Anda di halaman 1dari 140

I I

Volume 02 Nomor 1 Desember 2014 I ISSN: 2339-2568

Jurnal Sejarah dan Nilai Budaya

JEJAK
NUSANTARA
JEJAK
NUSANTARA Jurnal Sejarah dan Nilai Budaya - - - - - -

Penerbit
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya,
Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Pembina
Kacung Marijan
Direktur Jenderal Kebudayaan

Pengarah
Endjat Djaenuderadjat
Direktur Sejarah dan Nilai Budaya

Penanggung Jawab
Sainih

Dewan Redaksi
Sainih, Triana Wulandari, Amurwani Dwi Lestariningsih,
Edy Suwardi, Sudiono

Editor
Kasijanto Sastrodinomo

Redaktur
Herliswanny, Shalfiyanti, Lindia Chaerosti,
Dian Andika Winda, Ratih Widdyastuti

Tata Letak dan Desain


MuktiAli

Sekretariat
Euis Yulianigsih

Sirkulasi dan Distribusi


Samino, Ganda Nainggolan

Alamat Redaksi
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Gedung E Lantai 9,
Kompleks Kemdikbud
Jl. Jend Sudirman, Senayan.Jakarta
Telp./Fax (021 )5725044

Jejak Nusantara adalah media publikasi kajian ilmiah sejarah dan nilai budaya
yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Merupakan media penyebarluasaan informasi tentang pengetahuan, wacana, hasil
penelitian, dan berbagai isu seputar sejarah dan nilai budaya di Indonesia sebagai
upaya mencerdaskan bangsa dan mendorong peningkatan pemahaman serta apresiasi
sejarah dan nilai budaya bangsa Indonesia dalam keragaman budaya
dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
t~_J_E_JA_K_N~U_SA_N_T~A_RA~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Volume 02 Nomor 1 Desember 2014
Jumal Sejarah dan Nilai Budaya

Editorial

ejak Nusantara adalah sebuah jumal ilmiah yang diterbitkan oleh

J Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan,


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan . Jumal ini berisi tulisan-
tulisan ilmiah yang merupakan buah pemikiran maupun basil penelitian
dari para pakar maupun praktisi yang berkelut di bidang kesejarahan dan
nilai budaya. Maksud dari penerbitan jumal ini adalah mendorong semangat
para peneliti/penulis/peminat/pemerhati sejarah dan budaya untuk terus
menorehkan karyanya dalam bentuk tulisan yang diterbitkan. Sehingga
pada akhimya, tujuan utama dari penerbitan jumal ini , yaitu membangun
kesadaran masyarakat akan arti pentingnya sejarah dan budaya bangsanya
melalui tulisan-tulisan ilmiah, yang disajikan dalam jumal Jejak Nusantara
,bisa terwujud.
Jejak Nusantara pada nomor satu ini mengusung tema "Budaya Demokrasi
dan Demokrasi yang Berbudaya" . Pemilihan tema ini didasarkan atas suatu
peristiwa bersejarah yang terjadi di tahun 2014, di mana Indonesia memasuki
sebuah fase pendewasaan dalam berdemokrasi yang dicerminkan melalui
pesta demokrasi yang dirayakan oleh seluruh bangsa Indonesia.
Berdasarkan asal katanya, budaya demokrasi mempunyai pengertian
kemampuan manusia yang berupa sikap dan aktivitas yang mencerminkan
nilai-nilai demokrasi seperti menghargai perbedaan, dan kebebasan yang
bertanggung jawab. Budaya demokrasi juga dapat diartikan penerapan nilai-
nilai yang terkandung dalam prinsip demokrasi itu sendiri . Dengan demikian,
tercerminlah prinsip-prinsip demokrasi dalam budaya demokrasi. Perilaku
budaya demokrasi yang dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bemegara akan menghasilkan demokrasi yang berbudaya
dan beradab. Kondisi demikian sangat kondusif bagi terciptanya kehidupan
berbangsa yang harmonis, sehingga mampu memperkokoh rasa persatuan dan
kesatuan bangsa untuk mencapai rujuan bersama yakni Indonesia yang maju
dan sejahtera.
Terbitan kali ini berupaya untuk menggali tema tersebut lebih dalam lagi
dan memaparkannya dengan runut agar pembaca bisa memperoleh gambaran
optimal mengenai budaya demokrasi yang ada di Indonesia. Dimulai
dari penjelasan secara global mengenai demokrasi, dilanjutkan dengan
pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep demokrasi, lalu disusul
dengan berbagai studi kasus yang tersebar di beberaoa wilayah di Indonesia,
Semoga apa yang disajikan dalam edisi pertama Jejak Nusantara mampu
memberikan wawasan baru maupun memperkaya pengetahuan yang sudah
ada. Sehingga pembaca dapat lebih memahami demokrasi dari berbagai sudut
pandang dan memperoleh inspirasi yang mencerahkan untuk membudayakan
demokrasi yang berbudaya di tanah air yang kita cintai ini.

Endjat Djaenuderadjat
Direktur Sejarah dan Nilai Budaya

3
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember2014 I

Daftar Isi
Editorial 3

Daftar Isi 4

Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi


Yudi Latif .................................................................................................................... 6

Budaya Demokrasi, Demokrasi Budaya, dan Demokrasi Berbudaya


Sem Touwe . .. .. .... .. .... .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .... .. .... .... .. .. .. .. .. .. ..... .. ..... .. .. .. . 32

"Saniri" Wadah Demokrasi Lokal di Seram Barat


Pertumbuhan, Transisi dan Tantangannya
Sem Touwe ................................................................................................................. 48

Sistem "Bubuhan" dan Perilaku Pemilih dalam Pesta Demokrasi


di Kalimantan Selatan
Hendraswati .... .. .. ............. ... ........... ..... ........................... .. ............. ............................ 62

Demokratisasi dan Gerakan Sosial-Budaya


Pengalaman Sumatera Barat pada Era Reforrnasi
Gusti As nan .. .. .. .. .. .. .. .. ...... .. .. .. .. .. .. ..... .. .. .. .. .... .. .... ..... .. ........ ..... ... .. .. .. .. .. .. .. ...... .... .. .. .. . 71

Menambah Kuasa Menyempitkan Wilayah


Persaingan Elite Lama versus Elite Baru di Sulawesi Tengah
Haliadi, Nordin Hussen & Ahmad Ali Bin Seman .. ............ ....... .. ......... .. ................... 82

Nilai-Nilai yang Pudar


Demokrasi Desa dalam Perubahan
Sug ih Biantoro ........................................................................................................... 98

Demokrasi dalam Pendidikan Sejarah Kurikulum 2013


Abdul Sy ukur .............................................................................................................. 110

Ketika Arsip Menjadi Novum


Kontribusi Ilmu Sejarah dalam Penyelesaian Kasus Litigasi di Indonesia
Harto Juwono .. .. .... .... .. .. . .. .. .. ... .... .. .. .. ..... ...... .......... .. .. .. .... .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. ... ..... .... . 120

Resensi Buku : Wajah Islam dalam Demokrasi Indonesia


Irawan Santoso Surya Basuki .......... .. .. .. .. .. .. .. ................... .. ....................................... 133

4
Jurnal Sejarah dan Nilai Budaya

Budaya Demokrasi
dan Demokrasi
yang Berbudaya

5
JEJAK NUSANTARA

Demokrasi Berkebudayaan
dan Budaya Berdemokrasi

Yudi Latif
Direktur, Reform Institute Jakarta

Abstract
Reformation era has rolled for fifteen years and during that time various steps to democratize the
institutions and procedures ofIndonesian politics have been conducted with a number ofreal transformation.
However, the idea of deliberative democracy (demokrasi permusyawaratan) based on the principles of
Pancasila is still far beyond expectations. This situation should be corrected. Deepening and extensioning
democracy need to be done to establish a healthy democracy with cultural ideals. The biggest challenges
to establish such democracy is to develop a cultured democracy and developing conducive cultural values
to the development of democracy. Learning from the experience of Indonesian history and the successful
examples of other countries, this paper tries to review how these biggest challenges should be responded

Keywords: cultured democracy, cultural values of democracy, deliberation, consensus

Demokrasi dengan suara terbanyak tidak mengandung cita-cita kebudayaan.


Dalam demokrasi seperti itu, suara mayoritas yang menetukan apa yang benar, bukan ketentuan kebaikan dan
keadilan
(Sutatmo Suryokusumo)

Kebudayaan Indonesia terancam oleh individualisme, egoisme dan materialisme Baral. Tanpa menumbuhkan nilai-
nilai kebudayaan, niscayalah kita hanya akan mendapat pergerakan borjuis, yang hanya akan memberi kenikmatan
borjuis,
yakni orang-orang kaum atasan dan pertengahan,
sedangkan rakyat akan terns hidup sengsara
(Ki Hadjar Dewantoro)

Bagi orang Indonesia, kebahagiaan sosial merupakan pencapaian harmoni


antara individu dan kelompok, antara kelompok dan kosmos. Seluruh kehidupan kita tersusun dari perjuangan
terus-menerus menuju tujuan akhir ini hingga kita dapat benar-benar mencapai keseimbangan sosial yang sempuma
(Soepomo)

Demokrasi yang hams kita jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jika
tidak bisa berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan dari
rakyat itu
(Soekarno)

Jadinya, kita tiada membuang apa yang baik pada asas-asas lama, tidak mengganti demokrasi asli Indonesia dengan
barang impor. Demokrasi asli itu kita hidupkan kembali, akan tetapi tidak pada tempat yang kuno, melainkan pada
tingkat yang lebih tinggi, menurut kehendak pergaulan hidup sekarang
(Mohammad Hatta)

6
Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31

erkembangan demokrasi Indone- terpenuhinya prasyarat konsesus elite( elite

P sia ibarat berlari di atas landasan


yang goyah. Perubahan demi
perubahan terus terjadi di atas
patahan lempengan konstitusional yang
belum mencapai titik keseimbangan. Poli-
settlement) .Konsensus elite ini melibatkan
pengambil keputusan tingkat tinggi ,
pemimpin organisasi, politisi, petinggi
pemerintah, kaum intelektual, pebisnis,
dan pembentuk opini . Keyakinan mereka
tik sebagai teknik mengalami kemajuan, pada demokrasi membuat demokrasi
tetapi politik sebagai etik dan estetik me- berjalan.
ngalami kemunduran. Perkembangan de- Konsensus elite merupakan faktor kritis
mokrasi sebagai prosedur mengalami pe- yang memberi andil besar pada kegagalan
rubahan cepat dan masif, tapi demokrasi eksperimen demokrasi Indonesia
sebagai substansi seakan jalan ditempat. pada masa lalu. Namun, gelombang
Politik sebagai dimensi manusia demokratisasi pada era reformasi ini
secara keseluruhan memerlukan tautan menunjukkan perkembangan positif dalam
harmonis antara individu dan masyarakat, kemauan yang lebih luas di kalangan elite
atau mikro-kosmos dan makro-kosmos. politik untuk mencapai konsensus. Dengan
Untuk mempertautkan itu, jembatan resistensi yang minimal, para elite setuju
penghubungnya adalah etika dan estetika. melakukan amandemen atas konstitusi.
Etika dan estetika membantu manusia Dengan persetujuan serupa, masih perlu
untuk menentukan pilihan yang tepat usaha lanjutan agar basil amandemen
dalam perkembangan abadi menuju lebih mendekati kesempurnaan, bukan
kebaikan, kebenaran, keadilan, dan makin menjauh dari kesempurnaan.
keindahan dalam kehidupan bersama. Seturut dengan itu, ada kesepakatan para
Oleh karena itu, politik yang baik dengan pemegang senjata dengan para elite negeri
sendirinya harus merupakan politik yang untuk tidak menghalangi atau membatasi
berkebudayaan. proses demokratisasi. Walaupun masih
Setelah lima belas tahun gerakan memiliki modal politik dan posisi tawar
reformasi digulirkan, pelbagai langkah yang tinggi, militer sebagai salah satu
untuk mendemokratisasikan institusi dan aktor terpenting dalam jagat perpolitikan
prosedur politik Indonesia telah dilakukan Indonesia rela meninggalkan gelanggang
dengan sejumlah transformasi yang nyata, politik praktis, tundukpada otoritas sipil.
seperti pemerintahan terpilih, pemilu yang Bersamaan dengan itu, ruang
relatif bebas dan berkala meski di sana- partisipasi dalam kekuasaan diperluas
sini masih ada masalah asas fairn ess , secara horisontal dan vertikal lewat
kebebasan berkumpul dan berekspresi, proses distribusi dan desentralisasi
keluasan akses informasi, desentralisasi kekuasaan politik sebagai upaya menjaga
dan otonominasi, pemilihan presiden dan kesatuan negara. ldealnya, proses ini
pemilihan kepala daerah secara lebih mengantarkan Indonesia pada partisipasi
kompetitif. politik masif dan terbesar dalam sejarah
Bersamaan dengan itu, patut dicatat Indonesia ataupun dunia. Konsensus oleh
ada perubahan mendasar berdimensikan bangsa ini mengenai bentuk distribusi
struktural dan kultural. Pertama, kekuasaan merupakan terobosan
stabilitas demokrasi dimungkinkan oleh demokratisasi melalui pendobrakan

7
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor 11 Desember 2014 I

institusi prareformasi. Meskipun harus Dengan segala perkembangan awal


segera diberi catatan bahwa kisruh yang menjanjikan itu, bisa dipahami jika
yang terjadi dalam pemilihan kepala banyak kalangan yang menilai bahwa
daerah di beberapa tempat menyiratkan perkembangan demokrasi di Indonesia
masih lemahnya daya konsensus elite sudah berada di jalan yang benar, bahkan
yang antara lain disebabkan oleh masih ada yang menyebutnya telah menjadi the
lemahnya tingkat erudisi dan budaya only game in town, dengan memosisikan
politik demokratik, selain segi-segi yang Indonesia sebagai negara demokrasi
menyangkut kesenjangan sosial, serta ketiga terbesar di dunia setelah India dan
kelemahan pranata hukum dan institusi Amerika Serikat. 1
demokrasi. Meski terdapat sejumlah capaian
Perkembangan ini diikuti pula oleh positif, harus tetap diwaspadai bahwa
pencapaian kesepakatan diantara elite semua perkembangan 101 hanyalah
individu ataupun kolektifuntuk loyal pada tahap awal dari proses panjang menuju
institusi dan praktik demokrasi. Apapun konsolidasi demokrasi dan kemajuan
latar belakang ideologis dan kepentingan bangsa. Tahap konsolidasi menghendaki
mereka, ada semacam kesepahaman perhatian pada segi-segi substantif.
bahwa institusi dan praktik demokrasi Karena di benak kebanyakan rakyat
membantu tercapainya kemaslahatan yang telah lama mengalami penindasan,
umum. Tanpa komitmen dan kepercayaan ketidakadilan dan kemiskinan, demokrasi
pada demokrasi para elite politik, melambangkan lebih dari sekadar
demokrasi hanya akan tinggal wacana. penghapusan institusi politik yang represif
Kesetiaan pada praktik dan institusi dan penggantian pemimpin yang otoriter.
demokrasi dengan mengabaikan latar Demokrasi menjanjikan kesempatan
belakang ideologis dan identitas ini dan sumberdaya bagi perbaikan kualitas
mengantarkan proses moderasi pemikiran hidup serta bagi kehidupan sosial yang
dan ideologi antarkutub yang ekstrem. lebih adil dan manusiawi .Oleh karena
Elite politik yang berseberangan pun pada itu, konsolidasi demokratisasi harus
akhimya dipaksa oleh keniscayaan sejarah menjamin terwujudnya esensi demokrasi
dan kekuatan demokratis untuk melakukan yakni pemberdayaan rakyat dan
pendekatan dan negosiasi yang kemudian pertanggungj awaban sistemik.
memoderasi ekstrimitas ideologis, yang Dal am kerangka pencapaian
dapat mereduksi potensi konflik. demokrasi yang lebih substantif,
Selain itu, Orde Reformasi juga berbagai capaian prosedural itu bisa
berhasil menghadirkan sejumlah institusi dipertanyakan, setidaknya dengan
baru yang relatifberhasil menjadi tumpuan menggunakan perspektif Thomas
kepercayaan publik pada institusi negara, Carothers, wakil presiden Carnegie
seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Endowment for International Peace, di
Pemberantasan Korupsi. Meski misi besar Washington, Amerika Serikat. Carothers
reformasi untuk memberantas korupsi menggambarkan bahwa sejumlah negara
masih jauh dari tuntas, kehadiran institusi 1
Antara lain pem ah disampaikan Presiden Federal Jerman,
ini masih mendapat dukungan publik. Christian Wulff dalam kuliah umum di Auditorium Terapung
Perpustakaan Uni versitas Indonesia, Depok, I Desember 20 11.
Lihat http ://www. tempo.co/read/news/20 11 /12/02/173369489/
I ndonesia-N egara-Demokrasi-Terbesar-Ketiga-Dunia.

8
Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31

yang awalnya tampak menuju konsolidasi feodalistis; pemerintahan demokratis


demokrasi kini justru berbalik arah tidak diikuti oleh meritokrasi, yakni
menuju cengkeraman otoritarianisme baru pemerintahan orang-orang berprestasi,
atau setidaknya memasuki politik zona malahan sebaliknya, cenderung diikuti
abu-abu (grey zone). Menurut Carothers, mediokrasi yaitu pemerintahan orang
di satu s1s1, negara-negara tersebut sedang-sedang saja.
memiliki ciri kehidupan politik yang Pada tingkat institusional, desain
demokratis, seperti adanya ruang politik, institusi demokrasi terlalu menekankan
meski terbatas, untuk partai-partai politik pada kekuatan alokatif (sumber dana),
oposisi dan masyarakat sipil yang otonom, ketimbang kekuatan otoritatif (kapasitas
serta pemilihan umum yang teratur dan manusia); politik padat modal membuat
konstitusi yang demokratis. Bersamaan biaya kekuasaan tinggi, mengakibatkan
dengan itu, mereka juga mengalami defisit high cost economy; korupsi merebak;
demokrasi yang parah dengan karakter demokrasi yang ingin memperkuat
antara lain representasi politik yang daulat rakyat justru memperkuat
buruk, partisipasi politik yang rendah di segelintir orang; demokrasi yang ingin
luar memilih dalam pemilihan umum, memperkuat cita-cita republikanisme dan
pelanggaran hukum yang dilakukan civic nationalism justru menyuburkan
oleh aparat negara, pemilihan umum tribalisme dan provinsialisme atau "putra
dengan ketidakpastian legi timasi, tingkat daerahisme." Demokrasi yang mestinya
kepercayaan publik terhadap aparat dan mengembangkan partisipasi, kepuasan
institusi negara semakin rendah, dan dan daulat rakyat, justru mengembangkan
kinerja lembaga-lembaga negara yang ketidaksertaan (disengagement), kekecewaan
juga rendah (Carothers 2002: 1). dan ketidakberdayaan rakyat.
Pertanyaannya, apakah Indonesia juga Pada tingkat struktural, kecenderungan
masuk dalam kategori politik zona abu- untuk mengadopsi model demokrasi
abu seperti yang digambarkan Carothers. liberal tanpa menyesuaikannya secara
Pertanyaan itu penting diajukan karena saksama dengan kondisi sosial-
setelah belasan tahun reformasi bergulir, ekonomi masyakat Indonesia, justru
perkembangan demokrasi sebagai dapat melemahkan demokrasi. Dalam
prosedur mengalami perubahan cepat dan pembangunan demokrasi terdapat postulat,
masif, tapi demokrasi sebagai substansi seperti diingatkan oleh Seymour Martin
seakan jalan ditempat. Lipset, bahwa semakin setara dan sejahtera
Usaha mewujudkan substansi sebuah bangsa, semakin besar peluangnya
demokrasi pada kenyataannya terkendala untuk menopang demokrasi. Sebaliknya,
oleh hambatan kultural, institusional dan ketidaksetaraan sosial yang ekstrem dapat
stuktural. Pada tingkat kultural, selama mempertahankan oligarki atau tirani.
era reformasi, politik sebagai teknik Sementara demokrasi menghendaki
mengalami kemajuan; tetapi politik sebagai derajat kesetaraan dan kesejahteraan,
etik mengalami kemunduran. Perangkat pilihan desain demokrasi kita justru
keras prosedur demokasi terlihat relatif seringkali memperlebar ketidaksetaraan
lebih demokratis, namun perangkat lunak dan ketidakadilan.
budaya demokrasi masih tetap nepotis-

9
JEJAK NUSANTARA
----~· ----

Volume 021Nomor11Desember20141

Berbeda dengan masyarakat Amerika Singkat kata, demokrasi di Indonesia


Serikat yang pada awal pertumbuhan selama lima belas tahun reformasi,
demokrasinya ditandai oleh derajat masih menyimpan banyak persoalan,
kesetaraan dalam ekonomi, pendidikan, yang jika tidak diatasi secara segera bisa
dan dalam kemampuan mempertahankan menimbulkan keraguan umum mengenai
diri (seperti pemilikan senjata), prasyarat kebaikan demokrasi. Meski rakyat bisa
kesetaraan seperti itu belum hadir di negeri saja punya andil dalam menciptakan
mi. Sebagai masyarakat pascakolonial problem demokrasi ini, masalah utamanya
yang terus terperangkap dalam dualisme tidaklah pada "sisi-permintaan" seperti
ekonomi, ketimpangan sosial mewamai sering didalihkan para politisi semisal
negeri ini. Segelintir orang yang menguasai rendahnya tingkat pendidikan rakyat,
sektor modem menguasai perekonomian, pragmatisme pemilih, serta kurangnya
membiarkan sebagian besar rakyat di kesadaran politik. Sebaliknya terletak
sektor tradisional terus termarjinalkan. pada kelemahan "sisi-penawaran" berupa
Hal ini berimbas pada kesenjangan di ketidakmampuan para aktor politik
bidang pendidikan-sekitar 70 persen membangkitkan kepercayaan rakyat.
warga masih berlatar pendidikan dasar. Ketidakpercayaan rakyat pada politik
Bertahannya hierarki tradisional feodalisme timbul manakala partai dan para pemimpin
juga melanggengkan ketidaksetaraan politik tak mampu menjawab masalah-
dalam otoritas legal dan kontrol warga masalah kolektif. Permasalahan kolektif
atas pemerintah. Dalam multidimensi ini justru timbul ketika institusi yang
ketidaksetaraan seperti itu, watak semula dirancang untuk mernperjuangkan
pemerintahan yang akan munculbelum kepentingankolektif terdistorsikan oleh
bisa menjalankan demokrasi sejati. Sejauh kepentingan bermotifperseorangan.
yang berkembang hanyalah oligarki dalam Bahkan partai politik yang dasar
mantel demokrasi. mengadanya diorientasikan sebagai
Sementara demokrasi di Indonesia interface untuk menyatukan aspirasi
bercorak oligarkis, kebebasan sebagai individual menjadi aspirasi kolektif
paket demokratisasi tidak selalu dalam mempengaruhi kebijakan negara,
mengarah pada kesetaraan, melainkan sebagian besar justru dikuasai oleh orang
bisa juga memperlebar ketidaksetaraan. per orang seperti pemodal besar atau
Liberalisasi politik yang memacu dinasti. Akibatnya, tidak ada sandaran
liberalisasi pemilikan dan perusahaan untuk memperjuangkan kepentingan
dalam lebamya ketimpangan sosial bisa kolektif.
memperkuat dominasi pemodal besar atas Perundang-undangan yang seharus-
perekonomian. Pertumbuhan ekonomi nya merupakan "kontrak sosial" dengan
tidak diikuti oleh pemerataan. Dalam warga negara, terdistorsikan oleh kepent-
memperkuat dominasinya, para pemodal ingan sempitsesaat elite politik. Prosedur
bisa menginvasi prosedur demokrasi. demokrasi mengalami penjelimetan dan
Oligarki yang muncul dari situasi seperti pemborosan sebagai rintangan masuk
itu bukanlah oligarki yang punya empati bagi para pesaing seraya membuka pelu-
terhadap penderitaan rakyat, melainkan ang transaksional yang menguntungkan
yang melayani kepentingan pemodal dan kepentingan oligarki politik.
dirinya sendiri.

10
Oem~kr~;,-3--;,~kebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31

Perubahan politik harus dimulai dari institusi demokrasi dan kebijakan politik
usaha memulihkan rasa saling percaya punya dampak terhadap peningkatan
dan kepercayaan bahwa rasionalitas kesejahteraan rakyat serta mengurangi
kepentingan individual tak akan dibayar kesenjangan sosial yang dapat
oleh irasionalitas kepentingan kolektif. melumpuhkan demokrasi.
Kepercayaan bahwa warga negara akan Secara singkat dapat dikatakan, ada
mendapatkan politik sesuai dengan dua tantangan besar dalam usaha untuk
perilakunya harus diubah dengan melakukan pendalaman dan perluasan
kepercayaan bahwa politik tepercaya demokrasi. Pertama, tantangan untuk
akan mendapatkan partisipasi politik yang mengembangkan demokrasi yang
sepadan degannya. Sekali aktor politik berkebudayaan. Kedua, tantangan untuk
menunjukkan sinyal bisa dipercaya, maka mengembangkan nlai-nilai budaya yang
partisipasi dan kepercayaan rakyat pada kondusif bagi pengembangan demokrasi.
politik akan menguat.
Pemulihan rasa saling percaya DEMOKRASIBERKEBUDAYAAN
dan kerjasama itu diarahkan untuk Gag as an "demokrasi permus-
mendorong lahimya semangat restorasi yawaratan" berdasarkan prinsip-prinsip
dan transformasi politik demokratik ke Pancasila merupakan usaha sadar para
arah yang lebih baik. Visi restoratif politik pendiri bangsa untuk membuat apa yang
demokratik menekankan pentingnya disebut Putnam sebagaimaking democ-
menjangkarkan pembangunan politik racy work, atau apa yang disebut Saward
dan demokrasi pada basis nilai bangsa to take rootatau mengakar, dalam konteks
terutama nilai-nilai Pancasila. Desain keindonesiaan. Suatu model demokrasi
institusi politik dan demokrasi harus dengan cita-cita kebudayaan berdasarkan
dapat mengurasi "the cost of power" daya cipta, rasa, dan karsa bangsa Indone-
yang dapat mendorong korupsi politik. sia sendiri, sesuai dengan sifat-siat "tanah-
Politik dikembalikan kepada khitahnya air," kondisi sosial, dan perjalanan sejarah
sebagai seni untuk mencapai kebaikan dan bangs a.
kebahagiaan hidup bersama.
Ibarat individu, setiap bangsa
Jalan keluar atas kelemahan pada hakikatnya memiliki karakternya
demokrasi tidak ditempuh dengan tersendiri. Pengertian "bangsa" (nation)
jalan menguranginya, melainkan sepertidinyatakanOtto Bauer adalah
justru menambahnya agar lebih "satu persamaan, satu persatuan karakter,
demokratis. Karena itu, perlu ada watak, yang persatuan karakter atau watak
pendalaman dan perluasan demokrasi. ini tumbuh, lahir, terjadi karena persatuan
Pendalaman demokrasi diarahkan untuk pengalaman." Dalam kaitan ini, Soekamo
menyempumakan institusi demokrasi agar menandaskan, "Tidak ada dua bangsa
lebih sesuai dengan tuntutan kepatutan yang cara berjoangnya sama. Tiap-tiap
etis, lebih responsif terhadap aspirasi dan bangsa mempunyai cara berjoang sendiri,
kepentingan rakyat; mengurangi sifat mempunyai karakteristik sendiri. Oleh
narsisme politik yang hanya melayani karena pada hakekatnya bangsa sebagai
segelintir elite politik. Sementara individu mampunyai keperibadian sendiri.
perluasan demokrasi diarahkan agar Keperibadiaan yang terwujud dalam

11
JEJAK NUSANTARA
Volume 02, Nomor li Deserr.ber 20141

pelbagai hal, dalam kebudayaannya, atau lebih tegas lagi di dalam carakeyakinan
dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan kepercayaan kita, kedaulatan rakyat
dan lain-lain sebagainya" (Soekamo bukan sekadar alat saja. Kita berpikir
1958). 2 dan berasa bukan sekadar hanya secara
Seturut dengan itu, demokrasi teknis, tetapijuga secara kejiwaaan, secara
Indonesia juga harus dijalankan sesuai psikologis nasional, secara kekeluargaan.
dengan karakter dan kepribadian Di dalam alam pikiran dan perasaan yang
bangsa. Dalam ungkapan Soekamo, demikian itu maka demokrasi dus, bagi kita
"Demokrasi yang harus kita jalankan bukan sekadar satu alat teknis saja, tetapi
adalah demokrasi Indonesia, membawa satu geloof, satu kepercayaan dalam usaha
kepribadian Indonesia sendiri. Jika tidak mencapai bentuk masyarakat sebagai yang
bisa berpikir demikian itu, kita nanti kita cita-citakan. Bahkan dalam segala
tidak dapat menyelenggarakan apa yang perbuatan-perbuatan kita yang mengenal
menjadi amanat penderitaan dari rakyat hidup bersama, dalam istilah Jawa hidup
itu" (Soekamo 1958). bebrayan kita selalu hendak berdiri di atas
dasar kekeluargaan, dasar musyawarah,
Demokrasi dalam alam pikiran Indo-
demokrasi, yang kita namakan kedaulatan
nesia bukan sekadar alat-teknis, melainkan
rakyat.
juga cerminan alam kejiwaan, kepribadian
dan cita-cita nasional. Dalam pandangan Karena demokrasi alam pemikiran
Soekamo, jika demokrasi sekadar alat Indonesia bukan sekadar alat teknis,
teknis, pada dasamya tidaklah berbeda de- melainkan juga mengandung jiwa
ngan nasional-sosialisme (fasisme ), mau- pemikiran dan perasaan, maka perwujudan
pun diktator proletariat, yakni sekadar alat demokrasi itu hendaknya diletakkan di
untuk mencapai bentuk masyarakat yang atas kepribadian bangsa Indonesia sendiri
dicita-citakan, entah masyarakat kapitalis- dan di atas cita-cita nasional mewujudkan
tis, sosialistis, ataupun yang lain. Bahkan, masyarakat yang adil dan makmur.
dengan mengutip pandangan seorang ahli Selanjutnya Soekamo menyatakan,
sosiologi Karl Steuerman, Soekamo me- Oleh karena itulah bagi kita bangsa
nyatakan bahwa "demokrasi, apalagi yang Indonesia, demokrasi atau kedaulatan
dikenal oleh kita dengan parlementaire rakyat mempunyai corak nasional, satu
democratie itu adalah ideologi dari suatu corak kepribadian kita, satu corak yang dus
periode saja."Parlementaire democratie tidak perlu sama dengan corak demokrasi
adalahideologi politik dari kapitalisme yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa
yang sedang naik,Kapitalismus in Auf- lain sebagai alat teknis. Artinya, demokrasi
stieg; adapun fasisme adalah ideologi poli- kita adalah demokrasi Indonesia,
tik dari kapitalisme yang sedang menurun, demokrasi yang disebutkan sebagai sila
Kapitalismus in Niedergang sebagai usaha keempat itu adalah demokrasi Indonesia
terakhir untuk menyelamatkan kapita- yang membawa corak kepribadian bangsa
lisme. Selanjutnya dia tegaskan: Indonesia sendiri. Tidak perlu 'identik'
Tetapi di dalam cara pemikiran kita, artinya sama dengan demokrasi yang
dijalankan oleh bangsa-bangsa lain.
2
Seluruh kutipan langsung yang bersumber dari teks sebelum
1972 dalam tulisan ini menggunakan Ejaan yang Disempumakan
(Ed.).

12
Oemokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31

Corak kepribadian Indonesia itu Kebudayaan masyarakat peladang


hingga taraf tertentu merupakan pantulan dan pemburu berkembang di atas sistem
dari kebudayaan Indonesia. Menurut pencaharian perladangan, yang ditandai
ekosistemnya, Hildred Geertz (1967) oleh jarangnya penduduk dan baru
membagi corak kebudayaan Nusantara beranjak dari kebiasaan hidup berburu
ke dalam tiga kategori: kebudayaan ke pertanian. Kategori kebudayaan
petani beririgasi, kebudayaan pantai, dan ini meliputi kebudayaan orang Toraja
kebudayaan masyarakat peladang dan di Sulawesi Selatan, orang Dayak di
pemburu. pedalaman Kalimantan, orang Halmahera,
Kebudayaan pertanian beririgasi suku-suku bangsa di pedalaman Pulau
berkembang di wilayah yang disebut Seram, suku-suku bangsa di kepulauan
Clifford Geertz ( 1963) sebagai "Indonesia Sunda Kecil, orang Gayo di Aceh, orang
dalam" yang meliputi Jawa dan Bali. Rejang di Bengkulu, dan orang Pasemah
Kebudayaan ini ditandai oleh tingginya di Sumatra Selatan.3
intensitas pengolahan tanah secara teratur Ketika rancang bangun negara
dengan menggunakan sistem pengairan Indonesia merdeka diperbicangkan
dan sistem tanam padi di sawah yang antara dekade 1920-an hingga 1940-an,
bersifat padat karya di daerah yang partisipan utama dalam wacana publik
paling padat penduduknya. Kebudayaan dapat dikatakan mewakili perspektif
pertanian ini secara kuat dipengaruhi budaya "Indonesia dalam" dan "Indonesia
oleh Hinduisme dan juga mendapatkan luar. "Kedua arus kebudayaan ini memiliki
stimulus dari peradaban Cina, kemudian titik temu dalam mcnekankan pentingnya
mengembangkan kebudayaan "adiluhung" semangat kekeluargaan. Baik nelayan
di sekitar keraton yang sangat berorientasi dalam mengayuh perahu, maupun petani
pada status . Kebudayaan ini mengalami dalam mengolah tanah, sama-sama
pergeseran terutama sejak masuknya membutuhkan semangat tolong-menolong
pengaruh Islam dan Barnt-Kristen. gotong-royong. Dalam lingkungan
Kebudayaan pantai ditandai oleh kebudayaan seperti itu, seseorang hanya
kegiatan perdagangan yang secara kuat dapat memperoleh makna eksistensialnya
dipengaruhi oleh Islam. Kebudayaan dalam kemampuannya berbakti pada
tersebut tersebar di sepanjang pantai, kebersamaan .
terutama di wilayah "Indonesia luar" Setiap manusia dipandang sebagai
seperti pantai Sumatra dan Kalimantan perwujudan khusus atau "diferensiasi"
yang didukung oleh orang-orang alam, yang harus menyatukan diri dengan
Melayu dan pantai Sulawesi Selatan aturan alam yang agung itu, dan hak-
yang didukung oleh orang-orang Bugis- haknya muncul dari fungsi dan tugas
Makassar. Kebudayaan ini berorientasi sosial masing-masing. Dalam pandangan
pada perdagangan yang bersifat Ki Hadjar Dewantara, perkembangan
kosmopolitan, mengutamakan pengajaran manusia, budaya dan bangsa harus
dan hukum Islam, dan mengembangkan berlaku menurut asas "tri-kon" (kontinu,
tarian, musik dan kesusastraan sebagai konvergen, konsentris): "kontinu" dengan
unsur pemersatunya. Kebudayaan ini
3
Lihat Kata Penga ntar S. Budhisantoso dalam buku Zul ya ni
mengalami pergeseran setelah kekuatan Hi dayah, Ensikloped i Suku Bangsa di Indonesia (Jakarta: LP3ES,
Eropa menguasai daerah pesisir. 1997).

13
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141

alamnya sendiri, "konvergen" dengan itu memperoleh sintesisnya dalam nilai


alam di luamya, untuk menuju ke arah dasar Pancasila, yakni semangat gotong-
persatuan "konsentris" yang universal, royong. Adapun substansi semangat
yaitu bersatu dengan alam besar, namun gotong royong itu tiada lain adalah apa
tetap memiliki "kepribadian" sendiri yang disebut oleh Profesor Nicolaus
(Reeve 20013: 17). Driyarkara sebagai "ada-bersama-dengan
Meski terdapat titik temu, kedua arus cinta" atau liebendes Mit-sein,bahwa cinta
kebudayaan memperlihatkan perbedaan kasih sebagai pemersatu sila-sila. 4Dengan
perspektif dalam mengaktualisasikan semangat gotong-royong itu, Konstitusi
semangatkekeluargaan itu. Sifatpedalaman Proklamasi (Undang-Undang Dasar
yang konsentris lebih memberikan tekanan Negara Republik Indonesia 1945) disusun
pada pentingnya merawat persatuan- dalam sistematik negara kekeluargaan.
kesatuan (uniry),sedangkan sifat pesisir Dalam semangat gotong-royong dan
yang dispersal lebih memberikan tekanan sistematik negara kekeluargaan, bentuk
pada pentingnya merawat perbedaan- negara yang oleh sebagian besar pendiri
keragaman(diversiry).Secara garis besar, bangsa dipercaya bisa menjamin persatuan
Soekamo mewakili perspektif yang yang kuat bagi negara kepulauan Indonesia
pertama, sedangkan Mohammad Hatta adalah negara kesatuan. Meski demikian,
mewakili perspektif yang kedua. mereka sepakat bahwa untuk mengelola
Dalammenekankan unitas, Bung Kamo negara sebesar, seluas dan semajemuk
lebih memilih bentuk negara kesatuan, Indonesia tidak bisa tersentraliasi dengan
mengedepankan kewajiban warga di mengandalkan inisiatif segelintir elite
atas hak, menghendaki penyederhanaan di Jakarta. Negara Indonesia sepatutnya
partai bahkan mengidealisasikan adanya dikelola dengan mengadopsi unsur
satu partai pelopor (PNI-Staatspartij), pendekatan federal dengan melibatkan
dan perlunya pembentukan kolektivisme peran serta daerah lewat desentralisasi
golongan fungsional (corporate state) dan dekonsentrasi. Termasuk perlunya
sebagai akutalisasi semangat kekeluarga- pembentukan pemerintahan daerah
an dalam mengatasi partikularitas berdasar atas permusyawaratan dengan
partai politik, serta mengutamakan menghormati "hak-hak asal-usul" dari
kepemimpinan yang kuat. daerah yang bersifat istimewa, seperti
daerah kerajaan (kooti) dan daerah-daerah
Dalam menekankan diversitas, Bung
kecil yang mempunyai susunan rakyat asli
Hatta lebih memilih bentuk negara
seperti desa.
federal, lebih memperhatikan hak warga,
mendukung pembentukan multipartai, Kewajiban warga tetap dikedepankan
memilih demokrasi parlementer, serayamenjunjungtinggihak-hakdasamya
dan pentingnya mengembangkan agar negara kekeluargaan tidak menjelma
individualitas (bukan individualisme) menjadi negara kekuasaan. Soepomo
untuk mengimbangi kemungkinan sebagai representasi arus "pedalaman"
kolektivisme terbajak oleh kekangan yang bertindak sebagai Ketua Tim Kecil
tradisi (feodalisme ), serta tidak 4
Untuk lebih memahami pcnjclasan Profesor Driyarkara tentang
mengutamakan kepemimpinan yang kuat. konsepsi Pancasila sebagai "ada-bersama-dengan cinta" ini, lihat
tulisannya, "Pemikiran Pancasila Sebelum 1965," dalam Karya
Pergulatan antara kedua pendekatan Lcngkap Driyarkara (2006).

14
____ .. _______________________
Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31

------- ------- ------ ---------------- ---------------- ~----------

Perumus Rancangan UUD bersedia dan Mohammad Yamin mengusulkan


menempuh pilihan kompromistis dengan pemilihan secara langsung. Hatta
menambahkan pasal "yang menetapkan keberatan dengan usul tersebut. Soepomo
kemerdekaan penduduk untuk bersidang mengusulkan lewat pemilihan secara
dan berkumpul untuk mengeluarkan tidak langsung, seperti lewat konvensi
fikiran dengan lisan dan tulisan dan lain- (permusyawaratan) golongan masing-
lain yang diatur oleh undang-undang." masing. Tidak ada seorang pun yang
Dengan pasal tersebut, warga bebas menyerahkan soal pengangkatan utusan
mendirikan partai politik, namun tetap golongan itu kepada presiden.
diletakkan dalam kerangka negara Dalam menjalankan pemerintahan
kekeluargaan. Untuk itu, desain lembaga negara, Indonesia tidak menganut
perwakilan disusun dengan mencari pemerintahan parlementer. Kekuasaan
keseimbangan antara kebhinekaan dan dan tanggung jawab pemerintahan
kesatuan. Dewan Perwakilan Rakyat di tangan presiden. Meski demikian,
(DPR) melambangkan keragaman dalam negara kekeluargaan, presiden
ideologis warga yang diisi oleh perwakilan sebagai kepala negara dan pemerintahan
aneka partai politik yang, atas usul Hatta, tidaklah mengembangkan politik sendiri,
dipilih langsung oleh rakyat. Posisi DPR melainkan sekadar mandataris MPR yang
tidak dipandang sebagai "parlemen" yang melaksanakan GBHN yang dirumuskan
menjadi locus of sovereignty seperti di secara musyawarah-kekeluargaan oleh
Inggris; DPR hanyalah lembaga legislatif perwakilan segala unsur kekuatan rakyat.
biasa yang ditempatkan sebagai majelis Keseluruhan desain institusi demokrasi
rendah (lower house). itu diletakkan dalam kerangka semangat
Penggenggam kedaulatan rakyat sila keempat Pancasila, "Kerakyatan
(locus of sovereignty) di tangan Majelis yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
Permusya-waratan Rakyat (MPR) dalam permusyawaratan/perwakilan."
sebagai lambang kesatuan semangat Dalam pokok pikiran ketiga dari
kekeluargaan bangsa Indonesia. MPR Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa
dipandang sebagai lembaga tertinggi demokrasi itu hendaknya mengandung
negara (upper house) yang diisi bukan ciri: (1) kerakyatan (daulat rakyat); dan
saja oleh perwakilan DPR, namun juga (2) permusyawaratan atau kekeluargaan.
kekuatan strategis rakyat lainnya, yakni Cita-cita pemuliaan daulat rakyat
utusan daerah dan utusan golongan bergema kuat dalam sanubari para
(kelompok strategis di ruang publik pendiri bangsa sebagai pantulan dari
seperti kolektivitas perekonomian, kaum semangat emansipasi di atas aneka bentuk
marginal, cendekiawan, dan kelompok penindasan, khususnya penindasan
bela negara). Sebagai penjelmaan yang ditimbulkan oleh kolonialisme
kedaulatan rakyat tertinggi, MPR bertugas dan feodalisme, yang bersahutan
untuk menetapkan dua kebijakan dasar dengan semangat egalitarianisme. Cita
yaitu UUD dan Garis-Garis Besar Haluan kerakyatan hendak menghormati suara
Negara (GBHN). rakyat dalam politik dengan memberi
Tentang prosedur pembentukan j alan bagi peranan dan pengaruh besar
utusan daerah dan golongan, Soekiman yang dimainkan oleh rakyat dalam proses

15
JEJAK NUSANTARA
Volume 02' Nomor 1 Desembec 20141

pengambilan keputusan yang dilakukan Orientasi etis (hikmat-kebijaksanaan)


oleh pemerintah. Cita permusyawaratan ini dihidupkan melalui daya rasionalitas,
memancarkan kehendak untuk kearifan konsensual, dan komitmen
menghadirkan negara persatuan yang keadilan yang dapat menghadirkan suatu
dapat mengatasi paham perseorangan toleransi dan sintesis yang positif sekaligus
dan golongan sebagai pantulan dari dapat mencegah kekuasaan dikendalikan
semangat kekeluargaan dari pluralitas oleh "mayorokrasi" dan "minorokrasi."
kebangsaan Indonesia dengan mengakui Dalam demokrasi permusyawaratan,
adanya "kesederajatan/persamaan dalam suatu keputusan politik dikatakan benar
perbe-daan." Dalam kaitan ini, Soekarno jika memenuhi setidaknya empat prasyarat.
meyakini bahwa syarat yang mutlak Pertama, hams didasarkan pada asas
untuk kuatnya negara Indonesia ialah rasionalitas dan keadilan; bukan hanya
permusyawaratan perwakilan. 5 Karena berdasarkan subjektivitas ideologis dan
itu, dengan "asas kerakyatan" itu, negara kepentingan. Kedua, didedika-sikan bagi
hams menjamin bahwa setiap warganegara kepentingan banyak orang, bukan demi
memiliki kedudukan yang sama di dalam kepentingan perseorangan atau golongan.
hukum dan pemerintahan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan
Selain kedua ciri tersebut, demokrasi demi kepentingan jangka pendek melalui
Indonesia juga mengandung ciri "hikmat- akomodasi transaksional yang bersifat
kebijaksanaan.''Citahikmat-kebijaksanaan destmktif (toleransi negatif). Keempat,
merefleksikan orientasi etis, sebagaimana bersifat imparsial, dengan melibatkan
dikehendaki oleh Pembukaan UUD dan mempertimbangkan pendapat semua
1945 bahwa susunan Negara Republik pihak (minoritas terkecil sekalipun)
Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu secara inklusif, yang dapat menangkal
hendaknya didasarkan pada nilai-nilai pendiktean minoritas elite penguasa dan
ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, pengusaha serta klaim mayoritas.
permusyawaratan dan keadilan. Dalam Tentang bagaimana cara demokrasi
kaitan ini, Mohammad Hatta menjelaskan permusyawaratan bekerja, Hatta
bahwa "Kerakyatan yang dianut oleh menganjurkan perlu berjejak pada tradisi
bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan permusyawaratan desa. Meski demikian,
yang mencari suara terbanyak saja, tetapi ia mengingatkan bahwa tidak semuanya
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang tampak bagus pada demokrasi desa
kebijaksanaan dalam permusyawaratan bisa dipakai begitu saja pada tingkat
perwakilan." Selanjutnya dikatakan, negara. "Mufakat yang dipraktekkan di
"Karena itu demokrasi Indonesia desa-desa ialah mengambil keputusan
bukan demokrasi liberaldan juga bukan dengan kata sepakat, dengan persetujuan
demokrasi totaliter, karena berkaitan semuanya, setelah masalahnya
secara menyelumh dengan sila-sila diperbincangkan dengan panjang lebar."
Pancasila lainnya" (Hatta 1957: 34-5). Adapun pada tingkat negara, menumtnya
5
Lihat "Uraian Sila Demi Sila Hasil Rumusan Panitia Lima,"
"terdapat berbagai partai dan pertentangan
khususnya bagian Uraian Sila Keempat, Kerakyatan yang politik" sehingga keputusan dengan
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan. seperti dimuat kembali dalam Mohammad Hatta,
mufakat secara bulat memang sulit dicapai
Pengertian Pancasila, Pidato Peringatan Lahirnya Pancasila dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh
tanggal I Juni 1977 di Gedung Kcbangkitan Nasional(Jakarta:
CV Haji Masagung, I 977).

16
Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31

--- ---- ------

karena itu, sebagai pilihan terakhir, hams mernpunyai kemauan, merdeka bergerak
dimungkinkan pengambilan keputusan untuk mengadakan perhubungan yang
dengan suara terbanyak. Berkaitan spesial, untuk mengadakan diferensiasi.
dengan itu, Hatta menegaskan bahwa Dalam perikatan masyarakat ia tetap
"mufakat yang dipaksakan sebagaimana mempunyai cita-cita, mempunyai pikiran
lazim terjadi di negeri-negeri totaliter untuk mencapai kemaslahatannya atau
tidaklah sesuai dengan paham demokrasi keselamatan umum (Hatta1956; 1988:
Indonesia, sebab mufakat bam jadi 15).
sebagai hasil daripada permusyawaratan. Alhasil, dalam demokrasi
Dengan tidak ada musyawarat, di mana permusyawaratan, suara mayoritas
tiap-tiap orang berhak untuk menyatakan diterima sebatas prasyarat minimum dari
pendapatnya, tidak ada mufakat" (Hatta demokrasi, yang masih hams bemsaha
1956; 1988: 14). dioptimalkan melalui part1s1pasi dan
Dalam konteks inilah, Hatta persetujuan yang luas dari segala kekuatan
mengingatkan bahwa rnasyarakat secara inklusif. Partisipasi dan persetujuan
kolektif yang demokratis perlu merawat luas m1 dicapai melalui persuasi,
mentalitas kolektif yang cendemng pada kompromi, dan konsensus secara bermutu
kernaslahatan umum, sebagai prasyarat dengan mensyaratkan mentalitas kolektif
rohaniah yang memudahkan tercapainya dengan bimbingan hikmat-kebijaksanaan
mufakat. Selengkapnya ia katakan, sehingga membuat kekuatan manapun
tetapi di dalam masyarakat kolektif yang akan merasa ikut memiliki, loyal, dan
dernokratis, seperti Indonesia, mentalitet bertanggung jawab atas scgala keputusan
orang-seorang berlainan dari di dalam politik. Berdasar itu, pemungutan suara
masyarakat individualis. Dalam segala (voting)hams ditempatkan sebagai
tindakannya dan rnenyatakan pendapatnya, pilihan terakhir, dan itu pun masih hams
ia temtama dikemudikan oleh kepentingan menjunjung tinggi semangat kekeluargaan
umum. Dalam keselamatan kesemuanya yang saling menghormati.
terletak kepentingannya sendiri. Sebab Dalam demokrasi permusyawaratan,
itu, pada dasamya, rnencapai kata sepakat kebebasankehilanganmaknasubstantifnya
lebih mudah. sejauh tidak disertai kesederajatan
Mentalitas kolektif ini, menumtnya, dan persaudaraan atau kekeluargaan.
tidak perlu mernbuat seseorang menjadi Kesederajatan dan semangat kekeluargaan
objek kolektivitas yang tidak memiliki dari perbedaan aneka gugus kebangsaan
kebebasan untukmemilih. Yang diperlukan diperkuat melalui pemuliaan nilai-nilai
adalah bahwa kemerdekaan individu itu keadilan. Menumt penjelasan Mohammad
hams beroperasi dalam batas garis kontur Hatta, "Kerakyatan yang dipimpin
kemaslahatan umum. Ia katakan lebih oleh hikrnat kebijaksanaan dalarn
lanjut, sungguh pun orang-seorang dalam permusyawaratan/perwakilan berhubung
pikirannya dan dalam tindakannya ke erat pula dengan sila Keadilan Sosial, yakni
luar terikat kepada cita-cita kepentingan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
umum, ia bukan obyek semata-mata selumh rakyat" (Hatta 1957: 35). Lebih
daripada kolektivitet, seperti yang berlaku lanjut, dalam Demokrasi Kita (1960),
dalam negara totaliter. Ia tetap subyekyang Hatta mengatakan, "Demokrasi politik

17
JEJAK NUSANTARA
------
Volume 02 Nomor Desember 2014'

saja tidak dapat melaksanakan persamaan meninggi, dan kerumunan massa yang tak
dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi sabar mendesak Bung Karno untuk segera
politik harus pula berlaku demokrasi mengucapkan proklamasi, yang didesak
ekonomi. Kalau tidak, manusia belum tetap tak mau bangkit dari peraduan
merdeka, persamaan dan persaudaraan tanpa kehadiran sebuah nama. "Aku
belum ada". Senada dengan itu, Soekarno masih menderita demam, tetapi aku tidak
menegaskan bahwa demokrasi yang harus kehilangan akal. Menghadapi desakan-
dikibarkan di negara ini adalah demokrasi desakan kepadaku, yang mengheran-kan,
politik dan ekonomi, bagaimana dan aku masih dapat berpikir dengan jernih.
demokrasi yang harus dituliskan di atas 'Hatta belum datang', kataku, 'Aku tidak
bendera kita,yang harus kita adakan di mau membacakan proklamasi tanpa
seberang jembatan-emas? Demokrasi Hatta'" (Soekamo 1965).
kita haruslah demokrasi baru, demokrasi Namun, dalam perkembangan lebih
sejati, demokrasi yang sebenar-benarnya lanjut, pelaksanaan sistem pemerintahan
pemerintahan Rakyat. Bukan 'demokrasi' negara sering kali melenceng dari maxim
a la Eropah dan Amerika yang hanya keseimbangan itu. Menyusul Maklumat
suatu 'potret dari pantatnya' demokrasi- Wakil Presiden Mohammad Hatta (3
politik sahaja, bukanlah demokrasi yang November 1945), politik Indonesia lebih
memberi kekuasaan 100% pada Rakyat berat pada sayap kebhinekaan. Di luar
di dalam urusan politik sahaja, tetapi ekspektasi Hatta sendiri, jumlah partai
suatu demokrasi politik dan ekonomiyang politik meledak, disusul oleh penerapan
memberi 100% kecakrawartian pada sistem pemerintahan parlementer yang
Rakyat-jelata di dalam urusan politik dan menyimpang dari Konstitusi Proklamasi
urusanekonomi. Demokrasi politik dan meski dapat dipahami untuk kepentingan
ekonomi inilah satu-satunya demokrasi diplomasi yang memaksa Soekarno untuk
yang boleh dituliskan di atas bendera melengkungkan (meski tak mematahkan)
partai,--ditulis dengan aksara-aksara-api pendiriannya. Konsekuensinya, Bung
sebagai di atas saya katakan, agar supaya Kamo (lambang unitas) "ditinggalkan"
menyala-nyala tertampak dari ladang dan sekadar sebagai Presiden simbolik.
sawah dan bingkil dan paberik di mana Diversitas menjadi orientasi politik,
Marhaen berkeluh-kesah mandi keringat bahkan di saat negara memerlukan
mencari sesuap nasi (Soekarno 1965: 320). persatuan dalam menghadapi agres1
Demikianlah rancang bangun Belanda, partai-partai sibuk dengan
Konstitusi Proklamasi dalam kepentingannya masing-masing,
menjaga harmoni antara kesatuan dan mengabaikan komitmen pada blue-print
kebhinekaan. Dalam kejernihan bening pembangunan kesejahteraan bersama.
budi bangsa Indonesia disadari bahwa Pemerintahan silih berganti, dengan tidak
kemerdekaan hanya bisa dicapai dan ada kabinet yang bisa bertahan lebih
diisi dengan menyertakan etos kedua dari dua tahun. Pemilihan Umum 1955
sayap kebudayaan itu. Secara metaforis, yang diharapkan menjadi tonggak bagi
kesadaran ini tecermin pada detik-detik perwujudan pemerintahan yang stabil
menjelang Proklamasi Kemerdekaan tidak memenuhi harapan.
Indonesia. Ketika matahari mulai Pada 1956, Bung Karno, yang mulai

18
Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31

kehilangan kesabaran, menyerukan mood dalam hubungan internasional,


pembubaran partai politik. Terbentur membawa desakan yang lebih kuat ke
pada kesulitan pembubaran partai politik, arahperluasan keterbukaan dan partisipasi
ia pun mundur beberapa tindak dengan politik. Begitu pertumbuhan ekonomi
mengeluarkan serangkaian konsepsi yang menjadi basis legitimasi rezim
yang mengarah pada penyerdahaan developmentalisme-represif jatuh karena
partai politik, memasukan anasir krisis ekonomi, rezim Orde Baru pun
golongan fungsional ke dalam DPR segera tumbang oleh ledakan partisipasi
serta pembentukan kabinet gotong- politik.
royong/kabinet karya, yang kesemuanya Orde Reformasi muncul dengan
mengarah pada sistem pemerintahan yang membawa pendulum sejarah bergerak
lebih berat pada sayap kesatuan. Pada ekstrem menuju diversitas. Ledakan
tahap ini, giliran Bung Hatta (lambang multipartai menarik komitmen politik
diversitas) yang "ditinggalkan" menyusul pada kepentingan partikularitas.
pengunduran dirinya sebagai Wakil Kekuasaan negara menjadi kekuasaan
Presiden pada 1956. partai dengan memagnifikasi fungsi DPR
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan mengintervensi jabatanpemerintahan.
kecenderungan watak pemerintahan MPR sebagai lembaga kedaulatan
bablasan Orde Lama itu diteruskan oleh rakyat tertinggi, representasi semangat
Orde Baru secara lebih eksesif. Meskirezim kekeluargaan segala kekuatan rakyat,
ini mendaku menjalankan Pancasila dan dikosongkan dari utusan golongan (simpul
UUD 1945 secara murni dan konsekuen, persatuan) dan dijatuhkan pos1smya
dalam pelaksanaannya banyak yang sekadar lembaga tinggi biasa, lantas
menyimpang dari desain keseimbangan dilucuti perannya dalam menetapkan
yang dikehendaki Konstitusi Proklamasi. GBHN. Me ski konstitusi hasil amandemen
Di bawah rezim yang menekankan menyatakan bahwa bentuk Negara
unitas seperti itu harus diakui politik Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
lebih memperhatikan pembangunan, dilakukan perubahan, secara de facto
stabilitas politik terjamin, pertumbuhan urat nadi negara kesatuan itu sendiri
ekonomi menggembi-rakan. Di s1s1 sudah robek dengan menyisakan retakan
lain, pemaksaan penyederhanaan partai, dalamkonektivitas antara pemerintahan
kecenderungan sentralisasi kekuasaan, pusat dan daerah, bahkan antardaerah
pengekangan hak-hak berserikat, tingkat dua (kabupaten/kota) dalam satu
berkumpul dan mengeluarkan pendapat, provinsi, yang tak terbayangkan dalam
serta penyeragam-an budaya yang bentuk negara federal sekalipun.
mengarah pada dekulturisasi golongan Dalam keterbukaan ruang publik Orde
etnis minoritas, banyak mengorbankan Reformasi ini, anak-cucu Soekarno bisa
dimensi kebhinekaan Indonesia. memainkan peran politik, tapi jantung
Terbukti, corak kekuasaan seperti itu kesadaran Bung Karno dimatikan secara
pun tidak tahan banting. Meningkatnya sistemik. Kombinasi antara penjelimetan
akumulasi modal swasta, ledakan dalam prosedur demokrasi dan partikularisme
jumlah lulusan pendidikan tinggi dan kelas politik menggelem-bungkan biaya politik
menengah perkotaan, serta perubahan seraya mengempiskan komitmen politik

