JEJAK
NUSANTARA
JEJAK
NUSANTARA Jurnal Sejarah dan Nilai Budaya - - - - - -
Penerbit
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya,
Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Pembina
Kacung Marijan
Direktur Jenderal Kebudayaan
Pengarah
Endjat Djaenuderadjat
Direktur Sejarah dan Nilai Budaya
Penanggung Jawab
Sainih
Dewan Redaksi
Sainih, Triana Wulandari, Amurwani Dwi Lestariningsih,
Edy Suwardi, Sudiono
Editor
Kasijanto Sastrodinomo
Redaktur
Herliswanny, Shalfiyanti, Lindia Chaerosti,
Dian Andika Winda, Ratih Widdyastuti
Sekretariat
Euis Yulianigsih
Alamat Redaksi
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Gedung E Lantai 9,
Kompleks Kemdikbud
Jl. Jend Sudirman, Senayan.Jakarta
Telp./Fax (021 )5725044
Jejak Nusantara adalah media publikasi kajian ilmiah sejarah dan nilai budaya
yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Merupakan media penyebarluasaan informasi tentang pengetahuan, wacana, hasil
penelitian, dan berbagai isu seputar sejarah dan nilai budaya di Indonesia sebagai
upaya mencerdaskan bangsa dan mendorong peningkatan pemahaman serta apresiasi
sejarah dan nilai budaya bangsa Indonesia dalam keragaman budaya
dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
t~_J_E_JA_K_N~U_SA_N_T~A_RA~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Volume 02 Nomor 1 Desember 2014
Jumal Sejarah dan Nilai Budaya
Editorial
Endjat Djaenuderadjat
Direktur Sejarah dan Nilai Budaya
3
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember2014 I
Daftar Isi
Editorial 3
Daftar Isi 4
4
Jurnal Sejarah dan Nilai Budaya
Budaya Demokrasi
dan Demokrasi
yang Berbudaya
5
JEJAK NUSANTARA
Demokrasi Berkebudayaan
dan Budaya Berdemokrasi
Yudi Latif
Direktur, Reform Institute Jakarta
Abstract
Reformation era has rolled for fifteen years and during that time various steps to democratize the
institutions and procedures ofIndonesian politics have been conducted with a number ofreal transformation.
However, the idea of deliberative democracy (demokrasi permusyawaratan) based on the principles of
Pancasila is still far beyond expectations. This situation should be corrected. Deepening and extensioning
democracy need to be done to establish a healthy democracy with cultural ideals. The biggest challenges
to establish such democracy is to develop a cultured democracy and developing conducive cultural values
to the development of democracy. Learning from the experience of Indonesian history and the successful
examples of other countries, this paper tries to review how these biggest challenges should be responded
Kebudayaan Indonesia terancam oleh individualisme, egoisme dan materialisme Baral. Tanpa menumbuhkan nilai-
nilai kebudayaan, niscayalah kita hanya akan mendapat pergerakan borjuis, yang hanya akan memberi kenikmatan
borjuis,
yakni orang-orang kaum atasan dan pertengahan,
sedangkan rakyat akan terns hidup sengsara
(Ki Hadjar Dewantoro)
Demokrasi yang hams kita jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jika
tidak bisa berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan dari
rakyat itu
(Soekarno)
Jadinya, kita tiada membuang apa yang baik pada asas-asas lama, tidak mengganti demokrasi asli Indonesia dengan
barang impor. Demokrasi asli itu kita hidupkan kembali, akan tetapi tidak pada tempat yang kuno, melainkan pada
tingkat yang lebih tinggi, menurut kehendak pergaulan hidup sekarang
(Mohammad Hatta)
6
Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31
7
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor 11 Desember 2014 I
8
Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31
9
JEJAK NUSANTARA
----~· ----
Volume 021Nomor11Desember20141
10
Oem~kr~;,-3--;,~kebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31
Perubahan politik harus dimulai dari institusi demokrasi dan kebijakan politik
usaha memulihkan rasa saling percaya punya dampak terhadap peningkatan
dan kepercayaan bahwa rasionalitas kesejahteraan rakyat serta mengurangi
kepentingan individual tak akan dibayar kesenjangan sosial yang dapat
oleh irasionalitas kepentingan kolektif. melumpuhkan demokrasi.
Kepercayaan bahwa warga negara akan Secara singkat dapat dikatakan, ada
mendapatkan politik sesuai dengan dua tantangan besar dalam usaha untuk
perilakunya harus diubah dengan melakukan pendalaman dan perluasan
kepercayaan bahwa politik tepercaya demokrasi. Pertama, tantangan untuk
akan mendapatkan partisipasi politik yang mengembangkan demokrasi yang
sepadan degannya. Sekali aktor politik berkebudayaan. Kedua, tantangan untuk
menunjukkan sinyal bisa dipercaya, maka mengembangkan nlai-nilai budaya yang
partisipasi dan kepercayaan rakyat pada kondusif bagi pengembangan demokrasi.
politik akan menguat.
Pemulihan rasa saling percaya DEMOKRASIBERKEBUDAYAAN
dan kerjasama itu diarahkan untuk Gag as an "demokrasi permus-
mendorong lahimya semangat restorasi yawaratan" berdasarkan prinsip-prinsip
dan transformasi politik demokratik ke Pancasila merupakan usaha sadar para
arah yang lebih baik. Visi restoratif politik pendiri bangsa untuk membuat apa yang
demokratik menekankan pentingnya disebut Putnam sebagaimaking democ-
menjangkarkan pembangunan politik racy work, atau apa yang disebut Saward
dan demokrasi pada basis nilai bangsa to take rootatau mengakar, dalam konteks
terutama nilai-nilai Pancasila. Desain keindonesiaan. Suatu model demokrasi
institusi politik dan demokrasi harus dengan cita-cita kebudayaan berdasarkan
dapat mengurasi "the cost of power" daya cipta, rasa, dan karsa bangsa Indone-
yang dapat mendorong korupsi politik. sia sendiri, sesuai dengan sifat-siat "tanah-
Politik dikembalikan kepada khitahnya air," kondisi sosial, dan perjalanan sejarah
sebagai seni untuk mencapai kebaikan dan bangs a.
kebahagiaan hidup bersama.
Ibarat individu, setiap bangsa
Jalan keluar atas kelemahan pada hakikatnya memiliki karakternya
demokrasi tidak ditempuh dengan tersendiri. Pengertian "bangsa" (nation)
jalan menguranginya, melainkan sepertidinyatakanOtto Bauer adalah
justru menambahnya agar lebih "satu persamaan, satu persatuan karakter,
demokratis. Karena itu, perlu ada watak, yang persatuan karakter atau watak
pendalaman dan perluasan demokrasi. ini tumbuh, lahir, terjadi karena persatuan
Pendalaman demokrasi diarahkan untuk pengalaman." Dalam kaitan ini, Soekamo
menyempumakan institusi demokrasi agar menandaskan, "Tidak ada dua bangsa
lebih sesuai dengan tuntutan kepatutan yang cara berjoangnya sama. Tiap-tiap
etis, lebih responsif terhadap aspirasi dan bangsa mempunyai cara berjoang sendiri,
kepentingan rakyat; mengurangi sifat mempunyai karakteristik sendiri. Oleh
narsisme politik yang hanya melayani karena pada hakekatnya bangsa sebagai
segelintir elite politik. Sementara individu mampunyai keperibadian sendiri.
perluasan demokrasi diarahkan agar Keperibadiaan yang terwujud dalam
11
JEJAK NUSANTARA
Volume 02, Nomor li Deserr.ber 20141
pelbagai hal, dalam kebudayaannya, atau lebih tegas lagi di dalam carakeyakinan
dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan kepercayaan kita, kedaulatan rakyat
dan lain-lain sebagainya" (Soekamo bukan sekadar alat saja. Kita berpikir
1958). 2 dan berasa bukan sekadar hanya secara
Seturut dengan itu, demokrasi teknis, tetapijuga secara kejiwaaan, secara
Indonesia juga harus dijalankan sesuai psikologis nasional, secara kekeluargaan.
dengan karakter dan kepribadian Di dalam alam pikiran dan perasaan yang
bangsa. Dalam ungkapan Soekamo, demikian itu maka demokrasi dus, bagi kita
"Demokrasi yang harus kita jalankan bukan sekadar satu alat teknis saja, tetapi
adalah demokrasi Indonesia, membawa satu geloof, satu kepercayaan dalam usaha
kepribadian Indonesia sendiri. Jika tidak mencapai bentuk masyarakat sebagai yang
bisa berpikir demikian itu, kita nanti kita cita-citakan. Bahkan dalam segala
tidak dapat menyelenggarakan apa yang perbuatan-perbuatan kita yang mengenal
menjadi amanat penderitaan dari rakyat hidup bersama, dalam istilah Jawa hidup
itu" (Soekamo 1958). bebrayan kita selalu hendak berdiri di atas
dasar kekeluargaan, dasar musyawarah,
Demokrasi dalam alam pikiran Indo-
demokrasi, yang kita namakan kedaulatan
nesia bukan sekadar alat-teknis, melainkan
rakyat.
juga cerminan alam kejiwaan, kepribadian
dan cita-cita nasional. Dalam pandangan Karena demokrasi alam pemikiran
Soekamo, jika demokrasi sekadar alat Indonesia bukan sekadar alat teknis,
teknis, pada dasamya tidaklah berbeda de- melainkan juga mengandung jiwa
ngan nasional-sosialisme (fasisme ), mau- pemikiran dan perasaan, maka perwujudan
pun diktator proletariat, yakni sekadar alat demokrasi itu hendaknya diletakkan di
untuk mencapai bentuk masyarakat yang atas kepribadian bangsa Indonesia sendiri
dicita-citakan, entah masyarakat kapitalis- dan di atas cita-cita nasional mewujudkan
tis, sosialistis, ataupun yang lain. Bahkan, masyarakat yang adil dan makmur.
dengan mengutip pandangan seorang ahli Selanjutnya Soekamo menyatakan,
sosiologi Karl Steuerman, Soekamo me- Oleh karena itulah bagi kita bangsa
nyatakan bahwa "demokrasi, apalagi yang Indonesia, demokrasi atau kedaulatan
dikenal oleh kita dengan parlementaire rakyat mempunyai corak nasional, satu
democratie itu adalah ideologi dari suatu corak kepribadian kita, satu corak yang dus
periode saja."Parlementaire democratie tidak perlu sama dengan corak demokrasi
adalahideologi politik dari kapitalisme yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa
yang sedang naik,Kapitalismus in Auf- lain sebagai alat teknis. Artinya, demokrasi
stieg; adapun fasisme adalah ideologi poli- kita adalah demokrasi Indonesia,
tik dari kapitalisme yang sedang menurun, demokrasi yang disebutkan sebagai sila
Kapitalismus in Niedergang sebagai usaha keempat itu adalah demokrasi Indonesia
terakhir untuk menyelamatkan kapita- yang membawa corak kepribadian bangsa
lisme. Selanjutnya dia tegaskan: Indonesia sendiri. Tidak perlu 'identik'
Tetapi di dalam cara pemikiran kita, artinya sama dengan demokrasi yang
dijalankan oleh bangsa-bangsa lain.
2
Seluruh kutipan langsung yang bersumber dari teks sebelum
1972 dalam tulisan ini menggunakan Ejaan yang Disempumakan
(Ed.).
12
Oemokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31
13
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141
14
____ .. _______________________
Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31
15
JEJAK NUSANTARA
Volume 02' Nomor 1 Desembec 20141
16
Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31
karena itu, sebagai pilihan terakhir, hams mernpunyai kemauan, merdeka bergerak
dimungkinkan pengambilan keputusan untuk mengadakan perhubungan yang
dengan suara terbanyak. Berkaitan spesial, untuk mengadakan diferensiasi.
dengan itu, Hatta menegaskan bahwa Dalam perikatan masyarakat ia tetap
"mufakat yang dipaksakan sebagaimana mempunyai cita-cita, mempunyai pikiran
lazim terjadi di negeri-negeri totaliter untuk mencapai kemaslahatannya atau
tidaklah sesuai dengan paham demokrasi keselamatan umum (Hatta1956; 1988:
Indonesia, sebab mufakat bam jadi 15).
sebagai hasil daripada permusyawaratan. Alhasil, dalam demokrasi
Dengan tidak ada musyawarat, di mana permusyawaratan, suara mayoritas
tiap-tiap orang berhak untuk menyatakan diterima sebatas prasyarat minimum dari
pendapatnya, tidak ada mufakat" (Hatta demokrasi, yang masih hams bemsaha
1956; 1988: 14). dioptimalkan melalui part1s1pasi dan
Dalam konteks inilah, Hatta persetujuan yang luas dari segala kekuatan
mengingatkan bahwa rnasyarakat secara inklusif. Partisipasi dan persetujuan
kolektif yang demokratis perlu merawat luas m1 dicapai melalui persuasi,
mentalitas kolektif yang cendemng pada kompromi, dan konsensus secara bermutu
kernaslahatan umum, sebagai prasyarat dengan mensyaratkan mentalitas kolektif
rohaniah yang memudahkan tercapainya dengan bimbingan hikmat-kebijaksanaan
mufakat. Selengkapnya ia katakan, sehingga membuat kekuatan manapun
tetapi di dalam masyarakat kolektif yang akan merasa ikut memiliki, loyal, dan
dernokratis, seperti Indonesia, mentalitet bertanggung jawab atas scgala keputusan
orang-seorang berlainan dari di dalam politik. Berdasar itu, pemungutan suara
masyarakat individualis. Dalam segala (voting)hams ditempatkan sebagai
tindakannya dan rnenyatakan pendapatnya, pilihan terakhir, dan itu pun masih hams
ia temtama dikemudikan oleh kepentingan menjunjung tinggi semangat kekeluargaan
umum. Dalam keselamatan kesemuanya yang saling menghormati.
terletak kepentingannya sendiri. Sebab Dalam demokrasi permusyawaratan,
itu, pada dasamya, rnencapai kata sepakat kebebasankehilanganmaknasubstantifnya
lebih mudah. sejauh tidak disertai kesederajatan
Mentalitas kolektif ini, menumtnya, dan persaudaraan atau kekeluargaan.
tidak perlu mernbuat seseorang menjadi Kesederajatan dan semangat kekeluargaan
objek kolektivitas yang tidak memiliki dari perbedaan aneka gugus kebangsaan
kebebasan untukmemilih. Yang diperlukan diperkuat melalui pemuliaan nilai-nilai
adalah bahwa kemerdekaan individu itu keadilan. Menumt penjelasan Mohammad
hams beroperasi dalam batas garis kontur Hatta, "Kerakyatan yang dipimpin
kemaslahatan umum. Ia katakan lebih oleh hikrnat kebijaksanaan dalarn
lanjut, sungguh pun orang-seorang dalam permusyawaratan/perwakilan berhubung
pikirannya dan dalam tindakannya ke erat pula dengan sila Keadilan Sosial, yakni
luar terikat kepada cita-cita kepentingan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
umum, ia bukan obyek semata-mata selumh rakyat" (Hatta 1957: 35). Lebih
daripada kolektivitet, seperti yang berlaku lanjut, dalam Demokrasi Kita (1960),
dalam negara totaliter. Ia tetap subyekyang Hatta mengatakan, "Demokrasi politik
17
JEJAK NUSANTARA
------
Volume 02 Nomor Desember 2014'
saja tidak dapat melaksanakan persamaan meninggi, dan kerumunan massa yang tak
dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi sabar mendesak Bung Karno untuk segera
politik harus pula berlaku demokrasi mengucapkan proklamasi, yang didesak
ekonomi. Kalau tidak, manusia belum tetap tak mau bangkit dari peraduan
merdeka, persamaan dan persaudaraan tanpa kehadiran sebuah nama. "Aku
belum ada". Senada dengan itu, Soekarno masih menderita demam, tetapi aku tidak
menegaskan bahwa demokrasi yang harus kehilangan akal. Menghadapi desakan-
dikibarkan di negara ini adalah demokrasi desakan kepadaku, yang mengheran-kan,
politik dan ekonomi, bagaimana dan aku masih dapat berpikir dengan jernih.
demokrasi yang harus dituliskan di atas 'Hatta belum datang', kataku, 'Aku tidak
bendera kita,yang harus kita adakan di mau membacakan proklamasi tanpa
seberang jembatan-emas? Demokrasi Hatta'" (Soekamo 1965).
kita haruslah demokrasi baru, demokrasi Namun, dalam perkembangan lebih
sejati, demokrasi yang sebenar-benarnya lanjut, pelaksanaan sistem pemerintahan
pemerintahan Rakyat. Bukan 'demokrasi' negara sering kali melenceng dari maxim
a la Eropah dan Amerika yang hanya keseimbangan itu. Menyusul Maklumat
suatu 'potret dari pantatnya' demokrasi- Wakil Presiden Mohammad Hatta (3
politik sahaja, bukanlah demokrasi yang November 1945), politik Indonesia lebih
memberi kekuasaan 100% pada Rakyat berat pada sayap kebhinekaan. Di luar
di dalam urusan politik sahaja, tetapi ekspektasi Hatta sendiri, jumlah partai
suatu demokrasi politik dan ekonomiyang politik meledak, disusul oleh penerapan
memberi 100% kecakrawartian pada sistem pemerintahan parlementer yang
Rakyat-jelata di dalam urusan politik dan menyimpang dari Konstitusi Proklamasi
urusanekonomi. Demokrasi politik dan meski dapat dipahami untuk kepentingan
ekonomi inilah satu-satunya demokrasi diplomasi yang memaksa Soekarno untuk
yang boleh dituliskan di atas bendera melengkungkan (meski tak mematahkan)
partai,--ditulis dengan aksara-aksara-api pendiriannya. Konsekuensinya, Bung
sebagai di atas saya katakan, agar supaya Kamo (lambang unitas) "ditinggalkan"
menyala-nyala tertampak dari ladang dan sekadar sebagai Presiden simbolik.
sawah dan bingkil dan paberik di mana Diversitas menjadi orientasi politik,
Marhaen berkeluh-kesah mandi keringat bahkan di saat negara memerlukan
mencari sesuap nasi (Soekarno 1965: 320). persatuan dalam menghadapi agres1
Demikianlah rancang bangun Belanda, partai-partai sibuk dengan
Konstitusi Proklamasi dalam kepentingannya masing-masing,
menjaga harmoni antara kesatuan dan mengabaikan komitmen pada blue-print
kebhinekaan. Dalam kejernihan bening pembangunan kesejahteraan bersama.
budi bangsa Indonesia disadari bahwa Pemerintahan silih berganti, dengan tidak
kemerdekaan hanya bisa dicapai dan ada kabinet yang bisa bertahan lebih
diisi dengan menyertakan etos kedua dari dua tahun. Pemilihan Umum 1955
sayap kebudayaan itu. Secara metaforis, yang diharapkan menjadi tonggak bagi
kesadaran ini tecermin pada detik-detik perwujudan pemerintahan yang stabil
menjelang Proklamasi Kemerdekaan tidak memenuhi harapan.
