P OLITIK EKONOMI
EKONOMI
ISLAM D ALAM N
DALAM ARA
NARASI
ARASI
PEMB ANGUN
PEMBANGUN AN
ANGUNAN
NASION AL
SIONAL
ISBN: 978-602-6610-66-9
Anggota IKAPI
Cetakan I: 2018
Percetakan:
LKiS
Salakan Baru No. I Sewon Bantul
Jl. Parangtritis Km. 4,4 Yogyakarta
Telp.: (0274) 417762
e-mail: lkis.printing@yahoo.com
SAMBUTAN
Prof. Dr. K.H. Saidurrahman, M.Ag
Rektor UIN Sumatera Utara Medan
Assalamu’alaikum Wr.Wb
P
uji syukur kita ucapkan kepada Allah Swt., karena atas karunia
kesehatan, keluangan waktu kita dapat menjalankan tugas
sehari-hari. Selawat dan dalam senantiasa kita ucapkan untuk
Nabi Besar Muhammad Saw. Semoga kita sebagai pengikutnya
mendapatkan syafaat di akhirat. Amin amin allahuma amin.
Tugas akademisi adalah misi pencerahan bagi publik luas,
masyarakat baik sebagai pengambil kebijakan maupun masyarakat
yang bergerak disektor non pemerintahan, ekonomi, perdagangan dan
aktivitas lainnya. Misi pencerahan melalui mimbar akademik berupa
publikasi karya berupa buku adalah salah satu bentuknya. Saya
mengapresiasi civitas akademik yang tekun melahirkan karya, seperti
yang dilakukan saudara Dr. Ramadhan, ditengah kesibukan sebagai
wakil rektor II, beliau masih menyempatkan waktu untuk menuangkan
ide gagasan dalam sebuah karya yang luar biasa dengan judul Politik
Ekonomi Islam dalam Narasi Pembangunan Nasional.
Buku ini sangat penting dibaca oleh kalangan akademisi yang
bergelut dalam bidang ekonomi Islam, saya merekomendasikan dapat
vi Politik Ekonomi Islam...
Assalamualaikum Wr.Wb
S
egala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan keluangan waktu untuk berkarya sebagai
akademisi dengan hadirnya buku ini sebagai bagian dari
sumbangan pemikiran penulis terhadap dunia akademik di Indonesia.
Saya menyadari di tengah-tengah kesibukan yang penulis jalani
sebagai akademisi di kampus UIN Sumatera Utara Medan, buku ini
adalah bagian dari proses panjang pemikiran, refleksi kritis atas
berbagai persoalan politik ekonomi Islam dengan kaitannya terhadap
perkembangan narasi pembangunan nasional. Pada titik ini agama,
khususnya Islam menjadi variabel penting dalam diskursus
pembangunan nasional.
Saya menyadari bahwa penelitian ini didasarkan pada
kegelisahan dan sensitivitas akademik penulis dalam pergulatannya
dengan realitas di lapangan tentu masih memiliki banyak cela sebagai
kekurangan maupun kelemahan. Namun, sebagai pertanjungjawaban
akademik, dan agar publik dapat memberikan respon masukan dan
kritikan, serta barangkali dapat memberikan sumbangsih pemikiran
kepada kalayak, maka buku yang ada ditangan pembaca ini saya
hadirkan.
viii Politik Ekonomi Islam...
Bibliografi __205
Indeks __217
Tentang Penulis __221
BAB I
PENDAHULUAN
T
erdapat beberapa isu menarik yang dapat dijadikan sebagai
topik kajian dan penelitian empiris dalam disiplin ilmu-ilmu
sosial, di antaranya adalah penelitian-penelitian dengan tema
agama dan pembangunan. Para sosiolog dan antropolog dalam
melakukan kajian ilmiah, melihat hubungan antar agama dan
pembangunan dalam konteks fungsional dan praksis sosial. Dari sisi
ajaran, agama mendapat tempat sebagai sumber rujukan dan landasan
etik-moral dalam pembangunan. Hal tersebut tercermin pada
aktualisasi nilai-nilai ajaran agama dalam pelaksanaan pemangunan
dan kehidupan sosial masyarakat. Adapun para pemuka agama, yang
merupakan tokoh elit dalam agama, dilihat sebagai actor sosial yang
dapat menerjemahkan ajaran-ajaran agama untuk diterapkan di dalam
kehidupan nyata. Kehadiran para agamawan yang berkedudukan
sebagai tokoh penggerak kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat,
bertujuan untuk mengarahkan masyarakat menuju kehidupan yang
lebih baik.
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu dimensi
pembangunan yang dapat mendorong kemajuan masyarakat. Adapun
2 Politik Ekonomi Islam...
Barat. Karya klasik yang ditulis oleh Weber (1930 [1905]) yang berjudul
Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, dengan tegas menyebutkan
bahwa agama -doktrin Kristen- berperan besar untuk menciptakan
nilai-nilai etos kerja, di antaranya adalah hidup hemat, rasionalisme,
asketisisme, dan “panggilan” agar manusia senantiasa bekerja di dunia,
dengan harapan akan mendapat ganjaran dan pahala di akhirat. Weber
juga mengaitkan dimensi eskatologis yang terkandung di dalam ajaran
Kristen dengan dorongan dan semangat bekerja dan kegiatan-kegiatan
ekonomi di dunia nyata yang profan.
Selain dua agama di atas, agama Buddha juga memperkenalkan
konsep-konsep religius yang memiliki dimensi ekonomi, yang berpusat
pada pemaknaan konsep keuntungan yang harus berdimensi ganda,
yaitu kepentingan pribadi (suka) dan kepentingan bersama (hita). Oleh
karena itu, prinsip-prinsip kerja tersebut bertujuan untuk mencapai
kebahagiaan diri sendiri dan kebahagiaan orang lain. Konsep tersebut
berkembang dari pemahaman bahwa sumber daya ekonomi bersifat
terbatas, sehingga setiap orang harus dapat menekan ego individual
untuk tidak bertindak berlebihan dalam mengambil keuntungan atas
sumber daya ekonomi tersebut. Etos kerja menurut ajaran Buddhisme
merujuk pada empat nilai/norma utama, yaitu: 1) Utthanasampada
merupakan perwujudan dari kerja keras seseorang yang dilandasi atas
sikap bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan; 2) Arrakhsampada
merupakan sikap berlaku adil dengan melakukan pendistribusian harta
dan kemakmuran terhadap sesama; 3) Kalyanamittata merupakan
wujud dari kepemilikan jaringan sosial yang kuat untuk membangun
hubungan yang saling menguntungkan; dan 4) Samivajivita yaitu
adanya usaha untuk menyeimbangkan antara kebutuhan jasmani dan
rohani.
Hindu sebagai agama juga memiliki konsep tentang bekerja. Di
dalam agama Hindu dikenal konsep Artha sebagai tujuan hidup. Artha
diartikan sebagai keberhasilan atau kesuksesan yang diwujudkan dalam
bentuk materi/uang. Hal itu juga berarti bahwa dalam agama Hindu,
4 Politik Ekonomi Islam...
manusia yang hidup memerlukan materi atau uang untuk dapat terus
melangsungkan kehidupannya. Tanpa materi tersebut, maka manusia
tidak akan mempu melangsungkan kehidupannya, baik kehidupan
berumah tangga, pendidikan, serta kewajiban-kewajiban dalam
beragama. Meskipun demikian, untuk mendapatkan materi maupun
kesuksesan harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan
agama dan juga harus dipergunakan sesuai dengan tuntutan nilai-nilai
agama.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa Indonesia merupakan
Negara heterogen, yang terdiri dari berbagai agama, suku, dan bangsa.
Hal itu menjadikan Indonesia memiliki modal sosial besar yang berasal
dari komunitas-komunitas kegamaan, yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber daya pembangunan. Tidak dapat dibantah, bahwa pengaruh
agama dalam proses pembangunan, termasuk dalam pembangunan
sosial-ekonomi, semakin nyata adanya. Kuatnya faktor agama
tersebut, mengakibatkan pentingnya melakukan reorientasi
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada nilai-nilai agama.
Reorientasi tersebut dilakukan antara lain dengan merumuskan-ulang
policy prescriptions dalam bentuk kebijakan yang berlandaskan pada
keadilan, berdaya tahan, dan memiliki daya saing tinggi dalam proses
pembangunan ekonomi. Usaha reorientasi tersebut juga dapat
ditempuh dengan melakukan gerakan revolusi mental yang bertumpu
pada para pemuka agama dalam menggerakkan berbagai kegiatan
ekonomi produktif, tentunya kegiatan yang membawa manfaat bagi
seluruh masyarakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
salah satu usaha untuk mereorientasi pembangunan ekonomi adalah
dengan melakukan revolusi mental. Revolusi Mental merupakan
gerakan kolektif dengan melibatkan seluruh bangsa dan diaplikasikan
melalui internalisasi nilai-nilai esensial pada individu, keluarga,
insititusi sosial, masyarakat sampai dengan lembaga-lembaga negara.
Nilai-nilai esensial tersebut meliputi etos kemajuan, etika kerja,
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 5
agenda revolusi mental. Adapun target akhir yang ingin dicapai dari
revolusi mental ini adalah untuk membangkitkan kesadaran bahwa
bangsa Indonesia memiliki kekuatan besar untuk berprestasi tinggi,
produktif, dan berpotensi menjadi bangsa yang maju dan modern.
Uraian tersebut menjadi dasar untuk merealisasikan revolusi
mental sebagai upaya mewujudkan bangsa Indonesia yang
berkepribadian, berdaulat, serta mandiri, dan pastinya menjunjung
tinggi nilai-nilai gotong royong. Untuk mencapai hal tersebut,
diperlukan tiga pilar utama dan satu pilar tata kelola yang merupakan
prinsip pembangunan berkelanjutan. Ketiga pilar tersebut, yaitu: (i)
pembangunan dengan tetap melakukan penjagaan terhadap
keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, (ii) pembangunan dengan
tetap melakukan penjagaan terhadap peningkatan kesejahateraan
ekonomi masyarakat, dan (iii) pembangunan dengan tetap melakukan
penjagaan terhadap kualitas lingkungan hidup masyarakat, (iv) tata
kelola dengan tetap menjaga pelaksanaan pembangunan dan terus
meningkatkan kualitas kehidupan hingga generasi-generasi
berikutnya.
Dalam indeks Gini 0,43, disebutkan bahwa pembangunan
ekonomi belum berorientasi pada keadilan, pemerataan, dan
pemihakan pada rakyat kecil. Hal tersebut terbukti dengan adanya
ketimpangan antar kelompok masyarakat. Keadaan tersebut
menciptakan deprivasi sosial yang mengarah pada eksklusi sosial.
Agama sangat relevan untuk dijadikan sebagai landasan etis dalam
merumuskan kebijakan dan mengubah orientasi pembangunan
ekonomi. Hal tersebut dikarenakan agama mengandung nilai-nilai
mulia dan menyuarakan pesan-pesan profetis tentang keadilan sosial
dan pemihakan pada kelompok-kelompok yang lemah (mustadh’afin).
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 7
P
erubahan dunia biasanya dimulai dengan dua jalan, yaitu
evolusi dan revolusi. Kedua jalan tersebut memiliki implikasi
terhadap tataran mikro dan makro baik secara sosiologis,
ekonomi maupun politik. Perubahan evolusi merupakan perubahan
sosial dalam proses dan waktu lama tanpa adanya keinginan khusus
masyarakat yang bersangkutan. Perubahan ini muncul karena adanya
usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-
kebutuhan hidup sesuai perkembangan masyarakat pada waktu
tertentu. Perubahan revolusi adalah perubahan yang berlangsung
secara cepat dan tidak ada kehendak atau direncanakan sebelumnya.