19
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Nomor 11Desember20141
I

pada persatuan dan kesejahteraan bersama. memenuhi tun tu tan perkembangan


Dengan meninggalkan Bung Karno, kemanusiaan dengan mengambil faedah
Orde Reformasi juga tak sepenuhnya dari unsur-unsur budaya luar yang
memulia-kan Bung Hatta ketika konstruktif. Dalam ungkapan Ki Hadjar
tekanan pada diversitas tidak dibarengi Dewantoro dikatakan, dalam pada itu
oleh kekuatan individualitas yang hendaknyalah kebudayaan lama disaring
diidealisasikan Bung Hatta. Ledakan seperlunya; apa yang bertentangan dengan
diversitas tanpa otonomi-kritisisme zaman baru dan/atau tak bermanfaat
individu hanya membuat politik dirayakan lagi harus dihapuskan, dihentikan atau
oleh kerumunan, yang mudah "dijinakkan" dibekukan, sedangkan yang masih berguna
oleh sogokan uang atau dibelokan ke arah diperbaiki. Jangan lupa memasukkan
anarkisme dan terorisme komunal. bahan baru, baik dari dunia luar maupun
dari hidup baru sendiri, asalkan dapat
Setelah 68 tahun Indonesia merdeka,
mengembangkan dan memperkaya
bangsa Indonesia tak kunjung belajar dari
(Dewantoro 1941; Reeve 2013: 14).
sejarah yang membuatnya tak kunjung
sadar bahwa dua proklamatornya, Dalam lapangan politik, salah satu
Soekarno dan Mohammad Hatta, bukan warisan tradisi lama yang menindas
sekadar dua nama yang kebetulan tampil itu bernama feodalisme. Dalam kaitan
pada momen yang tepat. Keduanya tampil ini, dasar ontologis menjadi Indonesia,
berkat rahmat Tuhan sebagai manifestasi selain merupakan perjuangan untuk
'tindakan sejarah' (historical action) membebaskan diri dari kolonialisme
dan 'penemuan sejarah' (historical self- dari luar, juga merupakan perlawanan
invention) dari kegigihan pergulatan ab adi terhadap feodalisme dari dalam.
dua arus besar kebudayaan Indonesia Elemen-elemen kultural untuk melakukan
untuk membebaskan diri dari belenggu perlawanan terhadap feodalisme itu diramu
penjajahan dengan memadukan diri dalam dari unsur-unsur tradisi musyawarah
sejoli monodualisme kekuatan sejarah demokrasi desa, tradisi egalitarianisme
Indonesia: "bhinneka tunggal ika." Islam, dan tradisi "sosial-demokrasi" yang
diadopsi dari Barat.
Tradisi kekuasaan pm-Indonesia
MENGEMBANGKANBUDAYA memang kerajaan feodal, yang dikuasai
BERDEMOKRASI oleh raja-raja autokrat. Meski demikian,
Dengan menjangkarkan demokrasi nilai-nilai demokrasi hingga taraf
pada kebudayaan dan kepribadian nasional tertentu telah berkembang dalam budaya
tidaklah berarti bahwa pemuliaan terhadap Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya
nilai dan asas lama itu harus dilakukan dalam unit politik kecil, seperti desa
dengan "mata tertutup". Sedari awal, para di Jawa, nagari di Sumatra Barat,
pendiri Republik menyadari sepenuhnya banjar di Bali, dan lain sebagainya.
adanya warisan tradisi lokal yang Dalam pandangan Tan Malaka, paham
menindas. Untuk itu, diperlukan "mata kedaulatan rakyat sebenarnya sudah
terbuka" untuk melakukan peminjaman tumbuh sejak lama di bumi Nusantara.
budaya secara selektif dengan keyakinan Di alam Minangkabau, misalnya, pada
bahwa tradisi lama bisa diolah untuk abad ke-14 hingga abad ke-16 kekuasaan

20
Demokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31

raja dibatasi oleh ketundukannya pada praduksi bersama dan tradisi musyawarah,
keadilan dan kepatutan. Ada istilah yang demokrasi desa boleh saja ditindas oleh
cukup terkenal pada masa itu, "Rakyat kekuasaan feodal, namun sama sekali tak
ber-raja pada Penghulu, Penghulu ber- dapat dilenyapkan, bahkan tumbuh hidup
raja pada Mufakat, dan Mufakat ber-raja sebagai adat-istiadat. Hal ini, menurutnya,
pada alur dan patut." Dengan demikian, menanamkan keyakinan di lingkungan
menurutnya, raja sejati di dalam kultur pergerakan kebangsaan "bahwa demokrasi
Minangkabau ada pada alur (logika) dan Indonesia yang asli kuat bertahan, liat
patut (keadilan). Alur dan dan patutlah hidupnya," seperti terkandung dalam
yang menjadi pemutus terakhir sehingga pepatah Minangkabau,indak lakang
keputusan seorang raja akan ditolak bila dek paneh, indak lapuak dek ujanyang
bertentangan dengan pikiran akal sehat berartitidak lekang karena panas, tidak
dan prinsip-prinsip keadilan (Malaka lapuk karena hujan(Hatta 1960: 121-3).
2005:15-6). Hatta menambahkan dua anasir
Menurut analisis Hatta, demokrasi asli lagi tradisi demokrasi desa yang asli di
Nusantara itu dapat terus bertahan di bawah Nusantara. "Yaitu hak untuk mengadakan
feodalisme karena, pada banyak tempat di prates bersama terhadap peraturan-
Nusantara, tanah sebagai faktor praduksi peraturan raja yang dirasakan tidak adil,
yang terpenting bukanlah kepunyaan dan hak rakyat untuk menyingkir dari
raja, melainkan dimiliki bersama oleh daerah kekuasaan raja, apabila ia merasa
masyarakat desa. Karena pemilikan tidak senang lagi hidup di sana." Dal am
bersama atas tanah desa ini, maka hasrat melakukan prates, biasanya rakyat secara
tiap-tiap orang untuk memanfaatkan tanah bergerambol berkumpul di alun-alun dan
harus mendapatkan persetujuan kaumnya. duduk di situ beberapa lama tanpa berbuat
Hal inilah yang mendorang tradisi apa-apa, yang mengekspresikan suatu
gotong-rayong dalam memanfaatkan bentuk demonstrasi yang damai. Tidak
tanah bersama yang merembet pada sering rakyat yang sabar berbuat seperti
urusanlainnya, termasuk mengenai hal-hal itu. Namun, apabila hal itu dilakukan,
pribadi seperti mendirikan rumah. Adat pertanda menggambarkan situasi
hidup seperti itu membawa kebiasaan kegentingan yang memaksa penguasa
bermusyawarah menyangkut kepentingan untuk mempetimbangkan ulang peraturan
umum yang diputuskan secara yang dikeluarkannya. Adapun hak
mufakat. Seperti disebut dalam pepatah menyingkir dapat dianggap sebagai hak
Minangkabau,Bulek aei dek pambuluah, orang-seorang untuk menentukan nasib
bulek kato dek mufakat ataubulat air karena sendiri (Hattal960: 123).
pembuluh/bambu, bulat kata karena Tradisi demokrasi desa itu diperkuat
mufakat. Tradisi musyawarah-mufakat oleh nilai-nilai demokratis Islam.
ini kemudian melahirkan institusi rapat di Tentang kontribusi Islam, Bung Kamo
tempat tertentu, di bawah pimpinan kepala menyebutkan bahwa tradisi Islam di
desa. Setiap orang dewasa yang menj adi Nusantara membawa transformasi
warga asli desa tersebut berhak hadir masyarakat feodal menuju masyarakat
dalam rapat itu. yang lebih demokratis (Soekamo 1965:
Karena alasan pemilikan faktor 265). Dalam perkembangannya, Hatta

21
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141

juga memandang stimulus Islam sebagai Barat pada dasamya melanjutkan jalan
salah satu sumber yang menghidupkan yang sebelumnya telah diratakan oleh
cita-cita demokrasi sosial di kalbu para pengaruh Islam.
pemimpin pergerakan kebangsaan. Stimulus Islam membawa transformasi
Nilai-nilai demokratis Islam itu Nusantara dari sistem kemasyarakatan
bersumber dari akar teologisnya. Inti feodalistis berbasis kasta menuju sistem
dari keyakinan Islam adalah pengakuan kemasyarakatan yang lebih egaliter
pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Tawhid, (Wertheim 1956: 205). Transformasi ini
monoteisme). Dalam keyakinan ini, hanya tecermin dalam perubahan sikap kejiwaan
Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. orang Melayu terhadap penguasa.
Selain Tuhan, semua bersifat nisbi belaka. Sebelum kedatangan Islam, dalam Dunia
Konsekuensinya, setiap bentuk pengaturan Melayu berkembang peribahasa "Melayu
hidup sosial manusia yang melahirkan pantang membantah." Lewat pengaruh
kekuasaan mutlak, dinilai bertentangan Islam, peribahasa itu berubah menjadi,
dengan jiwa Tawhid. Kelanjutan logis "Raja adil, raja disembah, raja zalim raja
prinsip Tawhid adalah paham persamaan disanggah." Nilai-nilai egalitarianisme
(kesederajatan) manusia di hadapan Islam ini pula yang mendorong perlawanan
Tuhan yang melarang adanya perendahan kaum pribumi terhap sistem "kasta" baru
martabat serta pemaksaan kehendak/ yang dipaksakan oleh kekuatan kolonial
pandangan antarsesama manusia. Dengan (Wertheim 1956: 205).
prinsip persamaan, manusia juga didorong Tradisi demokrasi desa yang diperkuat
menjadi makhluk sosial yang menjalin oleh nilai-nilai demokratis Islam itu
kerjasama dan persaudaraan untuk memberi lahan bagi penyemaian nilai-
mengatasi kesenjangan dan meningkatkan nilai sosial-demokrasi dari Barat. Bung
mutu kehidupan bersama (Madjid 1992: Hatta, seperti juga Bung Kamo, menolak
4). mentah-mentah untuk mengekor model
Kehadiran Islam di Nusantara demokrasi-liberal yang menekankan
membawa perubahan penting dalam suara mayoritas, tetapi dapat menerima
pandangan dunia (world view) dan nilai-nilai demokrasi-sosial yang
etos masyarakat, terutama, pada mengedepankan semangat konsensus dan
mulanya, bagi masyarakat wilayah keadilan sosial.
pesisir. Menurut Denys Lombard, Islam Nilai-nilai demokrasi-sosial dari
meratakan jalan bagi modemitas dengan Barat itu dipinjam melalui perjumpaan
memunculkan masyarakat perkotaan yang intens dengan tradisi demokrasi
dengan konsepsi 'kesetaraan' dalam di Eropayang dialami oleh mereka
hubungan antarmanusia, konsepsi yang menempuh pendidikan di Eropa,
'pribadi' (nafs, personne) yang mengarah penyelidikan atas praktik sosio-demokrasi
pada pertanggungjawaban individu, serta di negara-negara Skandinavia, instalasi
konsepsi waktu (sej arah) yang 'linear', institusi demokrasi di Tanah Air seperti
menggantikan konsepsi sejarah yang Volksraad, dan yang lebih penting
melingkar (Lombard 1996 [II]: 149-242). melalui kesadaran emansipatoris akibat
Dalam pandangan Lombard, pengaruh keterpaparan anak-anak negeri dengan
modemisasi dan nilai-nilai humanisme sistem pendidikan Eropa dan kemunculan

22
Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31

ruang publik modern di Nusantara. ukur baru dalam menentukan privilese


Bibit-bibit kelahiran ruang publik sosial. Peran yang menonjol para guru ini
modern di Hindia dimungkinkan oleh menunjukkan bahwa "intelektual organik"
dampak ikutan dari penerapan ekonomi dari bibit inteligensia pada akhir abad ke-
Liberal pada paruh akhir abad ke-19, yang 19 ini terutama berasal dari lingkaran para
6
bertanggungj aw ab dalam mendorong guru.
penerbitan pers vernakular (berbahasa Dengan trajektori "kemadjoean" yang
lokal) serta dalam penyebarluasan klub- telah dirintis kaum guru, sedini awal
klub sosial bergaya Eropa. Lewat proses dekade pertama abad ke-20, terjadilah
pendidikan dan mimicry dan dengan cara fase formatif ruang publik modern. Sejauh
membaca pers vernakular yang didirikan mengenai perkembangan pers vernakular,
oleh orang Eropa dan kemudian juga dekade pertama abad ke-20 merupakan
oleh orang keturunan Cina, serta dengan momentum paling penting dalam sejarah
membentuk berbagai perhimpunan, keterlibatan kaum pribumi dalam bidang
inteligensia pribumi pada akhirnya bisa terse but. 7Para jurnalis pribumi yang
menciptakan ruang publiknya sendiri. paling terkemuka pada masa itu berasal
Wacana dominan pada fase kecambah dari para pelajar atau mantan pelajar
ruang publik modern ini berkisar pada Sekolah Dokter Jawa. Di antara mereka,
isu "kemadjoean." Kemajuan dalam arti yang paling terkenal ialah Abdul Rivai
m1 mengekspresikan suatu kehendak (lahir1871) dan Tirto Adhi Surjo (1880-
untuk mencapai status sosial yang ideal, 1918). Melanjutkan tradisi perjuangan
baik sebagai individu maupun komunitas kaum guru, para juranalis-inteligensia ini
1maJmer, yang meliputi banyak ha!: juga memancangkan tongkat kebangkitan
kemajuan pendidikan, modernisasi lewat bahasa dan konstruksi tanda.
(yang secara luas diasosiasikan dengan Menulis pada edisi perdana (1902)
Westernisasi), kehormatan, dan
6
keberhasilan dalam hidup. Tuntutan utama dalam proyek emansipasi kaum guru ini berkisar
pada upaya perjuangan kata/bahasa, yakni peluasan akses
Sampai akhir abad ke-19, peran terhadap kcpustakaan serta peningkatan pengajaran bahasa
Belanda di sekolah pendidikan guru pribumi dan pengajaran
para guru dalam mempromosikan bahasa Belanda bagi semua anak pribumi (Adam 1995: 89).
wacana"kemadjoean"sangatlah menonjol, Kaum guru melancarkan tuntutan dan kritik mereka terutama
lewat majalah-majalah pendidikan, seperti Socloch Pengadjar
setidaknya karena dua alasan. Pertama, di Probolinggo (terbit kali pertama I 887) dan Taman Pcngadjar
profesi guru hingga masa ini menghimpun di Semarang (terbit antaral899-1914). Majalah-majalah itu
memainkan peran penting mengartikulasikan aspirasi guru
porsi terbesar dari orang-orang pribumi pribumi bagi penghapusan diskriminasi dalam pendidikan. Seiring
berpendidikan terbaik, dan sebagai paling dengan itu, persis mcnjelang akhir abad kc-19, perkumpulan guru
berpengaruh, Mufakat Guru, tcrbentuk. Cabang klub ini
pendidik mereka merupakan pihak yang bermunculan di berbagai kabupaten dan kawedanan di Jawa.
Tujuan Mufakat Guru pada pokoknya untuk mcmbuka jalan bagi
paling merasa terpanggil mengemban misi para guru untuk bersatu dan berdiskusi mcngenai pennasalahan
suci untuk mencerahkan saudara-saudara dan isu 'kemadjoean'.
sebangsanya. Kedua, fakta bahwa profesi 7Sementara pada abad ke-19 beberapa redaktur dan jumalis
pribumi bekerja dalam pers milik orang Belandailndo dan orang
guru kurang dihargai jika dibandingkan keturunan Cina, peran kaum pribumi dalam dekade awal abad
dengan bermacam posisi administratif ke-20 jauh lebih substansial. Selain jumlah redaktur dan jurnalis
pribumi yang meningkat, para anggota intcligensia pribumi itu
mungkin telah mendorong mereka menjadi mendirikan pers yang sepenuhnya mereka miliki dan kelola
artikulator konsep kemadjoean dalam sendiri.
rangka menjadikannya sebagai tolok

23
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Desember20141

majalah pengobar kemajuan, Bintang bermotivasi tinggi memperjuangkan


Hindia, Abdul Rivai memperkenalkan gerakan kebangkitan. Salah satu
istilah 'bangsawan pikiran'. Dikatakan, yang terpenting adalah pembentukan
"Tak ada gunanya lagi membicarakan perkumpulan Budi Utomo (BU) pada
'bangsawan usul', sebab kehadirannya 1908. Dengan melancarkan kritik
merupakan takdir. Jika nenek-moyang terhadap kegagalan kepemimpinan
kita keturunan bangsawan, maka priyayi tua dalam melindungi kepentingan
kitapun disebut bangsawan, meskipun rakyat, pada awalnya BU bermaksud
pengetahuan dan capaian kita bagaikan memperjuangkan kepemimpin-an kaum
katak dalam tempurung. Saat m1, muda. Meski hal itu terbukti, pengaruh
pengetahuan dan pencapaianlah yang priyayi mapan masih terlalu kuat sehingga
menentukan kehormatan seseorang. membuat BU dibajak oleh kalangan
Situasi inilah yang melahirkan 'bangsawan priyayi konservatif.
pikiran'." Betapapun, BU menjadi tonggak
Tulisan lulusan Sekolah Dokter Jawa penting dalam pertumbuhan gerakan
tersebut mewakili kegetiran anak-anak kebangkitan berbasis 'bangsawan
terdidik dari kalangan priyayi rendahan pikiran'. Sejak itu, 'pikiran' menjadi
dan non-bangsawan. Karena administrasi peta-jalan bagi ideal generasi selanjutnya.
pribumi, sebagai lambang kehormatan, Memasuki dekade kedua abad ke-20,
diperuntukkan bagi anak-anak priyayi dengan dibukanya sekolah ala Eropa
tinggi, anak-anak dari kalangan ini bagi penduduk bumiputra, seperti HIS
cenderung memilih sekolah menak yang (Hollandsch-inlandsch School; sekolah
disebut hoojdenschool (awal abad ke-20 dasar), MULO (Meer Uitgebreide Lagere
menjadi OSVIA, Opleiding School voor Onderwijs; sekolah menengah pertama),
Inlandsche Ambtenaren; sekolah pamong dan AMS (Algemeene Middelbare
praja). Sementara itu, perluasan birokrasi School; sekolah menengah atas), orang-
dan kapitalisme memerlukan tenaga- orang terdidik dari keturunan priyayi-
tenaga pertukangan. Sekolah DokterJawa rendahan dan non-bangsawan makin besar
(awal abad ke-20 menjadi STOVIA, jumlahnya. Berpijak pada peta-jalan yang
School tot Opleiding van Inlandsche telah dipancangkan generasi sebelumnya,
Artsen) dan Sekolah Guru (Kweekschool) angkatan baru kaum terdidik begerak
semula dirancang untuk memenuhi lebih maju dengan mencampakkan kata
keperluan itu. bangsawan yang mendahului kata pikiran.
Diskriminasi tidak sendirinya lenyap Seseorang menulis di Sinar Djawa (4
dengan menyandang ijazah. Baik dalam Maret 1914): "Dengan pergeseran waktu,
standar gaji maupun status sosial, lulusan telah muncul jenis bangsawan baru,
STOVIA lebih rendah ketimbang lulusan yakni 'bangsawan pikiran'. Namun jika
OSVIA. Situasi inilah yang mendorong bangsawan pikiran ini hanyalah kelanjutan
kaum terdidik dari keturunan priyayi dari bangsawan usu!, maka perubahan dan
rendahan dan non-bangsawan berjuang pergerakan tak akan pemah lahir."
memancangkan 'pikiran' sebagai tanda Maka, tanda baru segera dicipta,
baru kehormatan sosial. tanda yang sepenuhnya bebas dari
Dalam usaha itu, pelajar STOVIA imaji kebangsa-wanan, dan bekhidmat

24
Oemokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31

sepenuhnya pada pikiran. Tanda itu selama pembuangan tak luput menulis
bemama 'kaum terpelajar' atau 'pemuda- naskah drama. Seperti Hatta, Sjahrir aktif
pelajar', atau seringkali disebutjong dalam di Perhimpunan Indonesia, dan kelak
bahasa Belanda. Dalam tanda dan peta- berperan penting dalam jumal Daulat
jalan seperti inilah generasi Soekamo, Rakyat. Ia pun dikenal sebagai pemain
Hatta, Sjahrir, dan Natsir dibesarkan. sandiwara dengan erudisinya yang luas
Semua tokoh tersebutlahir pada di bi dang kesusastraan. N atsir mengikuti
dekade pertama abad ke-20, dan semua beberapa kelompok diskusi dan terlibat
tak bisa dikatakan sebagai anak priyayi intens di Persatuan Islam. Sejak 1929 ia
tinggi. Soekamo hanyalah anak priyayi- mulai menekuni kerja jumalistik sebagai
rendahan yang mujur bisa masuk ELS ko-editor jumal Pembela Islam.
(Europeesche Lagere School; sekolah Menulis adalah mencipta, dan
dasar Belanda) karena pertolongan mencipta selalu mensyaratkan membaca.
seorang guru Belanda; Hatta adalah Semakin banyak mencipta, semakin
anak ulama-pedagang, yang beruntung banyak membaca; semakin kaya bacaan,
bisa diterima di ELS karena kekayaan semakin kaya hasil penciptaan.Yang
keluarganya; Sjahrir berlatar sedikit lebih pertama mereka ciptakan adalah nama.
baik, ayahnya seorang jaksa pribumi Tanda pengenal diri, yang memberi
sehingga diterima di ELS; Keluarga kesadaran eksistensial. Jika tak suka
Natsir lebih rendahan lagi, ayahnya dengan rumah kolonial, hal pertama yang
hanyalah seorang jurutulis kontrolir, harus dirobohkan adalah tanda-tanda yang
yang membuatnya hanya diterima di HIS. diciptakannya. Jika Belanda menandai
Jadi, mereka bisa memasuki pendidikan tanah-air ini sebagai Hindia-Belanda,
sistem Eropa berkat kegigihan generasi yang diperjuangkan generasi Soekamo
sebelumnya dalam menciptakan tanda; adalah memberi nama baru kepada
tanda yang membuat Belanda terpaksa tumpah darahnya. Semula ditemukan
mengendurkan persyaratan keturunan. sebuah istilah dalam bahasa Belanda
Tampakjelas, perjuangan merobohkan 'Indonesische', yang merujuk pada suatu
kolonialisme dan feodalisme dimulai dari geokultur di kawasan Austronesia yang
kerja wacana. Tanpa kata, perjuangan berciri kepulauan dan bercorak kultur
kehilangan arah. Seperti itu jugalah India. Maka, pada 1922, perkumpulan
generasi Soekamo. Praksis wacana lewat pelajar Indonesia di Negeri Belanda,
kelompok studi, kerja jumalistik, dan Indische Vereeniging, berubah menjadi
kesastraan menjadi tahap awal perjuangan Indonesische Vereeniging. Pada 1924,
mereka. Sejak 1924, Hatta terlibat aktif di Sutomo mendirikan kelompok studi
Perhimpunan Indonesia berikut jumalnya pertama pemuda-pelajar bumiputra
Indonesia Merdekaseraya tak lupa menulis dengan nama 'Indonesische Studieclub'.
puisi-puisi patriotik. 8 Pada 1926, Soekamo Dari sinilah kemerdekaan Indonesia
mendirikan Algemene Studieclub berikut menemukan j angkamya.
jumalnya, Indonesia Maeda. Saat yang Demikianlah, perjuangan menjadi
sama ia juga aktif sebagai editor malajah Indonesia adalah perjuangan melawan
SI, Bandera Islam (1924-27), bahkan kolonialisme dan feodalisme yang dimulai
8
dengan memancangkan "pikiran" dan
Dua judul yang tckcnal adalah Beranta Indcra dan Hindania

25
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Dese01ber20141

"keberaksaraan" sebagai kehormatan negara demokratis terbesar ketiga


sosial. Dengan logika yang sama, di dunia makin nyaring terdengar di
manakala "pikiran" dan "keberaksaraan" panggung pencitraan, tetapi nilai-nilai
tidak lagi dihormati, maka feodalisme kontrademokrasi menelikung lewat
menguat kembali. pintu belakang prosedur demokrasi,
menikam demokrasi dari balik selimut.
DEMOKRASI DAN REFORMASI Perkembangan demokrasi bukan saja
Lima belas tahun setelah reformasi diikuti oleh penyemarakan modus kompsi
digulirkan, perkembangan demokrasi dan kolusi, tetapi juga membawa ams
Indonesia ibarat mengenakan baju secara balik nepotisme dalam bentuk penguatan
terbalik. Demokrasi yang mestinya dijiwai dinasti politik.
oleh meritokrasi justru menghidupkan N epotisme, perlakuan istimewa tanpa
feodalisme baru dalam bentuk nepotisme. rasionalitas terhadap suatu keluarga,
Terdapat tanda-tanda bahwa 'pikiran' dan menistakan jatidiri bangsa dan nilai-
keberaksaraan tak lagi menjadi ukuran nilai demokrasi: karakter keindonesian
kehormatan. Inteligensia dan politisi dibentuk oleh semangat antifeodalisme
berhenti membaca dan mencipta karena dan antikolonialisme. Nepotisme juga
kepintaran kembali dihinakan oleh melanggar kesamaan hak warga negara
'kebangsawanan baru' berbasis uang dan yang menuntut prinsip-prinsip fair play
keturunan. Penaklukan daya pikir dan daya dan meritokrasi dalam politik. Bahwa
literasi oleh pragmatisme dan banalisme pos1s1 seseorang tidak ditentukan
membuat mindset kebangsaan kehilangan oleh prinsip hereditas melainkan oleh
daya refleksivitasnya. Tanpa kemampuan pengetahuan, pengalaman, kreativitas
refleksi diri, suatu bangsa kehilangan wahana dan prestasinya.
pembelajaran untuk menakar, memperbaiki Tak terbantahkan bahwa seseorang
dan memperbaharui dirinya sendiri. yang terlahir dari dinasti politik
Tanpa kapasitas pembelajaran, bangsa mendapatkan keuntungan modal sosial
Indonesia (secara keseluruhan) bergerak dan kultural bempa proses familiarisasi
seperti zombie. Pertumbuhan penampilan lebih dini dengan "bahasa" dan pergaulan
fisiknya tak diikuti perkembangan politik. Mereka juga diuntungkan oleh
rohaninya. Tampilan luar dari kemajuan pengenalan publik yang lebih baik karena
peradaban modem segera ditiru tanpa asosianya dengan keluarga terkenal.
penguasaan sistem penalarannya. Sebagai Modal inilah yang memudahkan mereka
pengekor yang baik perkembangan fashion terjun ke dalam dunia politik.
dunia, kita sering merasa dan bergaya seperti Meski demikian, sejauh dikaitkan
bangsa maju. Padahal, secara substantif, dengan prinsip demokrasi, fakta
tak ubahnya bak Peterpan yang mengalami kebemntungan tersebut sama sekali tidak
fiksasi ke fase "kanak-kanak" atau jahiliyah. boleh menafikan prinsipfair play dan
Bahkan bisa lebih buruk lagi. Dalam meritokrasi. Siapapun, dari keluarga mana
kasus strategi kebudayaan, kita cenderung pun, hams sama-sama mengikuti proses
mempertahankan yang buruk dan membuang pengkaderan dan menapaki jenjang posisi
yang baik. politik menumt ukuran prestasi.
Pengakuan Indonesia sebagai Gelombang pasang nepotisme

26
--- ------------- -----~----

Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras 6 - 31

di Indonesia saat 1m, baik tingkat pada 1940-an dan 1950-an. Para pengkaji
pemerintahan pusat maupun daerah budaya pada periode ini, dengan sederet
ditimbulkan oleh perpaduan unsur- nama besar seperti Margareth Mead, Ruth
unsur degeneratif bangsa ini. Selain Benedict, David McClelland, Gabriel
mencerminkan peluluhan daya pikir, Almond, Sidney Verba, Lucian Pye, dan
nepotisme juga mencerminkan lemahnya Seymour Martin Lipset, memunculkan
intemalisasi budaya demokrasi serta prasyarat nilai dan etos yang diperlukan
meluasnya kesenjangan sosial dalam untuk mengejar kemajuan bagi negara-
masyarakat. 9 negara yang terpuruk setelah Perang
Alhasil, gelombang pasang nepotisme Dunia II. Namun, seiring dengan gemuruh
harus dibaca dalam bentuk symptomatic laju developmentalisme yang menekankan
reading. Secara kultural, nepotisme pembangunan materiel, pengkajian
merupakan gambaran bahwa perubahan tentang budaya mengalami musim
pada perangkat keras (prosedur) kemarau padal 960-an dan 1970-an.
demokrasi, belum diikuti oleh perubahan Kegagalan pembangunan di
pada perangkat lunak (budaya) demokrasi. sejumlah negara, setelah melewati
Secara struktural, nepotisme merupakan pelbagai perubahan ekonomi dan politik,
pertanda bahwa demokrasi yang kita menghidupkan kembali minat dalam
kembangkan hanyalah sebatas fashion studi budaya sejak 1980-an. Pada 1985,
pencitraan alih-alih membawa perubahan Lawrence Harrison dari Harvard Center
fundamental secara substantif. Nepotisme for International Affairs menerbitkan
merupakan penampakan secara telanjang bukuUnderdevelopment Is a State of
kegagalan kita mengembangkan Mind: The Latin American Case, yang
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. menunjukkan bahwa di kebanyakan
Semuanya itu mengisyaratkan negara Amerika Latin, budaya merupakan
bahwa pencapaian demokrasi substantif hambatan utama untuk berkembang.
memerlukan lebih dari sekadar perubahan Pentingnya variabel budaya dalam
prosedur-kelembagaan politik, melainkan perkembangan ekonomi tampak dalam
perlu perubahan struktural berdimensi kasus negara-negara multibudaya.
kebudayaan. Perhatian terhadap variabel Sekalipun semua kelompok etnis
budaya terutama karakter, sebagai bagian dihadapkan pada hambatan sosial-
yang menentukan bagi perkembangan politik dan krisis ekononomi yang sama,
ekonomi dan politik suatu masyarakat/ namun sebagian kelompok lebih berhasil
bangsa pemah mengalami musim seminya dibanding kelompok lainnya. Ambillah
contoh keberhasilan minoritas etnis
9
Adam Bellow. dalam In Praise of Nepotism(2003), menengarai Tionghoa di Asia Tenggara, minoritas
bahwa gcjala nepotisme mcnurun ketika tcrjadi perluasan kclas
menengah yang menciutkan kesengangan sosialsebagai ikutan Jepang di Brazil, Basque di Spanyol, serta
dari kebijakan rezim negara kcscjahteraan. Sebaliknya, nepotismc
cenderung mcnguat ketika lapis kelas menengah menipis yang
Yahudi ke mana pun mereka bermigrasi.
meluaskan kcscnjangan sosial scbagai ikutan dari kebijakan Pentingnya variabel budaya dalam
rczim neoliberalisme. Temuan Bellow tersebut mcndapatkan
pcncguhan dari Paul Krugman dalam The Conscience of a Liberal perkembangan politik ditunjukkan antara
(2007)_ Bahwa kesenjangan sosial yang lcbar. menyusul dominasi lain oleh riset yang dilakukan oleh Robert
pcmcrintahan konscrvatif yang mcngusung neolibcralisme.
mcrupakan katalis bagi gelombang pasang politik partisan dan Putnam (1993) dan Ronald Inglehart
politik pengkultusan.
(2000). Menurut Putnam, budaya adalah

27
JEJAK NUSANTARA
Vo:ume 02, Norroc 1, Desemoec 2014

akar perbedaan yang besar antara Italia Reformasi sosial merupakan fungsi
Utara yang bercorak demokratis dan dari perubahan proses belajar sosial secara
Italia Selatan yang bercorak otoritarian. kolektif, yang membawa transformasi
Kesimpulan kedua ilmuwan tersebut tata nilai, ide dan jalan hidup. Dalam hal
mewarisi pemikiran rintisan dari Alexis ini, minat pengetahuan serta aktivitas
de Tocqueville (183 5; 1998), yang produksi ide (ideas-producing activities)
menyimpulkan bahwa apa yang membuat sangat esensial dalam mengkonstruksikan
sistem politik Amerika berhasil adalah identitas kolektifbaru yang memungkinkan
kecocokan budayanya dengan demokrasi. gerakan sosial mampu memelihara
Ams balik kesadaran akan pentingnya vitalitasnya.
nilai budaya sebagai titian kemajuan Dalam ketiadaan platform politik
1m bisa dijadikan koreksi terhadap yang jelas, gerakan kebudayaan menjadi
kecenderungan untuk menjadikan altematif menjaga kewarasan publik.
politik dan ekonomi sebagai panglima. Adalah melalui sastrra, nyanyian dan
Secara latah, responsibilitas untuk seni yang lain yang dibudayakan dalam
perubahan biasanya dialamantkan kepada masyarakat yang bisa membuat gerakan
faktorsemacam modemisasi, investasi, dan cita-cita sosial bisa bertahan dalam
industrialisasi, partai politik, pemilihan memori kolektif. Tentang hal ini, pada
umum, dan aspek-aspek prosedural dekade 1960-an, Herbert Marcuse
kelembagaan politik lainnya. menekankan dimensi estetik dari gerakan
Hal m1 mengabaikan kenyataan sosial pada masa itu dengan menegaskan
bahwa reformasi sosial tidak akan pemah bahwa dalam seni, musik dan sastra,
muncul hanya mengandalkan reformasi gerakan sosial meningkat dan menyimpan
politik dan ekonomi melainkan perlu tradisi kritik dan perlawanan (Marcuse
berjejak pada reformasi sosial-budaya. 1969). Hal ini diperkuat oleh Richard
Dalam sejarah kemajuan Eropa Barat Flacks dalam analisisnya tentang "tradisi
dan Amerika Serikat, Jiirgen Habermas kiri" Amerika, yang mengindikasikan
( 1990) menunjukkan hubungan yang bahwa gerakan sosial seringkali lebih
signifikan antara perubahan sosial-budaya penting sebagai aktor budaya ketimbang
(formasi kerangka institusional dan politik (Flacks 1988).
bentuk integrasi sosial barn) dengan laju Tentang pentingnya gerakan
perkembangan teknologi dan produksi, kebudayaan sebagai cara menghadirkan
dimana perkembangan yang terakhir justru kewarasan demokrasi, ada baiknya kita
terjadi kemudian setelah adanya reformasi simak pemyataan Antonio Skarmeta,
"sosial budaya"; bahwa revolusi industri sastrawan Chile, "Jika modemitas
di Eropa (a bad ke-1 7 hingga abad ke- bukan sekadar budaya efisiensi, dan jika
19) didahului oleh revolusi kebudayaan, demokrasi bukan hanya pesta pemilihan
Renaissance (abad ke-14 hingga abad ke- dan penjelimetan prosedur politik,
16). Di luar pengalaman Barat, kemajuan akan selalu ada intelektual-sastrawan
pesat yang dicapai oleh perekomian di seberang struktur politik berhadapan
Cina saat ini pun didahului oleh revolusi dengan mereka yang memburu kekuasaan
kebudayaan, apapun penilaian orang di luar institusionalisasi akademik dan
terhadap pelaksanaan dan implikasinya. negara. Akan selalu ada intelektual-

28
-- - -
Oemokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31

sastrawan yang melontarkan pertanyaan negara yang berkedaulatan rakyat itu


jenaka, menafsirkan kembali kontroversi mengandung cita-cita kerakyatan dan
dengan memunculkannya lagi, untuk permusyawaratan. Dalam visi negara ini,
menunjukkan bahwa hal-hal yang mungkin demokrasi memperoleh kesejatiannya
diabaikan agenda publik, atau digelapkan dalam penguatan daulat rakyat, ketika
oleh media masih absah dipertanyakan" kebebasan politik berkelindan dengan
(Skarmeta 1996: 48-9). kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan
semangat persaudaraan dalam kerangka
PENUTUP 'musyawarah-mufakat". Dalam prinsip
Demokrasi yang sehat harus mengandung musyawarah-mufakat, keputusan tidak
cita-cita kebudayaan. Bahwa demokrasi didikte oleh diktator mayoritas atau tirani
bukan sekadar alat teknis, tetapi juga suatu minoritas elite politik dan pengusaha,
ekspresi pikiran, perasaan, dan kepercayaan melainkan dipimpin oleh hikmah-
sesuai dengan kepribadian dan cita-cita kebijaksanaan yang memuliakan daya-
kekeluargaan-keadilankebangsaan Indonesia; daya rasionalitas deliberatif dan kearifan
dengan cara mempertahankan nilai-nilai lama setiap warganegara tanpa pandang bulu.
yang baik seraya mengembangkan nilai-nilai Di bawah orientasi etis hikmah-
baru yang lebih baik. kebij aksanaan, demokrasi direalisasikan
Cita-citakedaulatanrakyat( demokrasi) dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
memiliki jangkar yang kuat dalam Ketuhanan menurut dasar kemanusiaan
sejarah politik Indonesia. Stimulusnya yang adil dan beradab; serta nilai-nilai
bersumber dari tradisi musyawarah desa; persatuan (kekeluargaan) dan keadilan.
semangat kesederajatan, persaudaraan Demokrasi yang berdasarkan atas
dan permusyawaratan Islam; dan gagasan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
emansipasi dan sosial-demokrasi Barat. dasar kemanusiaan yang adil dan
Semangatnya dikobarkan oleh kehendak beradab, mewajibkan para penyelenggara
untuk membebaskan diri dari represi politik negara untuk memelihara budi-
dan ekonomi kolonialisme-kapitalisme pekerti kemanusiaan yang luhur dan
serta tekanan tradisi feodalisme. memegang cita-cita moral rakyat yang
luhur. Demokrasi yang berdasarkan
Dengan mempertimbangkan tradisi
nilai persatuan dan keadilan, dituntut
gotong-royong masyarakat Indonesia,
dapat melindungi segenap bangsa
watak multikultural kebangsaan
Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan pengalaman keterjajahan
Indonesia berdasarkan persatuan dengan
sebagai perpanjangan dari kapitalisme
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
dan individualisme, para pendiri bangsa
rakyat Indonesia.
menggagas demokrasi yang sej alan dengan
alam pikiran dan kepribadian bangsa Orientasi etis "hikmah-kebijaksanaan"
Indonesia sendiri. Yakni suatu demokrasi juga mensyaratkan wawasan pengetahuan
permusyawaratan yang menyediakan yang mendalam yang mengatasi
wahana bagi perwujudan semangat ruang dan waktu tentang materi yang
kekeluargaan dan keadilan sosial di bawah dimusyawarahkan. Melalui hikmah
bimbingan hikmah-kebijaksanaan. itulah mereka yang mewakili rakyat bisa
merasakan, menyelami dan mengetahui
Di bawah semangat kekeluargaan,

29
JEJAK NUSANTARA
Vol~me 02 I Nomor 11Desember20141

apa yang dipikirkan rakyat untuk kemudian akan berkembang. Di lembaga perwakilan,
diambil keputusan yang bijaksana yang wakil-wakil rakyat berdebat, bersikukuh
membawa republik ini pada keadaan dengan kebenaran pendapatnya namun
yang lebih baik. Orientasi etis "hikmah- dengan menjunjung etika politik dan
kebijaksanaan" juga mensyaratkan semangat kekeluargaan. Rakyat pun
kearifan untuk dapat menerima perbedaan akan melihat apa yang dilakukan wakil-
secara positif dengan memuliakan wakilnya itu memang merepresentasikan
apa yang disebut sebagai "kebajikan kedaulatan rakyat, bukan memperalat
keberadaban" (the virtue of civility),yakni rakyat untuk mencapai tujuannya. Dengan
rasa pertautan dan kemitraan di antara dimuliakannya aspirasi rakyat dalam
ragam perbedaan dan kesediaan untuk proses demokrasi politik di lembaga
berbagi substansi bersama, melampaui perwakilan, rakyat juga dituntut untuk
kepentingan kelompok, untuk kemudian menjadi warganegara yang bijaksana,
melunakkan dan menyerahkannya secara dengan kekuatan daya pikir yang dapat
toleran kepada tertib sipil. memahami hak dan kewajibannya, serta
Untuk itu, segala kekuatan dalam bertanggung jawab dalam menjalankan
masyarakat, tanpa pandang bulu, harus partisipasi politiknya.
diberi akses ke dalam proses pengambilan Singkat kata, demokrasi
keputusan. Wakil-wakil rakyat berdialog berkebudayaan dan budaya berdemokrasi
dengan pengetahuan dan kearifannya, harus terus diperkuat agar demokrasi bisa
bukan dengan kepentingan kelompoknya. diperdalam dan diperluas demi penyehatan
Dengan bimbingan hikmah- institusi demokrasi dan pencapaian
kebijaksanaan, perilaku politik yang etis kesejahteraan rakyat.

30
Oemoi<ras1 Beri<ebudayaan dan Budaya Beraemoi<rasi 6 - 31

DAFTAR ACUAN

Adam, A.B. (1995), The Vernacular Press and Horrison, L. (1885), Underdevelopment is a
the Emergence of Modern Indonesian State of Mind: The Latin American Case.
Consciousness (1855-1913). Ithaca: Maryland: Madison Books.
Cornell University South East Asia Latif, Y. (2011 ), Negara Paripurna:
Program. Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Carothers, T. (2002), "The End of the Transition Pancasila, Jakarta: Gramedia Pustaka
Paradigm," Journal ofDemocracy, No. 13. Utama.
Driyarkara, N., (2006), "Pemikiran Pancas- Lombard, D. (1996), NusaJawa:
ila Sebelum 1965," dalam A. Sudiarja, SilangBudaya,Vol. 1, Vol. 2, terj. Jakarta:
dkk. (ed.) Karya Lengkap Driyarkara: Gramedia Pustaka Utama.
Esai-Esai Filsafat Pemila"r yang Terlibat Malaka, T. (2005), Merdeka I 00%. Tangerang:
Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Marjin Kiri.
Jakarta: Kompas, Gramedia, Kanisius. Madjid, N. (1992), Islam, Doktrin dan
Flacks, R. (1988),Making History. New York: Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Columbia University Press Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan
Furedi, F. (2006), Where Have All the Kemoderenan. Jakarta: Yayasan Wakaf
Intellectuals Gone? London: Paramadina.
Continuum. Skarmeta, A. (1996), "The Book Show,"
Geertz, C. (1963), Old Societies, New States. dalam W.H. Gass dan L. Cuoco (ed.),
New York: The Free Press. The Writer in Politics.Illinois: Southern
Geertz, H. (1967), "Indonesian Cultures Illinois University.
and Communities,"dalam Ruth T. Soekarno (1958),Pantja-Sila sebagai Dasar
McVey (ed.), Indonesia, edisi revisi, Negara,Jilid 1, Jilid 2, Jilid 3, Jilid
Survey of World Cultures, No. 12. New 4. Jakarta: Kementerian Penerangan
Haven: Southeast Asia Studies, Yale Republik Indonesia.
University Press. - - (1965), Di Bawah Bendera Revolusi, Vol.
Habermas, J. (1990), Ilmu dan Teknologi 1. Jakarta: Panitia Di Bawah Bendera
sebagai Ideologi. Jakarta: LP3ES. Revolusi.
Hatta, M. (1960), Demokrasi Kita.Jakarta: Reeve, D. (2013), Golkar, Sejarah yang
Pandji Masjarakat. Hilang, terj. Jakarta: Komunitas Bambu.
--(1998), Kebangsaan dan Kerakyatan: de Tocqueville, A. (1998), Democracy in
Karya Lengkap Bung Hatta, Vol. I, Emil America. New York: Vintage Books.
Salim (Ketua Dewan Editor). Jakarta: Wertheim, W.F. (1956), Indonesian Society in
LP3ES, 1998. Transition. The Hague: Van Hoeve.

31
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor1 1Desember 2014 1

Budaya Demokrasi, Demokrasi


Budaya, dan Demokrasi Berbudaya
Heddy Shri Ahimsa-Putra
Guru Besar, Universitas Gadjah Mada

Abstract
This article explains the meaning of culture of democracy, democratic culture and cultured democracy. At
first glance, these terms are look the same but actually they have different meanings. Jn the first term, culture
is a subject or object that has democracy as a predicate. Culture is a political term which is related to the
way of distribution and implementation of power and decision-making process concerning the interests of
people. Jn the second term, culture is an object that subjected to the practices or behaviors and actions that
have democratic characteristics. Jn the third term, cultured has a meaning as th e predicate of democracy,
and it is similar to 'civilized'. Cultured democracy is a practice of culture in accordance to the manners
of certain cultural systems. An understanding of the terms differences is needed to avoid confusion about
democracy and culture. It may lead to misunderstanding and error in making decision to manage culture
and political life.

Keywords: culture of democracy, democratic culture, cultured democracy, cultural value

ejarah sistem politik Indonesia mt merupakan pewujudan nilai-nilai

S sejak proklamasi kemerdekaan


merupakan sejarah perjalanan
bangsa dalam upaya melaksanakan
demokrasi sebagai budaya politik, sebuah
budaya tertentu dalam kehidupan politik.
budaya demokrasi yang paling dasar,
yaitu bahwa pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah bersama sebaiknya
dilakukan secara bersama pula agar
dicapai penyelesaian yang dapat diterima
Sebenamya, sebagian nilai (values) oleh semua atau sebagian besar pihak
demokrasi sebagai suatu sistem budaya yang terlibat.
telah dikenal oleh masyarakat Indonesia Ketika bermacam kelompok dan
sebelum kemerdekaan. Nilai budaya gabungannya menjadi semakin besar,
itu terlihat pada kehidupan berbagai cara musyawarah yang pada mulanya
komunitas kecil yang pada awalnya dapat dilakukan dengan mudah mulai
merupakan kelompok kekerabatan dan terasa menjadi beban. Musyawarah
gabungan kelompok kekerabatan seperti yang melibatkan semua pihak tidak lagi
kedatuan, kekaraengan, dan sebagainya. dapat dilakukan. Cara yang kemudian
Kepemimpinan dan proses pengambilan ditempuh adalah mengangkat wakil untuk
keputusan dalam kelompok itu ditentukan bermusyawarah mengambil keputusan
melalui proses pemilihan dan musyawarah seperti terlihat, misalnya, dalam sistem
yang berlangsung secara informal. Proses politik tradisional di Sulawesi Selatan.

32
------ ----- ----·· ---------------------------· ---------------------------------

Buaaya Oemokras1, Cemokras1 Budaya, dan Oemokrasi Berbudaya 32 47

Kurnpulan para wakil kornunitas di bawah Partai-partai politik modem yang lahir
kepernirnpinan seorang aru atau karaeng kemudian tidak berhasil mewujudkan
yang pada rnasa lalu disebut adat atau kehidupan demokrasi seperti yang
hadat. Dalarn sistern politik tradisional diharapkan sehingga Presiden Soekamo
Bone, rnisalnya, dikenal Aru Pitu. Dalam menetapkan sebuah sistem demokrasi
masyarakat Bantaeng tradisional dikenal yang tidak sepenuhnya mengikuti
Adat Sampulongruwa atau Hadat Dua sistem demokrasi di Barat, yaitu Demo-
Belas. Dewan Aru atau Dewan Adat inilah krasi Terpimpin. Dalarn perjalanannya
yang bersama dengan raj a, aru atau karaeng sistem demokrasi ini temyata juga tidak
memegang kekuasaan, rnenentukan berhasil mewujudkan kehidupan politik
berbagai hal yang menyangkut kehidupan yang nyaman untuk semua pihak karena
orang banyak. Bilamana raja meninggal Demokrasi Terpimpin rnembuka peluang
atau harus diganti, Dewan Adat akan penyelewengan kekuasaan oleh Sang
memilih dan melantik raja yang baru Pemirnpin sendiri, seperti terlihat pada
(Ahimsa-Putra 1988; 1993). corak kepemimpinan Presiden Soekamo
Sistem politik tradisional di Sulawesi yang semakin lama di-anggap semakin
Selatan tersebut bertahan hingga masa otoriter. Kegagalan Presiden Soekamo
kemerdekaan dan baru dihapus pada akhir mengelola persaingan dan konflik
1940-an ketika pemerintah Republik dalam sistern politik yang dibangun
Indonesia rnengganti sistem Swapraja membuat Majelis Permusyawaratan
di Indonesia. Swapraja tidak lain adalah Rakyat Sementara, sebagai majelis
sistem politik tradisional pra-kemerdekaan tertinggi, menurunkannya dari kursi
yang diadopsi dalam kerangka sistem kepresidenannya dan mengangkat
politik Indonesia (Ahirnsa-Putra 1993) Soeharto sebagai penggantinya.
ketika rakyat di kawasan kekuasaan Seperti pendahulunya, Presiden
Belanda-yang disebut Hindia Belanda- Soeharto kemudian membangun sebuah
di bawah kepemimpinan Soekamo dan sistem demokrasi baru yang tidak seratus
Hatta memproklama-sikan kemerdekaan persen meniru sistem demokrasi di Barat,
dan rnembentuk sebuah negara baru, yaitu Demokrasi Pancasila. Dengan
Republik Indonesia. Akar budaya predikat baru "Pancasila," pemerintah
demokrasi yang telah ada dalam sebagian Orde Baru sebutan pemerintahan Soeharto
masyarakat Indonesia pada masa itu secara ekplisit ingin rnengatakan bahwa
-yaitu rnusyawarah dan pemungutan Indonesia telah menganut demokrasi,
suara-kemudian menjadi salah satu sila tetapi bukan sistem demokrasi seperti yang
dari dasar negara Republik Indonesia, berlaku di negara-negara Barat karena
Pancasila, yaitu silakeempatyang berbunyi sistem tersebut dianggap tidak sepenuhnya
"Kerakyatan yang dipirnpin oleh hikrnat cocok dengan budaya rnasyarakat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan Indonesia. Di bawah Orde Baru, demokrasi
dan perwakilan." Indonesia sangat menekankan pada proses
Sistem demokrasi yang menjadi musyawarah. Pemungutan suara untuk
landasan sistem politik tersebut, temyata rnenentukan pihak mana yang mendapat
tidak selalu menghasilkan kehidupan dukungan mayoritas bukan merupakan hal
politik sebagaimana yang dikehendaki. yang disukai, dan kalau perlu dihindari.

33
JEJAK NUSANTARA
Volume 02, Nocr,or 1' Desembe' 2014

Kini, dalam era pasca-Orde Baru, damai, aman dan lancar. Demokrasi
demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia sebagai sebuah sistem politik di Indonesia
tidak lagi diberi predikat tertentu. Hal merupakan kumpulan berbagai unsur
mt dapat dimaknai dalam beberapa budaya politik yang berasal dari Barat,
hal. Pertama, pemerintah atau bangsa yang sebagian di antaranya merupakan
Indonesia berpendapat bahwa demokrasi unsur yang tidak lagi asing bagi banyak
yang ingin diterapkan adalah demokrasi komunitas tradisional di sini, sedangkan
yang "mumi," tanpa embel-embel, atau sebagian yang lain merupakan unsur yang
demokrasi sebagai dikenal di negara Barat. baru. Oleh karena itu, proses penerimaan
Kedua, pemerintah atau bangsa Indonesia sistem demokrasi sebagai sistem politik
merasa bahwa sistem dan proses politik di Indonesia dapat dilihat sebagai proses
yang demokratis telah dapat dijalankan di yang oleh para ahli antropologi lazim
Indonesia sehingga embel-embel apa pun disebut akulturasi (Redfield, Linton dan
tidak diperlukan lagi. Ketiga, pemerintah Herskovits 1935; Teske danNelson 1974).
dan bangsa Indonesia menyadari bahwa Sebagai gugusan dari sejumlah
yang disebut demokrasi itu hanya satu, unsur budaya politik, sistem demokrasi
yaitu demokrasi sebagaimana yang merupakan suatu budaya politik dengan
disepakati dan dipraktikkan oleh banyak ciri tertentu yang berbeda dari budaya
negara demokrasi di dunia. Tidak ada politik yang lain, semisal sistem feudal,
sistem demokrasi dengan versi tertentu. sistem monarki, dan sebagainya. Budaya
Tidak perlu malu pada kenyataan demokrasi ini tentu saja berbeda dengan
bahwa kita pemah memberikan embel- demokrasi budaya. Dalam budaya
embel atau predikat tertentu pada praktik demokrasi, demokrasi adalah predikat
demokrasi di sini dengan maksud agar dari sebuah subjek yaitu budaya. Lain
diakui oleh masyarakat dunia (baca: Barat) halnya dengan demokrasi budaya. Di
sebagai masyarakat yang demokratis. sm1 demokrasi adalah serangkaian
Dalam sejarah di berbagai belahan dunia praktik tertentu yang diterapkan dalam
lain, demokrasi juga diberi berbagai pengelolaan kebudayaan yang bersifat
predikat tertentu seperti "demokrasi demokratis. Meski demikian, perbedaan
sosialis," "demokrasi organik," budaya demokrasi dan demokrasi budaya
"demokrasi baru," "demokrasi tinggi," dan tidak hanya terletak pada aspek semantis
sebagainya (Hook 1973: 684). Demokrasi karena budaya dan demokrasi adalah juga
sebagai sebuah konsep yang mengacu praktik, nilai-nilai, serta pandangan hidup.
pada suatu corak sistem atau kehidupan Perbedaan yang lebih mendalam antara
politik tertentu memang dapat dimaknai budaya demokrasi dan demolrasi budaya
macam-macam sesuai dengan keperluan ini dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
dan kepentingan pemberi makna.
Perkembangan praktik demokrasi BUDAYA DEMOKRASI: BUDAYA
di Indonesia tersebut menunjukkan DAN NILAI BUDAYA
bahwa bangsa Indonesia menerima dan Demokrasi berasal dari kata demos,
mengadopsi sistem politik demokrasi yang berarti 'rakyat', dan kratos,
secara ber-angsur-angsur, melalui 'kekuasaan'. Jadi, demokrasi berarti
berbagai proses yang tidak seluruhnya kekuasaan ada pada rakyat, atau di

34
Budaya Oemokras1, Demokrasi Budaya, dan Oemor<ras1 Berbudaya 32 47

tangan rakyat. Banyak definisi dan tersebut kurang sesuai dengan demokrasi
penjelasan tentang demokrasi telah dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak
beredar seperti halnya penjelasan konsep melibatkan kanak-kanak, dan bahkan
penting yang lain dalam ilmu-ilmu sosial- dilarang terlibat dalam kegiatan politik
budaya. Pandangan yang dipaparkan di atau pengambilan keputusan penting
sini hanyalah salah satu di antaranya. yang menyangkut kebutuhan hidup
Pandangan ini tidak harus dianggap orang banyak. Kedua, definisi tersebut
sebagai yang paling benar. Sebaliknya, juga menimbulkan pertanyaan lain, yaitu
harus tetap direnungkan maknanya secara apakah kesepakatan, persetujuan tersebut
kritis dan disempurnakan terus-menerus. harus diberikan secara bebas atau tidak;
apakah kesepakatan yang diperoleh
Definisi dan Penjelasan melalui pemaksaan atau diiringi dengan
Definisi demokrasi, menurut keterpaksaan masih dapat dikatakan
Theodorson dan Theodorson (1969: 107) sebagai demokrasi.
adalah "a political system based upon Terkait dengan pertanyaan tersebut,
rule by the consent of the governed, i.e. Sidney Hook, ahli filsafat politik dari
government based directly or indirectly Amerika Serikat, kemudian mendefinisikan
upon the will of the majority of the demokrasi sebagai "a form of government
members of a community or society," in which the major decisions of the
atau sistem politik yang berdasarkan governmentor the direction ofpolicy behind
pada aturan yang disepakati oleh orang these decisionsrest directly or indirectly on
yang diatur atau diperintah. Artinya, the freely given consent of a majority of
pemerintahan yang berdasarkan langsung the adults governed" (1973: 684). Definisi
atau tidak langsung-pada kemauan m1 terlihat dibuat dengan hati-hati.
mayoritas warga dari suatu komunitas Berbagai kemungkinan pertanyaan yang
atau masyarakat. Sepintas lalu, definisi melemahkan terlihat telah diperhitungkan
ini terasa sudah memadai, tetapi jika masak-masak dengan menggunakan frase
direnungkan lebih lanjut akan terlihat major decisions, 'putusan besar', keputusan
beberapa kekurangannya. penting, bukan setiap keputusan; the
Pertama, definisi itu tidakmembedakan direction ofpolicy behind these decisions,
usia ataupun tingkat kedewasaan pihak arah 'kebijakan di belakang putusan
the governed, orang yang diatur, yang tersebut'; jadi bukan hanya keputusannya,
diperintah. Padahal, kesepakatan hanya tetapi juga arah kebijakan; freely given
dapat dibangun atas dasar kesadaran dan consent, 'persetujuan/kesepakatan' yang
pengetahuan seseorang mengenai apa diberikan secara bebas, merdeka, bukan
yang disepakati, dan kesadaran ini baru persetujuan yang diberikan dalam keadaan
dicapai setelah seseorang memasuki tertekan atau karena ditekan, terpaksa atau
usia tertentu. Muncul pertanyaan apakah dipaksa; a majority of the adults governed,
kanak-kanak juga termasuk mereka yang 'mayoritas orang dewasa yang diatur',
harus dimintai kesepakatannya padahal bukan hanya mayoritas karena mayoritas
mereka belum sepenuhnya sadar dan bisa saja dicapai dengan memasukkan
tahu apa yang mereka lakukan dan alami. banyak kanak-kanak. Definisi Hook inilah
Tentu tidak. Oleh karena itu, definisi yang digunakan dalam tulisan ini.