Indonesia. Ketika matahari mulai Pada 1956, Bung Karno, yang mulai
18
Oemokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31
19
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Nomor 11Desember20141
I
20
Demokras1 Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31
raja dibatasi oleh ketundukannya pada praduksi bersama dan tradisi musyawarah,
keadilan dan kepatutan. Ada istilah yang demokrasi desa boleh saja ditindas oleh
cukup terkenal pada masa itu, "Rakyat kekuasaan feodal, namun sama sekali tak
ber-raja pada Penghulu, Penghulu ber- dapat dilenyapkan, bahkan tumbuh hidup
raja pada Mufakat, dan Mufakat ber-raja sebagai adat-istiadat. Hal ini, menurutnya,
pada alur dan patut." Dengan demikian, menanamkan keyakinan di lingkungan
menurutnya, raja sejati di dalam kultur pergerakan kebangsaan "bahwa demokrasi
Minangkabau ada pada alur (logika) dan Indonesia yang asli kuat bertahan, liat
patut (keadilan). Alur dan dan patutlah hidupnya," seperti terkandung dalam
yang menjadi pemutus terakhir sehingga pepatah Minangkabau,indak lakang
keputusan seorang raja akan ditolak bila dek paneh, indak lapuak dek ujanyang
bertentangan dengan pikiran akal sehat berartitidak lekang karena panas, tidak
dan prinsip-prinsip keadilan (Malaka lapuk karena hujan(Hatta 1960: 121-3).
2005:15-6). Hatta menambahkan dua anasir
Menurut analisis Hatta, demokrasi asli lagi tradisi demokrasi desa yang asli di
Nusantara itu dapat terus bertahan di bawah Nusantara. "Yaitu hak untuk mengadakan
feodalisme karena, pada banyak tempat di prates bersama terhadap peraturan-
Nusantara, tanah sebagai faktor praduksi peraturan raja yang dirasakan tidak adil,
yang terpenting bukanlah kepunyaan dan hak rakyat untuk menyingkir dari
raja, melainkan dimiliki bersama oleh daerah kekuasaan raja, apabila ia merasa
masyarakat desa. Karena pemilikan tidak senang lagi hidup di sana." Dal am
bersama atas tanah desa ini, maka hasrat melakukan prates, biasanya rakyat secara
tiap-tiap orang untuk memanfaatkan tanah bergerambol berkumpul di alun-alun dan
harus mendapatkan persetujuan kaumnya. duduk di situ beberapa lama tanpa berbuat
Hal inilah yang mendorang tradisi apa-apa, yang mengekspresikan suatu
gotong-rayong dalam memanfaatkan bentuk demonstrasi yang damai. Tidak
tanah bersama yang merembet pada sering rakyat yang sabar berbuat seperti
urusanlainnya, termasuk mengenai hal-hal itu. Namun, apabila hal itu dilakukan,
pribadi seperti mendirikan rumah. Adat pertanda menggambarkan situasi
hidup seperti itu membawa kebiasaan kegentingan yang memaksa penguasa
bermusyawarah menyangkut kepentingan untuk mempetimbangkan ulang peraturan
umum yang diputuskan secara yang dikeluarkannya. Adapun hak
mufakat. Seperti disebut dalam pepatah menyingkir dapat dianggap sebagai hak
Minangkabau,Bulek aei dek pambuluah, orang-seorang untuk menentukan nasib
bulek kato dek mufakat ataubulat air karena sendiri (Hattal960: 123).
pembuluh/bambu, bulat kata karena Tradisi demokrasi desa itu diperkuat
mufakat. Tradisi musyawarah-mufakat oleh nilai-nilai demokratis Islam.
ini kemudian melahirkan institusi rapat di Tentang kontribusi Islam, Bung Kamo
tempat tertentu, di bawah pimpinan kepala menyebutkan bahwa tradisi Islam di
desa. Setiap orang dewasa yang menj adi Nusantara membawa transformasi
warga asli desa tersebut berhak hadir masyarakat feodal menuju masyarakat
dalam rapat itu. yang lebih demokratis (Soekamo 1965:
Karena alasan pemilikan faktor 265). Dalam perkembangannya, Hatta
21
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141
juga memandang stimulus Islam sebagai Barat pada dasamya melanjutkan jalan
salah satu sumber yang menghidupkan yang sebelumnya telah diratakan oleh
cita-cita demokrasi sosial di kalbu para pengaruh Islam.
pemimpin pergerakan kebangsaan. Stimulus Islam membawa transformasi
Nilai-nilai demokratis Islam itu Nusantara dari sistem kemasyarakatan
bersumber dari akar teologisnya. Inti feodalistis berbasis kasta menuju sistem
dari keyakinan Islam adalah pengakuan kemasyarakatan yang lebih egaliter
pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Tawhid, (Wertheim 1956: 205). Transformasi ini
monoteisme). Dalam keyakinan ini, hanya tecermin dalam perubahan sikap kejiwaan
Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. orang Melayu terhadap penguasa.
Selain Tuhan, semua bersifat nisbi belaka. Sebelum kedatangan Islam, dalam Dunia
Konsekuensinya, setiap bentuk pengaturan Melayu berkembang peribahasa "Melayu
hidup sosial manusia yang melahirkan pantang membantah." Lewat pengaruh
kekuasaan mutlak, dinilai bertentangan Islam, peribahasa itu berubah menjadi,
dengan jiwa Tawhid. Kelanjutan logis "Raja adil, raja disembah, raja zalim raja
prinsip Tawhid adalah paham persamaan disanggah." Nilai-nilai egalitarianisme
(kesederajatan) manusia di hadapan Islam ini pula yang mendorong perlawanan
Tuhan yang melarang adanya perendahan kaum pribumi terhap sistem "kasta" baru
martabat serta pemaksaan kehendak/ yang dipaksakan oleh kekuatan kolonial
pandangan antarsesama manusia. Dengan (Wertheim 1956: 205).
prinsip persamaan, manusia juga didorong Tradisi demokrasi desa yang diperkuat
menjadi makhluk sosial yang menjalin oleh nilai-nilai demokratis Islam itu
kerjasama dan persaudaraan untuk memberi lahan bagi penyemaian nilai-
mengatasi kesenjangan dan meningkatkan nilai sosial-demokrasi dari Barat. Bung
mutu kehidupan bersama (Madjid 1992: Hatta, seperti juga Bung Kamo, menolak
4). mentah-mentah untuk mengekor model
Kehadiran Islam di Nusantara demokrasi-liberal yang menekankan
membawa perubahan penting dalam suara mayoritas, tetapi dapat menerima
pandangan dunia (world view) dan nilai-nilai demokrasi-sosial yang
etos masyarakat, terutama, pada mengedepankan semangat konsensus dan
mulanya, bagi masyarakat wilayah keadilan sosial.
pesisir. Menurut Denys Lombard, Islam Nilai-nilai demokrasi-sosial dari
meratakan jalan bagi modemitas dengan Barat itu dipinjam melalui perjumpaan
memunculkan masyarakat perkotaan yang intens dengan tradisi demokrasi
dengan konsepsi 'kesetaraan' dalam di Eropayang dialami oleh mereka
hubungan antarmanusia, konsepsi yang menempuh pendidikan di Eropa,
'pribadi' (nafs, personne) yang mengarah penyelidikan atas praktik sosio-demokrasi
pada pertanggungjawaban individu, serta di negara-negara Skandinavia, instalasi
konsepsi waktu (sej arah) yang 'linear', institusi demokrasi di Tanah Air seperti
menggantikan konsepsi sejarah yang Volksraad, dan yang lebih penting
melingkar (Lombard 1996 [II]: 149-242). melalui kesadaran emansipatoris akibat
Dalam pandangan Lombard, pengaruh keterpaparan anak-anak negeri dengan
modemisasi dan nilai-nilai humanisme sistem pendidikan Eropa dan kemunculan
22
Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31
23
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Desember20141
24
Oemokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi 6 - 31
sepenuhnya pada pikiran. Tanda itu selama pembuangan tak luput menulis
bemama 'kaum terpelajar' atau 'pemuda- naskah drama. Seperti Hatta, Sjahrir aktif
pelajar', atau seringkali disebutjong dalam di Perhimpunan Indonesia, dan kelak
bahasa Belanda. Dalam tanda dan peta- berperan penting dalam jumal Daulat
jalan seperti inilah generasi Soekamo, Rakyat. Ia pun dikenal sebagai pemain
Hatta, Sjahrir, dan Natsir dibesarkan. sandiwara dengan erudisinya yang luas
Semua tokoh tersebutlahir pada di bi dang kesusastraan. N atsir mengikuti
dekade pertama abad ke-20, dan semua beberapa kelompok diskusi dan terlibat
tak bisa dikatakan sebagai anak priyayi intens di Persatuan Islam. Sejak 1929 ia
tinggi. Soekamo hanyalah anak priyayi- mulai menekuni kerja jumalistik sebagai
rendahan yang mujur bisa masuk ELS ko-editor jumal Pembela Islam.
(Europeesche Lagere School; sekolah Menulis adalah mencipta, dan
dasar Belanda) karena pertolongan mencipta selalu mensyaratkan membaca.
seorang guru Belanda; Hatta adalah Semakin banyak mencipta, semakin
anak ulama-pedagang, yang beruntung banyak membaca; semakin kaya bacaan,
bisa diterima di ELS karena kekayaan semakin kaya hasil penciptaan.Yang
keluarganya; Sjahrir berlatar sedikit lebih pertama mereka ciptakan adalah nama.
baik, ayahnya seorang jaksa pribumi Tanda pengenal diri, yang memberi
sehingga diterima di ELS; Keluarga kesadaran eksistensial. Jika tak suka
Natsir lebih rendahan lagi, ayahnya dengan rumah kolonial, hal pertama yang
hanyalah seorang jurutulis kontrolir, harus dirobohkan adalah tanda-tanda yang
yang membuatnya hanya diterima di HIS. diciptakannya. Jika Belanda menandai
Jadi, mereka bisa memasuki pendidikan tanah-air ini sebagai Hindia-Belanda,
sistem Eropa berkat kegigihan generasi yang diperjuangkan generasi Soekamo
sebelumnya dalam menciptakan tanda; adalah memberi nama baru kepada
tanda yang membuat Belanda terpaksa tumpah darahnya. Semula ditemukan
mengendurkan persyaratan keturunan. sebuah istilah dalam bahasa Belanda
Tampakjelas, perjuangan merobohkan 'Indonesische', yang merujuk pada suatu
kolonialisme dan feodalisme dimulai dari geokultur di kawasan Austronesia yang
kerja wacana. Tanpa kata, perjuangan berciri kepulauan dan bercorak kultur
kehilangan arah. Seperti itu jugalah India. Maka, pada 1922, perkumpulan
generasi Soekamo. Praksis wacana lewat pelajar Indonesia di Negeri Belanda,
kelompok studi, kerja jumalistik, dan Indische Vereeniging, berubah menjadi
kesastraan menjadi tahap awal perjuangan Indonesische Vereeniging. Pada 1924,
mereka. Sejak 1924, Hatta terlibat aktif di Sutomo mendirikan kelompok studi
Perhimpunan Indonesia berikut jumalnya pertama pemuda-pelajar bumiputra
Indonesia Merdekaseraya tak lupa menulis dengan nama 'Indonesische Studieclub'.
puisi-puisi patriotik. 8 Pada 1926, Soekamo Dari sinilah kemerdekaan Indonesia
mendirikan Algemene Studieclub berikut menemukan j angkamya.
jumalnya, Indonesia Maeda. Saat yang Demikianlah, perjuangan menjadi
sama ia juga aktif sebagai editor malajah Indonesia adalah perjuangan melawan
SI, Bandera Islam (1924-27), bahkan kolonialisme dan feodalisme yang dimulai
8
dengan memancangkan "pikiran" dan
Dua judul yang tckcnal adalah Beranta Indcra dan Hindania
25
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Dese01ber20141
26
--- ------------- -----~----
di Indonesia saat 1m, baik tingkat pada 1940-an dan 1950-an. Para pengkaji
pemerintahan pusat maupun daerah budaya pada periode ini, dengan sederet
ditimbulkan oleh perpaduan unsur- nama besar seperti Margareth Mead, Ruth
unsur degeneratif bangsa ini. Selain Benedict, David McClelland, Gabriel
mencerminkan peluluhan daya pikir, Almond, Sidney Verba, Lucian Pye, dan
nepotisme juga mencerminkan lemahnya Seymour Martin Lipset, memunculkan
intemalisasi budaya demokrasi serta prasyarat nilai dan etos yang diperlukan
meluasnya kesenjangan sosial dalam untuk mengejar kemajuan bagi negara-
masyarakat. 9 negara yang terpuruk setelah Perang
Alhasil, gelombang pasang nepotisme Dunia II. Namun, seiring dengan gemuruh
harus dibaca dalam bentuk symptomatic laju developmentalisme yang menekankan
reading. Secara kultural, nepotisme pembangunan materiel, pengkajian
merupakan gambaran bahwa perubahan tentang budaya mengalami musim
pada perangkat keras (prosedur) kemarau padal 960-an dan 1970-an.
demokrasi, belum diikuti oleh perubahan Kegagalan pembangunan di
pada perangkat lunak (budaya) demokrasi. sejumlah negara, setelah melewati
Secara struktural, nepotisme merupakan pelbagai perubahan ekonomi dan politik,
pertanda bahwa demokrasi yang kita menghidupkan kembali minat dalam
kembangkan hanyalah sebatas fashion studi budaya sejak 1980-an. Pada 1985,
pencitraan alih-alih membawa perubahan Lawrence Harrison dari Harvard Center
fundamental secara substantif. Nepotisme for International Affairs menerbitkan
merupakan penampakan secara telanjang bukuUnderdevelopment Is a State of
kegagalan kita mengembangkan Mind: The Latin American Case, yang
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. menunjukkan bahwa di kebanyakan
Semuanya itu mengisyaratkan negara Amerika Latin, budaya merupakan
bahwa pencapaian demokrasi substantif hambatan utama untuk berkembang.
memerlukan lebih dari sekadar perubahan Pentingnya variabel budaya dalam
prosedur-kelembagaan politik, melainkan perkembangan ekonomi tampak dalam
perlu perubahan struktural berdimensi kasus negara-negara multibudaya.
kebudayaan. Perhatian terhadap variabel Sekalipun semua kelompok etnis
budaya terutama karakter, sebagai bagian dihadapkan pada hambatan sosial-
yang menentukan bagi perkembangan politik dan krisis ekononomi yang sama,
ekonomi dan politik suatu masyarakat/ namun sebagian kelompok lebih berhasil
bangsa pemah mengalami musim seminya dibanding kelompok lainnya. Ambillah
contoh keberhasilan minoritas etnis
9
Adam Bellow. dalam In Praise of Nepotism(2003), menengarai Tionghoa di Asia Tenggara, minoritas
bahwa gcjala nepotisme mcnurun ketika tcrjadi perluasan kclas
menengah yang menciutkan kesengangan sosialsebagai ikutan Jepang di Brazil, Basque di Spanyol, serta
dari kebijakan rezim negara kcscjahteraan. Sebaliknya, nepotismc
cenderung mcnguat ketika lapis kelas menengah menipis yang
Yahudi ke mana pun mereka bermigrasi.
meluaskan kcscnjangan sosial scbagai ikutan dari kebijakan Pentingnya variabel budaya dalam
rczim neoliberalisme. Temuan Bellow tersebut mcndapatkan
pcncguhan dari Paul Krugman dalam The Conscience of a Liberal perkembangan politik ditunjukkan antara
(2007)_ Bahwa kesenjangan sosial yang lcbar. menyusul dominasi lain oleh riset yang dilakukan oleh Robert
pcmcrintahan konscrvatif yang mcngusung neolibcralisme.
mcrupakan katalis bagi gelombang pasang politik partisan dan Putnam (1993) dan Ronald Inglehart
politik pengkultusan.
(2000). Menurut Putnam, budaya adalah
27
JEJAK NUSANTARA
Vo:ume 02, Norroc 1, Desemoec 2014
akar perbedaan yang besar antara Italia Reformasi sosial merupakan fungsi
Utara yang bercorak demokratis dan dari perubahan proses belajar sosial secara
Italia Selatan yang bercorak otoritarian. kolektif, yang membawa transformasi
Kesimpulan kedua ilmuwan tersebut tata nilai, ide dan jalan hidup. Dalam hal
mewarisi pemikiran rintisan dari Alexis ini, minat pengetahuan serta aktivitas
de Tocqueville (183 5; 1998), yang produksi ide (ideas-producing activities)
menyimpulkan bahwa apa yang membuat sangat esensial dalam mengkonstruksikan
sistem politik Amerika berhasil adalah identitas kolektifbaru yang memungkinkan
kecocokan budayanya dengan demokrasi. gerakan sosial mampu memelihara
Ams balik kesadaran akan pentingnya vitalitasnya.
nilai budaya sebagai titian kemajuan Dalam ketiadaan platform politik
1m bisa dijadikan koreksi terhadap yang jelas, gerakan kebudayaan menjadi
kecenderungan untuk menjadikan altematif menjaga kewarasan publik.
politik dan ekonomi sebagai panglima. Adalah melalui sastrra, nyanyian dan
Secara latah, responsibilitas untuk seni yang lain yang dibudayakan dalam
perubahan biasanya dialamantkan kepada masyarakat yang bisa membuat gerakan
faktorsemacam modemisasi, investasi, dan cita-cita sosial bisa bertahan dalam
industrialisasi, partai politik, pemilihan memori kolektif. Tentang hal ini, pada
umum, dan aspek-aspek prosedural dekade 1960-an, Herbert Marcuse
kelembagaan politik lainnya. menekankan dimensi estetik dari gerakan
Hal m1 mengabaikan kenyataan sosial pada masa itu dengan menegaskan
bahwa reformasi sosial tidak akan pemah bahwa dalam seni, musik dan sastra,
muncul hanya mengandalkan reformasi gerakan sosial meningkat dan menyimpan
politik dan ekonomi melainkan perlu tradisi kritik dan perlawanan (Marcuse
berjejak pada reformasi sosial-budaya. 1969). Hal ini diperkuat oleh Richard
Dalam sejarah kemajuan Eropa Barat Flacks dalam analisisnya tentang "tradisi
dan Amerika Serikat, Jiirgen Habermas kiri" Amerika, yang mengindikasikan
( 1990) menunjukkan hubungan yang bahwa gerakan sosial seringkali lebih
signifikan antara perubahan sosial-budaya penting sebagai aktor budaya ketimbang
(formasi kerangka institusional dan politik (Flacks 1988).
bentuk integrasi sosial barn) dengan laju Tentang pentingnya gerakan
perkembangan teknologi dan produksi, kebudayaan sebagai cara menghadirkan
dimana perkembangan yang terakhir justru kewarasan demokrasi, ada baiknya kita
terjadi kemudian setelah adanya reformasi simak pemyataan Antonio Skarmeta,
"sosial budaya"; bahwa revolusi industri sastrawan Chile, "Jika modemitas
di Eropa (a bad ke-1 7 hingga abad ke- bukan sekadar budaya efisiensi, dan jika
19) didahului oleh revolusi kebudayaan, demokrasi bukan hanya pesta pemilihan
Renaissance (abad ke-14 hingga abad ke- dan penjelimetan prosedur politik,
16). Di luar pengalaman Barat, kemajuan akan selalu ada intelektual-sastrawan
pesat yang dicapai oleh perekomian di seberang struktur politik berhadapan
Cina saat ini pun didahului oleh revolusi dengan mereka yang memburu kekuasaan
kebudayaan, apapun penilaian orang di luar institusionalisasi akademik dan
terhadap pelaksanaan dan implikasinya. negara. Akan selalu ada intelektual-
28
-- - -
Oemokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokras1 6 - 31
29
JEJAK NUSANTARA
Vol~me 02 I Nomor 11Desember20141
apa yang dipikirkan rakyat untuk kemudian akan berkembang. Di lembaga perwakilan,
diambil keputusan yang bijaksana yang wakil-wakil rakyat berdebat, bersikukuh
membawa republik ini pada keadaan dengan kebenaran pendapatnya namun
yang lebih baik. Orientasi etis "hikmah- dengan menjunjung etika politik dan
kebijaksanaan" juga mensyaratkan semangat kekeluargaan. Rakyat pun
kearifan untuk dapat menerima perbedaan akan melihat apa yang dilakukan wakil-
secara positif dengan memuliakan wakilnya itu memang merepresentasikan
apa yang disebut sebagai "kebajikan kedaulatan rakyat, bukan memperalat
keberadaban" (the virtue of civility),yakni rakyat untuk mencapai tujuannya. Dengan
rasa pertautan dan kemitraan di antara dimuliakannya aspirasi rakyat dalam
ragam perbedaan dan kesediaan untuk proses demokrasi politik di lembaga
berbagi substansi bersama, melampaui perwakilan, rakyat juga dituntut untuk
kepentingan kelompok, untuk kemudian menjadi warganegara yang bijaksana,
melunakkan dan menyerahkannya secara dengan kekuatan daya pikir yang dapat
toleran kepada tertib sipil. memahami hak dan kewajibannya, serta
Untuk itu, segala kekuatan dalam bertanggung jawab dalam menjalankan
masyarakat, tanpa pandang bulu, harus partisipasi politiknya.
diberi akses ke dalam proses pengambilan Singkat kata, demokrasi
keputusan. Wakil-wakil rakyat berdialog berkebudayaan dan budaya berdemokrasi
dengan pengetahuan dan kearifannya, harus terus diperkuat agar demokrasi bisa
bukan dengan kepentingan kelompoknya. diperdalam dan diperluas demi penyehatan
Dengan bimbingan hikmah- institusi demokrasi dan pencapaian
kebijaksanaan, perilaku politik yang etis kesejahteraan rakyat.