Perubahan revolusi dapat terjadi karena sudah direncanakan
sebelumnya atau tidak sama sekali.
Revolusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial yang
dinamis serta memiliki implikasi terhadap pergerseran tata-nilai dalam
masyarakat. Secara konseptual, revolusi sering dipahami sebagai
proses untuk mewujudkan terjadinya transformasi struktural dan
kultural secara cepat, radikal, dan total di tengah-tengah masyarakat
10 Politik Ekonomi Islam...
yang tertindas, baik dalam tataran politik maupun sosial, yang secara
mainstream merupakan perubahan struktur dari feodal-kolonial
menjadi struktur demokratis.1
Revolusi mental2 yang diusung oleh Presiden Joko Widodo
merupakan istilah yang sudah digunakan oleh beberapa tokoh dunia.
Sejarah memberikan informasi bahwa kata revolusi memiliki makna
yang mengikutinya, mulai dari revolusi Inggris yang melahirkan ‘ma-
gna carta’ (piagam besar) yang membatasi absolutisme kerajaan Inggris
pada tahun 1215. Revolusi Amerika tahun 1776 yang menghasilkan
“Declaration of Independence”; Revolusi Prancis tahun 1789 yang
mendeklarasikan semboyan Liberté, Egalité, Frternité.3
Istilah revolusi di Indonesia diungkapkan pertama kali oleh Tan
Malaka melalui karyanya yang berjudul “Menuju Republik Indonesia”
(1925). Dalam salah satu pidatonya, Tan Malaka menyampaikan bahwa:
7
Joko Widodo, ‘Revolusi Mental’ Kolom Opini, Koran harianKompas, Sabtu 10 Mei 2014.
8
Theda Skocpol, Negara dan Revolusi Sosial Suatu Analisis Komparatif tentang Prancis, Rusia,
dan Cina, (Jakarta: Erlangga, 1991). hlm. 36-37.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 13
13
Karlina Supelli, “Arti Revolusi Mental”, dalam laman Bayt al Hikmah Institute, https://
ahmadsamantho.wordpress.com/2014/07/04/mengartikan-revolusi-mental/ 30 Juni 2015.
14
Ignas Kleden, “Menerapkan Revolusi Mental”,Kolom Opini, Koran harianKompas, 25 Sep-
tember 2014.
15
AgusSutisna:https://www.academia.edu/8922897/landasan_ontologis_revolusi_mental_
sang_presiden / 30 Juni 2015.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 15
16
Endogenous dipahami sebagai faktor internal meliputi perubahan kependudukan yang tidak
hanya berkaitan dengan angka populasi melainkan kompleksitas masyarakat, distribusi
kebutuhan, struktur sosial dan variasi tingkat status sosial masyarakat, temuan, inovasi dan
konfliktualisme. Exogenous dipahami sebagai faktor eksternal meliputi kultur dan lingkungan.
Lihat lebih lengkap: Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1990), hlm.317-325.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 17
17
Ronald Inglehart, Modernization and Postmodernizations: Cultural, Economic and Political
Change in 43 Societies, (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1997), hlm. 3.
18
H.A.R. Tilaar Perubahan sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif Untuk
Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 3.
19
H.A.R. Tilaar Perubahan Sosial...hlm. 22.
18 Politik Ekonomi Islam...
20
Philip H. Phenix, Realms of Meaning: A Philosophy of The Curriculum for General Education,
(New York: McGraw-Hill Book Company, 1994), hlm. 131.
21
Heddy Shri Ahimsa-Putra, ‘Strategi Kebudayaan untuk Revolusi Mental di Indonesia,’dalam
Semiarto Aji Purwanto (Editor): Revolusi Mental Sebagai Strategi Kebudayaan: Bunga Rampai
Seminar Kebudayaan tahun 2014, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), hlm. 138.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 19
22
Karlina Suppeli, ‘Revolusi Mental sebagai Paradigma Strategi Kebudayaan’ dalamSemiarto
Aji Purwanto (Editor): Revolusi Mental Sebagai Strategi Kebudayaan: Bunga Rampai Seminar
Kebudayaan tahun 2014 , (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), hlm. 6
23
Soedjatmoko, Etika Pembebasan, Pilihan Karangan Tentang: Agama, Kebudayaan, Sejarah
dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 9.
24
Tiga pokok pikiran nilai revolusi mental ini disampaikan dalam seminar nasional ‘Gerakan
Nasional Revolusi Mental Menuju Era Baru Jaminan Sosial Ketenagakerjaan’ Jakarta, Selasa,
08 September 2015.
20 Politik Ekonomi Islam...
2) Kerja keras, yaitu meliputi nilai etos kerja, daya saing, optimis,
onovatif, dan Produktif.
3) Gotong royong, yaitu meliputi nilai Kerja sama, solidaritas,
komunal, berorientasi pada kemaslahatan.
Di dalam revolusi mental nilai-nilai moralitas pribadi, seperti
kesalehan maupun kerajinan dalam beribadah sebaiknya tidak
dijadikan sebagai target. Hal yang lebih urgent untuk dicapai adalah
pembenahan moralitas publik, seperti disiplin di tempat umum,
membayar pajak, tidak korupsi, maupun moral-moral publik lainnya.
Revolusi mental cukup mengurus ranah publik.25
Yudi Latif menterjemahkan nilai Revolusi Mental sebagai
alternatif mengatasi kriris multidimensional yang dihadapi bangsa
Indonesia dengant tiga pendekatan utama, pendektan secara mendasar
yang bersifat akseleratif, yaitu, revolusi material, mental-kultural, dan
politikal.26
Revolusi basis material diarahkan untuk menciptakan
perekonomian merdeka yang berkeadilan dan berkemakmuran;
berlandaskan usaha tolong-menolong (gotong royong) seraya memberi
peluang bagi hak pribadi dengan fungsional.27 Revolusi (superstkrutur)
mental-kultural difokuskan pada masyarakat beragama yang religius
yang berprikemanusiaan, yang egaliter, mandiri, amanah, dan terbebas
dari berhala matrealisme-hedonisme; serta sanggup menjalin persatuan
(gotong royong) dengan semangat pelayanan (pengorbanan). Revolusi
(agensi) politikal diarahkan untuk mencapai agen perubahan dalam
bentuk integrasi kekuatan nasional melalui demokrasi permusya-
waratan yang berorientasi persatuan (negara kekeluargaan) dan
25
Paulus Wirutomo, ‘Retorika Revolusi Mental’, Opini harian Kompas, Rabu 29 April 2015.
26
Yudi Latif ‘ Mental Pancasila’ dalam Majalah Revolusi Mental, vol. 1- Agustus 2015, Penerbit
Pokja Revolusi Mental Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
RI, tahun 2005, hlm. 24. Lihat juga kolom opini harian Kompas edisi 28 Mei 2015 dengan
judul yang sama.
27
Yudi Latif, Mental Pancasila...hlm. 24.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 21
28
Yudi Latif, Mental Pancasila...hlm. 24.
29
Peter L Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial, terj. Hartono, (Jakarta: LP3ES,
1991), hlm. 203.
30
Ibid., hlm. 204.
31
Ibid., hlm. 35.
32
Ibid.
33
Ibid.
22 Politik Ekonomi Islam...
41
Baca Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika, edisi kedua,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 53-55.
42
Ibid.
43
Ibid.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 25
44
Taufik Abdullah (ed.), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES, 1979),
hlm. 3.
45
Ibid.
26 Politik Ekonomi Islam...
46
Sjafruddin Prawiranegara, Agama dan Ideologi dalam Pembangunan Ekonomi dan Bangsa,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm. 6.
47
Taufik Abdullah (ed.), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, hlm. 6.
48
Ibid., hlm. 13.
49
Ibid., hlm. 8.
50
Ibid.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 27
dunia sosial dengan kesadaran, yang merujuk pada suatu yang suci
yang berada di atas alamiah, transendental dan adikodrati.51
Sebenarnya untuk menunjukkan relasi nilai agama dalam
pembangunan ekonomi dapat ditempuh menggunakan dua pendekatan,
yaitu pendekatan normatif-tekstual dan pendekatan sosial-kontekstual.
Pada pendekatan pertama secara mudah dilacak dogma-dogma agama
yang memungkinkan atau yang sangat radikal mendukung pembangunan
ekonomi kemudian dikonstruk berdsarkan teorinya integralisasi dan
objektifikasi Kuntowijoyo. Jika menggunakan suatu pendekatan sosial-
kontekstual, maka salah satu concern-nya adalah melihat kembali
historisitas agama baik secara mikro maupun makro.Salah satunya
misalkan, mengkaji menggunakan analisis sejarah tentang bergaining
position agama pada konteks sejarahnya yang panjang. Kedua
pendekatan tersebut dapat saja dikatakan pendekatan dialektika
pembangunan ekonomi dalam teks dan dialektika pembangunan ummat
dalam perjalanan sejarah agama tersebut.
51
Ibid., hlm. 18.
28 Politik Ekonomi Islam...
52
Baca Rosmiani, “Etos Kerja Nelayan Muslim di Desa Paluh Sebaji Deli Serdang Sumatera
Utara: Hubungan Antara Kualitas Keagamaan dengan Etos Kerja”, Thesis, (Pada Program
Kerjasama Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Jakarta dan Pascasarjana UI Jakarta,
1996).
53
Secara umum sistem ekonomi yang dimaksud adalah sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi
sosialis, sistem ekonomi demokrasi (khusus indonesia) dan sistemekonomi berbasis agama
(misalnya, wacana sistem ekonomi Islam). Misalnya pada konsepsi tentang kemiskinan,
kapitalisme akan beranggapan bahwa kemiskinan adalah masalah orang-orang atau negara
itu sendiri. Kapitalisme akan cenderung berpandangan bahwa kemiskinan disebabkan oleh
yang bersangkutan itu malas, kurang punya kemauan untuk berprestasi, atau terperangkap
dalam sistem nilai budaya yang tidak menghargai kekayaan material. Oleh karena itu,
kemiskinan baru dapat diatasi dengan “menggarap” si miskin atau negara miskin tersebut,
membuatnya lebih termotivasi untuk bekerja, meningkatkan keterampilannya, dan mengubah
nilai budayanya. Sedangkan sosialisme akan mengangap ketimpangan dan kemiskinan yang
terjadi dalam sistem kapitalis disebabkan oleh adanya pemilikan atau penguasaan secara
pribadi terhadap alat-alat produksi. Akibatnya, pera pemilik atau penguasa tersebut (para
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 29
57
Ahmad M. Saefuddin, Studi Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, hlm. 14-15. Lihat dalam
Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, hlm. 10.
58
Ibid.
59
Ibid. Sebagai sebuah perumpamaan, dalam Islam dikenal istilah Fikih Mua’malah. Secara
kontekstual, fikih ini adalah instrumen (dalam bentuknya sebagai hukum) menjadi arena
negosiasi doktrin-doktrin ketuhanan dan prinsip-prinsip amal saleh dalam Islam dengan
realitas ekonomi yang dihadapi oleh ummat. Maka di sini, Fikih Mu’amalat sebagai perangkat
peraturan permainan yang berisi perkawinan dogma agama dengan interaksi ekonomi manusia.
60
Baca Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Perkembangan
Ekonomi Rabbaniyah, cet. 1, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 234.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 31
from many contributing factors, but particularly from the beliefs and
values around which its culture is integrated”63 dapat dijadikan sebuah
perspektif untuk membenarkan relasi positif antara agama dan
produktivitas manusia, meskipun di satu sisi terdapat faktor yang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disederhanakan
bahwa nilai-nilai agama memiliki peluang etis untuk mengkonstruksi
tindakan manusia melalui mekanisme transformatif dari tataran nilai
menjadi etos kerja dan melahirkan semangat produktivitas ekonomi
yang menjanjikan.Tetapi untuk merealisasikan hal tersebut bergantung
pada eksistensi agency dalam mereproduksi dan melestarikan nilai
tersebut ke etos kerja yang berkesinambungan dan kontekstual
sehingga produktivitas dapat dimonitoring setiap saat.