35
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nornor11 Desember 2014 I

Demokrasi sebagai sebuah corak suatu demokrasi perwakilan menjadi lebih dapat
pemerintahan atau sistem politik sudah dijalankan daripada demokrasi langsung.
dikenal oleh masyarakat Yunani Kuno Di sinilah demokrasi yang tidak langsung,
di Kota Athena. Demokrasi masyarakat yang disebut demokrasi perwakilan
Athena Kuno ini merupakan demokrasi (representative democracy), merupakan
langsung. Warga Kota Athena menentukan sistem yang dipandang lebih cocok, dan
secara langsung undang-undang yang inilah corak demokrasi yang banyak
akan diberlakukan di kalangan mereka. digunakan (Ahimsa-Putra 2014; dalam
Demokrasi ini boleh dikatakan merupakan proses cetak).
bentuk yang paling dekat dengan makna Demokrasi yang didasarkan pada
demokrasi. Dalam praktik sistem ini perwakilan ini "presupposes not direct
masyarakat Kota Athena berkumpul, exercise of power but delegation of
menyelenggarakan rapat kota untuk power." Kalau demokrasi masyarakat
menyatakan kesetujuan atau penolakan Athena dapat dikatakan sebagai
mereka terhadap sesuatu. Akan tetapi "pemerintahan oleh rakyat atas rakyat,"
demokrasi corak Athena ini hanya cocok demokrasi pada masyarakat modem
untuk masyarakat yang tidak begitu besar tidak selalu dapat dikatakan sebagai
jumlah warganya. Ketika warga suatu demokrasi seperti itu karena "the people
komunitas yang berhak memilih menjadi who are governed are not the same
sangat banyak, demokrasi ala Athena people who govern," orang yang diatur
sangat merepotkan, bahkan mungkin tidak tidak sama dengan orang yang mengatur
lagi dapat dijalankan sehingga diperlukan (Sartori 1968: 115). Dalam demokrasi
penyesuaian atau perubahan (Ahimsa- perwakilan ini warga masyarakat memilih
Putra 2014; dalam proses cetak). atau mengangkat wakil yang kemudian
Pada masyarakat masa kini demokrasi memilih atau menentukan undang-undang
ala Athena memang tidak dapat diterapkan yang akan mengatur kehidupan mereka.
sepenuhnya karena kondisinya sudah Di sini tidak ada pelaksanaan kekuasaan
berbeda. Sartori (1968: 115) menulis, secara langsung melainkan melalui
Modern political societies are large perwakilan. Artinya, terjadi pendelegasian
societies, and the greater the number kekuasaan sehingga pemerintahannya
for the people involved, the less their tidak dapat disebut "pemerintahan diri-
pariticipation can be effective and sendiri" (self government), tetapi lebih
meaningful. Furthermore, the modern merupakan sebuah sistem pengendalian
nationwide state confronts us with spatial dan pembatasan pemerintahan; "it is not . .
or extensional impossibility, for the real . a :,,ystem ofself-government, but a system
self-government cannot occur among
of control and limitation of government"
the absentees; it requires a demos to be
(Sartori 1968: 115).
present in person on the spot.
Masyarakat modem lebih luas Sebagai praktik atau po la pemerintahan
skalanya daripada masyarakat Yunani dengan corak tertentu, sistem politik yang
Kuno sehingga apa yang dapat dilakukan demokratis tersebut juga dapat dikatakan
oleh masyarakat Athena ketika itu tidak sebagai suatu budaya. Budaya dengan
mudah untuk ditiru oleh masyarakat corak atau ciri tertentu. Budaya seperti itu
masa kini. Dalam situasi seperti itulah dapat disebut sebagai "budaya demokrasi"

36
Budaya Oemokras1, Oemoi<ras1 Budaya, dan Oemoi<ras1 Berbudaya 32 47

yaitu seperangkat simbol yang berfungsi Nilai Budaya Dasar Demokrasi


untuk mewujudkan sebuah kehidupan Seperti bentuk budaya yang lain,
masyarakat yang pengambilan keputusan budaya demokrasi berjalan di atas
besar dan pen ting dalam pemerintahannya landasan sejumlah nilai budaya, yang
serta arah kebijakan di balik keputusan itu sebagian bersifat eksplisit atau dinyatakan
didasarkan langsung atau tidak langsung dan sebagian lagi implisit atau tidak
pada kesepakatan atau persetujuan yang dinyatakan. Nilai budaya di sini diartikan
diberikan secara bebas, merdeka, oleh sebagai "pandangan-pandangan atau
sebagian besar dari warga dewasa dalam pendapat-pendapat yang digunakan oleh
masyarakat tersebut. warga suatu komunitas atau masyarakat
Sebagai suatu budaya, demokrasi untuk menilai, untuk menentukan baik-
memiliki empat aspek atau wujud. buruknya, bermanfaat-tidaknya berbagai
Berturut-turut dari yang konkret hingga macam hal atau peristiwa yang ada
yang abstrak empat aspek tersebut adalah: dalam kehi-dupan mereka" (Ahimsa-
(a) aspek fisik atau budaya materiel; (b) Putra 2007c ). Dengan kata lain, nilai-
aspek perilaku atau budaya perilaku; (c) nilai ini merupakan semacam alat ukur,
aspek kebahasaan atau bahasa, dan ( d) alat penilai. Perangkat penilaian ini
aspek gagasan atau budaya pengetahuan ada dalam sistem pengetahuan mereka,
(Ahimsa-Putra 2013). Wujud atau aspek diperoleh melalui proses belajar dalam
materiel budaya demokrasi berupa kehidupan bersama yang lazim disebut
benda-benda dari yang berbentuk kecil proses sosialisasi. Sebagai alat ukur, nilai
seperti kartu suara, paku pencoblos budaya menduduki posisi yang sangat
kartu suara, kotak suara, tinta celup jari penting-jika bukan yang terpenting -
hingga bangunan besar seperti kantor dalam suatu kebudayaan. Oleh karena
partai politik, kantor pemilihan umum, itu, nilai budaya biasanya merupakan
gedung DPR, dan sebagainya. Aspek unsur kebudayaan yang relatif paling sulit
perilaku budaya demokrasi, misalnya, berubah. Jika alat penilai ini terlalu mudah
mencoblos kartu suara, aktivitas rapat berubah, masyarakat pendukungnya akan
partai, kampanye partai, penghitungan mengalami kebingungan (Ahimsa-Putra
suara, pengumuman perolehan suara, 2014).
pengelompokan sosial, dan sebagainya. Berkenaan dengan politik, nilai budaya
Aspek kebahasaan budaya demokrasi di sini dimaknai sebagai pandangan,
berupa antara lain pidato kampanye, pendapat atau keyakinan yang menjadi
yel kampanye partai, semboyan partai, alat untuk menentukan baik-buruknya,
sejarah partai, wacana pemilihan, dan benar-tidaknya siasat, aktivitas, sistem dan
sebagainya. Aspek gagasan budaya struktur yang ditujukan untuk membuat
demokrasi berupa misalnya ideologi atau menyusun aturan serta pengalokasian
partai, visi dan misi partai, pemikiran penguasaan dan pemanfaatan sumber-
tentang demokrasi, nilai-nilai demokrasi, sumber day a, yang menyangkut
norma dan berbagai aturan atau hukum kehidupan orang banyak. Sebagai gugusan
yang mengatur aktivitas politik, dan pandangan atau pendapat, nilai budaya
sebagainya. merupakan hal yang abstrak, tidak terlihat,
dan karena itu biasanya juga bersifat tidak

37
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Norlor 11Desember201LI

disadari. Tidak banyak warga masyarakat tidaknya masyarakat dan berarti setuju-
yang dapat dengan eksplisit dan tegas tidaknya Tuhan pada suatu kebijakan,
menyatakan nilai budaya yang mereka keputusan atau aturan tertentu. Atas dasar
miliki dan ikuti walau sehari-hari mereka nilai budaya positif ini dapat ditentukan
memakai nilai-nilai tersebut sebagai perangkat nilai budaya yang digunakan
pedoman atau pembimbing perilaku dan untuk mentapkan bahwa sesuatu itu
tindakan mereka menghadapi situasi kurang baik, kurang tepat, atau sama
dan kondisi sekitar. Meski tidak disadari sekali tidak patut dilakukan, yaitu bahwa
oleh pemiliknya, nilai budaya tetap dapat meninggalkan atau mengabaikan kegiatan
diketahui lewat pewujudannya, yaitu pemungutan suara untuk untuk mengetahui
unsur-unsur budaya yang empiris, seperti pendapat sebagian warga masyarakat
bermacam ungkapan, pepatah-petitih, yang dewasa berkenaan dengan suatu
pantun, puisi, mantra, dongeng, legenda, kebijakan, keputusan atau aturan tertentu
nyanyian rakyat, dan bahasa. adalah hal yang tidak baik dan sebaiknya
Berkenaan dengan demokrasi, tidak dilakukan
sejumlah nilai budaya dapat ditarik atau Kedua, pemberian kesepakatan atau
disimpulkan dari ciri praktik demokrasi persetujuan oleh warga masyarakat
yang telah dipaparkan. Yang pertama tersebut harus dilakukan dengan
adalah nilai kesepakatan atau persetujuan pengetahuan dan kesadaran akan apa yang
yang diberikan, baik secara langsung disepakati atau disetujui. Jika seseorang
maupun tidak. Pemberian persetujuan memilih menyetUJUI seseorang yang
secara langsung di sini dilakukan melalui lain sebagai pemimpin, atau menyetujui
pemungutan suara dari warga masyarakat pelaksanaan sebuah keputusan atau
yang dewasa untuk menentukan setuju- pemberlakuan suatu aturan, maka
tidaknya suatu kebijakan, keputusan atau persetujuan tersebut mesti didasarkan
aturan oleh sebagian besar dari mereka. pada pengetahuannya, pemahamannya
Praktik m1 dida-sarkan pada suatu dan kesadarannya mengenai apa yang
nilai budaya yang mengatakan bahwa disetujuinya. Praktik ini berlandaskan
melakukan pemungutan suara untuk pada nilai budaya yang mengatakan bahwa
mengetahui pendapat (setuju-tidaknya) menyetujui, menyepakati atau mendukung
sebagian besar warga masyarakat sesuatu berdasarkan atas pengetahuan,
yang dewasa berkenaan dengan suatu pemahaman dan kesadaran mengenai
kebijakan, keputusan atau aturan tertentu sesuatu tersebut merupakan hal yang baik
yang penting merupakan hal yang baik dan perlu dilakukan.
dan perlu dilakukan. Pemungutan suara Dengan adanya nilai budaya,
ini juga dilakukan berdasarkan atas sebuah setiap persetujuan atau dukungan
pandangan yang sangat penting yang terhadap sesuatu yang tidak didasarkan
mewujud dalam ungkapan Vax Papuli, pada pengetahuan, pemahaman dan
Vax Dei, Suara Rakyat, Suara Tuhan. kesadaran mengenai sesuatu itu akan
Suara rakyat di sini tidak lain adalah suara dianggap tidak baik. Demikian pula cara
"mayoritas warga masyarakat yang telah untuk mendapatkannya. Oleh karena itu
dewasa." Dengan kata lain, pemungutan proses yang memungkinkan munculnya
suara dilakukan untuk mengetahui setuju- pengetahuan, pemahaman dan kesadaran

38
Budaya Oemokrasi, Oemokras1 Budaya, dan Oemokras1 Beroudaya 32 47

, ______ ------- ---------·--- -- ·---------~---- '~---- --- ·--------··- - - -

tersebut harus diadakan, seperti kampanye berbeda pandangan, dan ketidaksenangan


yang berisi penjelasan mengenai calon ini dapat mendorong pihak tersebut
pemimpin, rencana, aturan atau keputusan melakukan tindakan yang merugikan
yang akan dipilih atau disetujui, dan atau membuat pemilih merasa tidak
sebagainya, Mendapatkan penyetujuan nyaman, maka pilihan tersebut harus
dengan cara memberikan sejumlah uang dijaga kerahasiaannya. Dari sini kita dapat
yang dikenal sebagai money politics adalah merumuskan nilai budaya berikutnya,
hal yang dianggap tidak baik, dan kalau yaitu bahwa menciptakan situasi dan
bisa dicegah karena cara tersebut tidak kondisi yang membuat pilihan seseorang
menghasilkan pemahaman dan kesadaran. atas individu, kebijakan, keputusan atau
Di sini "jujur" adalah kata kuncinya. aturan tertentu, tidak dapat diketahui
Ketiga, pemberian kesepakatan oleh orang lain, adalah hal yang baik dan
atau persetujuan oleh warga masyarakat perlu dilakukan. Dengan nilai budaya ini
harus dapat dilakukan secara bebas dan penyelenggara pemilihan akan berusaha
merdeka. Praktik ini didasarkan pada menciptakan kondisi yang membuat
suatu nilai budaya yang mengatakan pilihan para pemilih tidak dapat diketahui
bahwa pemilihan atau pemungutan suara oleh siapapun. Nilai budaya inilah yang
yang dilangsungkan dalam situasi yang memunculkan proses penentuan pilihan
memberi kebebasan sepenuhnya pada yaitu pencoblosan kartu suara yang tidak
orang untuk menentukan pilihannya dapat diketahui oleh orang lain, yaitu
adalah hal yang baik dan harus dilakukan. dalam bilik pencoblosan. Di sini "rahasia"
Situasi pemilihan yang aman dan damai, adalah kata kuncinya.
pemilih yang bebas dari segala ketakutan Kelima, proses pemungutan suara
dan ancaman, merupakan situasi yang tersebut juga baru akan dapat berjalan
ideal, yang dianggap baik, karena dengan seperti yang diharapkan bilamana para
kondisi seperti itu orang dapat menentukan pemilih memiliki hak dan kewaj iban
pilihan atas dasar kesadaran, pengetahuan yang sama, dan diperlakukan sama oleh
dan pemahamannya mengenai apa yang penyelenggara pemilihan. Oleh karena
dipilihnya, sesuai dengan kebutuhan itu pihak penyelengga-ra harus berusaha
dan kepentingannya. Pemilihan yang keras untuk membantu mereka yang
dilakukan di bawah ancaman dan kebetulan tidak dapat meme-nuhi syarat
ketakutan akan menghasilkan suara administrasi tertentu atau memiliki cacat
yang tidak mencerminkan keinginan dan fisik tertentu mendapatkan hak dan
kepentingan pemilihnya. Kebebasan dari memenuhi kewajiban mereka memberikan
ketakutan dan ancaman ini harus ada suara. Nilai budaya yang mendasari ha! ini
tidak hanya sebelum pemilihan dan ketika mengatakan bahwa menciptakan situasi
pemilihan, tetapi juga setelah pemilihan. dan kondisi yang membuat setiap orang
Di sini "bebas" adalah kata kuncinya. dapat memperoleh hak dan menjalankan
Keempat, oleh karena pemberian kewajibannya sebagai pemilih adalah hal
persetujuan atau kesepakatan melalui yang baik dan perlu dilakukan. Dengan
pemberian suara ini bisa menimbulkan kata lain, pelaksana pemilihan harus dapat
ketidaksenangan pada pihak yang tidak bertindak adil pada setiap pemilih. Di sini
terpilih atau didukung atau pihak yang "adil" adalah kata kuncinya.

39
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Desember20AI

Nilai budaya adil didasarkan pada sistem politik yang dibangun tidak di
pandangan filosofis tertentu mengenai atas proses politik yang jujur, bebas,
manusia, yaitu adanya "the inherent rahasia dan adil, tidak dapat dikatakan
equality, worth, and human rights of every sebagai sistem politik yang demokratis.
indivi-dual" (Theodorson and Theodorson Jika salah satu nilai budaya tersebut
1969: 107). Oleh karena itu, sistem politik tidak dapat diwujudkan dengan baik,
yang demokratis berasumsi bahwa "all sistem politik yang terwujud tetap dapat
members of the group have an essential dikatakan demokratis, tetapi cacat, kurang
dignity" dan karena itu "cooperation, sempuma. Jadi, sistem politik demokrasi
discussion and consensus" merupakan pada dasamya adalah, meminjam istilah
hal-hal yang bemilai, yang perlu Max Weber, sebuah ideal type atau tipe
dihargai, dijunjung tinggi (Theodorson ideal (Bendix 1968), atau, dalam istilah
and Theodorson 1969: 228). Pan-dangan Clifford Geertz ( 1973 ), sebuah model for,
ini juga mewujud dalam prinsip yang sebuah model yang ingin diwujudkan,
lain dalam sistem politik yang demokra- tetapi pewujudannya tidak selalu bisa
tis, yaitu "equality before the law" atau sempuma. Kedemokratisan sebuah sistem
kesamaan kedudukan di hadapan hukum. politik, dengan demikian, terletak pada
Menurut prinsip ini, demokrasi hanya tingkat keterwujudan pandangan filosofis
dapat berjalan dengan baik apabila setiap dan nilai-nilai budaya yang mendasarinya
warga masyarakat mendapat perlakuan dalam praktik politik sehari-hari. Dengan
yang sama di hadapan hukum. Artinya, demikian kedemokratisan pada dasamya
tidak ada hu-kum yang menempatkan bersi fat relatif.
warga satu golongan lebih tinggi atau Di negara yang telah lengkap
lebih besar haknya da-ripada warga perangkat budaya demokrasinya, mulai
golongan yang lain (Ahimsa-Putra 2014; dari perangkat keras hingga perangkat
dalam proses cetak). lunak (budaya materiel hingga budaya
Dari paparan tersebut diketahui pengetahuan), budaya demokrasi mungkin
bahwa nilai-nilai budaya yang mendasari dapat terwujud hampir sempuma, tetapi di
bud-daya demokrasi adalah kejujuran, negara-negara yang sedang berkembang,
kebebasan, kerahasiaan dan keadilan. atau sedang mencoba menerapkan sistem
Nilai-nilai budaya m1 mempunyai politik yang demokratis, pewujudan
hubungan fungsional dan timbal-balik. budaya tersebut masihjauh dari sempuma.
Nilai budaya kejujuran misalnya bisa Perdebatan mengenai keabsahan hasil
merupakan fungsi dari nilai budaya pemilihan presiden di Indonesia 2014 yang
keadilan, tetapi bisa juga sebaliknya, nilai baru lalu merupakan contoh yang sangat
budaya keadilan merupakan fungsi dari jelas tentang belum sempumanya budaya
nilai budaya kejujuran. Keadilan tidak ter- demokrasi di Tanah Air. Masih banyak
wujudjika tidak adakejujuran. Sebaliknya, kendala untuk mewujudkan budaya
kejujuran juga tidak akan terwujud jika tersebut dalam sistem politik Indonesia.
tidak ada keadilan. Demikian pula halnya
dengan nilai-nilai budaya yang lain.
Nilai Budaya Turunan Demokrasi
Nilai-nilai budaya tersebut juga harus Dari lima nilai dasar tersebut dapat
mewujud sebagai keutuhan. Sebuah diturunkan lagi sejumlah nilai budaya, dan

40
Budaya Oemokras1. Oemokrasi Budaya. dan Oemokrasi Berbudaya 32 47

- --~~----------------- -----------------~~------

dari nilai budaya ini lahir beberapa ciri hak untuk semena-mena melakukan
turunan sistem politik tersebut. Sejumlah penangkapan atas warga masyarakat
ahli ilmu politik kemudian mendefinisikan kecuali dengan alasan yang sangat
demokrasi sebagai "a system based on penting, seperti keamanan negara atau
competitive parties, in which the governing ketertiban masyarakat luas. Pelaksanaan
majority respects the rights of minorities" prinsip ini akan menghasilkan masyarakat
(Sartori 1968: 112). Di sini keterwakilan yang bebas dari rasa takut, dan bebas dari
warga masyarakat disalurkan melalui rasa terpaksa. Prinsip tersebut juga akan
partai politik yang diasumsikan dapat memungkinkan terwujudnya ciri lain
mewakili pandangan serta kepentingan yang lain, yaitu kebebasan bersaing dan
seluruh golongan, lapisan atau kelompok hubungan yang kurang lebih seimbang di
sosial, baik yang mayoritas maupun antara berbagai kelompok kepentingan.
minoritas karena perlindungan atas hak- Oleh karena itu, sebagian ilmuwan politik
hak golongan minoritas "has always berpendapat bahwa suatu masyarakat
been regarded as an essential aspect of hanya akan dapat dika-takan betul-
the democratic system" (Theodorson dan betul demokratis jika di situ terdapat
Theodorson 1969: 107). Dengan kata lain, ''.free competition and balancing of in-
dalam sistem politik yang demokratis terest groups" sehingga kesepakatan dan
semua kelompok harus diberi penghargaan kompromi dengan kelompok oposisi dapat
yang sama. Inilah nilai turunan dari nilai dicapai dengan konfl.ik atau pertentangan
budaya adil. sekecil mungkin (Sartori 1969).
Sebagian ilmuwan politik juga Masih terdapat ciri lain dalam sistem
menambahkan bahwa salah satu ciri sistem politik yang demokratis, misalnya terkait
politik yang demokratis adalah adanya kepemimpinan. Namun, nilai-nilai budaya
"kebebasan berbicara, kebebasan pers dan dasar dan filsafat manusia serta beberapa
kebebasan berserikat." Suatu sistem politik nilai budaya turunan yang telah diuraikan
dapat dikatakan demokratis bilamana cukup kiranya untuk menunjukkan
warga masyarakat memiliki kebebasan demokrasi sebagai sebuah budaya. Unsur-
untuk berbicara atau berpendapat; yang unsur tersebut dapat dikatakan merupakan
kemudian juga tecermin pada kebebasan inti budaya dari budaya demokrasi,
persnya (Sartori 1969). Selain itu, warga meminjam istilah Steward (1955).
masyarakat juga bebas untuk melakukan
kegiatan rapat atau berkumpul bersama DEMOKRASI BUDAYA: PRAKTIK
(Ahimsa-Putra 2014; dalam proses cetak). PENGELOLAAN KEBUDAYAAN
Prinsip ke-bebasan press ini merupakan Budaya demokrasi, sebagaimana telah
turunan dari nilai budaya bebas di atas. dijelaskan, kini bukan lagi merupakan hal
Lebih lanjut, nilai budaya bebas yang baru di Indonesia. Sebagian nilai-
juga diturunkan ke dalam prinsip lain nilainya telah diterima masyarakat dan
dalam sistem politik yang demokratis menjadi acuan dalam beraktivitas politik,
yaitu "perlindungan dari penangkapan sebagian praktiknya telah berjalan,
sewenang-wenang" (protection from sebagian perangkat kebahasaannya telah
arbitrary arrest); bahwa dalam masyarakat digunakan, dan sebagian perangkat
yang demokratis penguasa tidak memiliki materielnya juga telah dibuat dan

41
JEJAK NUSANTARA
Vo.ume 021Nomor11Desember20141

dimanfaatkan. Akan tetapi, suatu bidang kehidupan lain termasuk dalam


masyarakat yang "berbudaya demokrasi" bidang kebudayaan.
tidaklah berarti telah "berdemokrasi Frase 'demokrasi budaya'
budaya." menunjukkan makna demokrasi sebagai
suatu aktivitas; aktivitas yang bersifat
Definisi dan Penjelasan demokratis. Oleh karena demokrasi adalah
Istilah 'demokrasi budaya' pada aktivitas, maka budaya di situ merupakan
dasamya sej enis dengan 'demokrasi objek aktivitas tersebut. Aktivitas apakah
ekonomi', dan ini sebenamya merupakan yang dapat dikatakan bersifat demokratis
hasil perpanjangan dari pandangan berkaitan dengan kebudayaan? Tidak
tentang demokrasi yang biasanya lain adalah pengelolaan. Jika demikian,
dihubungkan dengan politik. Demokrasi 'demokrasi budaya' dapat didefinisikan
yang telah dipaparkan di bagian terdahulu sebagai aktivitas atau proses pengelolaan
adalah 'demokrasi politik'. Jika terdapat yang bersifat demokratis atas kebudayaan.
demokrasi dalam kehidupan politik, tentu Sebagai aktivitas yang bersifat
ada demokrasi dalam kehidupan ekonomi; demokratis, maka dengan sendirinya hams
dan jika ada demokrasi dalam kehidupan berlandaskan pada pandangan filosofis
ekonomi, tentu juga ada demokrasi dan nilai-nilai budaya demokrasi tersebut.
dalam kehidupan budaya, atau demokrasi Sebagai proses pengelolaan
budaya. Pemikiran seperti ini sebenamya kebudayaan, makna demokrasi budaya
kurang tepat sejak dari awal karena di sini tidak terlalu jauh dari politik
dimulai dari pemberian embel-embel kebudayaan yaitu proses membuat atau
"politik" pada kata demokrasi. Padahal, merumuskan kebijakan dan strategi umum
demokrasi memang hanya berhubungan berkenaan dengan kebudayaan, dengan
dengan politik. Demokrasi adalah suatu cara mempenga-ruhi atau menguasai
bentuk atau corak pemerintahan (Hook sumber-sumber yang berkuasa dan
1973). Jadi demokrasi pasti mengenai memiliki wewenang atas kebudayaan (bdk.
politik, bukan yang lain. Theodorson dan Theodorson 1969: 303).
Pemikiran bahwa dalam bidang Kebijakan dan strategi umum di sini adalah
kehidupan yang lain juga perlu ada berbagai keputusan yang menyangkut cara
demokrasi telah memperluas makna dan pembagian atau distribusi penguasaan
demokrasi dengan mengangkatnya ke dan pemanfaatan sumber-sumber budaya
tataran yang lebih tinggi, yaitu tataran (cultural resources) serta sumber-sumber
"way oflife" (Hook 1973: 686). Pemikiran daya untuk kepentingan pelestarian dan
ini tidak salah, dan itulah yang sebenamya pengembangan kebudayaan, sedangkan
telah dipaparkan dalam tulisan ini. Akan sumber-sumber kekuasaan dan wewenang
tetapi, yang perlu kemudian dipahami di sini tidak lain adalah individu atau
adalah implikasi dari peluasan makna kelompok yang mempunyai kemampuan
tersebut. Demokrasi sebagai budaya untuk membuat individu atau kelompok
adalah demokrasi sebagai pandangan pemangku kebudayaan melakukan apa
hidup, sebagai cara hidup. Oleh karena yang dikehendaki.
itu, demokrasi tidak lagi hanya ada dalam Proses membuat kebijakan dan
kehidupan politik, tetapi juga dalam strategi umum tersebut antara lain

42
Budaya Oemokrasi, Oemokrasi Budaya, dan Oemokras1 Berbudaya 32 - 47

diskusi, rapat, atau musyawarah, untuk kebudayaan menjadi the inherent equality,
menentukan berbagai aturan termasuk worth and rights of every culture, yang
pendistribusian dan pengalokasian dalam antropologi lebih dikenal sebagai
penguasaan dan pemanfaatan sumber pandangan relativisme budaya (cultural
daya yang menyangkut pelestarian dan relativism). Di sini setiap kebudayaan
pengembangan kebudayaan (bdk. Spradley dipandang sama baiknya, sama tingginya,
197 5). Proses itu ten tu tidak mudah sama bemilainya sehingga memiliki hak
dan tidak selalu berjalan lancar karena mendapatkan perlakuan yang sama dari
di dalamnya terlibat berbagai macam manusia, masyarakat atau suatu bangsa.
individu dan kelompok dengan berbagai Lebih lanjut, asumsi "all members of
macam kepentingan yang sangat beragam. the group have an essential dignity" dapat
Di situ selalu ada perbedaan kepentingan ditransformasikan menjadi all cultures of
sehingga persaingan dan konflik tidak a given society have an essential dignity.
pemah absen dari proses semacam itu. Semua kebudayaan yang terdapat dalam
Meski demikian, persaingan dan konflik suatu masyarakat atau bangsa harus
yang terjadi biasanya merupakan aktivitas dipandang sama martabatnya sehingga
yang tidak tanpa aturan. Di situ selalu setiap kebijakan dan strategi kebudayaan
ada aturan yang telah disepakati bersama, sebaiknya meru-pakan hasil "cooperation,
baik secara formal tertulis maupun tidak, discussion and consensus" dari para
sehingga proses membuat kebij akan dan pemangku segenap kebudayaan, dan
strategi umum juga dapat dipandang harus dihargai, dihormati dan dijunjung
seperti sebuah permainan (game), yang di tinggi. Dengan pandangan ini harus ada
dalamnya terjadi persaingan dan konflik, kesamaan kedudukan di hadapan hukum
ada pemenang, ada pecundang (bdk. bagi semua kebudayaan. Tidak boleh ada
Bailey 1977). peminggiran kebudayaan hanya karena
budaya tersebut milik kaum minoritas
Pengelolaan Kebudayaan atau milik kaum yang terpinggirkan dalam
Pertanyaannya kemudian adalah kehidupan politik atau ekonomi. Setiap
bagaimana implementasi pandangan kebudayaan mempunyai hak yang sama
filosofis dan nilai-nilai budaya demokrasi untuk hidup dan berkembang. Tidak ada
tersebut dalam aktivitas pengelolaan kebudayaan yang dianggap lebih tinggi
kebudayaan. Dalam hal ini inti budaya kedudukannya daripada kebudayaan yang
demokrasi harus ditempatkan sebagai lain berkenaan dengan hukum dan aturan
model untuk pengelolaan kebudayaan. pengelolaan kebudayaan, sehingga lebih
Artinya, kebudayaan dipandang sebagai berhak untuk hidup daripada kebudayaan
suatu objek seperti manusia. Dengan yang lain.
demikian, filsafat manusia yang Dasar-dasar filsafat kebudayaan
mendasari budaya demokrasi dapat tersebut harus disertai dengan nilai-
diterapkan pada kebudayaan. Pandangan nilai budaya demokrasi dalam proses
filosofis demokrasi tentang "the inherent pengelolaan kebudayaan. Nilai budaya
equality, worth, and human rights of every yang pertama adalah adil dalam
individual" (Theodorson dan Theodorson pengelolaan kebudayaan. Keadilan di
1969: 107) dapat ditransformasikan pada sini ditentukan atas dasar situasi dan

43
JEJAK NUSANTARA
l/olurre 02 Nomor 11Desember20141
I

kondisi masing-masing kebudayaan budaya, dan perbedaan ini muncul karena


yang dikelola. Budaya kaum pinggiran, perbedaan bidang kehidupan tempat
atau budaya yang terpinggirkan, dengan nilai budaya tersebut mewujud. Sebagai
kondisi yang setengah hidup atau setengah praktik pengelolaan (management) maka
mati perlu mendapat perhatian lebih besar demokrasi budaya hams menjadikan
daripada budaya yang telah dapat tumbuh keterbukaan bukan kerahasiaan sebagai
dan berkembang dengan baik, atau salah satu nilai budayanya. Dengan
bahkan telah mendominasi kehidupan keterbukaan tersebut, akuntabilitas akan
budaya pada umumnya. Mereka hams dapat dijaga dan dipertahankan. De-ngan
mendapatkan bantuan lebih besar agar keterbukaan itu pula proses pengawasan
dapat tetap bertahan hidup dan dikelola bersama akan dapat berjalan sehingga
dengan baik oleh para pendukungnya. kecurangan dan ketidakadilan akan dapat
Kedua, nilai budaya jujur. Kebijakan dihindarkan atau dicegah.
dan strategi umumpengelolaankebudayaan Praktik pengelolaan yang terbuka
hams bersifat jujur. Artinya, proses ini akan dapat berjalan bilamana terjadi
pengelolaan kebudayaan tersebut hams kerja sama, diskusi dan kesepakatan.
didasarkan pada aturan dan keputusan Diskusi atau pembahasan secara terbuka
yang telah disepakati bersama. Kebijakan dengan semua pihak yang berkepentingan
atau strategi bam yang akan diterapkan mengenai permasalahan dalam proses
hams diketahui dan mendapat persetujuan pengelolaan hams selalu dilakukan
dari semua pihak yang bertanggungjawab dan harus menghasilkan kesepakatan
atas proses pengelolaan kebudayaan. mengenai cara mengatasi masalah. Tanpa
Ketiga, nilai budaya bebas. Artinya, pembahasan terbuka dan pencapaian
kebijakan dan strategi umum pengelolaan kesepakatan, tidak akan terjadi kerja sama
kebudayaan hams dapat dirumuskan, dalam praktik pengelolaan kebudayaan,
ditetapkan dan disepakati, dalam kondisi dan tanpa kerja sama, permasalahan yang
semua pihak yang bertanggung jawab dihadapi tidak akan dapat diselesaikan.
mengelola kebudayaan merasa bebas dari Berbeda halnya dengan budaya
semua an-caman, tekanan atau ketakutan. demokrasi, yang bertujuan mewujudkan
Dengan demikian proses pengelolaan kehidupan sosial yang harmonis, yang
kebudayaan akan dapat berjalan jujur tidak mengandung banyak konflik
dan adil. Selain itu pengelola kebudayaan sehingga tujuan dan keinginan bersama
juga hams dapat menciptakan situasi dapat diwujudkan secara bersama, maka
dan kondisi yang membuat para demokrasi budaya sebagai salah satu cara
pendukung kebudayaan merasa bebas untuk mengelola kebudayaan bertujuan
mengekspresikan budaya mereka dalam untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang
kehidupan sehari-hari. memungkinkan semua kebudayaan tumbuh
Berbagai nilai budaya demokrasi dan berkembang berdasarkan potensi
dalam pengelolaan tersebut akan dapat masing-masing kebudayaan. Dengan basis
terwujud bilamana dalam pengelolaan potensi ini diharapkan kebudayaan dapat
juga ada nilai budaya keterbukaan. Inilah tumbuh dan berkembang secara maksimal
nilai budaya yang membedakan antara yang kemudian akan mendatangkan
budaya demokrasi dengan demokrasi manfaat pada manusia atau pendukungnya.

44
Bucaya Oemokrasi Oemokras,' Budaya, dan Oemokras1 Berbuo'aya _)? - 47

DEMOKRASI BERBUDAYA: pula. Nilai budaya kebebasan, misalnya,


DEMOKRASI SESUAI BUDAYA yang terwujud antara lain dalam kebebasan
TERTENTU berpendapat, yang diekspresikan lewat
Selain budaya demokrasi, dan aktivitas perdebatan, adu pendapat atau
demokrasi budaya, frase lain yang juga adu pemikiran, dapat ditafsirkan berbeda-
sering muncul dalam wacana budaya dan beda oleh warga masyarakat dengan
demokrasi di Indonesia adalah 'demokrasi budaya yang berbeda. Bagi yang terbiasa
berbudaya'. Demokrasi berbudaya adalah menghadapi dan terlibat dalam interaksi
praktik sistem politik yang demokratis sosial dengan suara yang keras serta
secara berbudaya. Penekanannya adalah gerak-gerik tangan yang mengacungkan
pada kata 'berbudaya'. Makna kata ini jari dan menunjuk-nunjuk pihak yang lain,
menjadi semakin jelas bila disandingkan hal itu akan dianggap biasa dan mungkin
dengan lawannya, yaitu 'tidak berbudaya'. malah menyenangkan. Sebaliknya, bagi
Penggunaan kata 'berbudaya' menyiratkan yang tidak terbiasa, perdebatan seperti itu
adanya anggapan bahwa ada sesuatu yang akan dipandang sebagai praktik demokrasi
tidak atau kurang berbudaya. Demokrasi yang tidak atau kurang berbudaya.
yang berjalan mungkin dirasakan sebagai Demikian pula dengan kampanye
demokrasi yang kurang atau tidak negatif dalam pemilihan umum yang
berbudaya. menjelek-jelekkan pihak lawan. Bagi
Kata 'berbudaya' di sini memiliki yang berasal dari budaya tertentu yang
makna yang berbeda dengan makna kata menganggap tindakan menjelek-jelekkan
'budaya' dalam 'budaya demokrasi' dan orang lain sebagai hal yang biasa, maka
'demokrasi budaya' karena berbudaya di kampanye negatif semacam itu tidak
sini merupakankata sifat praktik demokrasi akan dianggap sebagai ha! yang salah.
atau aktivitas menjalankan sistem politik Sementara, bagi yang berasal dari budaya
yang demokratis. Dalam demokrasi yang menganggap kampanye negatif
berbudaya bukan hanya ekspresi nila-nilai sebagai hal yang tercela, kampanye itu
budaya demokrasi yang bersifat umum akan dinilai sebagai praktik demokrasi
yang dipentingkan, tetapi juga nilai-nilai yang tidak berbudaya.
budaya yang lebih khusus, yang berasal Cara kampanye tertentu di Indonesia,
dari sistem budaya tertentu sehingga seperti berombongan naik sepeda motor
terlihat perbedaan antara praktk demokrasi dengan membawa bendera besar yang
yang berlangsung di Amerika Serikat, dikibar-kibarkan dengan penuh semangat,
misalnya, dengan praktk demokrasi yang diiringi suara knalpot sepeda motor yang
berjalan di Belanda, Prancis, Jerman, atau keras memekakkan telinga akan dianggap
di negara-negara Asia seperti Muangthai, oleh kalangan tertentu sebagai praktik
India, atau negara-negara di Timur Tengah demokrasi yang biasa, bahkan sangat
seperti Mesir, dan lain-lain. menarik dan menyenangkan. Namun,
Bahkan dalam sebuah negara, pendapat bagi kalangan yang lain cara kampanye
mengenai demokrasi yang berbudaya bisa seperti itu mungkin dinilai sebagai praktk
berbeda-bedakarena warganegara tersebut demokrasi yang kurang berbudaya.
terdiri dari berbagai suku bangsa, dengan Perbedaan penilaian ini karena perangkat
sistem nilai budaya yang berbeda-beda nilai budaya yang digunakan untuk menilai

45
JEJAK NUSANTARA
Volume 02: Nomor 11 Desember 20141

praktik demokrasi tersebut juga berbeda. dengan me-reka yang berasal dari negara
Di sini nilai-nilai budaya etnis atau lokal yang lain.
merupakan atau dijadikan patokan untuk
menilai praktik demokrasi yang berjalan. KESIMPULAN
Perbedaan nilai budaya inilah Dari pembahasan tersebut dapat ditarik
yang membuat pemerintah Orde Barn beberapa kesimpulan. Pertama, istilah
berpandangan bahwa demokrasi yang 'budaya demokrasi', 'demokrasi budaya',
dipraktikkan di negara-negara Barnt dan 'demokrasi berbudaya' memiliki makna
sebagai demokrasi liberal yang kurang yang berbeda-beda. Budaya demokrasi
sesuai dengan budaya masyarakat dapat dimaknai sebagai sebuah budaya
Indonesia. Praktik demokrasi di Indonesia berpolitik yang berbasis pada nilai-nilai
dengan demikian tidak hams mengikuti budaya dasar yaitu kejujuran, keadilan,
sepenuhnya praktik demokrasi yang kebebasan, dan kerahasiaan. Demokrasi
berjalan di Barnt. Demokrasi di Indonesia merupakan predikat atau ciri yang terdapat
menurut pemerintah Orde Barn hams tetap pada budayanya. Hal ini berbeda dengan
disesuaikan dengan budaya masyarakat demokrasi budaya yang nilai-nilainya
Indonesia pada umumnya. Demokrasi dijadikan landasan untuk mengelola
ala Indonesia inilah yang disebut sebagai kebudayaan agar kebudayaan dapat
'demokrasi Pancasila'. Dalam sistern tumbuh dan berkembang secara maksimal
demokrasi ini tidak dijumpai perdebatan sesuai dengan potensinya. Lain lagi dengan
di antara mereka yang mencalonkan diri demokrasi berbudaya yang merupakan
karena perdebatan ketika itu dipandang praktik demokrasi yang dipandang sesuai
sebagai wujud demokrasi yang "kurang dengan nilai budaya tertentu, yang diambil
Indonesia." dari sistem budaya agama, etnis, kawasan
Singkat kata, dalam demokrasi atau nasional.
berbudaya, nilai-nilai budaya yang Kedua, budaya demokrasi dan
dijadikan tolok ukur untuk menilai demokrasi budaya merupakan dua aspek
praktek demokrasi bukan lagi nilai-nilai yang berbeda dari realitas yang sama karena
budaya dasar demokrasi seperti adil, jujur, demokrasi budaya pada dasarnya adalah
bebas dan rahasia, tetapi nilai-nilai budaya sistem dan praktik pengelolaan kebudayaan
yang lebih spesifik, lebih khusus, yang yang berbasis pada nilai-nilai budaya dasar
bisa berasal dari budaya agama, budaya demokrasi. Dengan kata lain, demokrasi
etnis, budaya kawasan atau budaya budaya adalah budaya demokrasi yang
nasional. Oleh karena itu, penilaian diterap-kan pada pengelolaan budaya.
mengenai berbudaya-tidaknya praktek- Ketiga, demokrasi berbudaya
praktek demokrasi yang berjalan akan merupakan penerapan nilai-nilai budaya
berbeda-beda antara pemeluk agama satu dasar demokrasi yang dipengaruhi oleh
dengan pemeluk agama yang lain, antara nilai-nilai budaya dasar dari sistem budaya
sukubangsa satu dengan sukubangsa yang lain (agama, etnis, kawasan, nasional)
lain, antara mereka yang berasal dari dalam sistem dan praktik berpolitik. Oleh
kawasan tertentu dengan mereka yang karena itu demokrasi ini selalu lebih sempit
berasal dari kawasan yang lain, antara cakupannya daripada budaya demokrasi.
mereka yang berasal dari negara tertentu

46
--------- ----------------------
Budaya Oemokrasi. Oemokrast Buaaya. dan Oemokrast Berbudaya 32 47

DAFTAR A CU AN

Ahimsa-Putra, H. S. (1988). Minawang: Geertz, C. (1973), The Inte1pretation of


Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Cultures. New York: Basic Books.
Selatan. Yogyakarta: Gadjah Mada Hook, S. (1973), "Democracy" dalam
University Press. Encyclopedia Americana, Vol. 8 (684-
- - (1993), "The Politics ofAgrarian 91 ).
Change and Clientelism in Indonesia: Redfield, R., R. Linton dan M. J. Herskovits
Bantaeng, South Sulawesi 1883-1990, " (1935). "A Memorandum for the Study of
Disertasi Ph.D. New York City: Columbia Acculturation" Man, No. 35 (145-8).
University, Department of Anthropology. Sartori, G. (1968), "Democracy" dalam
- - (2007a), Hubungan Patron-Klien International Encyclopedia of the Social
di Sulawesi Selatan: Sebuah Kajian Sciences, Vol. 3 (112-21 ).
Fungsional-Struktural. Yogyakarta: Sedyawati, E., dkk. (1993), Pengungkapan
Kepel Press. Nilai Budaya dari Naskah-naskah
- - (2007b), "Peran dan Fungsi Nilai Surakarta (Mustikaning Kidung). Jakarta:
Budaya dalam Kehidupan Manusia," Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Makalah Dialog Budaya. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
- - (2012), "Baik dan Buruk dalam Budaya Spradley, J.P. (1975). Anthropology: The
Jawa: Sketsa Taf~ir Nilai-nilai Budaya Cultural Perspective. New York: John
Jawa, "Patrawidya, Vol. 13, No. 2 (383- Wiley and Sons.
410). Steward, J. H. (1955), Theory of Culture
- - (2013), "Budaya Bangsa, Jati Diri dan Change. Urbana: University of Illinois
Integrasi Nasional: Sebuah Teori" Jejak Press.
Nusantara, Edisi Perdana, Tahun I (6-19). Teske, Jr., H. C. dan B. H. Nelson (1974),
- - (2014), "Demokrasi To-manurung: "Acculturation and Assimilation: A
Falsajah Politik dari Bantaeng, Sulawesi Clarification" American Ethnologist, Vol.
Selatan" Masyarakat Indonesia (dalam 1, No. 2 (351-67).
proses cetak). Theodorson, G. A. dan A.G. Theodorson
Bailey, F. G. (1977), Stratagems and Spoils. (1969). A Modern Dictionary of
London: Basil Blackwell. Sociology. New York: Barnes and Noble
Bendix, R. (1968), "Weber, Max," dalam Books.
International Encyclopedia of the Social White, L. (1949). The Science of Culture.
Sciences, Vol. 16 (493-502). New York: Farrar, Strauss and Giroux.

47
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11 Desember 20141

"Saniri" Wadah Demokrasi Lokal


di Seram Barat
Pertumbuhan, Transisi, dan Tantangannya

Sem Touwe
Pengajar, Universitas Pattimura

Abstract
Saniri is an organization that serves local democracy.It regulates the democratic life of the community
on th e island of Seram, especially in local la w territory of Sapalewa, Eti, and Tata which have been
exist before the arrival of Europeans. This paper discusses the changing function and role of Saniri as a
result of external transformation since the Sultanate era, penetration of Europeans and the New Orde1'.
Regional Autonomy La w's enactment provides opportunities to Saniri reestablishment.At this point, how
Saniricontinues to functio11ing at recent tim e has become a main issue. As the reconstruction of social
histo1y, this study wasusing literature and interviews method.

Keywords: Saniri, traditional institutions, local democratic culture, Muluku

T
ulisan ini membahas tiga isu keharmonisan hidup yang dilandasi pada
besaryaitu pertumbuhan, transisi, adat-istiadat, nilai, norma, pengetahuan,
dan tantangan zaman bagi dan tradisi masyarakat yang berlaku.Dalam
keberlanjutan wadah demokrasi masyarakat yang kompleks, institusi
lokal yang disebutsaniri(selanjutnya sosial merupakan mekanisme sosial yang
ditulis Saniri sebagai sebutan institusi). disusun untuk mencapai kesejahteraan
Dari ketiga isu ini terbersit harapan bersama.Pemerintahan sebagai bagian
pengaktifan kembali Saniri sebagai suatu dari institusi merupakan suatu sistem
institusi lokal yang bersifat sosial-politik kontrol yang berada diatas semua segmen
yang dibentuk atas dasar kemauan dan sekuler kehidupan masyarakat. Oleh sebab
kesepakatan bersama warga masyarakat di itu pola pembagian kerja dalam suatu
Pulau Seram, Provinsi Maluku sekarang, institusi sosial menjadi inti kekuatan bagi
khususnya di tiga wilayah hukum adat kelanjutan hidup komunitas, termasuk
dari suku-suku Alune dan Wemale, institusi Saniri yang merupakan suatu
yang mendiami Pulau Seram bagian orgamsas1 lokal tradisional di Pulau
barat. Seram.
Wujud nyata organisasi sosial Sistem pemerintahan Saniri sudah
Saniri yang bersifal demokratis m1 dimulai sejak zaman nenek moyang
tergambar pada pembagian kerja secara suku Alune dan Wemale yang mengenal
fungsional dan mekanistik untuk menjaga keteraturan hubungan sosial dalam bentuk

48
Santr1 Vl/ao'ah Oernokras1 Loi<al di Serarn Barar 48 - 61

organisasi pemerintahn tradisional walau sebenarnya manfaat Saniri sebagai


dengan jabaran tugas, fungsi, dan peran organisasi sosial politik lokal yang
yang sederhana. Meski dikategorikan berfungsi mengatur tatanan kehidupan
sebagai organisasi Jokal tradisional, berdemokrasi dengan cara musyawarah
kelembagaan Sanirimencirikan suatu untuk mufakat.
organisasi pemerintahan modernkarena Dikaitkan dengan arti kata sanzrz
mengenal pembagian tugas dan fungsi yang mengandung maknamusyawarah,
yang jelas sehingga bisa dikategorikan sangat menarik untuk mengkaji mengenai
sebagai lembaga demokrasi lokal yang fungsi dan peran Saniri sebagai wadah
permanen.Hubungankemasyarakatan demokrasi lokal berhubungan dengan
yang terjalin dalam masyarakat di ketiga tingkat partisipasi masyarakat dalam
wilayah hukum adat tersebut sangat menjaga keharmonisan, keselarasan,
diyakini memiliki keterkaitan dengan kuat dan kontinuitas hidup diantara individu
atau lemahnya aturan, nilai, pengetahuan, atau kelompok.Perlu dicari faktor yang
dan norma yang mengikat masyarakat memberi kekuatan untuk tumbuh dan
yang hidup diwilayah hukum adat berkembangnya organisasi sosial-politik
tersebut.Kuat-lemahnya sebuah pedoman lokal Saniri, termasuk mencari sebab
memang dapat diukur melalui solidaritas lemahnya wadah demokrasi tersebut.
anggota dalam melaksanakan peran yang Untuk menemukan faktoritu, diperlukan
disandangnya dalam institusi Saniri. kajian historis mengenai peristiwa yang
Solidaritas seperti yang diperankan berkaitan dengan perubahansosial dalam
dalam kelembagaan Saniri Eti, Tala ketiga masyarakat hukumadat Eti, Tala,
dan Sapalewa, serupa dengan yang dan Sapalewa.Perubahansosial yang
dikemukakan oleh Durkheim (1966: 83), terjadi baik pada masa Kesultanan Temate,
yaitu solidaritas organik dan mekanikyang masa penetrasi Barat, bahkan pada masa
tecermin dalam kehidupan pedesaan. kemerdekaan Republik Indonesia hingga
Solidaritas mekanik mengarah pada saat ini, turut melemahkan fungsi dan
kekuatan dari pedoman yang dipakai peran wadah demokrasi Saniri yang
sehingga individu sebagai anggotanya memiliki legitimasi dan pengaruh besar
merasa ada ikatan aturan yang kuatdalam itu.Dari ketiga kurun waktu tersebut,masa
melakukan tindakan;sedangkan solidaritas penetrasi Barat dan masa kemerdekaan
organik lebih ditekankan pada fungsi dianggap sebagai periodelesu bagi
masing-masing individu sebagai anggota perkembangan wadah demokrasi Saniri.
masyarakat atau kelompok. Kedua Tantangan tersebut belum berakhir
bentuk solidaritas ini bila dikonversikan karena sampai saat ini dirasakan belum
kedalam peran dan status anggota ada suatu produk hukum positif yang
masyarakat adat ataupun institusi Saniri dianggap dapat memberikan peluang bagi
dalam melaksanakan aktivitasnya terlihat berfungsinya organisasi pemerintahan
ada kesamaan dankorelasi yang kuat. Saniri di ketiga wilayah hukum adat
Artinya, peran, fungsi, dan status dalam dimaksud. Sayangnya setelah terbentuknya
kelembagaan Saniri menunjukkan adanya negara bangsapada 1945, pemerintahan
solidaritas masyarakat, baik secara Republik Indonesia hinggamasaOrdeBaru
mekanik maupun organik. Disinilah kurang memberikan ruang bagi tumbuh

49
JEJAK NUSANTARA
Volurre 021Nomor11Deserlber201LI

dan berkembangnya pranata sosial Pandangan m1 menekankan prakarsa


kemasyarakatan termasuk sis tern kreatif yang lahir dari masyarakat sendiri
pemerintahan tradisional atau institusi (Nasution 2014: 20-21).
lokal yang terdapat pada hampir seluruh Pemerintah Provinsi Maluku telah
masyarakat Nusantara.Kelangkaan ruang menjabarkan undang-undang otonomi
dan perhatian itu lambat-laun mengurangi, daerah tersebut dengan mengeluarkan
bahkanmenghilangkan, fungsi dan peranan Peraturan Daerah Provinsi Maluku
pranata tersebut.Kenyataanini merupakan No. 14 tahun 2005,tentang penetapan
tantangan bagi setiap suku bangsa di kembali hena/aman atau negeri/desa
Indonesia untuk mengekspresikan karya- sebagai kesatuan masyarakat hukum adat
karya local genius yang diturunkan oleh dalam wilayah pemerintahan Provinsi
leluhurnya kepada mereka. Maluku. Peraturan Daerah ini kemudian
Pada era Reformasi, pemerintah diimplementasikan oleh beberapa
Republik Indonesia menjawab tantangan kabupaten/kota dengan melahirkan
itudengan menerbitkan Undang-Undang regulasi mengenai negeri dengan berbagai
Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004. sistem kemasyarakatannya, termasuk
Undang-undang ini memberi ruang seluas- pranata adat dan kebiasan yang berlaku
luasnyabagisetiap daerah di Indonesia sejak masa lampau.Peraturan Daerah ini
mengekspresikan dan mengembangkan sebenamya telah membuka peluang setiap
kembali seluruh pranata sosial Daerah Tingkat II untuk menjabarkannya
kemasyarakatannya. Untuk mewujudkan lebih luas sesuai degan pranata sosial
agenda perubahan berdasarkan amanat kemasyarakatan yang berlaku dengan ciri
undang-undang itu, kebijakan pemerintah masing-masing.Baik pemerintah maupun
diarahkan pada suatu paradigma baru elemen masyarakat terns mendorong
yang berakar pada ide atau gagasan yang pemerintah kabupaten/kota yang belum
bersumber dari nilai-nilai sosial yang menyusun peraturan daerah mengenai
merupakan produk local jenius suatu sistem pemerintahan tradisional, dan
masyarakat atau suku bangsa tertentu. lembaga-lembaga adat termasuk produk
Logika dominan, dan perlu dikembangkan, budaya lokal.Sasarannya adalah untuk
dari paradigma baru tersebut adalah secepatnya melahirkan regulasi yang
logika ekologi manusia yang seimbang memberikan peluang dan harapan bagi
dengan sumberdaya utama, yang lahir dari tumbuh dan berkembangnya produk
kemadirian etnis atau suku bangsa tertentu, budaya lokal termasuk memfungsikan
berupa prakarsa kreatif, sebagai sebuah kembali Saniri sebagai lembaga demokrasi
peran yang dimainkan oleh masyarakat lokal di Seram Barat.
lokal, dan bukan sebagai subjek tetapi Upaya berbagai elemen masyarakat
lebih dari itu sebagai aktor yang mengatur merupakan tawaran bagi perspektif
tata kehidupan yang seimbang termasuk pembangunan yang seharusnya lebih
tata pemerintahan yang demokratis. berorientasi padalokalitas tertentu dengan
Paradigma ini senada dengan asas people tujuan pengembangan komunitas lokal
centered development, atau pembangunan dalam rangka memperkuat pengembangan
yang menghargai dan mempertimbangkan struktur organisasi masyarakat yang
prakarsa dan pertimbangan lokal. berfungsi menurut kaidah, norma atau

so
"Sanir( Wadah Oemokrasi Loka/ di Seram Barat 48 - 61

sistem nilai budaya yang memilikisifat PO KOK MASALAH


mandiri untuk kemajuan bangsa. Salah Berdasarkan latar belakang yang
satu tantangan berat yang dihadapi telah diuraikan, dalam tulisan ini dibahas
pemerintah dalam pembangunan beberapa pokok masalah. Bagaimana
yang berpusat pada masyarakat upaya mempertahankan Saniri sebagai
saat ini adalah mengubah orientasi wadah demokrasi lokal yang memiliki
birokrasi pembangunan pemerintahan fungsi dan peran mengatur tata kehidupan
agar menjadi agensi yang mampu bermasyarakat dan berdemokrasi orang
meningkatkan kapasitas kelembagaan Alune dan Wemale di ketiga wilayah
dan pemberdayaan organisasi sosial hukum adatnya;bagaimana sejarah
kemasyarakatan ditingkat lokal. pertumbuhan lembaga Saniri dan
Pembangunan yang berorientasi pada tantangannya dalam perubahan zaman
teritorial dan berpusat pada lokalitas akibat masuknya pengaruhluar ke Maluku.
tertentu dianggap sangat relevan dengan Bagaimana pula upaya memfungsikan
implementasi prinsip desentralisasi kembali kelembagaan Saniri sebagai
dan kesetaraan dalam pengem-bangan wadah demokrasi lokal tradisional dalam
pembangunan di Indonesia saat ini. perubahan sistem pemerintahan Republik
Sebagai lembaga demokrasi lokal Indonesia dari model sentaralistik menjadi
tradisional, Saniri, berdasarkan bukti- desentralistik dalam nuansa otonomi
bukti historis yang masih tersimpan daerah saat ini;peran apa yang seharusnya
pada memori kolektif masyarakat di diberikan kepada kelembagaan Saniri
ketiga wilayah hukum adat tersebut,telah sehingga bisa bersama-sama dengan
memainkan peranmenata kehidupan pemerintah daerah membangun
masyarakat adatnya sejak zaman masyarakat menuju kemandirian, baik
lampau. Oleh karena itu, Saniri sosial politik, ekonomi, dan keamanan
dipandang sebagai organisasi lokal dalam sebuah tatanan hidupberdemokrasi
yang mempunyai andil cukup besar yang universal, baik dinegara kesatuan
bagi penciptaan landasan pembangunan Republik Indonesia maupun dunia pada
daerah secara mandiri.Sangat beralasan umumnya.
bila pemerintah harus memberi ruang
yang seluas-luasnya kepada institusi PEMBENTUKAN SANIRI DI
lokal semacam Sanirisebagai wadah WILAYAH HUKUM ADAT ETI, TALA,
demokrasi agar tetap menjadi mitra kerja DAN SAPALEWA
dalam pembangunan yang berkelanjutan Tumbuhnya peradaban umat
diwilayahnya;mendorongnya tumbuh manusia di wilayah mana pun dimuka
sebagai tiang demokrasi dalam bumi iniselalu dihadapkan pada pola
bingkai negara kesatuan Republik pengaturan atau mekanisme kerja
Indonesia. Fungsi dan peran Saniriperlu untuk mengatur dan menggerakkan tata
direkonstruksiagarmemiliki nilai "tawar" kehidupan masyarakatyang tecermin
dalam berbagai praktik kemasyarakatan, dalam unsur budaya berupa sistem
terutama dalam penyelesaian masalah kcmasyarakat-an, mata pencaharian,
yang berhubungan dengan adat istiadat di teknologi, bahasa, kesenian, sistem
wilayah Seram Barat. kepercayaan, dan pengetahuan hidup

51
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I "omor ~I Desember 20141

(Koentjaraningratl 977). Begitu pula para pemimpin melakukan nili atau saniri
dengan pengalaman sejarah masyarakat di pusat peradaban masyarakat Seram
yang bermukim di wilayah hukum adat Eti, Barat yang disebut Sabaing fatale atau
Tala, dan Sapalewa. Berdasarkan sapulahu lataleitu semakin berkembang
penuturan lisan yang diturunkan dari saat terjadi penyebaran masyarakat ke
generasi ke generasi hingga sekarang, di seluruh wilayah hukum adat Eti, Tala, dan
Pulau Seram, khususnya di Seram Barat, Sapalewa.
terdapat sebuah pusat aktivitas masyarakat Keteraturan dalam bi dang
yang disebut sabaing latale (menurut pemerintahan lebih tertata ketika
ucapan suku A lune) atau sapulahu fatale masyarakat mulai menempati ketiga
(menurut suku Wemale ). Pusat aktivitas wilayah hukum adat tersebut secara
itu diperkirakan merupakan salah satu permanen. Struktur masyarakat yang
peradaban tua di wilayah tersebut. sangat sederhanapun dibentuk mulai dari
Dalam syair tradisional kapatajuga penggabungan beberapa lumamatai atau
dikisahkan tentangsahulau yang dikenal keluarga inti.Beberapa lumamataiyang
luas dalam memori kolektif masyarakat terdiri dari gabungan margatersebut
Maluku Tengah pada umumnya. dipimpin oleh seorang tokoh karismatik
Terbentuknya sistem kemasyarakatandi yang memiliki kewibawaan dan
ketiga wilayah hukum adat Eti, Tala, kemampuan supranatural yang tinggi.
dan Sapalewa, berawal ketika terjadi Pimpinan setiap lumamatai kemudian
penyebaran masyarakat dari pusat aktivitas melakukan musyawarah untuk bergabung
sabaing fatale atau sapulahulatale menjadi satu persekutuan yang disebut
ke tiga wilayah hukum adat tersebut. soa. Jadi, soamerupakan penggabungan
Pusat aktivitas ini merupakan salah satu beberapa marga atau fam, yang dipimpin
peradaban yang tumbuh setelah manusia oleh seorang kepala soa.
menyebar dari pusat aktivitas pertama Dalam perkembangannya, beberapa
di Pulau Seram, yaitu Nunu Saku, yang kepala soakemudian melakukan
dipercaya oleh penduduk asli di Maluku musyawarah untuk membentuk
Tengah sebagai tempat awal manusia persekutuan yang lebih besar yaitu hena
di pulauitu hidup dan beranak pinak atau am an (negeri atau des a) yang dipimpin
(Touwel991: 26-7). oleh seorang tokoh yang bergelarUpu
Kata saniri berasal dari kata dasar nili Latu. Beberapa henalamanyang telah
yang berarti 'musyawarah'. Kebiasaan terbentuk di wilayah hukum adat Eti, Tala,
memutuskan suatu masalah atau aktivitas dan Sapalewa, kemudian membangun
apapun yang menyangkut kepentingan aliansi politik pemerintahan lokal
orang banyak pasti dilaksanakan yang terdiri dari tiga perangkat untuk
dalam sebuah rapat atau pertemuan mengatur masyarakat adat di Seram Barat.
para pem1mpm negeri atau tokoh adat. Perangkat pemerintahan tradisional ini
Kebiasaan m1 juga dilakukan pada kemudian disebut Saniri Kwele Teluatau
aktivitas politik pemerintahan lokal dalam Saniri Tiga Aliran Sungai, yang secara
bentuk yang sederhana hingga akhimya geohistoris tumbuh dan berkembang
berkembang mengikuti kaidah organisasi di ketiga aliran sungai besar yaitu Eti,
layaknya organisasi modem.Kebiasaan Tala, dan Sapalewa di Seram Barnt.Dari

52
'Sa nm" VVaa'ah Oernoi<rasi Lokal a',' Seram Ba rat 48 6-1

lembaga inilah kemudian berkembang itu biasanya dapat diselesaikan lewat


sistem pemerintahan saniri yang berbasis pertemuan adat berupa musyawarah
di seluruh hena/aman di Maluku Tengah Saniri. Dengan demikian, Saniri menjadi
terutama di Pulau Ambon, Haruku, wadah demokrasi yang mampu meredam
Saparua dan Nusalaut. Lambat laun perselisihan antara kedua kekuatan besar
struktur pemerintahan saniri diserap oleh itudengan mengedepankan aturan adat-
setiap hena/aman untuk menata kehidupan istiadat yang berlaku.
bermasyarakat dan berdemokrasi secara Dengan demikian dapat dikatakan
teratur. bahwa sejarah terbentuknya lembaga
Sebelum mendapat pengaruh unsur musyawarah Saniri dimulai ketika
budaya luar, masyarakat di Seram Barnt para pemimpin masyarakat lokal di
maupun Pulau Ambon dan Lease (Haruku, wilayah hukum adat Eti, Tala, dan
Nusalaut dan Saparua), mengenalnya Sapalewa, melakukan pertemuan sebagai
sebagai lembaga adat Saniri Hena atau suatu kebiasaan mereka memecahkan
Saniri Aman. Setelah mendapat pengaruh permasalahanyangtimbuldiketigawilayah
budaya Melayu yang masuk ke Maluku, hukum adat tempat mereka menetap.
terjadi perubahan sebutan dari hena/aman Kebiasaan itu kemudian berkembang
menjadi negeri sehingga sampai sekarang dan lambat-laun diserap menjadi suatu
masyarakat Maluku menyebutnya 'Saniri budaya yang dipraktikkan dan dilestarikan
Negeri'. Dengan demikian jelas bahwa dalam kehidupan bermasyarakatdi seluruh
hena dan aman merupakan struktur dasar Maluku Tengah bahkan berkembang luas
masyarakat adat di Seram Barnt dan hingga kepulauan di Maluku Tenggara.
Maluku Tengah pada umumnya. Sebelum Budaya ini juga berkembang dalam
kedatangan bangsa asing ke Maluku, musyawarahpemilihan pemimpinhena/
hena atau aman tumbuh dan berkembang aman ataupun pengambilan keputusan
menjadi dua kekuatan politik besar yaitu terhadap suatu masalah sehingga
Pata Siwa (Persekutuan Sembilan) dan membentuk watak masyarakat yang
Pata Lima(Persekutuan Lima). menjunjung tinggi nilaidemokrasi
Dua persekutuan tersebut merupakan dalam kehidupanadat setempat. Wadah
wadah politik lokal yang saling bersaing demokrasi saniri juga berfungsi merajut
menguasai wilayah di Maluku, dan kebersamaan dan membangun harmoni
diperkirakan sudah berlangsung sebelum kehidupan sosial.
Masehi. Hegemoni politik lokal itu
selalu menimbulkan permusuhan STRUKTUR, FUNGSI DAN
bahkan sampai pada peperangan antara PERANAN KELEMBAGAAN
kedua kekuatan tersebut karena sama- SANIRI
sama bertujuan memperluas wilayah Keteraturan dalam pelaksanakan
kekuasaan di seluruh Kepulauan Maluku. tugas, fungsi, dan peranan pada sebuah
Pengaruh dua kekuatan itu terjadi di organisasi sekecil apapun tentu didukung
setiap daerah khususnya Maluku Tengah, dengan struktur kelembagaan yang
Kepulauan Aru, dan sebagian wilayah dimiliki oleh organsisasi tersebut. Begitu
Maluku Tenggara. Namun, perang atau pula dengan lembaga adat Saniri di Seram
konflik akibat perebutan kekuasaan Barat yang memiliki struktur dan fungsi

53
JEJAK NUSANTARA
Volume 02INomor11Desember20141

tersendiri untuk menggerakkan aktivitas organisasinya. Gambar 1 memperlihatkan


bagan struktur, fungsi, dan peranan lembaga adat Saniri sebagai sebuah organisasi.