30
Oemoi<ras1 Beri<ebudayaan dan Budaya Beraemoi<rasi 6 - 31
DAFTAR ACUAN
Adam, A.B. (1995), The Vernacular Press and Horrison, L. (1885), Underdevelopment is a
the Emergence of Modern Indonesian State of Mind: The Latin American Case.
Consciousness (1855-1913). Ithaca: Maryland: Madison Books.
Cornell University South East Asia Latif, Y. (2011 ), Negara Paripurna:
Program. Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Carothers, T. (2002), "The End of the Transition Pancasila, Jakarta: Gramedia Pustaka
Paradigm," Journal ofDemocracy, No. 13. Utama.
Driyarkara, N., (2006), "Pemikiran Pancas- Lombard, D. (1996), NusaJawa:
ila Sebelum 1965," dalam A. Sudiarja, SilangBudaya,Vol. 1, Vol. 2, terj. Jakarta:
dkk. (ed.) Karya Lengkap Driyarkara: Gramedia Pustaka Utama.
Esai-Esai Filsafat Pemila"r yang Terlibat Malaka, T. (2005), Merdeka I 00%. Tangerang:
Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Marjin Kiri.
Jakarta: Kompas, Gramedia, Kanisius. Madjid, N. (1992), Islam, Doktrin dan
Flacks, R. (1988),Making History. New York: Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Columbia University Press Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan
Furedi, F. (2006), Where Have All the Kemoderenan. Jakarta: Yayasan Wakaf
Intellectuals Gone? London: Paramadina.
Continuum. Skarmeta, A. (1996), "The Book Show,"
Geertz, C. (1963), Old Societies, New States. dalam W.H. Gass dan L. Cuoco (ed.),
New York: The Free Press. The Writer in Politics.Illinois: Southern
Geertz, H. (1967), "Indonesian Cultures Illinois University.
and Communities,"dalam Ruth T. Soekarno (1958),Pantja-Sila sebagai Dasar
McVey (ed.), Indonesia, edisi revisi, Negara,Jilid 1, Jilid 2, Jilid 3, Jilid
Survey of World Cultures, No. 12. New 4. Jakarta: Kementerian Penerangan
Haven: Southeast Asia Studies, Yale Republik Indonesia.
University Press. - - (1965), Di Bawah Bendera Revolusi, Vol.
Habermas, J. (1990), Ilmu dan Teknologi 1. Jakarta: Panitia Di Bawah Bendera
sebagai Ideologi. Jakarta: LP3ES. Revolusi.
Hatta, M. (1960), Demokrasi Kita.Jakarta: Reeve, D. (2013), Golkar, Sejarah yang
Pandji Masjarakat. Hilang, terj. Jakarta: Komunitas Bambu.
--(1998), Kebangsaan dan Kerakyatan: de Tocqueville, A. (1998), Democracy in
Karya Lengkap Bung Hatta, Vol. I, Emil America. New York: Vintage Books.
Salim (Ketua Dewan Editor). Jakarta: Wertheim, W.F. (1956), Indonesian Society in
LP3ES, 1998. Transition. The Hague: Van Hoeve.
31
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor1 1Desember 2014 1
Abstract
This article explains the meaning of culture of democracy, democratic culture and cultured democracy. At
first glance, these terms are look the same but actually they have different meanings. Jn the first term, culture
is a subject or object that has democracy as a predicate. Culture is a political term which is related to the
way of distribution and implementation of power and decision-making process concerning the interests of
people. Jn the second term, culture is an object that subjected to the practices or behaviors and actions that
have democratic characteristics. Jn the third term, cultured has a meaning as th e predicate of democracy,
and it is similar to 'civilized'. Cultured democracy is a practice of culture in accordance to the manners
of certain cultural systems. An understanding of the terms differences is needed to avoid confusion about
democracy and culture. It may lead to misunderstanding and error in making decision to manage culture
and political life.
32
------ ----- ----·· ---------------------------· ---------------------------------
Kurnpulan para wakil kornunitas di bawah Partai-partai politik modem yang lahir
kepernirnpinan seorang aru atau karaeng kemudian tidak berhasil mewujudkan
yang pada rnasa lalu disebut adat atau kehidupan demokrasi seperti yang
hadat. Dalarn sistern politik tradisional diharapkan sehingga Presiden Soekamo
Bone, rnisalnya, dikenal Aru Pitu. Dalam menetapkan sebuah sistem demokrasi
masyarakat Bantaeng tradisional dikenal yang tidak sepenuhnya mengikuti
Adat Sampulongruwa atau Hadat Dua sistem demokrasi di Barat, yaitu Demo-
Belas. Dewan Aru atau Dewan Adat inilah krasi Terpimpin. Dalarn perjalanannya
yang bersama dengan raj a, aru atau karaeng sistem demokrasi ini temyata juga tidak
memegang kekuasaan, rnenentukan berhasil mewujudkan kehidupan politik
berbagai hal yang menyangkut kehidupan yang nyaman untuk semua pihak karena
orang banyak. Bilamana raja meninggal Demokrasi Terpimpin rnembuka peluang
atau harus diganti, Dewan Adat akan penyelewengan kekuasaan oleh Sang
memilih dan melantik raja yang baru Pemirnpin sendiri, seperti terlihat pada
(Ahimsa-Putra 1988; 1993). corak kepemimpinan Presiden Soekamo
Sistem politik tradisional di Sulawesi yang semakin lama di-anggap semakin
Selatan tersebut bertahan hingga masa otoriter. Kegagalan Presiden Soekamo
kemerdekaan dan baru dihapus pada akhir mengelola persaingan dan konflik
1940-an ketika pemerintah Republik dalam sistern politik yang dibangun
Indonesia rnengganti sistem Swapraja membuat Majelis Permusyawaratan
di Indonesia. Swapraja tidak lain adalah Rakyat Sementara, sebagai majelis
sistem politik tradisional pra-kemerdekaan tertinggi, menurunkannya dari kursi
yang diadopsi dalam kerangka sistem kepresidenannya dan mengangkat
politik Indonesia (Ahirnsa-Putra 1993) Soeharto sebagai penggantinya.
ketika rakyat di kawasan kekuasaan Seperti pendahulunya, Presiden
Belanda-yang disebut Hindia Belanda- Soeharto kemudian membangun sebuah
di bawah kepemimpinan Soekamo dan sistem demokrasi baru yang tidak seratus
Hatta memproklama-sikan kemerdekaan persen meniru sistem demokrasi di Barat,
dan rnembentuk sebuah negara baru, yaitu Demokrasi Pancasila. Dengan
Republik Indonesia. Akar budaya predikat baru "Pancasila," pemerintah
demokrasi yang telah ada dalam sebagian Orde Baru sebutan pemerintahan Soeharto
masyarakat Indonesia pada masa itu secara ekplisit ingin rnengatakan bahwa
-yaitu rnusyawarah dan pemungutan Indonesia telah menganut demokrasi,
suara-kemudian menjadi salah satu sila tetapi bukan sistem demokrasi seperti yang
dari dasar negara Republik Indonesia, berlaku di negara-negara Barat karena
Pancasila, yaitu silakeempatyang berbunyi sistem tersebut dianggap tidak sepenuhnya
"Kerakyatan yang dipirnpin oleh hikrnat cocok dengan budaya rnasyarakat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan Indonesia. Di bawah Orde Baru, demokrasi
dan perwakilan." Indonesia sangat menekankan pada proses
Sistem demokrasi yang menjadi musyawarah. Pemungutan suara untuk
landasan sistem politik tersebut, temyata rnenentukan pihak mana yang mendapat
tidak selalu menghasilkan kehidupan dukungan mayoritas bukan merupakan hal
politik sebagaimana yang dikehendaki. yang disukai, dan kalau perlu dihindari.
33
JEJAK NUSANTARA
Volume 02, Nocr,or 1' Desembe' 2014
Kini, dalam era pasca-Orde Baru, damai, aman dan lancar. Demokrasi
demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia sebagai sebuah sistem politik di Indonesia
tidak lagi diberi predikat tertentu. Hal merupakan kumpulan berbagai unsur
mt dapat dimaknai dalam beberapa budaya politik yang berasal dari Barat,
hal. Pertama, pemerintah atau bangsa yang sebagian di antaranya merupakan
Indonesia berpendapat bahwa demokrasi unsur yang tidak lagi asing bagi banyak
yang ingin diterapkan adalah demokrasi komunitas tradisional di sini, sedangkan
yang "mumi," tanpa embel-embel, atau sebagian yang lain merupakan unsur yang
demokrasi sebagai dikenal di negara Barat. baru. Oleh karena itu, proses penerimaan
Kedua, pemerintah atau bangsa Indonesia sistem demokrasi sebagai sistem politik
merasa bahwa sistem dan proses politik di Indonesia dapat dilihat sebagai proses
yang demokratis telah dapat dijalankan di yang oleh para ahli antropologi lazim
Indonesia sehingga embel-embel apa pun disebut akulturasi (Redfield, Linton dan
tidak diperlukan lagi. Ketiga, pemerintah Herskovits 1935; Teske danNelson 1974).
dan bangsa Indonesia menyadari bahwa Sebagai gugusan dari sejumlah
yang disebut demokrasi itu hanya satu, unsur budaya politik, sistem demokrasi
yaitu demokrasi sebagaimana yang merupakan suatu budaya politik dengan
disepakati dan dipraktikkan oleh banyak ciri tertentu yang berbeda dari budaya
negara demokrasi di dunia. Tidak ada politik yang lain, semisal sistem feudal,
sistem demokrasi dengan versi tertentu. sistem monarki, dan sebagainya. Budaya
Tidak perlu malu pada kenyataan demokrasi ini tentu saja berbeda dengan
bahwa kita pemah memberikan embel- demokrasi budaya. Dalam budaya
embel atau predikat tertentu pada praktik demokrasi, demokrasi adalah predikat
demokrasi di sini dengan maksud agar dari sebuah subjek yaitu budaya. Lain
diakui oleh masyarakat dunia (baca: Barat) halnya dengan demokrasi budaya. Di
sebagai masyarakat yang demokratis. sm1 demokrasi adalah serangkaian
Dalam sejarah di berbagai belahan dunia praktik tertentu yang diterapkan dalam
lain, demokrasi juga diberi berbagai pengelolaan kebudayaan yang bersifat
predikat tertentu seperti "demokrasi demokratis. Meski demikian, perbedaan
sosialis," "demokrasi organik," budaya demokrasi dan demokrasi budaya
"demokrasi baru," "demokrasi tinggi," dan tidak hanya terletak pada aspek semantis
sebagainya (Hook 1973: 684). Demokrasi karena budaya dan demokrasi adalah juga
sebagai sebuah konsep yang mengacu praktik, nilai-nilai, serta pandangan hidup.
pada suatu corak sistem atau kehidupan Perbedaan yang lebih mendalam antara
politik tertentu memang dapat dimaknai budaya demokrasi dan demolrasi budaya
macam-macam sesuai dengan keperluan ini dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
dan kepentingan pemberi makna.
Perkembangan praktik demokrasi BUDAYA DEMOKRASI: BUDAYA
di Indonesia tersebut menunjukkan DAN NILAI BUDAYA
bahwa bangsa Indonesia menerima dan Demokrasi berasal dari kata demos,
mengadopsi sistem politik demokrasi yang berarti 'rakyat', dan kratos,
secara ber-angsur-angsur, melalui 'kekuasaan'. Jadi, demokrasi berarti
berbagai proses yang tidak seluruhnya kekuasaan ada pada rakyat, atau di
34
Budaya Oemokras1, Demokrasi Budaya, dan Oemor<ras1 Berbudaya 32 47
tangan rakyat. Banyak definisi dan tersebut kurang sesuai dengan demokrasi
penjelasan tentang demokrasi telah dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak
beredar seperti halnya penjelasan konsep melibatkan kanak-kanak, dan bahkan
penting yang lain dalam ilmu-ilmu sosial- dilarang terlibat dalam kegiatan politik
budaya. Pandangan yang dipaparkan di atau pengambilan keputusan penting
sini hanyalah salah satu di antaranya. yang menyangkut kebutuhan hidup
Pandangan ini tidak harus dianggap orang banyak. Kedua, definisi tersebut
sebagai yang paling benar. Sebaliknya, juga menimbulkan pertanyaan lain, yaitu
harus tetap direnungkan maknanya secara apakah kesepakatan, persetujuan tersebut
kritis dan disempurnakan terus-menerus. harus diberikan secara bebas atau tidak;
apakah kesepakatan yang diperoleh
Definisi dan Penjelasan melalui pemaksaan atau diiringi dengan
Definisi demokrasi, menurut keterpaksaan masih dapat dikatakan
Theodorson dan Theodorson (1969: 107) sebagai demokrasi.
adalah "a political system based upon Terkait dengan pertanyaan tersebut,
rule by the consent of the governed, i.e. Sidney Hook, ahli filsafat politik dari
government based directly or indirectly Amerika Serikat, kemudian mendefinisikan
upon the will of the majority of the demokrasi sebagai "a form of government
members of a community or society," in which the major decisions of the
atau sistem politik yang berdasarkan governmentor the direction ofpolicy behind
pada aturan yang disepakati oleh orang these decisionsrest directly or indirectly on
yang diatur atau diperintah. Artinya, the freely given consent of a majority of
pemerintahan yang berdasarkan langsung the adults governed" (1973: 684). Definisi
atau tidak langsung-pada kemauan m1 terlihat dibuat dengan hati-hati.
mayoritas warga dari suatu komunitas Berbagai kemungkinan pertanyaan yang
atau masyarakat. Sepintas lalu, definisi melemahkan terlihat telah diperhitungkan
ini terasa sudah memadai, tetapi jika masak-masak dengan menggunakan frase
direnungkan lebih lanjut akan terlihat major decisions, 'putusan besar', keputusan
beberapa kekurangannya. penting, bukan setiap keputusan; the
Pertama, definisi itu tidakmembedakan direction ofpolicy behind these decisions,
usia ataupun tingkat kedewasaan pihak arah 'kebijakan di belakang putusan
the governed, orang yang diatur, yang tersebut'; jadi bukan hanya keputusannya,
diperintah. Padahal, kesepakatan hanya tetapi juga arah kebijakan; freely given
dapat dibangun atas dasar kesadaran dan consent, 'persetujuan/kesepakatan' yang
pengetahuan seseorang mengenai apa diberikan secara bebas, merdeka, bukan
yang disepakati, dan kesadaran ini baru persetujuan yang diberikan dalam keadaan
dicapai setelah seseorang memasuki tertekan atau karena ditekan, terpaksa atau
usia tertentu. Muncul pertanyaan apakah dipaksa; a majority of the adults governed,
kanak-kanak juga termasuk mereka yang 'mayoritas orang dewasa yang diatur',
harus dimintai kesepakatannya padahal bukan hanya mayoritas karena mayoritas
mereka belum sepenuhnya sadar dan bisa saja dicapai dengan memasukkan
tahu apa yang mereka lakukan dan alami. banyak kanak-kanak. Definisi Hook inilah
Tentu tidak. Oleh karena itu, definisi yang digunakan dalam tulisan ini.
35
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nornor11 Desember 2014 I
Demokrasi sebagai sebuah corak suatu demokrasi perwakilan menjadi lebih dapat
pemerintahan atau sistem politik sudah dijalankan daripada demokrasi langsung.
dikenal oleh masyarakat Yunani Kuno Di sinilah demokrasi yang tidak langsung,
di Kota Athena. Demokrasi masyarakat yang disebut demokrasi perwakilan
Athena Kuno ini merupakan demokrasi (representative democracy), merupakan
langsung. Warga Kota Athena menentukan sistem yang dipandang lebih cocok, dan
secara langsung undang-undang yang inilah corak demokrasi yang banyak
akan diberlakukan di kalangan mereka. digunakan (Ahimsa-Putra 2014; dalam
Demokrasi ini boleh dikatakan merupakan proses cetak).
bentuk yang paling dekat dengan makna Demokrasi yang didasarkan pada
demokrasi. Dalam praktik sistem ini perwakilan ini "presupposes not direct
masyarakat Kota Athena berkumpul, exercise of power but delegation of
menyelenggarakan rapat kota untuk power." Kalau demokrasi masyarakat
menyatakan kesetujuan atau penolakan Athena dapat dikatakan sebagai
mereka terhadap sesuatu. Akan tetapi "pemerintahan oleh rakyat atas rakyat,"
demokrasi corak Athena ini hanya cocok demokrasi pada masyarakat modem
untuk masyarakat yang tidak begitu besar tidak selalu dapat dikatakan sebagai
jumlah warganya. Ketika warga suatu demokrasi seperti itu karena "the people
komunitas yang berhak memilih menjadi who are governed are not the same
sangat banyak, demokrasi ala Athena people who govern," orang yang diatur
sangat merepotkan, bahkan mungkin tidak tidak sama dengan orang yang mengatur
lagi dapat dijalankan sehingga diperlukan (Sartori 1968: 115). Dalam demokrasi
penyesuaian atau perubahan (Ahimsa- perwakilan ini warga masyarakat memilih
Putra 2014; dalam proses cetak). atau mengangkat wakil yang kemudian
Pada masyarakat masa kini demokrasi memilih atau menentukan undang-undang
ala Athena memang tidak dapat diterapkan yang akan mengatur kehidupan mereka.
sepenuhnya karena kondisinya sudah Di sini tidak ada pelaksanaan kekuasaan
berbeda. Sartori (1968: 115) menulis, secara langsung melainkan melalui
Modern political societies are large perwakilan. Artinya, terjadi pendelegasian
societies, and the greater the number kekuasaan sehingga pemerintahannya
for the people involved, the less their tidak dapat disebut "pemerintahan diri-
pariticipation can be effective and sendiri" (self government), tetapi lebih
meaningful. Furthermore, the modern merupakan sebuah sistem pengendalian
nationwide state confronts us with spatial dan pembatasan pemerintahan; "it is not . .
or extensional impossibility, for the real . a :,,ystem ofself-government, but a system
self-government cannot occur among
of control and limitation of government"
the absentees; it requires a demos to be
(Sartori 1968: 115).
present in person on the spot.