63
Thomas Ford Holt, Dictionary of Modern Sociology, (New Jersey: Littlefield, 1974), hlm. 124.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 33
64
Moralitas dalam teori Durkheim bertumpu pada tiga sikap dasar: (1) moralitas dipandang
sebagai fakta sosial yang keberadaannya subjektif, sebagai fenomena sosial yang terukir dari
kaidah-kaidah tindakan yang dapat dikenali; (2) moralitas merupakan suatu yang bersifat
fungsional yang berarti melakukan tindakan tertentu yang secara moral dibenarkan, berarti
melakukan tindakan berdasarkan kepentingan kolektif; dan (3) moralitas secara historis terlihat
secara evolutif dan berubah sesuai dengan struktur sosial. Taufik Abdullah dan A.C. van Der
Leeden (ed.), Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Obor, 1986), hlm. 11.
65
Mark S. Cladis, Emile Durkheim and Moral Education a Pluralistic Society, (New York: First
Publish, 1998), hlm. 18-20.
66
Kesalehan di sini dimaknai secara umum, meskipun kata saleh sendiri lebih cenderung
merujuk pada normatifitas Islam. Ketika dilekatkan dengan kata-kata non-normatif seperti kata
“ekonomi”, “sosial”, dan “publik”, maka kata kesalehan menunjuk pada etos atau sikap sosial
secara umum. Dengan kata lain kandungan bahasa Arab pada kata tersebut telah direduksi
dan kemudian menjadi pranata umum dan tidak melekatkan satu ideologi tetapi ideologi
bersama. Kata saleh sudah dianggap sebagai fenomena nasional. Makna kata “kesalehan
ekonomi” sepadan dengan kata-kata yang telah lama dikenal, seperti “kesalehan sosial” atau
“kesalehan publik” yang tidak membedakan agama, ras, etnis, dan golongan apapun.
67
Peter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial, terj. Hartono, (Jakarta: LP3ES,
1991), hlm. 3.
34 Politik Ekonomi Islam...
Agar bisa melaksanakan ritual haji dan mudik, seorang pasti mem-
butuhkan dana yang cukup. Oleh karena itu ia harus bekerja keras
membanting tulang untuk mengumpulkan dana tersebut. Haji dan
mudik adalah simbol agama. Dana yang cukup berarti harus “kaya”.
Kaya adalah simbol ekonomi. Bekerja keras adalah etos kerja.69
68
Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Perkembangan Ekonomi
Rabbaniyah, hlm. 268.
69
Ibid., hlm. 269. Haji dan mudik sebagaimana yang dijelaskan di atas merupakan simbol
keagamaan bagi orang Madura.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 35
71
Ibid.
72
Peter Bachrach dan Morton S. Baratz, “The Two Faces of Power” American Political Science
Power, Vol. 56, 1956. Dalam Anthony Giddens, Teori Strukturasi: Dasar-Dasar Pembentukan
Struktur Sosial Masyarakat, terj. Maufur dan Daryatno, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) ,
hlm. 60.
73
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: Dasar-Dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat,
hlm. 24.
74
Konsep dualitas yang dimaksud ialah relasi antara agensi dan struktur yang perwujudannya
berupa praktik sosial (social practices) yang dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari. Praktis sosial itulah sebagai wujud nyata kehidupan sosial manusia dalam masyarakat
atau masyarakat sebagai manfistasi kehidupan kolektif manusia, yang menggambarkan hubungan
saling timbal-balik. Konsep praktis sosial Giddens sebagai esensi dari perwujudan strukturasi
mirip dengan konsep tindakan sosial (social action) Max Weber, namun perbedaannya Giddens
lebih melihatnya sebagai relasi dualitas sedangkan Weber lebih menekankan pada perilaku
aktor yang lebih menunjukkan dualisme dengan tekanan terletak berada pada pengaruh
subjek (pelaku, subjek, agen) yang bertindak penuh makna. Baca Haedar Nashir, “Memahami
Strukturasi dalam Perspektif Sosiologi Giddens” Jurnal Sosiologi Reflektif Vol. 7, No. 1,
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 37
Oktober 2012, hlm 8. Sebagai komparasi dapat dibandingkan dengan istilah yang diajukan
oleh Kuntowijoyo, yaitu binary opposition (pertentang dua hal). Lihat Kuntowijoyo, Muslim
Tanpa Masjid, (Bandung: Penerbit Mizan), hlm. 14-15.
75
Haedar Nashir, “Memahami Strukturasi dalam Perspektif Sosiologi Giddens” Jurnal Sosiologi
Reflektif Vol. 7, No. 1, Oktober 2012, hlm. 3.
76
Goerge Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir, terj. Nurhadi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 571.
77
Haedar Nashir, “Memahami Strukturasi dalam Perspektif Sosiologi Giddens”, hlm. 3.
78
B. Herry-Priyono, Anthony Giddens: Suatu Pengantar, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2002), hlm. 19.
38 Politik Ekonomi Islam...
79
Lihat Anthony Giddens, Teori Strukturasi: Dasar-Dasar Pembentukan Struktur Sosial
Masyarakat, hlm. 25.
80
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan, terj. Alimandan, (Jakarta: Prenanda), hlm. 223.
81
Ibid.
82
Ibid.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 39
83
Jamaludin, Sejarah Sosial Islam di Lombok Tahun 1740-1935 (Studi Kasus Terhadap Tuan
Guru), (ttt: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang d an Diklat Kementerian
Agama RI, 2011), hlm. 142. Padanan istilah tuan guru adalah kiai untuk daerah Jawa.
84
Siti Rohmatul Fauziah, “Peran Tokoh Agama Dalam Masyarakat Modern Menurut Anthony
Giddens” Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam), hlm. 64.
85
Ibid.
40 Politik Ekonomi Islam...
87
Lihat Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, cet. VI, hlm. 138-156.
88
Yang dimaksud Amin Abdullah adalah agama tidak lagi seperti orang dahulu memahaminya,
yakni hanya semata-mata terkait dengan persoalan ketuhanan, kepercayaan, keimanan, credo,
pedoman hidup, dan ultimate concern, tetapi juga terkait erat dengan persoalan-persoalan
historis kultural yang juga merupakan keniscayaan manusiawi. Amin Abdullah dkk., Mencari
Islam: Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), hlm. 2.
42 Politik Ekonomi Islam...
92
Rocky Gerung, “Mengaktifkan Politik”, dalam Ihsan Ali Fauzi dan Syamsu Rizal
Panggabean, Demokrasi dan Kekecewaan, (Jakarta: Paramadina, 2009), hlm. 25.
93
Nurcholish Madjid, Fiqih Lintas Agama: Pembangun masyarakat Inklusif Pluralis,( Jakarta:
Paramadina, 2004.), hlm. 35.
94
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hlm. 15.
44 Politik Ekonomi Islam...
dari ajaran nilai agama, antara lain, bagaimana peran agama melalui
nilai agama dan tokoh agama ikut serta dalam pembangunan ekonomi
yang membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Secara umum, agama (religion) diartikan sebagai persepsi dan
keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta, dan
peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga
membawa kepada pola bahwa agama yang menentukan perilaku dan
tujuan hidup manusia.
Oleh karena itu agama bukan sebagaimana pandangan Feuerbach
yang menyatakan bahwa pada dasarnya agama adalah “tanda
keterasingan manusia dari dirinya”. Pandangan feuerbach tersebut
dilengkapi oleh Marx bahwa agama pada dasarnya kepuasan semu dari
hakikat diri manusia. Dalam hal ini agama dikatakan sebagai bentuk
pelarian dari penderitaan inderawi, wujud ketidakmampuan menguasai
alat-alat produksi, dan ekspresi ketertindasan dalam hubungan
produksi.Jadi, manusia yang mengasingkan dirinya ke dalam agama
hanyalah cermin yang menunjukkan keterasingan manusia yang lebih
dasariah karena ketidakberdayaannya terhadap tekanan kapital.
Berdasarkan hal itu, maka agama adalah candu bagi masyarakat.96
Pada gilirannya dapat diterima bahwa agama memiliki daya
konstruktif, regulatif, dan formatif dalam membangun tatanan hidup
masyarakat terutama dalam masyarakat yang menerima dan mengakui
keberadaan nilai dan norma agama itu.97 Boleh jadi, ini alasan kuat
bagi Maman,98 mengatakan bahwa pembangunan agama, pembinaan,
pengembangan, dan pelestariannya menjadi agenda penting dan
niscaya. Paling tidak agama dapat diterima dan diakui memiliki peran
transformatif dan motivator bagi proses sosial, kultural, ekonomi, dan
96
Johnson, Doyle Paul Teori Sosiologi Klasik dan Modern 1. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.1986) hlm. 46.
97
Kahmad, Dadang, H. Sosiologi Agama. (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 36.
98
Maman, KH, Deden Ridwan, M. Ali Mustofa, dan Ahmad Gaus, 2006, Metode Penelitian
Agama: Teori dan Praktik,( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm.76.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 47
politik pada masa depan. Walaupun demikian, tulisan ini dibatasi hanya
pada peran transformatif agama dalam proses kultural dan ekonomi.
Filsuf ekonomi terkemuka Amerika, Kenneth Boulding (1970),
menyatakan agama memberikan pengaruh yang tak dapat diabaikan
dalam perekonomian.Agama menentukan keputusan jenis komoditas
yang diproduksi, kelembagaan ekonomi, dan perilaku ekonomi.
Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi, investasi, serta sumber
daya alam, merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan ekonomi, agama juga dipertimbangkan sebagai elemen
penting karena berperan membentuk etos kerja masyarakat.
Seorang Max Weber (1864-1924) dalam bukunya Die
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism menjelaskan bahwa:
99
Weber, Max.. Die Protestantische Ethik und der “Geist” des Kapitalismus. diterjemahkan
oleh Talcott Parson. 1959. The Protestant Ethic and the spirit of capitalism, , New York: Char
Les Scribner’s Son.(terjemahan Yusuf Priyasudiarja.. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme.
Surabaya: Pustaka Promethea2002), hlm. 67.
100
Asifudin, Ahmad Janan, Etos Kerja Islami (Surakarta: Universitas Muhammadiyah.2004),
hlm. 45.
48 Politik Ekonomi Islam...
101
Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 1. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 1986), hlm. 35.
102
Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion (edisi Bahasa Indonesia), (Jakarta : Penerbit Al
Qolam,2001), hlm.76.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 49
105
Sudjatmoko, Dimensi Manusia Dalam Pembangunan, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 21.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 51
115
Ibid., hlm. 211.
116
Irwan Abdullah, “Pemberdayaan Masyarakat yang Lemah dan Tertinggal”, dalam Tukiran
dkk., (ed.), Sumber Daya Manusia: Tantangan Masa Depan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 13.
117
Periodesasi ini mengikuti Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia: Era Orde Lama
Hingga Jokowi, (Bogor: Ghalia Indonesia), hlm. 17-44.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 55
118
Sjamsuddin, Soekarno: Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1993), hlm. 226.
119
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia: Era Orde Lama Hingga Jokowi., hlm. 14.
120
Ibid.
56 Politik Ekonomi Islam...
121
Ibid.
122
Iman Toto K Rahardjo dkk., Bung Karno dan Ekonomi Berdikari, (Jakarta: Gramedia, 2001),
hlm. 245.