Gambar 1
Struktur Saniri Besar "Kwele Batai Telu"
(Saniri Tiga Aliran Sungai)

Kepala Saniri
(Secara kolektjfl

.(.
..
,!- .(.

Ina .AIT'a Hahuinai Ina AIT'a TihulT'eten lnalT'a Taisane


(H A Sapalewa) 1:HukulT' .Adat Eti) (HukulT' Ad at Tala)

l l t
Hena/AIT'an Hena/AIT'an Hena/AIT'an
(Negeri Adat) (Negeri Adat:1 (Negeri Ada(I

Pada gambar struktur tersebut terlihat wilayah hukum adat ke wilayah hukum
bahwa diantara ketiga pemimpin wilayah adat lainnya. Kepala Saniribiasanya di-
hukum adat terjadi hubungan kerja yang percayakan kepada pimpinan Saniri tem-
bersifat koordinasi sehingga apabila ter- pat pertemuan adat itu diselenggarakan.
jadi aktivitas pemerintahan yang berkai- Pimpinan Saniri yang dianggap kurang
tan dengan tugas atau fungsi mereka, berhasil atau malah gagaldalam melak-
ketiga ina amamelakukan kerja bersama sanakan pertemuan adatakan diberi
untuk menyelenggarakan musyawarah sanksi yang berat berikut semua perang-
Saniri. Selain ketiga pimpinan wilayah kat pemerintahannya. Selain struktur
hukum adat, terdapat kepala Saniridi SaniriBesartersebut, terdapat perangkat
puncak struktur.Dalam praktik pemer- pemerintahansaniri lebih rendah di setiap
intahan setempat, kepala Saniri dipilih wilayah hukum adat yang secara fung-
setiap lima tahun yang diambil dari un- sional mengatur jalannya sistem kehidu-
sur Ina Arna tanpa mengubah fungsi dan pan bermasyarakat berdasarkan aturan
kedudukannya. Cara ini diambil karena adat yang berlaku di wilayah hukum adat-
setiap lima tahunsekali dilakukan Sa- nya.Gambar 2 adalah struktur Saniri Sa-
niri Besar atau pertemuan besar yang di- palewa sebagai contoh bentuk struktur
laksanakan secara bergantian dari satu saniri dalam wilayah hukum adat tertentu.

54
·sarnri" Wadah Demokrasi Lokal d1 Seram Barat 48 - 61

Gambar2
Struktur Saniridi Wilayah Hukum Adat Sapalewa

!na Arra/
Kepala Saniri

l
Angkota
5 orang'.!
t_tj(lgg_Qf;!l.

I
Sari Meten .. Saliuwei Salibubui

I I I

I
Latu
---------~-------- Latu
-------~--------1 Latu

I
Hena/An'an
(Negeri Ada(!

Struktur kelembagaan serupa terdapat ekosistem hayati dan nonhayati, serta


di dua wilayah hukum adat lainnya bertanggung jawab terhadap keamanan
yaitu Eti dan Tala. Yang menarik dari mayarakat adatnya.
lembaga adat ini adalah setiap individu Secara konkret, fungsi lembaga Saniri
yang menduduki jab atan tertentu akan dapat dijabarkandalam tujuh pokok ranah
bekerja dan bertanggung jawab secara tugas sebagai berikut.
profesionalsesuai fungsi dan peran
J. Ina Arna atau Kepala Saniri berfungsi
masing-masing. Pembagian kerja secara
sebagai pimpinan dalam menjalankan
mekanistik pada lembaga Saniri diatur
berbagai keputusan adat berupa aturan
sama seperti lembaga pemerintahan
yang telah disepakati bersama para
modem walaupun para anggota organisasi
leluhur; turut mengawasi pemimpin
tersebut tidak didukung oleh sumber
yang lain, dan menjaga hubungan
daya manusia yang berpendidikanformal
kerjasama antara anggota organisasi
melalui sekolah. Model pembagian kerja
Saniri agar tetap selaras dengan
lembaga demokrasi lokal Saniri, seperti
fungsi masing-masing. Kepala
terlihat pada akar historisnya ataupun
Saniri Sapalewa berkedudukan di
pengalaman kolektif masyarakat setempat
Negeri Nuniali,Kecamatan Taniwel,
masa kini,sangat besar peranannya dalam
Kabupaten Seram Bagian Barnt.
menata kehidupan masyarakat adat.
Lembaga Saniri berfungsi memberikan 2. Angkota atau anggota berfungsi
pedoman mengatur tata kelakuan anggota sebagai penyampai titah atau perintah
masyarakat, menjaga keharmonisan InaAma kepada pimpinan di bawah
dan keutuhan hubungan sosial dalam kepala Saniri. Angkota juga berfungsi
masyarakat adat, menjaga keseimbangan mengatur kelancaran suatu pertemuan

55
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Norror 11:Jesember201LI

atau rapat Saniri yang diselenggarakan Buria, pedalaman Kecamatan Taniwel,


baik pada suatu wilayah hukum adat Kabupaten Seram Bagian Barat.
maupun pada saat sidang besar atau 6. Lattu adalah utusan dari tiap negeri
Rapat Saniri Besar yang mencakup adat yang dipilih berdasarkan
ketiga wilayah hukum adat di Kabupaten musyawarah adat sebagai perwakilan
Seram Bagian Barnt.Para angkota di lembaga Saniri Sapalewa; bertugas
berkedudukan diLohia Sapalewa, menyampaikan aspirasi rakyat sehingga
Riring, Laturake, dan Wakolo. timbul kepedulian dari lembaga
3. Sarimetene atau ulu pedang hitam Saniri. Kelima lattu yang dipilih
berfungsi sebagai panglima perang dan sebagai perwakilan dari negeri-negeri
bertanggungjawab penuh atas keamanan adat berfungsi sama dengan Dewan
diwilayah hukum adat Sapalewa. Perwakilan Rakyat Daerah pada masa
Sebagai panglima perang, ia juga kini. Kelima negeri dengan lattu-
berhak memutuskan perang terhadap nya adalah (1) Negeri Uwet dengan
setiap ancaman dari luar wilayah gelarlattu Pohone Lattu Anamenae
hukum adatnya setelah mendengar Lattu Abate, (2)Negeri Niwelehu
keputusan kepala dan anggota Saniri dengan gelar ElakSiae, (3) Negeri
yang lain.Pimpinan panglima perang Lisabata dengan gelar Elak Lattu Punue,
ini berkedudukan di N egeri Rumah (4) Negeri Hulung dengan gelar Elak
Soal di pedalamanKecamatan Taniwel, Lattu Touwely, dan(S) Negeri Rattu
Kabupaten SeramBagian Barat. Nuru dengan gelarElak Lattu Pulie.
4. Saliuweiatau pohon/tiang bendera 7. Hena/Amanatau negeri/desa adalah
berfungsi sebagai hakim dalam unit sosial di wilayah hukum adat
memutuskan berbagai sengketa hukum Sapalewa yang saat ini berjumlah 34
atau perbuatan melawan hukumyang buah. Setiaphena/aman adat dipimpin
berlaku di wilayah hukum adatnya. oleh seorang Upu Latu (raja) setingkat
Pengambilan putusan biasanya melalui kepala desa yang berfungsi mengatur
sidang Saniri untuk mendapatkan masyarakat negerinya, dan bertanggung
mufakat. Pejabat ini berkedudukan jawab kepada Ina Amaterutama
diNegeri Taniwel, Kecamatan Taniwel, menyangkut berbagai aturan yang
Kabupaten Seram Bagian Barat. berlaku di wilayah hukum adat
5. Salibubui atau ujung tiang bendera setempat.
berfungsi sebagai imam besar yang Mekanisme kerja dan fungsi anggota
bertugas menjaga hubungan antara serupa Saniri Sapalewa tersebutjuga berlaku
manusia dengan Sang Pencipta di wilayah hukum adat Eti dan Tala. Di
melalui ritual yang biasanya dilakukan kedua hukum adat yang lain terdapat pula
oleh masyarakat. Tata hubungan pembagian fungsi dan peran jabatan yang
antara manusia dengan Sang telah dipercayakan kepada negeri tertentu
PenciptadisebutKabasa Elak Tunai sejak pembentukan lembaga adat Saniri dan
Lestale Lanite Kai Tapele atau Kuasa tidak bisa diubah oleh siapapun tennasuk
Besar Pencipta Langit dan Bumi. mereka yang menjabat Saniri Besar. Disini
Orang yang dipercaya memegang tampak jelas bahwa sistem demokrasi yang
jabatan ini berkedudukan di Negeri dibangun melalui pembagian peran, fungsi,

56
'Sar11r( V1/adal1 Oemokras.1 Loi<a! d1 S2ram Barat 48 - 61

dan tanggung jawab,telah menjunjung Haruku, dan Saparua.Di wilayah kepulauan


tinggi nilai-nilai kebersamaan dengan asas itu,pengaruh Islam berlangsung penuh
musyawarah mufakat. Pola kepemimpinan semasa kekuasaan Kesultanan Temate. Di
lembaga Saniri bersifat demokratis dan setiap wilayah pulau tersebut ditempatkan
mengutamakan kepentingan rakyat serta seorang sangaji (setingkat camat)
menghindari kepentingan individu atau untuk mengatur jalannya pemerintahan
golongan. Asas kebersamaan dijunjung kesultanan-kecuali di Huamual yang
tinggi dan selalu mengedepankan tolong- ditempatkan seorang pemimpin yang
menolong antara warga masyarakat adat bergelar Gimelahaatau wakil sultan di
yang dikenal dengan istilah masohi. Unsur daerah vasal. Meski demikian, sistem
tolong-menolong yang sama terdapat pemerintahan kesultanan tidak mengubah
dalambadati yakni tindakan membantu sistem pemerintahan tradisional Saniri
warga yang membutuhkan untuk di Maluku Tengah secara utuh karena
mengurangi beban hidupnya terutama ketika proses penguasaan wilayah dan
dalam ekonomi. pengaturan birokrasi pemerintahan itu
sedang berlangsung, tiba-tiba datang
SANIRI PADA MASA KESULTANAN penguasa baru dari Eropa, yakni Portugis,
Dalam abad ke-15, ajaran Islam telah Spanyol, dan Belanda ke Maluku. Dari
menyebar pada hampir setiap negeri di ketiga pendatang baru itu, Belanda
pesisir pantai Kepulauan Maluku terutama berhasil mengubah struktur birokrasi
Maluku Utara. Artinya, agama baru itu pemerintahan tradisional di Maluku.
diterima secara luas oleh masyarakat
Maluku. Secara langsung, kedatangan PENETRASIKOLONIALTERHADAP
Islam tersebut mempengaruhi sistem KELEMBAGAAN SANIRI
pemerintahantradisional di Maluku yang Untuk menegakkan supremas1
ditandai munculnya kesultanan. Kerajaan kekuasaannya di Maluku, Belanda
setempat, yakni Temate, Tidore, Jailolo, merombak sistem pemerintahan tradisional
dan Bacan yang pada masa kekuasaannya yang dianggap sebagai penghalang sistem
dikenal sebagai Zaman Momole berubah kolonial sejak abad ke-19 .Masyarakat
menjadi bentuk kesultanan semng lebih taat terhadap kebijakan perangkat
berkembangnya Islam di Maluku Utara. pemerintahan lokal, dan, sebaliknya
Segera pula, empat kesultanan itu menjadi sering mengabaikan perintah atau aturan
pusat pemiagaan rempah-rempah penting yang pemerintah jajahan. Perubahan yang
di wilayah tersebut hingga beberapa abad dilakukan oleh pemerintah Belandaitu
kemudian. jelas untuk melemahkan peran tokoh adat
Gerak perkembanganlslam tersebut sebagai pemimpin karismatik yang disegani
masuk hinggaMaluku Tengah sehingga masyarakat. Perubahan sistem ituterjadi
ikut berpengaruh secara langsung terhadap semasa pemerintahan Gubemur B.J. Haga
sistem pemerintahan tradisional Saniri, pada 1937.Sebelum terjadi perubahan,
khususnya dibeberapa pulau kecil seperti struktur asli pemerintahan adat yang
Sanana, Manipa, Buru, Kelang, Buano, berbasis pada hena/aman di bawah lembaga
Semenanjung Humamual di Pulau Seram, Saniri di wilayah hukum adat Eti, Tala, dan
Jazirah Hitu di Pulau Ambon, Pulau Sapalewa, terlihat seperti pada Gambar 3.

57
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor1 1Desember20141

Gambar3
Model Pemerintahan Tradisional Saniri Hena/ Aman

Upu Latu (Raja )


r- ------- - -- -- ------ -- -- ,
I
I
I

M auw eang Kapit an


(P emimpin Agama Suk u) (Panglima Perang)

Kew ang
(P•engaw a.s Hutan )

Kepala-kep ala So a

Ma atita/ M arinyo (Penyamp ai Berita)


I I
Hena Toini (Ma.sy ara kat Ad at)
I I

Tampak jelas bahwa tindakan pemerintah di Seram Barat, menurut versinya (Gambar
kolonial mengubah sistem pemerintahan 4).
Saniri yang berbasis hena/aman tersebut Gambar4
dilandasi rasa khawatir bahkan ketakutan Struktur Pemerintahan Lokal di Maluku
mereka terhadap para pemimpin negeri versi Pemerintah Kolonial
di Seram Barat, seperti upu latu dan
kepala soa yang merupakan pemimpin Raja/ Patti/Orang Kaya

karismatik yang sangat dihormati rakyat.


Lebih khusus, pemerintah jajahan sangat
Kepala- ke pala S.O a
tidak menyukaimauweng (pimpinan
agama suku), kapitan (panglima
perang), dan kepala kewang (orang yang M ar inyo/Pe mber ita

bertanggungjawab terhadap lingkungan


hidup dan alam sekitar). Maka, ketiga Masyarakat/Ra kyat

jabatan tradisional tersebut dihapuskan


sama sekali oleh pemerintah kolonial Pada struktur tersebut terlihat jelas
(Leirissa 1978: 6-7). tidak terdapat Mauweng, Kapitan dan
Sebagai gantinya, pemerintah Kepala Kewang, sedangkan istilah upu
kolonial menyusun sistem atau struktur latu diganti dengan raja atau diberberapa
pemerintahan lokal di Maluku, khususnya

58
"Sanir( Wadah Demokras1 Lokal di Seram Barat 48 - 61

negeri adat dijumpai orang kaya, dan Soeharto diadakan rekstrukturisasi dalam
patti. Sesungguhnya jabatan Raja, Patti bidang pemerintahan diseluruh Indonesia
dan Orang Kaya adalah istilah yang khususnya menyangkut struktur, fungsi
melekat pada j abatan pimpinan hen a/ dan administrasi pemerintahan. Proses
amanyang diberikan oleh pemerintah restrukturisasi itu diikuti dengan terbitnya
kolonial dengan tanda kebesaran berupa Undang-Undang No. 5 tahun 1979
tongkat berkepala emas, kursi raja yang tentang penyeragaman pemerintahan di
terbuat dari ukiran kayu berharaga, seluruh daerah yang sebelumnya memiliki
payung kebesaran, dan fasilitas yang lain. beragam sebutan dan bentukyang berbeda
Setiap pemimpin negeri, yang dikenal diubah menjadi desa mengikuti pola di
dengan istilah regen, merupakan pejabat Pulau Jawa. Dengan demikian struktur
langsung dibawah pemerintah kolonial dan fungsi-fungsinya juga ikut berubah
sehingga kebijakan mereka sama dengan (lihat Gambar 5).
kebijakan pemerintah Belanda di tanah Gambar 5
jajahan. Pola ini bertahan cukup lama Struktur Pemerintahan Desa berdasarkan
sehingga pengaruhnya sangat kuat Undang-Undang No. 5/1979
terhadap sistem pemerintahanSaniri.
Dew as a m1, masyarakat di
Seram Barat dan beberapa tempat di
Maluku masih tetap mengenal pola
pemerintahan adat bahkan ada yang telah
mempraktikkan pemerintahan hena/
aman berdasarkan pola kerja lembaga
adat Saniri.Sistem pemerintahan adat
masih merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi kehidupan masyarakat
adat di Seram Barat dan Maluku pada
umumnya sehingga dalam praktik Gambar tersebut menunjukkan ter-
kemasyarakatan terutama dalam jadi perubahan sistem dan struktur pemer-
memilih pimpinan hena/aman selalu intahan desa di Indonesia yang sangat sig-
terjadi gesekan antara masyarakat yang nifikan bila dibandingkan dengan struktur
menghendaki pemilihan berdasarkan asli ataupun struktur yang diubah oleh
adat dan yang menghendaki pemilihan pemerintah kolonial Belanda. Perom-
berdasarkan aturan yang berlaku saat ini. bakan yang dilakukan oleh pemerintah
Orde Baru itu secara tidak langsung di-
LEMBAGA SANIRI DAN UNDANG- anggap telah menghilangkan nilai-nilai
UNDANG OTONOMI DAERAH budaya tradisional, khususnya dalam
Ketika Indonesia mencapai sistem pemerintahan lokal, yang seharus-
kemerdekaan pada 17 Agustus 194 5, nya dijaga dan dilestarikan oleh negara
sis tern pemerintahan hena/am an di Maluku karena merupakan karya budaya tak benda
warisan pemerintah jajahan masih tetap bemilai tinggi yang bahkan dihargai oleh
dipertahankan. Namun, pada masaOrde masyarakat dunia.
Baru dibawah kepemimpinan Presiden

59
JEJAK NUSANTARA
Volcme 021Nomor11Desember20141

REFUNGSIONALISASI SANIRI Terkait dengan upaya refungsiona-


UNTUK KETAHANAN BUDAYA lisasi wadah demokrasi Saniri sebagai
Penerapan otonomi daerah telah organisasi lokal tradisional yang berperan
mendorong peluang pengembangan sebagai mitra kerja pemerintah daerah, di-
proses demokratisasi ditengah-tengah perlukan kebijakan tersendiri dari peme-
kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. rintah daerah Provinsi ataupun Kabupa-
Dari proses penyelenggaraan otonomi ten/Kota untuk memfungsikan kembali
daerah yang paling penting dicatat adalah wadah demokrasi lokal tersebut. Dalam
pembagian peran antara pemerintah arti bahwa pemerintah Provinsi atau Ka-
dan masyarakat, bukan hanya pa da bupaten/Kota bersama-sama dengan De-
pembagian kerja antara pemerintah pusat wan Perwakilan Rakyat setempat harus
dan pemerintah daerah atau lebih spesifik menciptakan regulasi atau produk hukum
pada birokratisasi semata. Pemahaman yang bisa memberikan peluang besar bagi
mengenai otonomi daerah seharusnya organisasi lokal Saniri untuk membangun
lebih diartikan pada keluwesan masyarakat masyarakat bersama pemerintah daerah.
untuk mengekspresikan berbagai aktivitas Tawaran yang dirasakan paling
kehidupan, baik sosial, politik, dan menguntungkan bagi keberlanjutan
ekonomi sesuai kondisi daerah masing- aktivitas organisasi, terutama menyangkut
masing. Kesalahan pengertian mengenai fungsi dan peran organisasi Saniri saat
otonomi daerah bisa berdampak pada ini, adalah pembuatan dan penetapan
pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri regulasi (misalnya peraturan daerah)
sehingga desentralisasi yang merupakan oleh pemerintah daerah, baik eksekutif
jantung otonomi daerah dalam praktiknya maupun legislatif, untuk mengabsahkan
dapat menimbulkan ketidakjelasan organisasi Saniri diketiga wilayah hukum
pembagian urusan yang sesungguhnya. adat tersebut sehingga memiliki kekuatan
Sesungguhnya hingga kini pembagian daya tawar sesuai hukum positif yang
peran antara pemerintah pusat dan berlaku dalam negara kesatuan Republik
pemerintah daerah di Indonesia berdasarkan Indonesia. Tanpa regulasi semacam itu
Undang-Undang No. 32/2004, dan berarti melakukan proses pembiaran
secara terperinci diatur dalam Peraturan menghilangnya produk budaya lokal yang
Pemerintah No. 38/2007, belum mengatur memiliki nilai-nilai positif terutama saling
urusan concurrency dengan jelas kecuali menghargai antar-sesama, musyawarah
menunjukkan kriteria yang digunakan untuk mufakat, dan tolong-menolong,
untuk membagi urusan tersebut, antara yang telah lama tumbuh dan berkembang
lain berdasarkan efisiensi, ekstemalitas, dalam masyarakat khususnya di wilayah
dan akuntabilitas.Akibatnya, pemerintah hukum adat yang telah dibahas.Hal itu
pusat seringkali merasa masih merasa berarti pemerintah, baik eksekutif maupun
memiliki kewenangan menyelenggarakan legislatif, harus menggunakan hak mereka
urusan yang sebenamya menjadi urusan diera otonomi ini untuk menggairahkan
daerah(Pramusinto dan Purwanto2009: kembali fungsi dan peran Saniri sebagai
66-7). wadah demokrasi lokal dan karya
monumental para leluhur.

60
·sanir( Wadah Oernokras1 Lokal d1 Seram Barat 48 61

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA


Gagasan politik untuk membangun
demokrasi yang berorientasi pada otonomi Pramusinto, A. dan E.A. Purwanto(2009).
daerah dewasa ini telah berkembang pesat Reformasi Birokrasi: Kepemimpinandan
jauh pada aras global, dan berimplikasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava
Media.
kuat terhadap dinamika masyarakat,
Ahimsa-Putra, H.S. (2007),"Peran dan Funsi
baik pada level nasional maupun lokal.
Nilai Budaya dalam KehidupanManusia,"
Dengan demikian pemikiran pembanguan Makalah Dialog Budaya.
berbasis "ideologi" modemisasi perlu Durkheim, E. (1966), Suicide: A Study in
direkonstruksiuntuk menemukan format Sociology. New York: The Pree Press.
pembangunan yang tepat, dalam arti Haga, B.J. (1937), Memorie van Overgave
yang sesuai dengan relalitas ruang dan Keresidenan Maluku,Seri HE.Ambon.
waktu gagasan pembangunan itu hendak Koen tj araningrat( 19 77) ,Pokok-pokok
diimplementasikan. Konkretnya ialah Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
hams ada upaya positif dari pemerintah Leirissa, R. Z. ( 1978), "Pergolakan di
untuk merefungsionalisasikan lembaga Paulo hi Seram Barat Menentang
adat Saniri sebagai wadah demokrasi KolonialismeBelanda," MakalahSeminar
lokal yang secara historis telah mampu Sejarah Lokal.
Nasution, F. T.(2014),Pengembangan
memproduksi berbagai gagasan kreatif
Masyarakat. Jakarta: Yayasan PustakaObor
untuk memperkuat budaya demokrasi dan Indonesia.
nilai-nilai toleransi yang tinggi.Pemerintah Touwe, S. (1991),"Perang Rumah Soal: Suatu
daerah saat im perlu memikirkan Perlawanan Rakyat Seram BaratMenentang
bagaimana seharusnya merumuskan nilai- Kolonialisme Belanda," Skripsi Sarjana.
nilai budaya lokal sebagai sumber inspirasi Ambon: Universitas Pattimura.
dan sumber etika sosial dalam berbagai
aktivitas penyelenggaraan pemerintahan, Sumber Wawancara
pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan E. Kolomine, Raja Negeri Lohia Sapalewa,
publik. sesepuh pemangku adat.
Edwar Lumaesan,pemangku adat di wilayah
hukum adat Sapalewa.
L. Mawene,pemangku adat di wiayah hukum
adat Sapalewa.

61
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Nomor 11Desember20141
I

Sistem"Bubuhan"dan Perilaku Pemilih


dalam Pesta Demokrasi
di Kalimantan Selatan

Hendraswati
Peneliti, Balai Pelestarian Nilai Budaya Pontianak

Abstract
One of the interesting trends in the 'ritual' of general elections or regional elections is the electoral
behavior of voters. At least, it is divided into three models, namely sociological, psychological, and rational
behavior. Generally, in South Kalimantan, voter behavior is largely determined by bubuhan concept. A
voter will choose regional head candidates whom he considered as as part of a bubuhangroup. The group
itself is still a family-related or propped up by ethnicity, regional ties, similarity ofsocial and religious
organizations, ideologies, understanding, and so on. This article attempts to explain bubuhan as a system
and its relation to voter behavior in South Kalimantan.

Keywords: bubuhan, voter behavior, regional election, South Kalimantan

alah satu gejala yang menarik nasional ataupun daerah. Karena itu,

S untuk diamati dari


pemilihan umum adalah apa
'ritual'

yang disebut 'perilaku memilih'


dari para pemilih. Perilaku memilih
adalah keputusan dan tindakan pemilih
perilaku memilih adalah bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dari tradisi
dan budaya demokrasi. Permasalahan
yang muncul adalah bagaimana sikap dan
prilaku pemilih bagi masyarakat Banjar
dalam menentukan pilihannya dalam umumnya yang masih sangat menjunjung
pemilihan umum (pemilu). Dalam tinggi budaya bubuhan dalam sebuah
pemilu itu, perilaku memilih sebenamya pesta demokrasi.
bukan sekadar tingkah laku yang bersifat
individual, tetapi ada unsur refl.eksi
BUB UH AN
struktur sosial-budaya, ekonomi, dan
Menurut Alfani Daud ( 1997),
politik yang mempengaruhinya. Bahkan,
bubuhan adalah unit kesatuan famili atau
dalam konteks politik, perilaku memilih
kekerabatan, biasanya sampai derajat
berarti tindakan untuk memilih atau
sepupu dua atau tiga kali, bersama-sama
menentukan pilihan ke atas partai politik,
para suami atau kadang-kadang dengan
calon-calon wakil rakyat yang akan
para isteri mereka. Anggota bubuhan
duduk sebagai anggota dewan (legislatif),
tinggal di rumah masing-masing. Pada
atau untuk menentukan pemimpin
masa dahulu mereka bertempat tinggal
pemerintahan (eksekutif) pada tingkat

62
S1stem "Rubuhan" dan Pent0ku Pemi/,,,1--1 a'aiam Pesta Oernokras,, /(alimantan Se!otan 62 - 70

dalam suatu lingkungan yang nyata digantikan dengan kekerabatan yang


batas-batasnya. Di antara anggota lebih luas, yakni berbahasa, berbudaya,
bubuhan terdapat seseorang yang dan beretnis yang sama yakni Banjar.
menonjol sehingga dianggap sebagai Seiring dengan diaspora orang Banjar
pemimpinnya yang disebut tatuha ke berbagai tempat di Nusantara, maka
bubuhan. Permukiman terbentuk dari komunitas orang Banjar juga terdapat
satu atau beberapa bubuhan.Seiring di provinsi lainnya di Indonesia dan
perkembangan masa, konsep bubuhan bahkan di Malaysia, Singapura, Brunei,
kemudian meluas sehingga tidak hanya Pattani, dan Mindanao. Oleh karena itu,
disandarkan pada ikatan kekeluargaan dikenal pula sebutan, seperti Bubuhan
tetapi juga pada kesamaan lainnya. Banjar Tembilahan, Bubuhan Banjar
Begitu pula yang dikemukakan Sapat, Bubuhan Banjar Kuala Tungkal,
Ardiansyah (2011 )bahwa secara Bubuhan Banjar Samarinda, Bubuhan
scderhanabubuhan dapat di pahami Banjar Malaysia, dan lain-lain. 1
sebagai warga atau kelompok orang
Banjar yang berada dalam satu ikatan
kekerabatan luas yang bersandar pada PERILAKU MEMILIH
Jstilah 'tingkah laku memilih' atau
garis keturunan, lokalitas (tempat
kediaman), atau kesejarahan. Sebagai 'perilaku memilih' merupakan terjemahan
dari istilah lnggris, voting behavior.
sebuah kelompok bubuhan, maka ada
Menurut Oxford Advanced Leaner:~
sebutan, sepertibubuhan gusti, bubuhan
Dictionary, kata voting diartikan sebagai
Alabio, bubuhan Kuin, bubuhan kelua,
bubuhan alai, bubuhan pahuluan, tindakan seseorang untuk memilih
sesuatu dalam suatu pertemuan atau
bubuhan paunjunan, buhuhan Banjar,
musyawarah. Pengertian yang kurang
dan lain-lain. Dalam sistem bubuhan,
tetuha atau tokoh panutan yang memikul lebih sama dinyatakan dalam The Free
tanggung jawab untuk kepentingan Encyclopedia of Wikipedia, bahwa voting
anggota bubuhan. adalah suatu metode bagi suatu kelompok
atau masyarakat dalam suatu kegiatan
Selain ikatan kekerabatan luas, pemilihan atau pemilu untuk menentukan
identitas kelompok hubuhan tidak
hasil atau menyatakan pendapat. Sebelum
terlepas dari sejarah terbentuknya pemilihan, biasanya terlebih dahulu
kelompok masyarakat tersebut. Sebutan dilakukan kegiatan seperti perbincangan,
"Bubuhan Banjar," misalnya, merupakan
debat, atau kampanye. Sedangkan
kelompok kckerabatan yang didasarkan
kata behaviour diartikan sebagai cara
atas kesamaan etnis/suku/puak, bahasa seseorang bertindak, khususnya ke atas
dan budaya (dan belakangan juga agama,
orang lain. Dapat disimpulkan bahwa
khususnya Islam) yang bertempat tinggal
secara etimologi, voting behaviour adalah
di Kalimantan Selatan. Hal ini jelas
tindakan atau tingkahlaku seseorang
bahwa Bubuhan Banjar membawahi dalam menentukan pilihan kepada
berbagai kelompok hubuhan laindalam seorang calon, partai, atau opini dalam
masyarakat Banjar. Maka, sekat-
suatu kegiatan pemilu.
sekat kelokalan atau tempat tinggal
sebagai pengikat kekekerabatan mereka 1
http://ardiansyahjulor.blogspot.com/20\\105/dalam-bahasa-
banj ar-di kenal- istilah.htm 1.

63
JEJAK NUSANTARA
Vrnurre 021Nomor11Desember20141

Secara terminologi, sebagaimana dikembangkan oleh para peneliti dari


dijelaskan Surbakti (1992), tingkahlaku Columbia University, Amerika Serikat.
memilih atau perilaku memilih adalah Para penganutmodel ini berpendapat bahwa
aktivitas pemberian suara oleh seseorang masyarakat terdiri atas kesatuan status
yang berkaitan erat dengan kegiatan yang bertingkat (hierarchies). Selanjutnya
pengambilan keputusan memilih atau mereka berpendapat bahwa masyarakat
tidak memilih pada saat pemilu. Apabila berstruktur oleh norma-norma dasar
seseorang memutuskan untuk memilih (to sosial berdasarkan pengelompokan aspek
vote), maka dia akan memilih calon atau sosial seperti agama, kelas, pekerjaan,
partai dalam pemilu tersebut dan apabila dan lain-lain. Karena itu penyelidikan
dia memutuskan tidak akan memilih keatas status dan kelompok sosial individu
(not to vote), maka berarti dia tidak ikut dalam masyarakat sangat penting untuk
memberikan suara dalam pemilu. memahami tingkah laku memilih dalam
pilihan raya sebab pengelompokan sosial
tersebut berpengaruh terhadap tingkah
TEORI PERILAKU PEMILIH laku memilih. Mengikut Lipset (dalam
Pada dasamya perilaku memilih Imawan 1993), ada sejumlah faktor yang
dalam pemilu merupakan tindakan
mempengaruhi persepsi dan tingkahlaku
sesaat yang dilakukan oleh seseorang orang,misalnya penghasilan, ras, jenis
untuk memilih partai atau calon tertentu kelamin, umur, status kewarganegaraan,
yang akan menduduki kursi dewan atau dan keterikatan sosial. 0 leh karena itu, po la
kepala pemerintahan. Oleh karena itu, tingkahlaku pemilih dan kecenderungan
berbagai ragam permasalahan selaras pilihan mereka biasanya sudah dapat
dengan dinamika yang mengitarinya diramalkan sesuai dengan karakteristik
telah berkembang sedemikian rupa sosial yang melingkupinya.
sehingga perilaku pemilih kemudian
menarik perhatian para ilmuwan yang Penyelidikan tentang tingkah laku
memilih model sosiologis mengandung
berkepentingan untuk mengkajinya dalam
kelemahan sehingga mendapat banyak
berbagai konteks; dilihat dari aspek sosial,
kritik. Menurut Wattemberg (2000), model
politik, ekonomi, maupun psikologi.
sosiologis biasanya lebih fokus dan hanya
Secara teori, untuk memahami perilaku menyoroti kecenderungan pemilih untuk
pemilih dalam rangka pemilu dapat dilihat memilih partai dalam suatu pemilu. Model
dari beberapa model atau pendekatan ini tidak detail dalammenj elaskan mengapa
yang telah dirumuskan oleh para pakar. berlaku perubahan tingkahlaku memilih
Menurut Wattenberg (dalam Diclerico terhadap suatu partai atau calon tertentu.
2000), setidaknya perilaku memilih dalam Para peneliti dari University of Michigan
rangka pemilu terbagi dalam tiga model, Survey Centre mengemukakan bahwa
yakni sosiologis, psikologis, dan ekonomi teori sosiologis sulit untuk menjelaskan
atau rasional. perubahan suara pemilih yang berlaku
pada setiap pemilu (Diclerico 2000).
Model Sosiologis Selain itu dari segi metodologis, model
Model sosiologis pada mulanya sosiologis juga sulit untuk mengukur
berkembang di Eropa, kemudian sejumlah ciri secara tepat, misalnya ciri-

64
S,:stern "F3ubuhan" dan Perilaku Pem11ih dalam Pesta Demokrasl d1 Kalrmantan Se!atan 62 70

ciri kelas atau pendidikan apabila variabel untuk memerhatikan serta memberikan
ini digunakan pada negara yang berbeda. tanggapan terhadap dinamika isu politik
Padahal, konsep kelas (class), pendidikan, yang berkembang. Kemudian muncul
dan sebagainya berbeda antara satu negara kesadaran bahwa berpolitik erat kaitannya
dengan negara lain, sehingga sulit untuk dengan berorganisasi. Sebab kehidupan
menganalisis tingkahlaku memilih antar- politik sangat mengandalkan legitimasi
negara (cross national analysis) dengan massa, legitimasi massa sukar diperolehi
menggunakan model ini (Gaffar 1992). kalau seseorang bertindak secara
Menurut Imawan (1993), tingkah laku individual.
memilih adalah tindakan perseorangan, Dalam model psikologi, konsep party
bukan tindakan kumpulan (collective). identification sangat penting. Tentang
Seseorang mungkin saja dipengaruhi konsep m1 dapat dijelaskan bahwa
oleh norma sosial yang berlaku dalam walaupun seseorang merasa dekat dengan
kelompoknya, tetapi tidakada jaminan pad a partai tertentu, namun tidak berarti bahwa
saat menentukan pilihanya sesuai dengan norma partai politik akan mempengaruhi
apa yang dikehendaki oleh kelompoknya, pilihannya pada saat pemilu. Pilihan politik
boleh jadi berlaku penyimpangan dari seseorang juga akan dipengaruhi oleh
norma yang dimilikinya. Dengan kata persepsinya tentang isu yang berkembang
lain dapat dinyatakan bahwa selalu dalam masyarakat baik isu jangka pendek
ada kemungkinan seseorang akan ataupun isu jangka panjang. lsu-isu politik
menyimpang dari norma atau keyakinan yang berkembang bisa menyangkut politik
berlaku dalam kelompoknya. Jadi, tidak atau yang berkaitan dengan kehidupan
semua segi tingkahlaku memilih bisa politik.
dijelaskan melalui pendekatan sosiologis. Menurut model psikologis, walaupun
tingkahlaku pemilih hanya ditentukan
Model Psikologis oleh dua hal, yakni konsep sikap
Menurut Imawan (1993), tingkah dan sosialisasi, namun faktor yang
laku memilih dapat dipengaruhi dua merangkumi dimensinya sangat luas.
konsep, yaitu political involvement dan Paling tidak ada enam faktor dimaksud,
party identification. Political involvement yakni identifikasi partai; persepsi pemilih
adalah perasaan penting atau tidak penting terhadap karakteristik kepribadian calon;
untuk terlibat dalam isu politik yang kepentingan kelompok yang mereka
bersifat umum (general), sedangkan wakili; isu politik (dalam negeri) yang
party identification adalah preferensi atau sedang aktual; isu politik (luar negeri)
perasaan suka atau tidak suka seseorang yang sedang hangat dibicarakan; dan
terhadap partai politik tertentu. kinerja partai yang sedang berkuasa di
Berkaitan dengan konsep political pemerintahan (Imawan 1993).
involvement dapat dijelaskan bahwa Sementara itu,sikap dan orientasi
pada mulanya seseorang meyakini politik seseorang individu pada aspek
keikutsertaannya dalam proses politik psikologis yang kedua muncul melalui
sangat diperlukan. Dengan perasaan proses sosialisasi yang berlangsung sejak
seperti itu dia memiliki kepedulian masa anak-anak.Peranan agen sosialisasi
politik yang tinggi. Dia akan termotivasi seperti orangtua, saudara, kelompok

65
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 "lornor 11Desernber2014
I

bermain (peer groups), sekolah, dan mempertimbangkanjanji partai pada masa


media massa sangat penting peranannya kampanye atau kinerja pemerintah pada
dalam proses sosialisasi tersebut. Oleh masa sebelumnya. Sejak 1960-an hingga
karena itu konsep sosialisasi politik 1986/87 teori ekonomi sering digunakan
sangat penting bagi model psikologi. para ahli untuk menganalisis tingkah laku
Warganegara mengalami proses belajar memilih.
ketika mereka berhadapan dunia politik Berdasarkan penjelasan tersebut
dan proses belajar ini menghasilkan dapat disimpulkan secara ringkas masing-
sejumlah pengetahuan dan orientasi sikap masing pandangan model terhadap
keatas sistem politik. Melalui proses tingkahlaku pemilih dalam pemilu. Dalam
sosialisasi politik tersebut akan terbentuk model sosiologis dikemukakan bahwa
ikatan psikologis seseorang dengan preferensi seseorang terhadap partai atau
salah satu partai atau pertubuhan politik kandidat dipengaruhi karakteristik sosial
tertentu berbentuk simpati kepada partai masyarakat seperti pekerj aan, kelas,
atau organisasi politik tersebut. Ikatan agama, ideologi, status, dan sebagainya.
psikologis inilah yang disebut identifikasi Dalam model psikologis diyakini bahwa
partai. keputusan seorang pemilih menentukan
pilihannya dipengaruhi oleh kekuatan
Model Rasional psikologis sehingga diyakini bahwa
Menurut Wattenberg ( 1991 ), asumsi keputusan untuk memilih kandidat atau
fundamental teori Down m1 adalah partai ditentukan oleh sikap atau disposisi
bahwa warganegara bertindak secara psikis pemilih. Sedangkan dalam model
rasional dalam politik. Bila dikaitkan rasional, pemilih mampu bertindak
dengan tingkahlaku memilih, asumsi ini rasional dalam politik. Dalam menentukan
berimplikasi bahwa setiap warganegara pilihan pada suatu pemilu pemilih
menetapkan pilihannya pada suatu akan menjatuhkan pilihannya terhadap
partai politik yang dia percayai dapat kandidat atau partai yang dianggap dapat
memberikan keuntungan (secara memberikan keuntungan tertentu.
ekonomis atau pun dalam bentuk yang
lain) berbanding dengan partai lain. Kunci PERILAKU PEMILIH SECARA
dari proses pengambilan hasil adalah UMUM
persepsi pemilih tentang manfaat yang Berdasarkan tiga model teori
diharapkan selepas pemilu. perilaku pemilih, dapat diketahui faktor
Berdasarkan teori ini, pemilih yang menentukan pilihan seseorang
memutuskan untuk ikut memilih atau akan untuk memutuskan pilihannya dalam
memilih pada calon tertentu didasarkan kegiatan pemilu.Di negara-negara maju,
pada alasan rasional dan biasanya dengan semisal Amerika Serikat, faktor-faktor
memberikan suara kepada calon tertentu seperti karakteristik sosial, identifikasi
diharapkan dapat menerima keuntungan partai, kandidat, isu, kebijakan publik,
atau benefit dari tindakan tersebut. isu ekonomi, kinerja pemerintahan, dan
Jadi menurut teori Down bahwa setiap geografis merupakan beberapa alasan
warganegara membuat hasil memilih penting pemilih menentukan pilihannya
berdasarkan kalkulasi rasional dengan dalam pemilu. Berbanding dengan

66
SlStem "Bubuh'3n" can Pen/a,:w Pemr/ir; da/arn .nesta Oemoi<rasr i{al1rnan~an Seiatan 62 - 70

negara maju yang lain, ada beberapa PERILAKU PEMILIH LOKAL DI


faktor yang menjadi alasan pemilih di KALIMANTAN SELATAN
AS untuk menentukan pilihannya tetapi Membaca kecenderungan memilih
tidak terdapat di negara maju yang lain pasangan calon kepala daerah di
(Inggris, Australia, Jerman, atau Rusia), Banjarmasin khususnya dan di Kalimantan
seperti faktor agama, kepemimpinan, dan Selatan umumnya, tarnpak tidak terlalu
media massa. berbeda dengan faktor yang telah
Faktor penentu perilaku pemilih dirumuskan oleh para peneliti tersebut dan
dalam memutuskan pilihannya ini terbagi faktor penentu pilihan seorang pemilih
menjadi dua kelompok besar, yakni pada masyarakat yang lain sesuai dengan
faktor rasional dan irasional. Kedua karakteristik sosial ataupun budaya yang
faktor ini memiliki garis perbedaan yang berkembang pada mereka. Secara spesifik,
tipis dan bersifat subjektif. Karena itu faktor-faktor tersebut boleh dirangkum
suatu faktor boleh dianggap rasional dan tak bisa dilepaskan dengan kesatuan
pada suatu negara akan tetapi ternyata kelompok dalam masyarakat Banjar
dianggap tidak rasional pada negara yang yang memiliki keterikatan atau kesamaan
lain. sehingga mereka beranggapan sebagai
sesama sendiri yang disebut dengan istilah
Di Indonesia, berdasarkan beberapa
bubuhan.
kajian yang dilakukan oleh misalnya
Gafar (1992), Kristiadi (1996), Suryanef Seperti dikatakan Alfani Daud
dan Al-Rafni (2001), dan Liddle (1997), bubuhan mulanya mengacu pada
danMujani (2006), terdapat beberapa identifikasi seseorang sebagai warga
faktor yang mempengaruhi seorang atau anak kampung tertentu. N arnun,
pemilih menentukan pilihannya dalam seiring perjalanan waktu, istilah bubuhan
pemilu. Dibuatkan senarainya, faktor- merujuk pada salah satu identifikasi
faktor tersebut antara lain sosial, agama, keberadaan seseorang dalam konteks
rancangan ekonomi, kepemimpinan sosio-kultural masyarakat Banjar. Secara
partai, pemimpin formal dan nonformal, sederhana, bubuhan dapat dipahami
geografis, tokoh panutan, media massa, sebagai suatu wadah orang Banjar dalam
pemahaman politik, dan hubunganpatron- satu ikatan kekerabatan. Pada akhirnya,
client. Secara khusus, dengan mengkaji meski secara urnum hubuhan bersandar
pemilihan gubernur di Propinsi Sumatera pada garis keturunan, lokalitas, atau
Barat,Fahri (2009) menambahkan bahwa kesejarahan, wadah kekeluargaan itu
faktor kualitas kandidat, isukampanye makin berkembang. Sifatnya kini relatif
dan ikatan kedaerahan ternyata lebih terbuka bagi siapa saja yang berhasil
berpengaruh signifikan terhadap perilaku memetakan posisi dirinya dalam suatu
pemilih dalam menentukan pilihannya. kelompok atau komunitas. Dalam konteks
Sedangkan faktor media massa, yakni politik kekuasaan di wilayah ini, bubuhan
kekerapan pemilih mendapatkan sangat berperan penting. Kepatuhan
informasi dari suratkabar, majalah, radio, masyarakat Banjar terhadap patron tokoh
televisi dan internet tidak berpengaruh agama atau ulama dan tokoh masyarakat
secara berarti. dapat menjadi nilai tambah terhadap
konsep bubuhan.

67
JEJAK NUSANTARA
Vo 1ume 021Nomor11Desember20141

Begitu halnya di ranah politik, untuk ditemukan apabila alasan mereka


Apriansyah menyatakan bahwabubuhan memilih pasangan calon disebabkan oleh
menjadi sandaran untuk mencandrai visi-misi atau program kerja yang hendak
eksistensi seseorang, melacak jejaring diwujudkan, yang secara teori merupakan
orang yang bersangkutan, dan akhimya salah satu indikator atau alasan memilih
menetapkan orang tersebut kawan atau secara rasional.
lawan dalam berpolitik. Bubuhan yang Sebaliknya, seorang calon dari
menjadi sandaran ikatan kekerabatan bubuhan tertentu dalam suatu daerah
masyarakat dan Islam tersemai dan pemilihan juga mengharapkan suara
terpelihara lewat budaya secara turun- dari bubuhan-nya. Oleh karena itu
temurun. Islam membangun sikap tidak mustahil apabila beberapa dekade
kepatuhan masyarakat sebagai santri belakangan m1, banyak calon yang
terhadap ulamanya sebagai patron dalam berusaha mendekati tokoh ulama tertentu
berbagai aspek kehidupan, termasuk dengan harapan akan bertambah anggota
dalam berpolitik. Sikap tersebut masih bubuhan, meski sebenamya antara
lestari, terutama pada santri duduk. mereka tidak pernah terjadi suatu ikatan
Calon yang merupakan santri duduk dari kekeluargaan sebelumnya.Pernyataan ini
majelis salaf (pengajian) dan mempunyai selaras dengan pendapatApriansyah bahwa
kedekatan dengan ulamanya akan lebih selain jaringan kekerabatan, kedekatan
mudah meraih pendukung ketimbang lokalitas, dan bobot kesejarahan keluarga,
santri formal (sekolah agama formal). bubuhan juga terbangun dari kekuatan
Patron ulama, terutama yang berasal dari patron yang dimiliki calon kepala daerah
kaum tuha (mengacu pada Nahdlatul atau caleg yang bersangkutan. Dalam
Ulama), masih sangat dihormati dan pemilihan gubemur Kalimantan Selatan
dipatuhi sebagian masyarakat Banjar. beberapa waktu lalu, misalnya, kedekatan
Hal ini menjawab realitas bahwa hampir gubemur terpilih Rudy Arifin dengan Tuan
semua bupati dan wali kota, termasuk Guru Haji Muhammad Zaini Abdul Gani
gubemur, yang terpilih melalui pemilihan (yang lebih dikenal sebagai Tuan Guju
kepala daerah langsung selalu melalui Ijai), tokoh ulama besar dari Martapura,
jalur partai berhaluan Islam. 2 Kalimantan Selatan, menjadi salah satu
Dari uraian terse but dapat disimpulkan pemersatu beragam bubuhan dalam
bahwa rasionalitas seorang pemilih akan pemilihan Gubernur. Fenomena tersebut
memilih pasangan calon kepala daerah cukup membuktikan tokoh yang menjadi
yang dia anggap masuk sebagai bagian patron masyarakat berperan banyak dalam
dari kelompok bubuhan. Kelompok menentukan dukungan bubuhan terhadap
bubuhan itu sendiri selain karena masih calon atau parpol tertentu.
satu keluarga (satu garis keturunan) juga Sepeninggal Tuan Guru ljai,
boleh disandarkan karena kesamaan etnis ditengarai belum ada tokoh ulama atau
atau primordialisme, ikatan kedaerahan, tokoh masyarakat yang dipandang mampu
organisasi sosial dan keagamaan, ideologi, mempersatukan berbagai bubuhan di
pemahaman, dan seterusnya. Oleh itu, Kalimantan Selatan. Jika padapemilu
pada masyarakat bawah (grass root) sulit berikutnyatidak muncul tokoh kharismatik
2
baru, bisa diperkirakan afiliasi politik
http://id.wikipedia.org/wiki/Bubuhan.

68
Sistem 'Bubuhan' dan Perilak-=-Pem1/ih dalam Pesta Oemokrasi di Ka!imantan Sela/an 62 - 70

masyarakat Kalimantan Selatan akan Mengikut realitas demikian, maka


terpencar pada bubuhan yang calon tingkat efektivitas kampanye pasangan
anggota legislatifnya mampu menggalang calon patut dipertanyakan. Schab, masing-
pengaruh cukup luas, baik melalui parpol masing pemilih sejatinya sudah memiliki
Islam maupun parpol berhaluan nasionalis pasangan calon yang akan mereka pilih,
Bagi mereka yang cenderung pasif yakni pasangan yang dianggap sebagai
dan tidak memiliki pilihan yang pasti atau bubuhan.
pemilih yang mengambang, cenderung
memilih calon yang rajin berkampanye KESIMPULAN
dan memberi keuntungan kepada mereka. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
Kelompok ini efektif didekati dengan bahwa dalam budaya demokrasi rakyat
pemberian materi atau finansial yang Banjar di Kalimantan Selatanmasih sangat
mereka perlukan. Kemudian, untuk dipengaruhi oleh sistem bubuhan yang
pemilih pemula, yakni mereka yang baru memang sangat dijunjung tinggi. Hal ini
pertama kali mengikuti pemilu, biasanya dapat dilihat dari perilaku pemilih pada
dalam memilih mudah dipengaruhi saat pemilu atau pemilihan kepala daerah,
dan cenderung tidak tetap. Perilaku mereka cenderung memihak, memilih
mereka dalam memilih cenderung ikut-
bubuhan-nya dan kurang memperhatikan
ikutan;yang memberikan pengaruh faktor yang lain seperti tokoh, visi dan misi,
signifikan terhadap pilihan mereka adalah
maupun berbagai isu yang disampaikan
orangtuanya. Adapun pemilih yang
dalam kampanye. Di tingkat nasional,
mendasarkan alasan pada faktor kualitas sistem bubuhan Banjar akan melekat
calon, isu yang dikemukan oleh calon pada
pada diri setiap mereka yang merasa
masa kampanye, visi-misi dan program dari keturunan Banjar sehingga apabila
kerja calon adalah pemilih rasional yang menghadapi pemilu, mereka akan memilih
umumnya berlatar belakang akademis. Bubuhan Banjam. Untuk tingkat daerah,
N amun secara umum, alas an atau latar mereka akan memilih bubuhan-nya sendiri
belakang pemilih dalam menentukan untuk menentukan hak pilihnya dalam
pilihannya tetap tersimpul dalam istilah
sebuah gawe pemilihan kepala daerah. Hal
bubuhan dalam maknanya yang luas
ini menandakan bahwa sistem bubuhan
sehingga calon yang memiliki visi-misi, masih dianggap sangat penting dan sangat
gagasan, dan program kerja yang sama
dijunjung tinggi dalam budaya demokrasi
pun boleh diaku sebagai bubuhan. di Kalimantan Selatan.

69
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I '"omor ~I Ccsecnber 20~41

DAFTAR A CU AN

Amirudin dan A. Zaini Bisri (2006), Pilkda Lay, C. (2006), Pilkada Langsung dan
Langsung Problem dan Pospek. Pendalaman Demokrasi. Yogyakarta:
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Campbell dkk. ( 1960), The American Voters. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
New York: John Wiley & Sons, Inc., Gadjah Mada.
Wiki Summary, the Free Social Science Nadir, A. (2005), Pilkada Langsung dan Masa
Summary Database. Depan Demokrasi. Malang: Averroes
Departemen Komunikasi dan lnformatika Press.
(2005), Undang-Undang Republik Nurhasyim, M. (2005), Konfiik Antar
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Elit Politik Lokal dalam Pemilihan
Pemilihan Daerah. KepalaDaerah. Jakarta, Lembaga Ilmu
Gaffar, A. (2006), Politik Indonesia: Transisi Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian
Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Politik.
Pelajar. Wattenberg, M. P. (2004 ), "Election: Reliability
Harahap, H.A. A. (2005), Manajemen & Trumps Competence Attributes in the
Resolusi Konfiik Pilkada, Jakarta, Pustaka 2004 Presidential Election,"Presidential
Cidesindo. Studies Quarterly, Vol. 36, No. 4,
Imawan, R. (1993), Analisis Hasil Pemilihan Desember.
Umum 1992 di Indonesia. Yogyakarta:
Jurusan Tlmu Pemerintahan Fakultas Sumber Internet
Tlmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas http://ardiansyahjulor.blogspot.eom/2011/05/
Gadjah Mada. dalam-bahasa-banjar-dikenal-istilah.html.
Kristiadi, J. (1996), "Pemilihan Umum dan http ://id. wikipedia. org/wiki/Bubuhan.
Perilaku Pemilih di Indonesia,"Prisma,
No.3, Maret.

70
Demokratisasi dan Gerakan Sosia/-Budaya 71 - Bl

Demokratisasi dan
Gerakan Sosial-Budaya
Pengalaman Sumatra Barat pada Era Reformasi

Gusti Asnan
Guru Besar, Universitas Anda/as

Abstract
Minangkabau has ups and downs in the process of democratization. Life changes in social. cultural, and
political aspects from time to time have affected urang awak in perceiving democracy. Once, democracy
had been upheld by the people and in another chance, it had been blurred due to politics of identity.
Jn the Reformation era, the people of Minangkabau were try ing to correct New Order s systems which
considered as incompatible with their culture. Along with regional autonomy enactment, Min angkaba u
people responded by implementing politics of ethnical identity. Yo ung people who were more open-minded
in the society tried to fix it by wisely accepted multiculturalism. Minangkabau ethnic began to adapt with
ethnic diversity and respond it in more democratic traits. By using historical method, this paper attempts to
reveal democratic attitudes, social-cultural movement, and the compromise trait ofMinangkabau ethnic in
particular and generally West Sumatran in the Reformation era.