Masyarakat modem lebih luas Sebagai praktik atau po la pemerintahan
skalanya daripada masyarakat Yunani dengan corak tertentu, sistem politik yang
Kuno sehingga apa yang dapat dilakukan demokratis tersebut juga dapat dikatakan
oleh masyarakat Athena ketika itu tidak sebagai suatu budaya. Budaya dengan
mudah untuk ditiru oleh masyarakat corak atau ciri tertentu. Budaya seperti itu
masa kini. Dalam situasi seperti itulah dapat disebut sebagai "budaya demokrasi"
36
Budaya Oemokras1, Oemoi<ras1 Budaya, dan Oemoi<ras1 Berbudaya 32 47
37
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Norlor 11Desember201LI
disadari. Tidak banyak warga masyarakat tidaknya masyarakat dan berarti setuju-
yang dapat dengan eksplisit dan tegas tidaknya Tuhan pada suatu kebijakan,
menyatakan nilai budaya yang mereka keputusan atau aturan tertentu. Atas dasar
miliki dan ikuti walau sehari-hari mereka nilai budaya positif ini dapat ditentukan
memakai nilai-nilai tersebut sebagai perangkat nilai budaya yang digunakan
pedoman atau pembimbing perilaku dan untuk mentapkan bahwa sesuatu itu
tindakan mereka menghadapi situasi kurang baik, kurang tepat, atau sama
dan kondisi sekitar. Meski tidak disadari sekali tidak patut dilakukan, yaitu bahwa
oleh pemiliknya, nilai budaya tetap dapat meninggalkan atau mengabaikan kegiatan
diketahui lewat pewujudannya, yaitu pemungutan suara untuk untuk mengetahui
unsur-unsur budaya yang empiris, seperti pendapat sebagian warga masyarakat
bermacam ungkapan, pepatah-petitih, yang dewasa berkenaan dengan suatu
pantun, puisi, mantra, dongeng, legenda, kebijakan, keputusan atau aturan tertentu
nyanyian rakyat, dan bahasa. adalah hal yang tidak baik dan sebaiknya
Berkenaan dengan demokrasi, tidak dilakukan
sejumlah nilai budaya dapat ditarik atau Kedua, pemberian kesepakatan atau
disimpulkan dari ciri praktik demokrasi persetujuan oleh warga masyarakat
yang telah dipaparkan. Yang pertama tersebut harus dilakukan dengan
adalah nilai kesepakatan atau persetujuan pengetahuan dan kesadaran akan apa yang
yang diberikan, baik secara langsung disepakati atau disetujui. Jika seseorang
maupun tidak. Pemberian persetujuan memilih menyetUJUI seseorang yang
secara langsung di sini dilakukan melalui lain sebagai pemimpin, atau menyetujui
pemungutan suara dari warga masyarakat pelaksanaan sebuah keputusan atau
yang dewasa untuk menentukan setuju- pemberlakuan suatu aturan, maka
tidaknya suatu kebijakan, keputusan atau persetujuan tersebut mesti didasarkan
aturan oleh sebagian besar dari mereka. pada pengetahuannya, pemahamannya
Praktik m1 dida-sarkan pada suatu dan kesadarannya mengenai apa yang
nilai budaya yang mengatakan bahwa disetujuinya. Praktik ini berlandaskan
melakukan pemungutan suara untuk pada nilai budaya yang mengatakan bahwa
mengetahui pendapat (setuju-tidaknya) menyetujui, menyepakati atau mendukung
sebagian besar warga masyarakat sesuatu berdasarkan atas pengetahuan,
yang dewasa berkenaan dengan suatu pemahaman dan kesadaran mengenai
kebijakan, keputusan atau aturan tertentu sesuatu tersebut merupakan hal yang baik
yang penting merupakan hal yang baik dan perlu dilakukan.
dan perlu dilakukan. Pemungutan suara Dengan adanya nilai budaya,
ini juga dilakukan berdasarkan atas sebuah setiap persetujuan atau dukungan
pandangan yang sangat penting yang terhadap sesuatu yang tidak didasarkan
mewujud dalam ungkapan Vax Papuli, pada pengetahuan, pemahaman dan
Vax Dei, Suara Rakyat, Suara Tuhan. kesadaran mengenai sesuatu itu akan
Suara rakyat di sini tidak lain adalah suara dianggap tidak baik. Demikian pula cara
"mayoritas warga masyarakat yang telah untuk mendapatkannya. Oleh karena itu
dewasa." Dengan kata lain, pemungutan proses yang memungkinkan munculnya
suara dilakukan untuk mengetahui setuju- pengetahuan, pemahaman dan kesadaran
38
Budaya Oemokrasi, Oemokras1 Budaya, dan Oemokras1 Beroudaya 32 47
39
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Desember20AI
Nilai budaya adil didasarkan pada sistem politik yang dibangun tidak di
pandangan filosofis tertentu mengenai atas proses politik yang jujur, bebas,
manusia, yaitu adanya "the inherent rahasia dan adil, tidak dapat dikatakan
equality, worth, and human rights of every sebagai sistem politik yang demokratis.
indivi-dual" (Theodorson and Theodorson Jika salah satu nilai budaya tersebut
1969: 107). Oleh karena itu, sistem politik tidak dapat diwujudkan dengan baik,
yang demokratis berasumsi bahwa "all sistem politik yang terwujud tetap dapat
members of the group have an essential dikatakan demokratis, tetapi cacat, kurang
dignity" dan karena itu "cooperation, sempuma. Jadi, sistem politik demokrasi
discussion and consensus" merupakan pada dasamya adalah, meminjam istilah
hal-hal yang bemilai, yang perlu Max Weber, sebuah ideal type atau tipe
dihargai, dijunjung tinggi (Theodorson ideal (Bendix 1968), atau, dalam istilah
and Theodorson 1969: 228). Pan-dangan Clifford Geertz ( 1973 ), sebuah model for,
ini juga mewujud dalam prinsip yang sebuah model yang ingin diwujudkan,
lain dalam sistem politik yang demokra- tetapi pewujudannya tidak selalu bisa
tis, yaitu "equality before the law" atau sempuma. Kedemokratisan sebuah sistem
kesamaan kedudukan di hadapan hukum. politik, dengan demikian, terletak pada
Menurut prinsip ini, demokrasi hanya tingkat keterwujudan pandangan filosofis
dapat berjalan dengan baik apabila setiap dan nilai-nilai budaya yang mendasarinya
warga masyarakat mendapat perlakuan dalam praktik politik sehari-hari. Dengan
yang sama di hadapan hukum. Artinya, demikian kedemokratisan pada dasamya
tidak ada hu-kum yang menempatkan bersi fat relatif.
warga satu golongan lebih tinggi atau Di negara yang telah lengkap
lebih besar haknya da-ripada warga perangkat budaya demokrasinya, mulai
golongan yang lain (Ahimsa-Putra 2014; dari perangkat keras hingga perangkat
dalam proses cetak). lunak (budaya materiel hingga budaya
Dari paparan tersebut diketahui pengetahuan), budaya demokrasi mungkin
bahwa nilai-nilai budaya yang mendasari dapat terwujud hampir sempuma, tetapi di
bud-daya demokrasi adalah kejujuran, negara-negara yang sedang berkembang,
kebebasan, kerahasiaan dan keadilan. atau sedang mencoba menerapkan sistem
Nilai-nilai budaya m1 mempunyai politik yang demokratis, pewujudan
hubungan fungsional dan timbal-balik. budaya tersebut masihjauh dari sempuma.
Nilai budaya kejujuran misalnya bisa Perdebatan mengenai keabsahan hasil
merupakan fungsi dari nilai budaya pemilihan presiden di Indonesia 2014 yang
keadilan, tetapi bisa juga sebaliknya, nilai baru lalu merupakan contoh yang sangat
budaya keadilan merupakan fungsi dari jelas tentang belum sempumanya budaya
nilai budaya kejujuran. Keadilan tidak ter- demokrasi di Tanah Air. Masih banyak
wujudjika tidak adakejujuran. Sebaliknya, kendala untuk mewujudkan budaya
kejujuran juga tidak akan terwujud jika tersebut dalam sistem politik Indonesia.
tidak ada keadilan. Demikian pula halnya
dengan nilai-nilai budaya yang lain.
Nilai Budaya Turunan Demokrasi
Nilai-nilai budaya tersebut juga harus Dari lima nilai dasar tersebut dapat
mewujud sebagai keutuhan. Sebuah diturunkan lagi sejumlah nilai budaya, dan
40
Budaya Oemokras1. Oemokrasi Budaya. dan Oemokrasi Berbudaya 32 47
- --~~----------------- -----------------~~------
dari nilai budaya ini lahir beberapa ciri hak untuk semena-mena melakukan
turunan sistem politik tersebut. Sejumlah penangkapan atas warga masyarakat
ahli ilmu politik kemudian mendefinisikan kecuali dengan alasan yang sangat
demokrasi sebagai "a system based on penting, seperti keamanan negara atau
competitive parties, in which the governing ketertiban masyarakat luas. Pelaksanaan
majority respects the rights of minorities" prinsip ini akan menghasilkan masyarakat
(Sartori 1968: 112). Di sini keterwakilan yang bebas dari rasa takut, dan bebas dari
warga masyarakat disalurkan melalui rasa terpaksa. Prinsip tersebut juga akan
partai politik yang diasumsikan dapat memungkinkan terwujudnya ciri lain
mewakili pandangan serta kepentingan yang lain, yaitu kebebasan bersaing dan
seluruh golongan, lapisan atau kelompok hubungan yang kurang lebih seimbang di
sosial, baik yang mayoritas maupun antara berbagai kelompok kepentingan.
minoritas karena perlindungan atas hak- Oleh karena itu, sebagian ilmuwan politik
hak golongan minoritas "has always berpendapat bahwa suatu masyarakat
been regarded as an essential aspect of hanya akan dapat dika-takan betul-
the democratic system" (Theodorson dan betul demokratis jika di situ terdapat
Theodorson 1969: 107). Dengan kata lain, ''.free competition and balancing of in-
dalam sistem politik yang demokratis terest groups" sehingga kesepakatan dan
semua kelompok harus diberi penghargaan kompromi dengan kelompok oposisi dapat
yang sama. Inilah nilai turunan dari nilai dicapai dengan konfl.ik atau pertentangan
budaya adil. sekecil mungkin (Sartori 1969).
Sebagian ilmuwan politik juga Masih terdapat ciri lain dalam sistem
menambahkan bahwa salah satu ciri sistem politik yang demokratis, misalnya terkait
politik yang demokratis adalah adanya kepemimpinan. Namun, nilai-nilai budaya
"kebebasan berbicara, kebebasan pers dan dasar dan filsafat manusia serta beberapa
kebebasan berserikat." Suatu sistem politik nilai budaya turunan yang telah diuraikan
dapat dikatakan demokratis bilamana cukup kiranya untuk menunjukkan
warga masyarakat memiliki kebebasan demokrasi sebagai sebuah budaya. Unsur-
untuk berbicara atau berpendapat; yang unsur tersebut dapat dikatakan merupakan
kemudian juga tecermin pada kebebasan inti budaya dari budaya demokrasi,
persnya (Sartori 1969). Selain itu, warga meminjam istilah Steward (1955).
masyarakat juga bebas untuk melakukan
kegiatan rapat atau berkumpul bersama DEMOKRASI BUDAYA: PRAKTIK
(Ahimsa-Putra 2014; dalam proses cetak). PENGELOLAAN KEBUDAYAAN
Prinsip ke-bebasan press ini merupakan Budaya demokrasi, sebagaimana telah
turunan dari nilai budaya bebas di atas. dijelaskan, kini bukan lagi merupakan hal
Lebih lanjut, nilai budaya bebas yang baru di Indonesia. Sebagian nilai-
juga diturunkan ke dalam prinsip lain nilainya telah diterima masyarakat dan
dalam sistem politik yang demokratis menjadi acuan dalam beraktivitas politik,
yaitu "perlindungan dari penangkapan sebagian praktiknya telah berjalan,
sewenang-wenang" (protection from sebagian perangkat kebahasaannya telah
arbitrary arrest); bahwa dalam masyarakat digunakan, dan sebagian perangkat
yang demokratis penguasa tidak memiliki materielnya juga telah dibuat dan
41
JEJAK NUSANTARA
Vo.ume 021Nomor11Desember20141
42
Budaya Oemokrasi, Oemokrasi Budaya, dan Oemokras1 Berbudaya 32 - 47
diskusi, rapat, atau musyawarah, untuk kebudayaan menjadi the inherent equality,
menentukan berbagai aturan termasuk worth and rights of every culture, yang
pendistribusian dan pengalokasian dalam antropologi lebih dikenal sebagai
penguasaan dan pemanfaatan sumber pandangan relativisme budaya (cultural
daya yang menyangkut pelestarian dan relativism). Di sini setiap kebudayaan
pengembangan kebudayaan (bdk. Spradley dipandang sama baiknya, sama tingginya,
197 5). Proses itu ten tu tidak mudah sama bemilainya sehingga memiliki hak
dan tidak selalu berjalan lancar karena mendapatkan perlakuan yang sama dari
di dalamnya terlibat berbagai macam manusia, masyarakat atau suatu bangsa.
individu dan kelompok dengan berbagai Lebih lanjut, asumsi "all members of
macam kepentingan yang sangat beragam. the group have an essential dignity" dapat
Di situ selalu ada perbedaan kepentingan ditransformasikan menjadi all cultures of
sehingga persaingan dan konflik tidak a given society have an essential dignity.
pemah absen dari proses semacam itu. Semua kebudayaan yang terdapat dalam
Meski demikian, persaingan dan konflik suatu masyarakat atau bangsa harus
yang terjadi biasanya merupakan aktivitas dipandang sama martabatnya sehingga
yang tidak tanpa aturan. Di situ selalu setiap kebijakan dan strategi kebudayaan
ada aturan yang telah disepakati bersama, sebaiknya meru-pakan hasil "cooperation,
baik secara formal tertulis maupun tidak, discussion and consensus" dari para
sehingga proses membuat kebij akan dan pemangku segenap kebudayaan, dan
strategi umum juga dapat dipandang harus dihargai, dihormati dan dijunjung
seperti sebuah permainan (game), yang di tinggi. Dengan pandangan ini harus ada
dalamnya terjadi persaingan dan konflik, kesamaan kedudukan di hadapan hukum
ada pemenang, ada pecundang (bdk. bagi semua kebudayaan. Tidak boleh ada
Bailey 1977). peminggiran kebudayaan hanya karena
budaya tersebut milik kaum minoritas
Pengelolaan Kebudayaan atau milik kaum yang terpinggirkan dalam
Pertanyaannya kemudian adalah kehidupan politik atau ekonomi. Setiap
bagaimana implementasi pandangan kebudayaan mempunyai hak yang sama
filosofis dan nilai-nilai budaya demokrasi untuk hidup dan berkembang. Tidak ada
tersebut dalam aktivitas pengelolaan kebudayaan yang dianggap lebih tinggi
kebudayaan. Dalam hal ini inti budaya kedudukannya daripada kebudayaan yang
demokrasi harus ditempatkan sebagai lain berkenaan dengan hukum dan aturan
model untuk pengelolaan kebudayaan. pengelolaan kebudayaan, sehingga lebih
Artinya, kebudayaan dipandang sebagai berhak untuk hidup daripada kebudayaan
suatu objek seperti manusia. Dengan yang lain.
demikian, filsafat manusia yang Dasar-dasar filsafat kebudayaan
mendasari budaya demokrasi dapat tersebut harus disertai dengan nilai-
diterapkan pada kebudayaan. Pandangan nilai budaya demokrasi dalam proses
filosofis demokrasi tentang "the inherent pengelolaan kebudayaan. Nilai budaya
equality, worth, and human rights of every yang pertama adalah adil dalam
individual" (Theodorson dan Theodorson pengelolaan kebudayaan. Keadilan di
1969: 107) dapat ditransformasikan pada sini ditentukan atas dasar situasi dan
43
JEJAK NUSANTARA
l/olurre 02 Nomor 11Desember20141
I
44
Bucaya Oemokrasi Oemokras,' Budaya, dan Oemokras1 Berbuo'aya _)? - 47
45
JEJAK NUSANTARA
Volume 02: Nomor 11 Desember 20141
praktik demokrasi tersebut juga berbeda. dengan me-reka yang berasal dari negara
Di sini nilai-nilai budaya etnis atau lokal yang lain.
merupakan atau dijadikan patokan untuk
menilai praktik demokrasi yang berjalan. KESIMPULAN
Perbedaan nilai budaya inilah Dari pembahasan tersebut dapat ditarik
yang membuat pemerintah Orde Barn beberapa kesimpulan. Pertama, istilah
berpandangan bahwa demokrasi yang 'budaya demokrasi', 'demokrasi budaya',
dipraktikkan di negara-negara Barnt dan 'demokrasi berbudaya' memiliki makna
sebagai demokrasi liberal yang kurang yang berbeda-beda. Budaya demokrasi
sesuai dengan budaya masyarakat dapat dimaknai sebagai sebuah budaya
Indonesia. Praktik demokrasi di Indonesia berpolitik yang berbasis pada nilai-nilai
dengan demikian tidak hams mengikuti budaya dasar yaitu kejujuran, keadilan,
sepenuhnya praktik demokrasi yang kebebasan, dan kerahasiaan. Demokrasi
berjalan di Barnt. Demokrasi di Indonesia merupakan predikat atau ciri yang terdapat
menurut pemerintah Orde Barn hams tetap pada budayanya. Hal ini berbeda dengan
disesuaikan dengan budaya masyarakat demokrasi budaya yang nilai-nilainya
Indonesia pada umumnya. Demokrasi dijadikan landasan untuk mengelola
ala Indonesia inilah yang disebut sebagai kebudayaan agar kebudayaan dapat
'demokrasi Pancasila'. Dalam sistern tumbuh dan berkembang secara maksimal
demokrasi ini tidak dijumpai perdebatan sesuai dengan potensinya. Lain lagi dengan
di antara mereka yang mencalonkan diri demokrasi berbudaya yang merupakan
karena perdebatan ketika itu dipandang praktik demokrasi yang dipandang sesuai
sebagai wujud demokrasi yang "kurang dengan nilai budaya tertentu, yang diambil
Indonesia." dari sistem budaya agama, etnis, kawasan
Singkat kata, dalam demokrasi atau nasional.
berbudaya, nilai-nilai budaya yang Kedua, budaya demokrasi dan
dijadikan tolok ukur untuk menilai demokrasi budaya merupakan dua aspek
praktek demokrasi bukan lagi nilai-nilai yang berbeda dari realitas yang sama karena
budaya dasar demokrasi seperti adil, jujur, demokrasi budaya pada dasarnya adalah
bebas dan rahasia, tetapi nilai-nilai budaya sistem dan praktik pengelolaan kebudayaan
yang lebih spesifik, lebih khusus, yang yang berbasis pada nilai-nilai budaya dasar
bisa berasal dari budaya agama, budaya demokrasi. Dengan kata lain, demokrasi
etnis, budaya kawasan atau budaya budaya adalah budaya demokrasi yang
nasional. Oleh karena itu, penilaian diterap-kan pada pengelolaan budaya.
mengenai berbudaya-tidaknya praktek- Ketiga, demokrasi berbudaya
praktek demokrasi yang berjalan akan merupakan penerapan nilai-nilai budaya
berbeda-beda antara pemeluk agama satu dasar demokrasi yang dipengaruhi oleh
dengan pemeluk agama yang lain, antara nilai-nilai budaya dasar dari sistem budaya
sukubangsa satu dengan sukubangsa yang lain (agama, etnis, kawasan, nasional)
lain, antara mereka yang berasal dari dalam sistem dan praktik berpolitik. Oleh
kawasan tertentu dengan mereka yang karena itu demokrasi ini selalu lebih sempit
berasal dari kawasan yang lain, antara cakupannya daripada budaya demokrasi.
mereka yang berasal dari negara tertentu
46
--------- ----------------------
Budaya Oemokrasi. Oemokrast Buaaya. dan Oemokrast Berbudaya 32 47
DAFTAR A CU AN
47
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11 Desember 20141
Sem Touwe
Pengajar, Universitas Pattimura
Abstract
Saniri is an organization that serves local democracy.It regulates the democratic life of the community
on th e island of Seram, especially in local la w territory of Sapalewa, Eti, and Tata which have been
exist before the arrival of Europeans. This paper discusses the changing function and role of Saniri as a
result of external transformation since the Sultanate era, penetration of Europeans and the New Orde1'.
