tuhan.............................................................247
Bulanan..................................................................248
Ibu..........................................................................250
Ketika Akal Terpasung............................................253
Merindukan Ka’bah.................................................254
Masa Depan............................................................256
Yang Maha Menumbuhkan......................................257
Taubat....................................................................259
Manusia Tak Manusiawi..........................................263
Ambisi.....................................................................265
Pujian.....................................................................266
Tuhan Bukan Penganiaya........................................267
Gorengan................................................................268
Tak Ada Inspirasi....................................................270
Lirih Doaku.............................................................271
Birokrasi.................................................................273
Kunang-Kunang......................................................274
Kepuasan................................................................275

14
Pilar Teduh

Ujian Tuhan............................................................276
Puasaku..................................................................277
Ayah........................................................................278
Sajak Suci...............................................................279
Dalam Diamku........................................................280
Dunia......................................................................281
Guru.......................................................................282
Perjuangan..............................................................283
Puasa......................................................................284
Aku Bosan..............................................................292
Musik......................................................................293
Manusia dan Tanah................................................294
Bola........................................................................296
Tuhan Berpuisi.......................................................296
Si Tak Bertulang.....................................................297
Sang Pengembara....................................................298
Rahmat Dan Karunia..............................................299
Pulang Ke Rumah....................................................300
Jika Demikian.........................................................301
Senyummu..............................................................302
Pagi.........................................................................303
Secangkir Kopi........................................................304
Tobat.......................................................................305
Madu Cinta.............................................................305
Sumpah Pemudaku.................................................307
Lorong Waktu..........................................................307
Bunga Taman..........................................................308
Air...........................................................................309
Rujak......................................................................310
Pak Tua...................................................................311
Jakartaku...............................................................312
Masa Kecilku...........................................................314
Kupu-Kupu Cantik..................................................315
Qiyamul Lail............................................................317
Sahabat...................................................................319

15
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kesabaran...............................................................320
Baginda Yusuf a.s...................................................323
Belajar Al-quran......................................................322
Ghasyiyah...............................................................325
Kisah Cinta.............................................................326
Yang Maha Cahaya..................................................326
Insyiqaq..................................................................328
Rindu Rasulullah....................................................329
Munajatku..............................................................329
Sangkakala.............................................................331
Jiwa Ragaku............................................................332
Infithar....................................................................333
Syair Suci................................................................334
perang Diri..............................................................335
Terbang...................................................................336

16
Pilar Teduh

17
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tauhidku
Tiada Tuhan, selain akalku
Tiada Tuhan, selain pendapatku
Tiada Tuhan, selain kepentinganku
Tidak ada Tuhan, selain kelompokku
Tidak ada Tuhan, selain kebenaranku
Tidak ada Tuhan, selain duniawiku
Tidak ada Tuhan, selain kepuasanku
Maaf Tuhan, Tauhidku masih pilu.

Jakarta, 27 Oktober 2017

18
Pilar Teduh

Takbirku

Sering aku bertakbir


Tapi takbirku untuk akalku
Takbirku demi pendapatku
Takbirku guna duniawiku
Takbirku hanya karena tujuan kepentinganku
Takbirku karena kelompokku
Maaf Tuhan, Takbirku masih lugu.

Jakarta, 27 Oktober 2018

19
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kesadaran Pluralisme
Kita beda Mazhab
Tapi satu Islam
Kita beda Agama
Tapi satu Tuhan
Kita beda bangsa
Tapi sama-sama manusia
Kita beda spesies
Tapi sama-sama makhluk
Mari bersatu dalam sama
Bukan bercerai karena beda
Yakinkan Kau Sepenting Diriku,
Kita bagian dari Alam
Siapa yang bukan saudaramu dalam iman, maka dia adalah
saudaramu dalam kemanusiaan.

Jakarta, 23 Oktober 2018

Dialog Malam

20
Pilar Teduh

Surat cintaMu melukaiku


Engkau bercerita kisah masa lalu
Engkau Peringatkan orang-orang itu
Tapi semua seperti mengarah padaku
Aku tersindir
Lagi, lagi, dan kali
Tiap kubuka lembaran baru
Semakin yakin, itulah perangaiku
Sungguh jauh dari kebaikan
Tapi begitu dekat dengan keburukan
Semua ayat demi ayat
Senantiasa memberikan kesan terdalam

Jakarta, 23 Oktober 2018

Tentang Waktu
Aku bertanya tentang Waktu
Pada diriku
Kepada dirimu
Kepada kita
Kepada Semua

21
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dan, William Shakespeare menjawab;

Waktu terasa lambat bagi yang sedang menunggu


Waktu terasa cepat bagi yang merasa takut
Waktu terasa lama bagi yang sedang sedih
Waktu terasa pendek bagi yang sedang merasa senang
Tapi, bagi mereka yang sedang mencintai, waktu itu
abadi

Kau benar, cinta melampaui waktu

Jakarta, 19 Oktober 2018

Kau dan Hujan


Aroma wangi tanah air hujan
Terapi hati yang dilanda kegabutan
Gemercik air di tengah hutan
Pertanda ada kehidupan
Sedangkan kau,
lebih dari sekedar hidup
Kekasihku.....

Jakarta, 17 Oktober 2018

22
Pilar Teduh

Rasa dan Kata


Rasa tak tentang kata
Kata rindu
Tak mewakili rasaku padamu
Ketika jarak terbentang jauh
Dan aku ingin bertemu
Disitulah titik kata
Menyempitkan makna

Jakarta, 17 Oktober 2018

23
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dunia Maya

Maya dunia maya


Jangan makna ikut maya
Akalmu kaya
Temukan karya
Mudah segala mudah
Zaman cepat berubah
Sampah tulismu sampah
Jadilah penamu panah
Abadi namamu
Saksi sejarah idemu
Buku
Kau hidup dalam buku

Jakarta, 17 Oktober 2018

24
Pilar Teduh

Surat Cinta Tuhan


Surat cinta telah usang
Hanya suara nyanyian
Diperlombakan
Tak beda burung di sangkar
Beradu merdu
Sedikit meresapi
Lekas itu hilang
Baca saja
Tak tau apa
Dengar saja
Tapi hilang bekas

Jakarta, 17 Oktober 2018

25
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dibalik Bencana
Lupa kau lupa
Biasa saja
Ingat kau ingat
Ada siasat
Peristiwa dahsyat
Akan terkenang hebat
Entah suka cita
Entah duka cita
Agar kau tak lalai
Tak sia-sia
Drama sebagai pemantik
Alam pemeran utama
Alam tak sendirian
Dibalik alam sang perancang
Tak mungkin perahu berlayar sendiri
Nahkodalah penentu arah

Jakarta, 17 Oktober 2018

26
Pilar Teduh

Guncangan Jiwa
Goncangan
Bawah naik ke atas
Atas turun ke bawah
Diputar bumi menari
Air tumpah ruah
Datar sudah rata tanah
Isak tangis
Haru biru
Empati silih berganti
Obati
Mati tinggal mati
Hidup jangan redup
Temukan Jawaban dibalik tanya
Ada apa dalam bencana?
Jakarta, 17 Oktober 2017

27
Dan Tuhanpun Berpuisi

Rinduku
Renung malam
Kau bait yang hilang
Ditikam kelam
Tinggal Kerinduan
Bisik suara tak terdengar
Sunyi senyap di perantuan
Sebatangkara kau merasa
Tapi sendu jarang berada
Kosong tapi berisi
Berisi tapi kosong
Yang Suci
Yang Sejati
Biarlah Rindu semakin menjadi
Jakarta, 17 Oktober 2018

Jalan Sunyi

28
Pilar Teduh

Setapak demi setapak kaki melangkah


Menemukan jalan berburu arah
Kebingungan
Menggapai ranting-ranting yang rapuh
Dan patah
Gelap dan sunyi lorong itu
Kutembusi dengan bola mataku
Terlihat samar, ah bukan!
Kemilau datang di sudut lain
Aku hampiri, ah bukan juga!
Ternyata semua lenyap
Yang ada tinggal surat cinta-Nya

Jakarta, 10 Agustus 2018

Fenomenologi Terorisme

Kalian semua kafir!


Hanya aku yang sholeh
Kalian semua salah!
Hanya aku yang benar

29
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kalian semua buruk


Hanya aku yang baik!
Demi surga, aku rela mati!
Demi surga, aku bunuh diri!
Bahkan mati bersama keluarga
Tak kuat menahan hidup teraniaya
Akulah pejuang jihad!
Nyawaku tebusannya
Tuhan saksinya
Atas nama agama, Darahku Taruhannya!
Fenomenologi Terorisme.
Mungkin seperti itu, apa yang ada di benak para
bromocorah bomber itu

Tangerang, 15 Mei 2018

Garis Tengah
Tawadhu adalah garis tengah
antara sombong dan rendah diri

Dermawan adalah titik tengah


antara boros dan kikir

Bijak adalah garis tengah

30
Pilar Teduh

antara licik dan lugu

Berani adalah titik tengah


antara konyol dan pengecut

Jadi, cukup ditengah saja


Tak perlu ke kiri atau ke kanan

Berguru pada sebuah timbangan

Jakarta, 19 April 2018

Abad Pertengahan

Kuingat sejarah abad pertengahan


Wacana agama begitu dominan
Saat yang lain mengkritik agama
Segeralah ia dibungkamnya
Seolah menuhankan agama
Bukan menuhankan Tuhan
Padahal agama pemeluknya berbeda-beda
Sesuai dengan pemahamannya
Seperti penafsirannya
Agamaku adalah menyatukan, bukan memecahkan
Agamaku adalah membahagiakan, bukan menyedihkan
Agamaku adalah memudahkan, bukan menyulitkan
Jika bukan ketiganya, maka itu bukan agamaku

31
Dan Tuhanpun Berpuisi

Wahai negeriku, semoga masa abad pertengahan ini


segera silam
Cepatlah bergegas menuju abad pencerahan

Jakarta, 9 April 2018

Maha Ghaib
Kenapa Tuhan nggak keliatan?
Ya haruslah
Kok gitu?
Biar adil
Adil dimananya?
Kalo Tuhan keliatan, gimana dengan orang buta? Pasti
merasa didiskriminasi sama Tuhan. Jadi Tuhan harus
ghaib.
Tapi kan, ghaibnya Tuhan jadi gak bisa dilihat dua-
duanya?
Tuhan bisa dilihat dengan hati dan pikiran. Karena
setiap manusia memilikinya.
Jakarta, 7 April 2018

32
Pilar Teduh

Filosofi Gelas
Ada gelas setengah isi setengah kosong
Kamu melihatnya gimana?
Ada yang menjawab setengahnya kosong, dan itu
kebanyakan jawaban orang
Ada yang menjawab setengahnya isi,
dan ini jawaban sedikit orang
Lihatlah ketika kita melihat gereja, vihara, Pure,
Klenteng, Sinagoge.
Terus kita bilang, alangkah malangnya mereka, mereka
semua kafir dan musyrik.
Tapi, ada yang melihat, aku melihat indahnya Tauhid
dalam tempat-tempat ibadah itu.
Belajarlah untuk melihat selalu sisi kelebihan dan
kebaikan orang lain, sama dengan melihat setengah isi
gelas, bukan isi kosongnya.
Dan itulah sebagian yang kupelajari dari cara berpikir Ali
Bin Abi Thalib
Jakarta, 6 April 2018

33
Dan Tuhanpun Berpuisi

Narasi Harapan
Sebaiknya berharap pada Yang Tidak Butuh Harapan
Berharaplah pada Yang Pasti Diharapkan
Mereka yang masih punya harapan, jangan dibebani
dengan harapanmu padanya
Jika dia mewujudkan harapanmu, anggap dia perantara
Tapi ingatlah dibalik terkabulnya harapan itu, ada Yang
Tidak Pernah Berharap dan Yang Pasti Diharapkan.
Karena Rasa Ingin dan Harapan adalah salah satu
sumber penderitaan.
Jakarta, 22 Maret 2018

34
Pilar Teduh

Yang Berarti

Justru ketika kau butuh, kau menyerahkan sepenuhnya


Kau persembahankan untuk yang lebih membutuhkan
Bukan pada saat kau lapang
Lalu kau beri dia, itu biasa saja
Bagi logika itu kekonyolan, tak masuk nalar
Tapi, tanyakan pada para Manusia Mutiara
Itulah keindahan
Pernah ku diberi petuah, hidup itu bila tak menerima
maka memberi
Namun tak sekedar memberi, memberi yang berarti

Jakarta, 22 Maret 2018

35
Dan Tuhanpun Berpuisi

Terik Malam

Demi Kau aku berpuisi!


Seret aku dibalik untaian sajak penipu
Manis dalam kata, tapi pahit dalam laku
Kau ingin kembali menengok masa silamku
Silahkan saja, tapi aku tak akan ikut
Kubiarkan kau mengais-ngais sisa penyesalanmu
Sementara aku tetap tegak berjalan
Takkan pernah menoleh ke belakang
Angin akan segera meniupmu ke arah yang dia sukai
Tapi kau tak boleh mengikuti arus itu
Seharusnya kau ciptakan kendali layarmu
Jangan gantungkan asamu pada tangan dan kaki orang
lain
Aku, Kau, dan Kita, Tak akan terpuaskan oleh apapun
Bila keinginan masih memenjarakannya
Camkan ini, hargailah orang yang menghargaimu
Cintailah orang yang mencintaimu
Tapi jangan benci, orang yang menyepelekanmu
Dia sedang belajar untuk disepelekan
Jakarta, 22 Maret 2018

Narasi Tentang Tuhan


Banyak orang mengharapkan Surga

36
Pilar Teduh

Tapi bagi, engkau lebih indah daripada surga yang


engkau ciptakan, Tuhan.

Jika kau punya panggilan sayang untuk kekasihmu


Maka panggilah nama Tuhanmu
Dengan apapun,
yang membuatmu merasa dekat Dengan-Nya.

Selalu Upayakan Agar Tuhan Selalu Tersenyum


Karena Meskipun Dia Marah, Marah-Nya adalah
Cinta dan kasih sayang.

Bercanda dengan seseorang adalah pertanda kau dekat


dengannya
Ajaklah Tuhanmu Bercanda. Agar kau lebih dekat
dengan-Nya
Kadangkala Tuhan, Maha Bercanda.

Satu Tuhan, Banyak Jalan.

Jakarta, 14 Februari 2018

Aku Abadi
Jika kau menghinaku, hinalah sepuas hatimu
Aku tidak akan marah
Pun aku tidak akan balik menghinamu
Karena yang kau hina hanya yang nampak
sedangkan aku sesungguhnya bukan yang kau lihat, kau
dengar, kau hirup, kau kecap, kau raba
Tapi aku adalah yang tak nampak
Kamu tidak akan pernah tahu aku

37
Dan Tuhanpun Berpuisi

Bahkan aku sendiri tidak tahu diriku seutuhnya


Bukan tubuhku
Bukan fisikku
Bukan jasmaniku
Bukan ragaku
Tapi aku yang abadi

Jakarta, 10 Februari 2018

Aku Milik-Mu
Teduhkan hatiku
Damaikan jiwaku
Laksana malam hari
Merengkuh sinar api
Aku milikMu
Jangan kembalikan diriku padaku
Karena sepenuhnya ku tau
Kau lebih menyayangiku
Kau lebih mencintaiku
Daripada diriku sendiri
Cinere, 1 Januari 2018

38
Pilar Teduh

Teologi Kebebasan

Ketika aku berjuang


Akulah Mu'tazilah
Aku punya kehendak bebas
Namun,
Ketika perjuanganku sudah habis
Dan aku mulai lelah
Semua sudah ku kerahkan
Tetapi hasil tak berubah
Maka, akulah Asy'ariyah
Kembali pada kehendak Tuhan

39
Dan Tuhanpun Berpuisi

Palem Ganda Asri 3, 28 Desember 2017

Akulah Ketiadaan
Aku berasal dari tiada
Kemudian aku ada
Sepanjang perjalanan
Aku berjuang untuk mendapatkan jawaban aku siapa?
Siapa? Pada prestasiku
Siapa? Pada jabatanku
Siapa? Pada kekayaanku
Siapa? Pada kepandaianku
Siapa? Pada ketampananku
Siapa? Pada semua kebanggaanku
Tapi, aku coba kembali pada ketiadaan
Dari segala yang ada

40
Pilar Teduh

Semuanya akan tiada


Pada akhirnya Hanya yang ada saja yang akan terus ada
Tanpa Ada, aku hanyalah tiada
Dan segala sesuatu, tanpa ada, hanyalah tiada

Palem Ganda Asri 3, 28 Desember 2017

Aku harus sombong


Tuhan Maha Sombong
Aku belajar dari kesombonganMu
Bahwa aku juga harus sombong
Bukan sombong padaMu
Bukan sombong pada makhlukMu
Tapi sombong pada semua masalahku
Seberapa besar masalahku
Aku jauh lebih besar lagi
Seberapa sulit masalahku
Aku jauh lebih pandai
Akulah manusia paling sombong
Karena semua masalah sangatlah kecil dihadapanku

41
Dan Tuhanpun Berpuisi

Terima kasih Tuhan, kau ajarkan aku arti kesombongan


Tangerang, 26 Desember 2017

Siapa aku?

Siapa aku
ana insan!
Bila aku anggap diriku hanya manusia, maka egoislah
aku
karena semua kepentingan hanyalah untuk diriku.
Siapa aku?
ana abdullah!
Bila aku sebagai hamba Allah, maka sempitlah duniaku
karena yang utama adalah menjalankan perintahNya
dan menjauhi laranganNya
Tak peduli pada selain-Nya
Siapa aku?
ana khalifatullah!
Ya, seharusnya aku adalah pemimpin alam semesta,
wakil Allah di bumi
Maka aku menjadi adil. Adil pada tumbuhan, hewan,
dan beragam umat manusia

42
Pilar Teduh

Sukaratu, 19 desember 2017

Di Gua Hira

Mengapa Rasulullah menyepi di gua hira?


Apakah dia sedang merenung di keheningan?
Apakah dia sedang tafakkur menjauhi keramaian?
Apakah ada yang istimewa ketika menyepi sendiri?
Di Gua Hira, apa yang dia lakukan?
Berdiam dalam lamunan?
Atau bercengkrama dalam tangisan?
Apakah setiap manusia butuh saat-saat kesunyian?
Ataukah ritual itu hanya milik orang-orang besar?
Antara maulid dan gua hira! Aku bertanya.

Pejaten Barat, 2 Desember 2017

43
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tak Tahu

Duhai Kau yang tahu apa yang ku tak tahu


Ku tak tahu apa yang kau tahu
Sedikit tahuku
Secuil tahuku
Yang kutahu kau MahaTahu
Kaulah Tahu itu
Akulah Tak Tahu
Kaulah Tahuku

Jakarta, 26 November 2017

44
Pilar Teduh

Kosa kata Agama

Kafir itu ada Tuhan tapi diingkari


Syirik itu ada Tuhan tapi disekutukan
Ateis itu Gak ada Tuhan
Agnostik Gak yakin ada atau tidak ada Tuhan
Agama itu ada Tuhan
Pilih yang mana?

Jakarta, 29 Oktober 2017

45
Dan Tuhanpun Berpuisi

Cinta pecinta
Wahai pecinta
Mari menari di taman bunga
Kita hirupi aroma wanginya
Kita pandangi indah warnanya
Jika kau bahagia
Maka jadilah bunga-bunga itu

Jakarta, 27 oktober 2017

Mata, Akal, Hati


Ku bertanya, kau pilih dosa besar atau kecil?
Kau Jawab, dosa kecil, sebab Dia mudah memaafkanmu
Dia bertanya, kau pilih dosa besar atau kecil?
Kau Jawab, tidak keduanya, sebab Dia tidak perlu
memaafkan
Mereka bertanya, kau pilih dosa besar atau kecil?
Dan kau malah menjawab, dosa besar. Sebab maafnya
lebih luas dari semua dosa-dosamu.

46
Pilar Teduh

Jakarta, 26 oktober 2017

Seimbang
Untuk aku menjadi baik
Tak perlu ku anggap selainku itu buruk
Untuk menjadi benar
Tak usak ku tuduh selainku salah
Cukup aku berada pada titik keseimbangan
Berharmoni ditengah perbedaan
Seperti pelangi
Seperti musik
Untuk bisa berdiri, tak tega selainku jatuh
Mari duduk bersama, nikmati pahit dan manis
Dalam secangkir kopi
Hidup itu indah
TIM, 14 Oktober 2017

47
Dan Tuhanpun Berpuisi

Menyelami Diri

Pagi menjelang aku hilang


Menatap petang aku terngiang
Duri-duri yang menusuk terkubur kegelapan
Diujung senja aku berlarian

Berlari mengejar diriku sendiri


Karena terlalu banyak misteri
Terlalu banyak teka-teki msitik
Sulit untuk aku selami

Siapa Yang Mengenal Diri, Maka akan Mengenal


Tuhannya.

Jakarta, 9 Oktober 2016

48
Pilar Teduh

Sang Martir
Bukan selamat tinggal yang ingin ku ucapkan
Tapi selamat datang pada alam keabadian
Yang kau tinggalkan hanya kefanaan
Yang kau tempuh telah sampai dipuncak kerinduan
Kematian? Bukan! Engkau sebenar-benar kehidupan
Tangisan? Tidak! Engkau sebenar-benar kebahagiaan
Darahmu bukan pengorbanan, tak lain adalah keadilan
Hembusan nafas terakhirmu mengatakan ya pada segala
kebenaran
Dan nadimu menegaskan Tidak pada kezaliman
Ayunan pedang dzulfikar mengutuk segala penindasan
Asyura adalah ya pada segala sesuatu yang menguatkan
Muharram adalah Tidak pada segala sesuatu yang
melemahkan
Di Karbala adalah simbol Kebangkitan dunia
Sebuah perlawanan keras pada keburukan
Estafet perjuangan tak berhenti pada hikayat
Akan terus berlangsung hingga kiamat
Akulah Al Hussein baru

Masjid Agung Indramayu, 01/10/2017

49
Dan Tuhanpun Berpuisi

Putuskan

Di persimpangan jalan
Hanya ada dua pilihan
Dan aku harus memilih satu diantaranya
Tak mampu kulalui keduanya
Bila selesai satu urusan maka barulah menghadapi
urusan lain
Tak bisa campur aduk
Dan aku harus memutuskan
Ya, aku harus memutuskan

Harkit, 22/09/2017

50
Pilar Teduh

Isak Tangis

Kita lahir dengan ekspresi pertama menangis


Mengapa bukan tertawa?
Berakhir dengan air mata yang mengiringi kematian kita
Awal dan akhir dengan tangisan
Apa yang istimewa dari sebuah Tangis?
Apa yang kau rasakan ketika menangis?
Dan hal apa yang paling kau tangisi?
Tangis itu begitu abstrak
Orang berduka menangis
Orang bahagia juga menangis
Menangis adalah ekspresi universal
Ada apa dengan Tangis?
Ada apa dalam Tangis?

TIM, Cikini 26/09/2017

51
Dan Tuhanpun Berpuisi

Sang Pemimpin
Aku adalah pemimpin
Pemimpin untuk diriku sendiri
Pemimpin untuk jiwaku
Pemimpin untuk jasadku
Pemimpin untul Ruhku
Tanggungjawabku agar akalku mendapatkan ilmu
seluas-luasnya
Tanggungjawabku agar fisikku kuat sekuat-kuatnya
Tanggungjawabku agar hatiku suci sesuci-sucinya
Aku mesti pandai mengatasi masalah
Duniaku ada di kepalaku
Duniaku ada di dadaku
Duniaku ada di perutku
Kupimpin tiga duniaku itu untuk menuju pemilik dunia
Pemilik alam semesta
Pemiliki jagat raya
Dan itu dimulai dari dunia kecil bergerak menuju dunia
besar

Taman Ismail Marzuki, Cikini, 16/09/2017

52
Pilar Teduh

Sang Pecinta
Akulah pecinta
kukalahkan kilau emas dan permata
kukalahkan terik silau mentari
Manisnya madu murni
wanginya taman bunga
Tunduk dihadapan sang pecinta
Ketika pecinta melebur pada Yang Tercinta
Semua hanya debu-debu yang berterbangan pada
hamparan bumi yang luas
Tak terlihat, nyaris tak ada sama sekali
Tapi perjalanan masih panjang
masih jauh sampai pada titik itu
terjal bukit yang dilalui
butuh lebih banyak pengorbanan
Karena kemilau dunia masih menjeratku
Hanya bisa lepas dengan Cinta
Belajar menjadi pecinta yang suci
Suci sesuci sucinya cinta
cinta sejati
Tak ada ruang dan waktu
melintasi batas masa
Di diri inilah Cinta akan tumbuh
Tak perlu jauh mencari

Graha, 10/09/2017

53
Dan Tuhanpun Berpuisi

Masa Silam

kau menyeretku ke masa lalu


tidak, aku ingin berlari lebih jauh
untuk detik ini dan 1000 hari lagi
memori itu telah usang
sudahi saja, tak usah kau sesali
biarlah seduh sedan memudar
pastikan kau bisa tersenyum kembali
jangan kau menoleh atau menengok ke belakang
menunduklah atau tatap ke depan
angkat kembali asamu
beranilah, meski baru bermimpi
suatu saat jasadmu tergerak jua
lupa itu akan menyapa
ditumpuki kenangan beribu kenangan
putus asa hanya kerugian
semangati dirimu, agar menuai keuntungan
aku pamit, salam kesadaran!

Graha, 10/09/2017

54
Pilar Teduh

Mati Rindu
Mati dalam kerinduan
Ditikam perih pedih penantian
Tak kunjung jua ia datang
Sampai senja berulang
Terus saja menunggu dengan gamang
Tak kurang, penuh kesetiaan
Dia tetap terpaku menatapi udara hampa
Matanya merekam langkah kaki itu
Suara nafasnya masih segar
Sembilu pilu tak ada
Satu harapan ia genggam erat
Menghitung denting waktu
Mawarpun pupus ditelan gelap
Tapi dia tetap terang benderang
Daun gugur tersapu angin
Dan ia tetap berdiri kukuh
Sampai satu kata perpisahan
Mati dalam kerinduan
Graha, 10/09/2017

Inspirasi Pagi

55
Dan Tuhanpun Berpuisi

Pagi dan kebebasan


Berjalan perlahan
Mengalun bagai melodi musik di atas rerumputan
Dan aku menikmati sepoy angin
Duhai kehidupan
Indah nian kurasa warna-warninya
Setiap orang bisa tertawa
Setiap orang bercanda ria
Diliputi kebahagiaan
Salam dari langit dan birunya lautan lepas
Bumi akan senantiasa siap sedia menyambut setiap niat
baikmu
Hati yang jernih
Jiwa yang tenang
Dan pikiran yang cemerlang
Bersatu padu di lekuk pelangi, setelah hujan mengguyur
Coba tariklah nafas sejenak, dan hembuskan seikhlas-
ikhlasnya
Rasakan betapa getaran kedamaian memelukmu

Graha Raya, 10/09/2017

Tambatan Hati

56
Pilar Teduh

Kelana rinduku masih terserak di semak belukar


Teras depan rumah, hanya cukup bentangkan sepiku
Tak usah singgah, jikalau pergimu buatku menangis
Kala sesuatu itu hadir kembali, maka saat itu aku
beranjak resah
Berlabuh dalam penantian usang
Di pojok kuil itu, aku sesekali bercerita
Bahwa hidupku masih panjang, namun sedikit
kesempatan berulang
Sedangkan senjaku, perlahan menghampiri
Pojok hatiku tak lagi bergeming

Bintaro, 31 Agustus 2017

Cinta Tak Bertuan

57
Dan Tuhanpun Berpuisi

Cinta tak bertuan bagaikan bunga layu


Layaknya kayu yang rapuh
Bak tanah gersang, tak bisa tumbuh, mekar, apalagi
berbuah
Umpama langit mendung, tak kunjung hujan, apalagi
berharap lembayung pelangi
Hilangnya cinta, seperti daun kering dilalap kawanan
ulat
Cinta selalu punya alasan untuk mencerahkan hatimu
Menyusupi relung sadar batin
Menguak semunya rasa ingin
usai segala, tertiup angin
Hanya fatamorgana bagi 'si fakir’
si fakir asmara

Pondok Labu, 19 Agustus 2017

58
Pilar Teduh

Noktah Cinta

Cinta tak lagi cinta


Jika masih menimbulkan perih dan luka
Cinta tak lagi cinta
Bila tangis mengikis tawa
Cinta seharusnya selalu indah
Karena cinta adalah sumber kasih sayang dan
ketulusan
Di mana seluruh kebahagiaan bermuara

Pondok Labu, 19 Agustus 2017

Gelora Cinta

59
Dan Tuhanpun Berpuisi

Gelora api asmara semakin berkobar


Menahan sesaknya rindu di dada
Mata ini tak lagi sanggup mengeluarkan air mata
pedihnya sepi tanpa kehadiranmu, Cinta
Debu ini terlampu tebal
Pahit ini terlalu pekat
Gelap ini begitu senyap
Ku nantikan senyummu, Cinta sungguh ku setia
Seperti mentari yang tiap hari terbit di timur dan
tenggelam di barat
Siang dan malam akan sama saja bagiku, keduanya
adalah masa-masa penderitaan
Selagi jiwa dan raga ini belum berjumpa denganmu,
Wahai Cintaku

Swakarya Bawah, 19 Agustus 2017

60
Pilar Teduh

Semesta Bersujud

Sujud adalah gerakan semesta


Ketika kepalaku bersujud
Hatiku bersujud
Akalku bersujud
Jiwaku bersujud
Ruhku bersujud
Matahari, bulan, dan bintang bersujud
Gunung menjulang bersujud
Bumi pun bersujud
Sujud pada siapa?
Pada yang tidak ada yang pantas kecuali Dia
Sembahan semesta dan jagat raya
Sujud adalah gerakan mendekat pada Kekasih Yang
Maha Cinta

Pondok Labu, 18 Agustus

61
Dan Tuhanpun Berpuisi

Pesan Veteran

Nak, kau tak perlu lagi mengangkat senjata untuk


negara
Cukuplah jangan malas!
Dan kerahkan semua potensimu
Bercita-citalah setinggi mungkin, dan mulailah gapai
puncaknya
Bila, kau diam diri berpangku tangan.
Maka siap-siaplah, sejarah akan terulang.
Kita akan kembali terjajah.
Maka dari itu, jangan malas
Jangan malas
Jangan malas
Kerahkan segala daya upayamu, untuk menjadi bagian
penting di bumi pertiwi ini.

Pondok Labu, 14 Agustus 2017

62
Pilar Teduh

Syukur Secret

Kekayaan tak ternilai ada pada syukur


Harta melimpah tanpa syukur akan gelisah
Keserakahan malah makin membuat kita terasa miskin
Karena tak mampu membendung luasnya keinginan
Tak ada orang miskin, jika di dadanya ada syukur
Berlapang dada, senantiasa merasa cukup
Tak juga menderita, karena serba kekurangan
Syukur tanda bahagia

Pondok Labu, 6 Agustus 2017

63
Dan Tuhanpun Berpuisi

Relung Sadar

Ketika mata hati tercabik-cabik


Koyak oleh angan-angan,
Hasrat, dan keinginanmu yang tiada batas
Maka carilah payung pelindung pada relung sadarmu
Tak apa, jikalau kau masih terjerat buaian kemilau emas
Tak apa, jikalau hanya sesekali kau ingat surat cintaNya
Satu langkah ayunan kakimu mendekatiNya
Adalah seribu langkah, Dia menyambutmu
Ketika kau terlempar ke jurang yang dalam
Maka Dialah jalan itu

Bintaro, 4 Agustus 2017

64
Pilar Teduh

Kompas Diri

Ku kira mataku cukup bisa dipercaya, tapi dia


membohongiku
Mataku berkata bintang itu kecil, nyatanya ada yang
lebih besar dari matahari
Ku kira akalku tak menghianati, tapi dia juga bisa
terjebak dalam fallasi
Apa lagi yang bisa kuandalkan?
Wahai indra dan akal
Mereka menjawab serentak, tanyalah pada hatimu

Bintaro, 2 Agustus 2017

65
Dan Tuhanpun Berpuisi

Seni Asah

Ku lihat tumpukan batu bisa menjadi perhiasan indah


karena diasah
Ku lihat pedang tajam, gagah, karena ditempa dalam api
Kulihat taman bertaburan bunga indah karena di tata
sedemikian rupa, pohon rumput ilalang tak dibiarkan
bebas tumbuh berkeliaran
Ku lihat hewan-hewan kuat yang terlatih... Berburu,
berlari cepat, hingga terbang melesat
Sedangkan kurenungi manusia-manusia hebat
Para atlet dengan fisik prima
Para cendikiawan cerdas idenya
Jauh lebih dalam, maka seharusnya jiwa bisa
melampaui langit
Jika dia ditempa, diasah, dilatih sedemikian rupa.
Sampai pada titik puncak.
Perjumpaan dengan kemurnian jiwa yang paling murni

Bintaro, 2 Agustus 2017

66
Pilar Teduh

Tempat Kembali

Tak lagi ku mengejar bayangan fatamorgana


Karena setelah lelah ku berlari, yang ku gapai hanyalah
semu
Berlarut-larut aku menunggu
Akan datang sosok yang ku puja
yang ku damba, yang ku bangga
Lagi, hanya kecewa tiba
Detik waktu berbisik
Itu ada semerbak wangi misik
Kuhirupi aroma itu
Namun, perlahan berlalu
Akhirnya kutatapi saja rembulan di malam ini
Sendiri
Sepi nan sunyi
Sahabatku hanya nada seruling yang merindukan
rumpun bambu
Padamu jua tempat kembali, Tuhan.