Keywords: Minangkabau, nagari, politics of identity, p enghulu, democracy

alam catatan perjalanannya pedalaman Minangkabau dari arah barat

D ke pedalaman Minangkabau
pada 1818, Thomas Stamford
Raffles mengatakan
bahwa orang Minangkabau adalah
suatu kelompok suku bangsa yang
ini mengapresiasi sikap demokratis warga
nagari yang menempatkan kata sepakat di
atas segalanya (Raffles 1830: 347- 52).
Kesan serupa juga dijumpai dalam
catatan perjalanan Nahuijs. Kolonel yang
menghabiskan banyak waktu hanya untuk mengunjungi pedalaman Minangkabau
mendapatkan suatu kata sepakat. Para pada 1824 itu melihat warga nagari di
pemimpin Minangkabau bersedia berdebat daerah darek begitu egaliter dan tidak
panjang hanya untuk memutuskan satu memandang luar biasa penghulu atau
perkara yang dalam pandangan Raffles "raja" mereka. Tidak ada penghormatan
tidak begitu penting terkait dengan yang berlebihan dari rakyat terhadap
berapa seharusnya "cukai" yang hams penghulu atau "raja." Bahkan Nahuijs
dibayar Raffles dan rombongannya ketika melihat sendiri seseorang yang mengaku
melewati sebuah nagari. Waiau terkesan "raja" yang diangkat sebagai oleh
marah atau tidak sabar dengan apa pemerintah Belanda temyata tidak dikenal
yang dilakukan para penghulu tersebut, oleh warga daerah yang ditemuinya. "Raja"
orang Barat yang pertama memasuki ciptaan Belanda tersebut bahkan tidak

71
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Norror 11Desember20141

diakui sebagai penguasa tertinggi mereka mengangkat sej umlah kepala nagari.
sehingga ketika Nahuijs mengunjungi Pada awalnya terjadi penolakan terhadap
sejumlah daerah bersama "raj a" itu, rakyat rencana pengangkatan itu tetapi setelah
besikap tak-acuh terhadap sang "raja." dilaksanakan, anak nagari pun akhimya
Perwira Belanda yang mengunjungi menerimanya. Bahkan pada masa
daerah kerajaan di kawasan timur berikutnya,jabatan "penghulu bersurat"-
Sumatra hingga Pulau Penang itu sangat kepala nagari yang diangkat Belanda -ini
terkesan oleh sikap anti-aristokrasi orang sangat didambakan oleh banyak penghulu
Minangkabau dan penghargaan mereka karena ada imbalan berupa gaji, bebas
terhadap pemerintahan nagarinya (Nahuijs kerja rodi, dan sebagainya. Tidak hanya
1827: 143, dst.). itu, ketika kekuasaan pemerintah kolonial
Penghargaan orang Minang semakin kuat dan kaum penghulu menjadi
(penyingkatan sebutan 'Minang' ini juga bagian dari mesin kekuasaan itu, terjadi
lazim digunakan dalam percakapan) penolakan kaum yang mewakili golongan
terhadap nagari dan pemerintahan adat terhadap keikutsertaan golongan
nagari mereka juga membuat kagum agama atau ulama dalam pemerintahan
de Stuers. residen militer Padang nagari (Asnan 2006).
en Onderhoorigheden (1825-29) itu Sikap demokratis, anti-aristokrasi
terkagum-kagum melihat tingginya dan penghargaan yang tinggi terhadap
perhatian bahkan pembelaan orang pemerintahan nagari serta "kompromi"
Minang terhadap pemerintahan nagarinya. orang Minang terhadap perubahan
Kesan Stuers itu dirasakannya ketika dia yang terjadi di panggung sosial-politik
ingin menciptakan seratus nagari baru negerinya pada masa lampau ternyata
di wilayah Minangkabau yang telah tetap berlanjut hingga beberapa waktu
dikuasai pemerintah. Ada penolakan yang belakangan. Tegasnya, gejala yang
kuat dari anak nagari umumnya dan para sama juga berlaku di panggung sejarah
penghulu khususnya terhadap rencananya Minangkabau kontemporer. Dengan kata
tersebut. Banyak alasan dikemukakan dan lain, terjadi keberlanjutan dan perubahan
berbagai bentuk penolakan disampaikan sejarah masa lalu Minangkabau dengan
kepada pemerintah. Stuers melihat bahwa masa kini. Selalu ada tanggapan yang
tampaknya nagari adalah segala-galanya memperlihatkan semangatdemokrasi, anti-
bagi orang Minang dan kepala nagari yang aristokrasi atau feodalisme, pengagungan
dipilih secara demokratis adalah penguasa pada pemerintahan nagari dan kemudian
yang sesungguhnya di mata mereka (arsip kompromi terhadap perubahan. N amun,
ANRI). Namun, berhubung sedang berada berbeda dengan kurun waktu yang
pada posisi yang menentukan, Stuers dialami Raffles, Nahuijs dan de Steurs,
tetap melanjutkan rencananya walau tidak Minangkabau kontemporer adalah sebuah
terwujud sepenuhnya (Stuers 1910: 226- daerah yang juga dimukimi etnis lain.
46). Selain orang Minang, di Minangkabau
Yang menarik adalah kenyataan yang wilayahnya identik dengan daerah
selanjutnya. Sebagai bagian dari administratif Provinsi Sumatra Barat
kelengkapan nagari, maka pada bermukim orang Batak Mandailing,
tahap berikutnya pemerintah kolonial Jawa, dan Mentawai. Langsung atau

72
Demokratisas,1 dan Gerakan Sosia/-Budaya 71 81

tidak langsung, sikap demokratis, anti- sangat kecil. 1

aristokrasi, pengagungan terhadap Berbeda juga dengan aksi di daerah


pemerintahan nagari dan kompromi orang lain yang menolak dominasi kelompok
Minang terhadap perubahan,juga berkaitan non-pribumi dalamsektor ekonomi daerah,
dengan keberadaan berbagai etnik lain sasaran kritik warga Sumatra Barat dalam
tersebut. Tidak hanya itu, kelompok etnik hal ini orang Minangkabau pada hari-hari
lain itu juga ikut mewamai dinamika pertama Reformasi itu lebih tertuju kepada
sejarah Minangkabau kontemporer. golongan elite tradisional, yakni kaum
Sehubungan dengan gejala tersebut, penghulu yang terhimpun dalam Lembaga
tulisan ini mencoba mengungkapkan sikap Kerapatan Adat Alam Minangkabau, yang
demokratis, gerakan sosial-kebudayaan, selama ini dianggap dekat dengan Orde
dan sikap kompromi orang Minangkabau Baru
khususnya dan warga Sumatra Barat Lembaga Kerapatan Adat Alam
umumnya, pada era Reformasi. Pertanyaan Minangkabau (LKAAM) merupakan
yang akan dijawab dalam tulisan ini antara institusi yang dibentuk pada awal Orde
lain bagaimana tanggapan orang Minang Baru (1967) yang bertujuan menghimpun
khususnya dan etnis lain di Sumatra Barat penghulu dan menjadikannya sebagai
menyambut era Reformasi; bagaimana alat kontrol kehidupan masyarakat
tanggapan warga Minangkabau terhadap Minangkabau. Melalui penghulu,
Reformasi yang identik dengan gerakan Orde Baru mendulang sukses dalam
demokratisasi secara nasional itu hampir semua lapangan penghidupan di
dikaitkan dengan gerakan demokratisasi Sumatra Barat, terutama dalam politik
di tingkat daerahnya; kemudian gerakan daerah. Selama Orde Baru, Golkar
sosial-kebudayaan apa saja yang terjadi di sebagai partai pemerintah selalu menjadi
daerah itu. Berhubung sejarah merupakan pemenang yang mengesankan dalam
perubahan dan keberlanjutan, menarik setiap pemilihan umum. Melalui tangan
pula diajukan pertanyaan perubahan apa penghulu dan LKAAM, Sumatra Barat
yang berlanjut dalam gerakan "khas" era "digolkarisasikan." Oleh karena itu,
Reformasi itu di Sumatra Barat. warga daerah yang terbakar oleh semangat
penghancuran segala sesuatu yang
DEMOKRATISASJ DAN GERAKAN berkaitan dengan Orde Baru, termasuk
SOSIAL-BUDAYA "URANG AWAK" kebencian terhadap Golkar, melampiaskan
Seperti halnya daerah lain di Indonesia, emosi mereka pada tuntutan pembubaran
Sumatra Barat yang didominasi orang LKAAM. Mengikuti suara warga ini,
Minangkabau menyambut era Reformasi pemerintah Provinsi menghapus dana
dengan suka-cita. Namun berbeda operasional lembaga tersebut dalam
dengan daerah lain, apalagi dibandingkan Anggaran Pendapat Belanja Daerah.
dengan Jakarta, suka-cita tersebut tidak Akibatnya, air bersih di kantor LKAAM
diluapkan dengan aksi yang berlebihan. tidak mengalir; begitu pula listrik
Aksi penjarahan, bakar-bakaran, atau dan telepon diputus. Juga diberitakan
pertumpahan darah nyaris tidak terjadi. 1
Informasi mengenai sikap warga Sumatra Barnt mcnyambut
Kalaupun ada tindak kekerasan kadamya Reformasi dikutip dari harian Singgalang dan Haluan yang tcrbit
di Padang. Kedua media itu banyak memberitakan kcjadian
tentang keadaan dan suasana baru di Sumatra Barnt kala itu.

73
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor 11 Desember 20141

keadaan kantor yang kotor karena petugas dalam penyelenggaraan negara. Selain
kebersihan tidak bekerja maksimal itu, pemerintahan nagari merupakan
sebab tidak mendapat lagi pembayaran salah satu kebanggaan orang Sumatra
honorarium dari Lembaga (Asnan 2005: Barat yang tersisa setelah peristiwa
2008). PRRI (Pemerintahan Revolusioner
Tajamnya kritik atau serangan Republik Indonesia) dan Gerakan 30
terhadap LKAAM khususnya dan September 1965. Oleh karena itu warga
pemerintahan Orde Baru pada umumnya setempat menuntut penghapusan sistem
merupakan bagian dari gerakan pemerintahan desa dan pengembalian
demokratisasi di Sumatra Barat pada awal pemerintahan nagari. Tuntutan itu dikenal
Refonnasi. Bagi orang Minang terpelajar dengan gagasan "kembali ke nagari."
dan yang memiliki sikap kritis, kehadiran Tuntunan itu juga ditanggapi pemerintahan
LKAAM dan pemerintah Orde Baru telah daerah tingkat provinsi dan kabupaten
mematikan semangat demokrasi di tengah dengan melahirkan sejumlah Peraturan
masyarakat. LKAAM telah mengambil Daerah tentang Pemerintahan Nagari dan
alih peran para penghulu sebagai mengaktualkan kembali pemerintahan
pemegang tertinggi suara rakyat. Dengan nagari (Asnan 2006).
corak pemerintahan yang sentralistis dan Bagaikan membuka kotak pandora,
bersemangat feodalistis, sepe1ti terlihat Reformasi memberi kesempatan kepada
dalam pemerintahan desa, Orde Baru anak bangsa menumpahkan segala
dipandang telah mematikan nagari sebagai aspirasi mereka. Seiring dengan kritikan
lembaga sosial-politik tradisional tertinggi dan gugatan terhadap LKAAM dan
di Minangkabau. sistem pemerintahan desa ala Orde Baru,
Produk lain rezim Orde Baru yang orang Minang meluncurkan gerakan
gencar diserang orang Minang kala itu yang menginginkan suasana islami dalam
adalah lembaga pemerintahan desa yang tata hidup dan kehidupan sosial, politik,
diterapkan berdasarkan Undang-Undang budaya,dan ekonomi daerah. Berhubung
No. 5 Tahun 1979. Pemerintahan terendah salah satu syarat pembentukan sebuah
versi Orde Baru itu menggantikan nagari di Minangkabau adalah adanya
sistem pemerintahan tradisional nagari mesjid dan suasana yang islami, tuntutan
yang diamalkan warga setempat sejak itu diwujudkan dalam "gerakan kembali ke
masa waktu yang lama. Di mata orang surau." Secara harfiah, "gerakan kembali
Minang, pemerintahan desa Orde ke surau" bertujuan mengaktualkan
Baru itu merupakan salah satu wujud kembali keberadaan dan fungsi surau atau
penyeragaman pemerintahan terendah mesjid sebagai pusat ibadah dan aktivitas
di Indonesia dengan mengambil model umat Islam. Ide dasar gerakan itu adalah
yang berlaku di Jawa. Padahal , di mata menjadikan agama Islam sebagai rob
masyarakat Minangkabau di Sumatra utama warga daerah. Agama (Islam) harus
Barat, pemerintahan nagari merupakan menjadi rujukan dan sumber, serta dasar
wujud keanekaragaman Indonesia segala aktivitas warga daerah.
serta sekaligus representasi aspek Gerakan tersebut kemudian diikuti
sosial, politik, ekonomi, dan budaya penerbitan sejumlah peraturan daerah yang
masyarakat nagari yang bersangkutan bersifat syariah melalui Keputusan Kepala

74
Oernokrausas,, da.n Geraka.n Soslal-Budaya 71 - 81

Daerah (gubemur, bupati, dan walikota). kuat untuk menyaingi kalangan non-
Misalnya peraturan daerah tentang pribumi di daerah itu.
penyakit masyarakat (dikenal sebagai Dengan ini pula dapat dikatakan
Perda Pekat) yang mewajibkan pandai bahwa gerakan Reformasi di Sumatra
baca Al Quran dan pemakaian busana Barat bukan terutama disebabkan oleh
muslim bagi anak sekolah dan pegawai faktor "kecemburuan" ekonomis. Dalam
negeri. Sejak 2005 hingga 2009 terdapat berbagai serangan terhadap segala sesuatu
25 peraturan daerah syariat yang dibuat yang berbau Orde Baru di Sumatra Barat
di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. nyaris tidak terdengar isu, misalnya,
Banyak alasan yang mendasari munculnya pengembalian kekayaan sumber daya
"gerakan kembali ke surau" ini. Dua alam (SDA) daerah yang dikuasai Pusat.
alasan yang paling sering disebut adalah, Kalaupun ada isu semacam itu hanyalah
pertama, keberadaan nagari tidak bisa bersifat minor. Hal itu terlihat pada
dipisahkan dengan Islam; kedua, berbagai "keributan" warga lokal yang menuntut
penyelewengan yang terjadi selama ini pengembalian PT Semen Padang, pabrik
dipercaya warga daerah disebabkan oleh semen "kecil"berlokasi di ibukota provinsi
praktik politik dan kehidupan sosial- yang sebelumnya dikuasai perusahaan
budaya yang telah jauh dari ajaran Islam asing Cemex dan kroni Soeharto (Iskandar
(Asnan 2005; 2008). 2007: 58, dst.).
Tampaknya, reaksi cepat warga Berbeda dengan gerakan Reformasi
Sumatra Barat, khususnya orang di Riau sebagai bandingan. Provinsi
Minangkabau, tersebut bukan semata- tetangga di sebelah timur Sumatra Barat
mata disebabkan oleh orang Sumatra Barat itu dikenal memiliki SDA nan melimpah
lebih ramah atau "baik" dibandingkan semisal kandungan minyak bumi. Selama
dengan warga daerah lain yang "brutal"; masa Orde Baru, hasil ekploitasi kekayaan
bukan pula karena orang Sumatra Barat alam itu justru lebih deras mengalir ke
lebih antipati terhadap rezim Orde Baru Jakarta daripada ke Riau. Maka, tuntutan
bila dibandingkan dengan warga daerah reformasi yang terdengar keras di Riau
yang lain. Keramahan orang Sumatra adalah pengembalian dana alokasi atas
Barat terhadap kelompok non-pribumi ekploitasi SDA tersebut ke pangkuan
sesungguhnya bisa dilihat dari kenyataan daerah. Tidak tanggung-tanggung,
bahwa kelompok itu tidak begitu dominan tuntutan itu disertai isu "Riau Merdeka."
dalam kehidupan ekonomi daerah. Pada Tuntutan serupa juga terjadi di daerah
masa Orde Baru khususnya, dan sejak akhir lain yang memiliki cadangan SDA yang
1950-an (setelah terbentuknya provinsi) besar tetapi disedot oleh Pusat. Gerakan
pada umumnya, Sumatra Barat bukan reformatif yang bersifat sosio-kultural
termasuk daerah yang diperhitungkan di daerah yang kaya SDA sekali lagi
secara ekonomis. Kehidupan ekonomi Riau sebagai contoh biasanya muncul
daerah itu hanya pada tingkat sedang ke belakangan setelah daerah itu "mandi
bawah sehingga tidak menarik datangnya uang" (lihat Jamil, dkk. 2001).
pengusaha besar yang umumnya dari
Kembali ke SumatraBarat. Berhubung
kalangan non-pribumi di daerah tersebut.
tidak memiliki kandungan SDA yang luar
Selain itu, jiwa dagang urang awak cukup
biasa, gerakan reformatif di daerah itu

75
------------
JEJAK NUSANTARA
Volume 02INomor11Desember20141

lebih tertuju pada aspek sosial-budaya. terhadap mereka ternyata tidak bisa
Gerakan yang lebih besar dan lebih dibuktikan). Gerakan petuntutan terhadap
bernyali dari itu, apalagi tuntutan keluar pelaku korupsi berjamaah di Sumatra
dari negara kesatuan Republik Indonesia, Barat m1 kemudian menginspirasi
tidak pernah terdengar sama sekali di berbagai daerah lain untuk melakukan hal
sana. Padahal pada 1950-an, ketika yang sama (Asnan 2005; 2008).
suasana zaman dan latar belakang sosial- Yang menarik, di antara koruptor
politik negara nyaris sama dengan era yang diseret ke pengadilan dan sempat
Reformasi sekarang, warga Sumatra Barat dipenjarakan terdapat kelompok ulama.
tennasuk yang paling lantang menggertak Namun, gerakan sosial-budaya di
dan mengancam keluar dari negara Sumatra Barat pada era Reformasi tidak
kesatuan Republik Indonesia. Tidak pandang bulu. Ulama sebagai salah satu
hanya itu, warga Sumatra Barat bahkan golongan elite tradisional yang selama ini
berani mengultimatum Jakarta disertai sangat dihargai orang Minang pun mulai
bermacam tuntutan, seperti meminta digugat. Sama dengan perlakuan terhadap
pengembalian dwitunggal Soekarno-Hatta kalangan penghulu yang dituding sebagai
dan pembentukan kabinet barn. Daerah "antek" Orde Barn, politisi ulama yang
itu juga berani membentuk "pemerintahan korup juga disamakan dengan pejabat
revolusioner" yang akhirnya menyeretnya Orde Barn yang curang. Era reformasi
pada gerakan yang disebut Jakarta menghilangkan sekat-sekat "segan" warga
sebagai pemberontakan (Kahin 1999: terhadap kalangan elite agama sehingga
211, dst.; Onghokham 1964; Kementerian te1jadi proses "desakralisasi" ulama saat
Penerangan 1958). itu. Gerakan atau proses ini sesunguhnya
Gerakan sosial-budaya yang juga disebabkan oleh tingkah laku mereka
dipilih warga Sumatra Barat pada awal di luar status yang mereka sandang dan
Reformasi kemudian diikuti oleh gerakan di luar nilai yang seharusnya mereka
pembersihan pemerintahan daerah dari amalkan.
unsur korupsi. Melalui Forum Peduli
Sumatra Barat, sejumlah intelektual muda DEMOKRATISASI DAN GERAKAN
dan aktivis LSM (Lembaga Swadaya SOSIAL-BUDAYA "KAUM
Masyarakat) daerah mengkritik dan PEND ATANG"
menggugat perilaku koruptif kalangan Seiring dengan perjalanan waktu,
legislatif daerah, baik pada tingkat berbagai perubahan mulai terjadi. Aksi-
provinsi maupun kota dan kabupaten. aksi politis dan gerakan sosial-budaya
Gerakan penentangan dan tuntutan yang semula diramaikan oleh urang awak
terhadap koruptor yang mengambil uang sebagai penduduk mayoritas Sumatra
negara secara tidak sah dan "berjemaah" Barat juga dilakukan oleh kalangan
berhasil menyeret sejumlah anggota non-Minang dan kelompok masyarakat
DPRD provinsi dan kota serta kabupaten. "pendatang" di daerah tersebut. Gerakan
Banyak anggota legislatif daerah sempat itu pertama kali terlihat dalam tuntutan
masuk penjara (walau untuk sementara warga Kepulauan Mentawai yang ingin
waktu karena setelah melalui persidangan memisahkan diri secara administratif dari
yang cukup panjang, gugatan dan tuntutan Kabupaten Padang Pariaman. Sejak 1958,

76
Oemokrat1sas1 dan Gera.i<an Sosial-Budaya 71 81

daerah kepulauan yang terletak di bagian Menurut tambo (bentuk historiografi


barat Provinsi Sumatra Barat itu menjadi tradisional Minangkabau), semua daerah
bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. yang dijadikan lokasi transmigrasi itu
Selain alasan untuk memudahkan dan lazim disebut daerah rantau, yakni Rantau
memaksimalkan pelayanan pemerintahan, Pasaman, Sijunjung, Surambi Sungai
tuntutan pemekaran kabupaten itu juga Pagu dan Bandar Sepuluh, Air Haji,
dikaitkan dengan perbedaan sosial dan Indrapura, Lunang, dan Silaut. Rantau
budaya warga Kepulauan Mentawai merupakan perluasan dari luhak nan tigo,
dengan orang Pariaman khususnya dan daerah inti (asal) orang Minangkabau dan
orang Minangkabau yang bermukim di sekaligus tempat mereka bertemu dengan
Tanah Tepi pada umumnya. orang yang berasal dari etnik atau bangsa
Tuntutan "model" Mentawai tersebut lain, baik yang telah bennukim daerah itu
seakan-akan menjadi trend di Sumatra atau yang datang dari daerah sekitamya.
Barat dalam perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan
Hal itu terlihat pada tuntutan warga bila sejak lama di Kabupaten Pasaman
yang bermukim di kawasan bagian barat Barat dan Kabupaten Pasaman orang
Kabupaten Pasaman, bagian selatan Minang berbaur dengan "pendatang"
Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, dan dari etnis Batak (Mandahiling/Tapanuli)
bagian selatan Kabupaten Solak (termasuk selain dengan transmigran asal Jawa.
bagian selatan Kabupaten Pesisir Selatan). Di Solak Selatan, orang Minangkabau
Tuntutan warga tiga daerah yang disebut bercampur dengan "pendatang" dari
pertama terwujud dengan pembentukan Kerinci dan transmigran Jawa, sedangkan
Kabupaten Pasaman Barat, Darmasraya di Darmasraya dan Pesisir Selatan
dan Solak Selatan. bercampur dengan transmigran dari Jawa
pula.
Dilihat dari perspektif geografis,
semua daerah yang melakukan gerakan Hingga gerakan Reformasi datang
politis-administratif tersebut berada di kedudukan orang Minang dalam bidang
kawasan pinggiran SumatraBarat. Daerah- politikmasih menonjol di daerah pinggiran
daerah itu menjadi tapal batas Sumatra tersebut. Atau, bisa pula dikatakan, belum
Barat dengan Provinsi Sumatera Utara ada "keberanian" kaum pendatang untuk
di utara, Iambi dan Bengkulu di selatan. menggugat dominasi orang Minang.
Berhubung jumlah penduduknya relatif Padahal tidak diragukan lagi, setidaknya
sedikit, sejak 1950-an wilayah itu menjadi sejak 1970-an dan 1980-an, kelompok
lokasi penempatan transmigran. Berbagai pendatang itu telah mengungguli orang
kelompok transmigran didatangkan ke Minang dalam dua hal, yaitu bidang
wilayah tersebut, seperti transmigran sosial dan ekonomi. Sejak dasawarsa
mumi (sebagian penduduk di Pulau Jawa tersebut jumlah penduduk pendatang
yang dipindahkan), transmigran program yang berpendidikan tinggi atau termasuk
repatriasi warga Indonesia keturunan kelompok terpelajar tampak telah
Jawa dari Suriname di Amerika Selatan, melampaui jumlah penduduk "asli," dan
transmigran dari kalangan CTN (Corp banyak di antara mereka yang menguasai
Tjadangan Nasional), dan anggota Tentara sektor perekomian daerah (Asnan 2012:
Nasional Iindonesia yang telah pensiun. 10-6).

77
~-----
JEJAK NUSANTARA
·-·---- --- --------
--- ---------- ---~-------

Vo:ume 021Nomor11Desember201LI

Ketika pemekaran wilayah diwujud- menuntut agar kepala nagari boleh berasal
kan, peranan urang awak di daerah itu dari etnis Mandahilin itu sesuatu yang
tidak sekuat seperti masa lampau. Para pasti tidak mungkin terjadi karena nagari
pendatang bahkan mengisi pos-pos utama identik dengan orang Minangkabau.
di pemerintahan daerah. Di Kabupaten "Gerakan kembali ke surau" juga tidak
Kepulauan Mentawai, misalnya, hampir bisa seutuhnya diterapkan di daerah
semua petinggi eksekutif dan legislatif pemekaran yang banyak kaum pendatang
daerah itu diisi oleh "putra asli daerah" dengan latar belakang agama yang berbeda
(PAD) Mentawai. Kalaupun ada yang dengan yang diamalkan dan dianut
non-PAD maka yang terbanyak berasal orang Minangkabau. Di daerah-daerah
dari suku Batak dan Minangkabau di uru- pemekaran itu terdapat banyak penduduk
tan berikutnya. Hal yang sama juga ber- beragama Kristen lengkap dengan rumah
laku di Pasaman Barat dan Darmasraya. ibadat mereka. Keberadaan agama dan
Pada hari-hari pertama Reformasi, diked- rumah ibadat ini tentu juga harus diakui
ua daerah ini berlaku "keharusan" bahwa dan dihargai.
salah satu dari unsur kepala daerah (bupati
atau wakil bupati) berasal dari pendatang. DE-DEMOKRATISASI DAN
Gejala melemahnya posisi urang POLITIK IDENTITAS
awak dan menguatnya kaum pendatang Sampai fase tertentu harus diakui
juga terlihat secara jelas di Kabupaten bahwa orang Minangkabau telah "kalah"
Pasaman. Di daerah "induk" Pasaman dari pendatang di daerah pemekaran.
Barnt ini terutama di Kecamatan Panti, Seperti yang telah disebutkan, selain
Rao, dan Rao Mapattunggul jumlah jumlah, secara sosial, ekonomi dan politik,
pendatang asal Tapanuli cukup berarti. kaum pendatang umumnya memiliki
Oleh karena itu, keberadaa mereka kelebihan daripada urang awak. Banyak
menjadi penentu bagi kemenangan kepala warga pendatang memiliki pendidikan
daerah dalam pemilihan kepala daerah yangjauh lebih baik daripada urang awak.
sehingga etnis Tapanuli sclalu terwakili Banyak di antara mereka menyandang
dalam jabatan bupati atau wakil bupati. gelar kesarjanaan dan sejumlah guru
Posisi politik warga pendatang yang besar. Secara ekonomi mereka bahkan
semakin kuat menye babkan gerakan sosial- menguasai pasar dan keuangan daerah;
budaya yang begitu gencar dilakukan hampir semua toko, grosir, eceran,
urang awak jadi melemah. Tuntutan penggilingan padi, kebun, dan sawah,
"kembali ke nagari" bagaimanapun tidak berada dalam genggaman mereka. Secara
bisa diterapkan di Kepulauan Mentawai politis, sepcrti telah disebutkan, salah satu
yang secara etnis, sosial dan budaya unsur kepala daerah ada di tangan mereka.
berbeda j auh dengan orang Minangkabau Seiring dengan itu, berbagai posisi di
yang menjadi mayoritas di Tanah Tepi. pemerintahan daerah juga mulai mereka
Gerakan ini tidak juga bisa sepenuhnya ambil alih sesuatu yang nyaris tidak pemah
dijalankan di daerah-daerah pemekaran berlaku pada era Orde Baru apalagi Orde
yang dominan kaum pendatangnya. Lama dan awal Indonesia merdeka.
Bahkan pada awal reformasi, warga "Perlawanan" dari daerah pinggiran
Pasaman yang beretnik Tapanuli di Tapus itulah yang kemudian membuat urang

78
Demokrat1sasi dan Cerakan Sos1ai-Budaya 71 - 81

awak, yang semula kritis terhadap penghulu Bagagarsyah sebagai Pahlawan Nasional
dan ulama serta segala sesuatu yang kepada pemerintah pus at di Jakarta. Dalam
berbau Orde Barn, mulai merasakan ada sejarah, Raja Pagaruyung itu pernah minta
"musuh bersama." Perlawanan dari daerah bantuan kepada Belanda memerangi kaum
pinggiran yang umumnya dimotori oleh Padri sehingga menjadi awal masuknya
warga non-Minang dan para pendatang Belanda ke pedalaman Minangkabau
menghadirkan rasa terdesak bagi kalangan atau Sumatra Barat secara umum. Sultan
urang awak. Akibatnya kritikan dan kemudian diangkat menjadi Hoofdregent
tuntutan terhadap kaum penghulu dan van Minangkabau oleh Belanda, tetapi
ulama mulai mereda, bahkan gejala kemudian berkhianat kepada Belanda
penguatan identitas keminangkabauan karena merasa tidak diperhatikan lagi
semakin deras terasa. Itu sebabnya oleh pemerintah kolonial. Namun, usulan
kalangan penghulu dan ulama menjadi agar Sultan Bagagarsyah diangkat sebagai
komponen yang sangat dibutuhkan; Pahlawan Nasional ini ditolak Jakarta.
begitu pula keberadaan lembaga kedua Kebangkitan raj a-raj a di Minangkabau
elemen masyarakat tadi berhimpun semakin menguatkan politik identitas
dirasa sangat penting. Akhimya, desakan orang Minang di daerah pemekaran.
agar LKAAM dibubarkan berganti Raja sesungguhnya tidak dikenal dalam
dengan pandangan lembaga itu perlu strnktur politik nagari (Minangkabau
diperkuat dan diberdayakan. Gelar-gelar inti atau luhak nan tigo ). la hanya punya
penghulu dengan masif dilekatkan pada kekuasaan, secara simbolis di daerah
nama sejumlah pejabat daerah. Bahka rantau. Hal itu dibuktikan dengan
pemberian gelar "kehormatan" kepada ungkapan adat yang menyebut "luhak
orang-orang hebat di TanahAir, mulai dari berpenghulu, rantau beraja." Seperti telah
Sultan Hamengkubuwono, Taufik Kiemas, disebutkan, di daerah rantau yang menjadi
Anwar Nasution, Taufik Abdullah, Fadli daerah pemekaran peran dan kedudukan
Zan, dan sebagainya menjadi mode pada orang Minangkabau mulai merosot secara
masa kini. Pada saat bersamaan muncul drastis. Sehubungan dengan itu, raja
suara yang menginginkan pergantian menjadi salah satu unsur Minangkabau
nama Provinsi Sumatra Barat menjadi yang bisa dibanggakan di daerah tersebut.
Provinsi Minangkabau. Raja dibanggakan karena berbagai
Seiring dengan berbagai gejala pihak di daerah itu masih mengakui
tersebut, lembaga raja yang selama ini keberadaannya terutama dalam kaitan
nyaris tidak terdengar keberadaannya dengan kepemiliki tanah ulayat. Sosok
juga tampil ke permukaan. Keberadaan raja banyak didatangi berbagai kalangan
dan pos1s1 Raja Pagarnyung mulai yang membutuhkan tanah atau yang
mendapat tempat di tengah masyarakat bermasalah dengan pertanahan. Politisi
(Nopriyasman 2012). 2 Pada 2009, atau anggota organisasi sosial-politik
pemerintah daerah Provinsi Sumatra yang juga biasa "sowan" kepada raja yang
Barat bahkan mengusulkan Sutan Alam dipandang berpengarnh untuk mendapat
2Kebetulan atau tidak, lembaga raja-raja Nusantara. bak "'gosip"'
dukungan warga. Dalam situasi seperti
selebritas, ramai dibincangkan secara nasional. Dahun Kongrcs
itulah pamor raja naik, padahal pada masa
Kebudayaan Minangkabau (2007), kcbcradaan lembaga raja-raja Orde Barn dan sebelumnya keberadaan
dan penghulu mcndapat perhatian khusus dan dibahas dalam satu
panel tersendiri (lihat kumpulan makalah kongres tersebut).

79
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomo r 11Desember 2014 1

raja nyaris tidak diperhitungkan, baik ayat Al Quran dipasang di mana-mana.


oleh pemerintah, organisasi sosial-politik Pasangan muda yang akan memasuki
maupun pengusaha. Raja bahkan dianggap jenjang perkawinan diwajibkan bisa
sebagai orang yang dekat dengan kaum membaca Al Quran. Pusat-pusat kajian
kolonialis atau kalangan yang mgm Islam, seperti PPIM dan Islamic Centre,
selamat dan senang sendiri. didirikan dengan bangunan gedung yang
Pendidikan adat dan budaya mulai sangat megah (meski belum kunjung
dilegalkan. Seiring dengan otonomi daerah rampung setelah sekian tahun). Islam
dalam lapangan pendidikan, mata pelajaran akhimya jadi bagian dari identitas yang
BAM (Budaya Alam Minangkabau) tengah diusung urang awak masa kini.
menjadi muatan lokal bagi siswa sekolah
(tingkat dasar dan menengah) di Sumatra PENUTUP
Barnt. Sebagai legitimasi, 'Kata Sambutan' Di tengah menguatnya politik
Ketua LKAAM menjadi suatu keharusan identitas yang dibangun urang awak yang
dalam berbagai buku BAM yang sesungguhnya dimotori oleh kalangan tua,
dijadikan sebagai pegangan siswa. Tidak hadir kaum intelektual muda Minang yang
itu saja, pihak LKAAM bahkan menjadi bisa menerima gerakan warga daerah non-
"reviewer" atas buku teks tersebut. Minang serta para pendatang. Kalangan
Beberapa organisasi adat yang muda terpelajar ini lebih melihat Sumatra
pemah didirikan, tetapi kemudian mati Barnt sebagai daerah yang dihuni oleh
karena tidak mendapat tempat di hati berbagai ragam etnis dengan ragam
masyarakat, dihidupkan kembali . Hal itu agama dan sistem sosial-budaya yang
terlihat pada penubuhan kembali Majelis berbeda. Mereka berpandangan bahwa
Tinggi Kerapatan Adat Alam Minang- berbagai kelompok masyarakat tersebut
kabau. Begitu pula berbagai "lasykar" berhak hidup dan mempunyai hak untuk
adat, seperti organisasi pemuda Barisan mengaktualkan keberadaan mereka di
Hulubalang dan Paga Nagari yang daerah ini.
berafiliasi kepada partai adat pada masa Gerakankaum muda terpelajartersebut
perang kemerdekaan hingga 1950-an juga didukung oleh sebagian perantau
dihidupkan kembali. yang kritis dengan ide dan gagasan
Kehidupan beragama (Islam) semakin yang diajukan "kaum tua" yang masih
diperkuat. Penolakan terhadap "aliran membangga-banggakan adat lama sebagai
sesat" semakin besar. Pakaian muslim pusaka usang. Oleh karena itu perantau
menjadi kostum resmi murid sekolah yang kritis ini bahkan mengusulkan
dasar dan menengah pertama/atas, serta "re-rekonstruksi" adat Minangkabau,
para pegawai pemerintahan daerah. misalnya dengan kodifikasi hukum adat
Wirid-wirid keagamaan didukung dan dan mengubah sistem matrilineal menjadi
difasilitasi. Lomba penghafalan asma 'ul patrilineal.
husna (nama-nama Allah) atau ayat-ayat Gagasan kaum muda terpelajar dan
pendek Al Quran juga banyak digelar sebagian perantau yang kritis tersebut
dalam berbagai kesempatan. Banyak mendapat dukungan dari warga Sumatra
plakat dan tulisan asmaul husna dipajang Barat non-Minang dan para pendatang.
di sepanjang jalan; begitu pula kutipan Dukungan dan kerja sama itu tampaknya

80
Oemokrar.1sas1 dan Gerakan Sosial-Budaya 71 8_l

bisa menjadikan Sumatra Barat di masa Kahin, A. (1999), Rebellion to integration:


depan sebagai daerah yang didiami warga West Sumatra and the Indonesian
dengan berbagai latar belakang etnik
Polity 1926-1998. Amsterdam:
dan budaya serta agama dalam bingkai
negara kesatuan Republik Indonesia. Amsterdam University Press.
Dukungan dan kerja sama berbagai Kementerian Penerangan (1958), PRRI:
unsur dan komponen daerah ini adalah Penjelewengan Jang Membahajakan
sebuah keniscayaan. Sumatra Barat Negara. Jakarta: Kementerian
dewasa ini adalah daerah yang beragam, Penerangan Republik Indonesia.
dan keberagaman itulah yang akan Nopriyasman (2011), "Politik Representasi
membuatnya tumbuh, maju dan harmonis lstana Basa Pagaruyung sebagai Identitas
pada masa mendatang. Minangkabau di Sumatera Barat,"
Disertasi Doktor. Denpasar: Universitas
Udayana.
Onghokham (1965), Sapta Marga
DAFTARACUAN
Berkumandang di Sumatra: Operasi-
operasi Menumpas Pemberontakan
Asnan, G. (2006a), Dari VOC ke Reformasi: PRRI. Jakarta: Pusat Sejarah Angkatan
Sejarah Pemerintahan Sumatera Barat. Bersenjata.
Yogyakarta: Dian Pustaka. Raffles, S. (1830), Memoir of the Life
- - (2006b ), Memikir Ulang Regionalisme: and Public Services with Some of
Sumatera Barat Tahun 1950-an. the Correspondence of Sir Thomas
Jakarta: Yayasan Obor, NIOD, dan Stamford Raffles, FR.S. London: John
KITLV. Murray.
--- (2012), "Masyarakat Perbatasan Melihat de Stuers, H. J. J. L. ( 1908), "Bijdrage
Sejarah dan Menulis Sejarahnya," tot de geschiedenis van Sumatra's
Makalah Seminar Memaknai Sejarah Westkust: verslag over Padang en
Indonesia, Akademi Jakarta. Jakarta. Onderhoorigheden, opgemaakt in
lskandar, I. (2003), Elit Lokal Pemerintah 1826," TBB, XL (226---46).
dan Modal Asing: Kasus Gerakan
Sumber Arsip/Dokumen
Menuntut Spin-Off PT Semen Padang
ANRI, Arsip Swk 125/3, Jaarlijksch verslag
dari PT Semen Gresik Tbk ( 1999- s
van het Sumatra Westkust 1819-192 7.
2003). Jakarta: Yayasan Sad Satria Asnan, G. (2005), "Islam dan Minangkabau
Bakti dan Cirus. Kontemporer" Kliping Surat Kabar Daerah.
- - (2008), "Penghulu, Adat dan
Jamil, T. I., dkk. (2001 ), Dari Percikan
Minangkabau Kontemporer" Kliping Surat
Kisah Membentuk Provinsi Riau. Kabar Daerah.
Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau. Kumpulan Makalah Kongres Kebudayaan
Minangkabau (2007).

81
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor 11Desember20141

Menambah Kuasa
Menyempitkan Wilayah
Persaingan Elite Lama versus Elite Barn
di Sulawesi Tengah

Haliadi
Pengaj ar, Universitas Tadulako

Nordin Hussen
Guru Besm; Universiti Kebangsaan Malaysia

Ahmad Ali Bin Seman


Pengajar, Universiti Kebangsaan Malaysia

Abstract
One of Reformation products is a direct election system. Both executive and judicial elections at national
and regional scale are true democratic process evidence. The electoral system can also be seen as part
of the autonomy policy which means narrowing th e area but democratize local politics. This paper
discusses th e implementation of regional direct election for the first tim e in Palu, Central Sulawesi, in
2005. Jn the election, the traditional elite and new ones were competing fo r leader p osition in Palu. The
election results showed these different groups as the best combination fo r today's Palu. Jn addition to
the secondary literature, this paper utilizes the coverage and articles in local newspapers and authors '
personal observation of the electoral process as sources of study.

Key words: democratization, the old elite, the new elite, regional election, Palu

ingga saat ini, penelitian mengarahkan perhatian pada elite di

H tentang elite di negara-


negara demokrasi dan sedang
berkembang masih banyak
diminati sarjana sains-sosial dari luar
negara-negara tersebut. Sebagai contoh,
Amerika Selatan dalam kurun 1954- 64.
Pada umumnya, peneliti tersebut
membuat dua kategori besar elite,
yaitu elite tradisional dan elite modem.
McDougall melihat ikatan pertemanan
McDougall ( 198 l) mempelajari tentang akrab elite dalam fungsi organisasi politik
elite di Indone-sia; Priest (1995) meneliti pada masa Orde Baru di Indonesia. Lain
tentang elite dan kelas atas di Amerika halnya dengan Singh yang menguraikan
Serikat; Singh ( 1966) mengkaji elite di sejarah kompetisi antara elite tradisional
India; dan Zhang (2008) meneliti elite dan elite modern Trinidian pada 1917- 56.
di Cina. Sementara itu, Willliams dan Pada waktu itu, elite tradisional di India
Filippakou (2009) membahas elite di mementingkan budaya dan agama
Inggris abad ke-20; dan Brown (2011) sementara elite modem mementingkan

82
-------··------ ------------- -----------···-· --------- - - - - -

/v!enamDah Kuasa .1V1enyem,0tt~an VV,,tayah 82 97

kelembagaan. Sementara, kajian Zhang Gorontalo di sebelah utara; Provinsi


mengenai kaitan elite dalam privatisasi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Selatan
politik industri modem di pedesaan dan Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah
Wenzhou, Cina. Studi William dan selatan. Selanjutnya, di sebelah timur
Filippakou menyoroti formasi elite berbatasan dengan Provinsi Maluku, dan
pendidikan tinggi di Inggris pada abad di sebelah barat dengan Selat Makassar.
ke-20 menggunakan sumber annual Dilihat dari periodisasi sejarah,
publication who s who dengan analisis pemekaran provinsi tersebut terjadi
kuantitatif. Kedua peneliti menemukan pada masa akhir pelaksanaan Demokrasi
klaim peranan institusi pendidikan tinggi- Terpimpin 1963/64 pada aras politik
yaitu Universitas Oxford dan Universitas nasional yang, mau tidak mau, melibatkan
Cambridge-yang mendistribusikan elite berbagai elemen elite lokal di wilayah
nasional. Sulawesi Tengah. Menarik bahwa
Tulisan ini menguraikan persaingan gubemur pertama Provinsi Sulawesi
elite lama versus elite baru di Provinsi Tengah dipegang oleh Anwar Gelar
Sulawesi Tengah dan kasus pemilihan Datuk Madjo Basah Nan Kuning, seorang
kepala daerah di Kota Palu pada 2005. birokrat karier di Jakarta yang berasal dari
Sumber data diambil dari arsip dan tulisan (daerah/etnik) Minangkabau. Pertanyaan
liputan dalam surat kabar lokal, dan yang muncul mengapa perjuangan elite
wawancara dengan tokoh politik sesuai lokal dalam pembentukan Provinsi
masanya. Tulisan dijabarkan dalam dua Sulawesi Tengah j ustru dimenangkan
bagian utama yakni persaingan elite lama oleh "elite luar" daerah itu Apakah hal
terhadap elite baru di Provinsi Sulawesi itu merupakan tuntutan politik nasional
Tengah sejak pembentukannya pada 1964, ataukah kekalahan elite lokal?
dan persaingan kedua kelompok elite Perjuangan masyarakat Sulawesi
tersebut dalam pemilihan kepala daerah Tengah secara politik dimulai sej ak 1960
Kota Palu pada 2005. yakni sejak pembentukan Kabupaten
Banggai yang dimekarkan dari Kabupaten
ELITE LUAR, ELITE BIROKRASI Poso, dan Kabupaten Buol Tolitoli yang
DANMILITER dimekarkan dari Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan pada 1960. Dengan demikian pada waktu
hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi itu terdapat empat kabupaten di wilayah
Utara Tengah pada 1964 dan tercatat Sulawesi Tengah yang masih dalam
sebagai provinsi ke-23 di wilayah negara lingkupan wilayah Provinsi Sulawesi
kesatuan Republik Indonesia. Sebelum Utara Tengah. Pada tahun tersebut,
pemekaran, Provinsi Sulawesi Utara empat kabupaten menjadi cikal-bakal
Tengah dibagi menjadi empat kabupaten pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah
dan satu kota administratif yang memiliki yang diperjuangkan oleh elite lokal. Pada
62 kecamatan dan 1302 desa. Sebagai waktu itu, perjuangan elite dilakukan
hasil pemekaran, luas wilayah Provinsi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Sulawesi Tengah meliputi 63.689,2 Daerah Gotong Royong (DPRDGR)
kilometer persegi, yang kini berbatasan yang dibentuk oleh Presiden Sukarno.
dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Kemudian merembet pada perjuangan

83
JEJAK NUSANTARA -------· ""-----------

Volume 02 I Nomor 11Deserlber20141

masyarakat dalam bentuk organisasi sosial Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso,


atau wadah perjuangan pembentukan dan Kabupaten Tanah Toraja. Konsepsi ini
Provinsi Sulawesi Tengah. Antara juga dikenal sebagai Konsepsi Tumakaka-
1957-60, misalnya, organisasi Gerakan Tambing yang didukung oleh penempatan
Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) di militer pimpinan Frans Karangan di
Poso memperjuangan pembentukan Palu. Tumakaka juga merupakan seorang
Provinsi Sulawesi Tengah lengkap dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
organisasi militer induk di Sulawesi tingkat Pusat yang selalu menangani
Tengah yang dipimpin oleh elite baru urusan daerah di Jakarta. Demikian pula
bemama Asa Bungkundapu, seorang Tambing, seorang kelahiran Toraja yang
birokrat pegawai pajak di Poso (Haliadi, menjadi anggota DPR Pusat, bersemangat
dkk. 2007). Organisasi perjuangan memperjuangkan pembentukan Provinsi
yang kedua adalah Gerakan Penuntut Sulawesi Tengah di Jakarta. Konsepsi
Pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah ketiga, Konsepsi Makassar, yang juga
(GPPST) di Donggala pada 1958-64 yang disebut Konsepsi Hamid Syahid Arsyad
dipimpin oleh Kyai H. Z. A. Betalemba, Pane, mengusulkan wilayah Provinsi
seorang tokoh Al-Khairat Palu. Sulawesi Tengah meliputi Kabupaten
Elite politik dan elite lokal yang Donggala, Kabupaten Poso, dan
bergabung dalam GPST Poso dan GPPST Kabupaten Luwu-Palopo berdasarkan
Donggala mengerucut melahirkan delapan hak historis dari Kerajaan Luwu-Palopo.
konsepsi pembentukan Provinsi Sulawesi Konsepsi ini dirancang dari Makassar
Tengah. Delapan konsepsi tersebut ialah sehingga pandangan terhadap Sulawesi
Konsepsi Residen Manoppo, Konsepsi Tengah selalu dihubungkan dengan
Toraja Raya, Konsepsi Makassar, Konsepsi konstelasi politik di Makassar sebagai
Zakaria Imban, Konsepsi Tobing, pusat kegiatan anak sekolah atau anak-
Konsepsi Ngitung, Konsepsi Provinsi anak daerah lain yang melakukan studi di
Tomini Raya, dan Konsepsi Mahasiswa kota itu.
Sulawesi Tengah (Haliadi 2011 a; bdk. Konsepsi Zakaria lmban diambil
Haliadi 20llb). Dalam konsepsi pertama dari nama seorang anggota DPRGR asal
yang digagas Residen Manoppo, Provinsi Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
Sulawesi Tengah dirancang meliputi Dalam konsepsi keempat ini, Provinsi
Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah meliputi Kabupaten
dan Kabupaten Gorontalo. Konsepsi ini Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten
mendapat dukungan Dewan Perwakilan Gorontalo, dan Kabupaten Bolaang
Rakyat Daerah Donggala pada 1954 Mongondow. Dirancang dari Jakarta,
(Kutoyo, dkk. 2005: 247-8). Konsepsi Konsepsi Zakaria Imban mengimbangi
ini disiapkan dari Manado sehingga konsepsi dari Manado dan dari Sulawesi
tidak terlalu banyak memperhatikan Tengah, namun tujuan utamanya adalah
pennasalahan lokal di Sulawesi Tengah menarik keluar Bolaang Mongondow
secara otonom. dari wilayah Sulawesi Utara dan
Sementara itu, yang kedua, Konsepsi memasukkannya ke Sulawesi Tengah.
Toraja Raya, mengajukan wilayah Sementara itu, yang kelima, Konsepsi
Provinsi Sulawesi Tengah meliputi Tobing, mengajukan wilayah Provinsi

84
/Vienambah Kuasa Menyempitl<an W1layah 82 - 97

Sulawesi Tengah mencakup Kabupaten tokoh elite lama dan elite baru ini menjadi
Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten acuan pembentukan Provinsi Sulawesi
Tana Toraja dan Mamuju. Penggagas Tengah.
konsepsi ini, Dr. Tobing, adalah bekas Akhimya, proses pembentukan
Menteri Antar-Daerah dalam Kabinet mencapai puncaknya pada 1964. Setelah
Kary a. dilakukan berbagai macam pertimbangan,
Berikutnya, yang keenam, Konsepsi konsepsi pemuda itulah yang dipilih
Ngitung, menggodok wilayah Provinsi sebagai dasar pembentukan Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi daerah Luwuk/ Sulawesi Tengah. Pemerintah Pusat
Banggai, Daerah Kolonodale, Daerah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Bungku, dan Daerah Kendari. Sebutan Pengganti Undang-Undang (Perppu)
konsepsi ini diambil dari nama Ngitung, Nomor 2 tahun 1964 tentang pembentukan
putra kelahiran Bungku, yang menjabat Provinsi Sulawesi Tengah dengan ibu
sebagai Bupati Kepala daerah Po so periode kota di Palu. Perppu tersebut disahkan
1960-62. Selanjutnya, ketujuh, Konsepsi dengan Undang-Undang Nomor 13 yang
Provinsi Tomini Raya, yang menyodorkan diundangkan pada 23 September 1964 dan
wilayah Sulawesi Tengah meliputi berlaku 1 Januari 1964 (Lembaran Negara
daerah Tolitoli, daerah Buol, Kepulauan 1964 Nomor 94). Upacara serah terima
Una-Una, Gorontalo, dan Bolaang dilakukan oleh Gubemur J. F. Tumbelaka
Mongondow. Konsepsi ini juga dikenal selaku penguasa Sulawesi Utara Tengah
sebagai Konsepsi Nani Wartabone, mantan kepada Anwar Datuk Madjo Basah
Residen Koordinator Sulawesi Utara. Nani Nan Kuning sebagai Gubemur Provinsi
Wartabone melakukan aktivitas politik Sulawesi Tengah yang pertama sesuai
dan perjuangan di wilayah Gorontalo dan Surat Keputusan Pemerintah Republik
sekitamya hingga di kemudian hari ia Indonesia Nomor 36 tahun 1964 tanggal
diangkat menjadi pahlawan nasional dari 13 Februari 1964. 2
daerah Gorontalo.
Terakhir, konsepsi kedelapan, diajukan KEMENANGAN ELITE BARU DALAM
oleh mahasiswa di daerah Sulawesi DUAPERIODE
Tengah sehingga dikenal sebagai Konsepsi Sistem pemilihan kepala daerah
Mahasiswa Sulawesi Tengah. Menurut (lazim diakronimkan pilkada) langsung
konsepsi ini, wilayah Sulawesi Tengah di Indonesia merupakan kegiatan politik
hanya meliputi Kabupaten Donggala subnasional setelah Orde Baru. Sistem ini
dan Kabupaten Poso. Konsepsi ini juga merupakan gejala baru dalam kehidupan
dikenal sebagai Konsepsi Rusdy Toana- demokrasi sebagai basil gerakan
Mene Lamakarate, gabungan dua nama Reformasi 1998. Digulirkan sejak 2004,
pencetusnya. Mene Lamakarate adalah pilkada langsung menuai sukses dalam
seorang bangsawan Kaili dari Biromaru,
ini adalah Rusdy Toana scbagai pemimpin umum merangkap
sedangkan Rusdy Toana merupakan pemimpin redaksi. Wakilnya Tri Putra Toana, sedangkan general
intelektual pendiri dan wartawan surat manager dipegang oleh Joko Intarto. Selain dikenal scbagai
tokoh pers, Rusdy Toana adalah tokoh Muhammadiyah Provinsi
kabar Mercusuar di Palu. 1 Konsepsi kedua Sulawesi Tengah. la juga pcrnah menjabat sebagai Rektor
1 Univcrsitas Muhammadiyah Palu. Kini, perjuangan Rusdy Toana
Mercusuar merupakan surat kabar aw al yang diketahui secara luas dalam Mcrcusuar dilanjutkan oleh putra-putranya.
di Sulawesi Tcngah. Diterbitkan sejak 1 September 1962, koran
2
ini masih bercdar hingga sekarang. Awalnya. pengelola koran Selanjutnya tanggal ini dipilih sebagai hari ulang tahun Provinsi
Sulawesi Tengah.

85
JEJAK NUSANTARA - - - - - - -

Volume 02' Nornoc 1 Dcsernber 2014

pelaksanaan pemilihan. Meski demikian, bentuk kampanye, program calon yang


pilkada langsung juga dinilai membawa ditawarkan kepada konstituen, analisis
dampak negatif dalam pelaksanaan sistem hasil pilkada, dan bentuk pelanggaran
demokratisasi di Indonesia. Keadaan itu dalam pelaksanaan pilkada di Kota Palu. 3
terlihat pada politik uang yang semakin
mewabah, merebaknya dinasti politik ELITE VERSUS ELITE
di tingkat lokal, hadirnya "orang kuat" Pemilihan Walikota dan Wakil
setempat yang melukai demokrasi, dan Walikota Palu untuk masa jabatan
sebagainya (Leo Agustino 2012). 2006-11 diikuti empat calon pasangan.
Pada umumnya, setiap pelaksanaan Keempatnya adalah (I) Anwar Ponulele
pilkada diwarnai banyak masalah, mulai yang berpasangan dengan Achrul Udaya,
dari friksi internal Komisi Pemilihan didukung oleh Koalisi Palu Bersatu; (2)
Umum Daerah, pelanggaran hukum pasangan Rusdy (atau Cudi) Mastura
calon kontestan atau tim suksesnya dan Suardin Suebo, didukung oleh
hingga fanatisme buta yang menggiring koalisi Partai Golkar, Partai Karya Peduli
konstituen pada konflik horisontal di Bangsa, dan Partai Bulan Bintang; (3)
antara sesama pendukung. Pelanggaran, pasangan Taufik R. Tiangso dan Arena
penyimpangan, dan kecurangan dalam J. R. Parampasi, didukung oleh koalisi
pemilihan umum (termasuk pilkada) Demokrat Amanat Perjuangan; dan (4)
merupakan ancaman potensial yang pasangan Ali Hanafi dan Maulidin Labalo,
bukan saja menodai, tetapi juga dapat didukung oleh Masyarakat Madani. Setiap
menimbulkan kerawanan sosial politik. pasangan calon, menurut lrwan Waris,
Dengan demikian, keberhasilan pemilu memiliki kelebihan dan kekurangan yang
yang demokratis sangat ditentukan oleh berimbang (diolah dalam Tabel 1). Oleh
efektivitas pengawasan dan penegakan karena itu, semua calon memiliki peluang
hukum. Pranata pengawasan dan yang sama untuk memenangkan pemilihan
penegakan hukum harus mampu bekerja (Radar Sulteng, 5 Juli 2005).
menangkal dan menangani segenap
3
bentuk pelanggaran dan kecurangan mulai Telaah ini didasarkan pada pemberitaan Radar Sulteng, edisi
Juli-Agustus 2005. Selain itu, penulis mcngamati langsung
tahap awal pemilihan (Kusumah 2003). proses pelaksanaan pilkada sepanjang bulan itu juga, sambil
mempcrhatikan berbagai rumor yang bcrkembang dalam
Selanjutnya, dalam tulisan ini ditelaah masyarakat.

Tabel 1
Kelebihan dan Kekurangan Caton Walikota dan Calon Wakil Walikota Palu 2Q0~-10
-No. PASANGAN
- -- --------

KELEBIHAN
----------- - ------ ------------------

KEKURANGAN
I. Cukup populis dengan klan Ponulclc
2. Anwar memiliki basis pcngetahuan
pemerintahan yang baik 1. Klan Ponulele tidak utuh mcndukung
3. Sebagai pcgawai Dinas Pendapatan Dacrah, 2. Basis Achrnl di KKSS bclum
I Anwar-Achrul paharn mcncari kantong retribusi yang tidak mengkristal
membebani rakyat 3. Achrul tidak berpengalaman dalam
4. Sebagai pengusaha, Anwar-Achrul memiliki pcmcrintahan.
kelebihan konsep pembangunan ekonomi
mikro.

86
/v1enambah i<uasa A1enyemp,'tkan VVilayar: 82 - 97

1. Sebagai pcnguasa mudah menjadi


1. Populis
sasaran tcmbak
2. Didukung partai politik pemcnang pemilu
2. Bcbcrapa persoalan kola yang
3. Punya pcngalaman di DPRD
mcndasar belum terselesaikan, seperti
4. Suardi Sucbo sebagai walikota mudah
2 Rusdy-Suardin parkir, sampah, dan trayek
dikenal warga
3. Persoalan ekonomi scpcrti lapangan
5. Suardi dengan posisinya mudah menyusun
kcrja dan penataan PKL belum tertata
program yang menyentuh kepentingan
baik
warga.
4. Cudi tidak punya basis pcmcrintahan

1 Berpcngalaman dalam birokrasi


2. Bcrsedia mendengarkan rekomendasi pihak
1. Kurang populis
lain
2. Ada gejala psikologis bagi pemilih
3 TauAk-Arena 3. Arena seorang tokoh muda
dewasa untuk memilih figur muda.
4. Memiliki jaringan keluarga yang fanatik
3 Kurang familiar bagi pemilih rasional.
5. Modal basis massa riil pada pemilu
legislatif sebelumnya.

1. Berpengalaman rncngelola pemerintahan.


1. Tidak memiliki kckuatan penyeimbang
2. Nyaris tidak mcmiliki catatan buruk dalam
di parlemcn.
pemerintahan keduanya.
2. Hanya dikenal di kalangan pcmilih
3. Maulidin peletak dasar pcmbangunan Kata
Ali llanafi- tertentu.
4 Palu.
Maulidin 3. Sebagai mantan Sckretaris Kota,
4. Maulidin memiliki basis massa (PNS)
Maulidin mcmiliki andil terhadap
ketika mcnjabat Sekretaris Kola.
persoalan birokrasi di Kota Palu.
5. Banyak PNS Donggala bawahan Ali Hanafi
berdomisili di Palu.

Sumber: Radar Sulteng, 5 Juli 2005.

Analisis Irwan Waris, pengajar pada mengajak masyarakat kota untuk bersatu
Universitas Tadulako, tersebut sulit menuju perubahan dan pembaruan.
ditolak. Hal itu juga terlihat dalam visi dan Namun, dari keempat calon tersebut tidak
misi yang disampaikan keempat pasangan seorang pun yang menjadikan isu hemat
calon di depan rapat paripuma DPRD Kota energi, korupsi, dan pendidikan tinggi
Palu, 15 Juni 2005. Secara umum, visi dan sebagai pla~form dalam visi, misi, dan
misi keempat pasangan calon menekankan kampanye mereka (Tabel 2). 4
upaya peningkatan tarafhidup masyarakat
Kota Palu melalui beberapa pendekatan, 4
Analisis lcngkap tentang visi-misi ini dapat dilihat dalam "Visi-
seperti religius, ekonomi, keamanan, atau Misi Calon Walikota Palu: Cawali Tidak Tekankan Hemat BBM,
Radar Sulteng, 15 Juli 2005.

87
JEJAK NUSANTARA
Volume 02' Nomor 1: Desember 2014

Tabel 2
Visi dan Misi Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Palu 2005-10
,-·· ·-

No. PA SANGAN VIS! MTSI

1. Menciplakan kondisi yang aman, te11ib, damai, dan nyaman.


2. Memberdayakan polcnsi daerah unluk mendorong/
Tcrwujudnya Kola menggerakan investasi.
Palu yang aman, te1iib, 3. Pengualan kelembagaan dan lala pemerinlahan.
demokratis, dan sejahtera 4 Mengoplimalkan akseplibililas pelayanan kcschalan yang
I Anwar-Achrul
melalni SDM yang bennu!u.
bcrkualilas yang dilandasi 5. Meningkalkan upaya pelestarian lingkungan hidup.
imtaq 6. Meningkatkan kualilas pendidikan pada semua tingkalan.
7. Mendorong bcrkembangnya kehidupan masyarakat dalam
pengamalan agama.

Kola Palu pusat industri


I. Tata pemerinlahan yang baik.
dan perdagangan kakao
2. Pcnyediaan/pengembangan infrastruktur perkotaan
2 Rusdy-Suardin Sulawesi Tengah dan
3. Pcnciplaan peluang pasar
sentra industri rotan
4. Membangun masyarakat agamis berbasis industri
nasional pada 20 I 0.
l. Pemberdayaan ekonomi
2. Pemukiman dan lingkungan
3. Penciptaan keamanan dan kctcrtiban
3 Taufik-Arena Bersatu mcnuju pcrubahan
4. Pendidikan, sen i, dan budaya
5. Penguatan pemerintahan dan sumber daya aparatur
6. Pemberdavaan oercmouan
Terwujudnya Kata Palu
1. Menciptakan kepedulian dan kewaspadaan lingkungan.
makin aman dan tertib,
2. Mewujudkan budaya tertib scbagai bagian kehidupan sehari-
mampu berpcran scbagai
hari.
kota pcrdagangan dan
0. Mempersiapkan Kota Palu sebagai kota perdagangan dan
jasa yang bermutu
jasa.
AliHanafi- dengan masyarnkat yang
4 4. Membangun filter sosial berdasarkan agama dan nilai budaya
Maulidin konsisten terhadap nilai·
lokal
nilai religius yang mampu
5. Membangun kcmampuan aparat dalam melakukan pclayanan
mcmberi konstribusi nyata
publik.
dalam pembangunan
6. Menyelenggarakan pembangunan untuk kesejahteraan
yang manusiawi dan
masyarakat.
berkelanjutan.

Sumber : Radar Sulteng, 15 Juli 2005.

Kampanye calon walikota dan wakil pemilih lupa segalanya. Bukan lagi rahasia
walikota Palu berlangsung pada 15-28 bahwa dalam setiap pilkada di Indonesia,
Juli. Seperti telah menjadi pola umum, banyak aksi euforia dan simpatik para
kampanye diwamai pengerahan massa, elite pada awal kampanye. Tim sukses
orasi politik, perang urat syaraf antar-tim dari keempat calon yang didukung atau
sukses, dan pelanggaran hukum, bahkan dijembatani oleh kekuatan politik yang
konflik yang berujung pada kekerasan berkoalisi, mulai menjual program, visi,
kolektif. Ketika kampanye berlangsung, misi, rekam jejak, dan simbol ketokohan
dan hasil pilkada tidak diterima oleh sang calon.
salah satu kontestan, dapat menimbulkan Persaingan juga terlihat dalam pawai
kekerasan kolektif yang disebabkan oleh yang digelar pada sore hari pertama
rasa fanatisme buta5 yang sering membuat masa kampanye yang diikuti oleh
5Asrodin (2002: 42) menyalakan bahwa sebagian bcsar keempat calon. Meski demikian, pawai
rakyat Indonesia menganut budaya patemalistik yang sangat
mengagungkan simbol ketokohan scbagai panutan yang peluah memikirkan apa yang dikatakan oleh sang tokoh: alau disc but
dan wcjangannya dijadikan patokan bagi penganutnya tanpa fanalisme buta yang masih menggunakan pola·pola irrasional
dalam merespon tindakan sang tokoh tersebut.