Regional Autonomy La w's enactment provides opportunities to Saniri reestablishment.At this point, how
Saniricontinues to functio11ing at recent tim e has become a main issue. As the reconstruction of social
histo1y, this study wasusing literature and interviews method.
T
ulisan ini membahas tiga isu keharmonisan hidup yang dilandasi pada
besaryaitu pertumbuhan, transisi, adat-istiadat, nilai, norma, pengetahuan,
dan tantangan zaman bagi dan tradisi masyarakat yang berlaku.Dalam
keberlanjutan wadah demokrasi masyarakat yang kompleks, institusi
lokal yang disebutsaniri(selanjutnya sosial merupakan mekanisme sosial yang
ditulis Saniri sebagai sebutan institusi). disusun untuk mencapai kesejahteraan
Dari ketiga isu ini terbersit harapan bersama.Pemerintahan sebagai bagian
pengaktifan kembali Saniri sebagai suatu dari institusi merupakan suatu sistem
institusi lokal yang bersifat sosial-politik kontrol yang berada diatas semua segmen
yang dibentuk atas dasar kemauan dan sekuler kehidupan masyarakat. Oleh sebab
kesepakatan bersama warga masyarakat di itu pola pembagian kerja dalam suatu
Pulau Seram, Provinsi Maluku sekarang, institusi sosial menjadi inti kekuatan bagi
khususnya di tiga wilayah hukum adat kelanjutan hidup komunitas, termasuk
dari suku-suku Alune dan Wemale, institusi Saniri yang merupakan suatu
yang mendiami Pulau Seram bagian orgamsas1 lokal tradisional di Pulau
barat. Seram.
Wujud nyata organisasi sosial Sistem pemerintahan Saniri sudah
Saniri yang bersifal demokratis m1 dimulai sejak zaman nenek moyang
tergambar pada pembagian kerja secara suku Alune dan Wemale yang mengenal
fungsional dan mekanistik untuk menjaga keteraturan hubungan sosial dalam bentuk
48
Santr1 Vl/ao'ah Oernokras1 Loi<al di Serarn Barar 48 - 61
49
JEJAK NUSANTARA
Volurre 021Nomor11Deserlber201LI
so
"Sanir( Wadah Oemokrasi Loka/ di Seram Barat 48 - 61
51
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I "omor ~I Desember 20141
(Koentjaraningratl 977). Begitu pula para pemimpin melakukan nili atau saniri
dengan pengalaman sejarah masyarakat di pusat peradaban masyarakat Seram
yang bermukim di wilayah hukum adat Eti, Barat yang disebut Sabaing fatale atau
Tala, dan Sapalewa. Berdasarkan sapulahu lataleitu semakin berkembang
penuturan lisan yang diturunkan dari saat terjadi penyebaran masyarakat ke
generasi ke generasi hingga sekarang, di seluruh wilayah hukum adat Eti, Tala, dan
Pulau Seram, khususnya di Seram Barat, Sapalewa.
terdapat sebuah pusat aktivitas masyarakat Keteraturan dalam bi dang
yang disebut sabaing latale (menurut pemerintahan lebih tertata ketika
ucapan suku A lune) atau sapulahu fatale masyarakat mulai menempati ketiga
(menurut suku Wemale ). Pusat aktivitas wilayah hukum adat tersebut secara
itu diperkirakan merupakan salah satu permanen. Struktur masyarakat yang
peradaban tua di wilayah tersebut. sangat sederhanapun dibentuk mulai dari
Dalam syair tradisional kapatajuga penggabungan beberapa lumamatai atau
dikisahkan tentangsahulau yang dikenal keluarga inti.Beberapa lumamataiyang
luas dalam memori kolektif masyarakat terdiri dari gabungan margatersebut
Maluku Tengah pada umumnya. dipimpin oleh seorang tokoh karismatik
Terbentuknya sistem kemasyarakatandi yang memiliki kewibawaan dan
ketiga wilayah hukum adat Eti, Tala, kemampuan supranatural yang tinggi.
dan Sapalewa, berawal ketika terjadi Pimpinan setiap lumamatai kemudian
penyebaran masyarakat dari pusat aktivitas melakukan musyawarah untuk bergabung
sabaing fatale atau sapulahulatale menjadi satu persekutuan yang disebut
ke tiga wilayah hukum adat tersebut. soa. Jadi, soamerupakan penggabungan
Pusat aktivitas ini merupakan salah satu beberapa marga atau fam, yang dipimpin
peradaban yang tumbuh setelah manusia oleh seorang kepala soa.
menyebar dari pusat aktivitas pertama Dalam perkembangannya, beberapa
di Pulau Seram, yaitu Nunu Saku, yang kepala soakemudian melakukan
dipercaya oleh penduduk asli di Maluku musyawarah untuk membentuk
Tengah sebagai tempat awal manusia persekutuan yang lebih besar yaitu hena
di pulauitu hidup dan beranak pinak atau am an (negeri atau des a) yang dipimpin
(Touwel991: 26-7). oleh seorang tokoh yang bergelarUpu
Kata saniri berasal dari kata dasar nili Latu. Beberapa henalamanyang telah
yang berarti 'musyawarah'. Kebiasaan terbentuk di wilayah hukum adat Eti, Tala,
memutuskan suatu masalah atau aktivitas dan Sapalewa, kemudian membangun
apapun yang menyangkut kepentingan aliansi politik pemerintahan lokal
orang banyak pasti dilaksanakan yang terdiri dari tiga perangkat untuk
dalam sebuah rapat atau pertemuan mengatur masyarakat adat di Seram Barat.
para pem1mpm negeri atau tokoh adat. Perangkat pemerintahan tradisional ini
Kebiasaan m1 juga dilakukan pada kemudian disebut Saniri Kwele Teluatau
aktivitas politik pemerintahan lokal dalam Saniri Tiga Aliran Sungai, yang secara
bentuk yang sederhana hingga akhimya geohistoris tumbuh dan berkembang
berkembang mengikuti kaidah organisasi di ketiga aliran sungai besar yaitu Eti,
layaknya organisasi modem.Kebiasaan Tala, dan Sapalewa di Seram Barnt.Dari
52
'Sa nm" VVaa'ah Oernoi<rasi Lokal a',' Seram Ba rat 48 6-1
53
JEJAK NUSANTARA
Volume 02INomor11Desember20141
Gambar 1
Struktur Saniri Besar "Kwele Batai Telu"
(Saniri Tiga Aliran Sungai)
Kepala Saniri
(Secara kolektjfl
.(.
..
,!- .(.
l l t
Hena/AIT'an Hena/AIT'an Hena/AIT'an
(Negeri Adat) (Negeri Adat:1 (Negeri Ada(I
Pada gambar struktur tersebut terlihat wilayah hukum adat ke wilayah hukum
bahwa diantara ketiga pemimpin wilayah adat lainnya. Kepala Saniribiasanya di-
hukum adat terjadi hubungan kerja yang percayakan kepada pimpinan Saniri tem-
bersifat koordinasi sehingga apabila ter- pat pertemuan adat itu diselenggarakan.
jadi aktivitas pemerintahan yang berkai- Pimpinan Saniri yang dianggap kurang
tan dengan tugas atau fungsi mereka, berhasil atau malah gagaldalam melak-
ketiga ina amamelakukan kerja bersama sanakan pertemuan adatakan diberi
untuk menyelenggarakan musyawarah sanksi yang berat berikut semua perang-
Saniri. Selain ketiga pimpinan wilayah kat pemerintahannya. Selain struktur
hukum adat, terdapat kepala Saniridi SaniriBesartersebut, terdapat perangkat
puncak struktur.Dalam praktik pemer- pemerintahansaniri lebih rendah di setiap
intahan setempat, kepala Saniri dipilih wilayah hukum adat yang secara fung-
setiap lima tahun yang diambil dari un- sional mengatur jalannya sistem kehidu-
sur Ina Arna tanpa mengubah fungsi dan pan bermasyarakat berdasarkan aturan
kedudukannya. Cara ini diambil karena adat yang berlaku di wilayah hukum adat-
setiap lima tahunsekali dilakukan Sa- nya.Gambar 2 adalah struktur Saniri Sa-
niri Besar atau pertemuan besar yang di- palewa sebagai contoh bentuk struktur
laksanakan secara bergantian dari satu saniri dalam wilayah hukum adat tertentu.
54
·sarnri" Wadah Demokrasi Lokal d1 Seram Barat 48 - 61
Gambar2
Struktur Saniridi Wilayah Hukum Adat Sapalewa
!na Arra/
Kepala Saniri
l
Angkota
5 orang'.!
t_tj(lgg_Qf;!l.
I
Sari Meten .. Saliuwei Salibubui
I I I
I
Latu
---------~-------- Latu
-------~--------1 Latu
I
Hena/An'an
(Negeri Ada(!
55
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Norror 11:Jesember201LI
56
'Sar11r( V1/adal1 Oemokras.1 Loi<a! d1 S2ram Barat 48 - 61
57
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor1 1Desember20141
Gambar3
Model Pemerintahan Tradisional Saniri Hena/ Aman
Kew ang
(P•engaw a.s Hutan )
Kepala-kep ala So a
Tampak jelas bahwa tindakan pemerintah di Seram Barat, menurut versinya (Gambar
kolonial mengubah sistem pemerintahan 4).
Saniri yang berbasis hena/aman tersebut Gambar4
dilandasi rasa khawatir bahkan ketakutan Struktur Pemerintahan Lokal di Maluku
mereka terhadap para pemimpin negeri versi Pemerintah Kolonial
di Seram Barat, seperti upu latu dan
kepala soa yang merupakan pemimpin Raja/ Patti/Orang Kaya
58
"Sanir( Wadah Demokras1 Lokal di Seram Barat 48 - 61
negeri adat dijumpai orang kaya, dan Soeharto diadakan rekstrukturisasi dalam
patti. Sesungguhnya jabatan Raja, Patti bidang pemerintahan diseluruh Indonesia
dan Orang Kaya adalah istilah yang khususnya menyangkut struktur, fungsi
melekat pada j abatan pimpinan hen a/ dan administrasi pemerintahan. Proses
amanyang diberikan oleh pemerintah restrukturisasi itu diikuti dengan terbitnya
kolonial dengan tanda kebesaran berupa Undang-Undang No. 5 tahun 1979
tongkat berkepala emas, kursi raja yang tentang penyeragaman pemerintahan di
terbuat dari ukiran kayu berharaga, seluruh daerah yang sebelumnya memiliki
payung kebesaran, dan fasilitas yang lain. beragam sebutan dan bentukyang berbeda
Setiap pemimpin negeri, yang dikenal diubah menjadi desa mengikuti pola di
dengan istilah regen, merupakan pejabat Pulau Jawa. Dengan demikian struktur
langsung dibawah pemerintah kolonial dan fungsi-fungsinya juga ikut berubah
sehingga kebijakan mereka sama dengan (lihat Gambar 5).
kebijakan pemerintah Belanda di tanah Gambar 5
jajahan. Pola ini bertahan cukup lama Struktur Pemerintahan Desa berdasarkan
sehingga pengaruhnya sangat kuat Undang-Undang No. 5/1979
terhadap sistem pemerintahanSaniri.
Dew as a m1, masyarakat di
Seram Barat dan beberapa tempat di
Maluku masih tetap mengenal pola
pemerintahan adat bahkan ada yang telah
mempraktikkan pemerintahan hena/
aman berdasarkan pola kerja lembaga
adat Saniri.Sistem pemerintahan adat
masih merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi kehidupan masyarakat
adat di Seram Barat dan Maluku pada
umumnya sehingga dalam praktik Gambar tersebut menunjukkan ter-
kemasyarakatan terutama dalam jadi perubahan sistem dan struktur pemer-
memilih pimpinan hena/aman selalu intahan desa di Indonesia yang sangat sig-
terjadi gesekan antara masyarakat yang nifikan bila dibandingkan dengan struktur
menghendaki pemilihan berdasarkan asli ataupun struktur yang diubah oleh
adat dan yang menghendaki pemilihan pemerintah kolonial Belanda. Perom-
berdasarkan aturan yang berlaku saat ini. bakan yang dilakukan oleh pemerintah
Orde Baru itu secara tidak langsung di-
LEMBAGA SANIRI DAN UNDANG- anggap telah menghilangkan nilai-nilai
UNDANG OTONOMI DAERAH budaya tradisional, khususnya dalam
Ketika Indonesia mencapai sistem pemerintahan lokal, yang seharus-
kemerdekaan pada 17 Agustus 194 5, nya dijaga dan dilestarikan oleh negara
sis tern pemerintahan hena/am an di Maluku karena merupakan karya budaya tak benda
warisan pemerintah jajahan masih tetap bemilai tinggi yang bahkan dihargai oleh
dipertahankan. Namun, pada masaOrde masyarakat dunia.
Baru dibawah kepemimpinan Presiden
59
JEJAK NUSANTARA
Volcme 021Nomor11Desember20141
60
·sanir( Wadah Oernokras1 Lokal d1 Seram Barat 48 61
61
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Nomor 11Desember20141
I
Hendraswati
Peneliti, Balai Pelestarian Nilai Budaya Pontianak
Abstract
One of the interesting trends in the 'ritual' of general elections or regional elections is the electoral
behavior of voters. At least, it is divided into three models, namely sociological, psychological, and rational
behavior. Generally, in South Kalimantan, voter behavior is largely determined by bubuhan concept. A
voter will choose regional head candidates whom he considered as as part of a bubuhangroup. The group
itself is still a family-related or propped up by ethnicity, regional ties, similarity ofsocial and religious
organizations, ideologies, understanding, and so on. This article attempts to explain bubuhan as a system
and its relation to voter behavior in South Kalimantan.
alah satu gejala yang menarik nasional ataupun daerah. Karena itu,
62
S1stem "Rubuhan" dan Pent0ku Pemi/,,,1--1 a'aiam Pesta Oernokras,, /(alimantan Se!otan 62 - 70
63
JEJAK NUSANTARA
Vrnurre 021Nomor11Desember20141
64
S,:stern "F3ubuhan" dan Perilaku Pem11ih dalam Pesta Demokrasl d1 Kalrmantan Se!atan 62 70
ciri kelas atau pendidikan apabila variabel untuk memerhatikan serta memberikan
ini digunakan pada negara yang berbeda. tanggapan terhadap dinamika isu politik
Padahal, konsep kelas (class), pendidikan, yang berkembang. Kemudian muncul
dan sebagainya berbeda antara satu negara kesadaran bahwa berpolitik erat kaitannya
dengan negara lain, sehingga sulit untuk dengan berorganisasi. Sebab kehidupan
menganalisis tingkahlaku memilih antar- politik sangat mengandalkan legitimasi
negara (cross national analysis) dengan massa, legitimasi massa sukar diperolehi
menggunakan model ini (Gaffar 1992). kalau seseorang bertindak secara
Menurut Imawan (1993), tingkah laku individual.
memilih adalah tindakan perseorangan, Dalam model psikologi, konsep party
bukan tindakan kumpulan (collective). identification sangat penting. Tentang
Seseorang mungkin saja dipengaruhi konsep m1 dapat dijelaskan bahwa
oleh norma sosial yang berlaku dalam walaupun seseorang merasa dekat dengan
kelompoknya, tetapi tidakada jaminan pad a partai tertentu, namun tidak berarti bahwa
saat menentukan pilihanya sesuai dengan norma partai politik akan mempengaruhi
apa yang dikehendaki oleh kelompoknya, pilihannya pada saat pemilu. Pilihan politik
boleh jadi berlaku penyimpangan dari seseorang juga akan dipengaruhi oleh
norma yang dimilikinya. Dengan kata persepsinya tentang isu yang berkembang
lain dapat dinyatakan bahwa selalu dalam masyarakat baik isu jangka pendek
ada kemungkinan seseorang akan ataupun isu jangka panjang. lsu-isu politik
menyimpang dari norma atau keyakinan yang berkembang bisa menyangkut politik
berlaku dalam kelompoknya. Jadi, tidak atau yang berkaitan dengan kehidupan
semua segi tingkahlaku memilih bisa politik.
dijelaskan melalui pendekatan sosiologis. Menurut model psikologis, walaupun
tingkahlaku pemilih hanya ditentukan
Model Psikologis oleh dua hal, yakni konsep sikap
Menurut Imawan (1993), tingkah dan sosialisasi, namun faktor yang
laku memilih dapat dipengaruhi dua merangkumi dimensinya sangat luas.
konsep, yaitu political involvement dan Paling tidak ada enam faktor dimaksud,
party identification. Political involvement yakni identifikasi partai; persepsi pemilih
adalah perasaan penting atau tidak penting terhadap karakteristik kepribadian calon;
untuk terlibat dalam isu politik yang kepentingan kelompok yang mereka
bersifat umum (general), sedangkan wakili; isu politik (dalam negeri) yang
party identification adalah preferensi atau sedang aktual; isu politik (luar negeri)
perasaan suka atau tidak suka seseorang yang sedang hangat dibicarakan; dan
terhadap partai politik tertentu. kinerja partai yang sedang berkuasa di
Berkaitan dengan konsep political pemerintahan (Imawan 1993).
involvement dapat dijelaskan bahwa Sementara itu,sikap dan orientasi
pada mulanya seseorang meyakini politik seseorang individu pada aspek
keikutsertaannya dalam proses politik psikologis yang kedua muncul melalui
sangat diperlukan. Dengan perasaan proses sosialisasi yang berlangsung sejak
seperti itu dia memiliki kepedulian masa anak-anak.Peranan agen sosialisasi
politik yang tinggi. Dia akan termotivasi seperti orangtua, saudara, kelompok
65
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 "lornor 11Desernber2014
I
66
SlStem "Bubuh'3n" can Pen/a,:w Pemr/ir; da/arn .nesta Oemoi<rasr i{al1rnan~an Seiatan 62 - 70
67
JEJAK NUSANTARA
Vo 1ume 021Nomor11Desember20141
68
Sistem 'Bubuhan' dan Perilak-=-Pem1/ih dalam Pesta Oemokrasi di Ka!imantan Sela/an 62 - 70
69
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I '"omor ~I Ccsecnber 20~41
DAFTAR A CU AN
Amirudin dan A. Zaini Bisri (2006), Pilkda Lay, C. (2006), Pilkada Langsung dan
Langsung Problem dan Pospek. Pendalaman Demokrasi. Yogyakarta:
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Campbell dkk. ( 1960), The American Voters. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
New York: John Wiley & Sons, Inc., Gadjah Mada.