Pondok Labu, 2 Agustus 2017

67
Dan Tuhanpun Berpuisi

Cinta Murni

Cinta pada tanahmu akan tersapu banjir bandang


Cinta pada pohonmu akan hangus terbakar
Cinta pada hewanmu akan mati tsrserang penyakit
ganas
Cinta pada manusia segera berpaling terkhianati
Maka cintailah cinta sucimu, Cinta sejatimu ada
bersemayam setia di lubuk hatimu yang terdalam
Dia ada di sana

Pondok Labu, 30 juli 2017

68
Pilar Teduh

Cahaya Cinta
Jerih payahku
Letihku yang luar biasa
Penderitaan tak terhingga
Kesedihan berlarut-larut
Sampai aku terkapar
Tak berdaya apa-apa
Lemah sudah diri ini
Seperti kayu yang rapuh dimakan rayap
Bagaikan tanah gersang, kering tak berguna
Laksana air keruh, terabaikan
Maka di saat itulah, kebahagiaanku hanyalah satu
harapan untuk bisa berjumpa dengan kekasih-KU
Cukup hanya secercah cintaNya hapuskan semua laraku
Lenyapkan semua getirku
Duhai cahaya cintaku

Pondok labu, 28 Juli 2017

69
Dan Tuhanpun Berpuisi

Yang Bersemayam

Dalam cinta aku hidup


Dengan cinta aku tunduk
Di depan cermin aku berkaca
Kulihat raut wajahku masih redup
Mataku sayu, kurang bercahaya
Wahai kekasihku, dimanakah engkau?
Aku bertanya
Ku basuh lagi cerminku
Kemudian kembali bertanya
Wahai kekasihku, dimana tempat persembunyianmu?
Aku mengembara merindukannya
Hingga titik nadir, aku masih bertanya?
Lelahku mencarimu, sekarang katakanlah dimana
engkau duhai pujaan hatiku?
Lalu memancar dari kerlip bintang dilangit itu
Memberikan isyarat, Dia ada bersemayam di relung
jiwaku

Bintaro, 27 Juli 2017

70
Pilar Teduh

Tak Fana

Ku tau tatapan mata itu makin berbinar ke arahku


Satu demi satu cinta itu muncul
Tapi hanya satu cinta saja
Yang cintanya terindah
Yang cahayanya di atas cahaya
Bertahan ku menahan kepungan mawar
Aku takut tertancap lagi durinya
Betapapun menggodanya
Biarpun menggugah gairah jiwa
Cukup satu cinta, satu cahaya
Selainnya adalah fana

Pondok Labu, 26 juli 2017

Sedekah Secret
Setiap benih suci yang kau tanam
Di ladang dunia ini
Akan tumbuh rajutan sutera yang menenangkanmu
Mungkin otakmu pikir milikmu akan berkurang
Tapi hatimu diselimuti kedamaian

Bintaro, 24 Juli 2017

71
Dan Tuhanpun Berpuisi

Alami Murnimu

Tak usah kutempuh perjalanan panjang


Dengan menghitung-hitung jarak dan waktu
Kejarlah yang tak terbatas
Yang kau cari ada dalam relung hatimu yang terdalam
Gapailah dia
Rengkuhlah dia
Dia ada dalam dirimu yang tersembunyi
Permata itu belum muncul
Masih ada yang perlu kau singkap
Alami kemurnian itu

Bintaro, 24 Juli 2017

Taman Hati

Kebencian adalah kabut tebal


Keburukan adalah kegelapan
Maka hiasi dirimu dengan cinta kasih
Dengan sendirinya cahaya itu akan terpendar
Gunakan setiap detikmu penuh kebaikan
Semakin teranglah taman hatimu

Bintaro,24 Juli 2017

72
Pilar Teduh

Ruang Diri

Aku patah hati dengan dunia


Berlariku menyendiri di ruang murni
Ruang yang tak ada warna
Hanya bening, hening
Selama ini aku hidup di penjara emas
Semewah apapun itu, nyatanya aku terkurung di sana
Lebih baik ku ditengah hutan
Namun, betapapun luasnya aku tetap ingin menyempit
Mengecilkan diriku sekecil-kecilnya di ruang murni, aku
jatuh cinta pada cahaya

Pondok labu, 23 Juli 2017

73
Dan Tuhanpun Berpuisi

Sumbu Cinta

Seperti air yang menyapu dahaga


Ku ingin rinduku bisa terobati
Seperti asupan makanan yang menghalau kelaparan
Ku ingin cintaku segera berlabuh
Bahtera tubuhku telah berlayar cukup jauh
Bentangan layarnya telah tercabik-cabik
Oleh gelombang fana
Air mata kadang serupa dengan derasnya curug yang
menari di atas tebing hingga jatuh mengalir
Awalnya jernih namun berakhir keruh
Tapi ku sulut lagi sumbu cintaku
Biarkan apinya membakar habis diri ini
Sampai aku hanya menjadi asapnya
Atau menjadi abunya
Asalkan cinta itu dapat ku raih

Pondok Labu, 22 Juli 2017

74
Pilar Teduh

Mikrokosomos

Dari hujan aku tersadarkan


Selama ini aku hanya menyentuh percikannya saja
Hanya tetesan air yang bisa aku jangkau
Tak pernah aku sampai pada sumber hujan itu
Ya gumpalan awan itu
Aku berusaha ke puncak gunung
Mencoba menggapai awan, tapi tak ku temukan derai
hujan di sana
Ku tanyakan pada langit, siapa penguasa awan dan
hujan ini?
Apakah letaknya lebih tinggi lagi darimu?
Langitpun melempar petir
Aku jatuh tak sadarkan diri
Akhirnya aku sampai pada fase dimana alam semesta itu
ada pada diriku sendiri

Pondok Labu, 20 juli 2017

75
Dan Tuhanpun Berpuisi

Menjadi Cahaya

Aku ingin berkenalan dengan cahaya


Sampai bersahabat dekat dengan cahaya
Saking dekatnya, semua keluh kesahku kusampaikan
pada cahaya
Tak ada rahasia yang tersembunyi antara aku dan
cahaya
Hingga aku berharap, aku ingin bersatu dengan cahaya
Tapi, harapanku pupus
Aku tak bisa memiliki cahaya itu
Akhirnya aku berusaha untuk menjadi cahaya itu sendiri

Pondok Labu, 20 Juli 2017

76
Pilar Teduh

Di Urat Nadiku

Dalam kesunyian, suara alam terdengar lantang


Aku hening
Aku kosong
Aku senyap
Aku sepi
Aku hampa
Aku lenyap bersama nafasku
Berburu Dia di urat nadiku sendiri

Pondok Labu, 29 Juli 2017

77
Dan Tuhanpun Berpuisi

Laron Lugu

Serpihan-serpihan cintaNya
Adalah penerang jiwa
Dia adalah sekuntum bunga mawar
Dan aku adalah sang kumbang
Karena semerbak mewangiNya
aku terbang mendekatiNya
Dia adalah lentera bercahaya
Dan aku laron-laron lugu
Aku rela terbakar lenyap
Bersama sumber cahaya itu
Dia adalah samudera luas
Dan aku sangat ingin tenggelam menyatu dengan
keluasanNya

Pondok Labu, 19 Juli 2017

78
Pilar Teduh

Anganku

Aku ingin menjadi mentari yang menerangi seisi bumi,


bukan yang membakar hutan
Aku ingin menjadi hujan yang menghidupkan tanah
gersang, bukan membanjiri perkampungan
Aku ingin menjadi malam yang merehatkan tubuh
setelah sibuk bekerja, bukan gelapnya yang menakutkan
Aku ingin menjadi pilar yang meneduhkan, bukan
penghalang di jalanan
Tapi, dari semua itu, aku ingin bersandar pada penguasa
mentari, pemilik hujan, pengatur malam, dan pendiri
pilar...
Hanya kepadanyalah daku kembali
Masjid khusnul khotimah, pondok labu, 19 Juli 2017

79
Dan Tuhanpun Berpuisi

Hikmah Jamu

pahitnya jamu adalah obat


semua kesulitan akan mematangkan
kesengsaraan akan mendewasakan
kadang kemudahan melenakan
jika direnungkan, hikmah mengalir dibalik keterpurukan

Jakarta, 15 Juli 2017

Jangan Debat
Jangan berdebat dengan orang bodoh, karena dia akan
menghinakanmu
dan jangan berdebat dengan orang pintar, karena
kepandaiannya akan membuatmu bungkam.

Jakarta, 15 Juli 2017

80
Pilar Teduh

Malam kemenangan
Lantunan takbir
Tahlil
Dan Tahmid
Menggema di angkasa malam ini
Lalu apa maknanya semua ini?
Bukankah bila kita menang, berarti ada yang kalah?
Siapa yang kalah?
Yang kalah adalah diri sendiri
Yang menang adalah diri yang hakiki
Kita telah terlahir kembali
Bagai bayi yang suci
Tak ada noda hati
Tak ada dosa keji
Ramadhan berlalu adalah duka terdalamku
Sang raja bulan pamit sementara
Sedang aku tak tahu, akankah berjumpa kembali
Semoga saja,..
Ramadhan seharusnya tak akan pernah berakhir
Setiap hari adalah Ramadhan
Setiap detik adalah Ramadhan
Karena di Ramadhan ada penghambaan total
Semua hak yang duniawi ditundukkan
Semua hal yang non-illahi ditangguhkan
Di Ramadhan sejatinya perang
Jadi, malam takbiran adalah awal perjalanan, bukan
akhir sang Ramadhan

Jakarta, 21/07/2017.

Tirai Rahasia

81
Dan Tuhanpun Berpuisi

Bila senja telah datang


Aku akan menyusupi malam
Menelusuri serpihan cahaya
Yang mungkin berserakan di sudut gelap titik itu
Bila raga tak lagi sanggup
Menahan gejolak jiwa yang merindu
Maka tabir putih segara tersingkap
Pawai di singgasana altar damai
Kabut tebal masih mengelayuti
Ingin ku intip celah noktahnya
Tapi lintasan ini belum kulalui sebelum kurengkuh jua
titisan intan permatanya
Tirai masih rahasia
Kemang, 4 Juni 2017

Bangga Berpancasila

Pancasila adalah payung teduh bangsa


Perekat kemajemukan nusantara
Bingkai bhinneka tunggal ika
Tali simpul pengikat antar golongan, etnis, ras, suku dan
agama

82
Pilar Teduh

Kita berbeda-beda bahasa


Kita berbeda-beda budaya
Tapi sejarah kita sama
Tapi hati nurani kita sama
Darah kita adalah pancasila
Urat nadi kita pancasila
Detak jantung kita pancasila
Hembus nafas kita pancasila
Kita pemuda pancasila
Manusia-manusia pancasila
Brigade peradaban pancasila
Barisan terdepan pembela pancasila
Menolak pancasila adalah menolak NKRI
Menolak NKRI adalah menolak rakyat Indonesia
Menolak rakyat Indonesia adalah mengajak perang
Sampai titik darah penghabisan, kita tumpahkan
keringat dan darah merah kita
Untuk pancasila, untuk bumi pertiwi
Karena pancasila adalah falsafah hidup
Maka nyawa kita ada padanya
Pancasila adalah manifestasi Tuhan yang esa dan semua
sifat-sifat mulianya
Adalah kemanusiaan
Adalah persatuan, bukan perpecahan
Adalah kebijaksanaan
Adalah keadilan, bukan kezaliman
Pancasila adalah identitas kita
Kebanggaan seluruh bangsa Indonesia
Pamulang, 1 Juni 2017
Berhenti berharap

Padamu, aku berhenti berharap


PadaMu, aku berhenti berharap
Berharap ini semua berhenti
Berhentilah berharap-harap
Tak ada lagi harapan untuk berhenti
Tak ada perhentian tanpa harapan
Tak usah berhenti

83
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tak usah berharap


Tak usah berhenti berharap
Tak usah berharap berhenti
Berharaplah
Berhentilah
Jangan berharap untuk berhenti
Jangan berhenti untuk berharap
Jakarta, 28 Mei 2017

Seni Berproses
Hidup adalah mengasah mengasah dan mengasah
Menempa menempa dan menempa diri
Bukan target target dan puas
Jika kau tau pedang diasah menjadi tajam
Jika kau tau golok ditempa menjadi mematikan
Maka tak usah pusing kau dengan target
Karena yang terpenting adalah menikmati prosesnya
Dengan sendirinya sampai juga
Jakarta, 26 Mei 2017

84
Pilar Teduh

Jangan Marah
jangan kau marahi anakmu
ketika dia baru datang
nanti dia nyesel pulang
jangan kau marahi anakmu
ketika hendak pergi
nanti dia gak pulang-pulang
jangan kau marahi anakmu
ketika dia sedang makan
nanti dia menelan rasa dendam
jangan kau marahi anakmu
ketika hendak tidur
nanti tidurnya nggak nyenyak
jangan kau marahi anakmu
ketika bangun tidur
nanti dia jalani harinya dengan murung
jangan kau marahi anakmu

85
Dan Tuhanpun Berpuisi

di tengah keramaian
dia akan merasa dipermalukan
Jakarta, 14 Mei 2017

Tanyalah Pada Buku

Kau tau surga dunia?


Kau tau dunia surga?
Tak kau tau
Kau tak tau
Tanyalah pada buku!
Harta Karun tersembunyi
Gairah cinta cakrawala
Warna-warni pelangi hidup
misteri peradaban semesta
Ada di lembaran buku
Jika ada buku
Di sudut, lusuh berdebu
Terperangkap jaring laba-laba
Maka, gelap sudah masa depanmu
Sapalah bukumu
Ajak dia bercengkrama

86
Pilar Teduh

Dia adalah mediator


Masa lalu dan akan datang
Buat dirimu lebih luas dari jagat raya
Terlampau angkasa
Bahkan hingga perut bumi
Bagaimana caranya?
Tanyalah pada buku!

Pondok Labu, 13 Mei 2017

Menjemput ramadan

Ramadan oh ramadan
Bulan penuh kesucian
Bulan penuh ampunan
Bulan penuh kemuliaan

Ada malam seribu bulan


Malaikat-malaikat berterbangan
Jibril turun mengatur segala urusan
Berikan kado terindah untuk Hamba yang terpilih dari
Tuhan

Siangnya adalah kelaparan


Menahan nafsu dan godaan setan
Menjaga mulut, telinga, dan pandangan
Dari segala dosa dan keburukan

Malamnya adalah malam keagungan


Lantunan Dzikir dan tadarus alquran
Tahajud khusyu dalam kesunyian
Santap sahur dalam keberkahan

87
Dan Tuhanpun Berpuisi

Indah ramadan, indahnya kemanusiaan


Indah ramadan, Indahnya Rahmat Tuhan
Indah ramadan, Indahnya cahaya kenabian
indah ramadan, Indahnya Hamba dalam kesalehan

Segenap alam ikut bergema


Langit cerah senyum merona
Samudera bersenandung lewat curahan airnya
Gunung menyapa akrab dengan dedaunan serta pohon
rindangnya

Mereka semua menyambut kesejukan ramadan


Mereka semua menanti
Kehangatan ramadan
Mereka semua merindu bercumbu dengan ramadan
Mereka semua bahagia akan hadirnya bulan Ramadan

Kebanggan Ramadan menyambung tali persaudaraan


Bukan menebar permusuhan
Kebanggan ramadan adalah kesejahteraan untuk semua
kaum pinggiran

Burung-burung akan semangat berkicau kala ramadan


tiba
Ikan-ikan akan menari berenang memujinya

Ketentraman ramadan
Kemakmuran ramadan
Meleleh lembut berbalut kemanisan
Menyegarkan jiwa yang dilanda kekeringan

Cahaya bulan purnama tampakkan pesonanya


Mentari gagah kibarkan cahaya membara
Bintang bintang bersuka ria
Gemerlapan berpesta pora

Ramadan akan datang

88
Pilar Teduh

Gerbang Tua

Kau adalah saksi bisu kota


Lelah tak menyerah
Letih tak meringkih
Buih buih penderitaan
Gubuk-gubuh kumuh
Meleleh di industri kecemasan
Deru menderu mesin
Debu pekat
Dan kepulan asap
Tertawa bersama kemacetan ibu kota
Para pecundang jalanan
Menjadi calo cawan emas
Dan jam tua itu
Menjadi pengamat setia
Tak bisa berbuat apa-apa
Habis kikis masa jayanya
Hilang lenyap tertimbun detiknya sendiri
Kokoh tapi rapuh
Tegar dipaksakan
Gerbang tua, habis sudah petuahmu

Priuk, 6 /5/2017

89
Dan Tuhanpun Berpuisi

Basa Basi

Basa basi oh basa basi


Dunia ini penuh basa basi
Basa basi bisu
Seperti biasa
Hanya basa basi
Bagai ular berbisa
Membius berbusa
Basa basimu
Basa basiku, tak terbiasa
Bisanya biasa makan baso
Kau pandai berbasa basi
Namun tak berbahasa

Tanjung Priuk, 6 Mei 2017

Warna Senyap

Dentuman bom
Mengubur nyawa

90
Pilar Teduh

Tangisan terisak-isak
Anak memanggil ibunya, ayahnya
Ibu menjeriti buah hatinya
Darah tak kunjung kering
Ayah, di benteng kacau
Bermain peluru
Muda mudi lempar batu Kerikil
Yang tak berarti apa-apa
Dibanding pesawat tempur
Menggempur
Luluhlantah
Terkapar
Sekarat
Meregangjiwa
Media beraksi
Beragam sisi
Matanya memaki-maki
Mulutnya empati
Hentikan, jangan diteruskan
Kita krisis damai,
Manusia berwarna senyap

Jakarta, 5/5/2017

Cambuk waktu

Di persimpangan jalan kau menyegatku


Aku lari menyusuri gang sempit
Sial!
Kau menunggu di ujung sana

91
Dan Tuhanpun Berpuisi

Akupun sembunyi dalam tong sampah


Kau keluarkan tikus got
Aku jijik, kembali berontak
Kabur!
Ku temukan gubuk sepi
Kau bakar di rehat senggangku
Aku terpaksa menyelami air
Kau hantam aku dengan batu culas
Tak tahan, aku memanjat bukit
Kau berikan hujan deras
Hempaskan aku di jurang tinggi
Aku mati
Melawan cambuk waktu
Aku gila!
Tak usah di lawan, ikuti
Imbangi
Nikmati
Jakarta, 5/5/2017

Potongan waktu

Di lintasan udara aku mencarimu


Berharap temukan senyum itu
Karena batin jiwaku kaku
Butuh pelukan kasih sayangmu
Potongan waktu belum terangkai
Genapilah sisi ganjil ini

92
Pilar Teduh

Tak perlu menjadi sempurna


Cukup kau hadir pada titik nafasku
Maka kau sembuhkan luka kisahku
Kisah yang telah usang
Dari lembaran terbuang
Terbawa arus ego membakar
Dan kini ku berharap padamu
Lihatlah tanganku telah terbuka
Tinggal kau dekap saja rasaku
Jangan kau duduk diam terpaku
Oh, tuan putri
Aku cukup lelah menanti
Jakarta, 5/5/2017

Pesan Hujan

Hujan di kota hujan


Dan aku Kehujanan
Tetesan air dari awan hitam
Menorehkan kisah mass silam
Rintik-rintik hujan
Adalah sepenggal cerita

93
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dalam pagelaran drama yang belum usai


Bersama denting waktu
Skenario telah dibuat
Sedemikian rupa
Dan mereka
Siap bersandiwara
Peranku sebagai protagonis
Dan kau antagonis
Sementara alam adalah saksi bisu
Mengamati derita piluku
Kau sibak kupas lukaku
Hingga lepas urat nadiku
Darah membeku
Namun cair lagi
Cair bersama air mata
Di kubangan bekas hujan
Aku dan kau bertempur
Mengalahkan diri masing-masing
Bukan menumbangkan lawan
Karena itu terlalu mudah
Yang tersulit adalah melawan cermin diri
Menghentikan hujan
Hanya bisa
Jika mengundang pelangi datang
Pasar Raya Bogor, 30/04/2017

Buku

Lewat buku, aku reguk segarnya ilmu


Lewat buku, aku rasakan nikmatnya tahu
Bersama buku, aku bercumbu
Bersama buku, aku menembus ruang dan waktu

Di sana terbuka cakrawala dunia


puaskan dahaga

94
Pilar Teduh

Di sana ada, banyak rahasia


Untuk menjawab tanda tanya

Jakarta, 24 April 2015

Senja Berkilau

Dalam kilatan cahaya yang terpendar


Aku melompat tinggi
Mengukur bayanganku sendiri
Melewati hembusan angin laut
Menyusuri debur ombak
Kaki yang lemah
Jari-jemari yang kalah
Namun masih terangkat tinggi
Membumbung melawan gravitasi

95
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tanpa sayap akupun terbang


Melayang di udara
Bermain awan senja
Bersenda gurau di cakrawala
Bercanda ria di desir pasir gelap
Bercumbu dengan suasana alam raya
Dan aku harus cepat kembali
Kembali membumi
Menemukan jati diri
Mengenali diri sendiri
Hingga diri yang Terdalam

Indramayu, 23 April 2017

Lubang Hati

Hey nona manis


Hey nona cantik
Anggun rupamu
Elok jiwamu
Bisakah kusandarkan rasa ini padamu
Isilah lubang hatiku yang kosong
Bait syair sungguh tak bisa melukismu
Hanya secuil bisa terungkapkan

96
Pilar Teduh

Sedangkan segenap indahmu


Ada dibalik pesonamu yang tersembunyi

Indramayu, 20 April 2017

Terbakar Asmara

Perjumpaan sekejap itu


Membawa rindu dikalbuku
Rahasia hati yang terdalam
Risalah cinta yang terpendam
Duhai bidadariku
Aku terbakar asmaramu
Indramayu, 20 April 2017

Sesederhana itu

Kau sesederhana itu


Sesederhana itukah kau
Tak muluk-muluk
Selalu merasa cukup
Tak berlebihan
Kau tak suka kemewahan
Tapi,
Karena itu kau kulihat mewah
Kau adalah mutiara langka
Yang terpendam jauh di dasar bumi
Begitu sulit untuk meraihnya
Tapi bukan berarti mustahil
Kau lebih dari emas

97
Dan Tuhanpun Berpuisi

Atau intan permata juga berlian


Seperti hajar aswad
Bukan batunya bersejarah
Tapi kesuciannya yang berwibawa
Entah apa yang masih buatku ragu
Pesonamu sedikit demi sedikit
Mengikis keraguanku itu
Entah apa yang buatku takut
Dan pribadimu menumbuhkan keberanianku
Kau diam
Kau buat aku ingin menggalih lebih dalam, segenap
rahasia indahmu
Agar aku menjadi dirimu
Dan kau menjadi diriku
Kita menyatu

Jakarta, 14/04/2017

Nyanyian Intelektual

Menyelami samudera ilmu


Aku terus merasa kehausan
Tak ada ujung yang baku
Sampai titik penghabisan

Berpikir dan terus berpikir


Merenung dan terus merenung
Bertanya dan bertanya tak ada akhir
Membaskan diri dari kebodohan yang terkungkung

Akal ini tak akan puas


Dan tak akan pernah puas
tanpa batas
Luas sangatlah luas

98
Pilar Teduh

Perjalanan panjang
Penuh halang rintang
Berliku-liku
Sulit dilalui hanya sekedar dengan membaca buku

Butuh waktu
Waktu yang sangat lama
Butuh Kesungguhan kalbu
Tamak dan perlu biaya

Perlu kecerdasan
Dan dekat dengan ahlinya
Bukan kepintaran
Tapi bijaksana

Jakarta, 16 April 2015

Pinang Meminang

Kau kupinang, kupinang kau


Pinang meminang
Bukan mainan
Pinang meminang itu sakral
Menyatukan dua insan
Dua keluarga besar
Dalam ikatan suci
Sehidup semati
Butuh persiapan yang panjang
Harta untuk nafkah cukup
Ilmu untuk mengelola arah bahtera rumah tangga
Tak sesederhana orang pacaran
Tak ada ikatan abadi
Tak suci
Pernikahan bukan seks nafsu hewan
Bukan beralih status lajang
Tapi ibadah yang membahagiakan
Yang menentramkan hati dan pikiran
Bila kau tak merasa cocok, maka abaikan
Tapi, bila kau suka maka sambutlah dengan cinta
Jangan lupa, hargai niat baiknya

99
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jakarta, 13/04/2017

Di rombongan

Di mendung dan hujan ini


Aku masih terpaku
Aku masih termangu
Bersama rintik butir air
Tetes demi tetes
Jatuh perlahan
Dan,
Aku kalut
Terlempar
Jauh ke belakang
Tertinggal dari rombongan
Dan aku mulai mengejar
Tapi perbekalan ini habis
Terkikis oleh angin kencang
Yang menghembus dari arah tak terduga
Dan aku terus berlari
Agar kembali di tengah kafilah itu
Datang bersama
Pulang bersama
Hingga awan hitam
Menjadi pelangi cerah

100
Pilar Teduh

Jakarta, 12 april 2017

Aku Bingung

Lagi dan lagi


Aku kebingungan
Aku tak tahu kenapa ini
Aku seakan buntu tak punya pilihan

Aku mentok
Sempit inspirasi
Aku masuk zona block
Tak mampu lagi berpuisi

Aku tak suka ini


Aku benci
Aku gak mau situasi ini
Aku ingin cepat sampai misi

1000 puisi
Berat itu rasanya
Mencapai mimpi
mengenggam asa

Tak kubayangkan akan setebal apa


Maknanya bagaimana

101
Dan Tuhanpun Berpuisi

Apakah luar biasa


Atau biasa saja

Aku tahu
Yang penting bagiku aku sudah berusaha
Menuliskan impianku
Menuliskan harapan dan cita-cita

Aku macet
Kepepet
Puisiku tak nyaring seperti terompet
Oh, sungguh kampret...

Jakarta, 12 April 2015

102
Pilar Teduh

Cinta dan Waktu

kemanakah cintaku berlabuh


entah, sampai saat ini
aku masih menikmati kesendirianku
tak perlu memaksakan diri
karena aku yakin
cinta itu akan datang tepat waktu
aku ingin bukan hanya sekedar cinta
tapi cinta, sebenarnya cinta
sampai rambutku tak hitam lagi
sampai kakiku tak mampu berjalan lagi
cintaku tetap setia
Mungkin langka
tapi, aku yakin ada
cinta yang ada, saatku tak berada
cinta yang manis,, saatku pahit
cinta yang meneguhkan
menguatkan
membahagiakan
mandamaikan
Ya, biarkan cintaku ku simpan bersama waktu
Tak usah terburu-buru
Biarkan cinta menemukanku
Bangka Belitung, 29/03/2017

103
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kupu-Kupu Malam

suara dj menggelegar
kepulan asap putih bertebaran
aku duduk di sofa remang
menikmati dunia malam
kupu-kupu cantik tebar pesonanya
menari-menari memikat hati
Hati mereka yang kesepian
kesepian melawan dunianya sendiri
Hilir mudik orang berdatangan
sebotol minuman menjadi teman
Kupu-kupu menggandeng tangan
membawanya ke surga sesaat
Dan aku berdiri di sana
menatap wajah kelam satu persatu
nampak jelas keletihan
sembunyi di balik lampu kelap-kelip
aku bergumam dalam sanubari
ah, inilah hidup
setiap orang ingin bahagia
meski jalannya berbeda-beda
Kurekam saja gemerlap gelapku itu
Mungkin ada yang bisa kurenungkan
ya, jangan hidup dalam kepalsuan

Bangka Belitung, Hotel Santika, 21/03/2017

104
Pilar Teduh

Keheningan Malam

Dalam keheningan malam


semesta sepi tak bergeming
bintang tertunduk lesu
bulan berhenti tersenyum
Hujan turun menyapaku
dan aku masih sepi di sudut sendu
angin merasuk memeluk jasad kaku
aku terkulai lemas dijalanan
Petir menyambar sepi
sepi pecah menjadi gegap gempita
kurasakan jalanan becek
mengotori celana kusamku
Keheningan malam
semoga cepat usai berganti
berganti pagi bersinar
Jakarta, 19/03/2017

Patah Hati

105
Dan Tuhanpun Berpuisi

Wahai kau yang sedang patah hati


wahai kau yang terkhianati
Wahai kau yang sedih sendiri
Wahai kau yang merasa hidip ini tak berarti
Sakit, kesal, marah
Menangis,benci, amarah
Sepi, sesak di dada,Gundah
Jerit-menjerit resah
Dia yang kau sayang, pergi meninggalkan
Dia yang kau cinta, jauh entah kemana
Dia yang berjanji, tega mengingkari
Dia yang setia, eh ternyata mendua
Biarlah...
Lepaskanlah...
Ikhlaskanlah...
Berlapang dadalah..
Di balik hujan deras
Ada pelangi yang menghias
Di balik kesulitan
Pasti ada kemudahan
Percayalah,
Yakinlah,
Roda dunia pasti berputar
Tak selamanya, air matamu memancar
Pasti akan pudar
Kau pasti bahagia, tak selamanya hambar
kala kau sulit melupakan
Maka jangan kau paksakan
Tinggalkan, semua ingatan
Masa lalu yang memilukan
Kegelapan akan berganti cerah
Maka tersenyumlah
Hidup terlalu indah untuk kau sesali
Esok akan menanti
Wanita
Pria
Yang dengan sabar menemani
Hingga kau tak bisa berjalan lagi

106
Pilar Teduh

Menikmati masa senjamu


Bercerita mendengarkanmu
Mendekap kasih sayangmu
Menyambut cinta sucimu
Jakarta, 07/03/2017

Syair Epistemologi

Apa yang kau tahu tentang indra


Apakah hanya lima saja
Mata, hidung, lidah, kulit dan telinga
Tidak, masih ada yang lainnya
Itu semua hanya yang lahir
Masih ada lima yang batin
Adalah Fantasi, representasi, imajinasi, estimasi dan
memori

107
Dan Tuhanpun Berpuisi

Apa yang kau tahu tentang hati


Apakah hanya sebuah organ di dada
Atau suatu daya untuk merasa
Tidak, ada tiga lapis di dalamnya
Shadr, adalah lapisan terluarnya
Fu'ad, adalah lapisan tengahnya
Dan lubb, adalah lapisan yang terdalamnya
Apa yang kau tahu tentang akal?
Suatu alat untuk berpikir
Ada tiga lapisan akal
Ya'qilun untuk penalaran
Yafqahu untuk pemahaman
Dan tadabbur untuk perenungan
Jakarta, 4 maret 2017

Tulus

Ketulusan hati
Sukar ku mencari
Bagai duri di tumpukan jerami
Hampir mustahil kau temui
Kau tulus?
Bersiaplah terkhianati
Bersiaplah dibenci
Bersiaplah dicaci maki
Menjadi tulus adalah terpuji
Meskipun perih menyiksa diri
Peluh seluruh menghigapi
Terhina diri menghantui

108
Pilar Teduh

Adalah tulus yang sejati


Kebaikan yang tersembunyi
Tak seorangpun tahu
Hanya kaulah yang mereguk manisnya madu itu
Tulus berarti berlapang dada
Tanpa nampak muka
Tanpa nama
Tak ada jasadnya
Namun kau tahu, dengan tulusmu itu
Air mata bercucuran
Di saat kau pergi meninggalkan
Kelak mereka akan merindukan
Tulusmu setulus-tulusnya
Jakarta, 03/03/2017

Syair Rindu

Benih kerinduan semakin menghujam


Membakar ladang ilalang
Merintih riuh rendah gelisah
Tersesat di perantauan
Lama tak kembali
Indahnya perjumpaan
Menipu lirihnya sedih perpisahan
Kubayangkan pelukan kupu-kupu
Menyeka air mata piluku
Aku rindu
Aku rindu
Oh, rinduku menggebu-gebu
Gilaku menggila karena rindu

109
Dan Tuhanpun Berpuisi

Duhai Kau yang kurindukan


Sakitnya aku menjadi perindumu
Maha Rinduku, Yang Maha Rindu
Rinduku, kau ku rindu
Dekatmu jauhmu kurindu
Jauhmu kan ku telusuri
Dekatmu kan ku dekapi
Aku resapi rindu-rinduku
Siapa gerangan yang dapat menyembuhkan rinduku?

Jakarta, 03/02/2017

Fantasi

Malamku belum kelam


Aku masih pagi
Sinarnya saja masih ku genggam
Kemilaunya terlanjur lucuti memoriku
Seberkas putih
Meniti jalanan panjang
Diujung lorong itu
Ada bola api terpancar
Dan aku harus bergegas
Menjemput nafas yang berceceran
Aku harus berenang di awan
Dan menyelam di tanah
Biarkan kulepas jubah panas ini
Pinjam sayap merak
Lalu ku bawa pergi sejauh-jauhnya
Tenang saja, aku akan kembali

110
Pilar Teduh

Fantasi ini
Mengelabui
Jakarta, 01/03/2017

Menatap diri

Rindu ini adalah rindu kalbuku


Untuk kau tempatku bercerita
Dengarkan saja aku berkisah
Tidak usah kau sanggah
Tidak usah kau bantah
Biarkan aku ungkapkan semuanya
Agar rinduku ini mencair
Aku pinta padamu
Kala aku menangis
Ikutlah menangis
Kala aku tertawa
Ikutlah tertawa
Nikmatilah alurnya
Bila aku salah, cukup kau diam
Tegur aku bila usai
Tegur saja dengan santai
Puji aku bila itu baik
Hina aku bila itu buruk
Tapi jangan kau sebarkan keburukanku
Sebarkanlah kebaikanku saja

111
Dan Tuhanpun Berpuisi

Wahai kau yang kurindukan


Kaulah aku
Aku berbicara dengan cerminku
Jakarta,27 februari 2017

Dibalik Rinai Hujan

Hujan berkali-kali
kilatan cahaya
Gemuruh guntur
Halilintar menyambar
Dan aku takut
Gendang telingaku bergetar
Hingar bingar
Degup jantung menderu-deru
Dan di sana ada rumah tanpa atap
Penghuninya korban penindasan
Meringkuk kedinginan
Kain tipisnya basah kuyup
Mereka kelaparan
Hanya minum tetesan hujan
Iba mataku iba
Mereka terlantar
Bagai bangkai tikus terlindas kendaraan
Di jalanan, tak ada yang peduli
Bau busuk tubuhnya
Menggelapkan nurani empati
Penampilan gembelnya
Jijik mengusir simpati

112
Pilar Teduh

Biarlah hujan malam ini


Mengetuk para pembela suci
Berduyun-duyun menggalang bala bantuan
Hingga pelangi datang
Mentari terang
Menghangatkan
Mengindahkan
Murung berganti senyum
Jakarta, 25 februari 2017

Beku

Aku beku dalam diamku


Seperti batu tak berlalu
Meskipun dibujuk arus sungai
Meskipun dilawan amukan badai
Bekuku bukan beku mati
Bekuku adalah sarat arti
Aku punya ladang garapan baru
Yang lebih indah dari tipu dayamu
Bekuku bukan berdiri terinjak
Namun mengakar kuat bak pasak
Tak goyah oleh rayuan semarak
Tak pasrah seperti keluarnya 'berak'
Duniamu adalah duniamu
Dan aku punya duniaku
Kita berbeda
Kita punya jalan tak sama
Tali pengait itu terpaksa lepas
Kayu penyangga itu telah ditebas
Dan kaupun rela
Dan kaupun bangga
Kau telah membuat lubang pada batu beku
Mungkin bisa hilang, namun tak akan bisu
Dia tahu betapa kau tertawa di atas tangisannya
Dia tahu betapa teraniaya, sedang kau bersuka cita

113
Dan Tuhanpun Berpuisi

Cukup saja dalam diamku


Aku membeku
Tak usah lagi menjadi hamaku
Pergilah kau, sejauh yang kau mau

Jakarta, 24 Februari 2017

Go GREEN

Go green.... Go green...
Go green.... Go green...

Apa kabar wahai pemuda Indonesia


Bukalah mata hatimu genggam dunia
Dan cobalah berdiri di puncak himalaya
Rasakan kegersangan gurun sahara

Mampukah kau hidup tanpa tempat tuk berteduh


Mampukah kau menyambut pagi tanpa burung
bernyanyi

Hijaukanlah bumi ini dengan jiwamu


Sejukanlah bumi ini dengan hatimu
Tanamlah satu benih di tempat berpijakmu
Maka petiklah berjuta buah hasil karyamu

Ayo kawan pemuda indonesia jangan kau menyerah


Kita pemuda indonesia yang siap hijaukan dunia...