88
/vienambah i<uasa 1\tfenyemoi:kan VVu'ayah 82 - 97

berlangsung damai, tanpa kendala dan ini tidak menjanjikan pendidikan gratis.
pergesekan politik (Radar Sulteng, 15 Pasangan Rusdy-Suardin menjanjikan
Juli 2005). Setelah itu, kampanye setiap tidak ada penggusuran serta pendidikan
peserta mulai berlangsung keesokan gratis pada tingkat Sekolah Dasar dan
harinya, 16 Juli 2005. Secara umum, Sekolah Menengah Pertama. Kampanye
kampanye terbagi menjadi empat kategori, juga diwamai oleh orasi politik yang
yaitu pertemuan terbatas, tatap muka dan kadang-kadang menjurus menjadi
8
dialog, pemasangan atribut kampanye kampanye hitam. Dalam orasi politiknya,
kepada umum, dan pembagian selebaran. keempat pasangan calon memprioritaskan
Keempat kategori ini menggunakan massa pemberantasan korupsi, peningkatan mutu
Kota Palu sebagai objeknya. pendidikan, 9 dan kesejahteraan sosial,
Dalam kampanye, muncul bennacam seperti peningkatan ekonomi rakyat kecil
kegiatan sosial para calon, 6 penyebaran dan pengobatan, pembuatan kartu tanda
empati kepada warga, 7 melihat keadaan penduduk dan akta kelahiran secara gratis
dan kebutuhan masyarakat dari dekat, bagi keluarga tidak mampu, dan janji
bahkan berjalan kaki berkilo-kilometer perbaikan kinerja birokrasi pemerintahan
untuk mendengarkan keluh kesah pemilih. kota.
Bentuk kampanye berupa pertemuan Orasi politik yang dikemukakan
terbatas, tatap muka dan dialog, serta seorang calon sering kali ditafsirkan
pembagian selebaran diisi orasi politik berbeda oleh kandidat yang lain. Biasanya
yang merupakan upaya penyampaian tim sukses seorang calon "menyerang"
platform calon. Orasi politik umumnya orasi politik calon yang lain sehingga
berkiblat pada v1s1-m1s1 pasangan menimbulkan polemik dan perang urat
tersebut. Hal itu dapat dilihat dalam syaraf. Benturan kepentingan antar-tim
kampanye pasangan Anwar-Achrul di sukses semakin menambah semarak
Kelurahan Lasoani pada 17 Juli 2005 yang suasana kampanye di Kota Palu. Meski
menyampaikanjanji memberantas korupsi demikian, sejauh itu tim sukses tetap berada
dan membenahi persoalan kesejahteraan dalam kendali kandidat. Artinya, apapun
masyarakat melalui pembukaan lapangan tindakan tim sukses selalu diketahui oleh
kerja. calon. Namun, perlu diingat pula bahwa
Sementara itu, pasangan Taufik- tanpa tim sukses, seorang kandidat tidak
Arena menawarkan empat program berarti apa-apa di tengah-tengah massa.
andalan mereka yaitu bebas biaya Situasi tersebut memberikan gambaran
pembuatan kartu tanda penduduk, akta bahwa dalam setiap pesta demokrasi,
kelahiran dan kematian, serta pembuatan sekecil apa pun, selalu terjadi pelanggaran
nomor rumah. Tetapi kedua pasangan hukum. Penyebabnya adalah keberadaaan
tim sukses dan massa pendukung yang
6
Mclalui Cudi-Suardin Pcduli, misalnya, diadakan sunatan masal
!crhadap 150 anak berusia antara 7-13 tahun di Kelurahan 8
Hal ini dilakukan Anwar Ponulele yang menyerang pasangan
Ujuna (Radar Sultcng, 18 Juli 2005), dan pada 23 Juli 2005, lain. Menurut anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota
Rusdy hadir dalam acara pcringatan Hari Anak Nasional yang Palu, Naharuddin. "apa yang dikemukakan Pak Anwar dalam
dipusatkan di Taman Kcscnian Palu. sctiap kampanycnya bukan bagian dari black campaign tetapi
7Pasangan Taufik -Arena bcrdialog dcngan warga di Pasar sikap kritis melihat berbagai has ii pembangunan. Pak Anwar
Mosomba, Rumah Sakit Bala Keselamatan, dan Budi Agung. masih dalam koridor dcmokrasi" (Radar Sulteng, 21 Juli 2005).
Kunjungan ke Rumah Sakit terkait salah satu misi pasangan itu 9
1su ini diangkat setelah mendapat tanggapan dari bcrbagai pihak,
yang menitikberatkan pada sektor kesehatan (Radar Sulteng. 18 termasuk Rektor Universitas Tadulako.
Juli 2005).

89
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Nomo' 1 Desembec 20141

---- ----------------

bersikap fanatik berlebihan dan euforia oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
massa yang berlebihan. Hal itu semakin yang diketuai H. Tampari Masuara. Dalam
memperberat kerja tim sukses karena pemilihan ini diperebutkan suara pemilih
mereka adalah penanggung jawab dari 385 tempat pemungutan suara (TPS)
pelaksanaan kampanye. Pelanggaran ini yang tersebar di wilayah Kota Palu. 10
membawa tim sukses pada perseteruan Pada hari pemungutan suara, 1 Agustus
dengan Komisi Pemilihan Umum dan 2005, Radar Sulteng menurunkan liputan
Panitia Pengawas Pemilu. Mereka tentang perkiraan dukungan terhadap
saling serang, tuding, atau melakukan para pasangan calon walikota dan wakil
pembenaran tentang peristiwa yang telah walikota. 11 Pasangan Rusdy-Suardin
terjadi. Perseteruan Panitia Pengawas dan memperoleh dukungan mayoritas suara
pasangan calon dimulai ketika ditemukan yakni 18 kursi-di DPRD, gabungan dari
pelanggaran hukum terhadap aturan partai pendukung yang terdiri atas Partai
kampanye seperti yang terlihat pada Golkar, Partai Karya Peduli Bangsa, dan
dua baliho bergambar pasangan Rusdy- Partai Bulan Bintang (lihat Tabel 3).
Suardin yang dilempari lumpur kotor oleh Apabila dukungan di parlemen itu sejalan
orang tak dikenal. dan searah dengan pilihan masyarakat,
maka pasangan ini akan meraih suara
SUMBER SU ARA KOTA PALU terbanyak dalam pemilihan.
Pemilihan walikota Palu kali ini
mernpakan yang pcrtama diadakan 10
Perincian jumlah TPS dalam pemilihan kepala daerah Kota
secara langsung sejak pembentukan Palu 2005 adalah 128 buah di Kecamatan Palu Selatan,
112 buah di Kecamatan Palu Bara!. 85 buah di Kecamatan
pemerintahan sendiri kota itu pada 1984. Palu Timur. 46 buah di Kccamalan Palu Utara, dan 16 buah
Tidak berlebihan bila peristiwa itu dicatat merupakan TPS khusus (lihat '"Pemilih Terbanyak di Palu
Sclatan."' Radar Sultcng, 4 Juli 2005).
sebagai hari bersejarah bagi masyarakat
l l Llhat '·Kandidat: \!fcrcka yang Bcrtarung Hari Ini,'' Radar
Kota Palu. Pemilihan diselenggarakan Sultcng, I Agustus 2005.

Tabel3
Sumber Dukungan dan Kekuatan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Palu 2005-10
------- ----------------- - - - - - - - - - - - - - ------- ------------------~--------

PARTAI SIMBOL KEKUATAN


PASANGAN
NO. PENDUKUNG KEKUATAN DIPARLEMEN

Anwar-Achrnl PDS, PPP, Koalisi 8 pa11ai Koalisi Palu Bersatu 3 kursi

2 Rusdy-Suardin Golkar. PKPB, PBB Koalisi Partai Golakar 18 kursi

Koalisi Demokrat Amanat


Taufik--Arcna Dcmokrat. PAN, PDTP j kursi
Perjuangan
Koalisi I 0 partai pescrta Pcmilu Koalisi Masyarakat 17 persen suara
4 Ali Hanafi-Maulidin
Legislatif Madani Pemilu Lcgislatif

Sumber: Radar Su/teng, I Agustus 2005.

90
/vJenambah Kuasa A1enyemp.1ti<an l/l/1layah 82 97

Ada beberapa ha! yang menarik untuk kepentingannya. KKSS Kota Palu tidak
dikaji dari Tabel 3. Pertama, bila diamati mendukung salah satu calon karena hal itu
dengan saksama, terdapat pertentangan tidak sesuai dengan misi organisasi (Radar
antara suku, elite tradisional dan modem, Sulteng, 16 Juli 2005). Anggota KKSS juga
birokrat, politisi, dan pengusaha. Pada sisi tersebar pada hampir semua tim sukses
kesukuan ditemukan dua titik konfiik, yaitu pemilihan.
konfiik sesama suku Kaili (suku setempat Selain itu, terdapat persaingan kelompok
atau putra daerah), dan antara suku pendatang antara birokrasi, politisi, dan pengusaha.
dengan suku Kaili. Persaingan ini semakin Calon walikota dari kelompok birokrasi
kental jika dilihat pada komposisi calon mengajukan Anwar Ponulele, Taufik R.
wakil walikota yang terdiri dari tiga tokoh Tiangso, dan Ali Hanafi Ponulele (mewakili
(atau 75 persen mewakili jumlah seluruh 75 persen dari jumlah calon), sedangkan
calon), yakni Suardin Suebo, Arena Jaya calon wakil walikota dari kelompok ini
Rahmat Parampasi, dan Maulidin Labalo hanya Suardin Suebo, dan Maulidin Labalo
dari suku Kaili, dan satu tokoh (25 persen), (50 persen). Dari kelompok politisi hanya
yakni Achrul Udaya dari suku Bugis yang memun-culkan nama Rusdy Mastura, Ketua
berpasangan dengan Anwar Ponulele dari Partai Golkar sekaligus Ketua Dewan
suku Kaili. Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palu sebagai
Mengapa Anwar menggandeng calon walikota, sedangkan calon walikotanya
Achrul sebagai wakil walikota untuk men- ad al ah Arena Jaya Rahm at Parampasi. Berarti
dampinginya? Jawabannya, pertama, kelompok politisi hanya memiliki porsi 25
pasangan ini mengharapkan dukungan dari persen pada setiap posisi. Porsi kekuatan
orang Sulawesi Selatan yang tergabung yang sama juga terjadi pada kelompok
dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan pengusaha yang hanya mengajukan Achrul
(KKSS) di Kota Palu; dan kedua, kedekatan Udaya, Presiden Direktur PT Sentosa Group.
emosional antara Achrul dengan Partai Kedua, koalisi menyebabkan hilangnya
Persatuan Pembangunan yang dipimpin jurang pemisah antarpartai politik, walaupun
Andi Patongai. Mereka merupakan elite partai-partai tersebut dalam pnns1p
masyarakat Sulawesi Selatan di Sulawesi ideologinya berseberangan. Koalisi Palu
Tengah. Andi Patongai adalah Ketua KKSS, Bersatu, misalnya, membawa Partai Damai
sedangkan Achrul U daya duduk dalam Sejahtera (PDS) yang berbasis ideologi
jajaran Dewan Penasihat. Hubungan ini Kristen dan Partai Persatuan Pembangunan
bisa saja terjadi, namun Ketua KKSS Kota (PPP) yang berideologi Islam duduk bersama
Palu, H. Amin Badawi, 12 menyatakan bahwa mengusung pasangan Anwar Ponulele dan
KKSS merupakan organisasi sosial yang Achrul U daya. Koalisi ini memiliki tiga kursi
mengutamakan aspek kekeluargaan, tetap di DPRD Kota Palu periode 2004-9. Begitu
menjaga jarak yang sama terhadap semua pula dengan Koalisi Demokrat Amanat
calon walikota. Pengurus dan anggota KKSS Perjuangan yang mengusung pasangan
diberi kesempatan mengaktualisasikan Taufik R. Tiangso dan Arena Jaya Rahmat
pilihan politiknya tanpa membawa nama Parampasi. Di pentas politik nasional, Partai
organisasi dan pilar-pilamya untuk Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai
12 Amanat Nasional dapat dikatakan sebagai
H. Amin Badawi menyampaikan ha! itu didampingi oleh Wakil
Ketua KKSS Kola Palu, Tukan. Baca, "Badawi: KKSS Tetap oposisi pemerintahan yang dikuasai oleh
lndependcn," Radar Sulteng,16 Juli 2005.

91
JEJAK NUSANTARA
Vocume 02 I l\iomor 11Desember201~ I

Partai Demokrat dan Partai Golkar. Akan Situasi sulit dirasakan oleh pasangan
tetapi, kenyataan di Kota Palu berbicara lain; Ali Hanafi-Maulidin yang hanya mendapat
Partai Demokrat, PAN, dan PDIP duduk dukungan dari koalisi sepuluh partai politik
satu meja untuk membicarakan strategi kecil di Kota Palu. Kesepuluh partai tersebut
memenangkan j agoannya. bergabung dalam Koalasi Masyarakat Madani
Hubungan erat laksana orang tua dan yang memiliki kekuatan 17 persen suara sah
anak ditunjukkan Partai Golkar dan Partai dalam pemilihan umum anggota legislatif
Karya Peduli Bangsa (PKPB). Harus diakui 2004 yang lalu. Artinya, pasangan ini tidak
bahwa dari naungan pohon beringin inilah didukung oleh partai politik yang memiliki
PKPB dibesarkan; artinya alumni atau kader wakil di DPRD Kota Palu pada periode yang
Partai Golkar membesarkan PKPB di Kota sama. Kenyataan ini berbanding terbalik
Palu.11 Kehadiran Partai Bulan Bintang, dengan dukungan kepada pasangan Rusdy-
salah satu partai Islam, menambah kekuatan Suardin yang diperoleh dari Koalisi Partai
satu kursi di DPRD sekaligus memberi Golkar, PKPB, dan PBB yang memiliki
kesan religius bagi koalisi ini. Tujuannya, kekuatan politik besar di DPRD Kota
koalisi ini dapat mendulang suara melalui Palu, yakni 18 kursi. Partai Golkar sebagai
pemilih religius atau yang biasa disebut pemenang pemilu legislatif2004 memiliki 15
sebagai santri kota. Sementara itu, kedekatan kursi, PKPB dua kursi, dan PBB satu) kursi. 16
profesi dalam Koalisi Masyarakat Madani Dengan demikian, di atas kertas, pasangan
memberikan dukungan kepada pasangan Ali Rusdy-Suardin bisa melenggang mulus
Hanafi Ponulele dan Maulidin Labalo. Calon dalam pemilihan walikota dan wakil walikota
walikota Ali Hanafi merupakan bagian dari Palu periode 2005-10.
keluarga besar Ponulele yang bisa dikatakan Hasil pemilihan umum kepala daerah
mewakili elite tradisional, sedangkan Kota Palu mengejutkan sementara pihak.
Maulidin Labalo adalah simbol elite urban Banyak orang tidak percaya akan perolehan
modern atau birokrat karier yang berasal dari suara mutlak salah satu pasangan calon
luar Kota Palu. (lihat Tabel 4). Hasil pilkada tersebut
Ketiga, terdapat perbedaan yang juga mementahkan analisis Irwan Waris
mencolok dalam kekuatan dukungan partai yang menyebutkan kekuatan setiap calon
politik di DPRD Kota Palu periode 2004-9. berimbang. Kenyataannya, pasangan Rusdy-
PasanganAnwar-Achrul yang didukung oleh Suardin mengumpulkan 68.923 suara
Koalisi Palu Bersatu hanya memiliki tiga ( 60,95 persen) jauh meninggalkan pesaing
kursi yang diwakili oleh PPP sebanyak tiga lainnya yakni, berturut-turut, Anwar-Achrul
kursi, 14 dan PDS yang tidak memiliki wakil memperoleh 19.490 suara (17,24 persen),
rakyat. Begitu pula dengan pasangan Taufik- Ali Hanafi-Maulidin dengan 13.457 suara
Arena yang didukung oleh koalisi Demokrat (11,90 persen), dan pasangan Taufik-Arena
Amanat Perjuangan pun hanya memiliki lima mengantongi 11.213 suara (9,92 persen).
kursi yang diwakili oleh Partai Demokrat satu
kursi, PAN dua kursi, dan PDIP dua kursi. 15 Yos Sudarso Mardjuni (Partai Demokrat): Ishak Cae dan
13 Kaharuddin Syah (PAN): ... (PDIP).
Salah seorang petinggi PKPB. Amiluddin Haludin, merupakan
16
mantan pejabat pemerintah pada akhir 1990-an. Wakil dari koalisi Partai Golkar adalah Rusdy Mastura, A.
14 M. Tombolotutu, .Tebo Samani, Setri Dg. Pariwa. Iskandar
Wakil Rakyat dari Koalisi Palu Bersatu di DPRD Kata Palu Saenong, Fatimah Halim. Zulfikar Lamakarate. Moh. J.
adalah Andi Patongai. dan Rizal Dj. Hense dari PPP. Wartabone. Markus Sattu, Pakharuddin. . (Partai Golkar):
15 Revi Arifin Passau dan Amiludin Haludin (PKPB): dan Arifin
Wakil dari koalisi DemokratAmanat Perjuangan adalah
Sunusi (PBB).

92
Mcnarnbah l<uasa Mer:yemplti<an l/Vi!aya,ri 82 - 97

Tabel 4
Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Palu 2005-10
-----~--------
----- - - -- - - - - ·--~
----------- --~--------
-- ··---
JUMLAH PEMTLIH TIDAK
KECAMATAN A-A R-S T-A A-M
PEMILIH TERDAFTAR MEMILIH
l ) 1 4 'i 6 7 x
Palu Utara 2.127 8.877 2.583 1-391 14.978 22-287 7.309

Palu Timur 4-468 14.837 2-292 3.235 24.832 48.752 23-920

Palu Selatan 6.558 23.041 3.268 5.036 37-903 69.585 22.925

Palu Barnt 6.337 22.168 3.11711 3.795 35.370 58-295 31-683

Jumlah 19-490 68.923 1L213 13-457 113.083 198.920 85.837

Per~entase 17,24 60,95 9.92 11-90 100.00 43

Keterangan: A A. R-S, T-A, dan A-M adalah inisial nama pasangan calon.
Sumbcr: Radar Sulteng, 2 Agustus 2005.

Kemenangan pasangan Rusdy-Suardin N amun, kemenangan mutlak pasangan


memperlihatkan kemampuan mereka Rusdy-Suardin dalam pilkada Kota Palu
menguasai suara pemilih di seluruh wilayah ini tidak lepas dari hasil kerja mesin
Palu, baik di pedesaan (rura[) maupun politik atau tim sukses yang diketuai
perkotaan (urban). Palu Utara dan Palu A. Mulhanan Tombolotutu. 17 Pria ini
Barat merupakan daerah yang memiliki dikenal luar biasa karena berjaya menjadi
wilayah pedesaan jauh lebih banyak ketua tim sukses dalam pemilu legislatif,
dibandingkan dua wilayah lainnya. Dengan pemilihan presiden putaran pertama, dan
demikian, kedua wilayah ini didominasi pemilihan walikota Palu. Menurutnya,
"pemilih tradisional" yang terdiri dari keberhasilan kerja tim sukses bergantung
kelompok kesukuan. Di wilayah ini, Rusdy- pada ada tiga hal yang hams dipenuhi,
Suardin berhasil menjalin komunikasi yaitu anggaran yang cukup, jaringan, dan
dengan tokoh setempat yang biasanya sistem manajemen kampanye yang jelas
menjadi simbol masyarakat kesukuan. dan pasti. Apabila ketiga hal itu dipenuhi,
Ditambah latar belakang Rusdy sebagai sebagian besar kemenangan telah dicapai,
mantan Ketua DPRD dan Suardin sebagai selebihnya tinggal kreativitas tim sukses. 18
mantan walikota Palu, serta karakter populis Di luar kemenangan mutlak Rusdy-
mereka, membuat pasangan ini sangat Suardin, yang unggul pada semua tempat
dikenal oleh massa partai pendukungnya di pemungutan suara, pemilihan umum
wilayah pedesaan. kepala daerah Kota Palu diwamai pemilih
Wilayah lain, Palu Selatan dan Palu
17
A. Mulhanan Tombolotutu lahir di Palu. 15 Maret 1957,
Timur, merupakan konsentrasi kaum urban menikah dengan Rosniar. Toni, panggilannya, adalah anak
sebagai pemilih rasional. Sebagian besar mantan Ketua Partai Masyumi Sulawesi Tengah, pernah
berkarier sebagai P"IS. Kaner politiknya diawali sebagai
penduduk Palu Selatan adalah komunitas fungsionaris Pa1tai Persatuan Pcmbangunan, dan pernah
pegawai dan kelompok menengah Kota menjabat sebagai Bendahara PPP Sulawesi Tengah pada 1970-
an. Keberhasilannya sebagai kctua tim sukses juga ditunjang
Palu, sedangkan di Palu Timur banyak dihuni oleh keakrabannya dengan dunia aktivis yang memberi
kalangan intelektual. Pengalaman selama pengaruh bagi kehidupannya. Di almamatemya, Universitas
Tadulako, Toni pernah menjadi aktivis Senat Mahasiswa,
ini menunjukkan kaum urban merupakan Dewan Mahasiswa. dan llimpunan \!fahasis\va Islam. Tidak
"massa mengambang" yang menentukan hcran bila Toni disebut-sebut merupakan calon pcngganti Cudi
sebagai Kctua DPRD Kota Palu
perolehan suara dalam berbagai pemilihan, 18
Lihat "Mulhanan. Arsitck Dibalik Suksesnya Cudi-Suardin:
baik di tingkat lokal maupun nasional. Berikan Peran pada Scmua Jaringan Secara Merata.'' Radar
Sulteng, 8 Agustus 2005.

93
JEJAK NUSANTARA
Volurre 021Nomor11Descr~1bcr201LI

yang tidak menggunakan hak pilihnya kebesaran jiwa hasil pilkada Kota Palu.
hingga mencapai 43 persen (Radar Akan tetapi, yang menjadi "masalah baru"
Sulteng, 8 Agustus 2005). Kecamatan adalah soal 43 persen warga yang memiliki
Palu Selatan menyumbang suara terbesar hak pilih tetapi tidak dapat menyalurkan
pemilih yang tidak menggunakan haknya aspirasinya dalam pemilihan tersebut.
yakni 31.683 orang, disusul Kecamatan Oleh karena itu, semua calon yang kalah
Palu Timur sebesar 23.920 orang, bersama tim suksesnya melakukan prates.
Kecamatan Palu Barnt 22.925 orang, dan Upaya prates telah dimulai sejak 31 Juli
Kecamatan Palu Utara 7.309 orang. Jadi, 2005, sehari sebelum pencoblosan, ketika
secara keseluruhan jumlah pemilih yang massa pendukung Koalisi Masyarakat
tidak menggunakan hak pilihnya adalah Madani menuntut penundaan pelaksanaan
83.837 orang dari total pemilih terdaftar pilkada. Namun KPUD Kota Palu sebagai
di Kota Palu sebesar 198.920 orang. penanggung j awab pelaksanaan pemilihan
Tingginya angka pemilih yang tidak tidak menanggapi tuntutan itu.
menggunakan haknya disebabkan oleh Bagaimanapun, perhelatan demokrasi
berbagai hal, antara lain tidak mendapatkan di Kota Palu ternyata meninggalkan
surat panggilan berhubung alamat tidak kekecewaan yang mendalam pada
ditemukan atau pindah rumah. Namun, berbagai pihak yang berkaitan langsung
sejumlah warga yang tidak memiliki surat dengan pesta tersebut. Boy Tambing,
panggilan tetap menggunakan hak pilihnya ketua tim sukses Koalisi Masyarakat
dengan menunjukkan kartu pemilih yang Madani, menyatakan kecewa dan akan
dikantonginya. Yang memprihatinkan, mempelajari lebih jauh langkah apa
data pemilih yang digunakan KPUD yang akan diambil. Sementara, Taufik R.
ternyata tidak sesuai dengan fakta di Tiangso juga menyesalkan banyak warga
lapangan karena ada pemilih yang sudah Kota Palu yang tidak terdaftar sebagai
meninggal masih terdaftar sebagai pemilih pemilih. Menurutnya, hal itu tidak terjadi
tetap (Radar Sulteng, 8 Agustus 2005). jika pendataaan pemilih dilakukan dengan
Selain itu, terdapat pemilih yang sengaja selektif dalam waktu yang panjang. Meski
tidak dipanggil untuk memilih; lokasi TPS menyesalkan, ia menyerahkan sepenuhnya
diacak begitu rupa sehingga menyulitkan masalah tersebut kepada Panwaslu sebagai
calon pemilih, dan lain-lain (Radar lembaga yang paling berkompeten untuk
Sulteng, 6 Agustus 2005). Menanggapi menindaklanjutinya (Radar Sulteng, l
kenyataan ini, Yahdi Basma, seorang Agustus 2005).
penulis, menyatakan bahwa "tingkat Calon walikota dari Koalisi Palu
partisipasi publik yang rendah tidak bisa Bersatu, Anwar Ponulele, menyatakan
dijadikan alasan untuk mendeligitimasi terdapat indikasi rekayasa dalam
hasil pemilu karena memilih bukan penentuan daftar calon tetap yang
kewajiban tetapi hak warga" (Radar ditemukan timnya, tetapi hal itu merupakan
Sulteng, 6 Agustus 2005). urusan tim advokasi sepenuhnya untuk
menindaklanjuti (Radar Sulteng, 6 Agustus
PENOLAKAN DAN PENERIMAAN 2005). Sementara itu, Achrul Udaya, calon
Pada dasarnya, semua calon walikota wakil walikota dari Koalisi Palu Bersatu,
dan wakil walikota menerima dengan menyatakan menerima kekalahannya

94
lvienyemp1tkan VV!i'ayah 82 - 97

dengan lapang dada. Ia menyerahkan melihat asal-usul dukungan yang diterima


sepenuhnya pennasalahan yang timbul saat pemilihan berlangsung. Akan tetapi,
dalam proses pilkada kepada lembaga masih banyak persoalan yang belum
yang berwenang. Namun, Achrul berharap terselesaikan di Kota Palu selain yang
agar KPUD Kota Palu dapat berbenah diungkapkan dalam berbagai kampanye
diri berkaca dari berbagai persoalan yang ataupun media massa, seperti masalah tata
timbul selama pelaksanaan pilkada. Lebih ruang, dan bentuk-bentuk pungutan liar di
lanjut, pada bagian lain, ia juga mengajak malam hari yang dirasakan oleh beberapa
semua pendukung dan simpatisannya kelompok pekerja di sektor informal.
untuk bersama-sama walikota dan wakil Ketiga, mengikuti pendapat Rauf
walikota terpilih membangun Kota Palu. (2005), untuk meningkatkan kualitas
Gontok-gontokan dan saling sikut hanya sumber daya manusia di Kota Palu,
akan menambah masalah. Hal itu dapat ada beberapa ha! yang perlu menjadi
merusak pembangunan yang sudah dicapai perhatian bersama. Yakni, jika sumber
selama ini. 19 daya manusia masih dirasa kurang (dalam
Pertarungan politik telah usai, artian tidak sesuai dengan bidangnya),
pemimpin baru Kota Palu telah hadir untuk sebaiknya mengirimkan ealon tenaga
berkiprah selama lima tahun berikutnya. kerja potensial-terutama yang akan
Pasangan yang terpilih merupakan hasil menduduki jabatan strategis pada
pilihan hati nurani rakyat kota itu. Oleh kepemimpinan baru-ke tempat-tempat
karena itu, ada tiga hal penting yang pelatihan jangka pendek sehingga pada
perlu dicermati. Pertama, seperti ditulis saat menduduki jabatannya bisa langsung
Arsyad (2005), semua tim pemenangan, bekerja dan memahami pekerjaan yang
pendukung fanatik, dan para kandidat yang diembannya. Kemudian, dalam jangka
kurang beruntung, menjadikan kekalahan menengah, para kader muda yang
sebagai bahan instropeksi dan koreksi potensial dikirim untuk melanjutkan
diri mengapa belum mampu membeli hati pendidikan sesuai dengan bidangnya dan
rakyat. Selanjutnya bersedia mengakui bidang yang dibutuhkan oleh pemerintah
kemenangan lawan tanpa mengabaikan Kota Palu. Dengan demikian, ketika
perhatian terhadap pelanggaran hukum, semua persyaratan telah terpenuhi,
praktik korupsi, kolusi, nepotisme dan mereka sudah matang. Akhimya, dalam
semua hal inkonstitusional yang memang jangka panjang, menjaring siswa dan
harus dilawan. mahasiswa berprestasi untuk menimba
Kedua, sudah sepatutnya masyarakat ilmu ke perguruan tinggi yang berkualitas
Palu mem berikan dukungan bagi terutama bagi mereka yang mempunyai
terlaksananya janji pemenang pemilihan bakat khusus dan langka. Pemerintah kota
mereka selama kampanye. Janji ibarat juga dapat bekerja sama dengan perguruan
utang sehingga merupakan keharusan bagi tinggi di daerah mendirikan program
yang terpilih untuk mewujudkannya, tanpa khusus sesuai kebutuhan daerah.
19
Setc\ah gaga! dalam pemilihan, Achrul Udaya, seorang
Pada akhimya patut dieatat bahwa
pengusaha yang juga wakil kctua KKSS Sulawesi Tcngah. konftik antarelite setelah pilkada bisa
mengatakan akan kembali bergelut dalam bisnis keluarganya.
la menyatakan tidak punya beban. "Tidak terpilihjadi wakil
saja berlanjut, seperti penolakan terhadap
\Valikota, saya akan kembali mcngurusi usaha keluarga:' kebijakan pemimpin baru. Situasi seperti
katanya (Radar Sultcng, 3 Agustus 2005).

95
JEJAK NUSANTARA ---
Volume 02 i Norro• 11 Deserrber 20141

itu dapat menimbulkan reaksi balasan dari Tengah sekaligus sebagai ketua ex-officio
pihak sang pernimpin. Oleh karena itu, DPRDGR provinsi yang sama dengan wakil
ketepatan dalam pengambilan kebijakan Ahmad Abdul Rauf, seorang elite politik
menjadi hal yang sangat penting bagi lokal asal Kulawi, Sulawesi Tengah.
kestabilan pemerintahan. Untuk menutup Pemilihan kepala daerah Kota Palu 2005
celah reaksi spontan pendukung calon juga mencerminkan persaingan antar- atau
yang kalah, tidak ada jalan lain kecuali "lintas elite" di Sulawesi Tengah. Seperti
mengakomodasi kepentingan mereka terlihat pada hasil pemilihan, pasangan Rusdy
sebagai bagian dari seluruh kepentingan Mastura dan Suardin Suebo, sebagai dua elite
masyarakat. baru, berhasil memenangkan pertarungan.
Rusdy Mastura adalah aktivis Pemuda
PE NUT UP Pancasila dan fungsionaris Golkar Kota
Konsep "menyempitkan wilayah" telah Palu. Ketika Suardin Suebo mengundurkan
berjalan seiring dengan pemekaran wilayah diri selaku wakil walikota karena maju dalam
dalam sistem demokrasi di Indonesia. Luas pencalonan bupati di Kabupaten Donggala,
wilayah Indonesia pada 1945 dibagi dalam 8 Rusdy mendapat penggantinya dari kalangan
provinsi, kemudian menjadi 23 provinsi pada bangsawan Kerajaan Moutong, yaitu
masa Orde Lama, dan 26 provinsi pada masa Mulhanan Tombolotutu, yang juga politisi
Orde Baru. Terakhir, pada masa Reformasi Golkar di DPRD Kota Palu. Dilihat dari
mencapai 34 provinsi. Berarti sebanyak konfigurasi seluruh calon dalam pemilihan
provinsi itu pula jumlah gubemur yang harus tersebut, pasangan Rusdy-Suardin praktis
"disediakan" dalam setiap periode jabatan mengalahkan pasangan elite birokrat lokal
yang diperebutkan baik oleh elite tradisional dan elite pengusaha asal Sulawesi Selatan
atau aristokrasi maupun elite baru; baik oleh (Anwar Ponulele dan Achrul Udaya);
elite lokal maupun elite nasional. menundukkan pasangan elite aristokrasi
lokal dari Kerajaan Tavaeli (Taufik R.
Kasus pemekaran Provinsi Sulawesi
Tiangso dan Arena J. R. Parampasi); dan
Tengah dari Provinsi Sulawesi Utara Tengah
menyingkirkan pasangan elite birokrat lokal
pada 1964 menjadi bukti bahwa perebutan
Kota Palu (Ali Hanafi Ponulele dan Maulidin
kekuasaan di tingkat lokal Indonesia yang
Labalo ).
diperjuangkan oleh elite setempat seperti
Asa Bungkundapu dari GPST Poso; Z. A. Kini, walaupun Gubemur Sulawesi
Betalemba dari GPPST Donggala; Mene Tengah, Longki Janggola, merupakan elite
Lamakarate, bangsawan Sigi; dan Rusdy aristokrasi keturunan bangsawan Kerajaan
Toana, tokoh Muhammadiyah sebagai elite Palu narnun wakilnya berasal dari Jawa.
baru di Sulawesi Tengah harus berhadapan Demikian pula dari 11 kabupaten dan kota
dengan kekuatan nasional yang dominan. se-Provinsi Sulawesi pada 2012, sembilan di
Kala itu, Indonesia berada dalam sistem antaranya dipegang oleh elite baru dan hanya
Demokrasi Terpimpin yang dikendalikan empat bupati berasal dari elite aristokrasi.
sepenuhnya oleh Presiden Sukarno. Presiden Apakah ini pertanda mulai surutnya elite
pula yang mengutus Anwar Datuk Madjo lama dan bangkitnya elite baru dalam sistem
Basah Nan Kuning, elite karier di Jakarta, demokratisasi di tingkat lokal di Indonesia
menjadi gubemur pertama Provinsi Sulawesi masih perlu penelitian lebih mendalam.

96
Menambah Kuasa Menyemp1tkan Vl/11ayah 82 97

DAFTAR ACUAN
Palu," Radar Su/teng, 11 Agustus.
Arsyad, G. M. (2005), "Walikota," Radar Sulteng, 8 Singh, K., (1966), "Conflict and Collaboration: Tradition
Agustus. and Modernizing Indo-Trinidadian Elites (1917-
Asrodin, M (2002), "Menguatnya Simbol Ketokohan 56)," New West Indian Guide/Nieuwe West-lndische
dalam Percaturan Politik," Kompas Mahasiswa, Th. Gids, Vol. 70, No. 3/4.
XXVI, No. 70. Tianjun Zhang (2008), "State Power, Elite Relations,
and the Politics of Privatization in China's Rural
Brown, S. H. (2011), "The Role of Elite Leadership in the
Industry: Different Approaches in Two Regions,"
Southern Defense of Segregation, 1954-1964," The
Asian Survey, Vol. 48, No. 2, Maret/April
Journal of Southern History, Vol. LXXVII, No. 4,
(215-38), http://www.jstor.Org/stable/10.1525/
November.
as.2008.48.2.215, diunduh 24 Maret 2012, 01: 04.
Haliadi (20lla), "Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah di
Williams, G. dan 0. Filippakou (2009), "Higher Education
Paso: Antara Otonomi dan Pemikiran Kekuasaan
and UK Elite Fonnation in the Twentieth Century," Online,
Lokal," Makalah, Konferensi Nasional Sejarah IX.
2Mei.
Jakarta, 5-8 Juli.
· - (200lb), "Historiografi Lokal dan Nasionalisme di
Surat Kabar
Sulawesi Tengah: Menuju Terbentuknya Nation and
Radar Sulteng, 4 Juli 2005, "Pemilih Terbanyak di Palu
Character Building di Daerah," Makalah, Forum
Selatan."
Grup Diskusi Pembentukan Badan Pengkajian dan
- 5 Juli 2005, "Semua Pasangan Imbang: Analisis Irwan
Pemasyarakatan Empat Pilar Kehidupan Bernegara,
Waris terhadap Peluang Cawali."
Urgensi dan Relevansinya dalam Mewujudkan
- 15 Juli 2005, "Visi-Misi Calon Walikota Palu: Cawali
Nation and Character Building. Palu, 26 Juli.
Tidak Tekankan Hemat BBM."
Haliadi, dkk. (2007), Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah
-16 Juli 2005, "Badawi: KKSS Tetap Independen."
(GPST) di Posa 1957-1963. Sebuah Perjuangan
-·-16 Juli 2005, "Visi-Misi Tak Sentuh Masalah Korupsi."
Anti Permesta dan Pembentukan Propinsi Sulawesi
- 18 Juli 2005, "Taufik-Arena Dialog dengan Warga
Tengah. Yogyakarta: Ombak.
Pasar."
Kusumah, M. W. (2003), "Titik-titik Rawan Pemilu 2004"
-- 18 Juli 2005, "Bersatu Menuju Perubahan Bersama
Kompas, 22 April. '
Kandidat No. 3."
Kutoyo, S., dkk. (2005), Sejarah Daerah Sulawesi Tengah.
-21Juli2005, "Sikap Kritis Bukan Black Campaign."
Palu: Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dan
- ·· 1 Agustus 2005, "Kandidat: Mereka yang Bertarung
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Hari Ini."
Leo Agustino, M.A. Y. (2012), "Daripada Orde Baru Ke
- 2 Agustus 2005, "43 Persen Warga Kata Palu Golput:
Orde Reformasi: Politik Lokal di Indonesia Pasca
Pasangan Rusdy-Suardin Menang Mutlak."
Orde Baru," Jebat, Vol. 39, No. 1, Juli (76-97).
- 3 Agustus 2005, "Achrul Udaya: Saya Akan Kembali
McDougall, J. (1981), "Elite Friendship Ties and Their
Mengurusi Usaha Keluarga."
Political-organizational Functions: The Case
- 6 Agustus 2005, "Anwar Serahkan ke Tim Advokasi:
of Indonesia," Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Saal Indikasi Rekayasa DPT Pilwali Palu."
Volkenkunde, Vol. 137, No. I.
8 Agustus 2005, ''Mulhanan, Arsitek Di Balik
Priest, T. B. (1995), "Elite and Upper Class in Philadelphia,
Suksesnya Cudi-Suardin: Berikan Peran pada
1975," Sociological Forum, Vol.l 0, No. l, Maret.
Semua Jaringan Secara Merata."
Rauf, R. A. (2005), "Peningkatan Kualitas SOM Upaya
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pilwali

97
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor 11Desember20141

Nilai-nilai yang Pudar


Demokrasi Desa dalam Perubahan

Sugih Biantoro
Peneliti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Abstract
Historically, desa (village) had experienced a democratic process of social transformation for a long
period of time. For some people, demokrasi desa (village democracy) is simply considered as a colonial
construction, but others believe that democratic values are genuinely from Indonesia. This paper provides a
general overview of the transformation of village democracy by emphasizing discussion on the Indonesia s
'original' values which in the progress were politically exploited by th e colonial administration and
subsequent ruler.

Keywords: rural communities, cultural values, democracy, social change.

Kalau desa kita memang mulai bergerak maju atas Sebagian lain meyakini bahwa
kekuatannya sendiri, demokrasi di desa merupakan suatu
barulah seluruh masyarakat kita akan pula naik
tingkatan serta kemajuannya
konstruksi ko loni al. Hal itu terkait
di dalam segala lapangan, termasuk lapangan dengan kepentingan Belanda menguasai
kebudayaan pemerintahan di Hindia Belanda hingga
(Su/an Sjahrir) tingkat desa agar semua lapisan masyarakat
mendukung kebijakan kolonial. Salah satu
akil Presiden Mohammad caranya adalah memangkas hubungan

W Hatta pernah mengatakan


bahwa struktur demokrasi
yang hidup dalam diri bangsa
Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli
yang berlaku di desa. Sistem demokrasi
'feodal' dengan memperkuat institusi
desa, seperti terjadi pada 1809 ketika
Daendles memperkenalkan sis tern
pemungutan suara di tingkat desa untuk
memilih kepala desa. Tradisi pemilihan itu
merupakan bagian dari adat-istiadat yang berlanjut hingga kini dan dikenal sebagai
hakiki pada masyarakat pedesaan . Sistem itu bagian dari demokrasi desa (Wasino 2009:
bercirikan pemilikan tanah secara komunal, 3).
yang bermakna bahwa setiap tindakan sosial Perbedaan dalam menyikapi asli
orang desa dilakukan berdasarkan persetujuan dan tidaknya demokrasi desa mungkin
bersama. 1 Bagi sebagian kalangan, demokrasi terjadi ketika objek diperlakukan secara
desa merupakan demokrasi asli yang parsial dan ada indikasi 'pemaksaan'
terbentuk sebelum negara-bangsa Indonesia konsep demokrasi yang berkembang di
berdiri, bahkan telah ada pada masa kerajaan Barat. Misalnya, sebelum kedatangan
sebelum era kolonial. kolonialis, banyak kepala desa di berbagai
1 daerah yang diangkat tidak berdasarkan
Dikutip dari Tjiptoherij anto dan Prijono ( 1983: 17- 8).

98
1\JJ/ai-/\!J!ai yang Pcidar 98 - 109

keturunan (genealogis) atau ditetapkan tanah asal, atau tanah kelahiran. Menurut
oleh raja. Cara pemilihan kepala desa Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata desa
yang nilai-nilai demokrasinya identik mengandung arti sebagai kesatuan wilayah
dengan model musyawarah yang yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
bersumber pada kebersamaan secara mempunyai sistem pemerintahan sendiri
kolektif (komunitarian) berbeda dengan (dikepalai oleh seorang kepala desa). 2
konsep demokrasi Barat. Model-model Istilah 'desa' hanya dikenal di Jawa,
seperti itu mengalami perkembangan dan sedangkan di luar Jawa memiliki sebutan
persesuaian pada masa kolonial. beranekaragam sesuai dengan asal-mula
Kebijakan kolonial yang terbentuknya wilayah tersebut berdasarkan
mempengaruhi proses demokrasi desa prinsip tertentu, seperti ikatan wilayah
merupakan fokus perhatian tulisan ini atau ikatan genealogis (Cahyono 2006).
untuk membandingkan konsep demokrasi Konsep 'desa' tidak sebatas unit geografis,
hasil 'konstruksi' kolonial dengan melainkan sebagai unit teritorial yang
demokrasi 'asli' desa di Indonesia. dihuni sekelompok orang dengan atribut
Tulisan ini menggunakan pendekatan budaya, tennasuk sistem politik dan
sejarah budaya, menjelaskan secara ekonomi yang otonom (Gayatri 2007).
deskriptif praktik demokrasi di tingkat Masyarakat desa di Jawa bersifat
desa yang berlangsung pada zaman egaliter yang mengenal konsep sami-sami,
prakolonial, kolonial, dan pascakolonial. atau padha-padha (Suhartono 1999). 3
Menggunakan studi literatur m1, Berkumpulnya orang-orang menjadi suatu
tulisan ini tidak bermaksud menggiring masyarakat menciptakan sebuah hubungan
'romantisme' berlebihan pada kearifan yang hams diatur. Hidup bersama untuk
lokal sebagai jalan keluar berbagai mengusahakan dan mempertahankan
persoalan demokrasi yang dialami bangsa kepentingan bersama dalam masyarakat
Indonesia saat ini namun lebih sebagai mengharuskan adanya persetujuan.
peninjauan kembali nilai-nilai demokrasi Untuk mencapai itu, dilakukan pertemuan
desa yang kini mulai rnengalami antarunsur masyarakat desa. Hal itu
kemunduran. Perubahan yang terjadi kemudian menjadi ciri demokrasi desa
sejak rnasa kolonial hingga Reformasi yang tergambarkan dalam mekanisme
telah mengubah gagasan demokrasi desa pertemuan yang berbentuk musyawa-rah
bukan lagi sebagai local-self government, atau rapat.
melainkan hanya sebagai local-state Peraturan bersama bertujuan mengatur
government. Padahal, demokratisasi 'asli' kedudukanmasyarakat sehingga diperlukan
desa masa lalu merupakan khasanah pengawasan oleh pihak tertentu untuk
pengetahuan tradisional yang dapat mengoreksi apabila terjadi pelanggaran.
menjadi pembelajaran bagi proses Untuk keperluan itu, masyakarat desa
demokrasi masa kini. menunjuk salah seorang dari warganya
menjalankan tugas tersebut. Maka, lahirlah
DESA DAN DEMOKRASI 2
Lihat lema dcsa dalam KBBI. Pusat Bahasa (2008).
KOMUNITARIAN 3
Dalam kontcks tcrtcntu, tcrutama pada masa modern, citra
Etimologi desa berasal dari bahasa masyarakat dcsa yang digambarkan tradisional, egaliter, atau
tidak mcngenal pelapisan sosial, dianggap keliru (lihat Sadikin
Sansekerta deca yang berarti tanah alf, dan Samandawai 2007: xii).

99
JEJAK NUSANTARA
VolLHT"'C O? Nornor 1 Desernoer 2014

jabatan 'kepala masyarakat' yang lazimnya Partisipasi tersebut tidak hanya dimaknai
dipangku oleh orang yang dipandang secara aktif dalam pemilihan wakil rakyat,
terkemuka dan tertua (Kartohadikoesoemo namun juga sebagai partisipasi rakyat yang
1984: 44). Beberapa ahli meyakini, sejak memiliki budaya demokratis. Demokrasi
masa Kerajaan Mataram (sekitar abad lokal dapat menggunakan model demokrasi
ke-16), desa menjadi berkembang karena yang berdasarkan kearifan lokal daerah
kemampuan pemimpin dalam mengelola yang bersangkutan. Kearifan lokal sebagai
masyarakat (Soemardjan 1991 ). modal sosial masyarakat komunal mampu
Prinsip dasar demokrasi adalah merumuskan jalan keluar, dan mencari
menghargai orang lain. Jika demokrasi jalan keluar bersama, dari berbagai
dimaknai sebagai pemerintahan rakyat, persoalan. Namun, karena masyarakat
maka suara rakyat merupakan hal utama komunal berada dalam sebuah wilayah
dalam pengambilan keputusan. Sebagai negara, mau tidak mau berkedudukan
entitas selfgoverning community, desa di bawah pemerintahan tingkat negara
secara historis memiliki pengalaman (Wahyudi 2009).
demokrasi bersifat komunitarian, baik Demokrasi komunitarian lahir
pada arus prosedural maupun substantif. sebagai kritik terhadap demokrasi liberal
Secara prosedural, desa mengenal wadah yang dinilai menjadi kekuatan universal
organisasi bemama "rembuk desa" yang dalam penyeragaman praktik demokrasi
digunakan membuat keputusan bersama prosedural di seluruh dunia. 5 Tradisi
melalui musyawarah. Dalam kehidupan komunitarian memaknai demokrasi secara
ekonomi, misalnya, secara substantif desa partikularistik dengan memperhatikan
mengembangkan demokrasi ekonomi keragaman budaya, struktur sosial, sistem
yang berbasis pada kesetaraan kelas ekonomi dan sejarah setiap negara.
dan pemilikan aset secara komunal, Kaum komunitarian menaruh perhatian
kepemimpinan lokal, mempunyai pranata pada otonomi individu seperti kaum
sosial, dan mempunyai tradisi solidaritas liberal, namun yang diutamakan bukan
sosial dalam bentuk gotong-royong. 4 pada kebebasan individu, melainkan
Dalam demokrasi, partisipasi rakyat penghargaan pada individu yang otonom. 6
menjadi basis pelaksanaan pemerintahan. Gambaran tentang dua tradisi demokrasi
terlihat pada Tabel.
4
Lihat "Memperkuat Dcmokrasi Dcsa." http://web.iaincirebon.
5
ac.id. diunduh 19 Agustus 2014, 14:54 WIB. him. 2. Tcntang perbedaan antara demokrasi liberal dan kornunitarian,
lihat Hardiman (2009: 173- 98).
6Lihat '·Memperkuat Demokrasi Desa," hlm. 4-5.

100
Nlla1 yang Puo'ar 98 109

Tab el
Dua Tradisi Demokrasi

Sumbcr Tradisi liberal ala Barat Komunitarian ala masyarakat lokal

Basis lndividualisme Kolcktivismc

Semangat Kcbcbasan indivi<lu Kebersamaan secara kolektif

Lembnga perwakilan, partai politik dan Komunitas, commune, rapat desa, rembuk desa, forum
Wadah
pemilihan umum warga, asosiasi sosial. paguyuban, dll

Metode Voting secara kompetitif Musyawarah

\1odel Demokrasi represent<Jtif (pern-akilan) Dcmokrasi dclibcrat1f (permusya\varatan)

Sumber: Sutoro Eko, "Revitalisasi Demokrasi Komunitarian," www.ireyogya.org.

Demokrasi komunitarian sebagai sebuah republik kecil, nagari mempunyai


pilar selj:governing community mengede- perangkat pemerintahan demokratis, yaitu
pankan partisipasi publik dalam urusan unsur legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
publik, pemerintahan dan pembangunan Nagari yang dipimpin secara kolektif
pada level komunitas. Melampaui dan tidak tunduk pada raja, melainkan
batasan formal, demokrasi komunitarian mewakili kaum warga dan keluarga dalam
merekomendasikan pentingnya beberapa nagari itu sendiri (Eko 2008: 6).
aspek, antara lain perluasan ruang publik, Sebagai daerah hukum, desa secara
peran kelompok sosial, dan pembentukan alami memiliki otonomi yang luas,
forum warga. 7 Gagasan demokrasi melebihi otonomi daerah-daerah hukum di
komunitarian sedikit banyak pernah atasnya yang lahir sesudahnya, baik yang
berlangsung dalam kehidupan desa di terbentuk oleh penggabungan desa secara
Jawa, nagari di Sumatra, dan daerah sukarela ataupun paksaan pihak yang
lainnya. Gagasan demokrasi tersebut lebih kuat. Otonomi atau kewenangan
memang masih relevan apabila diterapkan desa itu antara lain meliputi hak untuk
pada level komunitas yang kecil, seperti menentukan sendiri hidup dan matinya
desa yang telah banyak mengalami desa, dan hak untuk menentukan batas
perubahan pascakolonial. daerahnya sendiri (Utomo dan Wahyudi
2008: 3). Proses politik di desa ditentu-
DESA DAN PRAKTIK DEMOKRASI kan oleh rapat desa secara demokratis
Pada umumnya perkembangan dan berdasarkan prinsip musyawarah untuk
mufakat, meskipun proses bersifat 'elitis'
perubahan desa dan nilai-nilai demokrasi
karena anggota rapat terbatas dilakukan
di dalamnya disebabkan oleh sistem
oleh para kepala keluarga (Eko 2008: 8).
kekuasaan. Pada masa lalu, desa sangat
otonom, seperti terlihat pada sistem Rakyat di desa menjalankan
nagari di Sumatra Barat. Nagari adalah pemerintahan dengan menggunakan
sebuah 'republik kecil' yang mempunyai alat-alat perlengkapan desanya. Desa
pemerintahan sendiri secara otonom adalah sebuah badan hukum dengan
dan berbasis pada masyarakat. Sebagai pengertian abstrak yang berlandaskan
7
pada kedaulatan rakyat dan berhak untuk
Lihat "Memperkuat Demokrasi Desa.·· him. 6

101
JEJAK NUSANTARA
- - - - - - - - - ·--------------------------
~""'"""'"""-'"""'""_________

Volume 02 Nornor 11Deserv1ber2C141


I

mengatur dan mengurus pemerintahan kepala desa yang menjadi warga dan ketua
dan rumah tangganya sendiri. Pemegang rapat desa. Kepala desa tidak memiliki
kekuasaan tertinggi adalah Rapat Desa, kesempatan untuk bertindak menyimpang
yaitu sebuah majelis yang menurut hukum dari putusan rapat desa. Selama masih
adat biasanya disusun dari berbagai ada yang berkeberatan, pemimpin rapat
golongan penduduk yang berhak hadir tidak boleh menjatuhkan putusan rapat.
dan memberi suara dalam Rapat Desa. Musyawarah berlanjut hingga semua yang
Susunan Rapat Desa sebagai bcrikut. 8 hadir menyatakan persetujuannya secara
Pertama : Kepala Desa sebagai ketua bulat. Oleh karena itu, jumlah mayoritas
Kedua :Para kaki, tetua, para pinitua, tidak dengan sendirinya mengalahkan
anggota Dewan Morokaki jumlah minoritas. Namun, apabila
Ketiga : parentah desa (pamong desa) jumlah minoritas tidak dapat membantah
Keempat: Warga desa, dalam tiga tingkatan kebenaran mayoritas, maka dengan
Kelima : Mantan kepala desa yang berhenti segala keikhlasan hati minoritas akan
dengan hormat menganggap dirinya tidak ada agar dapat
Keenam :Orang-orang penting (kyai, guru memanunggalkan diri dengan kebulatan
agama, dan sebagainya) rapat desa (Kartohadikoesoemo 1984:
Kepala desa dibantu pamong desa 154).
merupakan badan pelaksana yang Musyawarah bermakna mempertim-
bertugas menjalankan segala putusan dan bangkan bersama untuk mencapai titik
peraturan desa. Keberadaannya mirip persetujuan. Dalam Rapat Desa, setiap
badan eksekutif saat ini. Pada susunan anggota rapat harus dapat menahan hawa
tersebut yang bertugas seperti badan nafsu yang mengutamakan kepentingan
pengadilan atau yudikatif adalah Dewan sendiri. Orang desa meyakini bahwa ma-
Morokaki. Dewan ini merupakan badan nusia harus bersatu dan mengabdi kepada
yang diberi kewajiban untuk memutuskan masyarakatnya. Keyakinan itu dijalankan
segala perselisihan antara desa dengan melalui jalan yang sama, yakni mengabdi
masyarakat atau antara sesama warga dan menyatu dengan Tuhan, seperti tecer-
masyarakat. Dewan Morokaki juga min dalam konsep "manunggaling kawula
mengawasi pelaksanaan hukum adat, dan lan Gusti." Orang desa mampu mencip-
kadang menjadi Dewan Pertimbangan takan hubungan dalam bermasyarakat se-
(Kartohadikoesoemo 1984: 206). bagai keluarga yang besar. Sesama warga
Sistem dalam Rapat Desa adalah desa memiliki rasa kasih-sayang dan tang-
musyawarah mufakat yang mengambil gung jawab bersama. Dari konsep itu lahir
keputusan dengan suara bulat. Putusan atas suatu lembaga hukum di desa yang dise-
dasar "suara yang terbanyak" tidak dikenal but gotong royong, orang Belanda me-
pada masyarakat desa. Bahwa dalam setiap namakannya onderling hulpbetoon, yang
putusan rapat desa terhitung pula putusan diselenggarakan oleh seluruh masyarakat
atas kuasa hukum adat dan tiada seorang
8
Rapat Desa merupakan sistem pemerintahan yang lain dari pun yang menghindarkan diri dari kewa-
yang lain. unik dalam sepanjang sejarnh ilmu ti Isa fat hukum jiban yang bersifat sementara (Kartoha-
negara di seluruh dunia. Sistcm itujuga mengandung unsur-
unsur yang sangat tinggi dalam bcntuk yang sangat sederhana, dikoesoemo 1984: 213-5).
bukan jiplakan, narnun ciptaan orang Indonesia sendiri (lihat
Kartohadikoesoerno 1984: 205 6). Dalam perkembangan selanjutnya,

102
N1ia1-N1ia1 yang Pudar 98 · 109

lahir suatu gejala ketatanegaraan yaitu telah mengalami proses feodalisasi karena
berkembangnya komunitas sosial-politik terserap dalam birokrasi kerajaan sehingga
di atas kesatuan komunitas Desa, seperti melahirkan 'rajakecil' di desa. Desamasuk
sima, wisaya, watak, mandala, dan pada dalam jangkauan kekuasaan kerajaan dan
masa selanjutnya lahir konsep Jstana diposisikan sebagai pemasok logistik dan
sebagai pusat politik negara kerajaan. tenaga kerja di bawah pengawasan pejabat
Dengan kata lain, telah terjadi proses kerajaan atau pangeran (Latief 2002a:
penyatuan beberapa desa menjadi wilayah 23--48).
yang lebih besar dan luas bemama Negara Pada masa pemerintahan Inggris,
Kerajaan. lnilah fenomena "negaranisasi Raffles mengadakan penyelidikan tentang
desa" atau meminjam istilah Antlov pemerintahan desa di semua keresidenan
sebagai "negara masuk desa," yaitu sebuah di Jawa. Beberapa perspektif kolonial
kekuatan ekstemal yang meruntuhkan tentang desa dapat digambarkan melalui
otonomi desa. Terbentuknya kerajaan Revenue-Instruction tanggal 11 Februari
secara langsung menyebabkan otonomi 1814. Pada Pasal 11 Revenue, pemerintah
desa mendapat berbagai pembatasan. lnggris mengakui bahwa penduduk yang
Desa sudah tidak menjadi kesatuan yang terpenting dari desa di Jawa adalah kepala
otonom, namun menjadi bagian dari desa. Oleh karena itu, pengangkatan
Kerajaan sebagai kesatuan wilayah yang pada jabatan itu dilakukan dengan jalan
lebih luas. Oleh karena itu, walaupun pemilihan dan kekuasaan pemerintahan
pada prinsipnya hak kuasa desa tetap yang dijalankannya, dipercayakan
berlaku, namun dalam lingkungan yang kepadanya oleh teman-teman penduduk
lebih luas, desa hams mengakui hak milik dengan jalan pemilihan. Pada Pasal 12,
raja atas wilayah mereka. Hak pertuanan pemerintah Inggris meyakini bahwa sistem
raja seperti itu apabila dilakukan melalui pemerintahan desa telah dirusak oleh
pemaksaan dapat mendesak kedudukan kaum feodal dan aturan model baru yang
hak desa, dan akhimya mendapatkan dilakukan oleh bangsa Eropa sehingga
tempat dalam hukum adat bahwa tanah tata pemerintahan itu tidak meninggalkan
adalah milik raj a (Antlov 2002). sisanya lagi. Namun, diakui bahwa tata
Sejak abad ke-7 hingga abad ke-18, pemerintahan semacam itu merupakan
desa-desa di Jawa tidak dapat memenuhi bentuk pemerintahan yang asli di Pulau
kebutuhannya sendiri, namun telah Jawa dan juga daerah lainnya. Pasal 15
menjadi bagian dari struktur dualistik menyatakan bahwa pemerintahan Inggris
sistem kerajaan yang mendasarkan diri memuji sistem pemerintahan desa, dan
pada pembagian wilayah yang terdiri dari menganggap sebagai aturan yang cocok
lingkungan kraton dan desa (Wasino 2009: untuk rakyat dan menguntungkan bagi
3). Pada waktu itu, sebagian masyarakat pemerintah (Kartohadikoesoemo 1984:
desa masih dalam situasi egalitarian, 185).
pelapisan sosial belum terbentuk secara Dalam laporan bertanggal 14
tegas. Diskriminasi dan diferensiasi sosial Juli 1817, Muntinghe asisten Raffles
belum mengeras karena semua warga desa memberikan informasi tentang desa-desa
adalah anak tani yang menggarap tanah di daerah pesisir Pulau Jawa Utara. Sejak
secara bersama-sama. Sebagian yang lain saat itu, keberadaan desa makin dikenal

103
JEJAK NUSANTARA
Volurle 02 I '"o·nor ~I Desc·nber 20' 41

tidak hanya di Jawa, namun juga di luar Daendels pemah menyebutkan bahwa
Jawa. "Penemuan" desa di Jawa telah pemerintah dari distrik yang kecil dan
memunculkan suatu 'jembatan' untuk desa yang besar dipegang oleh demang
menghubungkan kekuasaan kolonial dan pemerintahan atas desa yang kurang
dengan rakyat Indonesia. Raffles membuat penting diserahkan kepada mantri,
aturan bahwa setiap penduduk desa sedangkan pemerintahan pada desa yang
berhak memilih kepalanya. Meskipun kecil dipegang oleh klein-mantri atau
sudah "ditemukan" oleh Muntinghe dan luring.
digunakan baik-baik oleh Raffles untuk Di Cirebon, yang termasuk dalam
mengadakan landelijkstelsel dan kemudian wilayah Priangan, di desa-desa yang lebih
digunakan oleh Van den Bosch untuk besar diangkat dua orang kepala yang
menjalankan cultuurstelsel, namun baru disebut kuwu dan parenta. Sementara
dalam Regeeringsreglement 1854 Pasal itu, di desa-desa yang lebih kecil hanya
71, kedudukan desa itu ditetapkan secara diangkat seorang parenta atau lurah.
juridis principal (Kartohadikoesoemo Dukuh-dukuh yang kurang dari enam
1984: 49). keluarga digabungkan ke desa terdekat
Kepala desa merupakan penghubung dan penduduknya dipaksa berpindah.
antara pctani dengan administrasi kerajaan. Tradisi pemilihan kepala desa yang
Mereka diangkat berdasarkan keturunan dibuat di Cirebon pada awal abad ke-
dan yang dianggap memiliki kesetiaan 20 itu berkembang pada mayoritas desa
kepada administrasi kerajaan. Kepala yang secara langsung berada di bawah
desa diakui oleh kerajaan tanpa disertai kekuasaan kolonial Belanda, seperti di
dukungan sumber daya. Hubungan kepala Pati, Jawa Tengah (Husken 1988). Kepala
desa dan kerajaan berlangsung minimal desa dipilih oleh rakyat dan tiap tahun
sekali dalam sctahun saat memberikan berganti. Daendles tidak bermaksud
upeti kepada kerajaan (Agusta 2008). memberikan kekuasaan dan pengaruh
Kekuasaan kepala desa sebelum masa kepada kepala desa, melainkan hendak
kolonial hanya sebagai wakil masyarakat, memberi kepadanya sawah, supaya bisa
bukan alat otokratis yang menguasai hidup lebih patut (Kartohadikoesoemo
masyarakat. 9 Pada masa pemerintahan 1984: 184).
Belanda, kepala desa seolah yang paling Setelah pelaksanaan berbagai
berkuasa dalam pemerintahan, sedangkan aturan pemerintah kolonial Belanda,
Rapat Desa tidak representatif karena sistem demokrasi dalam pemerintahan
hanya cukup didengar oleh warga desa mengalami beberapa perubahan.
(Kartohadikoesoemo 1984: 44-5). Muncul pemikiran bagaimana menguasai
Mengenai kepala desa, Gubemur Jenderal pemerintahan hingga tingkat dcsa agar
9
Pada masa kolonial. proses diferensiasi dan stratifikasi dapat digunakan sebagai pendukung
sosial scmakin kuat scbagai akibat pemberlakuan sistem kebijakan kolonial. Salah satu caranya
kekuasaan indirect rule yang mcnempatkan elite lokal sebagai
pcrpanjangan tangan kekuasaan clan kepentingan pemerintah adalah memangkas hubungan feodal
kolonial Bclanda. Para bupati mcnjadi scmacam boneka yang
otoritasnya tcrgantung pada kckuasaan kolonial. Pada masa
masyarakat Jawa dengan memperkuat
itu, partisipasi rakyat dcsa dilangkahi untuk melancarkan institusi desa. Maka, sejalan dengan
cksploitasi kolonial le\vat penguasa lokal. Pemerintah kolonial
telah menutup ·'partisipasi demokratis" rnkyat dcsa dan
pandangan Jan Breman (1979), desa-
mengubahnya menjadi "partisipasi kolckti r otoritcr" (Ii hat desa di Jawa sebagai desa demokratis
Kartodirdjo 1984).