Wiki Summary, the Free Social Science Nadir, A. (2005), Pilkada Langsung dan Masa
Summary Database. Depan Demokrasi. Malang: Averroes
Departemen Komunikasi dan lnformatika Press.
(2005), Undang-Undang Republik Nurhasyim, M. (2005), Konfiik Antar
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Elit Politik Lokal dalam Pemilihan
Pemilihan Daerah. KepalaDaerah. Jakarta, Lembaga Ilmu
Gaffar, A. (2006), Politik Indonesia: Transisi Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian
Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Politik.
Pelajar. Wattenberg, M. P. (2004 ), "Election: Reliability
Harahap, H.A. A. (2005), Manajemen & Trumps Competence Attributes in the
Resolusi Konfiik Pilkada, Jakarta, Pustaka 2004 Presidential Election,"Presidential
Cidesindo. Studies Quarterly, Vol. 36, No. 4,
Imawan, R. (1993), Analisis Hasil Pemilihan Desember.
Umum 1992 di Indonesia. Yogyakarta:
Jurusan Tlmu Pemerintahan Fakultas Sumber Internet
Tlmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas http://ardiansyahjulor.blogspot.eom/2011/05/
Gadjah Mada. dalam-bahasa-banjar-dikenal-istilah.html.
Kristiadi, J. (1996), "Pemilihan Umum dan http ://id. wikipedia. org/wiki/Bubuhan.
Perilaku Pemilih di Indonesia,"Prisma,
No.3, Maret.
70
Demokratisasi dan Gerakan Sosia/-Budaya 71 - Bl
Demokratisasi dan
Gerakan Sosial-Budaya
Pengalaman Sumatra Barat pada Era Reformasi
Gusti Asnan
Guru Besar, Universitas Anda/as
Abstract
Minangkabau has ups and downs in the process of democratization. Life changes in social. cultural, and
political aspects from time to time have affected urang awak in perceiving democracy. Once, democracy
had been upheld by the people and in another chance, it had been blurred due to politics of identity.
Jn the Reformation era, the people of Minangkabau were try ing to correct New Order s systems which
considered as incompatible with their culture. Along with regional autonomy enactment, Min angkaba u
people responded by implementing politics of ethnical identity. Yo ung people who were more open-minded
in the society tried to fix it by wisely accepted multiculturalism. Minangkabau ethnic began to adapt with
ethnic diversity and respond it in more democratic traits. By using historical method, this paper attempts to
reveal democratic attitudes, social-cultural movement, and the compromise trait ofMinangkabau ethnic in
particular and generally West Sumatran in the Reformation era.
D ke pedalaman Minangkabau
pada 1818, Thomas Stamford
Raffles mengatakan
bahwa orang Minangkabau adalah
suatu kelompok suku bangsa yang
ini mengapresiasi sikap demokratis warga
nagari yang menempatkan kata sepakat di
atas segalanya (Raffles 1830: 347- 52).
Kesan serupa juga dijumpai dalam
catatan perjalanan Nahuijs. Kolonel yang
menghabiskan banyak waktu hanya untuk mengunjungi pedalaman Minangkabau
mendapatkan suatu kata sepakat. Para pada 1824 itu melihat warga nagari di
pemimpin Minangkabau bersedia berdebat daerah darek begitu egaliter dan tidak
panjang hanya untuk memutuskan satu memandang luar biasa penghulu atau
perkara yang dalam pandangan Raffles "raja" mereka. Tidak ada penghormatan
tidak begitu penting terkait dengan yang berlebihan dari rakyat terhadap
berapa seharusnya "cukai" yang hams penghulu atau "raja." Bahkan Nahuijs
dibayar Raffles dan rombongannya ketika melihat sendiri seseorang yang mengaku
melewati sebuah nagari. Waiau terkesan "raja" yang diangkat sebagai oleh
marah atau tidak sabar dengan apa pemerintah Belanda temyata tidak dikenal
yang dilakukan para penghulu tersebut, oleh warga daerah yang ditemuinya. "Raja"
orang Barat yang pertama memasuki ciptaan Belanda tersebut bahkan tidak
71
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Norror 11Desember20141
diakui sebagai penguasa tertinggi mereka mengangkat sej umlah kepala nagari.
sehingga ketika Nahuijs mengunjungi Pada awalnya terjadi penolakan terhadap
sejumlah daerah bersama "raj a" itu, rakyat rencana pengangkatan itu tetapi setelah
besikap tak-acuh terhadap sang "raja." dilaksanakan, anak nagari pun akhimya
Perwira Belanda yang mengunjungi menerimanya. Bahkan pada masa
daerah kerajaan di kawasan timur berikutnya,jabatan "penghulu bersurat"-
Sumatra hingga Pulau Penang itu sangat kepala nagari yang diangkat Belanda -ini
terkesan oleh sikap anti-aristokrasi orang sangat didambakan oleh banyak penghulu
Minangkabau dan penghargaan mereka karena ada imbalan berupa gaji, bebas
terhadap pemerintahan nagarinya (Nahuijs kerja rodi, dan sebagainya. Tidak hanya
1827: 143, dst.). itu, ketika kekuasaan pemerintah kolonial
Penghargaan orang Minang semakin kuat dan kaum penghulu menjadi
(penyingkatan sebutan 'Minang' ini juga bagian dari mesin kekuasaan itu, terjadi
lazim digunakan dalam percakapan) penolakan kaum yang mewakili golongan
terhadap nagari dan pemerintahan adat terhadap keikutsertaan golongan
nagari mereka juga membuat kagum agama atau ulama dalam pemerintahan
de Stuers. residen militer Padang nagari (Asnan 2006).
en Onderhoorigheden (1825-29) itu Sikap demokratis, anti-aristokrasi
terkagum-kagum melihat tingginya dan penghargaan yang tinggi terhadap
perhatian bahkan pembelaan orang pemerintahan nagari serta "kompromi"
Minang terhadap pemerintahan nagarinya. orang Minang terhadap perubahan
Kesan Stuers itu dirasakannya ketika dia yang terjadi di panggung sosial-politik
ingin menciptakan seratus nagari baru negerinya pada masa lampau ternyata
di wilayah Minangkabau yang telah tetap berlanjut hingga beberapa waktu
dikuasai pemerintah. Ada penolakan yang belakangan. Tegasnya, gejala yang
kuat dari anak nagari umumnya dan para sama juga berlaku di panggung sejarah
penghulu khususnya terhadap rencananya Minangkabau kontemporer. Dengan kata
tersebut. Banyak alasan dikemukakan dan lain, terjadi keberlanjutan dan perubahan
berbagai bentuk penolakan disampaikan sejarah masa lalu Minangkabau dengan
kepada pemerintah. Stuers melihat bahwa masa kini. Selalu ada tanggapan yang
tampaknya nagari adalah segala-galanya memperlihatkan semangatdemokrasi, anti-
bagi orang Minang dan kepala nagari yang aristokrasi atau feodalisme, pengagungan
dipilih secara demokratis adalah penguasa pada pemerintahan nagari dan kemudian
yang sesungguhnya di mata mereka (arsip kompromi terhadap perubahan. N amun,
ANRI). Namun, berhubung sedang berada berbeda dengan kurun waktu yang
pada posisi yang menentukan, Stuers dialami Raffles, Nahuijs dan de Steurs,
tetap melanjutkan rencananya walau tidak Minangkabau kontemporer adalah sebuah
terwujud sepenuhnya (Stuers 1910: 226- daerah yang juga dimukimi etnis lain.
46). Selain orang Minang, di Minangkabau
Yang menarik adalah kenyataan yang wilayahnya identik dengan daerah
selanjutnya. Sebagai bagian dari administratif Provinsi Sumatra Barat
kelengkapan nagari, maka pada bermukim orang Batak Mandailing,
tahap berikutnya pemerintah kolonial Jawa, dan Mentawai. Langsung atau
72
Demokratisas,1 dan Gerakan Sosia/-Budaya 71 81
73
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor 11 Desember 20141
keadaan kantor yang kotor karena petugas dalam penyelenggaraan negara. Selain
kebersihan tidak bekerja maksimal itu, pemerintahan nagari merupakan
sebab tidak mendapat lagi pembayaran salah satu kebanggaan orang Sumatra
honorarium dari Lembaga (Asnan 2005: Barat yang tersisa setelah peristiwa
2008). PRRI (Pemerintahan Revolusioner
Tajamnya kritik atau serangan Republik Indonesia) dan Gerakan 30
terhadap LKAAM khususnya dan September 1965. Oleh karena itu warga
pemerintahan Orde Baru pada umumnya setempat menuntut penghapusan sistem
merupakan bagian dari gerakan pemerintahan desa dan pengembalian
demokratisasi di Sumatra Barat pada awal pemerintahan nagari. Tuntutan itu dikenal
Refonnasi. Bagi orang Minang terpelajar dengan gagasan "kembali ke nagari."
dan yang memiliki sikap kritis, kehadiran Tuntunan itu juga ditanggapi pemerintahan
LKAAM dan pemerintah Orde Baru telah daerah tingkat provinsi dan kabupaten
mematikan semangat demokrasi di tengah dengan melahirkan sejumlah Peraturan
masyarakat. LKAAM telah mengambil Daerah tentang Pemerintahan Nagari dan
alih peran para penghulu sebagai mengaktualkan kembali pemerintahan
pemegang tertinggi suara rakyat. Dengan nagari (Asnan 2006).
corak pemerintahan yang sentralistis dan Bagaikan membuka kotak pandora,
bersemangat feodalistis, sepe1ti terlihat Reformasi memberi kesempatan kepada
dalam pemerintahan desa, Orde Baru anak bangsa menumpahkan segala
dipandang telah mematikan nagari sebagai aspirasi mereka. Seiring dengan kritikan
lembaga sosial-politik tradisional tertinggi dan gugatan terhadap LKAAM dan
di Minangkabau. sistem pemerintahan desa ala Orde Baru,
Produk lain rezim Orde Baru yang orang Minang meluncurkan gerakan
gencar diserang orang Minang kala itu yang menginginkan suasana islami dalam
adalah lembaga pemerintahan desa yang tata hidup dan kehidupan sosial, politik,
diterapkan berdasarkan Undang-Undang budaya,dan ekonomi daerah. Berhubung
No. 5 Tahun 1979. Pemerintahan terendah salah satu syarat pembentukan sebuah
versi Orde Baru itu menggantikan nagari di Minangkabau adalah adanya
sistem pemerintahan tradisional nagari mesjid dan suasana yang islami, tuntutan
yang diamalkan warga setempat sejak itu diwujudkan dalam "gerakan kembali ke
masa waktu yang lama. Di mata orang surau." Secara harfiah, "gerakan kembali
Minang, pemerintahan desa Orde ke surau" bertujuan mengaktualkan
Baru itu merupakan salah satu wujud kembali keberadaan dan fungsi surau atau
penyeragaman pemerintahan terendah mesjid sebagai pusat ibadah dan aktivitas
di Indonesia dengan mengambil model umat Islam. Ide dasar gerakan itu adalah
yang berlaku di Jawa. Padahal , di mata menjadikan agama Islam sebagai rob
masyarakat Minangkabau di Sumatra utama warga daerah. Agama (Islam) harus
Barat, pemerintahan nagari merupakan menjadi rujukan dan sumber, serta dasar
wujud keanekaragaman Indonesia segala aktivitas warga daerah.
serta sekaligus representasi aspek Gerakan tersebut kemudian diikuti
sosial, politik, ekonomi, dan budaya penerbitan sejumlah peraturan daerah yang
masyarakat nagari yang bersangkutan bersifat syariah melalui Keputusan Kepala
74
Oernokrausas,, da.n Geraka.n Soslal-Budaya 71 - 81
Daerah (gubemur, bupati, dan walikota). kuat untuk menyaingi kalangan non-
Misalnya peraturan daerah tentang pribumi di daerah itu.
penyakit masyarakat (dikenal sebagai Dengan ini pula dapat dikatakan
Perda Pekat) yang mewajibkan pandai bahwa gerakan Reformasi di Sumatra
baca Al Quran dan pemakaian busana Barat bukan terutama disebabkan oleh
muslim bagi anak sekolah dan pegawai faktor "kecemburuan" ekonomis. Dalam
negeri. Sejak 2005 hingga 2009 terdapat berbagai serangan terhadap segala sesuatu
25 peraturan daerah syariat yang dibuat yang berbau Orde Baru di Sumatra Barat
di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. nyaris tidak terdengar isu, misalnya,
Banyak alasan yang mendasari munculnya pengembalian kekayaan sumber daya
"gerakan kembali ke surau" ini. Dua alam (SDA) daerah yang dikuasai Pusat.
alasan yang paling sering disebut adalah, Kalaupun ada isu semacam itu hanyalah
pertama, keberadaan nagari tidak bisa bersifat minor. Hal itu terlihat pada
dipisahkan dengan Islam; kedua, berbagai "keributan" warga lokal yang menuntut
penyelewengan yang terjadi selama ini pengembalian PT Semen Padang, pabrik
dipercaya warga daerah disebabkan oleh semen "kecil"berlokasi di ibukota provinsi
praktik politik dan kehidupan sosial- yang sebelumnya dikuasai perusahaan
budaya yang telah jauh dari ajaran Islam asing Cemex dan kroni Soeharto (Iskandar
(Asnan 2005; 2008). 2007: 58, dst.).
Tampaknya, reaksi cepat warga Berbeda dengan gerakan Reformasi
Sumatra Barat, khususnya orang di Riau sebagai bandingan. Provinsi
Minangkabau, tersebut bukan semata- tetangga di sebelah timur Sumatra Barat
mata disebabkan oleh orang Sumatra Barat itu dikenal memiliki SDA nan melimpah
lebih ramah atau "baik" dibandingkan semisal kandungan minyak bumi. Selama
dengan warga daerah lain yang "brutal"; masa Orde Baru, hasil ekploitasi kekayaan
bukan pula karena orang Sumatra Barat alam itu justru lebih deras mengalir ke
lebih antipati terhadap rezim Orde Baru Jakarta daripada ke Riau. Maka, tuntutan
bila dibandingkan dengan warga daerah reformasi yang terdengar keras di Riau
yang lain. Keramahan orang Sumatra adalah pengembalian dana alokasi atas
Barat terhadap kelompok non-pribumi ekploitasi SDA tersebut ke pangkuan
sesungguhnya bisa dilihat dari kenyataan daerah. Tidak tanggung-tanggung,
bahwa kelompok itu tidak begitu dominan tuntutan itu disertai isu "Riau Merdeka."
dalam kehidupan ekonomi daerah. Pada Tuntutan serupa juga terjadi di daerah
masa Orde Baru khususnya, dan sejak akhir lain yang memiliki cadangan SDA yang
1950-an (setelah terbentuknya provinsi) besar tetapi disedot oleh Pusat. Gerakan
pada umumnya, Sumatra Barat bukan reformatif yang bersifat sosio-kultural
termasuk daerah yang diperhitungkan di daerah yang kaya SDA sekali lagi
secara ekonomis. Kehidupan ekonomi Riau sebagai contoh biasanya muncul
daerah itu hanya pada tingkat sedang ke belakangan setelah daerah itu "mandi
bawah sehingga tidak menarik datangnya uang" (lihat Jamil, dkk. 2001).
pengusaha besar yang umumnya dari
Kembali ke SumatraBarat. Berhubung
kalangan non-pribumi di daerah tersebut.
tidak memiliki kandungan SDA yang luar
Selain itu, jiwa dagang urang awak cukup
biasa, gerakan reformatif di daerah itu
75
------------
JEJAK NUSANTARA
Volume 02INomor11Desember20141
lebih tertuju pada aspek sosial-budaya. terhadap mereka ternyata tidak bisa
Gerakan yang lebih besar dan lebih dibuktikan). Gerakan petuntutan terhadap
bernyali dari itu, apalagi tuntutan keluar pelaku korupsi berjamaah di Sumatra
dari negara kesatuan Republik Indonesia, Barat m1 kemudian menginspirasi
tidak pernah terdengar sama sekali di berbagai daerah lain untuk melakukan hal
sana. Padahal pada 1950-an, ketika yang sama (Asnan 2005; 2008).
suasana zaman dan latar belakang sosial- Yang menarik, di antara koruptor
politik negara nyaris sama dengan era yang diseret ke pengadilan dan sempat
Reformasi sekarang, warga Sumatra Barat dipenjarakan terdapat kelompok ulama.
tennasuk yang paling lantang menggertak Namun, gerakan sosial-budaya di
dan mengancam keluar dari negara Sumatra Barat pada era Reformasi tidak
kesatuan Republik Indonesia. Tidak pandang bulu. Ulama sebagai salah satu
hanya itu, warga Sumatra Barat bahkan golongan elite tradisional yang selama ini
berani mengultimatum Jakarta disertai sangat dihargai orang Minang pun mulai
bermacam tuntutan, seperti meminta digugat. Sama dengan perlakuan terhadap
pengembalian dwitunggal Soekarno-Hatta kalangan penghulu yang dituding sebagai
dan pembentukan kabinet barn. Daerah "antek" Orde Barn, politisi ulama yang
itu juga berani membentuk "pemerintahan korup juga disamakan dengan pejabat
revolusioner" yang akhirnya menyeretnya Orde Barn yang curang. Era reformasi
pada gerakan yang disebut Jakarta menghilangkan sekat-sekat "segan" warga
sebagai pemberontakan (Kahin 1999: terhadap kalangan elite agama sehingga
211, dst.; Onghokham 1964; Kementerian te1jadi proses "desakralisasi" ulama saat
Penerangan 1958). itu. Gerakan atau proses ini sesunguhnya
Gerakan sosial-budaya yang juga disebabkan oleh tingkah laku mereka
dipilih warga Sumatra Barat pada awal di luar status yang mereka sandang dan
Reformasi kemudian diikuti oleh gerakan di luar nilai yang seharusnya mereka
pembersihan pemerintahan daerah dari amalkan.
unsur korupsi. Melalui Forum Peduli
Sumatra Barat, sejumlah intelektual muda DEMOKRATISASI DAN GERAKAN
dan aktivis LSM (Lembaga Swadaya SOSIAL-BUDAYA "KAUM
Masyarakat) daerah mengkritik dan PEND ATANG"
menggugat perilaku koruptif kalangan Seiring dengan perjalanan waktu,
legislatif daerah, baik pada tingkat berbagai perubahan mulai terjadi. Aksi-
provinsi maupun kota dan kabupaten. aksi politis dan gerakan sosial-budaya
Gerakan penentangan dan tuntutan yang semula diramaikan oleh urang awak
terhadap koruptor yang mengambil uang sebagai penduduk mayoritas Sumatra
negara secara tidak sah dan "berjemaah" Barat juga dilakukan oleh kalangan
berhasil menyeret sejumlah anggota non-Minang dan kelompok masyarakat
DPRD provinsi dan kota serta kabupaten. "pendatang" di daerah tersebut. Gerakan
Banyak anggota legislatif daerah sempat itu pertama kali terlihat dalam tuntutan
masuk penjara (walau untuk sementara warga Kepulauan Mentawai yang ingin
waktu karena setelah melalui persidangan memisahkan diri secara administratif dari
yang cukup panjang, gugatan dan tuntutan Kabupaten Padang Pariaman. Sejak 1958,
76
Oemokrat1sas1 dan Gera.i<an Sosial-Budaya 71 81
77
~-----
JEJAK NUSANTARA
·-·---- --- --------
--- ---------- ---~-------
Vo:ume 021Nomor11Desember201LI
Ketika pemekaran wilayah diwujud- menuntut agar kepala nagari boleh berasal
kan, peranan urang awak di daerah itu dari etnis Mandahilin itu sesuatu yang
tidak sekuat seperti masa lampau. Para pasti tidak mungkin terjadi karena nagari
pendatang bahkan mengisi pos-pos utama identik dengan orang Minangkabau.
di pemerintahan daerah. Di Kabupaten "Gerakan kembali ke surau" juga tidak
Kepulauan Mentawai, misalnya, hampir bisa seutuhnya diterapkan di daerah
semua petinggi eksekutif dan legislatif pemekaran yang banyak kaum pendatang
daerah itu diisi oleh "putra asli daerah" dengan latar belakang agama yang berbeda
(PAD) Mentawai. Kalaupun ada yang dengan yang diamalkan dan dianut
non-PAD maka yang terbanyak berasal orang Minangkabau. Di daerah-daerah
dari suku Batak dan Minangkabau di uru- pemekaran itu terdapat banyak penduduk
tan berikutnya. Hal yang sama juga ber- beragama Kristen lengkap dengan rumah
laku di Pasaman Barat dan Darmasraya. ibadat mereka. Keberadaan agama dan
Pada hari-hari pertama Reformasi, diked- rumah ibadat ini tentu juga harus diakui
ua daerah ini berlaku "keharusan" bahwa dan dihargai.
salah satu dari unsur kepala daerah (bupati
atau wakil bupati) berasal dari pendatang. DE-DEMOKRATISASI DAN
Gejala melemahnya posisi urang POLITIK IDENTITAS
awak dan menguatnya kaum pendatang Sampai fase tertentu harus diakui
juga terlihat secara jelas di Kabupaten bahwa orang Minangkabau telah "kalah"
Pasaman. Di daerah "induk" Pasaman dari pendatang di daerah pemekaran.