123
Daniel Dhakidae, Soekarno,Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar, (Jakarta: Kompas,
2013), hlm. 129.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 57
mungkin diraih bila tak berdikari dalam ekonomi. Begitu pula dengan
kemandirian ekonomi, tidak dapat dilaksanakan bila bangsa tidak ada
kedaulatan secara politik serta berkepribadian dalam kebudayaan.124
Konsekuensi dari kebijakan Soekarno tersebut dan keburukan
perekonomian pada saat itu diungkapkan dalam buku Pergulatan
Indonesia Membangun Ekonomi karya Radius Prawiro yang kemudian
dibahas oleh Pieter Gero dengan kutipan:
124
Ibid.
125
Pieter P. Gero, “Frans Seda Memutar Haluan Ekonomi, “in Memoriam””, Kompas, 11Januari,
2010, hlm. 21. Lihat dalam Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia: Era Orde Lama
Hingga Jokowi., hlm. 21.
126
Daniel Dhakidae, Soekarno,Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar, hlm 118.
127
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia: Era Orde Lama Hingga Jokowi., hlm. 19.
58 Politik Ekonomi Islam...
131
Masa transisi dimulai sejak mundurnya Soeharto tanggal 21 Mei 1998 sampai berakhir masa
presiden B.J.Habibie dan digantikan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada awalnya
pemerintahan BJ. Habibie disebut pemerintahan reformasi, tetapi setelah setahun, masyarakat
mulai melihat bahwa sebenarnya pemerintahan baru ini tidak berbeda dengan pemerintahan
sebelumnya, yaitu mereka adalah orang-orang rezim orde baru dan tidak ada perubahan-
perubahan yang nyata. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme semakin menjadi-jadi, kerusuhan di
mana-mana, dan masalah Soeharto tidak terselesaikan sehingga banyak kalangan menyebutnya
pemerintahan transisi daripada pemerintahan reformasi. Lihat Tulus T.H. Tambunan,
Perekonomian Indonesia: Era Orde Lama Hingga Jokowi., hlm. 29.
132
Ibid.
60 Politik Ekonomi Islam...
135
Irwan Abdullah, “Nilai-Nilai Budaya dan Pembangunan Sosial Ekonomi”, hlm. 2.
136
Ibid.
137
Irwan Abdullah, “Pemberdayaan Masyarakat yang Lemah dan Tertinggal”, dalam Tukiran
dkk., (ed.), Sumber Daya Manusia: Tantangan Masa Depan, hlm. 13.
62 Politik Ekonomi Islam...
M
enelusuri kehidupan keberagamaan masyarakat
Indoenesia sesungguhnya merupakan suatu usaha untuk
memahami bagaimana agama itu diekspresikan di dalam
kehidupan masyarakat itu sendiri. Usaha untuk melihat dan memahami
ekspresi keberagamaan, menurut Joachim Wach, dapat dilihat dari
tiga bentuk, yaitu: Pertama, pemikiran keagamaan, yaitu ekspresi
pengalaman keagamaan dalam bentuk konsep-konsep atau ajaran yang
bercorak teoritis dan intelektualis; kedua, prilaku keagamaan (ritual),
yaitu ekspresi perbuatan dalam bentuk tingkah laku atau perbuatan
sebagai bentuk penerapan praktis dari konsep-konsep atau hasil
pemikiran yang bersifat teoritis dan intelektualis; ketiga, perkumpulan
(organisasi) keagamaan, yaitu himpunan orang-orang yang mempunyai
pemikiran dan perbuatan yang sama.1
Memakai kacamata Joachim Wach di atas kemudian menilik
kehidupan beragama masyarakat Indonesia yang mendiami gugusan
1
Joachim Wach, Ilmu perbandingan Agama: Inti dan Bentuk Pengalaman Kagamaan, (Jakarta:
Desantara, 1999).
66 Politik Ekonomi Islam...
3
Sumantri, 2012 dalam http://www.setneg.go.id. Tidak bisa dipungkiri bahwa peralihan dari
sistem pemerintahan orde baru yang lebih ototarian ke era reformasi yang lebih demokratis
juga memiliki sisi positif bagi masyarakat Indonesia. Sisi positif dari perubahan orde baru ke
orde lama, dimana demokratisasi yang kian membaik dan juga demokrasi Indonesia kian
dikokohkan dengan diperkuatnya elemen-elemen penopangnya, yang salah satunya ditandai
dengan semakin berperannya kekuatan masyarakat sipil (civil society) di dalam sistem bernegara
kita.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 71
4
Edi Junaedi, Menakar Komitmen Keberagamaan Umat, dikutip dari http://bimasislam.
kemenag.go.id/ post/opini/menakar-komitmen-keberagamaan-umat, (diakses pada tangal 4
april 2014)
72 Politik Ekonomi Islam...
5
Robert Chambers, Pembangunan Desa, hlm. 132
74 Politik Ekonomi Islam...
13
Mashoed, Pemberdayaan masyarakat miskin, hlm. 54.
14
Nasikun, Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan, (Diktat Mata Kuliah Magister
Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001). Lihat juga Surat Kabar
Suara Pembaharuan. 24 April 2004.
78 Politik Ekonomi Islam...
manajemen pertanian, hal ini dapat dilihat dari prilaku asal tebang
yang akan menurunkan produktifitas.
e. Natural cycles and processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena
siklus alam. Misalnya para petani yang mengarap sawah hanya
mengandalkan air hujan (sawah tadah hujan) yang apabila musim
kemarau datang tidak memungkinkan untuk menggarap sawah.
f. The marginalization of woman, yaitu peminggiran kaum perempuan
karena masih beranggapan bahwa perempuan merupakan golongan
kelas kedua. Kondisi ini menyebabkan askes-akses dan penghargaan
diberikan lebih rendah dari laki-laki.
g. Cultural and ethnic factor, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh
faktor budaya dan etnik, semisalkan budaya pola hidup konsumtif
dikalangan suatu masyarakat atau negara.
h. Explotative intermediation, yaitu kemiskinan yang timbul akibat
dari keberadaan seseorang yang berlagak menolong tetapi justru
menjadi penodong, seperti rentenir atau lintah darat.
i. Internal political fragmentation and civil stratfe, yaitu kemiskinan
yang terjadi akibat adanya suatu kebijakan yang diterapkan pada
suatu daerah yang fregmentasi politiknya kuat.
j. International processes, yaitu masuk dan bekerjanya sistem-sistem
kolonialisme dan kapitalisme yang membuat negara semakin miskin.
Selain beberapa faktor di atas, Robert Chambers, dalam Nasikun,
menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan integrated concept yang
memiliki lima dimensi, yaitu:
a. kemiskinan (proper), situasi orang miskin mempunyai tanda-tanda
sebagai berikut; Pertama, rumah mereka reot dan dibuat dari bahan
bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim,
tidak memiliki MCK sendiri. Ekonomi keluarga bercirikan gali lubang
tutup lubang. Kedua, pendapatan mereka tidak menentu dan sangat
rendah.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 79
15
Nasikun. Diktat Mata Kuliah. Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Magister
Administrasi Publik. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001. dan Jarnasy, Owin.
Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. (Jakarta: Belantika, 2004).
16
Nasikun, Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan, (Diktat Mata Kuliah Magister
Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001).
80 Politik Ekonomi Islam...
17
Chariswardani Suryawati, Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional, (Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan (JMPK), Vol. 08, No. 03, Septermber 2005), hlm. 121.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 81
18
Smelser, Neil. Toward Theory of Modernization, dalam Amitai Etzioni dan Eva Etzioni (Ed),
Social Change. (New York: Basic Books, 1964), hlm. 268–84.
19
Ellies, S. The Dimension of Poverty, (Kumarian Press. 1994).
20
Owin Jarnasy, Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta: Belantika,
2004). Lihat juga Nasikun, Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan, (Diktat Mata
Kuliah Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001).
82 Politik Ekonomi Islam...
21
Tjahya Supriatna, Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.(Bandung: Humaniora
Utama Press, 1997).
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 83
22
Max Weber, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, (Jakarta:Pustaka Promethea, 2000).
23
A. Singgih Basuki, Pemikiran Keagamaan A. Mukti Ali, (Yogyakarta: Suka Press, 2013), hlm.
136.
84 Politik Ekonomi Islam...
sehingga subtansi agama (berupa nilai-nilai yang luhur dan mulia) akan
menjadi fungsional dan oprasional bagi individu dan masyarakat.24
Dengan begitu kehadiaran nilai-nilai agama membentuk pribadi-
pribadi yang utuh dan tangguh bagi pemeluknya, sekaligus menjadi
kekuatan dalam menggerakkan umatnya untuk berjuang bersama, yang
dalam kontek ini berjuang melawan kemiskinan. Dengan kata lain agam
mampu dijadikan sebagai landasan struktural bari perjuangan sekaligus
sebagai sumber motivasi dan inspirasi bagi penganutnyanya, baik
secara individual maupun kolektif.
Agama beserta perangkat di dalamnya diharapkan mampu
memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi guna
memperbaiki derajat hidup dan kehidupan umatnya untuk membawa
manfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.
indeks kedalaman kemiskinan masyarakat naik dari 1,75% (Maret
2013) menjadi 1,89%. Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik
dari 0,43% (Maret)menjadi 0,48%, demikian menurut Kepala BPS
Suryamin dalam konferensi pers di kantornya (detik.com, 2/1/2014)
Menurut Armida, Faktor-faktor yang paling relevan bagi upaya
keluar dari kemiskinan di suatu konteks sosial, ekonomi, politik, dan
budaya tertentu: Mayoritas berusia produktif: 31–50 tahun, Mayoritas
pernah mendapat pendidikan formal tingkat dasar dan menengah. Di
komunitas-komunitas perkotaan, mover umumnya mendapat
pendidikan menengah. Memiliki pendapatan yang stabil terutama
karena mereka melakukan diversifikasi sumber pendapatan atau
memperoleh gaji tetap. Salah satu cara diversifikasi yang menjaga
stabilitas pendapatan mover adalah dengan memiliki sumber
pendapatan dari luar sektor pertanian. Oleh sebab itu, secara umum
kelompok mover cenderung punya ketergantungan yang lebih kecil
pada sektor pertanian daripada kelompok faller dan poor. Memiliki
24
Komaruddin Hidayat dan Muhamad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan: Persepektif Filsafat
Prennial, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 109.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 85
rasa percaya diri yang relatif lebih tinggi daripada kelompok faller dan
poor. Memiliki tingkat partisipasi sosial yang relatif tinggi. Tingkat
partisipasi sosial ini khususnya terlihat dari keikutsertaan mover pada
berbagai kegiatan sosial dan organisasi formal di masyarakat.25
25
Armida Salsiah Alisjahbana, serial diskusi pusat Peran Nilai-Nilai Agama dan tokoh Agama
dalam Gerakan Revolusi Mental untuk Reorientasi Pembangunan Ekonomi, Jakarta, 26 Juni
2015.
86 Politik Ekonomi Islam...
26
Lihat Max Weber, Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006).
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 87
tersebut tentunya tidak hanya dalam ajaran prostestan saja, tetapi juga
terdapat dalam ajaran agama-agama lainnya—disini tidak mengabaikan
aspek dimensi lain yang dapat dijadikan kajian dan analisa sebaga
dimensi pembangunan ekonomi.