104
N11a1-Nda1 yang Fudar 98 - 109

merupakan konstruksi kolonial. Pemyataan cultuurstelsel, misalnya, merupakan


itu sejalan dengan temuan penelitian yang bentuk negaranisasi dan kapitalisasi sektor
membuktikan bahwa di Surakarta, sebagai pertanian di desa pada masa kolonial yang
wilayah 'pusat' kekuasaan Jawa, tidak mengakibatkan terjadi diferensisasi dan
mengenal pemilihan kepala desa hingga ketimpangan sosial, serta keuntungan
awal kemerdeka-an. Di daerah tersebut, materiel yang banyak ditangguk elite desa
terbentuk desa-desa yang terlambat dan pemilik modal (Eko 2003b: 2).
menerima pengaruh kolonialisme (Wasino Ada dampak positifketika pemerintah
2008). Belanda meneruskan sistem pemilihan
Namun, menurut Kartohadikoesoemo kepala desa, di antaranya membuat
(1984 ), pendapat pemerintah Hindi a rakyat selalu menaruh perhatian besar
Belanda yang menyatakan bahwa hak dan taat kepada kepala desa. Berbeda
penduduk untuk memilih kepala desa dengan jalan pemilihan kepala desa atas
itu tidak asli, hanyalah setengah benar dasar pengangkatan dari kekuasaan di
karena pendapat itu hanya mewakili atas (supradesa), hubungan batin antara
lokasi penelitian dilakukan. Di daerah rakyat dan kepala desanya agak longgar.
yang pemerintahannya disusun atas Pemilihan melalui sistem keturunan,
dasar sistem genealogis (menurut ikatan walaupun terlihat tidak mencerminkan
darah) pendapat itu benar karena kepala nilai demokratis, biasanya tetap
daerahnya diangkat menurut keturunan menumbuhkan ikatan batin antara rakyat
dan tidak dipilih. Begitu pula dengan dan kepala desanya. Sayangnya, ikatan
daerah yang kepala desanya ditetapkan batin yang kuat antara rakyat dan kepala
oleh raja. Namun, di luar daerah-daerah desa dimanfaatkan oleh pemerintah
terscbut, yaitu daerah teritorial yang terdiri kolonial melalui sistem pemilihan kepala
dari perumahan dari keluarga yang tidak desa yang seolah-olah demokratis, namun
tergantung pada ikatan darah, berkumpul sesungguhnya bertujuan mencapm
karena suka rela, maka kepala desanya keuntungan sendiri.
dipilih oleh penduduk desa, walaupun
cara pemilihannya berbeda dengan yang KEMUNDURAN DEMOKRASI DESA
dipakai dunia Barat (Kartohadikoesoemo Kini, model demokrasi dalam sistem
1984: 45-6). Tuduhan orang Belanda pemilihan kepala desa dimanfaatkan
tentang adanya despotisme (kekuasaan
untuk membuat desa bukan sebagai local-
sewenang-wenang yang dilakukan oleh selfgovernment, melainkan sekadar local-
seorang kepala tunggal) di desa tampaknya state government. Kepala desa hanya
tidak terbukti. Sebaliknya, menempatkan menjadi kepanjangan tangan dari birokrasi
desa sebagai despot adalah hasil dari negara untuk mengendalikan wilayah dan
kebijakan Belanda sendiri.
penduduk desa. Tampaknya, desa telah
Negaranisasi dan kapitalisasi semakin menjadi arena eksploitasi terhadap tanah
tampak nyata ketika kolonialisme masuk dan penduduk yang diperlakukan secara
ke Indonesia. Kolonialisme meneguhkan tidak adil mulai dari zaman kerajaan,
kapitalisasi dan eksploitasi terhadap tanah pemerintah kolonial, hingga pemerintah
dan penduduk des a sehingga basis ekonomi saat ini. Sistem yang pemah dijalankan
sosialis di desa hancur berantakan. Praktik oleh pemerintah kolonial terhadap

105
JEJAK NUSANTARA
Volume 02' Nomor 1 Desember 2014:

desa terwariskan pada masa setelah dan wadah oligarki elite desa. Gotong-
kemerdekaan bahkan hingga saat ini. royong bahkan tidak lagi mencerminkan
Salah satu persoalan yang muncul adalah part1s1pasi dan solidaritas sosial
dominasi elite desa yang lebih berorientasi masyarakat desa melainkan sebagai bentuk
pada pemerintah supradesa. Gejala itu mobilisasi pemerintah desa terhadap
merupakan tanda bahwa demokrasi warganya untuk mendukung program-
desa telah mengalami kemunduran. program pembangunan yang telah
Persoalan lain adalah tumbuhnya model dirancang dari atas. Berbagai program
korporatisme negara, yang tampak ditanam pemerintah mengatasnamakan gotong-
secara sistematis untuk mengendalikan royong sebagai bentuk keswadayaan
kelompok dan kepentingan di desa. masyarakat desa. Pendanaan proyek dari
Berdasarkan penelitian Yumiko M. atas umumnya berjumlah relatif kecil,
Prijono dan Prijono Tjiptoherijanto, namun berkat gotong royong masyarakat
telah terjadi kemunduran demokrasi dapat dihasilkan pembangunan fisik
desa di Indonesia sepanjang dekade yang memuaskan. Laporan mengenai
1960-an hingga 1970-an. Kemunduran keberhasilan pembangunan fisik yang
itu disebabkan oleh perubahan sosial- ditopang swadaya masyarakat melalui
ekonomi dan pergeseran kepemimpinan gotong royong sering diklaim sebagai
kepala desa. Beberapa ciri kemunduran keberhasilan pemerintah (Rahardjo 2002).
demokrasi desa yang berlangsung saat Pada era reformasi, banyak bermun-
itu, adalah pertama, kepala desa tidak lagi culan wacana tentang demokratisasi dan
tidak lagi menjadi "bapak" bagi rakyatnya, desentralisasi desa, namun praktik kor-
namun lebih menj adi administrator. Kedua, poratis pada masa sebelumnya juga tidak
pertumbuhan penduduk menyebabkan mengalami penurunan. Bahkan, banyak
kesediaan tanah yang terbatas sehingga protes yang terjadi di tingkat desa karena
tidak ada lagi kepemilikan tanah secara ketidakpercayaan terhadap pemerintah
komunal. Ketiga, partai-partai politik yang desa. Protes pada pemilihan kepala desa
masuk ke desa ikut mendukung perubahan di Jawa pada bulan Oktober 1997 hingga
struktur kekuasaan desa. Keempat, Maret 1998, misalnya terjadi sebanyak
kemunduran demokrasi tradisional juga 382 kali, bahkan 99 kasus (25,9 persen)
disebabkan oleh konflik landreform. tersebut disertai kekerasan. 10
Lemahnya part1s1pasi masyarakat Kehadiran Badan Permusyawaratan
merupakan sisi lain dari lemahnya praktik Desa (BPD) menjadi dorongan baru bagi
demokrasi di tingkat desa (Tjiptoherijanto demokrasi desa sebagai ruang aspirasi dan
dan Prijono 1983). partisipasi masyarakat, pembuat kebijakan
Pada masa Orde Baru, dua institusi secara partisipatif dan alat kontrol efektif
yang seharusnya menjadi basis partisipasi, terhadap pemerintah desa. Namun,
yaitu Lembaga Musyawarah Desa dan kehadiran BPD banyak menimbulkan
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, persoalan baru, seperti ketegangan yang
tidak memainkan peran penting dalam terjadi dengan kepala desa. BPD dianggap
mewadahi partisipasi masyarakat. Kedua sering melanggar batas-batas kekuasaan
lembaga tersebut menjadi institusi
korporatis untuk pengendalian masyarakat IOLihat Laticf(2002b: 75-6); data protes pemilihan kepala desa
mcrujuk pada Kammen (2000).

106
N1!a1-N!!a1 yang Puciar 98 109

dan kewenangan yang telah digariskan Unsur-unsur kebudayaan asli seperti


dalam regulasi (Eko 2003a). 11 Juga, ke1-:ja demokrasi desa sebetulnya telah digali
sama dalam pembuatan keputusan antara oleh pemerintah, seperti pengenalan
BPD dan pemerintah desa yang lebih terhadap istilah 'demokrasi terpimpin',
mementingkan urusan mereka tanpa 'ekonomi terpimpin', 'gotong royong',
memikirkan warga desa. dan 'sistem kekeluargaan'. Namun sayang,
secara praktik tidak mencerminkan
PENUTUP demokrasi asli yang pernah berkembang
Indonesia telah mengenal demokrasi jauh sebelumnya. Sebaliknya, demokrasi
melalui desa-desa sebelum zaman yang lebih bermuatan politis ketika
kerajaan. Walaupun demokrasi itu berbeda zaman kolonial terwariskan dalam periode
secara konsep dengan yang berkembang sesudahnya.
di dunia Barat, namun nilai-nilainya Menghadapi tuntutan zaman modern,
telah menunjukkan ciri yang berbeda pemerintah perlu mengembalikan nilai-
sebagai bentuk demokrasi komunitarian. nilai demokrasi asli desa dalam bentuk
Perkembangan dan perubahan gagasan yang menyesuaikan perkembangan.
demokrasi di Indonesia tidak dapat Aparat desa perlu dilengkapi dengan
dilepaskan dengan kondisi sosial dan ilmu pengetahuan yang dapat membantu
politik pada masa kolonial. Kedatangan mereka menjalankan kewajiban dalam
para politikus Belanda ke Indonesia pengaturan desa dan masyarakanya.
telah banyak memperkenalkan gagasan Melalui aparat desa yang mumpuni, dapat
politik modern, seperti demokrasi kepada dikurangi politik korporatisme di tingkat
masyarakat pribumi. desa, dan mereka bukan lagi menjadi alat
kekuasaan supradesa.
11
Contoh konfiik yang terjadi, lihat Kompas, 13 Februari 2002.

107
JEJAK NUSANTARA
VolJme 021 'lo'Ylor 'I Dese•nber 20"-4 I

DAFTAR ACUAN

Agusta, I. (2008), "Realitas Postkolonial Kartodirdjo, S. (1984), Pemberontakan Petani


Keluarga dan Desa Jawa," Jantra, Vol. Banten I 888, Kondisi, Jalan Peristiwa,
III, No 5, Juni. dan Kelanjutannya: Sebuah Studi Kasus
Antlov, H. (2002), Negara dalam Desa (terj. ). Mengenai Gerakan Sosial di Indonesia
Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. (terj.). Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial
Cahyono, H. (2006). Dinamika Demokratisasi dan PT Dunia Pustaka Jaya.
Desa di Beberapa Daerah di Indonesia Kartohadikoesoemo, S. (1984), Desa. Jakarta:
Pasca 1999 (terj.) Jakarta: LIPI. Balai Pustaka.
Eko, S. (2003a), "Meletakkan Badan Latief~ M. S. (2002a), "Demokratisasi
Perwakilan Desa pada Posisi yang Desa: Kendala, Prospek, dan Implikasi
Sebenamya, Makalah Diskusi Perumusan Kebijakan," Masyarakat Indonesia, Jilid
Modul Pelatihan Badan Perwakilan XXVIII, No. 2.
Desa, Balai Pemberdayaan Masyarakat (2002b ), "Protes Pilkades: Perlawanan
Desa. Yogyakarta, 5 Maret. Rakyat Terhadap Hegemoni Negara,"
- (2003b), "Ekonomi Politik Pembaharuan Dinamika Pedesaan dan Kawasan, Vol.
Desa," Makalah Pertemuan Forum VII, 2, No. 2.
Refleksi Arah dan Gerakan Partisipasi Pusat Bahasa (2008), Kamus Besar Bahasa
dan Pembaharuan Masyarakat Desa Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta:
di Indonesia, Forum Pengembangan Gramedia Pustaka Utama.
Partisipasi Masyarakat. Ngawi, 15-18 Rahardjo (2002), "Gotong-royong sebagai
Juni. Modal Sosial: Sebuah Wawasan
- (2008), "Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Sosiologis," Jendela, No. 4.
Depan Otonomi Desa," IRE'.5 Insight Sadikin dan S. Samandawai (2007), Konfiik
Working Paper, No. II, Februari. Keseharian di Pedesaan Jawa. Jakarta:
Gayatri, I. H. (2007), "Demokrasi Lokal (di Yayasan Obor Indonesia.
Desa): Quo Vadis?" Makalah Diskusi Soemardjan, S. ( 1991 ), Perubahan Sosial di
Perkumpulan Inisiatif. Bandung, 16 Yogyakarta (terj.). Yogyakarta: Gadjah
April. Mada University Press.
Hardiman, F. B. (2009). Demokrasi Suhartono (1999), "Partisipasi Rakyat dan
Deliberatif" Menimbang Negara Hukum Perubahan Politik," Makalah Diskusi
dan Ruang Publik dalam Teori Diskursus Terbatas, Lapera dan Fakultas Ilmu
Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius. Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Husken, Frans. 1988. Masyarakat Desa Muhammadiah Yogyakarta. Yogyakarta,
dalam Perubahan Zaman (terj.). Jakarta: 25 Oktober.
Grasindo. Tjiptoherijanto, P. dan Y. M. Prijono (1983),
Kammen, D. (2000), "Pilkades: Democracy, Demokrasi di Pedesaan Jawa. Jakarta:
Village Elections and Protest m Penerbit Sinar Harapan.
Indonesia," Makalah Seminar Utomo, T. W. W dan A. Wahyudi (2008).
Intemasional Dinamika Politik Lokal "Penataan Kewenangan (Urusan)
di Indonesia: Perubahan, Tantangan, Pemerintahan Desa dan Pengembangan
dan Harapan, Yayasan Percik dan Ford Standar Pelayanan Minimal (SPM),"
Foundation. Yogyakarta, 3-7 Juli. Maka Iah Roundtable Discussion
Penguatan Otonomi Desa, Lembaga
Administrasi Negara. Makassar, 29-30
Agustus.

108
N1/a1-Ni/a1 yang Pudar 98 - 109

Wahyudi, S. S. (2009), "Demokrasi di Tingkat Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta,


Lokal," Makalah Diskusi Sejarah Wajah Departmen Kebudayaan dan Pariwisata
Demokrasi Indonesia, Balai Pelestarian Republik Indonesia. Semarang, 30-31
Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Maret.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia. Semarang, 30-31 Surat Kabar dan Internet
Maret. Kompas, 13 Februari 2002, "Otonomi Daerah
Wasino (2008). Kapitalisme Bumiputra: Menumbuhkan Arogansi Desa."
Perubahan Masyarakat Mangkunegaran. "Memperkuat Demokrasi Desa," http://web.
Yogyakarta: LKIS. iaincirebon.ac.id, diunduh 19 Agustus
(2009), "Demokrasi, Dulu, Kini, dan 2014, 14:54.
Esok," Makalah Diskusi Sejarah Wajah
Demokrasi Indonesia, Balai Pelestarian

109
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141

Demokrasi dalam
Pendidikan Sejarah
Kurikulum 2013
Abdul Syukur
Pengajar, Universitas Negeri Jakarta

Abstract
Law on National Education System 2013 mandates national education shall develop the potential
of students to be democratic citizens. This paper specifically discusses the matter of democracy in the
subject of Histo1y on the curriculum by using content analysis on lndonesian history subject at secondmy
education. The finding of this paper shows that hist01y education is not oriented to strengthen ideas,
principles and practices of democracy. it lead to inability of hist01y subject to achieve national education
objectives. Therefore, improving basic cognitive competencies of lndonesian history subject is needed.

Keywords: taxonomy of educational objectives, curriculum, standards, competency, democracy

ejak tahun lalu pemerintah Indo- 2003. Undang-undang ini terdiri dari 22

S nesia memberlakukan Kuriku-


lum 2013 . Di dalam kurikulum
ini mata pelajaran dibagi menjadi
kelompok mata pelajaran wajib dan ke-
lompok mata pelajaran peminatan. Pendi-
bab dan 77 pasal. Pada Bab II Pasal 3
disebutkan fungsi pendidikan nasional
untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat. Di dalam bab ini pula
dikan sejarah masuk ke dalam kelompok ditetapkan tujuan pendidikan nasional
wajib maupun peminatan . Masing-masing untuk menjadikan peserta didik sebagai
menggunakan nomenklatur mata pelaja- manusia yang beriman dan bertakwa
ran yang berbeda. Nomenklatur pendidi- kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
kan sejarah dalam kelompok wajib adalah mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mata pelajaran Sejarah Indonesia, sedan- mandiri dan menjadi warga negara yang
gkan nomenklatur mata pelajaran pendi- demokratis serta bertanggung jawab.
dikan sejarah dalam kelompok peminatan Dalam penjelasan pasal demi pasal,
ialah mata pelajaran Sejarah. tujuan ini dinilai sudah jelas sehingga
Penyusunan Kurikulum 2013 tidak perlu penjelasan secara khusus.
didasarkan pada Undang-Undang No. 20 Dengan demikian kalimat "warga negara
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan yang demokratis" dinilai sudah jelas
Nasional yang disahkan oleh Presiden pengertiannya. Pengertian kata demokratis
Megawati Soekamoputri pada 8 Juli secara leksikal adalah bersifat demokrasi

110
2013 110 - 119

atau berciri demokrasi (KBBI 1997: 221 ). materi demokrasi dalam pendidikan
Dengan demikian pengertian kalimat sejarahKurikulum 2013.
"warga negara yang demokratis" secara
lingusitik atau kebahasaan ialah "'.ar~a
KURIKULUM EKLEKTIK
negara yang mendukung gagasan, pnns1p
dan praktik demokrasi. Kurikulum 2013 sangat dipengaruhi
pemikiran Benjamin S. Bloom (1935-99):
Menurut penjelasan umum UU No.
seorang ahli psikologi pendidikan dan
20 Tahun 2003 bahwa penetapan tujuan
Universitas Chicago, Amerika Serikat,
pendidikan nasional untuk menciptakan
yang menciptakantaksonomi tujuan
peserta didik menjadi warga negara yang
pendidikan. Menurutnya, pendidikan
demokratis itu sangat dipengaruhi oleh
tidak hanya memberikan pengetahuan
perkembangan politik masa Reformasi
intelektual, tetapi juga membentuk sikap
yang telah mengakhiri pemerintahan
dan memberikan keterampilan kepada
Orde Barn pada 21 Mei 1998.Dalam
peserta didik. Oleh karena itu, ia membagi
hubungannya dengan pendidikan, tuntutan
tujuan pendidikan menjadi tiga ranah atau
penerapan prinsip-prinsip demokrasi
domain, yaitu cognitive domain (ranah
memberikan dampak yang mendasar pada
kognitif),affective domain (ranah afektif),
kandungan, proses dan manajemen sistem
dan psychomotoric domain (ranah
pendidikan. Artinya harus dilakukan
psikomotorik). Di bawah pengaruhBlo.01~,
pembaharuan sistem pendidikan secara
Kurikulum 2013 mempunyai karaktenst1k
menyeluruh. Di antara komponen sistem
mengembangkan keseimbangan antara
pendidikan adalah kurikulum. Di dalam
pengembangan sikap (spiritual dan sosi~l,
Bab Ketentuan Umum UU No. 20
rasa ingin tahu, kreativitas, dan kerJa
tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum
sama) dengan kemampuan intelektual
merupakan . seperangkat rencaradan
dan psikomotorik (lihat Peraturan Menteri
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
Pendidikan dan Kebudayaan No. 67, 68,
bahan pelajaran serta cara yang digunakan
69, dan 70 Tahun 2013).
sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai Kurikulum 2013 juga sangat
tujuan pendidikan tertentu. dipengaruhimastery learning theory (teor~
belajar tuntas) dari Bloom. Menurut teon
Pcranan pendidikan sejarah dalam
ini standar kurikulum harus dirumuskan
Kurikulum 2013 untuk mewujudkan
dan dinyatakan dengan jelas sehingga
amanat UU No. 20 Tahun 2003 untuk
dapat mengukur kemajuan peserta didik
mengembangkan potensi peserta didik
dalam menguasai materi pembelajaran.
menjadi warga negara yang demokratis
Kurikulum dalam teori belajar tuntas
menarik untuk dibahas. Dua pertanyaan
terdiri dari beberapa topik berbeda.
penting diajukan di sini. Pertama, apaka~
Bloom membuat model pembelajaran
pendidikan sejarah mengandung maten
yang mengharuskan setiap peserta didik
pendidikan demokrasi; dan kedua,
menuntaskan penguasaannya terhadap
bagaimana mengembangkan materi
materi pembelajaran yang sudah dirinci
demokrasi dalam pendidikan sejarah.
menjadi beberapa topik. Peserta didik
Pertanyaan kedua merupakan kontribusi
yang belum menunjukkan kecakapan
pemikiran untuk mengembangkan
dalam penguasaan materi tidak dapat

111
JEJAK NUSANTARA
Volccne 02 I i"ocnor 11Cesecnber20·~ I

melanjutkan ke materi berikutnya. Mereka digunakan karena Kurikulum 2013


diberikan pembelajaran tambahan hingga juga menerapkan filosofi esensialisme,
dapat menguasai materi tersebut dengan humanisme, serta eksperimentalisme dan
baik sesuai dengan standar minimal yang rekontsruksi sosial.
telah ditetapkan. Keragaman landasan filosofis tersebut
Dari model pembelajaran itulah menjadikanKurikulum 2013 bersifat
Kurikukum 2013 menetapkan penggunaan eklektik. Berdasarkan penggabungan
standard-based education theory (teori empat landasan filosofis pendidikan
pendidikan berdasarkan standar) dan itu,Kurikulum 2013 menempatkan
competency-based curriculum theory pendidikan sebagai alat menumbuhkan
(teori kurikulum berbsis kompetensi). rasa bangga(perenialisme ),mengembangk
Di bawah pengaruh model pembelajaran an kemampuan intelektual (esensialisme)
Bloom, Kurikulum 2013 mempunyai dan kepribadian peserta didik (humanisme)
standar nasional, yakni kriteria minimal serta kemampuan berpikir reflektif untuk
tentang sistem pendidikan di seluruh membangun kehidupan yang lebih baik
wilayah hukum negara kesatuan Republik (eksperimentalisme dan rekonstruksi
Indonesia. Standar nasional ini menjadi sosial).
acuan untuk mengembangkan tatanan Dalam pendidikan sejarah di Indonesia,
konseptual kurikulum. pengunaan landasan filosofi yang
Secara konseptual, Kurikulum 2013 beragam-perenialisme, esensialisme,
menggunakan filosofis pendidikan bahwa humanisme serta eksperimentalisme
pendidikan berakar pada budaya bangsa dan rekonstruksi sosial-merupakan
yang beragam, peserta didik ditempatkan pembaruan karena pendidikan sejarah
sebagai pewaris budaya bangsa yang dalam kuriku-lum sebelumnya sangat
kreatif, pendidikan ditujukan untuk dipengaruhi perenialisme dan kemudian
mengembangkan kecerdasan intelektual esensialisme. Di bawah pengaruh
dan kecemerlangan akademik melalui perenialisme, pendidikan sejarah bersifat
pendidikan disiplin ilmu, dan pendidikan teleologis sehingga masa lalu dipahami
untuk membangun kehidupan masa kini untuk kepentingan masa kini karena
dan masa depan (lihat Peraturan Menteri masa lalu merupakan sumber inspirasi
Pendidikan dan Kebudayaan No. 67, 68, untuk memberi pembenaran masa kini.
69 dan 70 Tahun 2013). Berdasarkan Pendukung utamanya diTndonesia adalah
landasan filosofis ini prestasi bangsa Muhamad Yamin. Ia berhasil menjadikan
Indonesia pada masa lalu menjadi pcndidikan sejarah sebagai pembe-naran
sesuatu yang hams termuat dalam isi untuk mengingkari legitimasi kekuasaan
kurikulum hingga menimbulkan rasa pemerintahan kolonial Hindia Belanda
bangga. Oleh karena itu,Kurikulum dan pendudukan militer Jepang. Pada saat
2013 berlandaskan perenialisme, yakni bersamaan ia juga berhasil menjadikan
pandangan filosofis yang menempatkan pendidikan sejarah sebagai sumber
fungsi utama pendidikan untuk inspirasi dalam memupuk komunitas baru
pengembangan intelektualitas.Namun bangsa Indonesia. Berdasarkan kenyataan
perenialismebukanlah satu-satunya itudapat dipahami apabila sejarawan
landasasan filosofis pendidikan yang Taufik Abdullah menyebutnyasebagai

112
Oemokra::,,1 dalam Pe,r:o'.,'o'rl<an Seprah 2013 110 - 119

"tafsiran Yaminis tentang sejarah." itu, ia memasukkan landasan filosofi


"Tafsiran Yaminis" tersebut mendapat rekonstruksi sosial ke dalam kerangka
tentangansejarawanindonesiakurun 1970- dasar kurikulum pendidikan sejarah agar
an yang berusaha mengganti landasan pendidikan sejarah tidak hanya terpaku
perenialisme dengan esensialisme pada masa lampau tetapi juga untuk
dalam pendidikan sejarah sehingga membangun masa kini dan masa depan
pendidikan sejarah terpaku pada tujuan (Hamid2013: 23).
mengembangkan kemampuan intelektual Dalam berbagai kesempatan dan
peserta didik, dan memandang pendidikan tulisannya, Hamid berusaha mengarahkan
sejarah sebagai suatu disiplin ilmu yang tujuan pendidikan sejarah mencakup
tidak dapat digabungkan dengan disiplin aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
ilmu lain karena merupakan sebuah sesuai dengan taksonomi tujuan
penodaan. Oleh karena itu, menempatkan pendidikan gagasan Bloomsehingga
sejarah sebagai bagian dari Ilmu tidakmengherankan apabila konsep
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah sebuah pendidikan sejarah yang dirancangnya
kekeliruan. Pemikiran esensialisme itu bergerak di ranah kognitif, afektif dan
ditolak konseptor pendidikan sejarah psikomotorik. Ketiga ranah ini dalam
setelah Reformasi. Pada 2003, pemerintah Kurikulum 2013 dijadikan sebagai satu
menerbitkan Undang-Undang No. 20 kesatuan pembelajaran yang saling terkait,
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan dan menjadi kompetensi inti, yakni
nasional. Pendidikan sejarah tidak menjadi tingkat kemampuan yang harus dimiliki
disiplin ilmu tersendiri tetapi digabungkan peserta didik pada setiap tingkat kelas
dengan disiplin ilmu lainnya ( ekonomi, atau program.Kompetensi inti terdiri dari
sosiologi dan geografi) ke dalam IPS (lihat sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan
Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003; Pasal dan ketrampilan.
77J dan 77K PP No. 32 Tahun 2013). Kompetensi Inti Sikap Spiritual (Ki-
Pendukung utama memasukkan l) menggunakan kata kerja operasional
sejarah ke dalam IPS adalah Said Hamid menghayati dan mengamalkan, yakni
Hasan, ahli kurikulum pendidikan sejarah menghayati dan mengamalkan ajaran
dari Universitas Pendidikan Indonesia. agama yang dianutnya; Kompetensi
Ia berpendapat bahwa IPS adalah social Inti Sikap Sosial (Kl-2) menggunakan
studiesseperti yang berkembang diAmerika kata kerja operasional menghayati,
Serikat. Menurutnya, kemunculan social mengamalkan, dan menunjukkan, yaitu
studiesdi Amerika Serikatdilatarbelakangi menghayati dan mengamalkan ajaran
kepedulian agar sej arah dapat memberikan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
dasar-dasar kehidupan demokratis dan peduli (gotong royong, kerja sama, toleran,
kesadaran kebangsaan yang kuat kepada damai), santun, responsif dan proaktif
generasi muda di sana. Oleh karena itu, dan menunjukkan sikap sebagai bagian
ia menjadi penganjur utama pendidikan dari solusi atas berbagai permasalahan
sejarah sebagai bagian IPS dengan asumsi dalam berinteraksi secara efektif dengan
bahwa IPS di Indonesia dapat berperan lingkungan sosial dan alam serta dalam
scbagaimana social studies di Amerika menempatkan diri sebagai cermman
Serikat. Berdasarkan pandangannya bangsa dalam pergaulan dunia.

113
JEJAK NUSANTARA
Volur'le C2 I "ocnor 'I Cesernber 20' LI

Kompetensi Inti Pengetahuan (KI- (KI-2). Sebagai contoh KI-2 mata pelajaran
3) menggunakan kata kerja operasional Sejarah Indonesia Kelas X mempunyai
memahami, menerapkan, menganalisis tiga kompetensi dasar menunjukkan sikap
dan menerapkan, yaitu memahami, tanggungjawab, peduli terhadap berbagai
menerapkan, menganalisis pengetahuan hasil budaya pada zaman praaksara,
faktual, konseptual, prosedural Hindu-Budha dan Islam; meneladani
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang sikap dan tindakan cinta damai, responsif
ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan proaktif yang ditunjukkan oleh tokoh
budaya, dan humaniora dengan wawasan sejarah dalam mengatasi masalah sosial
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan lingkungannya; dan berlaku jujur dan
dan peradaban terkait penyebab gejala dan bertanggungjawab dalam mengerjakan
kejadian, serta menerapkan pengctahuan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah.
prosedural pada bi dang kaj ian yang spesifik Substansi mata pelajaran sesungguh-
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk nya terdapat dalamKompetensiintiPenge-
memecahkan masalah; dan Kompetensi tahuan (KI-3). Oleh karena itu, kata kerja
Inti Keterampilan (KI-4) menggunakan operasionalnya terdiri dari memahami
kata kerja operasional mengolah, menalar, dan menganalisis. Sedangkan kata kerja
dan menyaj i, yaitu mengolah, menalar, dan operasional untuk mencapai Kompetensi
menyaji dalam ranah konkret dan ranah Inti Keterampilan (KI-4) adalah menya-
abstrak terkait dengan pengembangan dari jikan, menalar dan mengolah. Sebagai
yang dipelajari di sekolah secara mandiri, contoh,pembelajaran kompetensi dasar
dan mampu menggunakan metode sesuai untuk mencapai KI-4 mata pelajaran Se-
kaidah keilmuan (lihat Lampiran Peraturan jarah Indonesia Kelas X adalah menyaji-
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. kan infonnasi mengenai kcterkaitan antara
69 Tahun 2013). konsep berpikir kronologis atau diakronik,
Setiap kompetensi 111t1 diperoleh sinkronik, ruang dan waktu dalam sejarah;
peserta didik melalui proses pembelajaran menalar infonnasi mengenai hasil budaya
yang dirumuskan dalam kompetensi praaksara Indonesia termasuk yang berada
dasar. Sebagai contoh KI-1 mata pelajaran di lingkungan terdekat dan menyajikan-
Sejarah Indonesia Kelas X mempunyai nya dalam bentuk tertulis; dan mengolah
dua kompetensi dasar dengan kata kerja informasi mengenai proses masuk dan
operasional menghayati, yaitu menghayati perkembangan kerajaan Hindu-Budha
keteladanan para pem1mp111 dalam dengan menerapkan cara berpikir kronolo-
mengamalkan ajaran agamanya, dan gis, dan pengaruhnya pada kehidupan ma-
menghayati keteladanan para pemimpin syarakat Indonesia masa kini serta menge-
dalam toleransi antarumat beragama dan mukakannya dalam bentuk tulisan.
mengamalkannya dalam kehidupan sehari- Mata pelajaran Sejarah Indonesia
hari. Pencapai-annya dilakukan melalui Kelas X mempunyai 8 kompetensi dasar
proses pembelajaran tidak langsung. untuk mencapai KI-3, yaitu
Pembelajaran tidak langsung juga 1. Memahami dan menerapkan konsep
diterapkan dalam proses pembelajaran berpikir kronologis (diakronik),
kompetensi dasar untuk mencapai tingkat sinkronik, ruang dan waktu dalam
kemampuan Kompetensi Inti Sikap Sosial sejarah.

114
Demokrasi dalam Pendidikan Sejarah Kuriku/um 2013 110 - 119

2. Memahami corak kehidupan 7. Menganalisis berbagai teori tentang


masyarakat pada zaman praaksara. proses masuk dan berkembangnya
3. Menganalisis asal-usul nenek moyang agama dan kebudayaan Islam di
bangsa Indonesia (proto-, deutro- Indonesia.
Melayu dan Melanesoid). 8. Menganalisis karakteristik kehidupan
4. Menganalisis berdasarkan tipologi hasil masyarakat, pemerintahan dan
budaya praaksara Indonesia termasuk kebudayaan pada masa kerajaan Islam
yang berada di lingkungan terdekat. di Indonesia dan menunjukkan contoh
bukti-bukti yang masih berlaku pada
5. Menganalisis berbagai teori tentang
kehidupan masyarakat Indonesia masa
proses dan berkembangnya agama dan
kini.
kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Berdasarkan delapan kompetensi
6. Menganalisis karakteristik kehidupan
dasar K-3 tersebut, materi tentang
masyarakat, pemerintahan, dan
demokrasi bukan merupakan substansi
kebudayaan pada masa kerajaan Hindu-
mata pelajaran Sejarah Indonesia Kelas X.
Buda di Indonesia serta menunjukkan
Materi demokrasi juga tidak menjadi salah
contoh bukti-bukti yang masih berlaku
satu substansi mata pelajaran Sejarah
pada kehidupan masyarakat Indonesia
Indonesia Kelas XI (perhatikanTabel
masa kini.
Kompetensi).
Tab el
Kompetensi Dasar KI-3 Kelas XI

KOMPETENSI DASAR

I. Menganalisis perubahan dan keberlanjutan dalam peristiwa sejarah pada masa penjajahan asing hingga
proklamasai kemerdekaan Indonesia.
2. Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa barat (Portugis, Belanda, Inggris) di
Indonesia.
3. Menganalisis strategi perlawanan bangsa Indoesia terhadap penjajahan bangsa Barat di Indonesia
sebelum dan sesudah abad ke-20.
4. Menganalisis persamaan dan perbedaan pendekatan dan strategi pergerakan nasional di Indonesia
pada masa awal Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda dan sesudahnya sampai dengan Proklamasi
Kemerdekaan.
5. Menganalisis peran tokoh-tokoh nasional dan daerah dalam petjuangan menegakkan negara Republik
Indonesia.
6. Menganalisis dampak po li tik, budaya, sosial, ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan barat
dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini.
7. Menganalisis peristiwa Proklamasi Kemerdekaan dan maknanya bagi kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik dan pendidikan bangsa Indonesia.
8. Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan malrnanya bagi
kehidupan kebagsaan Indonesia masa kini.
9. Menganalisis peran Bung Kamo dan Bung Hata sebagai proklamator seta tokoh proklamasi lainnya.
10. Menganalisis perubahan dan perkembangan politik masa awal kemerdekaan.
11. Menganal isis perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mernpertahankan kemerdekaan dari ancaman
Sekutu dan Belanda.

115
JEJAK NUSANTARA
Volurle 02 I Ncmor 11Desember201LI

PENGABAIAN MATERI Bila dilakukan perbandingan kuantitaif


DEMOKRASI terhadap jumlah kompetensi dasar
Materi demokrasi hanya terdapat KI-3 mata pelajaran Sejarahindonesia,
dalam substansi mata pelajaran Sejarah maka terlihat secara jelas bahwa materi
Indonesia Kelas XII, yakni mengevaluasi demokrasi terabaikan. Jumlah kompetensi
perkembangan kehidupan politik dan dasar menyangkut demokrasi hanya 3
ekonomi bangsa Indonesia pada masa dari 28 kompetensi dasar KI-3 secara
Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, keseluruhan (Kelas X, XI, dan XII).
dan perubahan demokrasi Jndonesia sejak Kenyataan m1 memberikan indikasi
1950-an hingga Reformasi.Pemilihan kata kuat bahwa mata pelajaran Sejarah
kerja opersional evaluasi menunjukkan Indonesia dalam Kurikulum 2013 tidak
bahwa kemampuan pengetahuan tertinggi dioreintasikan untuk memperkuat gagasan,
menjadi tuntutan utama Kelas XII prinsip dan praktik demokrasi.Kerangka
sebagai kelas terakhir jenjang pendidikan dasar kurikulum pendidikan sejarah
menengah. Kemampuan evaluasi dalam Kurikulum 2013 tidak berse-suain
merupakan kemampuan kognitif tertinggi dengan tujuan pendidikan nasional untuk
dalam taksonomi tujuan pendidikan mengembangan potensi peserta didik agar
Bloom. Dengan demikian peserta didik menjadi warga negara yang demokratis
Kelas XII dianggap sudah melewati tahap (lihat Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003).
kemampuan pengetahuan (knowledge), Pendidikan sejarah memiliki
pemahaman (comprehension), aplikasi substansi tentang demokrasi berdasarkan
(application), analisis (analysis), <lan pengalaman berdemokrasi bangsa
sintesis (synthesis) tentang demokrasi. Indonesia. Ketertarikan bangsa
Target melakukan evaluasi dalam Indonesia terhadap gag as an dan
pembelajaran materi demokrasi prinsip demokrasi berlangsung secara
merupakan sebuah lompatan kemampuan evolutif, didahului dengan penyebaran
yang diragukan keberhasilannya karena demokrasi ke Indonesia. Namun substansi
materi demokrasi tidak diberikan pada demokrasi dalam sejarah Indonesia tidak
kelas sebelumnya (Kelas X dan Kelas dimanfaatkan secara maksimal dalam
XI) sehingga peserta didik Kelas XII pendidikan sejarah Kurikulum 2013.
belum memiliki tingkat pemahaman Substansi demokrasi dalam pendidikan
yang mencukupi untuk mengevaluasi sej arah Kurikulum 2013 terabaikan
perkembangan kehidupan politik dan sebagaima terjadi pada kurikulum
ekonomi bangsa Indonesia pada masa sebelumnya.
Demokrasi Liberal dan Demokrasi Dari aspek substansi pendidikan
Terpimpin serta perubahan demokrasi sejarah, Kurikulum 2013 sesungguhnya
Indonesia sejak 1950-an hingga Reformasi. tidak melakukan pembaharuan.
Kekurangan pemahaman terhadap Sebagaimana kurikulum sebelumnya,
gagasan, prinsip, praktik demokrasi substansi pendidikan sejarah Kurikulum
berserta variannya mengakibatkan peserta 2013 juga mencakup zaman praaksara,
didik tidak dapat melakukan evaluasi zaman Hindu-Budha, zaman Islam, zaman
secara benarsesuai definisi taksnonomi pergerakan nasional, zaman Jepang, dan
Bloom. zaman kemerdekaan. Substansi ini tidak

116
Demokrasi da!am Pend1d1kan Sejaran ,~unlw'um 2013 110 - 119

diorientasikan untuk memperkuat gagasan dalam praktik kehidupan. Seharusnya


dan prinsip demokrasi dalam praktik mata pelajaran Sejarah Indonesia
kehidupan berbangsa dan bemegara, menempati kedudukan strategis untuk
dan bahkan sebaliknya memper-lemah mengembangkan demokrasi dengan
dengan memberikan narasi negatif menjadikan pengalaman berdemokrasi
terhadap praktik demokrasi tahun 1950-an bangsa Indonesia sebagai substansi
sebagaimana terdapat dalam pendidikan pendidikan sejarah. Peserta didik perlu
sejarah kurikulum sebelumnya (1975, diberikan pengetahuan yang cukup
1984, dan 1994) sehingga memperlemah terhadap penyebaran paham demokrasi
dukungan peserta didik terhadap gagasan, dari benua Eropa, mulai dari penyebar
prinsip dan praktik demokrasi (Syukur hingga gagasan demokrasi beserta
2013: 151-6). variannya. Data dan fakta sejarah tentang
pengaruh gagasan demokrasi kepada
para tokoh pergerakan kemerdekaan
KESIMPULAN DAN SARAN
seharusnya dapat dijadikan sumber
Kurikulum 2013 memberikan
pembelajaran yang memberikan inspirasi
pembaruan terhadap tujuan pendidikan
kepada peserta didik untuk senantiasa
sejarah di sekolah, yakni pada ranah
mendukung demokrasi.
kogitif, afektif dan psikomotorik.
Pada kurikulum sebelumnya, tujuan Perlu dilakukan perbaikan terhadap
pendidikan sejarah hanya terpaku kompetensi dasar KI-3 mata pelajaran
pada ranah kognitif dan didominiasi Sejarah Indonesia Kurikulum 2013 agar
pandagangan filososfi perenialisme dan lebih sesuai dengan amanat UU No. 20
kemudian esensialisme. Kurikulum 2013 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No.
menggunakan filosofis ekletik dengan 32 Tahun 2013, serta Peraturan Menteri
memadukan perenialisme, esensialisme, Pendidikan dan Kebudayaan No. 67, 68,
humanisme, eksperimenatlisme dan 69 dan 70 tentang tujuan mengembangkan
rekonstruksi sosial. Keterpaduan m1 potensi peserta didik untuk menjadi
bertujuan agar pendidikan sejarah dapat warga negara yang demokratis. Sejak
membantu peserta didik menyelesaikan ber-akhimya pemerintahan Orde Baru
masalah kehidupan yang dihadapi dirinya, padal 998, bangsa Indonesia bersepakat
lingkungan tempat tinggalnya, masyarakat membangun kembali fondasi demokrasi.
dan bangsanya. Hingga sekarang dan masa mendatang
pemerintah masih berjuang menyakinkan
Di antara masalah penting yang
rakyat, khususnya peserta didik, tentang
dihadapi bangsa Indonesia adalah
kebaikan demokrasi sehingga demokrasi
penerapan gagasan dan prinsip demokrasi
menjadi pilihan membangun kembali
bangsa Indonesia.

117
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I :'"ornor ~I Dcsecriccr 20~41

·----·----···----··-····

DAFTAR A CUAN

Blok, J. H. (1971), Mastery Learning: PeraturanMenteri Pendidkan dan


Theory and Practice. New York: Kebudayaan Republik Indonesia
Rinehart and Winston, Inc. No. 54 Tahun2013 tentang Standar
Bloom, B. S., dkk. (1956), Taxonomy of Kompetensi Lulusan Pendidikan
Educational Objectives, Handbook I: Dasar dan Menengah
Cognitive Domain. New York: David PeraturanMenteri Pendidkan dan
McKay. Kebudayaan Republik Indonesia No.
Gentle, J. R. dan J. P. Lalley (2003 ), 64 Tahun2013 ten tang Standar Isi
Standards and Mastery Learning: Pendidikan Dasar dan Menengah
Aligning Teaching and Assesment So PeraturanMenteri Pendidkan dan
All Children Can Learn. Thousand Kebudayaan Republik Indonesia No.
Oaks: Corwin Press, Inc. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Hasan, H. (2012), Pendidikan Sejarah Pendidikan Dasar dan Menengah
Indonesia: Jsu dalam Ide dan PeraturanMenteri Pendidkan dan
Pembelajaran. Bandung: Rizki. Kebudayaan Republik Indonesia No.
Krathwohl, D.R., dkk. (1964), Taxonomy 67 Tahun 2013 tentang Kerangka
ofEducational Objectives, Handbook Dasar dan Struktur Kurikulum
II: Affective Domain. New York: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
David McKay. PeraturanMenteri Pendidkan dan
Supriatna, N. dan Erlina (ed.) (2008), Kebudayaan Republik Indonesia No.
Sejarah dalam Keheragaman: 68 Tahun 2013 tentang Kerangka
Penghormatan Kepada Prof Helius Dasar dan Struktur Kurikulum
Sjamsuddin. Bandung: Jurusan Sekolah Menengah Pertama/
Sejarah, FIPS Universitas Pendidikan Madrasah Tsanawiyah.
Indonesia. PeraturanMenteri Pendidkan dan
Syukur, A. (2013), "Pengajaran Sejarah Kebudayaan Republik Indonesia No.
Kurikulum 1964-2004: Sebuah 69 Tahun 2013 tentang Kerangka
Stabilitas yang Dinamis, " Disertasi Dasar dan Struktur Kurikulum
Doktor. Depok: Universitas Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Indonesia. Aliyah
PeraturanMenteri Pendidkan dan
Sumber Arsip/Dokumen Kebudayaan Republik Indonesia No.
Undang-Undang 70 Tahun 2013 tentang Kerangka
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Dasar dan Struktur Kurikulum
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sekolah Menengah Kejuruan/
Madrasah Aliyah Kejuruan.
Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Kebudayaan Republik Indonesia
No. 32 Tahun2013 tentangPerubahan No. 81A Tahun 2013 tentang
atas Peraturan Pemerintah No. 19 Implementasi Kurikulum
Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.

118
Demokrasi da/am Pend1d1kan Se1arah Kuriku/um 2013 110 - 119

Lampiran Peraturan
Lampiran Peraturan Menteri Pendidkan Lampiran 3 Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Kebudayaan Republik Indonesia
No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka No. SIA Tahun 2013 tentang
Dasar dan Struktur Kurikulum Implementasi Kurikulum: Pedoman
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Kegiatan Ekstrakurikuler.
Aliyah Lampiran 4 Peraturan Menteri Pendidikan
Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
dan Kebudayaan Republik Indonesia No. SIA Tahun 2013 tentang
No. SlA Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum: Pedoman
Implementasi Kurikulum: Pedoman Umum Pembelajaran.
Penyusunan dan Pengelolaan Lampiran 5 Peraturan Menteri Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Pendidikan No. SIA Tahun 20I3 tentang
Lampiran 2 Peraturan Menteri Pendidikan Implementasi Kurikulum: Pedoman
dan Kebudayaan Republik Indonesia Evaluasi Kurikulum.
No. SlA Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum: Pedoman
Pengembagan Muatan Lokal

119
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Desember20141

Ketika Arsip Menjadi Novum


Kontribusi Ilmu Sejarah dalam Penyelesaian
Kasus Litigasi di Indonesia 1

Harto Juwono
Konsultan Kearsipan, Jakarta

Abstract
This pap er attempts to explain the contribution of Hist01y fo r the settlement of litigation cases which is
the domain of Law. History and Law are possible to cooperate in the development of methodologies and
its applications. Th rough its method, History makes a major contribution to the settlement of litigation
cases where it is often difficult fo r Law to solve. With the application of the historical method, especially
in th e field of civil cases that have retroactive effect and historical-nuanced, legal practitioners will be
helped immensely to take objective and fa ir decisions. Meanwhile, f or the historian, the legal method and
approach have p ositive impact for their thinking. The nature oflegal thought that emphasized on normative
approach will suppress the element of subjectivity of historian in their interpretation and reconstruction of
the past.

Keywords: archieve, litigation, the historical method, novum, reconstruction, historical f acts

ada 2013 , sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kekalahan

P dalam perkara litigasi khususnya dalam kasus perdata yang menyangkut aset
mereka. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero menerima kenyataan
bahwa kasasinya atas aset pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Tonsea
Lama ditolak oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan gugatan eksekusi oleh
sekelompok warga menjadi terbuka meskipun masih ada peluang bagi peninjauan
kembali bagi eksekusinya.2 Sementara itu pada saat yang hampir sama, PT Kereta Api
Indonesia (KAI) Persero juga mengalami hal serupa dengan beberapa asetnya, terutama
di Kota Medan yang menyangkut hak kepemilikan emplasemen (kompleks stasiun)
Medan .3 Dalam kasasi ini, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah membuat
keputusan yang mengalahkan PT KAI. Dalam dua kasus tersebut, BUMN terancam
1
Penulis mengucapkan terimakas ih kepada Prof. Dr. Susanto Zuhdi dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Uni versitas Indonesia
yang telah memberi kan saran da lam diskus i singkat tentang tema ini. Begitu pula, ucapan teri ma kas ih penulis kepada Prof. Dr.
Basuki Reksobowo, S.H., M. H., dari Sadan Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agun g Republik Indonesia yang telah
memberikan pemahaman tentang aspek historis da lam penyelesaian masalah sengketa hukum .
2
Gugatan terhadap aset PLN dimulai sejak 200 1, keti ka kepemilikan PLTA Tonsea Lama oleh PT PLN Persero diragukan dan digugat
sej umlah warga yang menyatakan dirinya sebagai pemilik lahan seluas 1,5 hektar itu. Hingga 2007, PK atas keputusan kasasi MA
menyata kan bahwa PT PLN Persero kalah dalam gugatan itu berdasarka n putusan No. 9 1 PK/Pdt/2007. Dalam perlawa nan eksekusi
ya ng diaj ukan oleh PT PLN Persero, melalui putusan No. 3080 K/PDT/20 11 , kasas i tersebut di tolak oleh MA.
3
Kasus ini dimulai sejak 2002 yang berkisar pada lahan milik PT KA I di komp leks Stasiun Medan seluas 7 hektar. Menurut gugatan
PT KA I, lahan tersebut telah dikuasai pihak swasta dan dalam proses litigasi yang berlangsung hingga tingkat kasas i di MA melalui
putusan No. I 040K/Pdt/20 12 tanggal 5 November 20 12, PT KAI mengalami keka lahan.

120
l<euka Ars1p Men;ad1 Novum 120- 132

harus membayar ganti rugi hingga pihak penggugat maupun tergugat. Tulisan
mencapai nilai trilyunan rupiah. ini berusaha untuk mengangkat aplikasi
Dua peristiwa litigasi tersebut hanya metode sejarah dan peran sejarawan dalam
sebagian kecil dari sejumlah besar kasus membantu penanganan proses litigasi.
hukum lain, khususnya perkara perdata,
yang melibatkan BUMN di Indonesia. KRITIK DAN INTERPRETASI:
Suatu gejala yang perlu dicermati dalam PENERAPAN METODE SEJARAH
hal ini adalah bahwa dalam perkara litigasi Baik dalam ilmu hukum maupun ilmu
tersebut, modus operandi pihak lawan
sejarah, data menjadi sumber informasi
BUMN adalah sama yakni menggunakan yang sangat penting. Hal ini terutama
arsip pening-galan rezim kolonial dan
berkaitan dengan dua hal yaitu waktu
menekankan aspek genealogis atau asal- terjadinya peristiwa dan keterkaitan
usul baik individu maupun institusi.
dengan proses penanganan perkara.
Medghadapi tantangan demikian, Waktu terjadinya peristiwa yang sudah
pihak BUMN termasuk satuan hukum berlangsung pada masa lalu sehingga
korporasinya tidak mampu menjawabnya.
tidak mungkin dilakukan pembuktian
Kelemahan BUMN umumnya adalah tidak lapangan untuk direkonstruksi oleh aparat
memiliki data yang senilai baik otentisitas hukum. Oleh karena itu pemahaman dan
maupun legalitasnya dengan data lawan pembuktian terhadap kebenaran atas objek
tanpa mempersoalkan apakah validitas
yang disengketakan hanya bisa dilakukan
dan orisinalitas data lawan sebagai novum
lewat adanya arsip atau data valid yang
bisa dipertanggungjawabkan. 4
dianggap mendukung suatu gugatan atau
Mencermati kondisi terse but, pembelaan terhadap gugatan.
dalam hal m1 arsip hanya menjadi
Namun, meski terpisah dalam
bagian dari upaya untuk menangkal
rentang waktu yang lama, peluang untuk
kekalahan BUMN dan terutama untuk
mengangkut persoalan ini menjadi
menyelamatkan aset negara. Meskipun suatu sengketa perdata di tingkat litigasi
harus diakui bahwa arsip menjadi suatu
sangat luas terbuka. Hal ini disebabkan
novum yang dipertimbangkan oleh
oleh keterkaitan antara objek dan waktu
lembaga kehakiman, proses penanganan
kejadian, yaitu dihubungkan dengan sifat
juga memerlukan langkah lain. Dalam
dan prinsip peraturan perdata yang sering
hal ini pendekatan historis menjadi
berlaku surut (terugerkend inkracht). 5
suatu jawabannya. Melalui pendekatan Dengan sifat itu, peraturan yang dibuat
historis, metode ilmu sejarah akan mampu kemudian bisa diberlakukan bagi kejadian
bukan hanya mendukung pembuktian
atau peristiwa yang muncul sebelumnya
kepemilikan sah atas aset perdata BUMN
melainkan juga menunjukkan nilai 5
Dalam ha! ini perlu dipahami apa yang dimaksud "berlaku
otentisitas dan orisinalitas novum, baik surut" dalam hukum tersebut. Dalam sistem hukum positif
Belanda. berlaku surut tidak bisa diterapkan ketika sistem
hukum yang diberlakukan berbcda. Dengan kata lain sistcm
4
Kasus kcpernilikan asct PT PLN Pcrscro di Tonsea Lama. hukum yang berbeda menuntut penanganan suatu perkara
digugat oleh sekelornpok warga yang rnenggunakan bukt1 dengan peraturan pcrundangan yang berlaku pada masa 1tu.
bcrkas kcpernilikan tanah yang dikcluarkan olch hukurn tua Misalnya ketika suatu peristiwa yang dibuktikan dengan sebuah
setempat pada 1920. Sernentara itu, perkara ernplasernen novum yang berasal dari era kolonial sebelum penggunaan
Medan yang rnelibatkan PT KAI Persero berkaitan dengan novurn tersebut harus dilakukan uji materi terhadap 1si novum
kepemilikan lahan sebagai bagian dari hak konsesi Deli berdasarkan aturan yang berlaku ketika novum dibuat (lihat de
Spoorweg Maatschappij sejak 1883. Gtoote 2005: 56).