Barnt ini terutama di Kecamatan Panti, Seperti yang telah disebutkan, selain
Rao, dan Rao Mapattunggul jumlah jumlah, secara sosial, ekonomi dan politik,
pendatang asal Tapanuli cukup berarti. kaum pendatang umumnya memiliki
Oleh karena itu, keberadaa mereka kelebihan daripada urang awak. Banyak
menjadi penentu bagi kemenangan kepala warga pendatang memiliki pendidikan
daerah dalam pemilihan kepala daerah yangjauh lebih baik daripada urang awak.
sehingga etnis Tapanuli sclalu terwakili Banyak di antara mereka menyandang
dalam jabatan bupati atau wakil bupati. gelar kesarjanaan dan sejumlah guru
Posisi politik warga pendatang yang besar. Secara ekonomi mereka bahkan
semakin kuat menye babkan gerakan sosial- menguasai pasar dan keuangan daerah;
budaya yang begitu gencar dilakukan hampir semua toko, grosir, eceran,
urang awak jadi melemah. Tuntutan penggilingan padi, kebun, dan sawah,
"kembali ke nagari" bagaimanapun tidak berada dalam genggaman mereka. Secara
bisa diterapkan di Kepulauan Mentawai politis, sepcrti telah disebutkan, salah satu
yang secara etnis, sosial dan budaya unsur kepala daerah ada di tangan mereka.
berbeda j auh dengan orang Minangkabau Seiring dengan itu, berbagai posisi di
yang menjadi mayoritas di Tanah Tepi. pemerintahan daerah juga mulai mereka
Gerakan ini tidak juga bisa sepenuhnya ambil alih sesuatu yang nyaris tidak pemah
dijalankan di daerah-daerah pemekaran berlaku pada era Orde Baru apalagi Orde
yang dominan kaum pendatangnya. Lama dan awal Indonesia merdeka.
Bahkan pada awal reformasi, warga "Perlawanan" dari daerah pinggiran
Pasaman yang beretnik Tapanuli di Tapus itulah yang kemudian membuat urang
78
Demokrat1sasi dan Cerakan Sos1ai-Budaya 71 - 81
awak, yang semula kritis terhadap penghulu Bagagarsyah sebagai Pahlawan Nasional
dan ulama serta segala sesuatu yang kepada pemerintah pus at di Jakarta. Dalam
berbau Orde Barn, mulai merasakan ada sejarah, Raja Pagaruyung itu pernah minta
"musuh bersama." Perlawanan dari daerah bantuan kepada Belanda memerangi kaum
pinggiran yang umumnya dimotori oleh Padri sehingga menjadi awal masuknya
warga non-Minang dan para pendatang Belanda ke pedalaman Minangkabau
menghadirkan rasa terdesak bagi kalangan atau Sumatra Barat secara umum. Sultan
urang awak. Akibatnya kritikan dan kemudian diangkat menjadi Hoofdregent
tuntutan terhadap kaum penghulu dan van Minangkabau oleh Belanda, tetapi
ulama mulai mereda, bahkan gejala kemudian berkhianat kepada Belanda
penguatan identitas keminangkabauan karena merasa tidak diperhatikan lagi
semakin deras terasa. Itu sebabnya oleh pemerintah kolonial. Namun, usulan
kalangan penghulu dan ulama menjadi agar Sultan Bagagarsyah diangkat sebagai
komponen yang sangat dibutuhkan; Pahlawan Nasional ini ditolak Jakarta.
begitu pula keberadaan lembaga kedua Kebangkitan raj a-raj a di Minangkabau
elemen masyarakat tadi berhimpun semakin menguatkan politik identitas
dirasa sangat penting. Akhimya, desakan orang Minang di daerah pemekaran.
agar LKAAM dibubarkan berganti Raja sesungguhnya tidak dikenal dalam
dengan pandangan lembaga itu perlu strnktur politik nagari (Minangkabau
diperkuat dan diberdayakan. Gelar-gelar inti atau luhak nan tigo ). la hanya punya
penghulu dengan masif dilekatkan pada kekuasaan, secara simbolis di daerah
nama sejumlah pejabat daerah. Bahka rantau. Hal itu dibuktikan dengan
pemberian gelar "kehormatan" kepada ungkapan adat yang menyebut "luhak
orang-orang hebat di TanahAir, mulai dari berpenghulu, rantau beraja." Seperti telah
Sultan Hamengkubuwono, Taufik Kiemas, disebutkan, di daerah rantau yang menjadi
Anwar Nasution, Taufik Abdullah, Fadli daerah pemekaran peran dan kedudukan
Zan, dan sebagainya menjadi mode pada orang Minangkabau mulai merosot secara
masa kini. Pada saat bersamaan muncul drastis. Sehubungan dengan itu, raja
suara yang menginginkan pergantian menjadi salah satu unsur Minangkabau
nama Provinsi Sumatra Barat menjadi yang bisa dibanggakan di daerah tersebut.
Provinsi Minangkabau. Raja dibanggakan karena berbagai
Seiring dengan berbagai gejala pihak di daerah itu masih mengakui
tersebut, lembaga raja yang selama ini keberadaannya terutama dalam kaitan
nyaris tidak terdengar keberadaannya dengan kepemiliki tanah ulayat. Sosok
juga tampil ke permukaan. Keberadaan raja banyak didatangi berbagai kalangan
dan pos1s1 Raja Pagarnyung mulai yang membutuhkan tanah atau yang
mendapat tempat di tengah masyarakat bermasalah dengan pertanahan. Politisi
(Nopriyasman 2012). 2 Pada 2009, atau anggota organisasi sosial-politik
pemerintah daerah Provinsi Sumatra yang juga biasa "sowan" kepada raja yang
Barat bahkan mengusulkan Sutan Alam dipandang berpengarnh untuk mendapat
2Kebetulan atau tidak, lembaga raja-raja Nusantara. bak "'gosip"'
dukungan warga. Dalam situasi seperti
selebritas, ramai dibincangkan secara nasional. Dahun Kongrcs
itulah pamor raja naik, padahal pada masa
Kebudayaan Minangkabau (2007), kcbcradaan lembaga raja-raja Orde Barn dan sebelumnya keberadaan
dan penghulu mcndapat perhatian khusus dan dibahas dalam satu
panel tersendiri (lihat kumpulan makalah kongres tersebut).
79
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomo r 11Desember 2014 1
80
Oemokrar.1sas1 dan Gerakan Sosial-Budaya 71 8_l
81
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 1Nomor 11Desember20141
Menambah Kuasa
Menyempitkan Wilayah
Persaingan Elite Lama versus Elite Barn
di Sulawesi Tengah
Haliadi
Pengaj ar, Universitas Tadulako
Nordin Hussen
Guru Besm; Universiti Kebangsaan Malaysia
Abstract
One of Reformation products is a direct election system. Both executive and judicial elections at national
and regional scale are true democratic process evidence. The electoral system can also be seen as part
of the autonomy policy which means narrowing th e area but democratize local politics. This paper
discusses th e implementation of regional direct election for the first tim e in Palu, Central Sulawesi, in
2005. Jn the election, the traditional elite and new ones were competing fo r leader p osition in Palu. The
election results showed these different groups as the best combination fo r today's Palu. Jn addition to
the secondary literature, this paper utilizes the coverage and articles in local newspapers and authors '
personal observation of the electoral process as sources of study.
Key words: democratization, the old elite, the new elite, regional election, Palu
82
-------··------ ------------- -----------···-· --------- - - - - -
83
JEJAK NUSANTARA -------· ""-----------
84
/Vienambah Kuasa Menyempitl<an W1layah 82 - 97
Sulawesi Tengah mencakup Kabupaten tokoh elite lama dan elite baru ini menjadi
Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten acuan pembentukan Provinsi Sulawesi
Tana Toraja dan Mamuju. Penggagas Tengah.
konsepsi ini, Dr. Tobing, adalah bekas Akhimya, proses pembentukan
Menteri Antar-Daerah dalam Kabinet mencapai puncaknya pada 1964. Setelah
Kary a. dilakukan berbagai macam pertimbangan,
Berikutnya, yang keenam, Konsepsi konsepsi pemuda itulah yang dipilih
Ngitung, menggodok wilayah Provinsi sebagai dasar pembentukan Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi daerah Luwuk/ Sulawesi Tengah. Pemerintah Pusat
Banggai, Daerah Kolonodale, Daerah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Bungku, dan Daerah Kendari. Sebutan Pengganti Undang-Undang (Perppu)
konsepsi ini diambil dari nama Ngitung, Nomor 2 tahun 1964 tentang pembentukan
putra kelahiran Bungku, yang menjabat Provinsi Sulawesi Tengah dengan ibu
sebagai Bupati Kepala daerah Po so periode kota di Palu. Perppu tersebut disahkan
1960-62. Selanjutnya, ketujuh, Konsepsi dengan Undang-Undang Nomor 13 yang
Provinsi Tomini Raya, yang menyodorkan diundangkan pada 23 September 1964 dan
wilayah Sulawesi Tengah meliputi berlaku 1 Januari 1964 (Lembaran Negara
daerah Tolitoli, daerah Buol, Kepulauan 1964 Nomor 94). Upacara serah terima
Una-Una, Gorontalo, dan Bolaang dilakukan oleh Gubemur J. F. Tumbelaka
Mongondow. Konsepsi ini juga dikenal selaku penguasa Sulawesi Utara Tengah
sebagai Konsepsi Nani Wartabone, mantan kepada Anwar Datuk Madjo Basah
Residen Koordinator Sulawesi Utara. Nani Nan Kuning sebagai Gubemur Provinsi
Wartabone melakukan aktivitas politik Sulawesi Tengah yang pertama sesuai
dan perjuangan di wilayah Gorontalo dan Surat Keputusan Pemerintah Republik
sekitamya hingga di kemudian hari ia Indonesia Nomor 36 tahun 1964 tanggal
diangkat menjadi pahlawan nasional dari 13 Februari 1964. 2
daerah Gorontalo.
Terakhir, konsepsi kedelapan, diajukan KEMENANGAN ELITE BARU DALAM
oleh mahasiswa di daerah Sulawesi DUAPERIODE
Tengah sehingga dikenal sebagai Konsepsi Sistem pemilihan kepala daerah
Mahasiswa Sulawesi Tengah. Menurut (lazim diakronimkan pilkada) langsung
konsepsi ini, wilayah Sulawesi Tengah di Indonesia merupakan kegiatan politik
hanya meliputi Kabupaten Donggala subnasional setelah Orde Baru. Sistem ini
dan Kabupaten Poso. Konsepsi ini juga merupakan gejala baru dalam kehidupan
dikenal sebagai Konsepsi Rusdy Toana- demokrasi sebagai basil gerakan
Mene Lamakarate, gabungan dua nama Reformasi 1998. Digulirkan sejak 2004,
pencetusnya. Mene Lamakarate adalah pilkada langsung menuai sukses dalam
seorang bangsawan Kaili dari Biromaru,
ini adalah Rusdy Toana scbagai pemimpin umum merangkap
sedangkan Rusdy Toana merupakan pemimpin redaksi. Wakilnya Tri Putra Toana, sedangkan general
intelektual pendiri dan wartawan surat manager dipegang oleh Joko Intarto. Selain dikenal scbagai
tokoh pers, Rusdy Toana adalah tokoh Muhammadiyah Provinsi
kabar Mercusuar di Palu. 1 Konsepsi kedua Sulawesi Tengah. la juga pcrnah menjabat sebagai Rektor
1 Univcrsitas Muhammadiyah Palu. Kini, perjuangan Rusdy Toana
Mercusuar merupakan surat kabar aw al yang diketahui secara luas dalam Mcrcusuar dilanjutkan oleh putra-putranya.
di Sulawesi Tcngah. Diterbitkan sejak 1 September 1962, koran
2
ini masih bercdar hingga sekarang. Awalnya. pengelola koran Selanjutnya tanggal ini dipilih sebagai hari ulang tahun Provinsi
Sulawesi Tengah.
85
JEJAK NUSANTARA - - - - - - -
Tabel 1
Kelebihan dan Kekurangan Caton Walikota dan Calon Wakil Walikota Palu 2Q0~-10
-No. PASANGAN
- -- --------
KELEBIHAN
----------- - ------ ------------------
KEKURANGAN
I. Cukup populis dengan klan Ponulclc
2. Anwar memiliki basis pcngetahuan
pemerintahan yang baik 1. Klan Ponulele tidak utuh mcndukung
3. Sebagai pcgawai Dinas Pendapatan Dacrah, 2. Basis Achrnl di KKSS bclum
I Anwar-Achrul paharn mcncari kantong retribusi yang tidak mengkristal
membebani rakyat 3. Achrul tidak berpengalaman dalam
4. Sebagai pengusaha, Anwar-Achrul memiliki pcmcrintahan.
kelebihan konsep pembangunan ekonomi
mikro.
86
/v1enambah i<uasa A1enyemp,'tkan VVilayar: 82 - 97
Analisis Irwan Waris, pengajar pada mengajak masyarakat kota untuk bersatu
Universitas Tadulako, tersebut sulit menuju perubahan dan pembaruan.
ditolak. Hal itu juga terlihat dalam visi dan Namun, dari keempat calon tersebut tidak
misi yang disampaikan keempat pasangan seorang pun yang menjadikan isu hemat
calon di depan rapat paripuma DPRD Kota energi, korupsi, dan pendidikan tinggi
Palu, 15 Juni 2005. Secara umum, visi dan sebagai pla~form dalam visi, misi, dan
misi keempat pasangan calon menekankan kampanye mereka (Tabel 2). 4
upaya peningkatan tarafhidup masyarakat
Kota Palu melalui beberapa pendekatan, 4
Analisis lcngkap tentang visi-misi ini dapat dilihat dalam "Visi-
seperti religius, ekonomi, keamanan, atau Misi Calon Walikota Palu: Cawali Tidak Tekankan Hemat BBM,
Radar Sulteng, 15 Juli 2005.
87
JEJAK NUSANTARA
Volume 02' Nomor 1: Desember 2014
Tabel 2
Visi dan Misi Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Palu 2005-10
,-·· ·-
Kampanye calon walikota dan wakil pemilih lupa segalanya. Bukan lagi rahasia
walikota Palu berlangsung pada 15-28 bahwa dalam setiap pilkada di Indonesia,
Juli. Seperti telah menjadi pola umum, banyak aksi euforia dan simpatik para
kampanye diwamai pengerahan massa, elite pada awal kampanye. Tim sukses
orasi politik, perang urat syaraf antar-tim dari keempat calon yang didukung atau
sukses, dan pelanggaran hukum, bahkan dijembatani oleh kekuatan politik yang
konflik yang berujung pada kekerasan berkoalisi, mulai menjual program, visi,
kolektif. Ketika kampanye berlangsung, misi, rekam jejak, dan simbol ketokohan
dan hasil pilkada tidak diterima oleh sang calon.
salah satu kontestan, dapat menimbulkan Persaingan juga terlihat dalam pawai
kekerasan kolektif yang disebabkan oleh yang digelar pada sore hari pertama
rasa fanatisme buta5 yang sering membuat masa kampanye yang diikuti oleh
5Asrodin (2002: 42) menyalakan bahwa sebagian bcsar keempat calon. Meski demikian, pawai
rakyat Indonesia menganut budaya patemalistik yang sangat
mengagungkan simbol ketokohan scbagai panutan yang peluah memikirkan apa yang dikatakan oleh sang tokoh: alau disc but
dan wcjangannya dijadikan patokan bagi penganutnya tanpa fanalisme buta yang masih menggunakan pola·pola irrasional
dalam merespon tindakan sang tokoh tersebut.
88
/vienambah i<uasa 1\tfenyemoi:kan VVu'ayah 82 - 97
berlangsung damai, tanpa kendala dan ini tidak menjanjikan pendidikan gratis.
pergesekan politik (Radar Sulteng, 15 Pasangan Rusdy-Suardin menjanjikan
Juli 2005). Setelah itu, kampanye setiap tidak ada penggusuran serta pendidikan
peserta mulai berlangsung keesokan gratis pada tingkat Sekolah Dasar dan
harinya, 16 Juli 2005. Secara umum, Sekolah Menengah Pertama. Kampanye
kampanye terbagi menjadi empat kategori, juga diwamai oleh orasi politik yang
yaitu pertemuan terbatas, tatap muka dan kadang-kadang menjurus menjadi
8
dialog, pemasangan atribut kampanye kampanye hitam. Dalam orasi politiknya,
kepada umum, dan pembagian selebaran. keempat pasangan calon memprioritaskan
Keempat kategori ini menggunakan massa pemberantasan korupsi, peningkatan mutu
Kota Palu sebagai objeknya. pendidikan, 9 dan kesejahteraan sosial,
Dalam kampanye, muncul bennacam seperti peningkatan ekonomi rakyat kecil
kegiatan sosial para calon, 6 penyebaran dan pengobatan, pembuatan kartu tanda
empati kepada warga, 7 melihat keadaan penduduk dan akta kelahiran secara gratis
dan kebutuhan masyarakat dari dekat, bagi keluarga tidak mampu, dan janji
bahkan berjalan kaki berkilo-kilometer perbaikan kinerja birokrasi pemerintahan
untuk mendengarkan keluh kesah pemilih. kota.