Indramayu, 29 Januari 2017

114
Pilar Teduh

Lagu Hebat

Dan genggam erat tanganku kawan


Saat aku mulai tenggelam tak bertahan
Dan genggam erat tanganku kawan
Saat aku mulai menangis menanggung beban

Aku tak bisa berdiri sendiri


Aku tak bisa berlari sendiri
Tanpa kawan tanpa teman tanpa sahabat sejati

Kita punya mimpi yang indah


Kita punya masa depan cerah
Terbang tinggi kepakan sayap kita
Aku ingin petik bintang bersama

Hirup aroma bunga surga


Tanpa lelah tanpa letih tanpa gundah gelisah
Walau banyak halang rintangan yang selalu menghadang
Yakinkan kita hadapi bersama

Berjuang langkahkan kakimu dan bertahan


Katakanlah dari hatimu
Kita bisa

Indramayu, 29 Januari 2017

Dunia Menangis

Apa kabar dunia


Sudah lama kau tak menyapaku

115
Dan Tuhanpun Berpuisi

Mungkin engkau telah bosan


Mungkin engkau telah jenuh
Mungkin engkau telah muak dengan mereka...
Hijaukan dunia ini dengan hatimu
Dengan hatimu
Hijaukan bumi pertiwi dengan jiwamu
Dengan jiwamu
Jangan biarkan dunia ini menangis
Sanggupkah kau menyambut pagi tanpa indahnya
Jangan biarkan dunia ini menangis
Sanggupkah kau menyambut pagi tanpa mentari

Indramayu, 29 Januari 2017

Seuntai Kata Jujur


Jujurkanlah lisanmu
Jujurkanlah hatimu
Jujurkanlah daun telingamu
Jujurkanlah tanganmu
Jujurkanlah kakimu
Jujurkanlah dua bola matamu
Jujurkanlah...jujurkanlah
Jujurkanlah dirimu sendiri

116
Pilar Teduh

Jujurkanlah jiwamu
Jujurkanlah rohmu
Jujurkanlah ragamu
Jujurkanlah jujurkanlah
Katakanlah sejujurnya...
Jujurkanlah akal pikiranmu
Jujurkanlah kesadaranmu
Jujurkanlah jujur sejujur-jujurnya
Jujurku jujurkau
Jujurkau jujurku
Jujurku jujurkauku
Jakarta, 26 Januari 2017

Hujan
Hujan lebat hebat
Guntur mendengkur
Banjir membanjiri jalanan halaman
Menahanku di ruang gelap
Menikmati sejuk, berlindung di kotak hitam
Senja hujan berkilauan
Sejenak buat aku takut
Tiba-tiba halilintar menyambar ku
Menamparku hingga terkulai terguyur hujan

117
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dingin selimuti kulit rapuhku


Menggigil bergetar seluruh tubuhku
Dan aku tersadar ku tatap langit
Ada gumpalan awan hitam menyapaku
Gemercik air itu masih jelas terdengar
Kalbuku mengenalinya
Aku terkaget-kaget kilatan sontak dan dentuman keras
halilintar hentikan detak jantungku sekejap
Rintik hujan oh rintik hujan
Apa yang bisa kurenungkan dari alam oh rintik hujan
Bahwa alam itu indah dan ada yang Maha Indah
Purwakarta, 21 Januari 2017

2017
Melihat kerlip kembang api di angkasa
memecah gelapnya kesunyian malam
Bagaikan bintang-bintang bertaburan
begitu dekat ingin ku petik
oh indahnya warna-warni bercahaya
membuat kedua bola mataku tak berhenti menatap
hatiku terkagum-kagum
menikmati keindahan yang menawan
letupan demi letupan itu tak membuatk takut
malah tanganku bersorak gembira
mululku tak henti-hentinya bersorak
seperti aku kembali ke masa kecil dulu

118
Pilar Teduh

aku terpesona dengan kilatan cahaya itu


cahaya yang memancar di tengah malam
menandakan pergantian masa
2016 selamat tinggal
2017 selamat datang
aku duduk di atas atap
mendekati gedung-gedung pencakar langit
memandang kota dari sudut plafon
bercumbu dengan udara dingin malam
ah, tahun baru, dasar kau tahun baru
aku cukup bahagia
bahagiaku menutup lembaran tahun ini
dan mengunjungi tahun berikutnya
aku mesti beradaptasi lagi
mengintip semua harapan
memberanikan diri bercita-cita
beraksi pecahkan mimpi-mimpi

Jakarta, 01/01/2017

Mestakung (Semesta Mendukung)

gagasan yang sederhana


namun sarat makna
kekuatan luar biasa
dari kegigihan anak desa

seorang anak rindukan ibunya


jauh di negeri singapura
sekian lama tak berjumpa
di tanah itu, tanah madura

anak itu telah berjuang


bekerja membanting tulang
mengumpulkan selembar uang
untuk bertemu ibu tersayang

119
Dan Tuhanpun Berpuisi

namun apalah daya


dia hanya anak belia
tak bisa banyak bekerja
ada kewajiban sekolahnya

karapan sapi menjadi saksi


bahwa ia anak berbakti
sopan santun yang alami
budi pekerti jadi pribadi

ia pintar dalam fisika


lalu sang guru, rekam bakatnya
datanglah guru dari kota
tawarkan misi, kembangkan bakatnya

masuklah ia dalam asrama


ia mulai dunianya
buku-buku jadi temannya
doa, usaha itu senjatanya

hampir saja ia lupa diri


menyerah di tengah jalan
kata, "berpikirlah dengan hati"
buatnya bangkit dari keterpurukan

Di bawah hujan
di tengah malam
ia dapatkan nasehat ringan
dari tukang ketoprak penjaga malam

ia mulai bangkit
bangkit, bangkit
dan terus bangkit
tanpa rasa sakit

hingga ia masuk seleksi


berkesempatan unjuk gigi
disamping ia terus mencari
mencari ibu, belahan hati

120
Pilar Teduh

di medan itu ia bertempur


tanpa berpikir, dia kan gugur
satu persatu temannya muncul
mereka jadi terunggul

tibalah ia yang terakhir


menjadi sebuah pionir
kebanggan tanah air
dari sebuah sarung, bersuara petir

benar saja, medali emas diraihnya


tepuk tangan riuh menyambutnya
merah putih bercahaya
merah putih tersenyum bangga

lalu,

ia pulang ke rumahnya
mata tertunduk tatap ayahnya
ia gagal bertemu ibunya
bukan gagal akan lombanya

ternyata, eh ternyata
ibunya sudah menantinya
pelukan hangat menyapanya
alam semesta mendukungnya

Jakarta, 28 Desember 2013

121
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dalam Dunia Keheningan

Dalam dunia keheningan aku diam


ku hentikan kata-kataku sejenak
ku hentikan langkah kakiku
ku hentikan lambaian dan genggaman tanganku
ku hentikan pikiranku
aku merenungkan sesuatu bukan sesuatu
aku ikuti irama keheningan itu
aku coba temukan musuh dalam diri
sebuah pola kristal yang indah
memesonakan melalaikan
menutup kebenaran tertinggi
karena suara yang terbatas
karena ayunan lidah yang bebas
harmoni alam semesta
menyusup dalam alam diri
jiwaku merasakan kedamaian
hatiku mengendap bak kotoran yang turun di dalam air
jernih
lukisan jagat raya dapat kunikmati
hanya ketenangan yang bisa menjangkaunya
samudera yang luas membiru
aku mampu menyelaminya
kalbuku bersahabat dengan ombaknya
Lengkungan pelangi jinakkan hujan
dan aku duduk di atas pelangi itu
setelah ku biarkan hujan meneteskan kebijakannya
aku melebur dalam keheningan batin
semaikan cinta kasih
kasih sayang pada diri
dalam dunia keheningan
rasakan dirimu adalah dirimu
Jakarta, 19/12/2016

122
Pilar Teduh

Perindu Sejati

Ruangkanlah sejenak
sedetik saja dari sibukmu
sebelum nafasmu berhenti terhembus
sebelum detak jantungmu berhenti berdetak
sebelum nadimu tak berdenyut
cobalah menjadi perindu sejati
merindukan sesuatu yang tak semu
mencintai yang tak sirna
mengejar yang berarti
hilangkan titik kehampaan
tepiskan kesunyian
cobalah berkeliling mengitari diri
temukan sesuatu yang paling berharga
sesuatu itu ada di hatimu
ada di kalbumu
cinta, ya cinta
tapi, masuklah yang lebih tinggi lagi dari cinta
lebih tinggi lagi dari sayang
lepaskan logika dan bahasamu
meleburlah perlahan
merebahlah pada dedaunan hijau itu
ikuti arahnya
sampai kau tersilaukan oleh cahaya
berhentilah dan duduklah di sana
dengarkanlah untaian hikmah abadi
untuk membasuh karat dalam sanubarimu
bangunlah kembali jika sudah
tempuhlah arah kanan
jangan menoleh lagi ke arah kiri
sesekali pandanglah langit jika turun hujan
dan perbanyaklah sujud
tersungkurlah untuk temukan titik terangmu
wahai perindu

123
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jakarta, 15/12/2016
Keindahan Fana

apa itu keindahan, aku bertanya?


keindahan itu yang memanjakan mata
keindahan itu untaian nada
keindahan itu aroma semerbak bunga
keindahan itu kelezatan rasa
keindahan itu seksual saja
Begitulah jawabannya
Tapi, semua itu realtif
semuanya itu semu
semuanya itu fana
Aku mau yang sempurna
fitrahku selalu haus akan cinta
cinta yang bukan fatamorgana
Bukan cinta pada manusia
Bukan cinta pada dunia
Bukan cinta pada harta
Bukan cinta pada tahta
Tapi cinta pada pemilik cinta
Tapi apakah hakikat cinta
aku tak menemukan cinta di dalam cinta
aku tak menemukan cinta di dalam logika
aku terus berburu kebahagiaan sempurna
puncak dari segala kebahagiaan
Menyatu dengan Sumber Kebahagiaan

Jakarta, 13/12/2016

124
Pilar Teduh

Di sana Dan Di sini

di sana dia menangis


di sana dia menggerutu
di sana dia terpuruk
di sana dia menyesal
di sini aku tertawa
di sini aku ceria
di sini aku bangkit
di sini aku beruntung
di sana dia hampir putus asa
di sana dia letih terpaksa
di sana dia sedih luar biasa
di sana dia melamun hampa
di sini aku terus bergerak
di sini aku terus bersemangat
di sini aku bahagia
di sini aku berpikir indah
semoga di sana lepas dari jeratannya
semoga di sana bebaskan dirinya
semoga di sana kepakan sayapnya
terbang kemanapun dia mengarah
aku di sini sungguh sangat damai
aku di sini sungguh sangat nyaman
aku di sini sungguh tanpa beban
ringan, menjalani hidup penuh ketenangan
Jakarta, 14/12/2016

Siluet Hitam
Bulan purnama di malam kelam
cahayanya menembus kesunyianku

125
Dan Tuhanpun Berpuisi

mataku berbinar memotret sisi kosong


Hanya setitik darah berbau anyir
menyapaku kala itu
secangkir kopi hitam hangat
menemaniku dengan setia
menungguku melawan waktu
meskipun tak akan bisa
tak akan mampu ku hentikan hukum alam ini
ku helakan nafas panjang
kurasakan udaranya mengalir di kepalaku
menyentuh damai kerongkonganku
sampai perutku kembang kempis
Hatiku mengeras
aku gelisah
bagaimana caranya untuk sembuhkan lukaku
kembali pada titik semu itu
tidak, aku harus mencari sudut senja
bukan sudut hampa
keras, semakin mengeras kalbuku
akalku kacau meracau
mengais-ngais pola abstrak
kisah-kisah terlampau hilang
hilang hikmahnya
rupanya aku tersadar
mimpi buruk itu telah lama menggelayutiku
segera aku beranjak pada yang suci
mengejar yang sejati
sebuah keindahan yang tiada tara
Yang Hakiki, Oh Illahi
Jakarta, 13/12/2016

Muhammad
aku tak berani bilang "oh muhammadku"
karena aku tak pantas memilikimu
aku tak berani bilang "oh nabiku"
karena aku selalu lupa risalahmu

126
Pilar Teduh

hanya beperapa kisah yang kudengar tentangmu


dan kau memang berbudi luhur
kau sungguh berakhlak mulia
tapi cerita hanyalah cerita
kudengarkan saja, tapi tak aku tiru
aneh, semua orang memperingati ulang tahunmu
padahal mereka belum pernah berjumpa denganmu
apakah mereka semua sudah ''gila"
Mereka juga sama, hanya mendengarkan cerita
tidak tahu, apakah benar atau tidaknya
cinta
ya, mungkin karena cinta
akhlakmu yang menjadi daya tarik
menyedot setiap manusia yang mengenal dirimu
sampai pada titik kerinduan yang menghujam
menggetarkan relung hati terdalam
tak kuasa air mata menetes, mengalir, basahi pipi
ingin berjumpa kekasih hati
belahan jiwa-jiwa yang tenang
mereka merindukanmu
aku tak tau, apakah aku merindukanmu?
muhammad mereka, muhammad dia, muhammadmu,
bukan muhammadku
muhammad kita semua
aku ingin menyatu bukan dengan muhammad, tapi
dengan "nur muhammad".
Jakarta, 11 Desember 2016

Ambisi

Jejak kaki yang ku lihat


nampak jelas di pelupuk mata
tekad ini telah membulat
menyatu hebat dengan asa

127
Dan Tuhanpun Berpuisi

Gelora jiwaku terus berhasrat


ingin tunaikan bingkisan niat
dua tanganku mengepal kuat
siap taklukan, sang penghambat

Aku masih bermain dengan ambisiku


menikmati detik-detik waktu
iramanya semakin menggebu
berikan isyarat mengajakku

ia berputar-putar di otakku
memberi tanda pada darahku
meresap hingga ke tulangku
merah putih telah menyatu

lalu bagaimana wahai pemuda


lalu bagaimana wahai pemudi
masihkah anda punya cita-cita
masihkah anda punya ambisi

Lihatlah simbol merah putih itu


mampu menggugah singa-singa bangsa
seperti itulah semangat satu
pikiran, lisan, tindakan itu satu nada

apalah hidup tanpa ambisi


hanya sesaat sekedar menepi
lalu tiba-tiba, kita kan mati
tanpa sesuatu yang berarti

apalah hidup tanpa ambisi


sedangkan tuhan, berikan segenap potensi
percuma saja berdiam diri
berpangku tangan meratapi

Bangunkan itu ambisi


Bangunkan itu kemudi
Bentangkan layar hidupmu
capailah itu tujuanmu

128
Pilar Teduh

Jakarta, 10 Deesember 2014

Mantra Pagi
pagiku adalah pagi-pagi
pagi-pagiku adalah pagiku
pagi yang indah
pagi yang bahagia
pagi senyuman ceria
pagi-pagiku
pagiku sehat
pagiku nikmat
pagiku-pagi pagiku
pagi-pagi harapan
pagi-pagiku pagi
pagi yang hebat
pagi yang cerdas
pagiku-pagi pagiku
pagi yang bebas
pagiku-pagi
pagi yang lucu
pagi yang dahsyat
pagiku-pagi pagiku

129
Dan Tuhanpun Berpuisi

selamat pagi untuk pagiku


selamat pagi untuk pagimu
Jakarta, 8 Desember 2016

Hilang
Bertemu menghilang
menghilang bertemu
bertemu menghilang lagi
menghilang bertemu lagi
lagi-lagi bertemu
lagi-lagi menghilang
bertemu kembali
menghilang kembali
kembali bertemu
kembali menghilang
hilanglah-hilanglah
jangan bertemu lagi
pagi menjelang aku hilang
menatap petang aku terngiang
duri-duri yang menusuk terkubur kegelapan
diujung senja aku berlarian
berlari mengejar diriku sendiri
karena terlalu banyak misteri
terlalu banyak teka-teki mistik
sulit untuk aku selami

130
Pilar Teduh

Jakarta, 18 Oktober 2016

Di kota dan di desa

Di desa...
Kicau burung menyambut pagiku
Sang Fajar tersenyum semangatiku
Dedaunan melambai padaku
butir embun, sejuk menyapaku

Di kota...
kicau burung juga menyambut pagiku
sayangnya, suara motor dan mobil saling beradu
Sang Fajar terlihat lesu
Daun-daun terkungkung layu

wahai desaku...

aku rindu keasrianmu


aku rindu rumput rindangmu
aku cinta keramahanmu
aku cinta elok rupamu

alam semesta begitu menyatu


hutan lindung, gunung, dan kebun-kebun sahabatmu
kirimkan salam lewat langit yang membiru
rintik-rintik hujan berbisik malu kabarkan keadaanmu

131
Dan Tuhanpun Berpuisi

apa kabar engkau di sana wahai kampungku?


masihkah dirimu mengenalku?
ingatlah! ingatlah kala kita bermain dulu?
jangan lupakan masa kecilku yang telah berlalu?

Kini aku di kota...

pohon-pohon lemas dan lunglai


pemandangan, sesak dan ramai
polusi udara tak mau berdamai
kemacetan kerapkali membantai

oh malangnya,.. malangnya nasib kotaku


engkau dewasa tapi sangat lugu
kau biarkan pabrik membunuhmu
kau acuhkan gedung-gedung menginjakmu

moral etika tak penting lagi


estetikalah penguasa panggungnya
salam sapa tak jadi tradisi
kesombongan dominannya

maafkan aku kampung desaku


terlalu cepat aku meninggalkanmu
terlalu lancang aku mengucilkanmu
aku menyesal, menyesal lihat kau dengan sebelah
mataku

cambuklah aku wahai desaku


pukullah aku wahai kampungku
asap kotaku terlanjur cemariku
air yang keruh mualkan perut buncitku

kotaku tak ada kedamaian


kotaku penuh kejahatan
desaku adalah ketenangan
desaku sarat perenungan

desaku tetaplah begitu


kotaku lapangkan dadamu

132
Pilar Teduh

desaku jagalah kekayaanmu


kotaku hati-hati dengan hartamu

Jakarta, 2 oktober 2014


Entah Kenapa?

entah kenapa puisiku mati


aku tak mampu berpuisi lagi
mungkin kata-kataku habis berlari
Habis terurai hujan di malam hari
mungkin puisi bukan hanya sekedar kata-kata
bukan hanya sekedar rima
Bukan hanya rangkaian kalimat-kalimat indah
tapi kedalaman makna dari setiap sejarah
atau mungkin aku yang krisis makna
makna hidupku menghilang entah kemana?
atau mungkin dia tak berlari
tapi sembunyi di balik mimpi
dia ada dalam diriku
tapi aku sendiri yang pergi
aku tak tahu
aku tak mengerti
Tolong bangkitkan hasratku itu
hasratku untuk bermain sastra
seni penghibur jiwaku
agar hidupku tidak hampa
Pondok Labu. 24/09/2016

Mahkota Yang Hilang

133
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kulihat raja dalam tahtanya


Dijaga tentara lengkap senjatanya
istana kokoh menjadi singgasana
Barisan pelayan hikmat padanya

mereka tertawa dibalik tirai warna-warni


sutera yang lembut menghiasi tubuhnya
Emas berkilau berseri-seri
Tak pernah dalam benaknya merasa sepi

Namun, alangkah miris hati ini


tiang kokoh itu tak sempat lagi berdiri
ia telah rapuh dimakan usia
Bagaikan gajah kehilangan belalainya

Raja, tentara, dan pelayan


Tak satupun mampu hadapi kehancuran
mereka semua takut akan kematian
Sang Maut mengantarnya menuju kuburan

isatana yang kokoh telah mati


hilang lenyap terbakar api
anggur dan daging telah basi
mahkota kejayaan ditelan bumi

Dulu, mereka adalah pengonsumsi


sekarang mereka dikonsumsi
dulu, mereka penikmat duniawi
sekarang, hanya menyesali

cacing-cacing bersenang hati


sekujur mayat menjadi santapan pagi
ulat kalajengking merayapi
serangga tanah menari-nari

Duhai sang raja yang tinggi hati


hendak kemana dirimu nanti?
akankah engkau dibumi abadi?
atau berpindah menuju illahi

134
Pilar Teduh

Jakarta, 5 September 2014

Pemimpin
Aku teringat petuah Pak Buya Hamka
Bahwa memimpin adalah menderita
Ku baca di layar kaca
Setiap lewat depan Auditorium Al-Mustofa
Menjadi pemimpin bukanlah mendapatkan hadiah
Menjadi pemimpin bukanlah mendapatkan anugerah
Tapi, mengemban amanah
memilah-milah yang baik dan buruk yang benar dan
yang salah
Terlontar kata pujian dari sahabat-sahabat
dan para kerabat dekat
"Kamu memang hebat"
Aku jawab, "Tidak, ini adalah tanggungjawab yang berat"

135
Dan Tuhanpun Berpuisi

"Kamu memang luar biasa"


Aku jawab, "Bukan, ini adalah bebanku sebagai
mahasiswa"
Aku tak boleh jumawa
Karena ini ujian nyata
Hari ini, sumpahku telah dikumandangkan
Itu berarti, janjiku telah bertengger di pundak kiri dan
kanan
Aku memegang jabatan
Bukan berarti berkuasa layaknya Tuhan
Aku adalah pelayan
Untuk mereka para pemuda harapan
Aku adalah pembantu
Untuk mereka para generasi maju
Aku harus memiliki kemauan keras
Harus punya loyalitas
Kredibilitas dan Integritas
Bekerja, hingga mengucur keringat deras
Agar Ambisi, Tekad, dan potensi Mahasiswa
Bisa turut mengharumkan nama STFI Sadra
Menjaga kerukunannnya
Hingga tercapai visi dan misinya
Aku harus peka dengan situasi dan kondisi mereka
Banyak-banyak mendengarkan keluhannya
Banyak-banyak memahami masalahnya
Lalu mencari solusinya
Tuhan menciptakan dua telinga
Untuk apakah keduanya
Apakah filosofinya?
Ya, aku harus mendengarkan mereka
Satu mulut tak banyak bicara
Cukup diam lalu mencermati duduk persoalannya
Mencerna dan memprosesnya
Lalu pecahkan sebaik-baiknya
Forum Himpunan Mahasiswa
Mau di bawa kemana
Kemana kita akan mengarah

136
Pilar Teduh

Bagaimana kita akan mencapainya


Apa peran saya
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang menuntutku
Dari para pejabat-pejabatku
Terus mengintai menghantuiku
Namun kujawab, 'kita adalah satu"
Kita adalah keluarga
Kita akan susun rencana
Kita akan tentukan tujuannya
Dengan musyawarah bersama-sama
Aku harus bijaksana
Dapat di percaya
Tulus ikhlas bersahaja
Jujur adil dan menjadi penengah sengketa
Aku harus penuh keingintahuan
Demi pengembangan berkelanjutan
Penuh persiapan dan perhitungan
Agar tegaklah keadilan dan kebenaran
Aku harus objektif
Bukan subjektif
Aku harus selektif
Tidak pasif, negatif atau sensitif
Karena, orang lain akan mencermatiku
Orang lain akan mengamati kebijakanku
Sehingga hati-hatilah gerak langkahku
Tutur kata dan pola pikirku
Aku tak boleh pongah
Tak boleh marah-marah
Aku tak boleh culas
Apalagi malas
Aku tak boleh menjadi diktator
Memaksakan ego yang kotor
Aku juga harus menepis segala rumor
Yang membuat pekerjaan menjadi molor
Aku harus hindari kebakhilan
Ketamakan, kemunafikan
Kecongkakan, keunggulan
Pengecut dan rasa takut

137
Dan Tuhanpun Berpuisi

Lalu memelihara kebaikan


Keharmonisan, keselarasan, kerukunan dan berusaha
merangkul semua kalangan
Berdiskusi dengan orang berimu
Bijak, antara tutur kata dan sikap menyatu
Bermatabat terhormat dan tidak berkhianat

Jakarta, 10 Juni 2015

Pesan Hujan
Aku turun ke bumi
Membawa keberkahan
Menghidupkan tanaman yang mati
Menyuburkan tanah kegersangan
Aku turun dari awan
Memberikan penghijauan
Pada bunga dan dedaunan
Agar akar pohon menyuplai makanan
Aku turun dari langit
Meneteskan butir-butir air
Meresap ke dalam ruang-ruang kecil dalam tanah sempit
Terus mengalir dan mengalir
Tergenang hingga banjir
Namun, manusia tak memikirkanku
Sedikit sekali yang mengenalku
Mereka menyangka ini hanyalah peristiwa semu
Mereka menyangka ini hanya gejala musim, ruang, dan
waktu
Mereka menyangka ini hal biasa
Bukanlah sesuatu yang luar biasa

138
Pilar Teduh

Padahal aku, adalah sebuah tanda


Yang memancing manusia untuk merenungkan Dia
Aku dan angin sudahlah lama
Turun ke bumi bekerjasama
Namun apalah daya
Manusia tak bisa menangkap maknanya
Manusia tak bisa memahaminya
Apalah artinya
Apalah artinya
Mendung, kilat menyambar, dan halilintar, menggelegar
Tak jarang rekanku membakar
Namun akhirnya aku memanggil pelangi, pancarkan
cahaya yang indah berwarna
Apalah artinya
Apalah artinya
Apakah itu hanya peristiwa alam biasa
Apakah tak ada maksudnya
Sepanjang tahun musim berganti
Hujan yang lebat atau panasnya sang mentari
Begitu terus setiap hari
Apakah tak ada arti
Apalah artinya
Apalah artinya
Betapa mata ini buta
Betapa rasa ini tak peka
Belumlah tajam mata batinku
Telinga batinku
Hidung batinku
Mulut batinku
Dan kulit batinku
Aku masih jauh
Terlampau sangat jauh
Basah kuyup tersiram air keruh
Wajah dan tubuhku sudah lumpuh
Hujan berkata
Lihatlah prosesku sangat rumit
Melewati fase-fase yang sulit
Dari lautan, sungai, danau naik ke langit

139
Dan Tuhanpun Berpuisi

Mengalami penguapan menjadi awan tebal hingga jatuh


ke parit-parit
Tak banyak yang tahu
Bahwa aku berasal dari Yang Satu
Tak banyak yang bertanya
aku berasal dari mana
Rinai Hujan terus basahi bumi
Memberikan tanda Illahi Rabbi
Bahwa Dialah Sumber dari segala sumber Yang Sejati
Bahwa Dialah sumber air yang murni
Jakarta, 9 Juni 2015

Duka di Malam Jumat


Kulihat dengan jelas malam jumat itu
Aku berjalan ke pasar bersama temann-temanku
Ada bapak ibu dan anaknya terbaring kaku
Di pinggir jalanan di bawah sepohon kayu
Hatiku tersentak mataku terisak
Ku pegang dadaku menghela nafas sejenak
Aku terpejam dan ingin kutulis sajak
Untuk mereka, para penghuni gerobak
Temanku bergumam, “mengapa dia tidak di kampung
saja?”
Mungkin dia bisa makan, meskipun apa adanya?
Aku hanya terdiam, mencoba cairkan suasana,
Namun sebenarnya aku menahan,
Menahan dalamnya duka dan derita mereka
Aku yang tidur sangat layak
Namun mereka sungguh tak layak
Aku yang makan sungguh enak
Mereka makan dari sisa sampah yang terkoyak
Mereka kedinginan
Mereka kepanasan
Baju tipis mereka sungguh tak kuat menahan beban
Matahari menyengat, angin malam menusuk kulit
mereka dalam kelaparan

140
Pilar Teduh

Mobil, motor, peluit tukang parkir ramaikan jalanan


Mereka lalu lalang tak ada yang pedulikan
Aku memang tak heran,
di komplek perumahan, yang penub kemewahan.
satu tetangga dengan yang lain tak saling berkenalan
Mereka sibuk dengan perusahaan
Mereka sibuk dengan kekayaan
Sampai rela dalam antrian
Penuh sesak dalam kemacetan
Oh, Ibu kota metropolitan
Jagat orang mengadu nasib penuh keberanian
Nyawa mereka dipertaruhkan
Mencari sesuap nasi untuk terus bertahan, menjalani
kehidupan
Saat ini, aku tulis sajakku
Aku hanya bisa menggerutu
Jiwa terbakar menjadi abu
Habis sudah logika kemanusiaanku
Aku tak bisa apa-apa
Hanya bisa menatap mereka dengan hampa
Menyesali kejamnya dunia ini, bumi ibu kota
Aku gagap, pipiku melehkan air mata
Aku berduka,
Jakarta, 30 Mei 2015

141
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jangan sombong
Wahai diri! Janganlah engkau tinggi hati
Tak pantas bagimu berbangga diri
Atas apa yang kau miliki
Atas ilmu yang kau kuasai
Jadilah orang yang rendah hati
Tapi janganlah rendah diri
Apa yang kau punya akan hilang kembali
Ilmu yang kau kuasai tak akan abadi
Sadarlah, wahai diri !
Jangan terlena karena di puji
Jangan pula emosi
Bila kau dicaci
Kritikan itu adalah peredam kesombonganmu
Pujian itu adalah godaan dan musuhmu
Jangan kau ketawa bila orang memujimu
Jangan kau menangis bila orang mengkritikmu
Jakarta, 27 Mei 2015

142
Pilar Teduh

Diambang Keraguan

Aku kebingungan di tengah jalan


Termangu dalam kegalauan
Ragu dan ketakutan
Di bangku perkuliahan
Aku menghawatirkan masa depanku
Namun menyesali masa laluku
Sedang aku lalai akan masa kiniku
Aku hanya bisa melamun sendu
Pikiranku melayang ke angkasa
Mencoba memandang bumi dari langit sana
Mungkin kutemukan tempat yang cocok buat pemuda
Pemuda sepertiku yang gila
Yang masih gila dengan harta
Yang cita-citanya hanya ingin kaya
Menimbun emas sebanyak-banyaknya
Sampai usiaku menua
Oh, betapa fananya hasratku
Betapa liarnya egoku
Betapa tak cerdasnya hawa nafsuku
Kubiarkan saja mereka berkelana berburu
Aku menyusuri lorong gelap tak tau tujuan
Aku mengais-ngais tanah yang mengeras menjadi
bebatuan
Mencari-cari sedikit celah cahaya penerangan
Agar membebaskanku dari segala jeratan
Bau amis dalam goa itu hampir buatku mati
Tak ada oksigen yang bisa kuhirup lagi
Aku terjebak dalam lembah yang dalam tak bertepi
Jauh di sana sampai ke alam mimpi
Khayalku menjadi angan-angan panjang
Ku takut jatuh dalam kesia-siaan
Aku ingin akhiri semuanya dalam kehampaan
Karena aku tak mampu menemukan itu kesadaran

143
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tuhan, berliku-liku roda kehidupan


Banyak rahasia-rahasia yang tak mampu aku
singkapkan
Banyak keluhan, cacian, hinaan yang tak pantas
dilontarkan
Karena aku tak tahu apa, dibalik kejadian
Aku tak tahu hikmahnya
Aku tak tahu filosofinya
Aku tak tahu maksudnya
Aku tak tahu, aku tak tahu apa-apa
Ingin aku menangis menjerit sekeras yang aku mampu
Tapi, situasi dan kondisi tak mendukungku
Aku ingin bilang, aku dungu atau kalian yang dungu?
Yang pasti akulah yang dungu
tertawa terbahak-bahak di atas bencana yang mengoyak-
ngoyak
Bersenang-senang di atas tangisan malang
Bergembira, berfoya-foya di atas banyak orang yang
merana
Mengenyangkan perut di atas orang-orang yang
kelaparan dan haknya tercabut
Aku tak peka, kita tak peka
Bahwa di luar sana menderita
Aku tak peka, kita tak peka
Bahwa di luar sana berduka
Aku ragu akan diriku
Apalah artinya diriku
Siapakah aku?
Untuk apa aku?
Aku tak kenal sosok tubuh ini
Aku tak kenal jiwa yang bersemayam ini
Aku tak paham jalan pikiranku ini
Pergulatan hebat menemukan jati diri
Jakarta, 24 Mei 2015

DN-Ku

144
Pilar Teduh

Dulu, DN-ku lahir dengan kemewahan


Tak pernah mengalami penderitaan
Tak menikmati proses perintisan
Langsung besar dalam buaian
aku dengar lewat cerita-cerita mereka
Begitu menyenangkan dan bahagia
Nyaman sangat sejahtera
Aman damai melampaui sederhana
Fasilitasnya jangan tanya!
Mewah semewah-mewahnya
Guru dan murid begitu dimanja
Dalam ayunan yang tak begitu lama
murid-muridnya luar biasa
Pandai, berbakat, banyak prestasinya
Mereka banyak berkarya
Banyak inovasi dan kreasi yang nyata
Membanggakan
Sungguh membanggakan
Guru-guru dimakmurkan
Diberikan tempat tinggal, makan, bahkan juga
kendaraan
Mobil bus siap untuk jalan-jalan
Gor pribadi khusus luas satu area lapangan
Masjid bertembok marmer menyuarakan adzan
Gedung baru masih segar mengiringi zaman
Tiba, aku masuk ke sana
Semuanya hilang begitu saja
Hanya tinggal kisah-kisah belaka
Menarik memang, tapi itu khayalan semata
Kita semua mencoba tegar
Kita semua mencoba sabar
Sedangkan gerbang sekolah mulai gemetar
Menyambut siswa-siswi yang mulai gempar
Guru-guru keluar bergantian
Sedikit demi sedikit berguguran
Alasan utamanya adalah gaji bulanan
Yang tak lagi mencukupi kebutuhan

145
Dan Tuhanpun Berpuisi

Murid-murid menyedihkan
Mereka ketakutan hadapi ujian
Kelas-kelas kosong tanpa aktivitas pengajaran
Karena pendidik tak tahan berlarian,
Mereka pergi, tak tahan lagi
Mereka tersenyum di depan muridnya sendiri
Menghadapi suasana yang tak menyenangkan hati
Para murid hanya tinggal menangisi diri
Wahai para atasan
Ketua, staff, dan pegawai yayasan
Apakah ini yayasan pendidikan
Yang katanya Islam yang menjadi tujuan
Bagaimanakah ini terjadi?
Begitu cepat kejayaan itu terhenti?
Hanya sekejap saja, lalu mati
Aku harap bangkitlah kembali
Aku lihat atasan sudah lupa
Bahwa mereka adalah pemimpinnya
Kemanakah tanggung jawabnya?
Hanya bersantai saja, nikmati kucuran dana
Oh, malangnya. . .
Anak-anak emas terlantar nasibnya
Oh, malangnya. . .
Anak-anak unggul dibunuh kreativitasnya
Sudahi saja,
atau tetap pertahankan dengan terpaksa
Bagi mereka yang kaya, mereka bisa pindah sekolah
semaunya
Tapi, bagi yang tak punya
Hanya meratapi keadaanya
Mereka adalah korban kebohongan
Dari manipulasi cerita lama yang terlalu di besarkan
Yang sekarang hanyalah tinggal kenangan
Tinggal puing-puing di balik reruntuhan bangunan
kemewahan
Wahai SMA-ku. . .
Duhai masa remajaku

146
Pilar Teduh

Bagaimanapun kau adalah bagian dari sejarahku


Aku sempat ditempa di sana, dengan beasiswa
Aku kadang malas untuk mengingatnya
Tapi rindu untuk mengenangnya
Teman-temanku yang kuat mentalnya
Sahabatku yang tinggi harapannya
DN-ku aku rindu keunggulanmu
Aku rindu dengan segudang prestasimu
Aku rindu dengan kemajuanmu
Aku rindu atmosfir intelektualmu
Cita-cita alumninya sungguh mulia
Ingin kembali mengangkat almamaternya
Mencoba semangati adik-adiknya
Tapi bagaimankah dengan yang ada di atasnya?
Entah bisakah berubah?
Sampai kapankah?
Entahlah, entahlah?
Aku hanya bisa menghela nafas dan mengangah!
Sepertinya mereka kebal motivasi
Tak perlu lagi dimotivasi
Mereka sudah kuat teruji
Beban psikologi sudah menjadi jati diri
Oh Dn-ku sayang. . .
Oh Dn-ku malang . . .
Semoga kau cepat tumbuh besar
Melambung tinggi pancarkan sinar

Jakarta, 18 Mei 2015

Rindu Ramadan
Ramadan cepatlah kau datang
Aku sudah lama menantimu
Perut buncitku ini, bosan kenyang
Kini kurus, karena merindukanmu
Ramadan oh ramadan

147
Dan Tuhanpun Berpuisi

Aku yang kotor, berdebu


Aku yang hina, bernoda
Ingin sekali mendekapmu
Membasuh segala luka derita
Sepanjang tahun, sebulan sekali
Banyak yang beruntung, banyak juga yang mati
Tak bisa lagi, bertemu kembali
berjumpa ria, dengan bulan yang suci
Ramdan oh ramadan
Aku mabuk bukan main
Sudah Kurasakan aroma menyengat wangimu
Terbawa halus oleh sepoy angin
Aku bertanya dimanakah dirimu?
Mendekatlah
Cepatlah
Aku takut, kita tak bertemu
Aku takut, mati lebih dahulu
Sebelum aku memelukmu
Dengan erat sepuas hatiku
Hingga luntur dosa-dosaku
Hingga mengucur deras, keringat kepongahanku
Aku rindu suasana itu
manusia, menahan hawa nafsu
Dari shubuh, hingga adzan berseru
Tanda berbuka, hati syahdu
Duhai Ramadan,
Kemarilah
Datanglah
Kupanggil terus namamu
Masuk dalam alam mimpiku
Masuk dalam alam imajinasiku
Mengabstrakkan sosok lahirmu
Dibalik sosok, indah batinmu
Dibalik sosok, agung jiwamu
ramadan, aku rindu
Jakarta, 13 Mei 2015

148
Pilar Teduh

Menjemput Ramadan
Ramadan oh ramadan
Bulan penuh kesucian
Bulan penuh ampunan
Bulan penuh kemuliaan
Ada malam seribu bulan
Malaikat-malaikat berterbangan
Jibril turun mengatur segala urusan
Berikan kado terindah untuk Hamba yang terpilih dari
Tuhan
Siangnya adalah kelaparan
Menahan nafsu dan godaan setan
Menjaga mulut, telinga, dan pandangan
Dari segala dosa dan keburukan
Malamnya adalah malam keagungan
Lantunan Dzikir dan tadarus alquran
Tahajud khusyu dalam kesunyian
Santap sahur dalam keberkahan
Indah ramadan, indahnya kemanusiaan
Indah ramadan, Indahnya Rahmat Tuhan
Indah ramadan, Indahnya cahaya kenabian
indah ramadan, Indahnya Hamba dalam kesalehan
Segenap alam ikut bergema
Langit cerah senyum merona
Samudera bersenandung lewat curahan airnya
Gunung menyapa akrab dengan dedaunan serta pohon
rindangnya
Mereka semua menyambut kesejukan ramadan
Mereka semua menanti
Kehangatan ramadan
Mereka semua merindu bercumbu dengan ramadan
Mereka semua bahagia akan hadirnya bulan Ramadan
Kebanggan Ramadan menyambung tali persaudaraan
Bukan menebar permusuhan
Kebanggan ramadan adalah kesejahteraan untuk semua
kaum pinggiran

149
Dan Tuhanpun Berpuisi

Burung-burung akan semangat berkicau kala ramadan


tiba
Ikan-ikan akan menari berenang memujinya
Ketentraman ramadan
Kemakmuran ramadan
Meleleh lembut berbalut kemanisan
Menyegarkan jiwa yang dilanda kekeringan
Cahaya bulan purnama tampakkan pesonanya
Mentari gagah kibarkan cahaya membara
Bintang bintang bersuka ria
Gemerlapan berpesta pora
Ramadan akan datang
Jakarta, 10 Mei 2015

Mimpi Burukku

Kau yang menikam aku dari dalam


kau injak aku hingga tenggelam
Perahu layarku telah karam
Akibat serangan badaimu yang mencengkram
Aku tercabik-cabik
Aku meringkik
aku terusik
Kesakitan tertusuk duri setiap detik
Aku tak bisa tidur nyenyak
Karena mataku kau sirami minyak
Kau hendak bakar aku seperti logam perak
Hingga sekujur tubuhku terkoyak-koyak

150
Pilar Teduh

Dadaku sesak
Menahan pukulan telak
Mulutku disumpali arak
Hinggaku mabuk dan sekarat
Sungguh seram engkau ini
Mampu buatku hampir mati
Kau bawa silet untuk mengulitiku
Kau bawa belati untuk mengucurkan darah segarku
Kau sungguh jahat
Kau tutup lubang hidungku hingga berat
Berat rasanya menghirup udara pagi yang nikmat
Oh sial, kau terlaknat
Cepat, kau pergi dariku
Menyingkir jauh dari pandanganku
Aku takut akan wujudmu
Enyahlah dari kehidupanku
Oh, aku terbangun dari mimpiku
Itu adalah mimpi terburukku
Keringat deras mengalir di dadaku
Aku terkejut dan segera bangun dari kematianku
Jakarta, 09/05/2015
Maksudnya apa?