121
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Deserlber20141

sej auh tidak ada perbedaan dalam sis tern Dalam tahap penelusuran data atau
hukum. Selain itu, sistem hukum yang heuristik, terdapat kesamaan antara
berlaku di Indonesia memungkinkan sejarawan dan praktisi hukum. Kedua
banyak peraturan yang merupakan disiplin ilmu ini, baik teoritis maupun
adopsi atau bahkan masih mendasarkan aplikatif, membutuhkan data yang otentik,
ketentuannya pada sistem hukum era orisinal dan objektif sebagai dasar dan
kolonial. 6 titik tolak langkah lebih lanjut. Semakin
Untuk bisa mendapatkan penjelasan banyak data yang terkumpul, semakin luas
yang memadai dan menempatkan objek informasi yang diperoleh, dan semakin
perkara secara tepat dan obyektif, metode objektifkesimpulan yang diambil. Dengan
penelitian sejarah bisa memberikan demikian, pada tahap ini antara keduanya
kontribusi. Dalam empat tahap yang masih bertolak pada prinsip dan langkah
dilalui, yaitu heuristik, kritik, interpretasi kerja yang sama.
dan rekonstruksi, praktis hampir semuanya Perbedaan mulai muncul pada tahap
juga diperlukan oleh para ahli hukum dan kedua, yakni kritik sumber. Dalam metode
praktisi hukum dalam memandang suatu sejarah, kritikmenjadi bagian yang penting
peristiwa yang dinyatakan sebagai objek sebelum sejarawan melakukan interpretasi
sengketa dalam proses litigasi. Namun, terhadap 1s1 data untuk mengambil
tidak selalu praktisi hukum menggunakan fakta. Sejarawan akan melakukan kritik
langkah tersebut, dan juga tidak semua intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern
ahli hukum memahaminya. Meski dalam digunakan untuk menguji fisik data
metode penyidikan dan metode penelitian sementara kritik intern mengarah pada
mereka memiliki langkah tersendiri, pada isi data. Masing-masing kritik memiliki
praktiknya langkah tersebut berbeda standar tersendiri untuk menilai validitas
dengan langkah dalam metode sej arah. data secara objektif.
Bukti hal ini adalah masih ditemukan Dalam kritik ekstern, setidaknya empat
data palsu yang digunakan dalam proses hal perlu dipertimbangkan yaitu otentisitas,
litigasi dan mendapatkan kemenangan orisinalitas, subjektivitas dan integritas.
dalam vonis lembaga pengadilan. 7 Otentisitas dan orisinalitas mengarah
pada era dan pembuat data. Dalam ha! ini
6
Beberapa pcraturan yang menjadi contoh, selain Ki tab terdapat pertanyaan yang perlu dijawab
Undang-Undang Ilukum Pidana dan Pcrdata, adalah UU
Kewarganegaraan yang scbclumnya masih mengacu pada oleh data itu yaitu apakah data dibuat pada
Staatsblad 19 I 7 dan baru dipcrbarui pada 2006. Begitu pula zaman yang dirujuknya dan apakah dibuat
dengan peraturan dalam pcnctapan jenis dan pajak atas tanah
yang sampai I 985 masih mcnggunakan Inlandsch Verponding oleh pelaku yang menyaksikan peristiwa,
Ordonnantie 1923, dan baru dicabut serta diganti dengan UU
Pajak Bumi dan Bangunan.
atau mereka yang dianggap berwenang
7
Dalam pandangan para ahli dan praktisi hukum, perlu
membuatnya. Subjektivitas lebih
dibcdakan antara data yang palsu dan data yang tidak asli. menyangkut pada tujuan pembuatan data
Data yang palsu sudah bisa dipastikan menjadi bagian dari
tindakan pidana yang memerlukan penyelidikan secara
sementara integritas melihat kelengkapan
khusus, sementara itu data tidak asli bukan menjadi bagian data (Jessup dan Coackley 1979: 10). 8
dari tindakan pidana. Data tidak asli dalam ha! ini dipahami
sebagai salinan yang memerlukan lcgalisasi dari lcmbaga yang Kritik intern menmJau is1 data
berwenang, dan bila data yang dianggap asli tidak ditcmukan,
dengan melewati proses pertimbangan dan pcrsyaratan tertentu,
berdasarkan materi, konteks dan struktur.
data tidak ash bisa dianggap sebagai mewakili data asli. (lihat
8
Wagner 2014: 633). Mcngacu pada Maurice Matlof, "The Nature of History."

122
i<etfi<a Ars1,0 /v/eruadi 120-132

Materi data menyangkut bentuk tulisan, Perbedaan tersebut menjadi semakin


gaya bahasa, gramatika bahasa, dan tata nyata dalam tahap interpretasi setelah
kalimat. Konteks data lcbih menekankan kritik sumber. Interpretasi yang digunakan
pada aspek relevansi data dengan objek oleh sejarawan dimaksudkan untuk
yang akan dikaji melalui data itu. Struktur mengambil makna dari data yang telah
lebih mengarah pada aspek korespondensi dikritik, dan hasilnya disebut sebagai
administratif, seperti jenis surat, bentuk fakta. Fakta sejarah terdapat dalam
dan tujuan surat, sifat data dan posisinya pikiran sejarawan atau pencliti, dengan
dalam sistem administrasi. demikian masih bisa dianggap sebagai
Dari kedua jenis kritik terse but, metode ide yang keabsahannya ditentukan oleh
sejarah bisa memberikan konstribusi bagi subjektivitas sejarawan (Sreedharan 2007:
penyelesaian sengketa hukum karena 57). 9 Sementara itu dalam pandangan
dalam hal ini bisa melcngkapi metode ilmu hukum, fakta adalah sesuatu yang
hukum dengan langkah-langkah kritik sudah menjadi kenyataan dan bisa dilihat
data yang seperti dimaksudkan. Manfaat atau dirasakan oleh orang lain sebagai
dari kenyataan ini adalah selain bisa bentuk kebenaran objektif. Bertolak dari
ditemukan novum palsu, banyak bukti pandangan ini, fakta hukum bisa berwujud
yang diajukan sebagai novum dalam sebagai materi seperti bangunan, tindakan
persidangan di lembaga pengadilan mulai menguasai, kepemilikan dan tindakan
dari Pengadilan Negeri hingga tingkat yang menimbulkan kerugian materi dan
kasasi dan bahkan Peninjauan Kembali nonmateri dalam kasus pidana. 10
yang sebenamya tidak menunjukkan Perbedaan fakta antara kedua disiplin
relevansi yang jclas dengan objek perkara ilmu itu tidak bisa dilepaskan dari
dapat dihindari. Hal ini membuktikan metode interpretasi yang digunakan oleh
bahwa aspek kontekstual seperti dalam keduanya. Ilmu scjarah menggunakan
kritik intern dapat diterapkan. Hal ini interpretasi yang berasal dari disiplin
sangat penting karena akan mempengaruhi ilmu filsafat, yaitu hermeneutik. Dengan
kualitas dan bahkan objektivitas vonis menggunakan hermencutik, sesuai dengan
lembaga pengadilan. jenis dan tujuannya, sejarawan berharap
Dalam persoalan yang disebutkan pada bisa mendapatkan fakta yang objektif dan
awal tulisan ini, salah satu kasus perdata benar dari data yang tel ah dikumpulkannya.
menunjukkan terdapat kelemahan dalam Masing-masing fakta yang diperoleh dari
aspek subjektivitas dari kritik ekstem. hasil analisis kcmudian dirangkai sebagai
Sebuah novum yang mengalahkan salah dasar utama bagi rekonstruksi peristiwa
satu BUMN dibuat berbeda dari angka sejarah, dan hal ini dilakukan melalui
tahun yang tertera dan ada indikasi tujuan
tertentu bagi pembuatannya. Oleh karcna 9
Dalam hal ini arti pcnting intcrprctasi mcmpengaruhi setiap
itu aspek subjektivitas akan mampu f'akta yang diambil olch scjarawan.
1
menyatakan bahwa novum sebenamya °Fakta hukum diyakini scbagai suatu pcrisfr\,va yang scsuai
dcngan situasi model yang telah tcrsusun dan oleh karenanya
tidak sah atau tidak valid, yang berdampak memiliki dampak hukum. Fakta ini bisa terjadi dengan atau
pada pembatalan gugatan perdata atau tanpa intcrvcnsi para pclaku atau mcrcka yang terlibat dalarn
kasus hukum yang rclcvan dcngan fakta tcrscbut. Jadi, ha\ ini
bahkan mengarah pada bentuk penyidikan berbeda sama sekali dengan fakta sejarah (lihat Merryman
yang menuju pada kasus pidana. 2007: 76).

123
JEJAK NUSANTARA
Vo:ume O? ! Nomor 11Deserrbe•20141

proses sintesa fakta (Zed 2008: 76). 11 untuk menyajikan kembali penst1wa
Disiplin ilmu hukum tidak yang telah terjadi di masa lalu seobjektif
menggunakan hermeneutik karena mungkin. Sernentara itu dalam ilmu
dianggap akan mengarah pada interpretasi hukum, rekonstruksi merupakan langkah
individu yang kontekstual. Para praktisi dan untuk mengungkapkan kernbali proses
ilmuwan hukum menggunakan interpretasi yang telah terjadi sehingga bisa dinilai
normatif. Tujuannya menghindari berdasarkan aturan-aturan sah yang berlaku
subjektivitas yang muncul dari unsur- untuk mempertimbangkan keputusan akhir.
unsur di luar teks data. Interpretasi Mengingat ilmu sejarah lebih banyak
normatif membatasi diri pada apa yang bersifat teoritis dan eksplanatif-berbeda
tertera pada teks, atau disebut sebagai dengan ilrnu hukum yang aplikatif
interpretasi tekstual, yang membedakan rekonstruksi sebagai tahap akhir metode
dengan interpretasi kontekstual sejarawan penelitian sejarah menjadi sarana untuk
umurnnya. Dengan perbedaan dalarn dua rnenarik suatu kesimpulan dari hasil
tahap rnetode ini, kritik dan interpretasi, pernikiran dan analisis atas sintesa fakta oleh
fokus dan rekonstruksi yang dilakukan sejarawan. Dengan demikian pandangan
oleh kedua disiplin ilmu j uga menunjukkan subjektif sejarawan bukan terletak pada
perbedaan. Hal ini akan tampak dalam rekonstruksi melainkan pada kesimpulan.
penilaian akhir terhadap objek perkara Dalam rekonstruksi, sejarawan masih
(Greenwalt 1992:75). 12 dituntut sikap yang objektif sementara
dalam kesimpulan justru subjektivitas
menopang penilaiannya terhadap hasil
REKONSTRUKSI: KESIMPULAN rekonstruksinya (McCarthy 2001: 142).13
DANVONIS
Sebaliknya dalam ilrnu hukum
Setelah rnelewati dua tahap dalam
atau proses hukum, rekonstruksi bukan
metode penelitian tersebut, kedua disiplin
rnerupakan tahap akhir. J ustru rekonstruksi
ilmu kembali memasuki tahap yang sama,
sering dianggap sebagai awal dari proses
yaitu rekonstruksi. Rekonstruksi menjadi
melakukan tahap penilaian atau bahkan
suatu bentuk penyajian kembali terhadap
penyelidikan atas aspek atau bagian
apa yang pemah terjadi, Dalam ilmu
tertentu yang membutuhkan penajaman.
sej arah, rekonstruksi merupakan bentuk
Meskipun ada perbedaan antara perkara
laporan atas hasil penerapan metode
pidana dan persoalan perdata, rekonstruksi
penelitiannya, yang merupakan upaya
rnenjadi sarana bagi para praktisi hukum
11
Zed mcnycbutkan bahwa dalam proses sintesa ini. terjadi untuk mernulai proses pernbentukan
pcrpaduan, pcrhandingan dan penyusunan isu serta bukti ketika opm1 mereka. Tujuan mereka adalah
mcncrangkan secara terinci tentang apa yang menyangkut
pokok penelitian. Dalam ha! ini, pembuktian tcrhadap rnernbuat opini yang subjektif, seperti
dukungan data menjadi sangat penting seperti proses pengajuan
novum dalam aplikasi hukum. 13
weber mengatakan bahvv·a objcktivitas akan muncul karena
12
Di sini, interprctasi nonnatif dibcdakan dari interpretasi adanya imajinasi sejamh dan rckonstruksi kontra~fakta.
deskriptif. Sejarawan lebih banyak mcnggunakan interpretasi Apa yang dimaksudkan Weber adalah bahwa fakta sejarah
deskriptifkarena ia akan menyajikan basil rekonstruksinya hanya ada ketika fakta itu memang mempengaruhi tc~jadinya
dalam bentuk eksplanasi yang terbuka bagi pcluang multitafsir. peristi\:va. Jika suatu fakta yang menjadi imajinasi scjarawan
Scmcntara itu interpretasi normatif cenderung membatasi tidak mcnyehabkan atau mengakibatkan terjadinya pcristiwa.
pcluang itu karena herpegang pada pemahaman normatif hal itu tidak bisa disc but sebagai fakta. Apa yang menarik
tcntang norrna yang berlaku sebagai pedoman dan sekaligus di sini adalah bahwa pandangan Weber ini dipengaruhi olch
tujuan (it deals with questions of what people should do, an pandangan dari ilmu hukum yang dilontarkan olch Johannes
aspect of much legal interpretation). von Krics tentangjurispmdensi dan kriminologi.

124
Kenka Ars1p /'v1enjad1 /\)ovum 120- 132

halnya kesimpulan sejarawan. Akan pada novum yang terdiri atas data arsip,
tetapi jika sejarawan mengakhiri tugasnya sarana untuk menilainya sering kurang
dalam menyajikan kesimpulan, praktisi dipertimbangkan.
hukum menyampaikan pendapat untuk Dalam melakukan rekonstruksi, para
dipertimbangkan oleh lembaga peradilan, praktisi hukum tidak mempunyai sarana
dalam hal m1 majelis hakim yang penilaian terhadap objektivitas peristiwa
berwenang dan bertanggung jawab untuk kecuali dengan menggunakan peraturan
mengambil keputusan. 14 yang berlaku pada saat persidangan
Opini yang didukung bukti atau novum atau penyelidikan berlangsung. Ketika
oleh para ahli hukum, seperti halnya objek penstlwa muncul dan terjadi
kesimpulan akhir oleh sejarawan, akan dalam kurun waktu yang berbeda dengan
dibandingkan atau dihadapkan dengan proses rekonstruksi, hal itu tentu saja
opini pihak lawan, apakah tergugat atau menimbulkan suatu ketimpangan penilaian
terdakwa. Proses perbandingan dua opini yang oleh sejarawan sering disebut
ini menjadi inti dari proses Jitigasi setiap sebagai anakronisme. Anakronisme adalah
Jembaga peradilan. Dalam hal ini majelis melakukan penilaian terhadap suatu
hakim bertindak dalam posisi yang netral penstlwa dengan menggunakan sudut
untuk menilai sampai di mana objektivitas pandang yang berbeda periodenya (Fischer
masing-masing pihak dan akhimya juga 1970: 133). Hal ini bukan hanya membawa
objektivitas dalam membenarkan atau pada penarikan kesimpulan yang berbeda,
memenangkan salah satu pihak dengan tetapi jug a mendorong sikap subj ekti f yang
opininya. Jadi hakim bukan hanya menilai lcbih dominan daripada penilaian objektif.
kualitas objektif dari mereka yang terlibat, Kondisi anakronis terjadi karena
tetapi dirinya juga harus bertumpu pada ada perbedaan dalam sistem hukum
objektivitas untuk membuat keputusan antara periode yang dibedakan oleh
akhir yang disebut sebagai vonis. struktur kekuasaan. Di Indonesia, sistem
Dalam proses tersebut, kembali hukum kolonial diberlakukan pada masa
kontribusi ilmu sejarah akan muncul. penjajahan Belanda dan terutama ketika
Kelemahan yang terjadi dalam penanganan pemerintah kolonial Belanda menerapkan
perkara yang dijadikan sebagai objek prinsip konkordantie, yaitu pemberlakuan
litigasi adalah ketimpangan antara objek dan hukum positif Barnt model Eropa untuk
sarana untuk menilai atau membedahnya. wilayah jajahan di Hindia Belanda. Hal
Terutama hal ini terj adi ketika objek perkara itu ditandai oleh penerbitan Regeerings
memiliki nilai dan latar belakang historis. Reglement 1854 yang memperbarui sistem
Mengingat objek telah terjadi pada masa hukum yang telah ada dan mengawali
lalu, dalam arti dalam konteks temporal sistem hukum baru sampai akhir masa
yang berbeda dengan masa penilaiannya, pemerintahan kolonial Belanda pada
dan para penilainya tidak selalu mengetahui 1942. 15
sendiri peristiwa itu tetapi harus tergantung 15
Pcngundangan Regeerings Reglement (RR) pada 1854,
14 yang dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie 1855,
Rckonstruksi dalam arti kata yuridis scbenamya lebih banyak menandai periode barn dari scjarah hukum di Indonesia karena
digunakan dalam konteks pidana. Pcngcrtian ini mulai muncul sejak itu prinsip hukum positifBarat diberlakukan bagi rakyat
pada akhir abad kc-19 ketika ada upaya untuk menganalisis Hindia Bclanda sebagai koloni. Meski sejak 1830 telah berlaku
kcjahatan terhadap harta (prope11y crime). Tujuannya untuk RR, pada hakikatnya ada pcrbedaan besar antara keduanya
memastikan struktur kej ahatan dan bcratnya hukuman (lihat karcna dalam RR 1854 dasar-dasar aplikasi hukum Barnt lcbih
Lacy, Wells dan Quick 2003: 322). jelas tcrmasuk juga objcknya, yaitu status kekawulaan di tanah
koloni (lihat Mirandole 1867:16-7).

125
JEJAK NUSANTARA
Volc"me 021NCJmor1' Desernoer 2014'

Meski sistem hukum kolonial telah diketahui oleh para ahli dan praktisi
berakhir secara resmi seiring sumtnya hukum sekarang.
kekuasaan rezim Hindia Belanda, Dalam situasi tersebut, bisa diduga
perangkat dan stmktur hukumnya masih bahwa para praktisi hukum terjebak
berlaku dan diadopsi oleh pemerintah dalam persoalan kontekstual. Persoalan
Republik Indonesia setelah 1945. Lembaga kontekstual tidak bisa diselesaikan dengan
peradilan dan institusi hukum lainnya pendekatan tekstual, seperti tuntutan
yang merupakan warisan dari stmktur penerapan metode interpretasi nonnatif.
hukum Belanda tetap difungsikan bahkan Penyelcsaian kasus tersebut, temtama
memiliki nilai yang lebih strategis dan lebih ketika sejumlah aturan hukum khususnya
berwenang dibandingkan institusi hukum perdata terdapat kcmungkinan berlaku
adat yang berlaku sebelum penerapan surut, hams dikembalikan pada konteks
hukum positif. temporalnya. Dengan kata lain, konteks
Selain itu, warisan sistem hukum ketika objek peristiwa itu muncul hams
kolonial tampak dari aturan yang masih dijelaskan dan dinilai berdasarkan aturan
berlaku. Meski ada upaya pemerintah yang berlaku saat itu. Dalam hal ini
Republik Indonesia untuk menyusun kontribusi ilmu sejarah kembali diperlukan
peraturan yang berbeda dan lebih bercorak dengan tahap rekonstruksinya.
nasional daripada kolonial, ha! itu masih Meski rekonstmksi sejarawan tidak
memerlukan waktu dan tenaga yang lama dimaksudkan untuk menarik kesimpulan
sehingga produk hukum yang dihasilkan yang dijadikan vonis, kesimpulan
masih belum bisa segera diterapkan. sejarawan bisa dipertimbangkan oleh
Selama masa penantian ini, aturan hukum hakim dalam membe-rikan pcnilaian
positif kolonial masih tetap diterapkan terhadap adu opini dan novum para
sebagai pedoman hukum. Selain itu juga pelaku litigasi. Kesimpulan sejarawan
banyak aturan hukum yang baru dibuat m1 kemudian bisa diangkat sebagai
temyata mengandung adopsi dari sebagian history opznzon (pendapat sejarawan)
aturan yang telah berlaku pada era kolonial. yang memiliki kedudukan sah dan fonnal
Pembahan yang terjadi dalam seperti halnya legal opinion atau pendapat
peraturan tersebut temtama ketika proses ahli hukum. 16
Indonesianisasi produk hukum mulai Dengan menjadikan history opinion
menunjukkan hasilnya, diikuti dengan sebagai kesimpulan, aspek subjektivitas
pembahan pandangan yang menganggap dalam kesimpulan hasil rekonstmksi oleh
bahwa hukum kolonial tidak lagi berlaku sejarawan tidak lagi dianggap sebagai
dan digantikan dengan sistem hukum kendala untuk menarik pendapat. Hal ini
nasional. Hal tersebut memang benar,
namun kelemahan muncul ketika peristiwa 16
Legal opinion adalah pcndapat hukum yang bersifat normatif
yang menjadi objek hukum terjadi sejak dan netral untuk memberikan dasar bagi pengambilan
kcputusan atas suatu objck pcrkara. Opini ini terdiri atas tiga
era kolonial dan belum selesai hingga macam. yaitu opini tidak bersyarat scpcrti yang diterapkan
oleh seorang pengacara tcrhadap fakta hukum sebagai bcntuk
masa pemerintahan nasional, bahkan kcsimpulan yang bebas dan tidak mcngikat, opini bersyarat
hingga sekarang. Sementara itu peraturan yatu opini yang mengandung pcngecualian atau batasan-batasan
yang tidak berlaku pada kasus khusus, dan opini beralasan
yang saat itu berlaku tidak lagi digunakan atau yang membutuhkan penjelasan yaitu untuk mcnjclaskan
atau bahkan tidak lagi ditemukan dan hubungan antara aturan dalam hukum scndiri dan fakta hukum
yang ada (lihat Sterba 2003: 11 2).

126
-·------------··-·---- - - - - --------
l<et1ka Arstp ,~l/er~,.adl i\lovum 12C- 132

- - - . ---------- -------

disebabkan oleh pertimbangan bahwa bentuk kenyataan yang terwujud. 17


opini tersebut berasal dari tenaga ahli Bertolak dari pandangan tersebut,
di bidangnya, yang dalam hal perkara keduanya memiliki perbedaan yang
tersebut dianggap netral. Netralitas ini menentukan dalam menggunakan
diperoleh dari kcnyataan bahwa antara ars1p serta mempengaruhi hasil akhir
peristiwa dan penilaian terdapat rentang dari proses verifikasi baik terhadap
waktu yang berbeda, dan sejarawan arsip maupun terhadap seluruh hasil
sebagai pembuat opini tidak terlibat dalam rekonstruksi faktanya. Suatu perbedaan
peristiwa tersebut atau tidak memiliki yang paling besar adalah pandangan
kepentingan yang subjektif sehingga dari kalangan ahli dan praktisi hukum
pendapatnya bisa dijadikan sebagai dasar bahwa produk merupakan hal yang paling
untuk menambah pertimbangan majelis penting, sementara bagi sejarawan produk
hakim dalam membuat vonis. tidak mungkin bisa dipahami atau diuji
kebenarannya tanpa melihat suatu proses.
ARSIP SEBAGAI NOVUM Bagi ahli hukum, produk menjadi
Selain perbcdaan dalam metode yang terpenting sebab dengan produk,
antara ilmu sejarah dan ilmu hukum, semua perubahan struktur akan terjadi.
dan kontribusi metode sejarah dalam Apapun proses yang ditempuh, produk
proses dan penyelesaian masalah litigasi, sebagai hasil akhir menjadi titik tolak dan
keduanya memiliki kesamaan tetapi dasar legalitas yang tertinggi bagi suatu
sekaligus perbedaan pada suatu hal, pengambilan keputusan, pembuatan sistem
yaitu penelusuran dan penggunaan arsip hukum dan bahkan pembentukan struktur
sebagai bahan bukti. Kedua disiplin ilmu barn. Meskipun proses berlangsung lama
tersebut mengakui arsip menjadi sumber dan rumit atau kompleks, hal itu tidak
informasi yang valid dan formal sehingga terlalu dipersoalkan sejauh tidak terdapat
memiliki nilai yang penting dan strategis penyimpangan dari sistem yang berlaku
sebagai sarana pembuktian melalui proses dan masih berada di dalam lingkup struktur
rekonstruksi. hukum yang sah. Produk yang muncul
Terlepas dari proses dan aktivitas dari proses tersebut menjadi puncak dari
penelusuran arsip, yang dalam ilmu semuanya dan digunakan sebagai landasan
sejarah disebut sebagai heuristic, berpijak yang sah dan valid.
pandangan kedua ilmu terse but Dalam konteks historis, Agrarische
menunjukkan perbedaan dalam menilai Wet (Undang-Undang Agraria) yang
arsip itu sendiri. Perbedaannya terletak diterbitkan oleh pemerintah Belanda
dan tidak bisa dilepaskan dari perbedaan pada 1870 telah melewati suatu proses
pemahaman fakta di antara keduanya. yang panjang, dimulai sejak hasil laporan
Dalam ilmu sejarah, fakta merupakan 17
J. F. M. Hunter, "On Wheler History Has a Meaning." dalam
hasil pengangkatan makna dari informasi van der Dussen dand Rubinoff ( 1991: I 06 ). Sejarawan E. H.
yang dimuat oleh arsip dan masih bersifat Carr membedakan antara fakta scjarah dan fakta dasar (basic
fact)_ Menurut Carr, fokta dasar masih merupakan kenyataan
abstrak dalam pemikiran sejarawan, yang mentah, dalam arti bclum diinterpretasikan olch sejarah.
sementara fakta hukum lebih merupakan Interpretasi sejarawan atas fakta dasar yang mcnghasilkan
pendapat dalam pikiran sejarawan disc but sebagai fakta
sejarah. Dari situ bisa diduga bahwa fakta hukum sebagai suatu
kenyataan merupakan fakta dasar menurut vcrsi Carr.

127
JEJAK NUSANTARA
Volu1T,e 021Nomor11Deserlber201LI

penelitian oleh Gubemur Jenderal Wet yang menjadi dasar hukum bagi
Duymaer van Twist pada 1852 terhadap peraturan tentang status tanah dan sistem
kondisi kehidupan social-ekonomi kepemilikan tanah di Jawa dan Madura,
masyarakat Hindia Belanda, khususnya di luar Vorstenlanden dan tanah-tanah
di daerah yang terkena pemberlakuan partikelir (particulier landerijen ). 20
Cultuurstelsel. Laporan m1 menjadi Dari perkembangan tersebut, para
dasar perdebatan bukan hanya apakah ilmuwan dan praktisi hukum menekankan
Cultuurstelsel perlu dipertahankan titik berat pada produk, yaitu Agrarische
kelangsungannya, melainkan jug a Wet. Mereka menganggap bahwa Undang-
perlukah penataan baru terhadap sistem Undang ini merupakan puncak tertinggi_
kepemilikan tanah di Hindia Belanda, yang dibutuhkan karena memiliki nilai
khususnya di Jawa dan Madura. 18 legalitas sebagai dasar pembuatan
Fenomena di atas menjadi agenda peraturan lain sekaligus sebagai payung
perdebatan yang terus-menerus di hukum bagi aplikasi dan pembentukan
kalangan sejumlah anggota parlemen struktur baru. Bagi mereka, proses menuju
(Tweede Kamer) di Den Haag, yang pembentukan dan terwujudnya undang-
melibatkan perbedaan dari kepentingan undang itu tidak terlalu penting untuk
hingga ideologi. Di satu sisi mereka yang dipertimbangkan kecuali terbatas sebagai
menghendaki dominasi eksploitasi oleh latar belakang. Ketika hal itu diterapkan
negara mendukung sistem yang mirip dalam pemahaman mereka tentang arsip,
dengan Cultuurstelsel jika sistem itu mereka menganggap bahwa arsip yang
memang harus diakhiri, sementara di sisi memuat proses perdebatan di parlemen
lain mereka yang menginginkan kebebasan dan pandangan yang mendasarinya
berusaha di tanah koloni menghendaki sebagai klasifikasi arsip korespondensi
sistem baru yang mengeliminasi peran yang hanya bemilai otentik tetapi tidak
negara. 19 Mengingat keduanya mempunyai memiliki nilai legalitas. Sebaliknya
objek yang sama yaitu tanah, penduduk produk perdebatan itu, yaitu Agrarische
dan hubungan antara tanah-penduduk, Wet 1870, dianggap sebagai arsip yang
ketiganya menjadi sasaran perdebatan
bagi bentuk pengaturannya yang baru.
20
Basil perdebatan itu adalah Agrarische staatsblad van Nederlandsch lndie 1870 nomor 55. UU
ini mengecualikan Vorstenlanden (daerah raja-raja Jawa
18 di Surakarta dan Yogyakarta) dengan pertimbangan
Lihat van Twist (1863: 104). Scbenarnya hasil penyelidikan
van Twist tidak sekaligus mcngakhiri Cultuurstelsel, namun bahwa kekuasaan alas wilayah itu tidak dijalankan oleh
mcngusulkan pada penggantian kerja wajib dengan kerja pemerintah Hindia Bclanda melainkan oleh raja-raja Jawa
bcbas dan hal itu disahkan dalam sebuah undang-undang demi yang menerapkan aturan hukum adat mereka. Sementara itu
kepastian bukum bagi pelaksanaannya. Van Twist mcnyatakan tanah-tanah partikelir mempunyai peraturan scndiri yang
bahwa ide terscbut bisa diwujudkan berdasarkan pada kontrak dimuat dalam Staatblad van Nederlandsch Tndic 1836 nomor
langsung antara negara dan rakyat dengan sistcm upah atau 19. yang menyatakan bahwa tuan tan ah memiliki hak milik
rakyat dibcri kesempatan bekerja di luar kewajiban kcrja adat. mutlak atas tanah dan berdasarkan hak milik itu ia berhak
melakukan pemungutan scpcrti yang dilakukan oleh negara alas
19
Sejarawan Belanda Cornelis Fasscur mcnegaskan bahwa penghuninya (uit kracht van de directe eigendomrecht, is h\j
pertentangan antara kcdua kepentingan ini. khususnya bevocgd tot het heffen van een andeel in den oogst of opbrengst
desakan kelompok pcngusaha liberal yang dimotori oleh para van alle gronden, die door de Inlandsche bevolking bebouwdt
pengusaha gula di Jawa, lebih dominan dalam mengakhiri of vruchtgevende gemaakt zijn of word en). Lihat van Assen
Cultuurstclscl daripada tulisan atau kritik para tokob humanis (1872: 29).
sepcrti Dou\VCS Dekker dengan Max Havelaar dan Baron van
Hoevel[, Pemerintah Belanda lebih mcmpcrtimbangkan prospek
keuntungan ckonomi yang muncul dari eksploitasi olch modal
swasta daripada suara humanis untuk menghormati hak-hak dan
martabat orang pribumi (lihat Fasseur 1992: 227).

128
Ket1ka Ars1p /V/enjadi Novum 120· 132

mengandung nilai legalitas. 21 Bagi sejarawan, antara proses dan


Hal serupa juga diterapkan bagi jenis produk tidak bisa saling dipisahkan.
produk hukum lain seperti surat keputusan Keduanya mempunyai nilai dan
(besluit) terutama yang dikeluarkan oleh bobot yang sama, karena ilmu sejarah
pejabat kolonial yang berwenang untuk itu menganggap keduanya menjadi bagian
atau lembaga hukum yang berhak untuk dari peristiwa masa lalu yang sama-sama
itu. Bagi lampiran surat-surat keputusan, berperan dalam membentuk suatu struktur
seperti agenda atau surat-surat pejabat baru. Tanpa proses tidak mungkin ada
tinggi koloni, semua diklasifikasikan produk, sebaliknya proses tanpa produk
sebagai arsip korespondensi dan hanya merupakan suatu rangkaian peristiwa
bemilai administratif. Arsip demikian tidak tak bermakna. Dengan demikian, bagi
bisa dijadikan sebagai dasar pembuatan sej arawan antara proses dan produk
keputusan terutama untuk proses litigasi berlaku hubungan kausalitas, yang jika
perdata atau tata us aha negara. Hanya dalam ditarik lebih jauh sebagai suatu bentuk
proses penyidikan untuk kepentingan rangkaian fenomena, akan bisa diangkat
pidana, arsip administrasi bisa digunakan sebagai suatu bentuk pola khusus.
sebagai novum karena lebih difokuskan Dengan menggunakan contoh
pada subjek daripada materi penyidikan. tersebut, kelahiran Agrarische Wet 1870,
Pandangan tersebut bukan hanya bagi sejarawan, tidak bisa dipisahkan
berlaku bagi produk hukum pada era dari latar belakang penerapan kebijakan
kolonial, melainkan juga di bawah dominasi negara yang terwujud dalam
sistem pemerintahan nasional Republik Cultuurstelsel. Oleh karena itu kemunculan
Indonesia. Undang-Undang Nasionalisasi produk hukum ini hanya merupakan akibat
1958 dan Undang-Undang Pokok Agraria dari suatu rangkaian peristiwa penting
1960, misalnya, dua produk hukum yang dan strategis yang menentukan kebijakan
sangat mempengaruhi aset kekayaan kolonial. Dengan kata lain, sejarawan
negara, lebih ditekankan pada bentuk lebih menekankan kepentingan kolonial
produknya daripada proses pembuatannya. yang lebih dominan daripada Agrarische
Begitu juga dengan bentuk peraturan atau Wet itu sendiri. Dengan memahami
perundang-undangan lain yang dihasilkan kepentingan kolonial yang dominan
oleh proses hukum dan oleh lembaga dalam sistem eksploitasi ekonomi di tanah
formal yang berwenang pada masa koloni, sejarawan bisa memahami isi
pemerintahan nasional, sejauh termasuk Agrarische Wet secara lebih objektif tanpa
dalam tata perundang-undangan nasional harus melakukan interpretasi normatif
Indonesia dianggap memiliki nilai legalitas seperti yang dilakukan para ilmuwan
dengan tidak terlalu mempersoalkan proses hukum.
penyusunannya. Proses pembuatan peraturan itu, mulai
21 dari hasil penyelidikan Van Twist atau
Salah satu bukti bahwa peraturan ini mengandung nilai lcgalitas
tinggi adalah pclimpahan kewenangan kepada negara mcnjadi bahkan lebih mundur lagi yaitu sejak
pemilik semua tanah yang dianggap tidak bertuan dan dijadikan Undang-Undang Liberal di Belanda 1848
sebagai tanah bebas milik negara (domeinverklaring). Scjak
itu di Indonesia dikenal tanah milik negara (staatsdomein) berlaku, yang ironisnya diterima oleh para
yang berpeluang untuk diminta oleh rakyat, dan tanah milik
pemerintah (gouvernement grand). Lihat Ardiwilaga (1960:
ilmuwan hukum sebagai tonggak baru
10). dalam penerapan hukum positif di tanah

129
JEJAK NUSANTARA
Vcil~rne 021Ncirnm11Dcsernber20c41

koloni Hindia Belanda, merupakan suatu Undang-Undang Nasionalisasi 1958


fenomena yang penting untuk dicermati tersebut, yang diterima baik oleh ilmuwan
dan dianalisis oleh sejarawan (Lewin hukum maupun oleh sejarawan sebagai
2009: 26). 22 Dalam proses tersebut, tonggak baru dalam sistem hukum dan
sejarawan bukan hanya bisa memahami ekonomi di negara ini, menjadi awal dari
sistem yang berlaku untuk menempatkan serangkaian penstlwa dan perubahan
objek peristiwa dalam konteks yang tepat, kebijakan nasional yang mengarah pada
tetapi juga mengungkapkan bagaimana kemunculan Undang-Undang Pokok
pengaruh negara induk dan hubungan Agraria 1960. Bagi ilmuwan hukum
para pembuat kebijakan di negara induk proses antara keduanya tidak langsung
terhadap tanah koloni Hindia Belanda. berhubungan, sementara bagi sejarawan
Hal ini menjadi sangat penting untuk antara keduanyamemiliki keterkaitan yang
menjelaskan kemunculan Agrarische erat. Faktor yang menghubungkannya di
Wet dan ide-ide apa yang mempengaruhi antaranya adalah peraturan pemerintah
pasal-pasal di dalamnya, untuk mengarah yang melarang orang-orang Belanda untuk
pada kepentingan apa yang ingin dicapai tinggal di Indonesia dan diundangkan
oleh para pembuat peraturan itu. pada 1959, sebagai suatu kendala utama
Ketika diterapkan dalam produk untuk merundingkan penyelesaian
hukum pemerintahan nasional Republik masalah yang muncul akibat nasionalisasi.
Indonesia, pola serupa juga bisa Aset yang mereka tinggalkan bersama
ditemukan. Kemunculan Undang- dengan aset perusahaan Belanda yang
Undang Nasionalisasi 1958 tidak bisa dinasionalisasi tidak memiliki status yang
dipisahkan dari tindakan Pemerintah jelas, dan bersama dengan struktur agraria
Republik Indonesia secara sepihak untuk lama yang tidak lagi relevan, menuntut
membatalkan kesepakatan Konferensi adanya penataan baru dan mengarah pada
Meja Bundar 1956, yang berarti harus munculnya UUPA 1960. Rangkaian ini
ditarik ke belakang hingga keputusan menjadi suatu topik pembahasan khusus
KMB 1949. Ketika mencermati keputusan oleh sejarawan yang mengungkap unsur
KMB dan aplikasi serta pengaruhnya pada kausalitas di dalamnya, sementara hal
kehidupan dunia usaha khususnya aset itu meski diterima kebenarannya oleh
negara, makna nasionalisasi dalam arti ilmuwan hukum namun sering tidak
hukum perlu ditinjau kembali mengingat terlalu dipertimbangkan.
sejak tercapainya KMB, sejumlah badan
usaha milik Belanda telah dialihkan PEN UT UP
kepemilikannya kepada pemerintah Meskipun tujuan penuulisan ini untuk
Indonesia. 23 menunjukkan kontribusi ilmu sejarah
22 bagi penyelesaian kasus litigasi yang
Tonggak ini dilctakkan oleh pemberlakuan semua pcra!uran
hukum di Belanda terhadap kawula koloni Hindia Bclanda. merupakan domain dari ilmu hukum, tidak
meskipun pada awalnya hanya untuk orang Eropa. Kemudian
pada tahun-tahun bcrikutnya dibcrlakukan bagi kawula
tertutup kemungkinan bahwa dari tulisan
pemerintah kolonial, yaitu orang Timur Asing (Vreemde
pelimpahan kekuasaan dari pcmcrintah Hindia Belanda kepada
Oosterlingen).
Republik Indonesia Scrikat. Proses ini sering disebut sebagai
23
Badan usaha yang dimaksudkan di sini adalah badan Indonesianisasi, untuk rncmbedakan dengan nasionalisasi yang
usaha yang dike Iola olch dan dengan modal milik negara terjadi pada 1958 tcrhadap pcrusahaan swasta Belanda. Dalam
seperti Staatsspoor, pcgadaian, perusahaan pelabuhan, dan konteks hukum, istilah 'lndoncsianisasi' tidak ditemukan
pengelolaan garam di antaranya. Hal ini te1jadi sesuai dengan dibandingkan nasionalisasi (lihat Howard Dick. "Formation of
Nation State, 1930s-1966," dalam Dick, dkk. 2002: 182).

130
Ketika Arsip Menjadi Novum 120- 132

ini bisa disimpulkan bila antara ilmu yang lebih menekankan pada produk
hukum dan ilmu sejarah bisa melakukan sehingga mengalami hambatan ketika
sinergi demi pengembangan keduanya, memutuskan suatu bentuk gugatan seperti
terutama dalam bidang metodologi dan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi
aplikasi. belakangan ini terhadap keabsahan Pasal
Melalui metodenya, ilmu sejarah jelas 1 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun
bisa memberikan kontribusi yang besar 1958 tentang nasionalisasi perusahaan
bagi penyelesaian kasus litigasi yang sering Belanda, bisa diisi dengan kajian historis
menimbulkan kendala bagi ilmu hukum, yang memadukan proses dan produk. Dari
terutama ketika objek sengketa mempunyai situ, keputusan yang dibuat oleh praktisi
latar belakang dan keterkaitan yang erat hukum akan diperkuat secara formal
dengan peristiwa pada masa lalu. Peristiwa berdasarkan kajian yang didukung oleh
ini, dari aspek temporal dan juga bisa dari data resmi.
aspek spasial, sering tidak memungkinkan Sementara itu bagi sejarawan,
perangkat dalam metodologi ilmu hukum cara bekerja dan cara berpikir praktisi
untuk menjangkaunya. Baik dari aspek dan ilmuwan hukum juga membawa
metode maupun materi yaitu data sebagai dampak positif pada pemikiran mereka.
novum yang formal dan legal, kesulitan Sifat pemikiran ilmuwan hukum yang
untuk membuat keputusan yang valid dan lebih menekankan pada pendekatan
benar terhadap perkara kerap kali dihadapi normatif formal akan menekan unsur
oleh para praktisi hukum. subjektivitas dalam interpretasi dan
Dengan penerapan metode sejarah, rekonstruksi peristiwa masa lalu, seperti
terutama dalam bidang perkara perdata yang sering dialami oleh sejarawan ketika
dan sedikit banyak juga tata usaha menggunakan pendekatan ilmu politik
negara atau administrasi negara yang atau menulis tentang peristiwa politik.
mempunyai peluang berlaku surut dan Pendekatan normatif bisa digunakan
bemuansa historis, praktisi hukum akan untuk melakukan interpretasi arsip sebagai
sangat tertolong dan memperoleh jalan data yang akan mengeliminasi kelemahan
untuk mengambil keputusan yang objektif subjektivitas sejarawan untuk mengambil
serta adil. Beberapa titik kelemahan yang fakta dan melakukan sintesa fakta yang
terdapat dalam paradigma praktisi hukum mengarah pada proses rekonstruksi.

131
JEJAK NUSANTARA
Vol~cnc 02 I Nornor 11Desernber20141

DAFTAR A CU AN

Ardiwilaga, R. ( 1960), Hukum Agraria Lewin, G. C. C. (2009), Het hoger beroep en


Indonesia dalam Teori dan Praktek. het cassatie beroep in burgerlijke zaken
Jakarta: Masa Baru. in de Nederlandse Antil/en en Aruba.
van Assen, W. (1872), De agrarische wet en Hoofdorp: Kluwer.
het koninklijk besluit tot hare uitvoering. McCarthy, G. E. (2001 ), Objectivuty and the
Amsterdam, C. A. Spin en Zoon. Silence of Reason: Weber, Hahermas and
Dick, H., dkk. (2002), The Emergence of the Methodologal Disputes in German
National Economy: An Economic History Sociology. New Jersey: Transaction Publ.
of Indonesia 1800-2000. St. Leonard, Merryman, J. H. (2007), The Civil Law
N.S.W., Allen & Unwin. Tradition: An introduction to the Legal
van der Dussen, W. J. dan L. Rubinoff ( 1991 ), System of Europe and Latin America.
Objectivity, Method, and Point of View: Stanford: Stanford University Press.
Essays in the Philosophy of History. Mirandole, C. J. F. (1867), "De hervorming
Leiden, E. J. Brill. der rechtsbedeeling in Indie," Tijdschrift
Fasseur, C. (1992), The Politics of Colonial voor Nederlandsch Jndie, tanpa nomor.
Exploitation: Java, the Dutch and the Sreedharan (2007), A Manual of Historical
Cultivation System. Ithaca, N.Y.: Cornell Research Methodology, Trivandhum:
Southeast Asia Program. Centre for South Indian Study.
Fischer, D. H. (1970), Historians' Fallacies: Sterba, M. J. (2003), Legal Opinion Letters:
Toward a Logic of Historical Thought. A Comprehensive Guide to Opinion Letter
New York: Harper and Row. Practice. New York: Aspen Publishers.
Greenawalt, K. (1992), Law and Objectivity. van Twist, A. J. D. (1863), Beraadslagingen
Oxford: Oxford University Press. in de zittingen der Tweede Kamer van
de Gtoote, B. (2005), Overzicht van het de Staten Generaal. 's-Gravenhage:
burgerlijke recht. Mechelen: Landsdrukkerij.
Kluwers. Wagner, K. (2014), Burgerlijk procesrecht
Jessup, J. E. dan R. W. Coackley (1979), A in hoojdlijnen. Apeldoorn: Maklu
Guide to the Study and Use of Militwy Uitgevers.
History. Washington: U.S. Government Zed, M. (2008), Metode Penelitian
Printing Office Kepustakaan. Jakarta: Yayasan
Lacy, N., C. Wells dan 0. Quick (2003), Obor.
Reconstructing Criminal Law: Text
and Material. Cambridge: Cambridge
University Press.

132
Resensi Buku : Wajah Islam dalam Demokrasi Indonesia 133- 137

Resens i Buku

Wajah Islam
dalam Demokrasi Indonesia
Penulis : Azyumardi Azra
JudulBuku : Indonesia, Islam, and Democracy: Dynamics in a Global Context
Penerbit : Solstice Publisihing
Tahun Terbit : 2006
Jumlah Halaman : viii+242 halaman
ISBN : 979-99888-1-0

' 'H
idup memang di-
jalani ke depan,"
ucap Soren Ki-
erkegaard suatu
kali, "tetapi dipahami kc bclakang."
Kita, acap kali, sebagaimana ucapan
fil suf kenamaan Denmark itu, me-
mahami konteks keseluruhan peris-
ti wa ketika rangkaian kejadian yang
membentuknya telah rampung. Kita
hanya dapat melihat struktur dan Indonesia, Islam, and Democracy
pola ketika prosesnya dianggap tun- Dynamics in a Global Context
tas.
Kesan itulah yang didapat
ketika membaca Indonesia, Islam,
and Democracy: Dy namics in a
Global Context. Kumpulan tulisan
berbahasa Inggris Azyumardi Azra
menyuguhkan gambaran tentang
kiprah Islam dalam perjalanan
demokrasi Indonesia. Tulisan
dalam kumpulan ini dibuat dalam AZYUMARDI AZRA
kurun waktu antara 2002- 04 dan
mengisahkan peristiwa yang tengah
terjadi pada masanya. Buku lawas
tetapi mengemas isu yang masih
relevan hingga saat ini.

133
JEJAK NUSANTARA
Volume 02INomor11Desember20141

Ketika tulisan-tulisan ini dikumpulkan kejatuhan rez1m Soeharto adalah berkat


dan dibaca kembali, pemahaman kita dorongan beberapa cendekiawan
terhadap dinamika Islam dalam demokrasi Muslim yang menjadi aktor intelektual
Indonesia menjadi utuh dan lengkap. Cara pemunduran sang presiden. Pada saat B.
pandang bisa menjadi berbeda dan nilai- J. Habibie memimpin, sistem multipartai
nilai yang dipercaya dapat berubah. Semua diberlakukan. Kebijakan ini mendorong
didekonstruksi dan ditafsir ulang. Begitu setiap elemen masyarakat secara terbuka
pun dengan pikiran dan ide Azra dalam dan luas untuk berpartisipasi secara
setiap tulisannya. Kita, para pembaca, politis. Pada saat itu, gerakan Islam-politis
memiliki kewenangan penuh untuk mengambil momentum untuk kembali
menafsir kembali atas gambaran yang hadir.
diberikan. Apa yang kita tangkap saat ini Tak pelak, kehadiran gerakan Islam-
akan berbeda dengan ketika tulisan-tulisan politis menjadi paradoks. Di satu sisi, pada
ini masih berupa makalah seminar yang akhir masa Orde Baru, basis massa Islam
terserak. Rasanya, alasan inilah mengapa turut berkontribusi dalam menggulingkan
mengumpulkan dan menerbitkan kembali sistem pemerintahan yang otoriter di
tulisan yang sudah ada menjadi penting bawah kuasa Soeharto. Di sisi lain,
untuk dilakukan. dalam kemunculan gerakan Islam-politis
Buku ini terbagi menjadi tiga bagian. terdapat kelompok radikal yang cenderung
Bagian pertama "Indonesia, Islam, and bersifat otoriter, juga memiliki momentum
Democracy" menyajikan lima bab. Pada untuk bangkit. Menurut Azyumardi Azra,
bab pertama, Azra membuka wacana perkembangan politik kelompok Islam ini
dengan tangkas tentang fenomena adalah salah satu yang palingjelas terlihat.
banyak negara-bangsa yang menjadi Kemunculan mereka telah menimbulkan
demokratis setelah Perang Dingin. kekhawatiran bagi sebagian orang.
Akan tetapi, kecenderungan ini tidak Gerakan ini ditengarai memiliki nilai-nilai
terjadi di negara-negara yang mayoritas yang berlawanan dengan demokrasi.
penduduknya beragama Islam (halaman Kekhawatiran yang menjadi wajar
3). Ada anggapan bahwa Islam tidak ketika menilik berbagai kenyataan yang
selaras dengan nilai-nilai demokrasi. terjadi. Lahirnya partai Islam yang bukan
Pandangan ini mulai terbantahkan ketika lagi berlandaskan Pancasila, keinginan
ada beberapa negara yang mayoritas sebagian kelompok yang menuntut
penduduknya beragama Islam mulai pemberlakuan dan penerapan syariat
tumbuh dan berkembang menjadi negara Islam, serta pertumbuhan yang pesat
yang demokratis, termasuk di dalamnya berbagai organisasi radikal merupakan
Indonesia. alasan ketakutan gagalnya proses transisi
Secara khusus, Azyumardi Azra menuju demokrasi. Hal itu semakin nyata
menelisik peran Islam pada masa dengan kembalinya ide pembentukan
reformasi hingga kepemimpinan negara berdasarkan Islam di Indonesia.
Megawati Soekarnoputri. Dari sudut Nasib demokrasi dan pluralisme masa
m1, Azra melihat perubahan wajah depan menjadi tanda tanya besar. Robert
Islam di dalam proses demokratisasi. Ia W. Hefner, antropolog asal Amerika,
menjelaskan bahwa salah satu penyebab menyatakan bahwa tidak ada pola

134
,Resensl Buku Wajah /slam dalam Oernokrasl !r:a'onesia 133- 137

peradaban tunggal dalam politik Islam. Indonesia di Jawa Barat. Hal serupa juga
Menurutnya, pembentukan bangsa pada dilakukan oleh Daud Beureuh di Aceh.
era modern hanya akan menimbulkan Pada masa Orde Baru, gerakan Islam
peningkatan kontestasi politik dan lebih bersifat kultural, bukan politis.
kemajemukan (halaman 6). Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
Situasi tersebut terbukti di Indonesia. merupakan salah satu bentuk gerakan
Bersamaan dengan kebangkitan Islam kultural pada saat itu. Pada periode
demokrasi, ide penerapan Islam secara tertentu, Soeharto memang berusaha
kajfah (menyeluruh) baik secara kesatuan merangkul umat muslim dan mendorong
agama (al-din) dan negara (al-dawlah) mereka untuk tidak melakukan kegiatan
telah menimbulkan tensi tinggi antara politik.
Islam dan demokrasi. Dialog dan diskusi Pada bab-bab selanjutnya di bagian
tentang hal ini tidak pemah berakhir pada pertama, Azra membedah perjuangan
kesimpulan tunggal. umat Islam secara spesifik pada masa
Terdapat tiga bentuk negara yang pasca Orde Baru di bawah kepemimpinan
menjadi aspirasi umat Islam di Indonesia. B. J. Habibie, Abdurahman Wahid dan
Pertama, negara-bangsa dalam bentuk Megawati Soekarnoputri. Isu Islam dan
republik, yang saat ini dipakai. Bentuk demokrasi secara umum pada masa-masa
negara ini digugat karena tidak dapat itu adalah usaha menerapkan ide negara
membuktikan diri sebagai bentuk dan dan syariat Islam. Prosesnya menjadi
sistem yang tepat untuk meningkatkan menarik ketika umat Islam, yang diwakili
kesejahteraan. Kedua, negara Islam (al- oleh organisasi Islam dengan berbagai
dawlah, al-Islamiyah) dengan syariat tingkat militansinya, berusaha mengatur
sebagai hukum utamanya. Bentuk ini yang dan menyesuaikan strategi perjuangannya.
kini tengah diperjuangkan oleh sebagian Perbedaan pendapat terjadi di antara
organisasi Islam. Pemerintah Indonesia sesama organisasi Islam.
mengizinkan Provinsi Aceh dulu Secara jelas, meskipun tidak eksplisit,
bernama Provinsi Daerah Istimewa Aceh Azra tampaknya mengamini ide Nurcholis
kemudian menjadi Provinsi Nanggore Madjid yang terkenal, "Islam yes, partai
Aceh Darussalam untuk menerapkan Islam no," dan konsep melokalkan
hukum Islam sebagai bagian dari upaya Islam di Indonesia. Menurut pendapat
perdamaian. Ketiga, sistem kekhalifahan mereka, lahimya partai-partai Islam yang
dunia. Dasar ide m1 lebih kepada jumlahnya banyak pada masa Reformasi,
romantisme historis religius. Sistem ini bisa berimbas kepada disintegrasi bangsa.
menginginkan semua umat muslim di Azyumardi Azra memberikan solusi
dunia berada di bawah satu pemerintahan normatif terhadap persoalan tersebut.
Islam yang tunggal. Ia menulis, "Jn conclusion, the key
Dinamika itulah yang terus berlanjut to addressing the issue, including he
dan berulang. Pada 1950-an, sejarah appeals by, and attempt of, certain group
mencatat gerakan usaha mengganti of Muslims for the implementation of
Pancasila dengan Islam. Kartosuwirjo Shari 'ah, as well as increased radicalism
pernah melakukannya dengan gerakan among certain splinter groups are; firstly,
Darul Islam dan mendirikan Negara Islam re-strengthening of the state and good

135
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141

governance; secondly, enhancement of law pemahaman yang tidak menyeluruh


and order; and lastly speeding up economic terhadap ayat-ayat Al Quran dan diperkuat
recovery " (halaman 26). oleh ketidaksatabilan politik dan ekonomi.
Pada bagian kedua, "Islam, Indonesia, Pendekatan untuk merangkul kelompok
and the International Order," Azyumardi radikal m1 harus dilakukan dengan
Azra menganalisis dengan cara yang lebih sikap adil, objektif dan proaktif bukan
"aman." Ia menyatakan bahwa politik luar dengan cara yang reaktif dan defensif.
negeri Indonesia terhadap negara-negara Pendekatan yang disebut terakhir hanya
muslim tidak berdasar pada pertimbangan akan mengarah kepada lingkaran setan
agama, tetapi pertimbangan ekonomi dan terorisme (halaman 158).
dan kemanusiaan. Dukungan Indonesia Catatan kunci, yang diletakkan
terhadap Palestina, ungkap Azra, tidak pad a bagian postscript, ad al ah
berdasar pada solidaritas Islam tetapi lebih pemyataan bahwa Islam di Indonesia
kepada kemanusiaan (halaman 92). Ia tidak berlawanan dengan demokrasi .
juga menyampaikan pendapat yang relatif Menurutnya, ada banyak prinsip dalam
aman berkaitan tentang Perang Teluk pada Islam yang sejalan dengan demokrasi
1991 . Ia menerima pendapat Soeharto, (halaman 214). Azra juga menekankan
presiden Indonesia kala itu, bahwa perang bahwa kegagalan demokrasi di banyak
tersebut merupakan pengingkaran terhadap negara mayoritas berpenduduk muslim
kemanusiaan tanpa melihat sisi lain bahwa disebabkan oleh faktor selain agama. Ia
sang presiden memiliki rekam jejak menyebut lemahnya keadaan ekonomi,
pelanggaran hak asasi manusia. Begitu pun keterbelakangan pendidikan, kurangnya
dengan pendapat bahwa intervensi militer modal sosio-kultural, dan intervensi
Indonesia di Timor Timur merupakan negara Barat yang membantu rezim
usaha pengintegrasian wilayah tersebut anti-demokrasi merupakan faktor yang
ke Indonesia, tanpa analisis lebih jauh menentukan kegagalan itu (halaman 214-
(halaman 74). 5).
Argumentasi terkuat yang disampaikan Analisis dan ide penting sang penulis
Azyumardi Azra terletak pada bagian dituangkan di setiap tulisan, namun
akhir bukunya, "The Dynamics of Islamic sayangnya, buku ini belum memberikan
Movements." Secara meyakinkan, ia ekplanasi yang tuntas dibanding, misalnya,
menyampaikan, Islam di Indonesia lebih buku Reason, Freedom, and Democracy
toleran dan moderat. Pola penetrasi in Islam Essential Writings ofAbdolkarim
pengaruh Islam di Indonesia pada masa awal Soroush (2000) yang diedit oleh Mahmoud
kedatangannya yang akomodatif dengan dan Ahmad Sadri. Abdolkarim Soroush
budaya lokal masyarakat menjadikan Islam melalui bukunya itu menekankan hak
sebagai agama yang damai dan egaliter. individu dalam hubungannya dengan
Azra pun dengan tegas menolak anggapan Tuhan dan negara. Kepercayaan dan
Islam di Indonesia buruk dan tidak mumi keinginan mayoritas, menurutnya, tidak
karena berakulturasi dengan budaya lokal boleh dipaksanakan untuk menentukan
tersebut (halaman 211- 2). bentuk negara Islam yang ideal.
Azra menyatakan bahwa kemunculan Oleh karena buku Azyumardi Azra
Islam yang radikal merupakan akibat ini adalah kumpulan tulisan, tentu akan

136
Resensi Buku : Wajah Islam dalam Demokrasi Indonesia 133- 137

menjadi adil apabila kita tidak berharap berkisah tentang kekecewaan Nasrin
banyak karya ini menyajikan pergulatan terhadap Islam yang dijadikan konstitusi
Islam dan demokrasi di Indonesia secara negaranya. Di sana, kelompok mayoritas
spesifik dan terperinci. Namun, tak bisa bertindak tidak toleran dan melakukan
disanggah, buku ini melengkapi dan kekerasan terhadap minoritas atas nama
memperkaya studi tentang demokrasi agama.
dan gerakan politis Islam di Indonesia Mangunwijaya, budayawan dan aga-
yang sudah pemah dilakukan, seperti mawan terkenal, barangkali membayang-
buku Doughlas E. Ramage, Politics kan hal serupa terjadi di Indonesia. Romo
in Indon esia: Democracy, Islam, and Mangun pemah berkata, sebagaimana
Ideology of Tolerance (1995). Ramage saya mengutipnya dari introduksi Ramage
membahas dinamika politik pada masa di dalam bukunya, bahwa setiap bangsa
Soeharto berkuasa dengan menyoroti tarik- memiliki batas. Untuk kasus Indonesia,
menarik penafsiran ideologi Pancasila batas ini berarti tidak akan diterimanya
dan Islam dari Soeharto, ABRI, dan juga bentuk negara Islam dan komunis.
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.
Terlepas dari itu, Azyumardi Azra, di
Azyumardi Azra, melalui buku ini, dalam buku ini, menyatakan bahwa Islam
menegaskan wajah Islam bukanlah di Indonesia adalah agama yang moderat,
kekerasan. Berbeda dengan pendapat toleran dan memiliki kompatibilitas
Taslima Nasrin, perempuan Bangladesh, dengan demokrasi. Namun Islam, baginya,
yang menulis novel Lajja. Ia berujar sudah menjadi rahmatan lit alamin ,
dalam novelnya, "biarlah agama berganti rahmat bagi semesta alam, tanpa harus
nama menjadi kemanusiaan." Lajja, dipaksakan menjadi dasar negara.
yang berarti malu dalam bahasa Bengali,

Irawan Santoso Suryo Basuki


Peneliti Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

137
Ketentuan penulisan Jumal
"Jejak Nusantara"
1. Tulisan dalam bentuk artikel penelitian, kajian, telaahan
mendalam yang didukung data dari referensi yang akurat.
2. Naskah merupakan tulisan asli, belum pernah diterbitkan pada
media massa lain.
3. Naskah diketik dengan spasi rangkap menggunakan A4
maksimal panjang halaman 18 halaman (termasuk abstrak dan
daftar pustaka). HurufTimes New Roman 12, spasi 1,5.
4. Naskah merupakan basil penelitian atau kajian di bidang
sejarah dan nilai budaya, sesuai tema yang merupakan gagasan
konseptual, kajian, dan aplikasi teori, tinjauan, kepustakaan,
dan resensi buku.
5. Setiap tulisan mengikuti norma penulisan karya tulis ilmiah
pada umumnya yang disajikan dalam sistematika: a) judul
artikel, b) nama penulis, c) pendahuluan, d) permasalahan, dan
metode mengandung bagian atau tulisan pembahasan, penutup
yang berisi kesimpulan dan saran, daftar kepustakaan serta
lampiran (jika ada).
6. Naskah dilengkapi nama penulis dan daftar riwayat hidup
penulis (disertai pas foto).
7. Daftar kepustakaan disajikan dengan standar baku ilmiah.
8. Naskah diserahkan dalam bentuk soft copy (cd) ke alamat:
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Komplek Kemdikbud Gedung E Lantai 9
Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, 10270

Ataupun dikirim via email ke alamat email:


publikasi.snb@gmail.com atau ratih.kemdikbud@gmail.com

9. Editor berhak mengedit, mengurangi, menambah bilamana


perlu, tanpa meninggalkan pengertian yang sebenarnya.
10.lsi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis artikel.
11.Naskah yang tidak diterbitkan akan dipertimbangkan untuk
dimuat dalam terbitan jurnal "Jejak Nusantara" selanjutnya.
Dlrektorat Sejarah dan Nllai Buclaya
Direktorat Jenderal Kebuclayaan
Kementerian Pendldikan clan Kebuclayaan

Anda mungkin juga menyukai