Agama dengan seperangkat nilai di dalamnya, diakui atau tidak,
dapat membangkitan spirit bagi penganutnya. Sektor pembangungan
ekonomi merupakan salah satu sektor penting dari berbagai agenda
pembangunan bangsa ini, karena persoalan ekonomi pada akhirnya
berkaitan langsung dengan drajat hidup masyarakat. untuk itu,
pembanguna ekonomi yang dilakukan baik di tingkat kota maupun
tingkat desa pada dasarnya harus melibatkan unsur-unsur yang ada di
masyarakat. maka menjadi sangat penting kiranya peranan dari tokoh
masyarakat (yang dalam hal ini tokoh agama)
Bidang-bidang yang terkait langsung dengan kesejahteraan hidup
masyarakat, maka di perlukan keterlibatan berbagai unsur yang ada di
masyarakat itu sendiri. Unsur-unsur yang ada di masyarakat
merupakan modal sosial yang mesti diberdayakan. Setidaknya selama
ini ada tiga peran penting yang emban dan dapat dijalankan oleh tokoh
agama yaitu pertama, peran edukasi yang mencakup seluruh dimensi
kemanusiaan dan membangun karakter bangsa. Kedua, peran memberi
pencerahan kepada masyarakat di saat situasi-situasi yang tidak
menentu, dan ketiga, peran membangun sistem, suatu tradisi, budaya
yang mencerminkan kemuliaan. Disamping ketiga peran tersebut,
pemuka ataupun pemimpin agama dituntut terus menggali dan
mengeksplorasi kembali doktrin-doktrin agama untuk membangkitkan
etos kerja umatnya guna membangun ekonomi, terlebih lagi ditengah
tantangan pembangunan ekonomi global.
Dalam konteks inilah tokoh agama memiliki peran strategis
sebagai agen perubahan dalam pembangunan ekonomi. Tokoh atau
pemimpin agama harus mampu memasuki ruang-ruang pembangunan
ekonomi dan berperan serta sebagai agent of change dalam pemba-
ngunan ekonomi dengan menempatkan nilia-nilai agama sebagai basis
88 Politik Ekonomi Islam...
27
Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hal. 270.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 93
28
Lihat Mubarok, Peta Keagamaan di Indonesia; Edisi II di 10 Provinsi, (Jakarta: Departemen
Agama RI Badan Penelitian Dan Pengembangan Agama Proyek Penelitian Agama 1994/
1995), h. 19
94 Politik Ekonomi Islam...
29
Hani Yuliawati, “Pemberdayaan Ekonomi Buruh Gendong Wanita”, Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam Populis, (Yogyakarta:Fak. Dakwah UIN Suka, 2007), hal.110.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 95
32
Musa Asy’arie, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat (Yogyakarta: Lesfi, 1997),
hlm. 141.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 99
39
Sri Margana, “Konteks Historis Perubahan Mentalitas dalam Paradigma Kebudayaan”, dalam
Semiarto Adji Purwanto (ed.), Revolusi Mnetal Sebagai Strategi Kebudayaan: Bunga Rampai
Seminar Nasional Kebudayaan 2014, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kebudayaan, 2015), hlm. 64.
40
Istilah lain yang dapat dianggap semakna dengan mentalitas prilaku adalah apa yang disebut
oleh Koentjaraningrat sebagai sikap mental. Lihat Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan
di Indonesia, cet. ke-24, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm. 387.
41
Ibid.
42
Ibid.
43
Ibid. Secara sempit sistem nilai budaya dapat disimbolkan dalam berbagai ritual yang khas
dalam masyarakat, yang merepresentasikan nilai tertentu dari suatu budaya tertentu. Secara
luas, kehidupan masyarakat tersbut merupakan manifestasi dari sistem nilai-budaya yang
dianut oleh masyarakat tersebut.
44
Sebagai perangkat pengarah tindakan manusia, sistem nilai-budaya tersebut, maka pedomannya
adalah norma-norma yang nyata dalam masyarakat yang biasanya bersifat tegas dan kongkret.
Ibid., hlm. 387-388.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 105
45
Koentjaraningrat mengartikan sikap sebagai potensi pendorong yang ada dalam jiwa individu
untuk bereaksi terhadap lingkungannya. Ibid., hlm. 388.
46
Lihat Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, terj. Inyiak Ridwan Muzir (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2011), hlm. 336.
47
Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, (Jakarta: LP3ES, 1980), hlm. 185-188.
Dalam Sri Margana, “Konteks Historis Perubahan Mentalitas dalam Paradigma Kebudayaan”,
dalam Semiarto Adji Purwanto (ed.), Revolusi Mnetal Sebagai Strategi Kebudayaan: Bunga
Rampai Seminar Nasional Kebudayaan 2014, hlm. 65.
106 Politik Ekonomi Islam...
48
Secara konseptual pembangunan adalah suatu proses interaksi-interkoneksi antara lima variabel,
yaitu: (1) sumber daya manusia; (2) sumber daya alam; (3) modal; (4) teknologi; dan (5)
kelembagaan (institusi sosial). Lihat Suyatno, “Agama, Kebudayaan dan Perubahan Masyarakat”,
dalam Musa Asy’arie, dkk., (ed.), Agama, Kebudayaan dan Pembangunan: Menyongsong Era
Industrialisasi, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hlm. 155.
49
Koentjaraningrat, Bunga Rampai: Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, cet. ke-11,
(Jakarta: PT Gramedia, 1984), hlm. 36. Bandingkan dengan Suyatno yang menyebutkan
bahwa proses pembangunan adalah proses yang meliputi proses modernisasi. Modernisasi
sendiri bersyarat orientasi pada masa depan, sikap dinamis dan aktif, efisiensi penggunaan
waktu, rasionalisasi dan bukan berdasar perasaan, sikap terbuka terhadap pemikiran dan
penemuan ilmiah, menghargai prestasi dan fungsi bukan pada status. Lihat Suyatno, “Agama,
Kebudayaan dan Perubahan Masyarakat”, dalam Musa Asy’arie, dkk., (ed.), Agama, Kebudayaan
dan Pembangunan: Menyongsong Era Industrialisasi, hlm. 155.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 107
50
Ibid., hlm. 32.
108 Politik Ekonomi Islam...
adanya ancaman yang mematikan dari “tujuh dosa sosial”, yaitu politik
tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas,
kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, sains tanpa
humanitas dan peribadatan tanpa pengorbanan.51
Pandangan Mohandas K. Gandhi yang dikutif oleh Yudi Latif
tersebut, jika dilihat lebih seksama, tampak [sekali] apa yang disebut
dengan mentalitas. Pada poin politik, maka setiap kebijakan harus
dilandasi dengan “prinsip-prinsip” yang meletakkan kepentingan
rakyat sebagai hal paripurna; akumulasi kekayaan tidak didapat dengan
jalan haram melainkan dengan “kerja keras” dan etos kerja yang tidak
merugikan orang lain [apa lagi negara]; roda perekonomian terutama
perniagaan dijalankan dengan prinsip “moralitas” seperti kejujuran;
kesenangan dapat didapatkan dan diekspresikan dalam batas kewajaran
tanpa menyalahi koridor hati “nurani” [manusia berperasaan] dan tidak
merusak tatanan budaya norma kesopanan; pendidikan dikembangkan
dengan menekankan “karakter”, tidak sebatas formalitas yang
berorientasi pada nilai pasar melainkan nilai saintifik juga afektif;
pengembangan sains tidak dibebaskan dari nilai “humanitas”, tetapi
diarahkan pada reproduksi nilai-nilai kemanusiaan; dan peribadatan
yang tidak hanya menyembah tuhan persepsi dan konsepsi melainkan
menghayati nilai ketuhanan yang membutuhkan “pengorbanan” demi
terciptanya masyarakat toleransi [tidak teo-egoistik].
Sebenarnya paparan di atas bermuara pada satu tesis umum yang
mematenkan bahwa suatu pembangunan pada esensinya adalah suatu
perubahan positif. Prubahan segala lini kehidupan masyarakat baik
perubahan melalui jalan graduil (bertahap) atau revolusi (dadakan).
Perubahan segala lini kehidupan masyarakat adalah hal yang sangat
sulit—untuk tidak mengatakan mustahil—digapai secara keseluruhan.
Maka untuk mewujudkan perubahan tersebut, yang [paling] mungkin
dilakukan adalah mendorong masyarakat ke arah revolusi mental
51
Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 48.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 109
52
Kerangka Kluckhohn menjelaskan sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia
sebenarnya mengenai lima pokok dalam kehidupan manusia, yaitu: (1) masalah hakekat
hidup; (2) hakekat karya ; (3) persepsi manusia tentang waktu; (4) pandangan manusia terhadap
alam sekitarnya; dan (5) hakekat hubungan antara manusia dengan sesamannya. Lihat
Koentjaraningrat, Bunga Rampai: Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hlm. 28-31.
53
Ibid., hlm. 35.
110 Politik Ekonomi Islam...
ekonomi yang makin memburuk. Seperti kurs rupiah melemah, harga pangan (daging)
membengkak, laju pertumbuhan ekonomi melambat, kesenjangan makin melebar, dan sampai
pada resuffle kabinet dengan mengganti Menko Perekonomian. Artinya Jokowi-JK tetap
meletakkan pembangunan ekonomi sebagai prioritas. Sehingga problem klasik, yaitu
pembangunan yang terkendala oleh kebudayaan (sikap mental bangsa dalam mengelola
kekuasaan—egoisme sektoral—seperti, nepotisme, pragmatisme, sikap mental yang tidak
menghargai waktu, mendapatkan kekayaan secara instan dan jalan pintas, dan lain-lain),
sejatinya tetap lestari dan selalu direproduksi dalam setiap priode kepemimpinan. Akhirnya
tak ada jalan lain selain mengubah prioritas ekonomi (berbasis perut) ke prioritas pembangunan
manusia (rasionalitas dan nurani) sehingga tujuan utama pembangunan dapat tercapai.
62
A. Mukti Ali, “Beberapa Catatan Tentang Agama, Kebudayaan dan Pembangunan”, dalam
Musa Asy’arie, dkk., (ed.), Agama, Kebudayaan dan Pembangunan: Menyongsong Era
Industrialisasi, hlm. 19.
114 Politik Ekonomi Islam...
63
Lihat Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, “Pengusaha Pribumi dan Proses Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia: Sebuah Tanggapan atas Hipotesa-Hipotesa Geertz” dalam Clifford Geertz, Penjaja
dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia, terj. S. Supomo,
(Jakarta: PT Gramedia, 1977), hlm. XX.
64
Untuk melihat terminologi Geertz tentang Santri, baca Clifford Geetz, Abangan, Santri, Priyayi
dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1981). hlm. 165-301.
65
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, “Pengusaha Pribumi dan Proses Pertumbuhan Ekonomi di Indo-
nesia: Sebuah Tanggapan atas Hipotesa-Hipotesa Geertz” dalam Clifford Geertz, Penjaja dan
Raja..., hlm. XXI-XXII.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 115
66
Ibid., hlm. XXII.
67
Clifford Geertz, Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota
Indonesia, terj. S. Supomo, (Jakarta: PT Gramedia, 1977), hlm. 78-80.
68
Ibid., hlm. 81.
116 Politik Ekonomi Islam...
yang bersifat sangat kolektif tetapi juga sanagat kompleks dan fleksibel
kepada struktur masyarakat desa di Bali.69 Mentalitas yang paling
menonjol dari orang Bali—barangkali implikasi dari sistem seka ini—
adalah melakukan segala sesuatu secara berkelompok, bahkan untuk
mengerjakan tugas yang sederhana sekalipun hampir senantiasa
melibatkan jumlah tenaga yang jauh melebihi yang secara teknis
diperlukan.70 Kecenderungan untuk lebih mengarahkan masing-masing
kelompok pada satu sasaran dari pada mempergunakan satu kelompok
untuk mencapai tujuan yang beraneka ragam. Ini lah yang disebut
sebagai kolektivisme pluralistis.71 Bentuk komunitas yang lain yang
terdapat di Bali yang juga merupakan ikatan seka yang tidak menentu
adalah apa yang disebut sebagai banjar, yaitu komuniti berdasarkan
wilayah yang paling dasar di Bali yang terdiri dari sepuluh samapai dua
ratus rumah tangga. Komuniti sosial yang lain ialah subak, yaitu kata
lain untuk menyebutkan irrigation society (masyarakat pengairan)
yang dihubungkan oleh satu aliran pengairan.