Dilema belajar filsafat


Aku dikira sesat
Padahal aku belajar hakikat
Yang barangkali mampu, mencerahkan umat
Filsafat,
Ilmu macam apa?
Mencari-cari kebenaran di tengah dunia yang makin
cacat
Maksudnya apa?
Menggali realitas, yang tanpa batas, tak jelas, bebas di
bumi nan luas
Ini pengembaraanku
Menelusuri bayang-bayang makna

151
Dan Tuhanpun Berpuisi

Ini sepenggal riwayat hidupku


Membaca ayat-ayat alam semesta
Jatuh bangun aku di sudut gelap
Gelap tanpa cahaya
Terpejam mataku terjerembap
Ketakutan, sendirian, hampa
Aku bertanya?
Siapakah aku sebenarnya?
Asalku dari mana?
Sekarang aku di mana?
Lalu aku hendak menuju kemana?
Fase apakah yang aku jalani hari ini?
Aku tak mengerti, aku tak memahami?
Apakah ini skenario dalam serial televisi?
Atau ilusi di balik tabir khayalan sebuah mimpi
Imajinasi dalam permainan papan catur
Atau pertunjukan wayang, kala dalang bertutur
Filosofi hidupku kabur
Buram, dalam sedalam sumur
Filsafat bukan sekedar pandai berdebat
Seperti stigma sebagian masyarakat
Tapi ia kebijaksanaan yang bermartabat
Terhormat lebih dari seorang pejabat
Kebenaran
Kebaikan
Keadilan
Dipertanyakan?
Kesalahan
Keburukan
Ketidakadilan
Dipertanyakan?
Keagamaan
Kenabian
Dan ketuhanan
Dipertanyakan?
Itulah nilai-nilai dasar kehidupan
Yang membentuk suatu peradaban

152
Pilar Teduh

Yang menjadi tujuan pendidikan


Yang menjadi satu kebutuhan
Jakarta, 6 Mei 2015

Berisik

Berisik
Berisik sumpah, berisik
Suara bising kerap mengusik
Lebih keras dari pada jangkrik
Memekakan telinga terdengar tak asyik
Bosan dengan Kemacetan
Panjang Barisan kendaraan
Tumpukan besi-besi berserakan
Kepulan asap merusak pernapasan
Orang-orang berteriakan
Kasar, meminta jalan aman
Suara peluit tukang parkiran
Memandu para tuan
Mereka di tengah jalan
Tak peduli kepanasan
Suara peluit melengking tajam
Dari pagi hingga larut malam
Ibu kota oh ibu kota
Inikah kehidupan nyata
Kerasnya bukan main
Harus kerja keras, keringat peluh, dan air mata

153
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jakarta, 04/05/2015

Bahasa dan Logika

Bahasaku buta
Logikaku tuli
Bahasaku hampa
Logikaku mati
Bahasa dan logika
Aku tak punya keduanya
Bagaiamana aku mengolahnya
Tanpa alat untuk memanennya
Aku sudah ditengah jalan
Antara berhenti dan melanjutkan
Apakah aku pilih bahasa
Ataukah aku pilih logika?
Aku bingung keduanya
Itu adalah alatnya
Aku baru menyadarinya
Itulah yang paling utama
Oh, aku tak mau sia-sia
Sudah terlalu dalam aku masuk dunianya
Namun masih berkutat pada kulit luarnya
Entah apa, apa yang aku bawa
Bahasa dan logika
Jakarta, 30 April 2015

154
Pilar Teduh

Tuhan, bolehkah aku bertanya?

Dimanakah kau berada?


Salahkah aku bertanya?
atau pertanyaanku yang salah?
Tuhan, bolehkah aku bertanya?
Dari mana aku sebelumnya?
Tujuan hidupku untuk apa?
Kemana aku setelah tiada?
Apakah aku akan abadi?
Akan terus kekal di bumi?
Hidup kemudian mati?
Atau ini hanyalah sementara?
Hanya permainan belaka?
Seperti musafir dalam perjalanannya
Tuhan, bolehkah aku merindukan-Mu?
Tapi aku tak mengenal-Mu?
Seperti apakah DiriMu?
Aku ingin tahu? Aku ingin tahu?
Masing-masing agama mengenalkanMu
Mereka banyak bercerita tentangMu
Mereka memujaMu, menyembahMu, dan
mengagungkanMu
Siapakah dirimu sebenarNya?
Oh Tuhanku,
Bila memang mereka tahu akan DiriMu dengan benar
Tapi mengapa mereka saling bertengkar?
Apakah Dirimu begitu menarik untuk diperdebatkan?
Apakah Dirmu begitu hebat untuk dipertahankan?

155
Dan Tuhanpun Berpuisi

Oh Tuhan, ajari aku bagaimana engkau menciptakan


aku?
Bagaimana engkau membuat ibu dan bapaku?
Bagaimana engkau mengatur alamku?
Bagaimana engkau memelihara semuanya?
Apakah Engkau lakukan sendirian?
Atau Kau serahkan pada para MalaikatMu yang setia?
Sehingga Engkau santai-santaian?
Tuhan, bolehkah aku bertanya?
Jakarta, 29 April 2015

Rindu Terpendam

Kala kerinduan menikam


Menusuk relung hati terdalam
Jatuh terkapar tak berdaya
menahan hasrat ingin berjumpa
Kala kerinduan menikam
Sepi jiwa mengancam
Hasrat kuat, hendak bertemu
Sangat hebat menggebu-gebu
Salahkah aku menjadi perindu
Salahkah aku memasukanmu dalam otakku
Membayangkan elok rupamu
Meresapi tutur kata dan geliatmu
Ooh, sungguh rindu ini menyiksaku
Aku gila memikirkanmu
Semakin liar aku terpaku
Terdiam, terpaut dalam alam imajinasiku
Tawamu memecah sepiku
Saat terpejam mata batinku
Tingkah manjamu lelehkan ego kerasku
Mematikan keangkuhanku
Jakarta, 28 April 2015

156
Pilar Teduh

Haus dan Lapar

Aku haus
Terus merasa haus
Hingga dahaga
Hingga kerongkonganku terbakar membara
Aku lapar, perutku kosong tanpa makanan
Namub aku hanya tertawa kelakar, tak memikirkan
Aku hanyut dalam nikmatnya pengetahuan
Itulah bagiku kekenyangan
Kelaparan bagiku bukan makanan
Tapi kelaparan sebenarnya adalah dangkal pengetahuan
Itulah masalah besar
Itulah krisis yang gempar
Haus bagiku tidak butuh air
Dahaga yang mencekik bukan ingin yang cair
Tapi kehausan sebenarnya adalah ilmu
Haus sebenarnya adalah tidak banyak 'tahu'
Tuhan, aku nyaman dengan kelaparan ini
Jika itu bisa membuat-Mu ridho padaku
Berikanlah aku Hakikat yang sejati
Agar aku bisa menjadi apa yang Engkau mau

Depok, 26 April 2015

157
Dan Tuhanpun Berpuisi

Buku
Lewat buku, aku reguk segarnya ilmu
Lewat buku, aku rasakan nikmatnya tahu
Bersama buku, aku bercumbu
Bersama buku, aku menembus ruang dan waktu
Di sana terbuka cakrawala dunia
puaskan dahaga
Di sana ada, banyak rahasia
Untuk menjawab tanda tanya

Jakarta, 23 April 2015

Ayah dan Hujan


Hujan ini membawaku ingat akan masa kecilku
Ketika itu bersama ayahku
Ditengah tambak dipinggir lautan
Aku menangis ketakutan
Hujan lebat dan badai kencang
Menerpa payungku hingga terbang
Terangkat tubuh kecilku yang malang
Hingga tercebur ke tengah empang
Itu cukup menegangkan
Itu cukup mengharukan
Ayahku datang menjadi pahlawan
Ulurkan tangan beri pertolongan
Ia menggendongku
Masuk dalam gubuk sederhana
Ia menyelimutiku
Dengan sarung yang sudah tua
Oh hujan, hujan kenangan

Jakarta, 19 April 2015

158
Pilar Teduh

Duhai Nabi

Duhai Nabiku,
Aku ingin bertanya sesuatu
Banyak yang ingin aku tahu
Aku haus akan ilmu
Duhai nabiku,
Aku butuh nasehatmu
Aku butuh hikmahmu
Aku butuh pencerahan dari lisan sucimu
Duhai nabiku,
Aku ingin ceritakan masalahku
Aku ingin minta solusi darimu
Karena aku tahu makrifatmu
Ya Tuhan,
kenapa kau sudahi turunnya nabi
Apakah Engkau sudah bosan dengan biadabnya dunia
ini
Apakah Engkau biarkan saja manusia hidup seperti
sekarang ini
Di zaman sekarang ini
Ya di zaman sekarang ini
Zaman gila, edan,
Zaman jahiliyah, kegelapan
Sejarah dulu kembali terulang
jahilyah bertopeng kemodernan
Dulu perang, sekarang masih ada perang
Dulu penjajahan, sekarang masih ada penjajahan
Dulu masih ada perbudakan
Sekarang ada TKI dan TKW yang dianggap pahlawan
Kemerosotan nilai moralitas
Minimnya kejujuran dan integritas
Oh, dunia yang semakin pikun
Karena usianya sudah menua
aku diam tertegun
Mengumpulkan rasa curiga

159
Dan Tuhanpun Berpuisi

Aku cemas
Was-was
Tak bisa tidur pulas
Tak bisa bernafas lepas
Oh dunia yang semakin compang-camping
Izinkan aku sampaikan salam
Kepada mereka yang kini sedang berbaring
Di kuburan sana yang berbeda alam
Apalah arti goresan pena ini
Sekedar obati kegundahan hati
Wahai nabi, wahai nabi
Datanglah di ujung mimpi

Jakarta, 18 April 2015

160
Pilar Teduh

Nyanyian Intelektual
Menyelami samudera ilmu
Aku terus merasa kehausan
Tak ada ujung yang baku
Sampai titik penghabisan
Berpikir dan terus berpikir
Merenung dan terus merenung
Bertanya dan bertanya tak ada akhir
Membaskan diri dari kebodohan yang terkungkung
Akal ini tak akan puas
Dan tak akan pernah puas
tanpa batas
Luas sangatlah luas
Perjalanan panjang
Penuh halang rintang
Berliku-liku
Sulit dilalui hanya sekedar dengan membaca buku
Butuh waktu
Waktu yang sangat lama
Butuh Kesungguhan kalbu
Tamak dan perlu biaya
Perlu kecerdasan
Dan dekat dengan ahlinya
Bukan kepintaran
Tapi bijaksana
Jakarta, 16 April 2015

Aku Harus Kaya

161
Dan Tuhanpun Berpuisi

Aku sedih melihat mereka


Mereka yang menjadi korban ibu kota
Mereka yang menjadi korban kerasnya dunia
Mereka yang bersusah payah mengisi perutnya
Oh malangnya nasib mereka
Harus tidur kedinginan
Sengatan matahari membakar kulitnya
Mengais rezeki arungi jalanan
Sesuap nasi saja sangat sulit di beli
Uang sedikit saja sangat sulit di cari
hutang menumpuk tak terkendali
Hanya air mata yang menemani
Air mata yang membasahi pipi
Luruh jatuh menetes ke bumi
Bahkan bumi ikut menangis
Bahkan langit tak kuasa
menangis
Di antara mereka
Ada yang mengemis
Ada pedagang asongan
Ada pemungut sampah
Ada penjual buah
Ada para pengamen
Ada penjual gorengan
Ada penjual kacang
Ada penjahit keliling
Penghasilannya tak seberapa
Hanya untuk menyambung nyawa
Kadang kita memandang sebelah mata
Tak pernah ulurkan tangan kita
Aku harus kaya
Agar ringan beban mereka
Aku harus kaya
Agar mereka tak menderita
Biarlah aku berusaha
Hentikan penindasan ini
Menjadi pahlawan tanpa tanda jasa
Menjadi penolong jiwa yang hampir mati

162
Pilar Teduh

Seringkali hatiku luluh


Melihat kakek nenek berkeringat peluh
Meskipun mereka tak pernah mengeluh
Tapi pikiran dan perasaanku sungguh tersentuh
Sungguh terenyuh
Aku harus kaya
Ya, aku harus kaya
Agar aku bisa menolong mereka
Agar aku bisa membantu mereka
Jakarta, 12 April 2015

Sayyidah Fatimah
Ya sayyidah Fatimah
Putri bunda Khodijah
Buah hati Sang Nabi
Istri tercinta sayyidina Ali

163
Dan Tuhanpun Berpuisi

Ya sayyidah Fatimah
Engkau sungguh indah
Ya sayyidah Fatimah
Cahayamu menembus segala arah
Engkau sungguh mulia
Wanita penghulu surga
Akhlakmu terpuji
Derajatmu sungguh tinggi
Pujian itu datang dari Ayahmu
Dari lisan utusan Tuhan-Mu
Sang Nabi begitu memujimu
Membanggakan kehadiranmu
Di saat zaman jahiliyyah melanda
Anak perempuan menjadi korban
Mereka di kubur hidup-hidup tanpa dosa
Hanya demi menghindari penghinaan
Oh betapa teganya mereka
Betapa bodohnya
Bayi yang masih belia
Dibunuh mengenaskan oleh keluarganya
Lalu Sang Nabi mendapat karunia
Lahirlah Fatimah dari rahim suci ibunya
Dengan bangga sang nabi menggendongnya
Menyayanginya dalam bahagia
Kaum jahiliyyah terheran-heran
Apakah sang Nabi kerasukan setan
Bisa-bisanya ia memuliakan
Menimang-nimang bayi perempuan
Oh, aroma tubuh Fatimah begitu wangi
Raut wajahnya seperti bidadari
Lebih cantik dari Miss universe dunia ini
Lebih anggun dari yang paling anggun di dunia ini
Pengetahuan Fatimah sangat luas
Pemikirannya sangat cerdas
Didikan rasulullah terlihat sangat jelas
Betapa hidupnya sangat berkualitas
Cobalah baca riwayatnya
Betapa ia gadis yang terjaga

164
Pilar Teduh

Auratnya bahkan tertutup di depan orang buta


Doanya tersebar untuk tetangga dan selain dirinya
Dialah wajah yang mirip dengan ayahnya
Dialah putri kesayangan Ayahnya
Pancaran al-qur'an hiasi hidupnya
Menjadi rujukan siapa yang bertanya
Ya sayyidah Fatimah binti Muhammad rasulullah
Ya sayyidah Fatimah habibullah
Ya sayyidah Fatimah cahaya mata rasulullah
Ya sayyidah fatimah nurullah
Rugilah orang yang tak mengenalmu
Menyesallah orang yang tak membaca riwayatmu
Mereka hanya tau engkau anak ayahmu
Tanpa tau seberapa mulianya dirimu
Surga dan para malaikat merindukanmu
Karena betapa hebatnya sejarahmu
Dahsyat sekali pengorbananmu
Berat sekali cobaan dari Tuhanmu
Tapi semua itu mampu dilalui
Dengan ikhlas, tulus dari hati
Hanya Allah saja yang menjadi saksi
Betapa dia wanita yang paling suci
Empat wanita penghuni surga
Asiyah, Maryam, Khodijah, dan engkau Fatimah
Semua adalah mulia di zamannya
Tapi hanya engkaulah yang paling cerah
Bunga mawar yang menggoda
Parfum kasturi yang paling wangi
Pantai biru yang bergelora
Gunung teduh yang menjulang tinggi
Takkan bisa mengalahkan pesonamu
Takkan bisa menandingi keelokanmu
Takkan bisa melampaui
Kecantikanmu
Takkan bisa mengungguli
Keanggunanmu
Oh Fatimah zahra
Pewaris tahta syurga

165
Dan Tuhanpun Berpuisi

Oh fatimah zahra
Salam dariku untukmu Bidadari alam semesta

Jakarta, 12 April 2015

Aku Bingung
Lagi dan lagi
Aku kebingungan
Aku tak tahu kenapa ini
Aku seakan buntu tak punya pilihan
Aku mentok
Sempit inspirasi
Aku masuk zona block
Tak mampu lagi berpuisi
Aku tak suka ini
Aku benci

166
Pilar Teduh

Aku gak mau situasi ini


Aku ingin cepat sampai misi
1000 puisi
Berat itu rasanya
Mencapai mimpi
mengenggam asa
Tak kubayangkan akan setebal apa
Maknanya bagaimana
Apakah luar biasa
Atau biasa saja
Aku tahu
Yang penting bagiku aku sudah berusaha
Menuliskan impianku
Menuliskan harapan dan cita-cita
Aku macet
Kepepet
Puisiku tak nyaring seperti terompet
Oh, sungguh kampret...
Jakarta, 12 April 2015

Puisi Kerinduan
Aku ingat senyummu
Seperti untaian bunga yang saling bertaut
Aku ingat kedua bola matamu
Membuat hatiku semakin terpaut
Oh, aku merindukanmu
Merindukan obrolan kecil itu
menepis sudut kesepianku
Dengan ekspresi wajah meronamu
Kemanakah kau hari ini
Kemanakah kau pergi

167
Dan Tuhanpun Berpuisi

Sudah lama ku cari-cari


Namun tetap saja, tak ku dapati
Kemarilah dan duduk bersamaku
Ceritakanlah kepadaku
Dari manakah dirimu?
Aku ingin mendengarkan kisahmu
Jakarta, 9 April 2015

Adzan

Saat adzan berkumandang


Telingaku mendengar
Itulah panggilan kemenangan
Tapi kenapa, hatiku tak bergetar
Berat sekali untuk menjawab panggilan itu
Sesibuk apa diriku
Padahal itu kewajibanku
Padahal itu kebutuhanku
Padahal itu ketenanganku
Padahal itu seruan Tuhanku

168
Pilar Teduh

Masih saja aku sibuk dengan obrolan


Masih saja aku sibuk dengan gurauan
Padahal sang imam sudah mengangkat tangan
Lantunkan takbir penuh kedamaian
Apalah arti imanku
Itu hanya secuil debu
Bahkan aku tak tahu
Mungkin lebih kecil dari itu
Tak ku lihat umat berlomba-lomba
Berlomba-lomba dalam kebaikan
Jarang sekali nasehat masuk di dada
Berduyun-duyun dalam kebaikan
Aku mungkin sudah keras kepala
Sulit untuk terbuka
Meresapi untaian kata-kata mutiara
Sebagai pengingatku ketika lupa
Aku tak paham
Gersang hatiku ini
Aku hanya bisa diam
Merenungi dan merenungi
Apa yang salah di sini
Asyik bercengkrama
Hingga lupa waktu menyucikan diri
Sejenak berdiri sujud dan ruku
Aku hela nafasku
Ini adalah cambuk buatku
Apalah dayaku
Yang tak sanggup memikul tanggung jawabku
Inginku lari dari semua ini
Dari susasana yang ku benci
Biarkan ku tinggalkan saja
Apalah bila tak berarti
Percuma saja
Buang waktu saja
Biarlah berhenti
Dan mulai kembali
Kembali berburu yang kucari
Menanti apa yang ku nanti

169
Dan Tuhanpun Berpuisi

Biar tak ada lagi yang rugi


Hingga nanti sampai ku mati
Jakarta, 4 April 2015

Sholat

Bukan Cuma raga yang sholat


Tapi jiwa juga sholat
Pikiran juga sholat
Hati juga sholat
bukan hanya sekedar gerakan
Seperti olahraga
Tapi sebuah penghambaan
yang semestinya penuh makna
Kita seharusnya berusaha
Berusaha untuk khusyu’

170
Pilar Teduh

Bagaiamana caranya
Agar kita bisa mampu
Agar raga kita untuk Allah
Jiwa kita untuk Allah
Pikiran kita fokus pada Allah
Hati kita hanya untuk Allah
Air wudhu itu tanda penyucian
Membebaskan kita dari kotoran
Pakaian seharusnya bersih dan wangi
Tempat juga harus suci dan sunyi
Sholat itu kontrol maksiat
Sholat nikmat bukan beban berat
Sholat itu kebutuhan
Bukan tuntutan atau keterpaksaan
Sholat jangan kita sia-siakan
Apalagi menyepelehkan
Karena itu bentuk komunikasi
Komunikasi pada sang Illahi
memang sulit istiqomah
Juga sulit berjamaah
Tapi kita harus punya himmah
Bahwa terlalu banyak, kita di beri anugerah
Memang susah
Lelah
Dan harus berpayah-payah
Tergopoh-gopoh
Malas dan masa bodoh
Tapi itu semua konsekunsi
Bila kita sepakat dengan Tuhan
Kita harus taati
Kita harus ikuti aturan
Jakarta, 3 April 2015

171
Dan Tuhanpun Berpuisi

Futsal

Peluit sang wasit berbunyi


Tanda pertandingan di mulai
Para pemain mengejar bola
Dengan semangat bergelora
Kaki-kaki berlarian
Mengejar si kulit bundar
Tendangan dan gocekan
Silih berganti berputar-putar
Sorak sorai para penonton
ramai-ramai beri dukungan
Terlihat asyik, tak monoton
Semua menyatu dalam teriakan

172
Pilar Teduh

Meski keringat bercucuran


Meski nafas sesak di dada
Terus saja berlarian
Untuk memburu gelar juara
Semangat juang sangat terlihat
Jatuh bangun, begitu hebat
Sledding tackle yang Kuat
Menjatuhkan pelari cepat
Satu teriakan gol!
Itu kepuasan
Bukan ekspresi konyol
Tapi sebuah kemenangan
Jakarta, 3 April 2015

Aku Takut
Aku takut kesombongan merayap di dadaku
Aku takut keangkuhan menunggangi segenap ragaku
Tak ada yang perlu disombongkan
Tak ada yang layak diangkuhkan
aku yang papa
Aku yang hina
Seperti secuil debu
Atau bahkan setitik abu
Ketampanan di masa muda
Kecantikan di masa remaja
Mau berapa lama
Akan terbatas di masa tua jua
Harta yang melimpah
Mobil yang mewah

173
Dan Tuhanpun Berpuisi

Punya banyak rumah


Semuanya akan punah
Punah ketika kau mati
Musnah ketika kau pergi
Meninggalkan dunia ini
mereka tak akan mengikuti
Apa lagi yang kau sombongkan
Apakah keturunan
Itu hanya sebuah hubungan
Perantara kamu untuk hadir dalam kehidupan
Tak ada yang patut dilebihkan
Dari silsilah keturunan
Orang tak akan melihat ayah ibumu
Tapi seberapa mulia jati dirimu
Itulah pemuda yang nomer satu
Bukan karena ibu atau ayahku
Tapi inilah aku
Aku yang membanggakan orang tuaku
Apa lagi yang membuatmu besar kepala
Apakah tahta
Yah, itu hanyalah sementara
Tak selamanya, tak selamanya
Apa lagi yang membuatmu tinggi hati
Apakah karena ilmumu
Aku rasa hanya sedikit sekali
Karena betapa banyak orang yang lebih berilmu
Di atas langit masih ada langit
Obatilah bangga dengan ilmu
Dengan tawadhu
Tak seharusnya kau menjadi sosok guru
Guru yang sok menggurui
Guru yang tak pandai menyadari
Guru yang tak menyelami diri
Guru yang tak melihat kekurangan sendiri

Jakarta, 29 Maret 2015

174
Pilar Teduh

Dalam Kegelapan

Dalam kegelapan
Aku butuh akan cahaya
Aku butuh penerangan
Agat mataku terbuka
Dalam kegelapan
Aku ketakutan
Apa lagi sendirian
Sendirian dalam kuburan
Aku tak bisa bayangkan
Betapa di sana sepi
Sangat tak menyenangkan
Aku, hanya aku sendiri
Tak ada yang menemani
Tak ada yang menghiburku
Tak ada yang mengajakku berdiskusi atau bersafari
Atau sekedar sejenak menunggu

175
Dan Tuhanpun Berpuisi

Di sini, di dunia ini


Aku masih bisa hidup
Menikmati hari demi hari
Meninggalkan titik redup
Pernahkan kau pejamkan matamu
Lebih lama lagi dari waktu tidurmu?
Pernahkah kau menyendiri dari keramaian
Bersahabat dengan kesunyian
Berapa lamakah kau mampu bertahan?
Seharian, mingguan, bulanan atau satu tahunan?
Yang jelas, itu jauh dari kenyamanan
Tapi pasti kita dapatkan satu perenungan
Perenungan yang dalam
Sedalamnya misteri alam
Terang saja, pada masa itu
Lidahmu akan menjadi kelu
Telingamu hanya mendengar kehampaan
Tak ada nyanyian tak ada alunan
Kedua bola matamu seperti terpejam atau menatap
dalam tatapan kosong
Seiring mulut terbungkam dari kata-kata bohong
Mungkin di sana
Mata hati angkat bicara
Mungkin di sana
Akal kita akan dapat titik cerahnya
Meraih cahayanya
Mereguk sejuk cintanya
Ada dialog yang sarat makna
Antara mata hati yang jernih dengan akal yang terbuka
hijabnya
Mencari apa di balik tanda-tanda
Dan berusaha menemukannya
Siapakah dalang dari segala fenomena ini
Dan mengapa harus ada aku di dunia ini
Hingga ku terbangun dn bangkit dari titik gelapku
Membawa seberkas cahaya lentera dari rumahku
Aku akan tahu
Oh, ada sesuatu

176
Pilar Teduh

Bahwa ada dunia fana


Dan ada dunia abadi
Ada yang akan sirna
Dan akan ada yang kekal tak akan mati
Menembus ilusi materi
Tipuan tipuan para penjahat
Menembus ruang waktu serta mimpi
Terbebas dari pergulatan yang sangat hebat, ketat, yang
berjalan sangatlah cepat
Terbebas dari kegelapan
Menuju perdamaian
Itu yang ku inginkan
Memecahkan teka-teki masa depan
Jakarta, 26 Maret 2015
Rawat Diri
Aku tak pandai merawat diri
Ya, inilah aku
Dengan segala kesederhanaanku
Inilah gayaku
Inilah pakaianku
Penampilanku biasa saja
Tidak ada yang istimewa
Aku tak bagus rupa
Juga tak kaya raya
Sepatuku mungkin tak layak
Baju celanaku tak berkelas
Rambutku terlihat acak
Bahkan mukaku terlihat lemas
Aku tak pandai merawat diri
Ya, memang keadaanku begini
Lalu mau gimana lagi?
Aku tak bisa merubah diri
Banyak komentar terhadapku
Aku tak peduli
Orang selalu ada kata untuk mengomentariku
Tapi iniliah diriku yang sejati

177
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tak mau menjadi orang lain


Biarlah tetap begini saja
Celana hitam dengan bahan kain
Baju batik atau kemeja
Memang terlihat tua
Tapi jiwaku masihlah muda
Senyumku cukup menggoda
Tingkahku mengundang tawa
Biarlah mereka sibuk obrolkan penampilan
Bagiku itu, tak cukup penting
Akhlak, santun, dan kesopanan
Itulah yang seharusnya buming
Aku tak tahu,
Masih saja orang tertipu
Tertipu dengan mata telanjang
Hanya melihat dari satu sudut pandang
Sudut pandang penampilan
pancaindra yang menjadi andalan
Mengabaikan sisi kebatinan
Padahal itulah kefanaan
Pancaindra mengandung penipuan
Mudah untuk digelincirkan
Dia adalah kemayaan
Mengecoh mereka yang mudah terkesan
Banyak orang tersilaukan
Dengan hanya satu pandangan
akhirnya timbul penyesalan
Yang akhirnya berujung kesedihan
Berhentilah melihat orang, hanya dari penampilan
Berhentilah mengadili orang, hanya kurang perawatan
Jangan hanya melihat buku dari covernya
Tapi coba nilailah buku dengan membaca isinya

Jakarta, 21 Maret 2015

178
Pilar Teduh

Menyatu Dengan Alam


Nafas ini adalah angin alam semesta
Mata ini adalah mentari alam semesta
Tubuh ini adalah bumi alam semesta
Dan marah ini adalah badai taufan alam semesta
Aku berjalan seperti bumi mengitari matahari
Aku bergerak seperti bumi berputar pada porosnya
Senada satu hati
Sehati satu irama
Aku menyatu dengan alam
Menari dalam harmoni
Ke puncak meditasi terdalam
Menembus batas imajinasi
Aku rangkai keping-keping sketsa
Dalam lukisan yang memesona
Senyuman langit memerah senja
Atau fajar pagi yang menyapa
Aku ingin bercengkrama dengan penguasa alam
Sekedar mengucapkan rasa terima kasih
Begitu baiknya ia berikan bermacam-macam
Dan semuanya tanpa pamrih
Sawah, ladang, perkebunan
Semuanya memberikan penghidupan
Lautan, gunung, dan perbukitan
Menyimpan berjuta keindahan
Guru pasir yang terlihat gersang
Ada kaktus, hidupnya tak usang

179
Dan Tuhanpun Berpuisi

Semua komponen alam semesta ini


Sungguh memanjakan segenap insani
Adakah rahasia di sana
Ada apa di baliknya
Masih belumkah tirai terbuka
Atau tertutup kelamnya jiwa
Guntur halilintar yang bergetar
Menghiasi hujan yang sangat deras
Aku ketakutan dalam gemetar
Mukaku pucat dan memelas
Bagaimana sahabat alamku di sana
Apakah mereka kedinginan
Bagaimana hewan tumbuhan di sana?
Apakah mereka kesepian?
Entahlah, aku tak tau bahasa mereka
Aku tak paham gerak gerik mereka
Aku tak memahami bahasa tubuh mereka
Hanya kicau burung yang aku dengarkan saja
Tapi aku ingin bersama mereka
Memahami hidup mereka semua
Mungkin ada yang ingin ia sampaikan
Kepada manusia sebagai wakil Tuhan
Mungkin mereka ada yang mengeluh
Karena telah banyak kerusakan
Lihatlah sungai menjadi keruh
Baunya busuk cemari pemandangan
Hutan di tebang sembarangan
Hingga gundul, bahkan kebakaran
mereka menangis menyedihkan
Hewan-hewan berlarian
Kehilangan hunian
Memang jahat,bedebah
Bumi sudah dipenuhi sampah
sawah-sawah dijadikan rumah
Tak peduli petani hidup susah
Aku sedih, wahai alamku
Jakarta, 21 Maret 2015

180
Pilar Teduh

Happy Birthday
Selamat ulang tahun
Kepadamu yang baru lahir, hari ini
Selamat ulang tahun
Kepadamu yang sedang mampir, di dunia ini
Masihkah kau ingat
Ketika kau di lahirkan
Ada pelukan hangat
sedangkan kau dalam tangisan
ibumu yang memeluknya
Menjaga dengan penuh cinta
Bayi mungil yang digendongnya
Kini tumbuh menjadi gadis jelita
Gadis yang aku cinta
Gadis yang kini mengenang hari lahirnya
Tersenyum riang ingat masa bayinya
Begitu lucu tertawa bahagia
Gadis yang aku cinta
Gadis yang aku rindukan
Gadis yang buatku bercahaya
Menepis seramnya kegundahan
Meniup lilin itu tanda harapan
Tapi bagiku kamulah impian
Kado ulang tahunku memang tak seindah bunga
Tapi itu adalah bentuk dari pada doa
Doa semoga kau hidup dengan indah
Tak perlu mewah
Doa semoga kau hidup ceria
Lapang dada sederhana

181
Dan Tuhanpun Berpuisi

Penuh harapan
Tak ada beban
Tercapai cita-cita
Dengan segenap asa
Ingin ku bawa dirimu
Ke dalam memoriku
Bermain dalam imajinasiku
Melayang ke langit biru
Ku buatkan kau sayap bidadari
Untuk terbang menuju surgawi
Kupetikkan kau bintang pagi
Dan menikmati taman mimpi
Taman yang tak pernah ada di bumi
Indahnya lebih daripada gurun pagi
Bunga melati
Bahkan taman mini yang ada di kota ini
Itu adalah taman langit
Dimana hanya ada kau dan aku
Melepaskan beban yang kian sulit
Menatap awan biru kelabu
Sampai kau tersenyum lebar
Dan terpuaskan jiwa ragamu
Semangatku tak akan pudar
Semua demi kebahagiaanmu
Hingga di sana kau tertidur lelap
Ku bawa kau turun pada kediamanmu
Ku tatap kau dalam senyap
Ku berdoa untuk kedamaianmu
Selamat ulang tahun,
Selamat ulang tahun,
Jakarta, 21 Maret 2015

182
Pilar Teduh

Sesak Nafas
Batuk terus saja berderu, dengan nafasku
Aku sulit untuk bernafas sejenak
Karena hidungku tersumbat, aduh sesak
Bersin
Pusing
Panas dingin
Pusing tujuh keliling
Bila nanti aku disembuhkan
Ingatkanlah aku Tuhan
Bahwa sehat itu adalah kenikmatan
Bahwa sehat itu anugerah yang tak tergantikan
Hidungku sekarang memerah
Mataku hanya bisa terpanah
Aku tak berdaya dan pasrah
Atas keadaanku yang kian lemah
Air dari hidung terus menetes
Mencair, seperti banyaknya dosa-dosaku
Bahkan jauh lebih banyak kehinaan yang beku, seperti
es
Aku, aku masih tertipu oleh setan sang penipu
Ini adalah pelajaran
Bukan hanya kesakitan
Entah berapa waktu yang aku sia-siakan
Entah betapa sedikit sekali aku melakukan kebaikan
Bahkan, sedikit mengingat Tuhan
Aku jarang pulang padaNya
Aku jarang kembali pada satu Jalan
Aku jarang sekali merindukanNya
Aku tersadarkan
Meski terlambat
Dengan sedikit kesakitan
Bersin, batuk, pilek, panas yang cukup hebat

183
Dan Tuhanpun Berpuisi

Mereka semua mengoyak tubuhku


Hingga lemah aku terkapar lesu
Debu-debu mengejekku
Karena begitu sombongnya diriku
Tuhan, berikan aku kesembuhan
Tapi jangan kau sembuhkan semuanya
Tapi sisahkan, sedikit saja kesakitan
Agar aku dapat mensyukuri arti Cinta sesungguhnya
Jakarta, 16 Maret 2015

Sahabat Sejati
Ciri-ciri sahabat sejati
Pesan Sang Nabi kepada Ali
tak mementingkan diri
Tapi lebih mementingkan, sahabatnya sendiri
Ciri-ciri sahabat sejati
Pesan Sang Nabi kepada Ali
tak mementingkan keselamatan diri
Tapi lebih mementingkan keselamatan, sahabatnya
sendiri
Ciri-Ciri sahabat sejati
Pesan Sang Nabi kepada Ali
Tak mementingkan kehormatan diri
Tapi, lebih mementingkan kehormatan, sahabatnya
sendiri
Keduanya saling berlomba
Mengutamakan sahabatnya
Bukan kepentingan dirinya
Yang lebih dari utama
Jakarta, 15 Maret 2015

Doa

184
Pilar Teduh

Doa atau menyuruh tuhan?


Aku sulit membedakan!
Bagaimana doa, apa bedanya dengan suruhan?
Keduanya membingungkan
Apakah kau sering berdoa, kawan
Apakah kau sering menyuruh, kawan
Coba jelaskan,
Beri aku pemahaman
Sebenarnya bagaimana itu berdoa
Kok, aku seperti menyuruh tuhan
Memerintahkan Dia untuk penuhi harapan kita
Bahkan cenderung menyalahkan
Kadang berputus asa dalam berdoa
Menuntut sebuah permohonan
Kita seperti sang raja
Yang perintahnya harus diwujudkan
Bahkan Tuhan,
Tuhan seperti pelayan
Yang kita paksa
Penuhi hasrat dan semua asa
Bagaimana itu doa
Seperti apa kita berdoa
Kita minta, minta, dan minta
Tapi sedikit berusaha
Hanya bisa mengharapkan
Dengan semua khayalan
Doa dan usaha hanyalah mantra
Dua mantra menyuruh Tuhan-Nya
Aku tak paham
Aku tak paham
Doa atau suruhan
Dimana wibawa Tuhan
Berdoa, tapi kok maksa
Berdoa, tapi kok ngeluh
Seperti perintah saja
Tuhan, kok disuruh-suruh
Jakarta, 13 Maret 2015

185
Dan Tuhanpun Berpuisi

Batukmu itu, sayang


Sayang, batukmu itu sayang
Setiap detik batukmu itu sayang
Dadamu mengeluh sakit, sayang
Nafasmu mengeluh sesak, sayang
Aku sungguh tak tega
Tak kuasa aku menatapnya
Berat sekali menanggungnya
Sepanjang hari batuk, menderita
Suara nafas yang tersengal
Bergulat dengan dahak di tenggorokan
Perutnya sudah semakin mual
Ingin keluarkan semua kotoran
Pilek kian menggelayuti
Demam memeluk selimuti
Pusing kepala sakit sekali
Duhai tersiksa sakitnya ini
Aku tak kuasa melihatnya
Hanya bisa menghiburnya
Sedikit tertawa sebentar saja
Hingga kunyanyikan lagu senja
Aku tak tahu harus berbuat apa
Aku tak tahu harus bagaimana
Mungkin hanya doa
Dengan keyakinan sebulat-sebulatnya
Aku masih saja meyakini
Bahwa Sang Illahi
Yang Maha suci
Yang Maha mengobati
Bahwa Dia tidak akan mencoba makhluknya
Melebihi batas kemampuannya
Bahwa Dia tidak akan merubah kaumnya
Kecuali kaumnya sendiri yang merubahnya
Sayang, sabarlah sayang
Semoga itu jadi penebus dosamu, sayang
Kuatkan dirimu, sayang
Cobaan ini hanyalah semu, sayang

186
Pilar Teduh

Jangan berputus asa


Apalagi menyerah
Rahmat Allah bersama kita
Janganlah jerah
Bertahanlah sayangku
Ini tidak akan lama
Hanya separuh waktu
Ujian sementara
Jakarta, 9 Maret 2015

Dalam Kereta
Ku menunggu dalam kereta
Dari pasar minggu ke jakarta kota
Untuk bertemu gadis jelita
Pujaan hati yang tercinta
Duhai kekasih hati
Tunggu aku di sana
Sabarlah engkau menanti
Sebentar lagi aku kan tiba
Satu minggu tak bertemu
Hati ini merindukanmu
gelisah ku rasa dalam kalbu
Ingin cepat melihat senyummu

187
Dan Tuhanpun Berpuisi

Rangkaian kereta terus melaju


Melintasi kota membawa penumpang
Aku berdiri, diam membisu
Menatap wajah semua orang
Satu persatu aku perhatikan
Ada yang sangat kelelahan
Ada yang sampai ketiduran
Ada yang asyik dalam obrolan
Ada yang sibuk smsan
Ada yang santai santap makanan
Ada yang tertawa kegirangan
Ada yang murung menyedihkan
Sedangkan aku,
Aku, masih dalam kerinduan
Menjemput gadis dari desa
Ia membawa sebuah pesan
Dari ibuku, sang permata
Lama sekali rasanya
Kapan kereta ini kan tiba
Stasiun demi stasiun di lalui
Namun tak kunjung di akhiri
Ku lihat bangku kosong
Langsung saja aku isi
Aku duduk dan terbengong
Memikirkan pujaan hati
Memang cinta ini luar biasa
Energinya tak ada habisnya
Dorongannya begitu kuat
Membulatkan setiap niat
Ah, akhirnya tiba juga
Ku biarkan ibu paruh paya
Duduk di bangku bekasku
Nampaknya ia bahagia, begitupun denganku
Inilah penantian dalam kereta
Perjalanan cerita cinta
Terima kasih Yang Maha Cinta
Cinta-Mu indah sungguh berharga

188
Pilar Teduh

Jakarta, 9 Maret 2015

Para Kesatria Bona


Di sini di asrama ini
Atas nama asrama islami
Di sini di kampus ini
Atas nama kampus religi
Wahai para pelajar filsafat
Yang pandai berdebat
Wahai para pelajar tafsir qur'an
Yang pandai mencari arti dan isi kandungan
Para pelajar filsafat yang pandai berdebat
Masih percayakah hari akherat
Para pelajar tafsir yang pandai mengungkap makna
Masih percayakah surga dan neraka
Mengapa aku bertanya?
Mengapa aku bertanya?
Berbicara lewat sastra
Berkata-kata dengan pena
Di sini, ya di sini
Di tempat ini
Yang aku rasakan di sini
Di atas lantai ini

189
Dan Tuhanpun Berpuisi

Sedikit nuansa religi


Sepi, sepi di shubuh hari
Aku tak mengerti
Oh aku tak memahami
Mengapa itu terjadi?
Dengkuran mereka menyapa pagi
Di atas ranjang, manjakan mimpi
Mata terpejam telinga mendadak tuli
Adzan menggema cukup keras
Bangunkan mereka, para pemalas
Yang biarkan nafsu, jadi buas
lupa kewajiban serta tugas
Betapa sulitnya
Oh betapa susahnya
Untuk sujud menyembahNya
Untuk berdoa memohon padaNya
Inilah potret generasi bangsa
Kewajiban pada Tuhan-Nya saja
Begitu tega di lalaikannya
Apalagi janjinya sesama manusia
Jangan harap ditepati
yang ada malah ingkar janji
Hanya sedikit sekali
Yang jujur dan berdedikasi
Kebersihan sebagian dari pada iman
Seringkali di dengungkan
Di tulis besar-besaran
Tapi sedikit, sedikit yang menjalankan
Sedikit yang peduli
Sedikit yang sadar diri
Yang ada hanyalah buli
Buli, kepada juru absensi
Mereka bilang aku malaikat
Sukanya mencatat-catat
Mungkin aku sedikit terlihat
Sedikit terlihat, sok taat
Tapi aku bukan malaikat
Hanya manusia, yang pandai bermaksiat

190
Pilar Teduh

Aku dengar saja, mereka mengumpat


aku terus memikul beban yang berat
Aku benci pada peraturan
Tapi apakah kau bisa beri jaminan
Bahwa kau mampu berjalan
Dengan penuh kesadaran
Bukankah kau dan aku
mengaji al-qur'an
Membaca al-qur'an
Menghafal al-qur'an
Menjadikannya sebagai pedoman
Pedoman dalam kehidupan
Petunjuk jalan kebenaran
Pembebas dari kegelapan
Cahaya penerang menuju Tuhan
Lalu mengapa? Seakan kita lupa
Kau dan aku semakin gila
Tertawa di atas firman sucinya
Tak cerminkan tuntunannya
Aku dan kamu harusnya berduka
Karena telah gagal, sebagai.orang beragama
Hilang rasanya haus dahaga
Sebagai para pencari ilmu dan makna
Ku tuangkan saja ungkapan hati.ini
Dalam sebuah puisi
Curhatan anak asrama
Ungkapkan marah dengan berkarya
Marah pada diri sendiri
Marah pada generasi bangsa ini
Para pejuang panji Islami
Yang membawa semangat qur'ani
Calon para pewaris nabi
Penerus sahabat-sahabat sejati
Penyambung lidah dakwah wali
Mahasiswa dan calon kiyai
Semoga masih ada
Dan seharusnya ada

191
Dan Tuhanpun Berpuisi

Niat menjadi seorang mahasiswa


Menyandang gelar Maha
Bukanlah sebagai siswa
Yang sudah matang akalnya
Yang sudah canggih rasionya
Yang membara semangat intelektualnya
Sedikit, walau hanya sedikit saja
Semoga bisa merangkul mereka
Masih ada harapan sobat,
Tak ada kata terlambat,
Puisi ini hanyalah renungan, kawan
Jangan dipahami sebagai dendam
ini merupakan kasih sayang sekbid pendidikan dan
kerohanian
Ulurkan tangan pada singa yang tenggelam
Bukan untuk menolong
Tapi untuk menyadarkan
Apalagi untuk sombong
Sekedar mengingatkan
Bahwa kita ini sedang berperang
Bahwa kita ini sedang berjuang
Bahwa kita ini sedang menanam
Bukan memanen ladang garam
Tak pantas untuk kita sekarang
Merasakan nikmat bersantai riang
Tapi sekarang, waktunya letih
Tapi sekarang, waktunya bersedih
Aku bukan sok suci
Tapi sekedar menasehati
Sekedar bersyair dan berpuisi
Sesuai dalam surat al -asri
Menasehati dalam kebenaran
Menasehati dalam kesabaran
Kebenaran isi al-qur'an
Kesabaran beribadah, musibah, atau pekerjaan dan
pelajaran
Hanya ini kawan
Semoga bisa membangunkan

192
Pilar Teduh

Membangunkan kesadaran
Dari tidur panjang yang terlelapkan

Jakarta, 9 maret 2015

Sakit Gigi
Sakit gigi aduh sakit sekali
Nyut-nyutan rasanya gigi ini
Aku jadi gampang emosi
Nggak bisa tidur, apalagi mimpi
Pipiku jadi bengkak
Seperti seekor katak
Darahku seperti riak
Menggumpal di tenggorokan, penuh sesak
Makan jadi susah
Sulit buat ngunyah
Ngunyah sedikit, waaahh
Gigit sedikit aaaahhhh
Akhirnya aku menyadari
Bahwa sehat itu nikmat
Akhirnya aku memahami
Bahwa sakit itu beban berat
Jakarta, 5 Maret 2015

193
Dan Tuhanpun Berpuisi

Pencarian Jejak Tuhan


Ya Allah,
Engkau menyeru umat manusia
Untuk berjalan di muka bumi
Melihat peninggalan umatmu yang durhaka
Sebagai pembuktian kebenaran kitab suci
Mereka bahkan lebih kuat
Mereka bahkab lebih hebat
Jumlah mereka lebih banyak
Di bekali keterampilan yang layak
Ya Allah,
Mampukanlah aku
Berikan aku ilmu-Mu
Agar aku bisa mengelilingi bumi
Agar aku bisa meneliti
Apa yang ada di kitab suci
Kisah cerita yang mengandung arti
Penuh muatan filosofi dan maknawi
Nasehat illahi nan abadi
Berikan aku jalan menuju ke sana
Mudahkanlah langkah-langkahku
Setidaknya aku bisa menuliskannya
Menjadikan pelajaran bagi para penuntut ilmu
Sejarah ini harus diungkap
Agar tak ada lagi sisi gelap
Biarlah cahaya-Mu tersingkap
Lalu memancar seperti kilap
Agar aku semakin yakin
Bahwa Engkau Tuhan Yang Esa
Dengan segala pesan yang masih mungkin
Untuk dibuktikan fakta-faktanya

194
Pilar Teduh

Kebenarannya
Kevalidannya
Keakuratannya
Dan kesahihannya
Agar kita tidak buta
Hanya menerima begitu saja
Tanpa memverifikasikannya
Tanpa berusaha membuktikannya
Tidak, itu tidak benar
Islam telah menganjurkan
Agar kita gunakan nalar
Bahkan itu perintah Tuhan
Itulah mengapa ada akal
Kita harus memfungsikan
Jangan hanya dibuat nakal
Atau di biarkan, dalam kesia-siaan
Jakarta, 1 Maret 2015

195
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tenggelamnya Kapal Van Der wijck


Dia tulis sebuah kisah
Kisah cinta anak manusia
Hati ini di buat gundah
Dibasahi tetesan, air mata
Sungguh sangat menyentuh
Sangat halus jiwa terenyuh
Cinta yang tak sempat terengkuh
Tenggelam dalam kapal yang tak sempat berlabuh
Ini kisah cinta
Bukan sekedar kisah cinta
Ada makna di dalamnya
Makna yang sangat berharga
Sosok zainudin
Pemuda santun sederhana
Mengerti, apa itu 'Din'
Semangat, menuntut ilmu agama
Ia datang dari makassar ke padang
Dengan niat, tulus berjuang
Terjeratlah hatinya pada perempuan
Bunga desa, bidadari idaman
Hayati, itulah namanya
Cantik jelita sejukan mata
Sikapnya anggun bersahaja
Zainuddin gila dibuatnya
Namun apalah daya
Suku adat mencegahnya
Ia terusir dengan hina
Menelan pahitnya itu dunia
Hayati mencintainya
Zainuddin pun sama
Mereka berjanji di tepi telaga
Agar bisa hidup bersama

196
Pilar Teduh

Kerudung putih jadi saksinya


Bahwa janji itu, janji setia
"Cinta itu menguatkan
Bukan malah melemahkan"
Itulah kata-kata keramat
Menjadi sebuah azimat
Dari Hayati kekasih hati
Untuk zainuddin cinta sejati
Tapi, sayang. . .
Sayang sungguh sayang
janji itu cepat terbuang
Hayati di lamar orang
Remuk hati zainuddin malang
Ia gila bukan kepalang
Sungguh tak bisa dibayangkan
Betapa hancur teriris pedang
Aziz nama suaminya
Telah menipu keluarganya
Dengan tahta dan hartanya
Hayati sudih menerimanya
lalu,
Tibalah saatnya bangkit
Dari keterpurukan yang sulit
zainuddin merantau ke batavia
Bersama Bang Muluk, sahabat setia
Zainuddin tuliskan kisah hidupnya
Dalam semua karya-karyanya
Hingga tersebar ke penjuru nusantara
Masyhurlah ia di tanah jawa
Sampailah karyanya pada Hayati
Untuk menghibur dia yang sepi
Menunggu pulang sang suami
Yang sungguh gemar bermain judi
Malang sekali nasib hayati
Setiap hari menahan pilu
Suaminya bermain api
mengurungnya hingga buntu
Di samping itu,

197
Dan Tuhanpun Berpuisi

Zainuddin semakin tinggi


Menjadi penulis yang terpuji
Ia pun pindah ke surabaya
Untuk memimpin majalah kota
Aziz dan Hayati pun sama
Mereka pindah ke surabaya
Untuk merintis masa depannya
Merantau tinggalkan desa
Sekian lama tak berjumpa
Akhirnya datang jua
Hayati datang dalam opera
Karya zainuddin dan bukunya
Ternyata, itulah kisah mereka
Kisah cinta mereka berdua
Ia tuangkan lewat pena
Menjadi karya luar biasa
Hayati tak kuasa
Menahan laju air mata
Menangis sedih meratapinya
Ia teringat akan janjinya
Zainuddin menyambutnya
Zainuddin menghormatinya
Bahkan ia menolongnya
Berikan uang pada suaminya
Aziz dan Hayati menderita
Rumah dan hartanya di sita
Aziz terjebak karena ulahnya
Karena judi dan bermain wanita
Zainuddin datang tepiskan duka
Ia ulurkan tangan mulianya
Aziz hayati tinggal di rumahnya
Hingga satu bulan lamanya
Sampai suatu ketika
Aziz pergi mencari kerja
Hayati ditinggal dirumahnya
Bersama zainudiin dan sahabtnya
Sepucuk suratpun tiba
Berisi sebuah bencana

198
Pilar Teduh

Aziz ceraikan hayati


Lalu ia bunuh diri
Ia serahkan hayati
Pada zainuddin yang baik hati
Sebagai tanda balas budi
Untuk jadi seorang istri
Tapi,
Nampaknya zainuddin dendam
Luka hatinya belum sembuh total
Hayati yang begitu kejam
Di balik janji ia membual
Ia menyuruh hayati pulang
Padahal cintanya masihlah besar
Cintanya itu terkubur di jurang
Dahulukan dendam yang membakar
Akhirnya hayati pulang
Ia menangis dalam penyesalan
Cintanya kini terbuang
Rindunya tak terbalaskan
Cintanya bertepuk sebelah tangan
Cintanya terusir ke padang
Zainuddin siapkan pelayaran
Dengan kapal dan semua kebutuhan
Dalam suratnya hayati berkata
Ia akan menunggu zainuddin tiba
Tapi takdir berkata beda
Ia tenggelam bersama kapalnya
Zainuddin membaca suratnya
Hingga berubah pikirannya
Segera ia menyusulnya
Bersama bang muluk, sahabtnya
Lalu koran mencatatnya
Bahwa kapal itu telah karam
Ada hayati di dalam sana
Apa yang terjadi? Entah bagaimana
terlambat, sudah terlambat
Hayati di telan maut

199
Dan Tuhanpun Berpuisi

Zainuddin bacakan syahadat


Di telinga hayati, korban ganasnya laut
Kekasih hatinya telah mati
Ooooh, Hayati, oh hayati
Zainuddin hanya bisa menangisi
Atas kepergian cintanya yang suci
Tapi ia akan hidup
Dia akan tetap hidup
Dalam catatan sebuah karya
Tinta emas sebuab pena
Nasehat Pak Buya Hamka
Tenggelamnya kapal Van der wijck
Jakarta, 28 Februari 2015

Dunia dan Akherat


Kalau kau lihat perkebunan
Kalau kau lihat pertanian
Itu seperti perumpamaan
Kalau kita coba memikirkan

200
Pilar Teduh

Dunia yang kita jalani sekarang


Adalah saat kita bercocok tanam
Lalu panennya, itu di masa datang
Masa akhirat, berbeda alam
Tugas kita hari ini
Adalah menanam sebanyak mungkin
Kita beri pupuk dan kita sirami
Kita rawat sebaik mungkin
Tugas kita di dunia ini
Adalah, beramal sebanyak-banyaknya
Dengan tuntunan kitab suci
Sebagai bekal di akherat sana
Amal hari ini tanpa perhitungan
Perhitungan hari nanti tanpa amal
Artinya di dunia, kita tak tahu balasan
Tapi di akherat, tak sempat lagi kita beramal
Karena waktunya sudah terlambat
Karena momennya sudah tak tepat
Ibarat hasil raport ujian
Maka tak ada lagi pengulangan
Oleh karena itu
Jangan sampai ada penyesalan
Jangan sampai ada kesia-siaan
Usia kita tidaklah lama
Sekedar singgah sementara
Maka dari itu
Berbuatlah kebaikan
Kerjakan perintah Tuhan
Jangan kita terabaikan
Oleh dunia dan kefanaan
Memang banyak halang rintangan
Hawa nafsu, godaan setan
Tapi kita punya iman
Juga benteng ketakwaan
Gunakanlah akal dan hatimu
Untuk melawan nafsu syahwatmu
Gunakan akal dan hatimu
Untuk melawan setan musuh nyatamu

201
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jakarta, 28 Februari 2015

Begal
Kudengar beritamu begal
Kudengar ceritamu begal
Bikin perutku semakin mual
Bikin tanganku jadi mengepal
Apa yang kamu cari
Apa maksudmu ini
Banyak orang telah mati
Kamu tusuk dengan belati
Sering kamu beraksi
Pakai senjata api
Berusaha untuk mencuri
Memaksa dan menyakiti
Kejam sekali sikapmu
Jahat sekali perbuatanmu
Keji sekali tingkah lakumu
Kemanakah, mata hatimu
Kamu seperti binatang buas
Bahkan lebih buas
Kamu gemar merampas
Semua isi di dalam tas
Sebenarnya kamu itu lemah
Sembunyi di balik senjatamu
Pecundang, berakhlak rendah
Menakuti semua korbanmu
Aku tak habis pikir
Sungguh bejad aksimu itu
Ingin sekali aku mengusir
Agar kau enyah dari tanah airku
Dasar kau bedebah!
Kerjaannya mengisap darah!
Seperti seekor lintah!
Mental-mental para penjajah!
Padahal kamu itu lemah
Rendah, layaknya tanah

202
Pilar Teduh

Merasa, sok gagah


Padahal gampang menyerah
Kamu tak mampu jadi manusia
Lari dari semua masalah
Bosan hidup malas bekerja
Akhirnya kamu pilih menjarah
Sampai kapan kamu begitu
Lihatlah orang ketakutan
Semua karena ulah nakalmu
Mereka takut akan kematian
Kau seperti Izrail saja
Mengambil nyawa seenaknya
Emangnya kamu ini siapa?
tega-teganya bunuh mereka
Mereka yang tak berdosa
Tak ada masalah denganmu
Tiba- tiba, kau datang memaksa
Dengan cara yang tak beretika
Kau suka ambik motor
Dengan cara yang sangat kotor
Kau ambil semua uang
Lalu kamu, bawa pulang
Enak sekali kerjamu itu
Dimana otakmu
Dimana pikiranmu
Dimana hati kecilmu
Ingat, Tuhan melihatmu
Dia tau perbuatanmu
Ada masa Dia menyiksamu
Bahkan lebih keras dari ulahmu
Tapi tuhan Maha penyayang
Bila kamu mau bertobat
Sebelum ajalmu akan datang
Menjemputmu menuju akherat
Ingatlah ingat,
Gerak-gerikmu akan dicatat
Oleh mereka para malaikat
Oleh mereka pemantau umat

203
Dan Tuhanpun Berpuisi

Berhentilah sekarang,
Berhentilah
Kembali menjadi orang
Orang yang berakhlak indah
Mohon ampun pada Tuhanmu
Mohon tobat pada Tuhanmu
Dia akan menyambutmu
Asalkan kamu ikhlas dan khusyu
Jakarta, 27 Februari 2015

Aku Pengembara
Aku ingin berkelana
Aku ingin mengembara
Dengan segenap raga
Dengan segenap jiwa
Menemukan sesuatu yang bermakna
Untuk bisa mengenal Dia
Menyusuri semua jejak Dia
Mengikuti semua tanda-tanda Dia
Aku tak peduli kehausan
Aku tak peduli kelaparan
Hingga air mataku habis
Hingga kulitku terkikis
Biarlah aku tetap berjalan
Aku sudah sangat merindukan

204
Pilar Teduh

Hingga sampai pada perjumpaan


Aku tak mau berhenti di tengah jalan
Kalau bisa,
Aku ingin bertanya pada langit
Apakah Dia berada di sana
kalau bisa,
Aku ingin bertanya pada bumi
Apakah Dia berada di sana
Aku tak tahu dia Dimana
Mungkin aku terlalu naif
Mencari tapi tak tahu kemana
Aku memang bukan orang arif
Berikan aku jalan
Berikan aku alamat
Agar aku punya tujuan
Agar aku tak tersesat
Aku takut sampai usiaku
Aku tak bisa bertemu
Dengan Dia kekasihku
Meskipun aku pencinta palsu
Jakarta, 25 Februari 2015
Tatkala Tertidur
Ketika ku tertidur, aku tak sadar
Kemana ruhku berjalan
Aku tak tahu, aku tak sadar
Begitu Luput aku pikirkan
Entah apa yang terjadi
yang kutahu aku bermimpi
itupun hanya sesekali
kadang aku lupa, kadang terekam dalam memori
Aku seperti mati sementara
Tak tahu pasti berapa lamanya
Aku sendiri tak tahu waktunya
Mataku tertutup begitupun telinga
Sungguh hilang kesadaranku
Sungguh diluar kontrolku

205
Dan Tuhanpun Berpuisi

Aku berbaring dan aku terlelap


Yang kurasa hanya sunyi-senyap
Aku sering lihat orang tertidur
Aku dengar mereka mendengkur
Begitu tenang hembus nafasnya
Tapi itu, di luar kesadarannya
Aku tak mengerti
Aku tak memahami
Bagaimana ini terjadi
Bagaimana proses bermimpi
Adakah yang bisa menjawabnya?
Adakah yang bisa menjelaskannya?
Adakah ilmu yang menelitinya?
Adakah ahli di bidangnya?
Aku rasa tidak ada
Ini sungguh luar biasa
Ini sungguh di luar penalaran
Ini sungguh di luar pemikiran
Semua orang pasti mengalami
Tapi adakah yang memahami
Apa sebenarnya yang terjadi
Apa sesungguhnya misteri ini
Pernahkah kau membaca al-quran
Lalu engkau merenungkan
Bahwa ruh kalian, itu di tahan
Ketika tidur seperti kematian
Begitulah Allah berfirman
Dalam surat az-zumar
Begitulah Allah menjelaskan
Ketika kita hilang sadar
Allahu akbar
Allahu akbar
Sungguh Dia Maha Besar
Sungguh Dia Maha Besar
Menjadikan tidur untuk makhluknya
Sebagai rehat dari hidupnya
Akal tak mampu menjangkaunya
Akal tak mampu mencapainya

206
Pilar Teduh

Masihkah kita tak bertuhan


Sedangkan kita hanyalah ciptaan
Hanya manusia dengan sedikit kelebihan
Dari tumbuhan dan juga hewan
Jakarta, 22/02/2015

Batu Akik
Batu akik, batu mulia
Bagai cahaya bulan purnama
terpancar, pecahkan kegelapan
Menerangi sudut gelap, kesunyian
Inilah kekayaan alamku
Harta berharga Indonesiaku
sederhana namun mendunia
Tak mewah namun di puja
Hadirnya hiasi jari-jemari
Orang tua, pemuda-pemudi
Kilaunya berwarna-warni
Pesonanya melekat di hati
Indahnya buat jatuh cinta
Estetika dari tanah surga
sebuah batu primadona
sungguh anggun serta menggoda
pelangi di balik hujan itu
tak seindah batu mungilku
Karena pelangi itu tak bisa ku sentuh
Tapi batuku mampu untuk aku rengkuh
Kelip bintang bertaburan
Namun tak dapat aku petik

207
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jilatan aurora berhamburan


Tetap ku pilih batu akik
Biarlah aku di mabuk kepayang
Karena indahnya pesona alam
Biarlah aku terlanjur sayang
Kepada batu penghibur kelam
Warna-warnimu sangat beragam
Hijau, merah, bermacam-macam
Engkau jadi sosok idaman
Senyum sapamu hapus kegundahan
Batu akik
Si kecil unik
Batu akik
Si kecil cantik
Batu akik
Bikin mata melirik
Batu akik
Bikin hati menggelitik
Oh batu akik
Namamu kian nyentrik
Oh batu akik
Berikan daya energik
Batu akik
Banyak yang tertarik
Batu akik
Duhai ciamik
Batu akik
Bukanlah batu keramik
Batu akik
Sahabat alam yang terbaik
Batu akik bukan kampungan
Batu akik bukan kesombongan
Batu akik bukan keangkuhan
Tapi sebuah kebanggaan
Dia itu kesederhaan
Cinta suci pegunungan
Dia itu kesederhanaan
Bukti cinta perhutanan

208
Pilar Teduh

Terima kasih tuhan


Terima kasih tuhan
Inilah anugerah-Mu
Inilah karunia-Mu
Jakarta, 22/02/2015

Dyslexia
Ini bukan penyakit gila
Ini bukan penyakit bahaya
Kelainan pada anak belia
Tak mampu menulis dan membaca
Taukah kau orang terkaya
Taukah kau orang yang berjasa
Siapakah dia?
Siapakah mereka?
Thomas Alfa edison
Magic johnson
Leonardo da vinci
muhammad Ali
Albert einstein
Hans christian andersen
John F. kennedy
Agatha Christie
Walt disney
Alexander graham bell
John lennon,
Pablo picasso
Henry ford
Tom cruise
Whoopi goldberg
Dan keanu reeves
Itulah mereka
Dengan bakat luar biasa
Penuh talenta
Dengan penyakit yang langka

209
Dan Tuhanpun Berpuisi

Masa kecilnya
Sulit membaca
Huruf-hurufnya
Tak bisa ditulisnya
Gerak dan suara
Sulit ia cerna
Semua angka-angka
Terlihat kebalikannya
Mereka menulis sebaliknya
Seperti di depan kaca
Kamu tahu mobil ambulance
Seperti itu dia beranggapan
Aku menonton teraa zamaan
Film karya aamir khan
Aku baca buku dylexia
Ada keunikan yang berbeda
Ya, dalam puisi
Aku berbagi
Dalam puisi
Aku mengerti
Apapun ku tulis dalam puisi
Aku ungkapkan isi hati ini
Bahasa yang berbeda
Bermain dengan kata
Jakarta, 21/02/2015

210
Pilar Teduh

Burung Berkicau

Ya, ku dengar burung berkicau


Sampaikan bahasanya
Entah apa dia bergurau
Atau tunjukkan amarahnya
Aku tak bisa melihatnya
Di ranting mana ia berada
Di pohon mana rumahnya
Mataku tak menjangkaunya
Hanya satu indra
Suaramu bisa ku rasa
Hanya dengan telinga
Aki bisa, dengarkan kau bicara
Dalam al-qur'an,
Aku membaca
Bahwa kau bisa bertasbih
Memuji penciptamu Yang Maha Pengasih
Bukan cuma kamu
Bahkan semesta alam ini
Gunung-gunung juga batu
Semua serentak ikut memuji
Kebesaran Tuhan
Keagungan Tuhan
Keindahan Tuhan
Kebaikan Tuhan
Terima kasih atas kicauanmu
Sempat hiasi hari-hariku
Meskipun aku tak tahu
Kata apa yang kau tuju
Pagi buta kau bersuara
memainkan nada-nada
Tanpa ada panggung utama
Tanpa ada imbalan berharga
Dengan cinta
Ya, itulah yang ku kira

211
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kau bersiul dengan suka ria


Tak ada yang memaksa
Lihatlah angin yang berhembus
Mereka mampu untuk menembus
Goyangkan dedaunan
Temani mereka yang kesepian
Dia tak nampak
Tapi bukan tidak ada
Dia tak nampak
Tapi sungguh terasa
Hadirnya, , ,
Tak terduga,
Begitu saja,
Tak ada aba-aba
Wahai Burung-burung
Ajarkan aku merenung
Agar aku bisa bersyukur
Sebelum aku masuk ke kubur
Jakarta, 21 Februari 2015

Dunia Anak-Anak
Aku pernah mengalaminya
Menjadi anak-anak
Ya, indah dunianya
Kita bebas tanpa masalah yang marak

212
Pilar Teduh

Aku bebas bermain


apapun yang ku suka
Aku bebas bermain
Tanpa berpikir apa-apa
Tak ada beban yang berarti
Beban pikiran, atau hati
Aku berlari kian kemari
Tertawa dan menari-nari
Aku tak takut bermimpi
Kadang aku jadi polisi
Kadang aku jadi kiyai
Kadang aku jadi dokter gigi
Aku tak ragu bermimpi
Aku jadi pilot terbang tinggi
Superman pahlawan sejati
Semuanya aku menjadi
Senyum, tawa, ceria
Seperti kehidupan takkan ada akhirnya
Aku berpikir akan terus hidup selamanya
Akan terus bahagia
Kasih sayang ibu
cinta kasih ayah
Menyentuh lembut kalbu
Berikan permata indah
Itu sangat berharga
Itu sangat istimewa
Luar biasa, luar biasa
Manusia, manusia
aku sempat mencium bunga itu
Wanginya memikat hidungku
Menenangkan saraf tegangku
menyejukan batin gusarku
Oh, aku ingin kembali ke masa kecilku
Bermain air tanpa ada yang mengganggu
basah kuyup baju celanaku
Setelah seharian bermain lumpur dan debu
Tanp beban, tanpa beban
Dunia berikan kesenangan

213
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dunia berikan kedamaian


Semuanya aku bisa lakukan
Sekarang, aku harus berjuang
Menapaki lika-liku kehidupan
mencari sesuatu yang hilang
Dengan segala kesulitan
Tapi aku masih bisa ingat
Aku terus saja mengingat
Masa kecilku yang indah
Masa kecilku tak menyerah
Jakarta, 21 Februari 2015