Analisis budaya yang paling menarik dari deskripsi antropologi
terhadap dua kota tersebut adalah apa yang dikatakan oleh Geertz:
74
Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-
Modernisme, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 147.
75
Bagong menyebut ini sebagai sebuah bentuk permainan identitas sosial yang dikembangkan
seseorang untuk menampilkan citra dirinya, Ibid.
76
Ibid., hlm. 138.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 119
77
Alfathri Adlin (ed.), Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006),
hlm. 36-39.
78
John Storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop: Pengantar Komprehensif Teori dan
Metode, (Jakarta: Jalasutra, 2007), hlm. 169.
120 Politik Ekonomi Islam...
79
Pilhan rasional juga termasuk meletakkan pengetahuan moral keagamaan sebagai bingkai
konsumsi.
80
George Rtzer dan Barry Smart, Handbook Teori Sosial, terj. Imam Muttaqien dkk., cet. II,
(Bandung, Penerbit Nusa Media, 2012), hlm. 832.
81
Ibid.
82
Ibid., hlm. 833.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 121
85
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 22.
BAB IV
ARAH POLITIK EKONOMI ISLAM
DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
INDONESIA
S
ejarah pembangunan ekonomi telah mengahsilkan banyak corak
sejalan perkembangan masyarakat. Sebagaimana yang terjadi
pada dasawarsa 1970-an. Pada masa itu, banyak bermunculan
reaksi dari para pakar yang meninjau dan memikirkan kembali tentang
rumusan pembangunan ekonomi. Reorientasi tersebut bertujuan untuk
mengoreksi perubahan arti (meaning), tujuan (goals), strategi dan
kebijakan pembangunan ekonomi (strategy and development policy).1
Pradigma pembangunan (dominant development paradignt)
yang dominan adalah paradigm yang mengacu pada pertumbuhan
ekonomi. Pradigma tersebut juga merupakan paradigm yang banyak
memengaruhi pemikiran terkait praktik pembangunan ekonomi di
negara sedang berkembang (NSB), terutama pada dasawarsa 1950-an
dan 1960-an. Pada masa inilah, produk nasional bruto (GNP) ataupun
1
Lihat misalnya uraian lengkap Muana Nanga ‘Mencermati Pergeseran Dalam Paradigma
Pembangunan, dalam jurnal Meditek, Vol. 8, no. 21, Januari-April 2000, hlm. 67-79
124 Politik Ekonomi Islam...
2
Muana Nanga, Mencermati Pergeseran... hlm. 68.
3
Keith Griffin, Alternative Strategies For Economic Development, New York: St. Martin’s
Press Ltd, 1989, hlm. 29.
4
Micahel P. Todaro, Economic Development, Fifth Edition, Longman Group Ltd, 1997, hlm. 14.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 125
8
Muana Nanga, Mencermati Pergeseran... hlm. 73.
128 Politik Ekonomi Islam...
9
David C. Korten, Getting to the 21st Century, Kumarian Press, 1990, hlm. 29.
10
Musa Asy’arie, disampaikan pada sesi serial diskusi daerah di Yogyakarta dengan tema Peran
Nilai Agama dan Tokoh Agama untuk Reorientasi Pembangunan Ekonomi dalam Gerakan
Revolusi Mental, Yogyakarta, 20 Agustus 2015.
11
David C. Korten, Getting to the 21st Century...hlm. 29.
12
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana,
2007), 299-300
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 129
13
Ibid, hlm. 299
14
Max Weber, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Terjemahan (Surabaya: Pustaka
Promethea, hlm. 29-30.
15
Betty R. Scharf, The Sosiological Study of Religion, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 206.
130 Politik Ekonomi Islam...
16
Narwoko, Sosiologi...hlm. 299.
17
Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengantar Awal (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995), hlm. 218.
18
Musa Asy’arie, Peran Nilai Agama, serial diskusi...20 Agustus 2015.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 131
19
Fahry Ali, Serial Diskusi Pusat, Peran Nilai-Nilai Agama dan Tokoh Agama dalam Gerakan
Revolusi Mental untuk Reorientasi Pembangunan Ekonomi. Jakarta, 26 Juni 2015.
132 Politik Ekonomi Islam...
20
Khursid Ahmad, “Economic Development in an Islamic Framework”, dalam Studies Islamic
economics, (Jeddah, King Abdul Aziz University, 1976), hlm. 178.
21
Ausaf Ahmad, “Economic Development in Islamic Development Revisited”, dalam
Development and Islam: Islamic Perspectives on Islamic Development, (New Delhi: Institute
of Objective Studies, 1998), hlm. 52
22
Umar Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqashid Al Shariah,
(Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2008), hlm. 5
134 Politik Ekonomi Islam...
24
Nanat Fatah Nasir, Etos Kerja Wirausahawan Muslim, (cet. I Bandung: Gunung Jati Press,
1999), hlm. 45.
136 Politik Ekonomi Islam...
25
Max Weber, Die Protestantische Ethik und der “Geist” des Kapitalismus. diterjemahkan oleh
Talcott Parson. 1959. The Protestant Ethic and the spirit of capitalism, , New York: Char Les
Scribner’s Son.(terjemahan Yusuf Priyasudiarja. 2002. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme.
Surabaya: Pustaka Promethea)
26
Durkheim menjelaskan bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan amalan yang bersepadu
yang berkaitan dengan benda-benda yang kudus, yaitu benda-benda yang diasingkan dan
dianggap mempunyai kuasa yang dapat menyatukan semua ahli masyarakat ke dalam suatu
komuniti moral atau gereja. Berasaskan definisi ini agama dianggap sebagai sesuatu yang
kolektif dan secara nyata adalah produk sosial yang bertujuan untuk mempersatukan ahli
masyarakat ke dalam suatu komuniti moral. Di dalam ajaran agama ada yang kudus (sacret)
dan ada yang profane. Kudus disucikan dan dianggap sebagai ekspresi simbolik dari realitas
sosial, kemudian memiliki suatu kualitas transendental, sedangkan profane adalah kebalikan
dari sakral yaitu sesuatu yang biasa saja. Emile Dukheim. The Elementary Forms of The
Religious Life. Terj. Joseph Ward Swain. London: George Allen & Unwin.hlm.47.
Geertz menyatakan bahwa agama adalah (1) sistem yang terdiri dari berbagai simbol yang
bertindak untuk (2) mewujudkan dalam diri manusia suatu perasaan dan ransangan yang
kuat, menyeluruh dan berkepanjangan melalui (3) pembentukan kesadaran terhadap
kewujudan satu bentuk aturan umum yang tertib dan terarur yang berkaitan dengan kehidupan,
serta (4) menyelubungi kesadaran tersebut dengan satu bentuk aura yang kelihatan betul-betul
berwibawa, (5) perasaan dan ransangan tersebut seolah-olah mempunyai kebenaran yang
sangat unik dan istimewa. Clifford Geertz. Interpretation of Cultures. New York: Basic
Books,1973. Inc., hlm.90.
Koentjaraningrat adalah seorang antropologis terkenal di Indonesia. Karya karyanyanya banyak
dijadikan rujukan. Koentjaraningrat dalam melihat agama menegaskan bahwa ada lima
komponen agama, antara lain: (1) emosi keagamaan; (2) sistem keyakinan; (3) sistem ritus dan
upacara; (4) peralatan ritus dan upacara; (5) umat agama. Koentjarningrat. Sejarah Teori
Antropologi I. Universitas Indonesia Press,1987, Jakarta.,hlm. 80.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 137
27
Tanpa disadari proses marginalisasi agama dengan tidak menyatakan dibuang, menimbulkan
krisis spiritualitas, Krisis ini ditandai dengan hilangnya pegangan hidup, makna yang terdalam
dan nilai yang mampu menjawab kegelisahan manusia menghadapi orientasi hidup yang
serba pragmatis menjadikan manusia tak pernah puas dengan segala yang dicapai, lihat
misalnya penjelasan Danah Zohar dan Ian Marshal “krisis Makna” dalam SQ: Kecerdasan
Spiritual, terj. Rahmani Astuti dkk, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007) hlm. 16-3. krisis ini
ditandai dengan cara pandang dan paradigma ‘manusia modern’ dalam mendefenisikan
hidup yang berorientasi pada pemenuhan materil. Akibat dari fenomena di atas, masyarakat
modern, yang sering digolongkan the post industrial society, suatu masyarakat yang telah
mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian rupa dengan perangkat teknologi yang
serba mekanis, bukannya semakin mendekati kebahagian hidup, melainkan sebaliknya, kian
dihinggapi rasa cemas justru akibat kemewahan hidup yang diraihnya. Mereka telah menjadi
pemuja ilmu dan teknologi, sehingga tanpa disadari integritas kemanusiaannya tereduksi, lalu
terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidak human.
138 Politik Ekonomi Islam...
33
Diambil dari bahan paparan Prof. Dr. Musa Asy’arie dalam seminar serial diskusi Kajian
Pragis di Provinsi DI Yogyakarta, 20 Septmber 2015
144 Politik Ekonomi Islam...
34
Salah satu kesimpulan dalam serial diskusi pusat Kajian Pragis Revolusi Mental ‘Peran Nilai-
Nilai Agama dan Tokoh Agama dalam Gerakan Revolusi Mental untuk Reoreintasi
Pembangungan Ekonomi, Jakarta, 26 Juni 2015
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 145
35
Sasono, Adin, Didin Hafdudin, A.M. Saefuddin, dkk. 1998. Solusi Islam atas Problematika
Umat (Ekonomi Pendidikan dan Dakwah). Jakarta: Gema Insani Press. h.30
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 147
36
Al Qardhawi, Yusuf. 1997. Norma Dan Etika Ekonomi Islam Jakarta: Gema Insani Press. h.3
37
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Pedagang terj. Dewi Nurjulianti, dkk (Jakarta: Yayasan
Swarna Bhumi, 1996), hlm. 10.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 149
atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih sedikit
dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensional.38
Pembangunan ekonomi merupakan taktik untuk meraih tujuan
dari sebuah bangsa. Tolak ukur untuk menilai keberhasilan
pembangunan ekonomi dapat diukur melalui beberapa aspek, yaitu
perkembangan ekonomi, pendapatan perkapita penduduk, persentase
pengangguran, kemiskinan, dan neraca pembayaran. Fakta yang ada
di lapangan menunjukkan adanya pencapaian yang belum maksimal,
dikarenakan belum sepenuhnya mengikut sertakan masyarakat.
Terjaidnya peningkatan kemiskinan dan pengangguran, memaksa
untuk dilakukan perumusan kembali terkait strategi pembangunan di
Indonesia. Hal itu dilakukan sebagai usaha untuk merangkul seluruh
lapisan masyarakat, dan tidak ada lagi masyarakat yang terbengkalai.
Para ekonom, sosiolog, maupun politikus, mulai gencar melakukan
penelitian terkait usaha mewujudkan pembangunan yang akan mampu
menghapuskan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Kegiatan
tersebut kemudian menarik perhatian para ulama dan ekonom muslim
untuk ikut serta dalam perumusan kembali terkait strategi
pembangunan yang tepat untuk Indonesia. Hal ini yang kemudian
menjadi daya tarik tersendiri. Para ulama dan ekonom muslim tersebut
memberikan pilihan baru yang sejalan dengan konsep ekonomi Islam
yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam yang mengharuskan
pengikutnya untuk bertindak secara professional yang diwujudkan
pada penerapan sikap rapi, benar, tertib, serta teratur.
Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam ekonomi Islam antara
lain: 1.) Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi
yang lebih tinggi, ada prinsip bahwa “kekayaan seharusnya tidak hanya
beredar di kalangan orang-orang kaya saja. “Prinsip ini menegaskan
bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses
yang sama terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
38
Istanto. 2013. Pengantar Ekonomi Syariah: Makalah Kebijakan Fiskal Dalam Islam Jakarta:
Pustaka Media Syariah. h.1
150 Politik Ekonomi Islam...
sudah mencapai angka di atas 23%, Arab Saudi di atas 50%, dan Uni
Emirat Arab mencapai 19,6% pada Juli 2017. Adapun beberapa penyebab
masih rendahnya pangsa pasar syariah di Indonesia adalah ekonomi
syariah sendiri yang masih belum dapat dipenuhi oleh perbankan
ataupun lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi, permasalahan utama
yang dihadapi ekonomi syariah di Indonesia saat ini adalah masih
rendahnya tingkat literasi keuangan syariah dan tingkat utilitas produk
keuangan syariah. Bukan hanya itu, masih terdapat berbagai keter-
batasan dalam ekonomi syariah di Indonesia saat ini, diantaranya
keterbatasan suplai produk syariah, keterbatasan akses akan produk
keuangan syariah, dan keterbatasan sumber daya manusia. Oleh karena
itu, optimalisasi koordinasi dengan para pemangku kepentingan, serta
kebijakan jasa keuangan yang selaras sangat diperlukan untuk dapat
saling mendukung perkembangan seluruh sektor keuangan syariah.
Berbicara mengenai ekonomi Islam, maka erat kaitannya dengan
keberadaan bank syariah sebagai representasi dengan ekonomi syariah.
Di Indonesia, keberadaan bank-bank yang berlabel syariah semakin
menjamur. Hal ini menjadi indikator bahwa adanya kemajuan pesat
ekonomi Islam di Indonesia.Kemajuan itu juga kemudian ditandai
dengan meluasnya cakupan bank-bank syariah di Indonesia. Dengan
kata lain, keberadaan bank syariah di Indonesia tidak hanya bertujuan
sebagai media pelaksana dan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang
ingin mempraktekkan dan menjadikan Islam sebagai landasan dalam
kegiatan muamalahnya. Keadaan tersebut kemudian menuntut
ekonomi Islam berkembang ke arah yang lebih maju. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya kontribusi ekonomi syariah yang dalam hal
ini diwakilkan oleh bank syariah dalam pembangunan makro. Berikut
ini akan dijelaskan lebih lanjut terkait arah politik ekonomi Islam di
Indonesia yang diwakilkan oleh keberadaan bank syariah di Indonesia.
Liputan6.com40 memuat bahwa: “ketua Umum Ikatan Dai
Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori Ismail berharap pemerintah mau
40
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3408656/berpenduduk-muslim-terbesar-ekonomi-
syariah-bisa-jadi-lokomotif-ekonomi-ri
152 Politik Ekonomi Islam...
- Mudharabah : a. Mutlaqah
- Mudharabah b. Muqayyadah
- Musyarakah
Sewa
- Ijarah
- Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
Musyarokah
1. Akad join venture, di mana bank dan nasabah sama-sama
memberikan modal (patungan) dalam usaha yang akan dijalankan.
2. Nisbah keuntungan disepakati di muka oleh kedua belah pihak,
termasuk penentuan revenue atau profit sharing.
3. Porsi nisbah boleh berbeda dengan porsi modal, asalkan disepakati
bersama.
4. Keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati.
5. Kerugian ditanggung sesuai porsi modal masing-masing.
6. Selaku partner bisnis, bank berhak ikut serta dalam pengaturan
manajemen.
Ijarah
1. Akad sewa-menyewa, di mana bank sebagai pemberi sewa (mu’jir)
dan nasabah sebagai penyewa (musta’jir).
2. Pada umumnya bank tidak memiliki barang, tapi menyewa dari pihak
lain dan kemudian menyewakannya lagi kepada nasabah dengan nilai
sewa yang lebih tinggi. Hal ini dibolehkan selama tidak ada kaitan
antara akad sewa pertama dengan akad kedua.
3. Sebagai mu’jir, bank bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang
disewa.
Ijarah Muntahiyah Bittamlik
1. Akad sewa-menyewa, di mana penyewa (musta’jir) diberikan opsi
untuk memiliki obyek yang disewanya (Financial Lease).
2. Dimungkinkan apabila bank memiliki obyek yang disewakan.
3. Ijarah Muntahiyyah Bittamlik pada dasarnya terdiri dari dua akad,
yaitu akad sewa dan janji (opsi) pemilikan.
4. Peralihan kepemilikan tidak bisa dilakukan apabila akad sewa belum
berakhir.
160 Politik Ekonomi Islam...
3. Pertukaran barang dengan nilai atau harga yang sama, tetapi berbeda
jenis dan kuantitas nya yang dilaksanakan dengan system kredit,
tetapi bila dilakukan dari tangan ke tangan dan secara tunai maka
bukan termasuk riba.
Bank syariah sangat identik dengan penolakan terhadap bunga
yang dipercaya mengandung unsur riba. Dengan demikian, di dalam
sistem bank syariah dikenal sistem bagi hasil. Berikut ini merupakan
perbedaan sistem bunga dan bagi hasil:
a. Bunga
1. Penetuan bunga dibuat ketika akad
2. Persentasi didasarkan pada modal yang dipinjamkan
3. Bunga dibayarkan secara tetap
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
5. Eksistensi bunga diragukan
b. Bagi hasil
1. Bagi hasil di awal akad dengan berpatokan kepada adanya
kemungkinan untung dan rugi
2. Pembagian hasil didasarkan pada keuntungan yang diperoleh
3. Bagi hasil difokuskan pada untung yang didapat
4. Adanya peningkatan bagi hasil sesuai dengan peningkatan usaha
5. Tidak adanya keraguan
c. Jasa-Jasa Keuangan Islam
1. Banking, currently offers almost all products as conventional one
does.
2. Bahkan, beberapa produk sangat populer, misalnya mortgages
3. Some of products are still beng developed, e.g. credit card
162 Politik Ekonomi Islam...
d. Investasi Equity
1. Islamic stock market
2. Islamic Market Indexs:
a. Dow Jones Islamic Indexes
b. FTSE Global Islamic Index Series
c. Jakarta Islamic Market Index
3. Islamic bond
4. Islamic Mutual Fund
Abdullah Saeed menyatakan bahwa setidaknya ada 3 faktor
utama yang mengantarkan munculnya bank Islam, yaitu: (1.)
Munculnya kelompok neo-revivalis yang menyatakan bahwa bunga
bank adalah riba, (2.) Melimpahnya minyak di Negara-negara Teluk
yang berimplikasi pada peningkatan kemakmuran negara-negara
disekitarnya, dan (3.) Adanya adaptasi yang dilakukan oleh beberapa
Negara terhadap konsep tradisional riba.43 Munculnya ide pendirian
lembaga keuangan syariah berimplikasi pada munculnya dua model
sistem keuangan negara, yaitu negara yang sepenuhnya menerapakan
sistem keuangan Islam didalam sistem keuangannya seperti Iran,
Pakistan dan Sudan, dan negara yang menganut sistem keuangan ganda
yaitu sistem konvensional dan Islam. Model ini diterapkan di sebagian
besar negara saat ini, termasuk Indonesia.44
Secara umum dinamika perkembangan industri keuangan
syariah di dunia dapat digambarkan sebagai berikut:45
43
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest: A Study of Prohibition of Riba and Its
Contemporary Interpretation (Boston: Brill, 1999), hlm. 8.
44
Penjelasan lengkap mengenai sistem keuangan di berbagai negara Islam, lihat, Ausaf Ahmad,
Instruments and Regulation and Control of Islamic Banks by The Central Banks (Jeddah:
Islamic Development Bank, 2000), hlm. 32-35.
45
Penjelasan lengkap mengenai perkembangan industri keuangan syariah, lihat. Ibrahim Warde,
Islamic Finance in The Global Economy (Edinburg: Edinburg University Press, 2000), hlm. 73.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 163
perbendaharaan (umum atau negara).Sementara bayt al-tamwil berasal dari kata bayt artinya
rumah, dan al-tamwil merupakan bentuk masdar yang artinya pengumpulan harta.Jadi bayt
al-tamwil dapat diartikan sebagai rumah pengumpulan harta atau dapat diidentikkan dengan
bank pada zaman modern ini. Dalam konteks Indonesia, BMT memiliki makna yang khas,
yaitu lembaga keuangan mikro Syariah untuk membantu usaha ekonomi rakyat kecil, yang
beranggotakan perorangan atau badan hukum, yang dijalankan berdasarkan prinsip Syariah
dan prinsip koperasi. Pada akhir 2010, jumlah BMT di Indonesia mencapai 4000an
buah.Ibid.,hlm. 114.
50
Nur Kholis, Potret Politik Ekonomi Syariah..., hlm. 3
170 Politik Ekonomi Islam...
51
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan: Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 132-137.
52
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah (Yogyakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 16.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 171
54
Nurkholis, Potret Politik Ekonomi Syariah..., hlm. 5.
55
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 84
174 Politik Ekonomi Islam...
56
Ensiklopedi Hukum Islam dimuat dalam Jurnal Mimbar Hukum No. 47 Th.XI Al-Hikmah &
DITBINBAPERA Islam, Jakarta, hlm.84.
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 175
58
https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/GNGM3Xjk-moeldoko-indonesia-harus-jadi-
penggerak-ekonomi-syariah
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 179
59
http://m.mediaindonesia.com/read/detail/151432—ekonomi-syariah-harus-jadi-pilihan-realistis
180 Politik Ekonomi Islam...
60
http://globalmulia.ac.id/berita-perkembangan-ekonomi-syariah-dan-peran-sertanya-dalam-
pembangunan-indonesia.html
182 Politik Ekonomi Islam...
‘63 http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40767439
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 185
strategis (renstra) untuk jangka waktu lima tahun. Renstra yang dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat tersebut memuat penjabaran secara
rinci mengenai bagaimana dana haji akan dikelola pada periode
tersebut, termasuk kebijakan mengenai berapa besar dana haji yang
diinvestasikan melalui sejumlah instrumen investasi. Prinsip
pelaksanaan renstra adalah untuk sebesar-besarnya kepentingan
jemaah haji, antara lain, dalam bentuk peningkatan kualitas
penyelenggaraan ibadah haji, efisiensi biaya dan subsidi dana haji, serta
kemaslahatan umat Islam. “Anggota badan pelaksana dan anggota
dewan pengawas BPKH bertanggung jawab atas penempatan dan/atau
investasi keuangan haji secara keseluruhan, termasuk pemilihan
instrumen investasi yang dianggap memberi imbal hasil yang besar,
juga potensi risiko yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian
dalam pengelolaan.64
Jika dibandingkan dengan Malaysia dalam pengelolaan dana haji,
Malaysia sudah mendirikan Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM)
sejak 1963. Laporan Tahunan LTHM 2015 mencatat aset bersih sebesar
59,5 miliar ringgit atau sekitar Rp 180 triliun. sedangkan hasil keuntungan
investasi mencapai Rp 8 triliun setiap tahunnya. LTHM berinvestasi
dengan pembagian 50 persen untuk investasi saham, 20 persen untuk
real estat, 20 persen untuk investasi pendapatan tetap (deposito atau
reksa dana), dan 10 persen instrumen pasar uang (obligasi). Selain
meringankan biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana tabungan haji
tersebut juga menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan melalui
investasi di sektor strategis seperti properti, usaha perkebunan,
konsesi, dan pembangunan infrastruktur.