Ulul Albab
Akalmu sungguh bersih
Akalmu sungguh jernih
Senantiasa merenungkan
Senantiasa menarik pelajaran
Tuhanmu kau Esa-kan
Dengan penuh ketundukan
Tuhanmu kau agungkan
Dengan penuh ketaatan
Di waktu malam dan siangmu
Dalam sujud dan berdirimu

214
Pilar Teduh

Selalu ingat pada Rabbmu


Tulus ikhlas tanpa ragu
Hidupmu begitu indah
Masa depanmu sangatlah cerah
Rahmat Tuhan terus tercurah
menjadikan hidupmu penuh berkah
Engkau termasuk orang-orang yang beruntung
Sungguh sangat beruntung
Tak ada kabar berkabung
Tak ada masalah yang menggunung
Engkau memperhatikan
air yang turun, karena hujan
Mata air mengalirkan
Menumbuhkan setiap tanaman
Bunga-bunga bermekaran
Warnanya bermacam-macam
Daun kering disegarkan
Tanah subur hiasi alam
Dengan penuh kesadaran
Engkau mampu merenungkan
Bahwa semua anugerah Tuhan
Bahwa semuanya akan dikembalikan
Sedikit sekali golonganmu
Sedikit sekali pasukanmu
nampaknya banyak yang tertipu
Oleh setan, para penipu
aku ingin berguru padamu
aku ingin menjadi muridmu
aku ingin sepertimu
ajarkan aku semua ilmumu
akan ku cari dirimu
dimanakah kediamanmu?
akan ku ikuti setiap langkahmu
kemanapun engkau menuju?
karena engkaulah jalan terbaik
menuju Tuhan Yang Maha Baik
Sebab Tuhan berikan tuntunan
Agar kau memilih, jalan kebenaran

215
Dan Tuhanpun Berpuisi

Hai ulul albab,


Hai ulu albab,
Terang jalanmu
Suci pikiranmu
Jakarta, 15 Februari 2015

Jalan Setapak
Jalan setapak ini ku lalui
Kaki menginjak duri-duri
lalu aku menatap diri
Akan kemana aku pergi
Setitik darah merah mulai menetes
Sedikit perih ku tahan saja
ku bersihkan lukaku dengan sebongkah es
Ku mulai berdiri di atas sandal lama
Ku bawa kaki ini berlari
namun sedikit terasa nyeri
Tapi aku tak peduli
Hingga patah sandal jepitku ini
cemoohan datang dari para pembenci
Tak kuasa air mata ini jatuh ke bumi
Keringat mengucur deras membasahi
Tatapan lemah lemahkan mimpi

216
Pilar Teduh

Ku buang saja sandal jepitku


Telanjang kaki menyibak debu
Darahku ini mulai membeku
Darahku ini mulai membiru
kututup saja mulut mereka
dengan semangatku yang berapi
Ku bangkit melawan dunia
Dunia para bedebah mati
Pergi saja
Jauhi dia
Jangan hiraukan kicauannya
jadilah orang tuli atau buta
Dengan itu kau meredam amukannya
Tanpa pedang atau panah
dengan itu kau mengalahkannya
Tak perlu dengan rasa lelah
Jakarta, 14 Februari 2015

Rokok
Mengapa harus merokok?
Bila perlahan, ia membunuhmu
Mengapa harus merokok?
Bila hanya mengundang kanker di tubuhmu
Memang ia mengandung candu
Yang pesonanya buat kau mabuk
Kau jadikan itu nomer satu
Menjadikan yang lain seperti kapuk
Tak penting
Tak lebih penting dari rokok
Tak penting
tiada hari tanpa rokok
Aku lihat orang berakal
Tapi merusak tubuhnya sendiri
Aku lihat orang yang miskin
Juga merusak tubuhnya sendiri
Dengan sepuntung rokok
Setiap hari

217
Dan Tuhanpun Berpuisi

Setiap hari
Hingga ia mati!
Aku tak tahu
Aku tak tahu
Aku bingung
Aku bingung
Hanya asap yang mengepul
Bisa buat mereka terlena
Padahal asap itu telah memukul
Segenap raga di dalam dada
Apakah mata ini telah buta
Bahwa rokok itu berbahaya
Apakah akal ini sudah lupa
Bahwa tubuh dan jiwa ini haruslah di jaga
Mengapa mereka hancurkan
Masukan racun dengan perlahan
Tanpa takut kematian
Tanpa takut kesakitan
betapa mahalnya kesehatan
Tapi sungguh tak jadi.perhatian
Sungguh sangat disayangkan
Sungguh sangat memilukan
Jakarta, 11 Februari 2015

218
Pilar Teduh

PK
aku putar videomu
aku duduk memandangmu
ku perhatikan gerak-gerikmu
Sungguh sangat lucu
Berkali-kali kau buat aku tertawa
menghiburku, hapuskan duka
tingkah polamu seperti orang gila
gaya larimu buatku tersenyum bahagia
kemudian, aku merenung perlahan
kau sampaikan sebuah pelajaran
menanyakan tentang Tuhan?
Dimana tuhan, kemana Tuhan?
kau bilang tuhan telah hilang?
hingga kau cari berulang-ulang
kau masuki kuil, masjid, hingga gereja
Kau turuti semua ritual agama-agama
tapi semua sia-sia
tuhan tidak ada
tuhan tak menjawabnya
untuk berikan barang miliknya
tasbih, salib, dan patung-patung
ia kalungkan pada lehernya
bermaksud itu jadi pelindung
tapi tetap tak berguna
semua pemuka agama serukan Tuhan
Tapi ia sendiri merasa kebingungan

219
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tuhan yang mana, yang harus ia temukan


apakah mereka serukan kebohongan?
Ada yang salah sambung?
Ada yang salah sambung?
Ketika agama butakan mata
Ketika agama tulikan telinga
agama menjadi simbol belaka
agama, yang tak kenal perdamaian manusia
Lalu apakah itu agama ?
apa tujuan kita beragama?
apakah hanya untuk mengenal Dia?
atau menjadi topeng-topeng manusia?
itu bukan agama!
agama seharusnya bijaksana
tak pernah menindas manusia
tak pernah berkata dusta
penuntun jalan menuju cahaya
jangan karena beda agama
Manusia menjadi perang
jangan karena beda agama
manusia seperti binatang
saling memangsa
Saling membenci
Merasa berbeda
Lalu mencaci
PK,
maukah kau jadi sahabatku?
Ajari aku lebih banyak lagi
Tentang alam ini, manusia, dan Tuhanmu
agar aku bisa mengerti
Bahwa alam ini ada yang menciptakan
Bahwa aku dan kamu ada yang menciptakan
Bahwa agama seharusnya kebaikan
Bahwa cuma ada satu Tuhan
Jakarta, 6 Februari 2015

220
Pilar Teduh

Munajatku
YA Allah,
Bagaimana aku bisa sombong
Sedangkan segenap jasad ini milik-MU,
Bagaimana aku bisa sombong
Sedangkan jiwaku berada dalam Kuasa-Mu
Alam semesta yang tak sempat aku jelajahi
Seluruh gunung yang tak sempat kudaki
Samudera luas yang tak sempat ku arungi
Hingga angkasa luas, yang luput dari mataku ini
Menunjukan bahwa aku tak berdaya
Bahwa aku tak punya apa-apa
Bahwa aku bukan siapa-siapa
Kecuali makhluk-Mu yang hina
Seluruh ilmu yang ada di dunia ini
Hanya sedikit yang aku ketahui
Banyaknya buku yang menampung ilmunya
Hanya secuil yang bisa ku baca
Banyak kendala
Banyak keterbatasanku
Misalnya bahasa
Atau ketidakmampuan otak dan pikiranku
Umurku yang terbatas
Usiaku yang pas
Tak mampu menampung semuanya
Tak mampu menyerap segalanya
Oh Tuhan,
Padahal aku membutuhkan
Padahal aku menginginkan
Betapa nikmatnya pengetahuan
Betapa beruntungnya menjadi ilmuan
Ya ALLAH Ya RABBII,
Tambahkan ilmuku setiap hari

221
Dan Tuhanpun Berpuisi

Agar aku menjadi manusia yang pantas


Memimpin bumi sesuai tugas
Engkau sumber dari segala sumber ilmu
Engkaulah Yang Maha Tahu, dari segala makhluk yang
paling tahu
Engkaulah cahaya ilmu
Tambahkan kami ilmu
Agar kami tak tersesat
Tambahkan kami ilmu
Agar kami tak bermaksiat
Tunjukan kami pada kebenaran
Jauhkan kami dari kebatilan
Hapuskanlah segala keraguan
Hapuskanlah segala kebingungan
Jakarta, 01/02/2015

Keluh
Apakah ada harapan ketika kita mengeluh
Apakah ada jalan keluar ketika kita mengeluh

222
Pilar Teduh

Tidak ada!
Mengeluh itu tak bersyukur
Mengeluh itu berarti kufur
Apakah sebabnya?
Karena kita selalu memandang ke atas
Tak pernah merasa puas
Keinginanan tak terbatas
Hawa nafsu di biarkan bebas
Hendaknya kita menengok ke bawah
Agar kita bisa merenungkan
Apakah hidup kita rendah?
Tidak, inilah kehidupan!
Ya,kehidupan.
Tak selamanya hidup kita mewah
Tak selamanya hidup kita di bawah
Pun, tak selamanya hidup kita indah
Dan tak selamanya hidup kita susah
Semuanya bisa berubah
Lalu siapa yang merubah?
Diri ini yang harus berbenah
Bukan orang lain yang menjajah
Apalah gunanya kita mengeluh
Hanya timbulkan pikiran jenuh
Keringat mengucur hingga peluh
Tak pernah bisa untuk tumbuh
So, jangan mengeluh kawan
Jakarta, 30 Januari 2015

Kpk vs Polri
Cicak versus buaya
Begitulah ceritanya
Mereka berlomba-lomba
Untuk mencari, siapa tersangka?

223
Dan Tuhanpun Berpuisi

Cicak kecil selalu usil


Dia selalu memburu adil
Coba singkapkan yang sembunyi
Merekalah para pencuri
Cicak itu tak pandang bulu
Siapapun tak peduli
Tugas dia hanyalah satu
Memecahkan kasus korupsi
Tiba-tiba ada buaya
Ia lengkap dengan senjata
Gaya hidupnya berwibawa
Tugasnya amankan negara
Namun buaya ada aibnya
Cicak kecil melihatnya
Lalu ia menangkapnya
Buaya harap ini jadi rahasia
Apalah daya, cicak keras kepala
Buaya tak mau terima
Akhirnya buaya, keluarkan cakarnya
Untuk membalas si cicak gila
Lalu di mana kebenaran?
Di manakah keadilan?
Dua kubu tumbuhkan kebencian
Tak ada lagi tugas keamanan
Apakah ini sebuah arogan
Ataukah ajang rebut kekuasaan
Demi sebuah jabatan
Demi sebuah kedudukan
Indonesia berduka
Tepuk tangan dari negara tetangga
Mendambakan perpecahan
Mendambakan kehancuran
Semua rakyat menantikan
Ini, sampai kapan?
Bukankah kalian pilar keadilan
Bukankah kalian pilar kedamaian
Malah ciptakan kekisruhan
Kasus bergulir, berkepanjangan

224
Pilar Teduh

Lihatlah, musuh kita tertawa


Lihatlah, mereka bersuka cita
Yang benar tetaplah benar
Yang salah tetaplah salah
Rakyat kecil perlu di dengar
Tuk suarakan dia yang kalah
Mereka mendengungkan
Mendengungkan dukungan
Dengan teriakan lantang
Dengan suara perang
Save kpk, save kpk
Save kpk, save kpk
Namun Aku ingin berkata,
Kapolri tetaplah bekerja
Negara ini butuh penjaga
Aku berharap ,
Kpk kapolri bekerja sama
Aku berharap,
Ini jadi pelajaran nyata
Bahwa bangsa ini kuat
Bahwa bangsa ini hebat
Bangsa ini bermartabat
Bukan anjing-anjing penjilat
Damailah indonesiaku
Jayalah merah putihku
Terbanglah garudaku
Majulah tanah airku
Jakarta, 29 Januari 2015
Yang Maha Indah
Tuhan, Kau Maha Indah
Engkau hiasi langit begitu cerah
Engkau taruh bintang tuk pecahkan kesunyian
dengan cahayanya temani kesepian
Tuhan, Engkau ciptakan bunga warna-warni
aromanya semerbak mewangi
engkau ciptakan lengkung pelangi
bias terangya menyenangkan hati

225
Dan Tuhanpun Berpuisi

Engkau hiasi laut dengan aneka ikan


membuat sejuk pemandangan
berbagai bentuk bermacam warna
sangat indah memesona
Aku harus mensyukurinya
tapi aku tak pandai bersyukur
nyanyain alam ini buat aku tergoda
bahwa ada saatnya, semua kan hancur
pada masa musim gugur
musim gugur yang abadi
menggugurkan bumi yang subur
menggugurkan langit yang tinggi
Tuhan, ajarkan aku mensyukuri
bukan hanya menikmati
bukan hanya mengonsumsi
tapi bisa memproduksi
memproduksi semua keridhoanMu
memproduksi semua MahabahMu
memproduksi ketaatan diriku
memproduksi kehambaanku
Hamba yang papa
sungguh tak berdaya
hanya bisa berupaya
lebih banyak menganiaya
Jakarta, 25 Januari 2015
Tersenyum
tersenyum itu indah
tersenyum itu hilangkan gundah
tersenyum itu ibadah
dan tersenyumlah
bila keadaanmu sulit
bila hatimu sakit
bila ruang gerak terasa sempit
tersenyumlah walau sedikit
karena tersenyum bahasa kalbu
ekspresi terbaik penenang hati

226
Pilar Teduh

karena tersenyum itu obat yang jitu


dapat hancurkan congkaknya diri
kau lihat orang tersenyum
maka kamu ikut tersenyum
itu sebuah keramahan
bukanlah kelemahan
senyum itu sebuah salam
salam untuk keakraban
lentera di kegelapan malam
sinar terang bak rembulan
maka tesenyumlah untuk harimu
maka tersenyumlah untuk hidupmu
maka tersenyumlah untuk cintamu
maka tersenyumlah untuk Tuhanmu
Jakarta, 20 Januari 2015

Uwais al-Qarni
Pemuda tampan dari Yaman
tidak doyan dengan pujian
sangat sopan, rela berkorban
penuh dengan pertolongan
dia adalah teladan abadi
cinta bunda dan cinta nabi
melebihi cintanya pada diri sendiri
tulus, murni, dan suci
sang ibu yang lumpuh
sang ibu yang buta
hatinya di buat luluh
karena bakti dari anaknya

227
Dan Tuhanpun Berpuisi

Ia senang menyendiri
berkhalwat dengan Illahi
sampaikan salam pada Nabi
menyimpan kerinduan yang makin tinggi
ketika ia terkena kusta
lalu berkata dalam doanya
sembuhkan aku Yaa Syifa
tapi sisakan sedikit saja
jangan sembuhkan semuanya
apa maksudnya?
sangat berbeda dengan kita
oh ternyata, oh rupanya
agar dia ingat, nikmat dari Tuhannya
Ia ingin pandai bersyukur
di tengah umat yang makin kufur
Ia hamba yang sangat taat
tak lupa ibadah setiap saat
lalu,
rindunya pada Nabi
tak tertahan lagi
Ia ingin berjumpa
dengan kekasih tercinta
sudah lama
terlalu lama
Ia menahan api rindunya
Ia simpan cahaya cintanya
Ia izin pada bundanya
untuk bertemu Nabinya
sang bunda mengizinkannya
dengan syarat tak lama-lama
uwais berangkat dengan keledainya
berbekal apa adanya
minuman secukupnya
padang pasir membakar kakinya
panas membara diterpa sang surya
haus mencekik melandanya
sang keledai mati, menderita

228
Pilar Teduh

uwais teruskan perjalanan


demi obati kerinduan
tapi ia sudah tak tahan
hingga pingsan di tengah jalan
seseorang membawanya
dengn kereta berkuda
sampailah ia di madinah
namun sayang, sang nabi sedang berdakwah
Hatinya sedih
Hatinya perih
tak bisa berjumpa
tak bisa bercengkrama
Ia sudah berjalan panjang
500 km di tempuhnya
sungguh ia adalah pejuang
orang mulia di sisi nabinya
meskipun rindunya luar biasa
tapi ia ingat pesan bundanya
karena bundanya sebatangkara
hanya uwaislah yang mengurusnya
dengan terpaksa ia pulang
menemui bunda tersayang
menelan pahitnya kerinduan
merelakan indahnya pertemuan
Tapi sang nabi mengenalnya
Ia tahu dari Tuhannya
lalu sang nabi memujinya
Langit akan menyambutnya
Ia memang, tak terkenal di bumi
namun masyhur dilangit tinggi
banyak orang tak mengenali
tapi malaikat banyak yang memuji
oh, uwais al qarni....
cintamu sungguh suci
kepada bunda dan sang Nabi
lebih lagi pada Illahi
Jakarta, 10 Januari 2015

229
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tikus Kantor
Tikus tanah dan tikus kantor
Dalam perjalanan pulang
Aku lihat tulang belulang
Bersama kulit berserakan

Warnanya putih bersih


tapi baunya, busuk menyengat
hidungku sungguh tak sudih
melihat tikus menjadi mayat

Apa yang telah ia lakukan


Dosa apakah gerangan
Hingga matinya mengenaskan
Terlindas kendaraan di tengah jalanan

Tak ada yang peduli


Bangkainya berhari-hari
Sampai darahnya kering, kering membasi

230
Pilar Teduh

membusuk menjadi polusi

Terlintas dalam benakku


mungkin ini karena ulahnya
mencuri makanan setiap waktu
merusak tanaman layaknya hama

lalu aku bertanya pada diri


apa bedanya dengan koruptor
mereka tikus-tikus kantor
berdasih rapih berhati kotor

Tikus tanah suka mencuri


Tikus kantor suka korupsi
keduanya harus diadili
keduanya harus dibasmi

wahai kau si tikus kantor


lihatlah nasib si tikus tanah
Tergilas oleh ban motor
Diperlakukan tidak ramah
Jakarta, 5 Januari 2015

231
Dan Tuhanpun Berpuisi

Pilar Teduh

anak belia di ujung senja


berjalan perlahan menuju cahaya
matanya berbinar tajam
memupuk asa merajut mimpi
kedua sayap dipunggungnya
menjadi doa mengiringi langkahnya
tangan kanan siap mengepal
tangan kiri memegang pedang
nafas yang terhembus
menandakan perjuangan telah berkobar
dilewatilah badai, gunung, dan padang pasir
menerjang batu memanja bukit
petir menyambar tak dihiraukan
panas menyengat tak menjadi hambatan
kaki terus diayunkan
diayunkan terus kedepan
tak pernah sekalipun ia menatap kebelakang
atau berhenti sejenak sekedar mengucurkan keringatnya
semangatnya bak tsunami
menerkam habis yang ia lewati
ada apa gerangan?
siapakah dia?
adalah tujuan hidup
dan aku dalam perjalananku
berharap keindahan akan tiba nanti

Jakarta, 6 Januari 2015

232
Pilar Teduh

Kau Suruh Aku Buat Puisi


kau suruh aku buat puisi
rangkaian kata dibalik mimpi
kau suruh aku buat puisi
teka teki makna berfilosofi
kau suruh aku buat puisi
biaskan mata redupkan hati
kau suruh aku buat puisi
menyingkap tabir membuai arti
kau suruh aku buat puisi
menembus masa, ruang dan duniawi
kau suruh aku buat puisi
terjuntai khayal ke alam peri
Jakarta, 6 Januari 2015
Liburan
Di tengah persawahan
hijau pemandangan
bibit padi bertebaran
siap untuk di tancapkan
para petani beramai-ramai
terjun ke lumpur sorak-sorai
di bumi ini, bumi yang permai
penuh ketenangan, sungguh damai
aku menikmati
sangat menikmati
ku lirik senyum mentari
ia menyapa bersama pagi
sejuk udara desaku
berbeda dengan kotaku
di sana penuh debu
tapi di sini lautan membiru
Indramayu, 01 Januari 2015

233
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jembatan Ujung Kulon


Tiga anak hanyut di sungai
Nyawa mereka jati taruhan
ku dengar cerita dari televisi
arti sebuah pertolongan
jembatan, hanya jembatan
mungkin itu tidak istimewa
tapi ini kebijaksanaan
ada kepedulian pada sesama
seorang bapak yang baik hati
punya kepedulian tinggi
niatnya tulus dan suci
murni dari hati
dari satu jembatan
lahir tiga puluh jembatan
dari satu desa
menyebar ke seluruh indonesia
jembatan adalah jalan
jalan menuju masa depan
karena ia digunakan
untuk dapatkan pendidikan
badak saja dilindungi
dengan biaya, begitu banyaknya
dan mereka pemimpin bumi
tak seharusnya hidup sengsara
inspirasi sore ini
dari pak arif, guru nurani
tindakannya sangat berarti
menolong mereka yang terdzolimi
Indramayu, 04/01/2015

234
Pilar Teduh

Pesta Tahun Baru


apa arti tahun baru
apakah hanya kembang api
atau hanya pergantian waktu
atau hanya hari silih berganti
lalu apa yang istimewa
ada makna di baliknya
saya rasa biasa saja
hanya pergerakan masa
makna tahun baru?
aku lihat kegaduhan
aku dengar kebisingan
kembang api gemerlapan
percikan sinar dan letusan
suara terompet bersamaan
jalanan kota berdesakan
konser-konser penyambutan
sisa sampah berserakan
aku dengarkan lagi
keras sebuah teriakan
aku tetap tak memahami
sama seperti auman dan lolongan hewan
uang di hambur-hamburkan
untuk pesta berfoya-foya
tahun baru jadi peringatan
mereka yang miskin hanya menganga
entahlah?
bukannya aku tak suka
tapi kesanku itu hura-hura
hanya seremonial belaka
tanpa ada perubahan nyata
semuanya sama saja?
Negara ini
Bangsa ini
Pribadi ini
KESADARAN INI

235
Dan Tuhanpun Berpuisi

Belum sepenuhnya ada


sebagai manusia
sepantasnya manusia
seutuhnya manusia
Tahun baru momen pemuda
untuk puaskan birahinya
seks bebas di tahun pertama
turuti iblis jadi tuannya
aku pesimis,
tapi berusaha optimis
aku menangis,
tapi berusaha tersenyum manis
Jakarta, 31 Desember 2014

Takut
Pernahkah kau merasa ketakutan?
Bahwa suatu saat kau akan sakit

236
Pilar Teduh

Pernahkah kau merasa ketakutan?


bahwa pasti kau alami, situasi sulit
ketika kau tak berdaya
keriput menjadi tua
kurus kering di makan usia
meninggalkan masa muda
rambutmu akan beruban
otakmu lupa ingatan
kakimu lumpuh di pembaringan
tak mampu lagi, untuk berjalan
saat kau masih kaya
apa kau takut miskin?
saat kau bergelimang harta
apa kau takut miskin?
saat ada kesempatan
pernahkah kau acuhkan?
saat ada kesempitan
tinggal hanya penyesalan
saat kau tertawa dalam kebahagiaan
pernahkah kau memikirkan?
pernahkah kau merenungkan?
bahwa kau kan menangis dalam kesedihan
ketika kau dalam bahaya
kau berharap keamanan
ketika kau dalam derita
kau berharap ada hiburan
ketika kau berniaga
kau takut menanggung rugi
ketika kau mendapat laba
kau takut hilang di curi
apa kau takut sendirian
tak ada seorang teman
bergaul dengan kegelapan
sepi tak ada candaan
sekarang,
kau jalani kehidupan
akan datang,
kau alami kematian

237
Dan Tuhanpun Berpuisi

Aku tahu ada tuhan


Ia adalah Pahlawan
mengatasi semua ketakutan
mengatasi setiap permasalahan
Jakarta, 30 Desember 2014

Amanah
Tuhan tawarkan sebuah amanah
kepada langit, bumi, dan gunung-gunung
tapi mereka tampak menyerah
tak sanggup memikul, tugas yang agung

238
Pilar Teduh

Lalu manusia memikulnya


mereka menyanggupinya
tapi mereka, sangat aniaya
berani hianati amanahnya
Lalu Tuhan menyiksanya
siapa mereka?
munafik laki-laki dan wanita
musyrik laki-laki dan wanita
Lalu Tuhan terima taubat mereka
siapa mereka?
mukmin laki-laki dan wanita
Allah Maha Pengampun dan pengasih hamba-hambaNya
Jakarta, 26 Desember 2014

Isa a.s
Ya Nabi Isa Al-masih
Putra, Bunda Maryam
Utusan Tuhan Yang Pengasih
Rahmat bagi semesta alam
Engkau adalah insan suci
pembawa risalah illahi
Nabi muslim dan Nasrani
sumber kitab, ajaran samawi

239
Dan Tuhanpun Berpuisi

Engkau mampu berbicara


ketika masih dalam buaian
Engkau sembuhkan mata yang buta
hidupkan orang dari kematian
Tuhan berikan kelebihan
sebagai tanda kenabian
Dia berikan keistimewaan
sebagai bukti kebenaran
Darimu ada pesan damai
bahwa umat ini, bertoleransi
Tidak ribut ataupun ramai
karena merasa, benar sendiri
selamat Natal untuk saudaraku, Kaum Nasrani
Jakarta, 25 Desember 2014

Janji Tuhan
Kepada laki-laki muslim
kepada wanita muslim
kepada laki-laki mukmin
kepada wanita mukmin
kepada laki-laki taat
kepada wanita taat
laki-laki yang benar
wanita yang benar
laki-laki yang penyabar
wanita yang penyabar

240
Pilar Teduh

laki-laki yang khusyu'


wanita yang khusyu'
laki-laki yang bersedekah
wanita yang bersedekah
laki-laki yang puasa
wanita yang puasa
laki-laki yang menjaga kemaluannya
wanita yang menjaga kehormatannya
laki-laki yang berzikir
wanita yang berzikir
Tuhan telah sediakan
kepada mereka Ampunan
Tuhan telah membuka lebar
kepada mereka Pahala besar
Jakarta, 25 Desember 2014

Bulanan
apa itu keresahan?
apakah ketika tak ada uang?
atau tak bisa makan?
atau tak bisa liburan pulang?
mereka saling bertanya-tanya
menuntut hak-haknya
hidup dalam kebingungan
menunggu sebuah kepastian
sebagian merasa bosan
sebagian merasa aman

241
Dan Tuhanpun Berpuisi

sebagian menyesalkan
sebagian dalam ketentraman
suara mereka seperti angin
hanya hembusan yang berlalu
tak disambut dengan kepala dingin
anjing menggongong kafilah berlalu
aspirasinya tumpah ruah
tak tertampung dalam wadah
hanya isu yang merambah
hanya bisa membuat lelah
aku hanya pendengar
pandangi api kian berkobar
nampaknya mereka mulai liar
tapi berusaha untuk tegar
ada kekesalan
ada kemarahan
ada kekecewaan
terpusat dalam pengharapan
yah, sudah sering mereka berharap
tapi katanya, harapan palsu
entah siapa yang harus siap
dijadikan, tempat mengadu
mereka benci kesimpangsiuran
mereka bosan dengan ketidakpastian
mereka jengah dengan kabar burung
mereka jenuh dengan isi lumbung
mungkin ada pemberontakan
dari sebuah penghianatan
antara kontrak tanda tangan
dengan apa itu kebijakan?
tawa mereka adalah sama
tangis mereka adalah sama
keluh kesah mereka sama
lalu siapa yang berbeda?
ada satu pembicaraan
itu tentang masa depan
muncul itu kekhawatiran
buat apa perkuliahan?

242
Pilar Teduh

tujuannya kemana?
mau kerja apa?
mau jadi apa?
sekarang bagaimana?
puisi ini hanyalah puisi
bisikan dari hati
ungkapkan yang kualami
mengalir terus menari
Jakarta, 23 Desember 2014

Ibu

butiran embun pagi yang sejuk itu


tak sesejuk kasih sayangmu
mentari pagi yang hangat itu
tak sehangat pelukanmu

ada rindu yang tak tertahan


dalam, semakin dalam
tak mampu ku ungkapkan
ada keengganan yang menghujam

ada rasa malu untuk bicara


katakan rindu kepadanya
mungkin ego diri membelenggu
atau keangkuhan dari anakmu

243
Dan Tuhanpun Berpuisi

ingin sekali aku katakan


aku sangat mencintaimu
hingga sekarang masih tersimpan
hanya sempat, mencium kakimu

ya, saat itu ku basuh kakimu


aku beranikan diri
bercucuran air mataku
seperti terlahir kembali

aku menangis
ibuku juga menangis
setelah itu dia tertawa
entah terharu atau bahagia

terlarut dalam suasana suci


tepatnya di idul fitri
maafku sampai telapak kaki
tempat di mana surga menanti

saat itu aku berdoa


semoga ibuku tunaikan hajatnya
pergi haji menuju mekkah
dengan rizki yang barokah

aku mohonkan pengampunan


atas dosaku dan dosanya
semoga dia dalam lindungan
Dari Tuhan Yang Maha Rahman

Ibu

Itu simbol ketenangan


Itu simbol kedamaian
itu rasa kesejukan
itu rasa kehangatan

Ibu

244
Pilar Teduh

ada hal yang ku rindukan


ketika kau bercerita masa kecilku
betapa penuh dengan tangisan
menghadapi kenakalanku

aku ingat saat kau menyisir rambutku


menyiapkan pakaian Sekolah Dasarku
kau pakaikan topi di kepalaku
ikatkan sepatu di kedua kakiku

tubuhku masih mungil


rentan serta rapuh
kau dekap aku saat menggigil
bangunkan aku saat terjatuh

aku sadar, harapanmu begitu besar


kepadaku, generasimu
kepadaku, keturunanmu
Dari itu, kau menyertaiku

Ibu

aku tak sanggup membalasmu


terlalu banyak jasa-jasamu
terlalu besar pengorbananmu
terlalu luas ruang cintamu

Ibu

kasih sayang tanpa batas


cinta kasih takkan putus
terus mengalir tak pernah puas
terus bergulir dengan tulus

Jakarta, 13 Desember 2014

245
Dan Tuhanpun Berpuisi

Ketika Akal Terpasung


ketika akal menjadi budak
maka nafsu pemimpinnya
akan liar layaknya badak
menyeruduk semaunya
ketika nafsu menguasai
maka akal tak berdaya
ia akan merusak diri
membawa pada kesesatan nyata
ketika nafsu mengendarai
maka akal akan tenggelam
ia cenderung pada materi
tak pernah puas sebelum karam
ketika nasfu mendominasi
akal hanya menangisi
ia tersiksa di balik jeruji
menyakitkan, terbakar api

246
Pilar Teduh

bertemanlah akal dengan kebenaran


bertemanlah akal dengan keimanan
bertemanlah akal dengan pengetahuan
bertemanlah akal dengan kesadaran
karena iman penuntun jalan
menuju kebenaran tuhan
karena ilmu pengetahuan
membebaskan dari kebodohan
karena kebodohan itu kegelapan
karena kegelapan itu kesesatan
maka perlu kesadaran
agar ilmu lebih aman
bangkitlah wahai akal
kendalikan hawa nafsumu
jangan biarkan ia nakal
nasehatilah, layaknya adikmu
Jakarta, 20 Desember 2014

Merindukan Ka'bah
Aku tersungkur dalam pembaringan
menatap foto berwajah ka'bah
Hanya diam dalam lamunan
berharap sampai, kaki ini melangkah
hatiku sangat merindukannya
ingin sekali merasakan atmosfirnya
tanah Nabi semasa perjuangannya
Tanah suci kelahirannya
Duhai Ka'bah Baitullah
aku sangat merindukanmu
Aku bermunajat padaMu ya Allah
ijinkan aku untuk bertemu
Tumpah sudah air mata ini
menahan gejolak bahasa hati
merenungi tanah suci
agar aku bisa berhaji
oh, rinduku ka'bah...

247
Dan Tuhanpun Berpuisi

rinduku semakin mencuat


kapankah aku bisa memeluk erat
menciumi si hajar aswad
menapaki jejak Nabi Muhammad
Labaikallah humma labbaik
labbaikalla syariika labaik
aku datang penuhi panggilanMu
aku datang penuhi panggilanMu
Ya Allah, ya tuhanku...
jangan Kau panggil aku...
sebelum berkunjung pada Bait-Mu
jangan Kau panggil aku...
sebelum ku rengkuh sirah Nabi-Mu...