Walaupun demikian dana haji yang dikeluarkan untuk pem-
bangunan mendapatkan respon dari berbagai kalangan, pro dan kontra
hadir didalamnya atas kebijakan yang dilakukan dalam mengelola dana
haji untuk membangun infrastruktur. Seperti apa yang dilangsir dari
64
https://www.bappenas.go.id/files/9815/1131/6812/Siaran_Pers__Manfaat_Investasi_
Dana_Haji_untuk_Umat.pdf
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 187
65
https://tirto.id/kontroversi-investasi-dana-haji-faedah-atau-salah-kaprah-ctGn
188 Politik Ekonomi Islam...
Zakat adalah salah rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh semua
muslim. Zakat dalam pelaksanaannya harus ditetapkan dan diatur oleh
agama dan negara. Prinsip zakat meliputi dasar-dasar yang sangat luas
yakni zakat adalah kewajiban untuk melaksanakan tugas ekonomi
dalam hal ini agar menghindarkan penumpukan kekayaan pada
sekelompok kecil orang kaya, dalam segi sosial zakat memungkinkan
pelaksanaan tanggung jawab orang-orang kaya untuk membantu para
mustahik dan dapat memenuhi kebutuhan mereka, serta tanggung
jawab moral yang menyebabkan zakat dapat mensucikan harta yang
dimiliki agar hartanya diridhai oleh Allah SWT.
Zakat dan pajak merupakan dua instrumen fiskal yang dapat
diterapkan oleh pemerintah sebagai upaya pendanaan pembangunan
negara, terlepas dari khilafiyah pendapat ada yang diantara para ulama
dan ekonom muslim. Zakat sebagai pengurang pajak penghasilan dapat
berpengaruh terhadap makro ekonomi, antara lain berpengaruh
terhadap tingkat konsumsi agregat dari masyarakat, tingkat tabungan,
dan tingkat investasi. Selain itu zakat akan lebih optimal jika mampu
sebagai pengurang pajak penghasilan dan bukan sekedar pengurang
penghasilan kena pajak, berdasarkan simulasi perhitungan yang
dilakukan memperlihatkan bahwa zakat sebagai pengurang pajak
penghasilan mampu memberikan pengaruh yang lebih luas di dalam
perekonomian dibandingkan dengan hanya sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.67
Zakat dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk modal bagi usaha
kecil. Dengan demikian, zakat memiliki pengaruh yang sangat besar
dalam berbagai hal kehidupan umat, di antaranya adalah pengaruh
dalam bidang ekonomi. Pengaruh zakat yang lainnya adalah terjadinya
pembagian pendapatan secara adil kepada masyarakat Islam. Dengan
kata lain, pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat
ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu
67
M, Nur Riyanto/ Optimalisasi Peran Zakat dalam Memberdayakan Perekonomian Umat
Islam / Jurnal Ulul Albab Vol.14 No.1 Juni 2013 h.14
192 Politik Ekonomi Islam...
68
Muhammad dan Ridwan Mas ud.2005. Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat. (Yogyakarta: UII Press),
69
Yoghi, Citra Pratama/ Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan/ The Journal of
Tauhidinomics Vol. 1 No. 1 2015 h.103
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 193
70
https://indopos.co.id/read/2018/04/25/136012/pertumbuhan-zakat-melebihi-pertumbuhan-
ekonomi-nasional
194 Politik Ekonomi Islam...
71
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/03/26/nltelb-zakat-dan-
wakaf-bisa-menjadi-penyelamat-ekonomi-indonesia
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 195
72
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/24/203000926/pemerintah-dorong-reformasi-
zakat-
196 Politik Ekonomi Islam...
75
http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/2017/doc/INS-Zakat-Indonesian.pdf
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 199
K
ajian ini mencoba menggali terkait keikutsertaan dan peran
dari nilai-nilai agama dan tokoh agama dalam proses
pembangunan bangsa, secara eksplisit di dalam bidang
pembangunan ekonomi. Adanya keikutsertaan dan peran besar nilai-
nilai agama dan tokoh agama dalam pembangunan bangsa dilakukan
beriringan dengan adanya inisiatif dari pemerinatah yang menjadikan
revolusi mental sebagai gerakan perubahan dalam berbagai aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut tercermin dari
adanya kaitan antara nilai-nilai esensial revolusi mental yang telah
diwujudkan dalam tiga nilai dasar fundamental, yaitu integritas, etos
kerja, dan gotong royong, dengan nilai-nilai agama yang mendukung
terjadinya reorientasi pembangunan ekonomi.
Adanya keikutsertaan nilai-nilai agama dan peran tokoh agama
dalam proses menuju reorientasi pembangunan ekonomi yang
berkeadilan, berkepihakan terhadap kelompok-kelompok lemah, dan
berupaya menjadikan masyarakat lebih mandiri secara ekonomi,
berjalan seiringan dengan adanya gerakan revolusi mental yang
diagendakan sebagai perubahan.
Penyampaian nilai-nilai agama yang mendukung semangat
pembangunan kepada masyarakat, disampaikan melaui tokoh-tokoh
agama. Dalam hal inilah peran tokoh-tokoh agama sebagai penyampai
nilai-nilai agama yang mendukung semangat pembangunan yang telah
202 Politik Ekonomi Islam...
Buku
Amin Abdullah dkk.,Mencari Islam: Studi Islam dengan Berbagai
Pendekatan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, cet. I,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Adam Malik, Mengabdi Republik cetakan ke-2 angkatan 45, Jakarta:
Gunung Agung, 1984
Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu
Analisis Karya Marx, Durkheim, dan Max Weber, terj.
Soeheba Kramadibrata, Jakarta: UI Press, 2009
Anthony Giddens, Teori Strukturasi: Dasar-Dasar Pembentukan
Struktur Sosial Masyarakat, terj. Maufur dan Daryatno,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Arief Budiman, “Kemiskinan, Pemiskinan, dan Peran Agama: Sebuah
Peta Pemikiran” dalam JB. Banawiratma, SJ., dkk. (ed.),
Iman, Ekonomi, dan Ekologi: Refleksi lintas Ilmu danLintas
Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1996
Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, Jakarta: Kompas Media
Nusantara, 2010
206 Politik Ekonomi Islam...
D
Dawam Raharjo 39
demokrasi
A 11, 15, 17, 33, 38, 45,
74, 87, 109, 116
Agama Departemen Agama 109
2, 6, 18, 19, 22, 25, 28, 29,
32, 33, 34, E
35, 36, 37, 38, 52, 53, 56,
Ekonomi
64, 65, 66, 67, 99,
11, 13, 18, 25, 36, 39, 43,
106, 109,
45, 47, 62,
111, 113, 133, 143,
66, 69, 87, 88, 95,
144, 147, 150, 158, 161,
99, 105, 111, 113, 114, 115,
162, 163, 164,
117, 128, 130, 133, 136, 139,
165, 166, 167, 168,
140, 141, 155
169, 170
ekonomi
agama 99, 100
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10,
Agamawan 105
11, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21
agamawan 1, 57
Emile Durkheim 13, 165
agensi
Etos Kerja
23, 108, 109, 112, 113, 158
22, 162, 165, 166, 167, 169
agent of change 68
Etos kerja 3, 110
Al-Quran 2
etos Kerja 110
al-Quran 128
etos kerja
Amin Abdullah 32, 33, 34, 161
1, 2, 4, 6, 11, 17, 21, 22,
antar umat beragama 52, 53
23, 24, 25, 27, 37, 41, 47,
APBN
58,
43, 132, 144, 146, 152, 153
67, 68, 84, 88, 105, 110,
B 113, 157
Bahasa 94 F
bahasa 5, 25, 68, 85, 94
Francis Fukuyama 40, 163
Budaya 87, 164, 170
Budha 53, 73
218 Politik Ekonomi Islam...
G L
gerakan sosial 26, 28 legislatif 129
Giddens 29, 30, 32, 108
M
H
masjid 25
Haidar Nasir 109 Masyarakat
Hindu 3, 27 26, 65, 66, 91, 92, 99, 122,
hindu 27 139, 162, 163, 164, 167,
169, 170
I masyarakat 1, 4, 7, 9, 11, 13,
14, 15,
Ideologi 94, 167
18, 21, 23, 25, 26, 27, 28,
ideologi 21, 28, 45, 53, 54, 55,
30,
56, 70, 107
32, 33, 34, 36, 37, 40, 41,
Integritas 17
42, 43, 47, 48, 49, 51, 52, 53,
integritas 113, 157
54, 55, 57, 58, 59, 60, 61, 63, 64,
Interpretasi 164
65, 67, 68, 69, 70, 71, 72,
interpretasi 6, 102, 103, 106, 108
73, 74, 75, 76, 77, 78,
K 79, 80,
81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89,
Kapitalisme 90, 92, 93, 94, 96, 98, 99,
2, 67, 100, 105, 161, 162, 165 100,
kapitalisme 102, 103, 104, 105, 106,
2, 19, 22, 45, 61, 100, 106, 115, 141 107, 108, 109, 110, 111,
Kebudayaan 112, 114,
38, 110, 164, 165, 167, 169 116, 117, 118, 119, 120,
kebudayaan 122, 129, 130, 133, 138,
14, 38, 39, 44, 47, 49, 140, 141,
82, 87, 99, 104, 110 142, 146, 148, 149,
kekerasan 33 150, 151, 152, 153,
Kekuasaan 12 154, 155,
kekuasaan 158, 159, 166, 170
10, 12, 28, 29, 30, 39, mayoritas
74, 80, 86, 94 38, 53, 54, 61, 65, 70,
khilafiyah 107 86, 117, 139, 153
komunikasi 92 Media 138, 139, 161, 162, 163,
konflik 14, 40, 42, 52, 53, 55 165, 168
Kristen 2 media 11, 25, 30, 110
kristen 64 media massa 11
media sosial 11
MENTALITAS 51
Dr. Muhammad Ramadhan, M.A 219
S U
Sistem sosial 40 UUD 1945 17, 50, 53, 104
sistem sosial 14, 29, 59, 67
Soedjatmoko W
16, 17, 47, 85, 87, 94, 167 Weber 2, 19, 20, 21, 22, 27, 37,
Soekarno 10, 44, 45, 163, 167 64, 67, 99, 100, 105, 161, 165
Sosiologi 34, 56, 162, 163, 164,
166, 167, 168, 169 Z
sosiologi
9, 13, 18, 28, 30, 34, 35, Zakat 149
62, 67, 88, 92 zakat
Sosiologi Ekonomi 162 116, 133, 141, 142, 148, 149
sosiologi ekonomi 92
Syariah 119, 121, 122, 128, 130,
132, 133, 134, 136, 137, 139,
140, 143, 152
syariah 115, 117, 118, 119, 120,
122, 123, 126, 127, 128,
129,
130, 131, 132, 133, 134, 136, 137,
138, 139,
140, 141, 143, 144,
146, 147, 148, 151, 152, 155
T
Taufik Abdullah 21, 167
The Protestant Ethic of Capitalism
19
Tokoh Agama
28, 32, 36, 66, 111, 113, 170
Tokoh agama
29, 30, 31, 68, 108, 158
tokoh Agama 37
tokoh agama 5, 6, 7, 18, 28, 30,
31, 32, 36, 66, 67, 68, 69,
102, 106, 107, 108, 109,
110,
111, 112, 113, 114, 157, 158, 159
Transformasi 25, 26, 28, 48
transformasi
6, 25, 26, 28, 30, 48, 74
TENTANG PENULIS