Jakarta,19 Desember 2014

Sulaiman
Wahai baginda sulaiman
Hidupmu penuh keagungan
tak tergoda oleh kekayaan
tak pernah goyah oleh kekuasaan
Engkau mampu menundukkan binatang
memahami bahasanya
bercengkrama layaknya orang
itulah mukjizatnya
Ia menjadi raja yang mulia
memimpin hewan, jin dan manusia
sifatnya adil dan bijaksana
dihormati seluruh rakyatnya
Istananya sungguh mewah
tentaranya sungguh gagah
Sulaiman terbang dengan sajadah
membuat umat terperangah
Ia raja yang sangat soleh
bukan raja yang dianggap remeh

248
Pilar Teduh

dikagumi, tak tertandingi


hamba Allah yang sejati
Jakarta, 19 Desember 2014

Masa Depan
aku bayangkan masa depanku
begini dan begitu
aku susun daftar ceritaku
kusampaikan pada beberapa karibku
sejauh mana aku mampu
mewujudkan mimpi itu
aku tak tahu, aku tak tahu
usahaku hanya sebatas kemampuanku
aku serahkan semua hasilnya
pada Dia yang kuasa
aku hanya wajib berusaha
sisanya kembali ke Dia
Bukan aku pasrah
Bukan juga menyerah
Tapi ini adalah Keharmonisan
Antara diriku dan keimanan
Bahwa apapun niatku
Bahwa apapun upayaku

249
Dan Tuhanpun Berpuisi

Itu kembali kepadaNya


Karena tujuan akhir berlabuh pada Pulau-Nya
Sungguh indah berencana
menyusun agenda demi agenda
kita tak tahu apa rintangannya
apakah sanggup menghadapinya?
aku masih menikmati
Jakarta, 15 Desember 2014

Yang Maha Menumbuhkan


Kembali aku tercengang
Dia ciptakan langit tanpa tiang
Dia letakkan gunung, agar bumi tak goncang
Dia sebarkan berbagai binatang
Ia turunkan air hujan
untuk hidupkan aneka tumbuhan
di situ ada sebuah pesan
perenungan akan kebangkitan
Bahwa pepohonan yang mati
mampu untuk hidup kembali
seperti ketika manusia mati
suatu saat akan hidup kembali
suatu saat nanti
itu sebuah janji
peristiwa yang pasti terjadi
nyata adanya bukan alibi
Dia sampaikan dengan analogi
Dia sampaikan dengan puisi
Agar masuk ke dalam hati
Agar menyentuh alam Ruhani

250
Pilar Teduh

Bukankah kita hidup berpasangan


Bukankah itu kenyamanan
sepasang kekasih bermesraan
memadu kasih penuh kedamaian
Tuhan jadikan ketentraman
kepada hewan dan tumbuhan
mereka pun berpasangan
hidup harmonis berdampingan
Dia Maha menumbuhkan
benih-benih yang kekeringan
semuanya Ia hidupkan
lewat mereka si Air hujan
Dia Maha Menumbuhkan
setelah kematian
Rentang waktu harian
Bulanan, Tahunan
Bahkan di akhir zaman
Saat di mana bumi binasa
oleh terompet sangkakala
berganti alam keabadian
itulah hari penghisaban
itulah hari pembalasan
itulah hari perhitungan
itulah yaumul mizan
saat di buka buku catatan
catatan segala perbuatan
sebuah laporan kehidupan
atas apa yang kita lakukan
atas apa yang kita kerjakan
itulah hari penentuan
apakah kita dalam keselamatan
ataukah kita dalam penyesalan
atau hanya kesia-siaan
Di sana Allah Menghidupkan
Dari peristiwa kematian
nampak jelas Ia menumbuhkan
bak pohon kering tertimpa hujan
Dia Maha menumbuhkan

251
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jakarta, 14 Desember 2014

Taubat
Betapa lega hati ini
mencurahkan kebingunganku
kepadaMu ya Illahi
Tuhan Penguasa pemeliharaku
ada yang lain ketika itu
obrolan hangat mengalir santai
tak ada beban yang menggangu
suasananya tenang lagi damai
aku sampaikan saja keluh kesahku
keraguanku
ketidakmampuanku
kebodohanku
kesempitanku
kepapaanku
aku adukan setiap masalahku
aku sampaikan harapanku
aku ceritakan kesulitanku
aku meminta semua yang aku mau
segala kebutuhanku
segala keinginanku
cita-citaku
ambisiku

252
Pilar Teduh

meskipun sebenarnya Ia tahu


meskipun sebenarnya Ia memahami
segala kekuranganku
semua isi hati
Dalam takbirku yang tak sempurna
rukuk-ku yang cidera
sujudku yang buta
doaku yang terhalang dosa
aku masih meminta
memohon sebuah pinta
karen hanya Pada-Nya
kewajibanku sebagai hamba
Dialah satu-satunya
yang layak aku sembah
Dialah satu-satunya
yang layak untuk aku beribadah
Tak perlu aku cari yang lain
mempertanyakan apa itu tuhan?
sekedar memuaskan hasrat batin
atau hanya menguji keyakinan
mungkin bila dipertanyakan
aku tak memahami
tapi dialog terhadap iman
hanya ketundukan sebagai saksi
apakah anda akan tertawa?
ketika mendengar jawabanku
aku beragama
menjalankan komitmenku
menjalankan syariat
menunaikan amanat
menjauhi maksiat
yang menuntun ke arah sesat
menyelami itu hakikat
menemukan kandungan surat
bahkan ayat demi ayat
seberapa aku kuat?
Taubat, aku bertaubat

253
Dan Tuhanpun Berpuisi

tatkala maut menjemput cepat


aku kan wafat, aku kan mangkat
nafasku sesak terhambat
lisanku tertutup rapat
aku sekarat, aku sekarat
ketakutan bertemu malaikat
menanyakan perkara berat
perihal aku sebagai umat
darahku kini membeku
otot-ototku menjadi kaku
sekujur tubuhku diam terpaku
tak ada kata, hanya membisu
taubat, aku bertaubat
saat mataku tertutup rapat
perlahan merabun kemudian gelap
tak ada cahaya ataupun kilat
tak ada lentera terangi senyap
taubat, aku bertaubat
sebelum terdengar jerit tangisan
dari orang sekelilingku
keluargaku, saudaraku, sahabatku, istriku
serta mungkin anak-anakku
aku akan mati
sungguh itu ku sadari
kebinasaanku suatu saat nanti
melawan waktu, tak abadi
Oh, Tuhan
Aku ketakutan
menghawatirkan
sakaratul maut menyakitkan
tak mampu aku menahan
arwahku diangkat dari tubuhku
seperti sapi di kuliti
seperti ayam dimutilasi
masa hidupku ku akhiri
aku bertaubat, bertaubat

254
Pilar Teduh

degup jantungku kian melambat


tenggorokanku mulai tersendat
aku alami kiamat
merasakan pedih yang sungguh hebat
aku bertaubat . . .
ketika harta sia-sia
tak mampu menolongku
ketika tahta terbuang percuma
tak kuasa meninggalkanku
aku bertaubat. . .
semua gemerlap dunia
beserta kenikmatannya
nyata hanya sementara
sebatas aku masih bernyawa
aku bertaubat. . .
barang-barang yang ku punya
kendaraan yang berharga
rumah mewah memesona
perhiasan penyejuk mata
hanya bisa ku ratapi
hanya bisa ku tangisi
itu semua kan binasa
itu semua tipuan belaka
aku bertaubat. . .
selamat tinggal dunia fana
selamat tinggal bumi tercinta
aku kan pergi ke alam baka
Menghadap Tuhan Sang Pencipta

Jakarta, 12 Desember 2014

255
Dan Tuhanpun Berpuisi

Manusia Tak Manusiawi


Hujan itu telah mengering
sang mentari tak lagi menguning
awan tak lagi jalan beriring
bumiku sudah lelah berbaring
memandangi dedaunan kering
pohon kurus tak ada ranting
bunga-bunga diam tak bergeming
ku dengar hanya lolongan anjing
ada apakah alamku?
apa yang terjadi padamu?
siapa yang berani merusakmu?
siapa yang berani menodaimu?
ceritkanlah apa yang terjadi
sampaikanlah keluh kesahmu
aku ijinkan kau mencaci-maki
kepada manusia yang kau benci
kepada manusia yang tak manusiawi
kepada manusia yang ingkar janji
kepada manusia yang tak berdedikasi
kepada manusia yang suka korupsi
oh sungguh memalukan
mereka kencing di jalanan
tak peduli lagi kebersihan
tak peduli lagi kesehatan
baunya itu bukan keindahan
tak mencerminkan manusia beriman
mana buktimu sebagai makhluk pilihan
pemimpin bumi utusan tuhan
ayo alamku, mari berunjuk rasa
adukan saja pada sang Pencipta

256
Pilar Teduh

manusia kini tak beretika


tak penting lagi estetika
aku muak
aku mual
ingin beranjak
bangkit beramal
manusia tak manusiawi
duhai sifatnya buatku sensi
kontrol emosiku seakan mati
karena mereka nyalakan api
manusia tak manusiawi
tak ada lagi logika
hanya mementingkan materi
membesarkan ego diri
manusia tak manusiawi
cepat-cepatlah mati
ganti dengan si bayi
si bayi yang baik hati
menjadi manusia yang berbudi
menjadi manusia bermoral tinggi
menjadi manusia luhur sejati
menjadi manusia yang di teladani
oh si bayi, gantikanlah manusia tak manusiawi
oh si bayi, kencingilah
manusia tak manusiawi

Jakarta, 11 Desember 2014

257
Dan Tuhanpun Berpuisi

Ambisi
Jejak kaki yang ku lihat
nampak jelas di pelupuk mata
tekad ini telah membulat
menyatu hebat dengan asa
Gelora jiwaku terus berhasrat
ingin tunaikan bingkisan niat
dua tanganku mengepal kuat
siap taklukan, sang penghambat
Aku masih bermain dengan ambisiku
menikmati detik-detik waktu
iramanya semakin menggebu
berikan isyarat mengajakku
ia berputar-putar di otakku
memberi tanda pada darahku
meresap hingga ke tulangku
merah putih telah menyatu
lalu bagaimana wahai pemuda
lalu bagaimana wahai pemudi
masihkah anda punya cita-cita
masihkah anda punya ambisi
Lihatlah simbol merah putih itu
mampu menggugah singa-singa bangsa
seperti itulah semangat satu
pikiran, lisan, tindakan itu satu nada
apalah hidup tanpa ambisi
hanya sesaat sekedar menepi
lalu tiba-tiba, kita kan mati
tanpa sesuatu yang berarti
apalah hidup tanpa ambisi
sedangkan tuhan, berikan segenap potensi
percuma saja berdiam diri
berpangku tangan meratapi
Bangunkan itu ambisi
Bangunkan itu kemudi

258
Pilar Teduh

Bentangkan layar hidupmu


capailah itu tujuanmu
Jakarta, 10 Desember 2014
Pujian
Hati-hatilah akan pujian
karena dia dekat dengan kesombongan
rendahkanlah hatimu kawan
aku takut kau hanyut dalam.kecongkakan
memanglah disanjung itu nyaman
tapi ingat, itu tipuan !
karena sejatinya hanya Tuhan
Tuhanlah yang berhak atas segala kesan
jangan ikuti hawa nafsumu
aku takut menjadi layu
cepat puas dibujuk rayu
kualitas tak lagi nomer satu
tetap tenang di tempatmu
jangan gegabah tuk tunjukkan gairahmu
simpanlah energi barumu
serahkan pujian pada Tuhanmu
Aku khawatir merasa tinggi
terlalu sering karena di puji
kalau hanya sekedar puisi
ku kira banyak para ahli
Biarlah, biarlah aku berpuisi
setiap kata membentuk arti
berpikir luas sebebas-bebasnya
merajut kata menjadi makna
Jakarta, 9 Desember 2014

Tuhan Bukan Penganiaya

259
Dan Tuhanpun Berpuisi

Aku buka kitab suciku


merenungkan surat cinta-Nya
Dia berkisah tentang masa lalu
Jauh sebelum aku lahir ke dunia
cerita ini cerita pilu
kaum Nabi Luth di hujani batu
kaum Ad pun begitu
Kerikil tajam,menimpa mereka, satu persatu
kemudian kaum madyan
suara keras mematikan
kaum tsamud yang durhaka
diamuk guntur porak poranda
Ada lagi si Qarun malang
dengan hartanya di telan bumi
Hianati Tuhan Yang Penyayang
Akibat sombong banggakan diri
Ada yang tenggelam di lautan
Seperti mereka firaun dan Haman
Kaum Nabi Nuh yang dinistakan
ditelan badai yang mengerikan
Tuhan bukan penganiaya
tapi mereka para pendusta
tak mengikuti pesan Tuhannya
memaki nabi para penuntunnya
Ini adalah pelajaran berharga
Bagaimana Quran luar biasa
kitab suci petunjuk manusia
Lewat kisah menyentuh jiwa
andaikan kita mau membaca
andaikan kita mau menjaga
pastilah kita temukan makna
hidup indah bahagia
Allah Maha Perkasa
Allah Maha Bijaksana
Dia tuliskan surat cinta
untuk pedoman umat manusia
Jakarta, 9 Desember 2014
Gorengan

260
Pilar Teduh

adalah sebuah harapan


adalah sebuah impian
adalah kemandirian
adalah keluar dari zona nyaman
ada pelajaran kehidupan
memeras keringat bercucuran
menikmati perdagangan
merasakan serunya berjualan
memang ada saja rintangan
itu sudah keharusan
berperang dengan kemalasan
lepaskan diri dari penjara aturan
orang bilang itu kreatif
tapi ini lumayan sulit
bagi orang yang primitif
jalan ini begitu sempit
aku harus siap mental
memutus urat rasa malu
berhadapan dengan kata-kata gombal
kepada mereka para perayu
turunkan harga seenaknya
tanpa memikirkan berapa labanya
menawar harga semaunya
tanpa mau tahu bagaimana prosesnya
ada nilai lain dari sekedar transaksi
bukan semata jual beli
ada usaha yang harus di apresiasi
ada semangat yang mesti di teladani
bukan hanya keuntungan
bukan hanya sekedar uang
kebutuhan dan kecukupan
perlu definisi panjang
jangan anda membatasi
karena ruang ini sudah terbatasi
jangan anda menggurui
biarlah pengalaman kami yang mengajari
bagiku pengalaman adalah guru terpuji
maka dari itu, aku tak butuh opini

261
Dan Tuhanpun Berpuisi

aku berusaha mencari


sampai menemukan yang sejati
bekerja satu hati
satu visi
satu misi
untuk penemuan jati diri
inilah gorengan dalam puisi.
Jakarta, 7 Desember 2014

Tak Ada Inspirasi


saat ini aku buntu
tak ada inspirasi
kosong tak ada titik temu
hampa sunyi sepi
entah aku harus bagaimana
aku harus menulis apa

262
Pilar Teduh

tak terlintas di kepala


tak ada kata-kata
aku tulis saja
kebingungan yang sekarang menyapa
menggelayuti otakku gilaku
menjebol pertahanan bentengku
benteng ambisiku
menulis seribu puisi
setiap hari
sepanjang usiaku hari ini
sampai nanti
aku membaca sendiri
karya-karya bait puisi
hasil sebuah ambisi
seribu puisi
seribu puisi
selanjutnya tafsir puisi
menyingkap sisi maknawi
aku stak
tak ada inspirasi
abstrak
tak ada arti
Jakarta, 5 Desember 2014

Lirih Doaku
Doaku yang malang
aku berdoa cukup panjang
tapi tak ada perubahan
tak ada yang dikabulkan
aku tak paham
apakah tuhan telah bungkam
tak sudih lagi mendengarkan
setiap doa yang kupanjatkan

263
Dan Tuhanpun Berpuisi

aku tak mengerti


apakah tuhan itu tuli
tak sudih lagi merestui
keinginanku setiap hari
nampaknya aku salah
aku telah keliru
menilai doaku yang terkesan pongah
hanya mendahukukan kehendakku
doaku bukan doa seorang hamba
tapi doaku bersifat memaksa
tak mengikuti kehendakNya
berusaha merubah ketetapanNya
memang itu mustahil
bagaimana mungkin
keputusan yang sudah adil
aku ubah dengan doa rutin
aku salah memaknainya
aku sadar seorang hamba
hanya bisa memohon saja
aku patuh dan tunduk padaNya
Doa, doa, doa
Jakarta, 3 Desember 2014

marah
aku marah
aku gerah
aku menyerah
aku pasrah
jalanku tak berarah
seiring mengalirnya darah
konsentrasiku pecah
sampai ke negeri antah berantah
dia seperti seekor lintah
menggeliat di atas sampah

264
Pilar Teduh

membuat orang muntah-muntah


karena dia banyak tingkah
sampai ia begitu mudah
untuk mengucapkan kata sumpah
agar terlihat lebih ramah
padahal itu hanya berkilah
aku masih marah
wajahku pucat memerah
tubuhku kaku menahan amarah
air mataku tumpah ruah
aku marah
Jakarta, 2 Desember 2014

Birokrasi
birokrasi berbelit-belit
hanya mempersulit
ruang gerak jadi sempit
hal itu karena duit
semangatku mulai redup
sepertinya pintu sudah tertutup
aku merasa gugup
menghadapi bom yang meletup
aku kecewa, sedikit kecewa
aku kesal, pada aturan mereka

265
Dan Tuhanpun Berpuisi

disaat aku bangkit berusaha


mereka patahkan lewat kata-kata
sungguh itu menggangguku
membuatku gatal seperti ulat bulu
ingin sekali aku meninju
namun kutahu itu emosi semu
tarik napas panjang
aku menenangkan diri
agar kakiku tak melayang
belajar mengontrol diri
birokrasi?
aku bosan dengan ini
aku benci dengan ini
ingin sekali aku hindari
ingin sekali aku jauhi
tumpahkan kekesalanku malam ini
masih menjadi bait puisi
ini adalah sebuah bukti
bahwa karyaku belum mati
bahwa semangatku belum padam
bahwa jiwa buasku masih sanggup menerkam
bahwa aturan ku tentang dengan kesadaran
bahwa aturan tak semestinya seperti tahanan
Jakarta, 2 Desember 2014
Kunang-Kunang

mataku berkunang-kunang
menahan haus serta lapar
mataku berkunang-kunang
badanku lemas terkapar
tenggorokanku kering
perutku mengempis
urat sarafku bergetar merinding
otot-ototku seakan terkikis
biarlah ini sebagai penawar
biarlah ini sebagai latihan

266
Pilar Teduh

perjalanan di padang mahsyar


hingga tiba di yaumul mizan
biarlah jiwa ragaku bercengkrama
memaknakan arti puasa
inikah suka ataukah duka
penderitaan atau bahagia
mataku berkunang-kunang
ubun-ubunku terasa pusing
mungkin banyak terisi puing
aku duduk tak bergeming
menatap cahaya yang menguning
kurasakan darah mengalir
seperti ombak yang berdesir
detang jantungku terus bergulir
seiring sepoy angin semilir
mataku berkunang-kunang
Jakarta, 30 November 2014

Kepuasan
Kapankah aku puas
rumah nyaman belum puas
karena kamar terasa panas
sampai aku mencari kipas
uang bulanan belum puas
keinginan tak terbatas
kebutuhan melampaui fasilitas
masih mengeluh merasa malas
kapan aku puas?
kuliah tak ada beban
biaya tak ada tanggungan
masih mencari-cari alasan
masih saja menyalahkan

267
Dan Tuhanpun Berpuisi

perut sudah terisi


dengan makanan yang bergizi
masih saja aku kecewa
bila telat tersedia
kapan aku puas?
bukankah aku mahasiswa
diajari rasa prihatin
tapi seolah aku manja
ingin semua harus dipenuhin
kapan aku bersyukur
belajar rasa ikhlas
melawan si takabur
menjadi pribadi tangkas
Ya tuhanku, kapan aku puas?
Jakarta, 28 November 2014

Ujian Tuhan
Tuhan menguji hambanya
apakah tuhan bermain-main
Tidak, Dia itu bijaksana !
Ujian tak hanya penderitaan
tapi juga kebahagiaan
bukan hanya kesedihan
tapi juga kesenangan
adakala manusia kuat di tempa derita
karena ia masih berdoa
namun tatkala di berikan kesenangan
ia lupa bersyukur pada tuhan
maka, saat itulah ia gagal
maka, saat itulah ia jatuh
derita masih membuat tangan mengepal
namun kenikmatan membuat ia terbuai luluh

268
Pilar Teduh

saat ia miskin begitu dekat dengan tuhan


namun ketika kaya ia menjauh dari tuhan
saat lapang ia terlena
saat sempit ia putus asa
lebih baik aku sakit
karena aku merasakan tuhan
dari pada aku sehat
tapi tak ada cahaya tuhan
maka dari itu
kekayaan adalah ujian
kemiskinan adalah ujian
bencana adalah ujian
hadiah kejutan adalah ujian
kematian adalah ujian
kehidupan adalah ujian
tua renta adalah ujian
muda energik adalah ujian
harta orang kaya ada hak si miskin sebagian
tenaga orang miskin di butuhkan bangsawan
ujian tuhan itu misteri
Jakarta, 27 November 2014

Puasaku
Kata alim ulama puasaku hanya puasa lahir
Hanya menahan haus
Hanya menahan lapar
Sekedar cuti raga
Tak cuci mata
Tak manjakan telinga

Kata cendekiawan dan kaum intelektual


Puasaku tak berdimensi sosial
Tak peka penderitaan kaum pinggiran
Tak peduli para kuli
Kemiskinan tak mengetuk pintu nurani

269
Dan Tuhanpun Berpuisi

Yang ada dahaga diri

Kata para sufi


Puasaku harus menembusi relung batin
Melampaui dunia fana
Melambung tinggi ke angkasa
Menyentuh sukma jiwa

Aku hanya sekumpulan orang yang terbuang


Kaum awam
Polos dan lugu
Tak tau apa-apa

Tak cukupkah puasaku, kupersembahkan hanya


untukmu, Ya Rabbi

Jakarta, 5 Juni 2018

Ayah
Ayah, dalam dekapan rindu aku mengenangmu
Bercucuran peluh, keringat mengalir deras di dahim
Di pundakmu, yang penuh debu-debu kehidupan
Kau pikul beban berat itu
Tanpa ragu, tanpa keluh
Hingga nafasmu tersengal
Tenggorokanmu kering kerontang
Hanya ludah yang sempat kau telan
Sebagai sedikit penyejuk tubuhmu yang memilukan
Hanya tinggal tulang keropos berbalut kulit keriput,
legam terbakar matahari

Ayah, dalam hati ku berbisik


Hidupmu sangat berarti bagiku
Jangankan harta, nyawamu kau pertaruhkan jua, demi
buah hatimu ini
Sering ku teriaki kau

270
Pilar Teduh

Sering ku lawan kau


Sering ku bentak kau
Ku hanya bisa menuntut ini itu
Tapi kau hanya diam
Tak pernah ku lihat air mata menggenang di pipimu,
apalagi jatuh ke bumi
Aku tak mengerti, apa hatimu sekuat baja?
Kokohnya bak tembok berlin
Luasnya laksana tembok cina
Membentang penuh kasih sayang, mengalir memeluk
erat cintai anakmu

Ayah, hanya doa terbaik yang bisa ku layangkan padamu


Karena batu nisan itu, telah memisahkan dunia kita
Andai saja saat ini kau hadir di mukaku
Akan ku ciumi kaki-kaki lukamu
Ku peluki jasad sucimu

Rinduku untuk ayah

Pondok Labu, 8 Juni 2017


Sajak suci

Menangislah wahai diri


Di penguasa bulan ini
Bulan pelebur dosa keji
Pembakar syahwat birahi

Sandarkan angkuhmu
Enyahkan pongahmu
Basuh noda jiwamu
Dengan alunan ayat suci, surat cinta Rabbmu

Hidupkan malam dengan penyesalan penuh atas seluruh


khilafmu
Cucilah ribuan titik hitam dengan asma Maha Mulia

Tabir Keindahan telah terbuka lebar


Sedang seburuknya singgah tertutup rapat

271
Dan Tuhanpun Berpuisi

Maka mandilah kau dengan hujan rahmat


Hiasi relung hati dengan penuh Kemurnian

Kemurnian Ramadhan, ini sajak suci


Sajak dari makhluk hina
Bagai hewan buas, akalnya culas
Tertelan oleh pesona dunia
Dan bujuk rayu kefanaan

Aku sang makhluk papa, menceburkan diri di samudera


illahi
Tenggelam dalam pasrah
Hanyut bersama Asma sucinya

Kemang, 4 Juni 2017

Dalam Diamku
Disaat ku hanya bisa diam
mulut besarku terbungkam
mataku menatap tajam
wajahku terlihat muram
aku terdiam
disaat sekitar ramai
tapi aku ingin damai
mencari ketenangan batin
di bawah pohon beringin
aku terdiam
orang lain tak memahami
seperti patung diam sunyi
tak ada marah ataupun benci
hanya aku diam sendiri
aku terdiam

272
Pilar Teduh

mungkin merenung sejenak


memikirkan hal yang abstrak
biarkan hati dan akal bicara
meskipun aku tak tau caranya
Jakarta, 27 November 2017

Dunia
Inginku berkeliling dunia
mengenal banyak manusia
dengan latar belakang berbeda
dengan budaya beraneka
entah kapan itu terjadi
apakah bisa menjadi nyata
apakah hanya sebuah mimpi
atau hanya khayalan belaka
memang langit itu tinggi
bukan berarti tak bisa di lintasi
memang bumi begitu luas
bukan berarti hanya nyata di peta kertas
aku harus ke sana
berkunjung mengenalinya
entah bagaimana caranya
entah ada apa di sana

273
Dan Tuhanpun Berpuisi

aku ingin menemukan makna


yang mungkin masih tersembunyi
di balik misteri dunia
yang kian lama akan terbukti
zaman terus berganti
waktu hidupku semakin berkurang
pikiranku akan mati
sebelum meraih sebuah mimpi
aku takut mati
bila hanya tahu satu bumi
padahal beraneka ragam
sungguh luas
Jakarta, 26 November 2014

Guru
Pahlawan tanpa tanda jasa
itulah gelar kebanggan
tanpa mahkota di kepala
menjadi sumber pengetahuan
engkau mengajarkan
bergelut di dunia pendidikan
membentuk generasi mapan
cikal bakal masa depan
ada ketulusan
ada pengorbanan
bukan gajian bulanan
bukan PNS atau pensiunan
Guru
mereka adalah cetakan
bagi bentuk murid-muridnya
jangan sampai tak berperan
atau pasif tak berkarya
Guru
harus punya kreativitas
punya moralitas
punya intelektualitas

274
Pilar Teduh

punya kapasitas
punya integritas
punya loyalitas
pengabdian tanpa batas
karena dia perantara tuhan
menyampaikan pengetahuan
karena dia wakil tuhan
mengajarkan pendidikan
Jakarta, 25 November 2014

Perjuangan
Rintik hujan membasahi segenap tubuhku
aku terus berjalan tertatih-tatih
menyusuri jalan yang berliku-liku
menahan kaki terasa perih
aku terus berjalan
bersama teman-teman
dalam satu perjuangan
dalam satu naungan
tidak peduli kemacetan
tidak peduli kegelapan
meskipun basah diguyur hujan
mereka berkorban demi masa depan
berkorban waktu dan tenaga
bergerak maju menggapai asa
berpikir keras dengan logika
menyingkap tabir mencari makna
hanya hujan bukan halangan
kemacetan sudah terlalu bosan
cipratan air sedikit menjengkelkan
dengan itu aku tahu, apa itu kesabaran
ya, perjuangan di bawah rintik hujan.
Jakarta, 24 November 2014

275
Dan Tuhanpun Berpuisi

Puasa
Dalam puasaku ini
aku menemukan sesuatu
itu kesadaran murni
menekan nafsu yang menguasai diri
tak terlintas dalam benakku
untuk puasakan hasrat perutku
amarah aman terkendali
tak tergantung dengan materi
Aku merasa lebih peka
diantara orang biasa
lapar hausku memberi pelajaran
agar peduli penuh perhatian
bangun malam lebih mudah
seperti ada yang menggugah
hidup jadi lebih terarah
sudut pandang lebih cerah
hatiku gampang terenyuh
pada mereka kalangan kumuh
kalbuku mudah tersentuh
pada mereka para kaum buruh
sungguh berat aku jalani
sungguh dalam aku renungi
inilah pelatihan ruhani
juga pelatihan untuk jasmani
nikmatnya ada di batin
tak mampu aku ungkapkan

276
Pilar Teduh

seperti lingkaran cincin


sebagai tanda di pertunangan
Ya Illahi, berikan cahayaMu
ajarkanlah aku hikmah
lewat jalur puasaku
bimbinglah hidupku agar indah
Jakarta, 21 November 2014

Aku Bosan
aku bosan baca status tak bermakna
aku bosan baca status biasa saja
aku bosan baca status yang remeh belaka
aku bosan baca status tak berguna
aku bosan lihat orang pamer foto
aku bosan lihat orang pamer porno
aku bosan lihat status keluhan
aku bosan lihat status kesedihan
aku bosan, aku bosan
bukankah ada kalimat yang bermanfaat
bukankah ada kata-kata pendobrak semangat
bukankah ada gambar yang bermartabat
bukan ada untaian yang terhormat
bukankah pujian lebih baik dari pada celaan
bukankah motivasi lebih baik dari pada sekedar selfie
bukankah optimis lebih baik dari pada pesimis
bukankah menjaga etik lebih baik dari pada hanya
mengkritik
aku bosan, aku bosan
apakah ini sudah menjadi karakter?
sungguh menyakitkan seperti kanker!
apakah kita tidak ber-Adab?
atau hanya bermental biadab
aku bosan, aku bosan...
Jakarta, 19 November 2014

277
Dan Tuhanpun Berpuisi

Musik
senandung nada indah
bergema dalam renungan akal
musik sampaikan bahasa mudah
cairkan sudut pandang yang.menggumpal
musik ada dimanapun
bebas bersuara kapanpun
menghipnotis siapapun
menyatu di suasana apapun
dalam suka dia ada
dalam duka dia ada
sebagai penghibur dia bisa
penitih air mata dia pun bisa
Dari nada yang mendayu
hingga rock agresif seru
dia mampu beradaptasi
fleksibel tidaklah mati
telinga akan dimanjakan
hati kecil rasakan sentuhan
estetika bermain dalam pikiran
maka sekujur tubuh alami perubahan
dari klasik hingga terbaru
cita rasanya tak pernah basi
penikmatnya selalu memburu
senantiasa terus mencari
dia adalah satu media
yang dekat dengan manusia
mempersatukan berbagai negara
harmoniskan banyak suku bangsa
Jakarta, 19 November 2014

278
Pilar Teduh

Manusia dan Tanah


Manusia tercipta dari tanah
tapi apa itu substansi tanah
tanah yang mana, dari banyak tanah
apakah tujuh lapis tanah
apakah tanah mata itu berbeda dengan tanah telinga
apakah tanah hidung berbeda dengan tanah punggung
tanah mulut apakah berbeda dengan tanah rambut
tanah pipi apakah berbeda dengan tanah kaki
tanah tangan apakah berbeda dengan tanah lengan
tanah gigi apakah berbeda dengan tanah jari-jari
aku pun sadar betapa besarnya kuasa tuhan
Jakarta, 18 November 2014

279
Dan Tuhanpun Berpuisi

Bola
kaki ini berlari-lari
mengikuti si kulit bundar
umpan sana umpan sini
menggocek lawan biar gentar
Sang Kiper menjaga kandang
bek bertahan menjegal penyerang
ditengah ada sang gelandang
sobat striker pembobol gawang
nafas semangat kian beradu
melesat jauh bak peluru
secepat kilat aku melaju
menembak bola berpoin satu
menyundul menendang
berlari mengumpan
main bodi bagai berperang
keringat deras mengucur kencang
bola bola.... bola bola
aku senang bermain bola
bersama teman-teman sebaya
berolahraga bersuka ria
tertawa bersama sungguh mesra

Jakarta, 16 November 2014

280
Pilar Teduh

Tuhan Berpuisi
Kepada hamba-hambaNya
Tuhan berpuisi
Menyampaikan NasehatNya
Dengan bahasa tinggi
Ia susun dengan sastra indah
agar pesan lebih menggugah
maka Ia berpuisi
menyadarkan hati yang mati
maka Ia berpuisi
agar manusia mengerti
maka Ia berpuisi
agar manusia memahami
karena hanya dengan puisi
manusia bisa mengikuti
karena hanya dengan puisi
pesan suci akan diminati
maka Tuhan berpuisi
Jakarta, 15 November 2014

281
Dan Tuhanpun Berpuisi

Si Tak Bertulang
makanlah daging saat matang
agar perut tak Cuma kenyang
olahlah kata-katamu kawan
agar pesan tak menyakitkan
kita tahu lidah tak bertulang
tapi tajamnya lebih dari pedang
mampu menembus ke dalam jurang
mencabik-cabik hati yang malang
pikirkanlah kata-katamu
sebelum melayang dari mulutmu
dia butuh kendalimu
agar tampak lebih bermutu
berapa banyak nyawa hilang
karena ulah si tak bertulang
adu domba, hujat, cercaan
terlontar kejam menakutkan
kadang ia sumber dosa
kadang jua sumber pahala
ia bisa menuju surga
bisa pula abadi di neraka
renungkanlah
renungkanlah
kata-katamu itu
bicaramu itu
lemah lembut bertutur kata
sopan santun bersahaja
berbahasa sederhana
maka buahnya bahagia
Jakarta, 12 November 2014

Sang Pengembara

282
Pilar Teduh

Aku berjalan menyusuri alam


melintasi ruang kosong
Dua kakiku semakin lebam
tersesat masuk ke dalam lorong
Aku terus saja berjalan
mencoba melawan waktu
berbekal pusaka keyakinan
menuju hakikat Yang Satu
Kocar-kocir otakku berputar
jiwa raga berkecamuk
perang dingin di atas altar
membenamkan sisi yang buruk
menatap ke langit luas
selayang pandang tanpa batas
memberi makna yang selaras
memakan isi bukan ampas
Aku memburu apa itu apakah
bergelut di dunia filosofis
berusaha mengembara
ke negeri antah berantah
sebelum nafasku sengal
sebelum darah membiru
namaku tak lagi di kenal
tubuhku terbujur kaku
Jakarta, 12 November 2014

Rahmat dan Karunia

283
Dan Tuhanpun Berpuisi

Kalau bukan karena rahmatMu


Aku hanya butiran debu
Kalu bukan karena karuniaMu
hatiku keras seperti batu
Kalau bukan karena rahmatMu
pastilah aku kan binasa
disebabkan dosa-dosaku
karena lalai dan sengaja
Kalau bukan karena karuniaMu
niscaya aku akan mati
siapa yang Pemeliharaku?
Hanya Dia Pemilik Rizki
Kalau bukan karena rahmatMu
maka aku akan celaka
Karena Engkau pelindungku
menutupiku dari aib dan cela
Kalau bukan karena rahmatMu
bumi langit tak berguna
mereka patuh perintahMu
melayani umat manusia
Kalau bukan karena karuniaMu
jagat raya akan berhenti
mereka tunduk atas kehendakMu
Maha Raja pemilik semesta
Jakarta, 11 November 2014

Pulang ke Rumah

284
Pilar Teduh

sejauh apapun anakmu pergi


merantau tinggalkan rumah
mencari makna jati diri
menemukan apa itu falsafah
Hati kecil akan merindu
mengingat suasana dulu
kenangan si kecil lugu
tangisan nakal dari mataku
berada ditempat terasing
akan mengenali pribadi diri
takkan mudah berpaling
akan mudah mengendali
Bentangkan layarmu cepat
kayuhlah dayung mimpimu
Lalui jalur yang terberat
titipkan jangkar pada ibumu
cepatlah kembali bila tiba
banyak orang kan menanti
memetik buah yang kau tanam
lepaskan belenggu- belenggu hitam
pangkuan ibu tempat terbaik
setelah lama perjalanan
rumah menyambut kian melirik
ceritakan sang pahlawan
suatu saat aku pulang
menuju rumah keluargaku
aku akan mulai berperang
membangun surga di desaku
Jakarta, 9 November 2014

Jika Demikian
Jika demikian, maka aku harus berbeda
Jika demikan, maka aku harus berusaha

285
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jika demikian, maka aku harus sederhana


Jika demikian, maka aku harus berjaya
Aku pemuda, maka aku harus berkarya
Aku pemuda, semangatku sekuat baja
Aku pemuda, pantang malas untuk membaca
Aku pemuda, punya mimpi.dan cita-cita
Lihatlah mereka orang-orang kaya
pasti berawal dari sengsara
Lihatlah mereka para pengusaha
pasti berawal dari nelangsa
Tidaklah pantas untuk mengeluh
bila mereka disana berkeringat peluh
bersusah payah menjadi buruh
bertahan hidup terguyuh-guyuh
Dari mana aku hidup?
Untuk apa aku hidup?
Bagaimana aku hidup?
Kembali kemana aku hidup?
Pertanyaan yang sekilas ringan
Tapi sarat perenungan
karena hidup tanpa tujuan
mati konyol mengenaskan
bertahanlah,,, bertahanlah
telanlah jamu-jamu pahitmu
kalau tahu menyembuhkan
Hargailah semua waktumu
jika itu kunci kehidupan
Jakarta, 8 November 2014

Senyummu
senyummu itu ungkapan cinta
tak perlu kata-kata
tak perlu kalimat sempurna
menatapmu saja hilangkan dahaga

286
Pilar Teduh

cukuplah lirikan mata


sampaikan pedihnya kerinduan
cukuplah senyum tanpa sapa
sudah puaskan hasrat di dada
memang terlalu gila
untuk aku penikmat cinta
terombang-ambing ditengah telaga
tenggelam arungi luas samudera
otakku berpikir sejenak
merenung untuk menyibak
membuka tirai kepalsuan
berilusi dalam kefanaan
fatamorgana
ya, aku terbelenggu disana
kehausan seperti onta
mencari air di gurun sahara
berpeluh keringat dan air mata
sensasi perjumpaan itu
sangat mengesankan
walau hanya angin berlalu
tapi membekas dalam ingatan
Jakarta, 7 November 2014

Pagi
melukiskan pagi di kain kanvas
pudarkan embun, sang penghias
kala cahaya pagi nampak membias
aku, berusaha menghirup udara bebas

287
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tepian jalan berhias bunga


daun hijau mainkan biola
pepohonan, rindang berirama
oleh hembusan angin surga
shubuh, itulah tanda si pagi
tapi mereka seakan mati
tak peduli, tak mengerti
apa itu cahaya illahi
dia, mereka, aku terlena
beratnya buaian mata
beratnya nafsu tabiat singa
tidur terlelap tanpa dosa
aku menyesal waktuku hilang
karena pagiku telah telantarkan
aku mati hingga datang siang
padahal itu awal kehidupan
aku harus berburu
berburu waktu pagiku
agar aku tak malu
pada Dia, Dia Tuhanku
memang,.... memang,....
setiap hari ada pagi
tapi nyawaku, itu tak pasti
aku tak yakin hidup kembali
aku ingin warnai dia si pagi
Jakarta, 6 November 2014

Secangkir Kopi
secangkir kopi temani pagiku
rilex-kan otak memijat tubuh
bercengkrama dengan buku
larut dalam air seduh
aku mulai merajut asa
menyusun lembaran cita-cita

288
Pilar Teduh

menggoreskan tetesan tinta


rampungkan apa yang sempat tertunda
aku seruput kopi hitamku
aku resapi hangatnya suhu
aku pejamkan bola mataku
merenungkan nikmat dari tuhanku
bibir kecilku mengucap tahmid
lidah nakalku berkomat-kamit
lalu,
pandanganku menuju masjid
menanyakan masalah sulit
apa yang ku takutkan
apa yang ku khawatirkan
gagal di masa depan
menjauh dari bimbingan tuhan
kopi ini membiusku
ia larut mewarnaiku
melemaskan sendi ototku
membatasi ruang gerakku
secangkir kopi dan filosofi
berkolaborasi menginspirasi
mata hati dan mimpi-mimpi
berlari ke arah pelangi
Jakarta, 1 November 2014

Tobat
Andaikan dosa beraroma
pastilah hamba tak berteman
bau busuk yang tercela
siapapun tak akan tahan
andaikan dosa ada wujudnya
pastilah ia menakutkan
menghantui para tuannya
jadi petaka mengerikan

289
Dan Tuhanpun Berpuisi

Ya Allah,
Engkau Tuhan para pendosa
Rahmat-Mu lebih besar dari Murka-Mu
Ampunilah dosa-dosa hamba
Berilah hamba kasih sayang-Mu
Jangan Engkau acuhkan aku
Jangan engkau lupakan aku
Jangan engkau marahi aku
jangan engkau siksa aku
Aku tahu Engkau bukan pendendam
Aku tahu Engkau bukan pembenci
Murka-Mu akan cepat padam
Kepada siapa yang Kau Cintai
Kepada siapa, aku mengadu
Kepada siapa, aku memohon
semua di bawah kekuasaanmu
pusat tunggal para pemohon
Bahkan pezina Kau bersihkan
Bahkan Kiyai Engkau hinakan
Orang kafir Engkau cukupkan
Orang muslim Engkau timpakan Cobaan
Engkau misterius, Tuhan
Tapi aku yakin Engkau ada
Telah menggunung,dosaku, Tuhan
Tapi ku takut masuk neraka
Aku mohon Ridho-Mu,
Aku mohon hidayah-Mu,
Aku malu pada doaku
Tapi ku tahu, Engkau menyukai itu
Hamba yang hina
Hamba yang lemah
Hamba yang papa
Hamba yang susah
mengharapkan kebaikanMu
mengharapkan kebesaranMu
mengharapkan pertolonganMu
menggantungkan malangnya nasibku
Jakarta, 28 Oktober 2014

290
Pilar Teduh

Madu Cinta

Seperti semut yang tenggelam mati dalam segelas madu,


seperti laron yang terbakar oleh cahaya. Itulah hakikat
cinta. karena cinta adalah pengorbanan dan rela
menderita demi objek yang dicintai.

Jakarta, 30 Oktober 2014

Sumpah Pemudaku
Kami putra putri Indonesia
Bersatu padu demi negeriku
Mencintai etnik dan budaya
harta kebanggaan bangsaku
Kami putra putri Indonesia
adalah generasi tangguh
tenaga besi bermental baja
berdiri untuk membela NKRI utuh
Kami putra putri Indonesia
akan mengenang para pahlawan
menghormati jasa-jasanya
demi misi kemerdekaan

291
Dan Tuhanpun Berpuisi

Jakarta, 28 Oktober 2014


Lorong waktu
aku berada di ruang hampa
lorong waktu menuju cahaya
ku susuri jalan, gelap gulita
menjajaki alam yang fana
pikirku mulai meragu
hati kecil diam terpaku
tubuh bergetar lalu membeku
hanya nafas masih berseru
detak jantung kian melambat
denyut nadi mati perlahan
Jakarta, 27 Oktober 2014

Bunga Taman
Aku suka bunga
indah bentuknya
cantik warnanya
harum wanginya
berbaring bersamanya
seperti mimpi di alam surga
membuka cakrawala
menggugah hasrat jiwa
mata ini terhipnotis
aromanya menyeruak
hempaskan tabiat bengis
di atas kaki terinjak-injak

292
Pilar Teduh

aku terpesona
tertidur pulas dibuatnya
aku terlena
dimabuk bunga bergelora
lembut tulus dan suci
ramah tamah penuh cinta
kasih sayang enyuhkan hati
aura bunga kian menyapa
ia mampu menepis duka
menghibur insan dikala lara
kalbumu akan meminta
agar bunga di sisinya
ada makna di balik warnanya
ada pinta dibalik rupanya
sibaklah, jati diri mereka
agar diri lebih dewasa
tak sabar kaki beranjak
menuju taman bunga itu
aromanya duhai semerbak
mampu menyentuh sanubariku
Jakarta, 25 Oktober 2014

Air
Aku ingin menjadi air
karena dia membersihkan
butir hujan yang mengalir
turun ke bumi menyuburkan
di manapun ia berada
ia menyatu dengan ruangnya
sesuai bentuk wadahnya
kotak, bulat, maupun segitiga
andaikan jiwaku beradaptasi
dengan raga berharmoni
menjadi sahabat yang sejati
hanya berpisah ketika mati
tapi mereka saling membenci
rasa inginnya selalu berbeda

293
Dan Tuhanpun Berpuisi

raga bergelut dengan materi


jiwaku gemar metafisika
Air...
aku ingin sepertimu...
ruang gerakmu sangat luas
mengalir,kemanapun kamu mau
mengenal sesuatu di alam bebas
mendekatinya lalu bertemu
di sana kamu bercengkrama
menceritakan semua kisahmu
dari lautan hingga samudera
sungai, danau, sampai ke situ
Duniaku terasa sempit
hasratku kuat berkelana
keluar dari zona sulit
menjajaki alam raya
air...
engkau dipakai untuk bersuci
menjadi sakral di bulan haji
air zam-zam itulah bukti
bahwa hadirmu sungguh berarti
akulah, seorang saksi
bahwa tuhan itu tidak mati
kebesarannya sungguh terpuji
agung tak tertandingi
Jakarta, 24 Oktober 2014
Rujak
asem manis campuran buah
terasa nikmat manjakan lidah
rasa pedas yang menggugah
hiasi wajah hingga memerah
sensasinya duhai menggoda
satu porsi belum sempurna
tetesan keringat itu surganya
panasnya perut nerakanya
rujak.... oh rujak....

294
Pilar Teduh

seringkali temanku mengajak


aku tak mampu tuk menolak
menikmati tandingan arak
yupz, kaulah rujak
Aku tercandu
Aku merindu
aku terbelenggu
terbelenggu pesonamu
bumbu yang khas ala negeriku
hinggap tepat di resepmu
bergulir sirami buah ayu
meresap nikmat dan menyatu
aduhai enaknya
aduhai sedapnya
aduhai mantapnya
aduhai maknyosnya
Jakarta, 22 Oktober 2014

Pak Tua
sepintas aku memandangmu
wajahmu lelah memilukan
tak kuasa, aku terharu
perjuanganmu mengesankan
Kau berjalan begitu jauh
memikul beban di pundakmu
berkeliling tanpa mengeluh
demi keluarga tanggunganmu
Kau jajahkan daganganmu
dengan suara yang lemah
tak ada yang pedulikanmu
walau hanya tiga ribu rupiah
panasnya kota sungguh menyengat
membakar kulit yang mulai keriput
nafas sesak bersuhu hangat
cucuran keringat saling menyahut
beli... bu... beli... pak
silahkan bu, silahkan pak...

295
Dan Tuhanpun Berpuisi

Itulah jeritan sanubarimu


tetap saja tak ada yg peduli
karena pakaian kusammu itu
tak menarik minat hati
Ketika hari semakin terik
kau rehat untuk sejenak
melepaskan derita pelik
siapkan tenaga, segera beranjak
Pak tua... pak tua...
aku belajar dari hidupmu
engkau tabah serta sabar
bertanggung jawab atas tugasmu
tetap teguh menjadi orang tegar

Jakarta, 21 Oktober 2014

Jakartaku
Begitu banyak cerita kotaku
tempat aku menimba ilmu
Ya, ini bait puisi untukmu
sang ibu kota negara, jakartaku
Engkau mengajarkan berbagai hal
Dari yang baik hingga nakal
engkau berikan nasehat
agar aku tak tersesat
pengalaman demi pengalaman
kau gambarkan setiap hari
susah senang menyedihkan
benci kesal mengharukan
campur aduk menjadi satu
carut marut memilukan
terus saja semakin berlalu
semua sudah biasa berjalan
sebagian orang bermuka dua
mereka pandai berpura-pura
mencari nafkah meminta minta
padahal fisik masihlah muda

296
Pilar Teduh

kulihat anak kecil bernyanyi


berusaha mengais rezeki
ia datang menantang diri
untuk dapatkan sesuap nasi
aku tak tahu siapa mereka
para penipu ataukah bukan
yang kulihat ada usaha
bertahan hidup mencari makan
sulit rasanya menilai mereka
ada juga yang menderita
kurus kering terlihat papa
tadahkan tangan meminta-minta
Orang tua yang sudah renta
menggandeng anak serta cucunya
duduk di pinggiran jalan raya
beralaskan kardus tua
kata orang kamu itu kejam
diam-diam tapi menikam
mengerikan seperti malam
menakutkan penuh kelam
hatiku terkadang miris
seperti teriris-iris
ingin mata ini menangis
apalah daya, aku masih egois
aku ingin menjadi malaikat
bisa membantu setiap saat
meneolong mereka yang tersesat
memberi makan yang paling nikmat
Namun Tuhan Maha Melihat
Ia tahu keadaan umat
siapakah yang cacat
siapakah yang kuat
bagaimanapun wajah aslimu
aku yakin kau itu hebat
mampu bertahan mengusap debu
rela berkorban demi umat
Jakarta, 19 Oktober 2014

297
Dan Tuhanpun Berpuisi

Masa Kecilku
Dalam renungan senjaku ini
aku terbayang masa kecilku
saat aku bebas bermimpi
menjadi apapun yang kumau
Saat itu...
daya khayalku melambung tinggi
imajinasiku tanpa batas
aku bebas berekspresi
tak ada rasa was-was
tubuh mungilku masih lugu
pandangannya polos bertingkah lucu
Ia bermain tanpa malu
bergerak tanpa ragu
dia sungguh sangat berani
memerankan impiannya
sempat kenakan seragam polisi
berpose ria depan kamera
tanpa perlu untuk berpikir
atau cemas serta khawatir
Jakarta, 18 Oktober 2014

298
Pilar Teduh

Kupu-Kupu Cantik
wahai kupu-kupu cantik
elok rupamu sungguh menarik
tingkah manjamu menggelitik
sayap-sayapmu seakan berbisik
kemarilah kupu-kupu cantik
aku ingin mengenalmu lebih dekat
menjadikanmu sebagai sahabat
untuk menghiburku dikala penat
memikul bebanku yang kian berat
wahai kupu-kupu cantik
aku ingin bercerita
aku sedang jatuh cinta
terkena tajamnya panah asmara
kepada dia si cantik jelita
aku malu mengungkapkannya
aku takut menyapanya
gemetar aku sebut namanya
otak melayang memikirkannya
berikan aku cara
berikan aku keberanian
jangan biarkan aku gila
terpasung dalam kerinduan
kata orang...

299
Dan Tuhanpun Berpuisi

cinta itu buta


cinta itu menyiksa
cinta itu sengsara
cinta itu duka lara
namun, ada yang bilang...
cinta itu indah
cinta itu anugerah
cinta itu gairah
cinta itu, semuanya lah,,,
aku pikir cinta luar biasa
banyak definisi tentang dia
dari yang suka hingga kontra
terus mengisi ramaikan dunia
cinta itu nafsu
bagi dia yang tertipu
cinta itu jahat
bagi dia penghianat
wahai kupu-kupu cantik
kemanakah aku berlabuh
aku sudah pergi jauh
tapi hati tak pernah luluh
hanya kali ini, aku terenyuh
beritahu aku siapa namanya
kabari aku keadaannya
kasih tau aku kesukannya
apakah aku kriterianya
siapakah dia?
siapakah dia?
aku ingin jadi kekasihnya
aku ingin menikahinya
sebutkanlah nama indahnya
rangkaian huruf satu kata
bidadari bulan purnama
menyebutkan lena nurlaela
aku bahagia, aku bahagia
ku ukir dia dalam dada
ku ingat dia dimanapun berada
aku melayang di angkasa

300
Pilar Teduh

terbang, terbang mengudara


menembus batas masa
menyelami wisata samudera
menikmati surga dunia
Jakarta, 12 Oktober 2014

Qiyamul Lail
Wahai jiwa yang berselimut
bangunlah dari tidurmu
Tuhanmu sudah menyambut
bergegaslah, bersihkan dirimu
Ini kesempatan yang langka
waktu-waktu paling berharga
lebih besar dari dunia
bahkan seluruh isi-isinya
Cepat... bangun... bangunlah
basuhlah wajah kusam-mu
dua tangan dan rambutmu
usaplah kakimu, sempurnakan wudhu sucimu
pakailah baju terbaikmu
sertakan parfum wewangimu
Lalu sholatlah dengan khusyu
rasakan takbir keheningan
meresapnya bacaan qur'an
rasakan... rasakanlah...
sensasi kedamaian
nikmatilah ketenangan
reguklah....reguklah...
mata air kehidupan
puaskan... puaskanlah
wisata ruhanimu
sebelum habis hembus nafasmu
sebelum tamat denyut nadimu
sebelum diam detak jantungmu
ajaklah tuhanmu bicara
Dia akan mendengarmu

301
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dia penguasa raja diraja


pasti sanggup menolongmu
Coba lihat... lihatlah itu
malaikat turun menyapamu
ia datang atas tuhanmu
membawa cahaya sinarimu
membawa hidangan,.... bebaskan laparmu
bebaskan hausmu
bebaskan fakirmu
bebaskan papamu
mohonlah sampai kau lelah
berdoalah sebanyak mungkin
Dia akan mengijabah
menjawab pinta setiap mukmin
sujudlah di atas sajadahmu
sujudlah di hadapan-Nya
ratapilah dosa-dosamu
tangisilah kekhilafanmu
Jangan takut...
Dia itu Maha Cinta
mencintai seluruh hamba-Nya
Dia itu Maha Rindu
merindukan para perindu
bagi mereka pecinta-Nya
bagi mereka perindu-Nya
akan di uji dengan cara-Nya
akan di coba ketabahannya
Qiyamul Lail...
sejahteralah
bahagialah
makmurkanlah
sucikanlah
bangun... bangun... bangun
Jakarta, 11 Oktober 2014

302
Pilar Teduh

sahabat
Dari burung ku menatapmu
seperti sayap ditubuhnya
terbang lepas untuk berburu
bertahan hidup melawan masa
dari ikan ku memandangmu
seperti sirip pada tubuhnya
berenang bebas di lautan biru
temaninya mencari mangsa
sahabat...
kamu itu sayap burung
kamu itu sirip ikan
senantiasa tepiskan murung
menghilangkan kesedihan
lihatlah di sana...
awan-awan yang berarak
bermain angin seperti ombak
mereka semua berteriak
sungguh harmonis sangatlah kompak
begitulah tingkahmu sobat
selalu jadi tempat curhat
berbagi rasa setiap saat
tak peduli kantong sekarat
ubahlah tangisku menjadi tawa
dukaku menjadi bahagia
sedihku menjadi canda
marahku menjadi ceria

Jakarta, 9 Oktober 2014

303
Dan Tuhanpun Berpuisi

kesabaran
adalah akar kuat
menjadi buah yang nikmat
adalah kerang usang
menjadi mutiara cemerlang
adalah bebatuan
menjadi piramida peradaban
adalah pejuang jantan
demi kemerdekaan
adalah pendakian puncak
kibarkan bendera di atas pasak
adalah pahatan sang kapak
menjadi patung emas dan perak

Kesabaran
Bukan air yang mengalir
dari hulu sampai ke hilir
mengikuti angin semilir
hanya pasrah pada takdir
bukan diam tanpa berbuat
juga terpejam tanpa melihat
ia adalah tali pengikat
simpul erat teguhkan niat
kesabaran bukanlah parasit
bukan ular yang melilit
tapi air yang bergerak ke langit
menjadi hujan yang turun ke bukit
ia adalah pondasi bangunan
penopang setiap yang rentan
penyokong setiap keinginan
kekuatan sebuah tujuan
kelapangan dada
kedalaman panca indra
keluasan makna
perenungan masa
kesabaran adalah keindahan
keindahan tanpa gambaran
keindahan tanpa sentuhan
hanya mampu dirasakan

304
Pilar Teduh

ia sangat rahasia
tersimpan rapih pada sangkarnya
tak mau keluar untuk bercengkrama
hanya sembunyi menutup tirainya
kesabaran oh kesabaran...
lelah aku menahan napas
menahan kamu di ruang lapas
lari dari kehendak bebas
benamkan diri surutkan puas

Jakarta, 7 Oktober 2014

Belajar Al Qur'an

305
Dan Tuhanpun Berpuisi

aku ingin mengenal qur'an


aku ingin memahami qur'an
aku ingin menyelami qur'an aku ingin mendaki qur'an
aku ingin menyusuri qur'an aku ingin menyebrangi
qur'an
aku ingin melintasi qur'an
aku ingin merenungkan qur'an
aku ingin mengkaji qur'an
aku ingin memikirkan qur'an
aku ingin bercumbu dengan qur'an
aku ingin bercinta dengan qur'an
aku ingin bermesraan dengan qur'an
aku ingin hanimun dengan qur'an
aku ingin bersahabat dengan qur'an
aku ingin terbang bersama qur'an
aku ingin memeluk qur'an
aku ingin mencium qur'an
aku jatuh cinta pada qur'an
aku rindu pada qur'an
dia mengajariku kehidupan
dia mengajariku kematian
dia mengajariku kebahagiaan
dia mengajariku kesedihan
dia mengajariku keindahan
dia mengajariku keburukan
dia mengajariku kemenangan
dia mengajariku kekalahan
aku terus berjalan
menuju titik keabadian
terus berjalan
entah di mana itu tujuan?
Jakarta, 30 September 2014

Baginda Yusuf a.s

306
Pilar Teduh

Ya Nabiyullah Yusuf a.s


Putra baginda Ya'qub a.s
Ketampananmu tak membuatmu terlena
kegagahanmu tak membuatmu durjana
engkau mulia di hadapan amunhatep sang raja
menjadi kebanggan putifar sang pejabat istana
kecerdasanmu sungguh memikat
kebijakanmu menarik setiap umat
banyak orang menaruh hormat
para wanita semakin terpikat
Hingga Zulaikha mencintainya
Namun Yusuf tak tergoda
Fitnahpun datang menghampirinya
Ia tetap tabah pada tuhan-Nya
Jibril turun dengan wahyunya
Mukjizat datang menyelamatkannya
sang bayi mampu berbicara
menjadi saksi atas fitnahnya
Zulaikha semakin terbakar asmara
Ia mengundang wanita untuk berpesta
Yusuf berjalan di tengah acara
Pisau melayang lukai tangan-tangan mereka
Duhai Yusuf .....
wajahmu begitu rupawan
bagaikan bunga-bunga di taman
Sungguh indah nan menawan
wujudmu simbolkan Tuhan
kearifanmu bak wewangian
Engkau sungguh pemberani
melawan Amun dewa penguasa
Begitulah tugas sang Nabi
perangi berhala serta kezhaliman yang nyata
Zulaikha semakin tergila-gila
namun Yusuf, tetap jaga kehormatannya
begitulah seharusnya wahai pemuda
teladan yusuf keteguhan imannya
Dalam penjara ia menjadi emas
membimbing hilangkan cemas

307
Dan Tuhanpun Berpuisi

menasihati napi yang ganas


melunakkan hati yang keras
musuhnya ia jadikan teman
penjaranya ia jadikan hunian
akhlaknya pancarkan kesucian
membuat orang senantiasa terkesan
Yusuf muda senantiasa berdoa
Yusuf tampan senantiasa beriman
Yusuf gagah selalu beribadah
Yusuf bijak tak pernah congak
Hingga perjumpaan yang nanti
antara yusuf dan Ya'qub baginda nabi
hapuskan air mata sepi
atas perpisahan yang ironi
Terbayarlah kerinduan
Terbayarlah kesabaran
terhanyut dalam pelukan
terikat erat dalam tangisan
Jakarta, 30 September 2014

Ghasyiyah
Al Mustafa turun ke bumi
Membawa ajaran suci
Membawa kebenaran hakiki
Membawa harapan Insani

308
Pilar Teduh

Aku menangis tersedu-sedu masih ada... masih ada...


yang mau menelan pahitnya empedu
padahal, Al mustafa telah memandu
tapi mereka betah di atas tandu
pada hari itu...
wajah-wajah tertunduk hina
terbakar api yang sangat panas
meneguk lahar dan bara
memakan duri yang tajam lagi keras
Tak mengenyangkan, tak memuaskan
mengharukan, memprihatinkan
Penyesalan hanyalah penyesalan
tak ada lagi perbaikan, tak ada lagi kesempatan
sedangkan mereka...
mereka ahlul-jannah berseri-seri
mereka ridho ikhlaskan diri
mereka naik ke puncak tinggi
meraih apa yang dicintai
Disana...
Tak ada kata yang sia-sia
mata air mengalir berirama
dipan-dipan hiasi tahtanya
gelas-gelas terisi madu surga
Disana...
bantal-bantal tersusun rapih
permadani terbentang luas
selayang pandangan jernih
kupu-kupu terbang lepas
Inilah Janji Tuhan
Al-Mustafa telah peringatkan
namun tak pernah kita renungkan
akan ada hari pembalasan
Jakarta, 28 September 2014
Kisah Cinta
Cinta adalah kisah terindah sepanjang masa
Tatkala Bapak Adam dan bunda Hawa turun dari surga

309
Dan Tuhanpun Berpuisi

Itulah awal cinta hadir di dunia


Menjadi tanda bergulirnya peradaban manusia
Yusuf dan Zulaikha
Muhammad Saw dan khodijah
Ali dan Fathimah
Itulah simbol dari cinta
adakah yang benci cinta
Jangan! jangan kau membencinya
jangan kau memarahinya
jangan kau menyalahkannya
karena dia kamu ada
karena dia kamu bahagia
bukan! bukan dia yang membuatmu menangis
bukan dia yang membuatmu terkikis
karena dia itu suci
karena dia itu indah
karena dia itu sahabat hati
bukan penjahat sampah
wujudnya itu murni
baunya itu wangi
dia senang menyentuh kalbu
tidak senang bikin kelabu
Romeo juliet mati bukan karenanya
cinderella dan pangeran itulah dia
langit dan bumi bukanlah dia
madu dan lebah itulah dia
dia itu pelangi yang menyenangkan
bukan tsunami yang merusakkan
dia itu siang yang menerangkan
bukanlah malam.yang menggelapkan
jagalah dia, rawatlah dia
jangan biarkan pergi
akrablah dengannya
jangan kau musuhi
Jakarta, 28 September 2014
Yang Maha Cahaya
Duhai cahaya-Nya cahaya,

310
Pilar Teduh

Duhai yang memberikan energi cahaya,


Duhai yang menciptakan cahaya,
Duhai yang mengatur cahaya,
Duhai yang menentukan kadar cahaya,
Duhai cahaya dari segala cahaya,
Duhai cahaya sebelum cahaya,
Duhai cahaya sesudah segala cahaya,
Duhai cahaya di atas segala cahaya,
Duhai cahaya yang tidak dapat diserupai cahaya.
Maha suci Engkau yang lebih Indah dari cahaya.

Jakarta, 27 September 2014

INSYIQAQ
Kupejamkan mataku sejenak
Menghirup nafas yang mulai sesak
kulihat sayap tengah mengepak
Hmmmm,,, Aku terbelalak
Kubayangkan langit terbelah
Mematuhi tuhannya yang kuasa
Bumi rata laksana tanah
Tertunduk penuh pada Yang Esa
Aku terpaut pada buaian
Hingga lupa pada tujuan
Lupakan sebuah pengabdian
Hanya berdiri tak berjalan

311
Dan Tuhanpun Berpuisi

Tujuannya adalah Dia


Menuju keharibaan-Nya
Dunia menuju kematian
Kuburan lalu kebangkitan
Akan menanti sebuah catatan
Sebagai saksi drama kehidupan
Tangan kiri ataukah kanan
Panasnya api atau sejuknya hujan
Titik terangnya adalah disana
antara surga dan neraka
antara kekal dan binasa
antara pesuluk dan pendurhaka
Demi cahaya merah dikala senja
gelapnya malam lalu bintangnya
Demi bulan ketika purnama
serta Qur'an sang Mahadewa
mengapa mereka enggan bersujud
menjadi kafir seperti namrud
Padahal Dia Yang Merajai
padahal Dia Tuhan Terpuji
Menyesallah wahai para pendurhaka
hidupmu diambang duka
Gembiralah wahai hamba-hamba
pancaran cahaya akan menerpa
Jakarta, 11 September 2014
Rindu Rasulullah Saw
Terpendar cahaya bulan purnama
menerangi seluruh alam semesta
menyambut manusia sempurna
Muhammad Al-Musthafa
wajahnya adalah taman surga
senyumnya luluhkan himalaya
matanya penyejuk jiwa
tubuhnya semerbak mewangi bunga-bunga
Muhammad al-musthafa....
Muhammad uswatun hasanah..

312
Pilar Teduh

Engkau datang disaat lentera redup


engkau datang disaat udara berhenti di ufuk
kawanan awan hampir saja geram menutup
samudera lautan lemparkan kutuk
Oh, Muhammad ya Rasulullah
Ya Nabiyullah, ya Habibullah
sudah lama engkau dirindukan
tanah ini telah kering menunggumu
kemarilah wahai mutiara keindahan
Aku ingin mencium memelukmu
Aku haus akan hadirmu
Aku lapar akan wujudmu
Hadirlah disetiap mimpiku
meskipun itu hanyalah semu
Aku adalah pelayanmu
budak belia pengharap syafaatmu
karena dipundakmu, itulah kebenaran
Sinar petunjuk sumber harapan
Jiwamu agung sepanjang zaman
mampu membendung iblis yang kejam
Akhlakmu suci tumbuhkan kedamaian
memerangi bala tentara kesesatan
Biarpun lautan dijadikan tinta
serta pohon-pohon dijadikan pena
niscaya, takkan mampu menulis kemuliaanmu
syair seindah apapun, takkan seindah besarnya
namamu
Aku rindu, aku sangat rindu
ini untukmu... wahai pujaanku
ini untukmu... wahai cintaku
ini hanya untukmu... wahai sanubariku..
Jakarta, 7 September 2014

Menangislah

Dalam sebuah tangisan, terdapat air mata suci yang


meluapkan perasaan atas keadaan yang ada dalam hati
setiap insan. Menangis bisa mengekspresikan dua hal

313
Dan Tuhanpun Berpuisi

yang berlawanan yaitu Bahagia dan nestapa. Menangis


bukan berarti lemah. Adalah kelembutan hati bagi
manusia yang menangis. Menangis bukanlah cengeng,
karena ketegaran juga ada padanya. Maha bijaksana
Allah menciptakan menangis sebagai media untuk
mengekspresikan keadaan Jiwa.

Jakarta, 29 Agustus 2014

Sangkakala

Hujan menentes dibumiku


Diatas bentangan khatulistiwa
Tumbuh subur biji-biji ungu
Anggur dan sayur yang menggoda
Oh zaitun, Wahai sang kurma
Engkau hiasi kebun semesta
buah-buahan bercanda ria
rumput ilalang bercumbu mesra
Binatang ternak senangkan hati
menjadi harta simpanan dunia
badannya tegap sigap berdiri
manjakan batin puaskan raga
celakalah.... celakalah....
oh dunia... oh dunia...
Sangkakala telah bergema
Hari kebangkitan telah tiba

314
Pilar Teduh

gemuruh langit pekakan telinga


bumi mengamuk goncangkan alam raya
wahai manusia... wahai manusia....
mereka lari dari saudaranya
dari ibu dan bapaknya
dari teman dan anak-anaknya
semua sibuk dengan urusannya
Kala itu.... kala itu....
ada wajah yang berseri-seri
mereka tertawa bahagia
ada wajah yang pucat pasi
itulah mereka para pendurhaka
Jakarta, 6 September 2014

Jiwa Ragaku

Dalam diriku terdapat dua dunia


seperti satu mata koin dengan wajah berbeda
tak terpisahkan dalam waktu yang sama
dia adalah jiwa dan raga
Bila ragaku sakit, jiwakupun sakit.
bila ragaku sehat, jiwakupun sehat.
jiwa akan bergetar apabila raga bergetar
Dan jiwa akan menangis, apabila ragaku menangis.
Ragaku butuh makanan untuk hidup
Jiwakupun butuh makanan untuk hidup
makanan materi, itulah santapan ragaku.
makanan non-materi, itulah santapan jiwaku.
Panca indra akan merespon untuk ragaku
perasaan akan merespon untuk jiwaku
Ragaku butuh olahraga
jiwaku butuh olahrasa

315
Dan Tuhanpun Berpuisi

jiwa dan ragaku butuh kepekaan


agar menyatu dalam keharmonisan
mereka harus mengenal perdamaian
agar hidup dalam ketenangan
Jakarta, 6 September 2014

Infithar
akan datang suatu masa
dimana manusia bertanya-tanya.
gemetar, lunglai tak berdaya.
teringat janji diri dengan Tuhannya.
Apabila langit kan terbelah.
bintang-bintang jatuh terpecah.
samudera luas akan tertumpah.
kuburan-kuburan terbongkah.
jiwa yang lalai akan terbuai.
seruan tuhan tak lagi sampai.
malaikat senantiasa mengintai.
surga neraka melambai-lambai.
inilah saatnya, waktunya tiba.
Hari pembalasan begitu nyata.
Tuhan tlah murka pada manusia.
terus berdusta berbuat dosa.
cinta dunia membuatnya lupa.
akherat disana abadi slamanya.

316
Pilar Teduh

waktu tlah terbuang sia-sia


menjadi didalam dada.
Ihdinashiratol mustakiim...
Yaa Arhama rahimiin...
Yaa awwalul Aakhiriin...
Yaa dhahir wal bathiin...
Jakarta, 29 Agustus 2014

Syair Suci

Entah kapan aku akan menutup mata.


entah kapan mulutku berhenti berkata.
entah kapan mataku menjadi buta.
entah kapan ku masih bertelinga.
Aku takut hidupku sia-sia.
Aku takut mati dengan hina.
karena mata mulutku berdosa.
telingaku tak luput dari noda.
Ya Allah Yang Maha Mengampuni.
Ampunilah banyaknya dosa kami.
ya Allah Yang Maha suci
Bersihkanlah jiwaku dari noda yang keji.
Engkaulah penyuci hamba yg kelam.
Engkaulah penghibur hati yg suram.
cahaya ditengah gelapnya malam.
pusat doa dari seluruh penjuru alam.
Bila nanti nafasku berhenti
jangan siksa aku ya illahi

317
Dan Tuhanpun Berpuisi

Bila amalku tak sanggup memenuhi.


Hanya rahmat-Mu yang kunanti.
Jakarta, 29 Agustus 2014

Perang Diri

Aku bergulat dengan diriku sendiri


Aku berperang dengan diriku sendiri
Aku berdebat dengan diriku sendiri
Aku menjadi dua kubu
Hidup dalam satu tubuh
Aku bergulat tanpa senjata
Aku berperang tanpa pedang
Aku berdebat tanpa senapan
Jiwaku berkecamuk
Akalku Mengaum
Perjuangan ini tak akan mati
Akan terus mengalir seperti hujan
Akan terus membakar seperti api
Wahai yang Maha Perkasa Berikanlah hamba Asa. Asa
yang terus menyala
Ajarkan aku akan hakikat pengabdian
Jangan terlenakan aku dengan penghargaan

Jakarta, 11 Juni 2014

318
Pilar Teduh

Terbang
Aku ingin memiliki dua sayap
dua sayap yang membawaku terbang
melintasi dunia setiap hari
menikmati perjalanan ditemani awan
Nanti, aku bertemu sinar mentari
aku katakan padanya, jangan bosan menyinari bumiku
Aku bertemu dengan Hujan
Aku katakan padanya, jangan bosan membasahi
keringnya bumiku
Aku bertemu pelangi, sejenak aku rehat di sana. Tapi,
hadirnya hanyalah sejenak. Aku katakan padanya,
secepat itukah kamu menghiburku. Dia menjawab, aku
hadir untuk mewarnai bumimu saja
Aku teruskan perjalananku
melewati udara malam yang menusuk
menyapa pagi yang penuh harapan
ku mulai muak dengan siang
Terik matahari seakan memarahiku
menyengat kulitku hingga terbakar
Banyak hal yang bisa aku renungkan di atas sana
Aku mulai bosan terbang
Aku patahkan kedua sayapku

319
Dan Tuhanpun Berpuisi

Dan aku kembali menjadi manusia biasa


Aku kembali berjalan dengan kedua kakiku
menatap ke atas memohon banyak pinta
Jakarta, 12 Juni 2014

Tentang Penulis

Assalamu’alaikum, baik perkenalkan namaku


Jamal, S.Ag. Iya, aku baru saja lulus dari kuliah strata
satu di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra
Jakarta pada tahun 2018. Dari namanya saja, tentu
kawan-kawan tahu apa jurusanku. Jurusanku adalah
Filsafat Islam. Alhamdulillah disana aku kuliah gratis
alias beasiswa penuh. Sebelumnya aku menempuh
pendidikan menengah atas di SMA Unggulan Da’i An-Nur
Islamic Boarding School. Aku di asrama beasiswa juga.
Sekolah menengah pertamaku di SMPN 1 Pasekan
Indramayu. Sedangkan sekolah dasarku di SDN Pabean
Ilir III.
Aku lahir di Indramayu, 22 April 1994. Di pesisir
pantai utara, Desa Pabean Ilir Blok Tegur. Daerahku
dekat Pantai Tiris namanya. Sekarang sudah menjadi
daerah wisata. Dari dulu hobiku bermain bola. Tapi,
semenjak SMP hingga SMA, aku senang menulis cerpen
dan puisi. Bahkan sampai sekarang. Di kampus, aku
ikut Komunitas Tetatrikal dan Sastra (Teras).

320
Pilar Teduh

Aktifitas organisasiku pernah menjadi ketua osis di


SMP dan SMA. Terus pas di kampus ikut jadi ketua
Forum Himpunan Mahasiswa (setingkat senat). Ikut
Himpunan Mahasiswa Islam juga. Pernah aktif di
Pemuda Nusantara (Pena). Lalu Sekolah Politik
Kerakyatan PAN.
Oh iya, aku juga paling suka hewan peliharaan
kucing. Mungkin kurasa cukup untuk perkenalan
sedikit. Hubungi:
Blogku: Pilar Teduh.
Instagram: @abangjamal07.
Facebook: Jamal Jamal/jamalcahsholeh.
Whatsapp: 089631301159.

321
Dan Tuhanpun Berpuisi

322
Pilar Teduh

323

Anda mungkin juga menyukai