Bentuk kampanye berupa pertemuan Orasi politik yang dikemukakan
terbatas, tatap muka dan dialog, serta seorang calon sering kali ditafsirkan
pembagian selebaran diisi orasi politik berbeda oleh kandidat yang lain. Biasanya
yang merupakan upaya penyampaian tim sukses seorang calon "menyerang"
platform calon. Orasi politik umumnya orasi politik calon yang lain sehingga
berkiblat pada v1s1-m1s1 pasangan menimbulkan polemik dan perang urat
tersebut. Hal itu dapat dilihat dalam syaraf. Benturan kepentingan antar-tim
kampanye pasangan Anwar-Achrul di sukses semakin menambah semarak
Kelurahan Lasoani pada 17 Juli 2005 yang suasana kampanye di Kota Palu. Meski
menyampaikanjanji memberantas korupsi demikian, sejauh itu tim sukses tetap berada
dan membenahi persoalan kesejahteraan dalam kendali kandidat. Artinya, apapun
masyarakat melalui pembukaan lapangan tindakan tim sukses selalu diketahui oleh
kerja. calon. Namun, perlu diingat pula bahwa
Sementara itu, pasangan Taufik- tanpa tim sukses, seorang kandidat tidak
Arena menawarkan empat program berarti apa-apa di tengah-tengah massa.
andalan mereka yaitu bebas biaya Situasi tersebut memberikan gambaran
pembuatan kartu tanda penduduk, akta bahwa dalam setiap pesta demokrasi,
kelahiran dan kematian, serta pembuatan sekecil apa pun, selalu terjadi pelanggaran
nomor rumah. Tetapi kedua pasangan hukum. Penyebabnya adalah keberadaaan
tim sukses dan massa pendukung yang
6
Mclalui Cudi-Suardin Pcduli, misalnya, diadakan sunatan masal
!crhadap 150 anak berusia antara 7-13 tahun di Kelurahan 8
Hal ini dilakukan Anwar Ponulele yang menyerang pasangan
Ujuna (Radar Sultcng, 18 Juli 2005), dan pada 23 Juli 2005, lain. Menurut anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota
Rusdy hadir dalam acara pcringatan Hari Anak Nasional yang Palu, Naharuddin. "apa yang dikemukakan Pak Anwar dalam
dipusatkan di Taman Kcscnian Palu. sctiap kampanycnya bukan bagian dari black campaign tetapi
7Pasangan Taufik -Arena bcrdialog dcngan warga di Pasar sikap kritis melihat berbagai has ii pembangunan. Pak Anwar
Mosomba, Rumah Sakit Bala Keselamatan, dan Budi Agung. masih dalam koridor dcmokrasi" (Radar Sulteng, 21 Juli 2005).
Kunjungan ke Rumah Sakit terkait salah satu misi pasangan itu 9
1su ini diangkat setelah mendapat tanggapan dari bcrbagai pihak,
yang menitikberatkan pada sektor kesehatan (Radar Sulteng. 18 termasuk Rektor Universitas Tadulako.
Juli 2005).
89
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 Nomo' 1 Desembec 20141
---- ----------------
bersikap fanatik berlebihan dan euforia oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
massa yang berlebihan. Hal itu semakin yang diketuai H. Tampari Masuara. Dalam
memperberat kerja tim sukses karena pemilihan ini diperebutkan suara pemilih
mereka adalah penanggung jawab dari 385 tempat pemungutan suara (TPS)
pelaksanaan kampanye. Pelanggaran ini yang tersebar di wilayah Kota Palu. 10
membawa tim sukses pada perseteruan Pada hari pemungutan suara, 1 Agustus
dengan Komisi Pemilihan Umum dan 2005, Radar Sulteng menurunkan liputan
Panitia Pengawas Pemilu. Mereka tentang perkiraan dukungan terhadap
saling serang, tuding, atau melakukan para pasangan calon walikota dan wakil
pembenaran tentang peristiwa yang telah walikota. 11 Pasangan Rusdy-Suardin
terjadi. Perseteruan Panitia Pengawas dan memperoleh dukungan mayoritas suara
pasangan calon dimulai ketika ditemukan yakni 18 kursi-di DPRD, gabungan dari
pelanggaran hukum terhadap aturan partai pendukung yang terdiri atas Partai
kampanye seperti yang terlihat pada Golkar, Partai Karya Peduli Bangsa, dan
dua baliho bergambar pasangan Rusdy- Partai Bulan Bintang (lihat Tabel 3).
Suardin yang dilempari lumpur kotor oleh Apabila dukungan di parlemen itu sejalan
orang tak dikenal. dan searah dengan pilihan masyarakat,
maka pasangan ini akan meraih suara
SUMBER SU ARA KOTA PALU terbanyak dalam pemilihan.
Pemilihan walikota Palu kali ini
mernpakan yang pcrtama diadakan 10
Perincian jumlah TPS dalam pemilihan kepala daerah Kota
secara langsung sejak pembentukan Palu 2005 adalah 128 buah di Kecamatan Palu Selatan,
112 buah di Kecamatan Palu Bara!. 85 buah di Kecamatan
pemerintahan sendiri kota itu pada 1984. Palu Timur. 46 buah di Kccamalan Palu Utara, dan 16 buah
Tidak berlebihan bila peristiwa itu dicatat merupakan TPS khusus (lihat '"Pemilih Terbanyak di Palu
Sclatan."' Radar Sultcng, 4 Juli 2005).
sebagai hari bersejarah bagi masyarakat
l l Llhat '·Kandidat: \!fcrcka yang Bcrtarung Hari Ini,'' Radar
Kota Palu. Pemilihan diselenggarakan Sultcng, I Agustus 2005.
Tabel3
Sumber Dukungan dan Kekuatan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota
dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Palu 2005-10
------- ----------------- - - - - - - - - - - - - - ------- ------------------~--------
90
/vJenambah Kuasa A1enyemp.1ti<an l/l/1layah 82 97
Ada beberapa ha! yang menarik untuk kepentingannya. KKSS Kota Palu tidak
dikaji dari Tabel 3. Pertama, bila diamati mendukung salah satu calon karena hal itu
dengan saksama, terdapat pertentangan tidak sesuai dengan misi organisasi (Radar
antara suku, elite tradisional dan modem, Sulteng, 16 Juli 2005). Anggota KKSS juga
birokrat, politisi, dan pengusaha. Pada sisi tersebar pada hampir semua tim sukses
kesukuan ditemukan dua titik konfiik, yaitu pemilihan.
konfiik sesama suku Kaili (suku setempat Selain itu, terdapat persaingan kelompok
atau putra daerah), dan antara suku pendatang antara birokrasi, politisi, dan pengusaha.
dengan suku Kaili. Persaingan ini semakin Calon walikota dari kelompok birokrasi
kental jika dilihat pada komposisi calon mengajukan Anwar Ponulele, Taufik R.
wakil walikota yang terdiri dari tiga tokoh Tiangso, dan Ali Hanafi Ponulele (mewakili
(atau 75 persen mewakili jumlah seluruh 75 persen dari jumlah calon), sedangkan
calon), yakni Suardin Suebo, Arena Jaya calon wakil walikota dari kelompok ini
Rahmat Parampasi, dan Maulidin Labalo hanya Suardin Suebo, dan Maulidin Labalo
dari suku Kaili, dan satu tokoh (25 persen), (50 persen). Dari kelompok politisi hanya
yakni Achrul Udaya dari suku Bugis yang memun-culkan nama Rusdy Mastura, Ketua
berpasangan dengan Anwar Ponulele dari Partai Golkar sekaligus Ketua Dewan
suku Kaili. Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palu sebagai
Mengapa Anwar menggandeng calon walikota, sedangkan calon walikotanya
Achrul sebagai wakil walikota untuk men- ad al ah Arena Jaya Rahm at Parampasi. Berarti
dampinginya? Jawabannya, pertama, kelompok politisi hanya memiliki porsi 25
pasangan ini mengharapkan dukungan dari persen pada setiap posisi. Porsi kekuatan
orang Sulawesi Selatan yang tergabung yang sama juga terjadi pada kelompok
dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan pengusaha yang hanya mengajukan Achrul
(KKSS) di Kota Palu; dan kedua, kedekatan Udaya, Presiden Direktur PT Sentosa Group.
emosional antara Achrul dengan Partai Kedua, koalisi menyebabkan hilangnya
Persatuan Pembangunan yang dipimpin jurang pemisah antarpartai politik, walaupun
Andi Patongai. Mereka merupakan elite partai-partai tersebut dalam pnns1p
masyarakat Sulawesi Selatan di Sulawesi ideologinya berseberangan. Koalisi Palu
Tengah. Andi Patongai adalah Ketua KKSS, Bersatu, misalnya, membawa Partai Damai
sedangkan Achrul U daya duduk dalam Sejahtera (PDS) yang berbasis ideologi
jajaran Dewan Penasihat. Hubungan ini Kristen dan Partai Persatuan Pembangunan
bisa saja terjadi, namun Ketua KKSS Kota (PPP) yang berideologi Islam duduk bersama
Palu, H. Amin Badawi, 12 menyatakan bahwa mengusung pasangan Anwar Ponulele dan
KKSS merupakan organisasi sosial yang Achrul U daya. Koalisi ini memiliki tiga kursi
mengutamakan aspek kekeluargaan, tetap di DPRD Kota Palu periode 2004-9. Begitu
menjaga jarak yang sama terhadap semua pula dengan Koalisi Demokrat Amanat
calon walikota. Pengurus dan anggota KKSS Perjuangan yang mengusung pasangan
diberi kesempatan mengaktualisasikan Taufik R. Tiangso dan Arena Jaya Rahmat
pilihan politiknya tanpa membawa nama Parampasi. Di pentas politik nasional, Partai
organisasi dan pilar-pilamya untuk Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai
12 Amanat Nasional dapat dikatakan sebagai
H. Amin Badawi menyampaikan ha! itu didampingi oleh Wakil
Ketua KKSS Kola Palu, Tukan. Baca, "Badawi: KKSS Tetap oposisi pemerintahan yang dikuasai oleh
lndependcn," Radar Sulteng,16 Juli 2005.
91
JEJAK NUSANTARA
Vocume 02 I l\iomor 11Desember201~ I
Partai Demokrat dan Partai Golkar. Akan Situasi sulit dirasakan oleh pasangan
tetapi, kenyataan di Kota Palu berbicara lain; Ali Hanafi-Maulidin yang hanya mendapat
Partai Demokrat, PAN, dan PDIP duduk dukungan dari koalisi sepuluh partai politik
satu meja untuk membicarakan strategi kecil di Kota Palu. Kesepuluh partai tersebut
memenangkan j agoannya. bergabung dalam Koalasi Masyarakat Madani
Hubungan erat laksana orang tua dan yang memiliki kekuatan 17 persen suara sah
anak ditunjukkan Partai Golkar dan Partai dalam pemilihan umum anggota legislatif
Karya Peduli Bangsa (PKPB). Harus diakui 2004 yang lalu. Artinya, pasangan ini tidak
bahwa dari naungan pohon beringin inilah didukung oleh partai politik yang memiliki
PKPB dibesarkan; artinya alumni atau kader wakil di DPRD Kota Palu pada periode yang
Partai Golkar membesarkan PKPB di Kota sama. Kenyataan ini berbanding terbalik
Palu.11 Kehadiran Partai Bulan Bintang, dengan dukungan kepada pasangan Rusdy-
salah satu partai Islam, menambah kekuatan Suardin yang diperoleh dari Koalisi Partai
satu kursi di DPRD sekaligus memberi Golkar, PKPB, dan PBB yang memiliki
kesan religius bagi koalisi ini. Tujuannya, kekuatan politik besar di DPRD Kota
koalisi ini dapat mendulang suara melalui Palu, yakni 18 kursi. Partai Golkar sebagai
pemilih religius atau yang biasa disebut pemenang pemilu legislatif2004 memiliki 15
sebagai santri kota. Sementara itu, kedekatan kursi, PKPB dua kursi, dan PBB satu) kursi. 16
profesi dalam Koalisi Masyarakat Madani Dengan demikian, di atas kertas, pasangan
memberikan dukungan kepada pasangan Ali Rusdy-Suardin bisa melenggang mulus
Hanafi Ponulele dan Maulidin Labalo. Calon dalam pemilihan walikota dan wakil walikota
walikota Ali Hanafi merupakan bagian dari Palu periode 2005-10.
keluarga besar Ponulele yang bisa dikatakan Hasil pemilihan umum kepala daerah
mewakili elite tradisional, sedangkan Kota Palu mengejutkan sementara pihak.
Maulidin Labalo adalah simbol elite urban Banyak orang tidak percaya akan perolehan
modern atau birokrat karier yang berasal dari suara mutlak salah satu pasangan calon
luar Kota Palu. (lihat Tabel 4). Hasil pilkada tersebut
Ketiga, terdapat perbedaan yang juga mementahkan analisis Irwan Waris
mencolok dalam kekuatan dukungan partai yang menyebutkan kekuatan setiap calon
politik di DPRD Kota Palu periode 2004-9. berimbang. Kenyataannya, pasangan Rusdy-
PasanganAnwar-Achrul yang didukung oleh Suardin mengumpulkan 68.923 suara
Koalisi Palu Bersatu hanya memiliki tiga ( 60,95 persen) jauh meninggalkan pesaing
kursi yang diwakili oleh PPP sebanyak tiga lainnya yakni, berturut-turut, Anwar-Achrul
kursi, 14 dan PDS yang tidak memiliki wakil memperoleh 19.490 suara (17,24 persen),
rakyat. Begitu pula dengan pasangan Taufik- Ali Hanafi-Maulidin dengan 13.457 suara
Arena yang didukung oleh koalisi Demokrat (11,90 persen), dan pasangan Taufik-Arena
Amanat Perjuangan pun hanya memiliki lima mengantongi 11.213 suara (9,92 persen).
kursi yang diwakili oleh Partai Demokrat satu
kursi, PAN dua kursi, dan PDIP dua kursi. 15 Yos Sudarso Mardjuni (Partai Demokrat): Ishak Cae dan
13 Kaharuddin Syah (PAN): ... (PDIP).
Salah seorang petinggi PKPB. Amiluddin Haludin, merupakan
16
mantan pejabat pemerintah pada akhir 1990-an. Wakil dari koalisi Partai Golkar adalah Rusdy Mastura, A.
14 M. Tombolotutu, .Tebo Samani, Setri Dg. Pariwa. Iskandar
Wakil Rakyat dari Koalisi Palu Bersatu di DPRD Kata Palu Saenong, Fatimah Halim. Zulfikar Lamakarate. Moh. J.
adalah Andi Patongai. dan Rizal Dj. Hense dari PPP. Wartabone. Markus Sattu, Pakharuddin. . (Partai Golkar):
15 Revi Arifin Passau dan Amiludin Haludin (PKPB): dan Arifin
Wakil dari koalisi DemokratAmanat Perjuangan adalah
Sunusi (PBB).
92
Mcnarnbah l<uasa Mer:yemplti<an l/Vi!aya,ri 82 - 97
Tabel 4
Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Palu 2005-10
-----~--------
----- - - -- - - - - ·--~
----------- --~--------
-- ··---
JUMLAH PEMTLIH TIDAK
KECAMATAN A-A R-S T-A A-M
PEMILIH TERDAFTAR MEMILIH
l ) 1 4 'i 6 7 x
Palu Utara 2.127 8.877 2.583 1-391 14.978 22-287 7.309
Keterangan: A A. R-S, T-A, dan A-M adalah inisial nama pasangan calon.
Sumbcr: Radar Sulteng, 2 Agustus 2005.
93
JEJAK NUSANTARA
Volurre 021Nomor11Descr~1bcr201LI
yang tidak menggunakan hak pilihnya kebesaran jiwa hasil pilkada Kota Palu.
hingga mencapai 43 persen (Radar Akan tetapi, yang menjadi "masalah baru"
Sulteng, 8 Agustus 2005). Kecamatan adalah soal 43 persen warga yang memiliki
Palu Selatan menyumbang suara terbesar hak pilih tetapi tidak dapat menyalurkan
pemilih yang tidak menggunakan haknya aspirasinya dalam pemilihan tersebut.
yakni 31.683 orang, disusul Kecamatan Oleh karena itu, semua calon yang kalah
Palu Timur sebesar 23.920 orang, bersama tim suksesnya melakukan prates.
Kecamatan Palu Barnt 22.925 orang, dan Upaya prates telah dimulai sejak 31 Juli
Kecamatan Palu Utara 7.309 orang. Jadi, 2005, sehari sebelum pencoblosan, ketika
secara keseluruhan jumlah pemilih yang massa pendukung Koalisi Masyarakat
tidak menggunakan hak pilihnya adalah Madani menuntut penundaan pelaksanaan
83.837 orang dari total pemilih terdaftar pilkada. Namun KPUD Kota Palu sebagai
di Kota Palu sebesar 198.920 orang. penanggung j awab pelaksanaan pemilihan
Tingginya angka pemilih yang tidak tidak menanggapi tuntutan itu.
menggunakan haknya disebabkan oleh Bagaimanapun, perhelatan demokrasi
berbagai hal, antara lain tidak mendapatkan di Kota Palu ternyata meninggalkan
surat panggilan berhubung alamat tidak kekecewaan yang mendalam pada
ditemukan atau pindah rumah. Namun, berbagai pihak yang berkaitan langsung
sejumlah warga yang tidak memiliki surat dengan pesta tersebut. Boy Tambing,
panggilan tetap menggunakan hak pilihnya ketua tim sukses Koalisi Masyarakat
dengan menunjukkan kartu pemilih yang Madani, menyatakan kecewa dan akan
dikantonginya. Yang memprihatinkan, mempelajari lebih jauh langkah apa
data pemilih yang digunakan KPUD yang akan diambil. Sementara, Taufik R.
ternyata tidak sesuai dengan fakta di Tiangso juga menyesalkan banyak warga
lapangan karena ada pemilih yang sudah Kota Palu yang tidak terdaftar sebagai
meninggal masih terdaftar sebagai pemilih pemilih. Menurutnya, hal itu tidak terjadi
tetap (Radar Sulteng, 8 Agustus 2005). jika pendataaan pemilih dilakukan dengan
Selain itu, terdapat pemilih yang sengaja selektif dalam waktu yang panjang. Meski
tidak dipanggil untuk memilih; lokasi TPS menyesalkan, ia menyerahkan sepenuhnya
diacak begitu rupa sehingga menyulitkan masalah tersebut kepada Panwaslu sebagai
calon pemilih, dan lain-lain (Radar lembaga yang paling berkompeten untuk
Sulteng, 6 Agustus 2005). Menanggapi menindaklanjutinya (Radar Sulteng, l
kenyataan ini, Yahdi Basma, seorang Agustus 2005).
penulis, menyatakan bahwa "tingkat Calon walikota dari Koalisi Palu
partisipasi publik yang rendah tidak bisa Bersatu, Anwar Ponulele, menyatakan
dijadikan alasan untuk mendeligitimasi terdapat indikasi rekayasa dalam
hasil pemilu karena memilih bukan penentuan daftar calon tetap yang
kewajiban tetapi hak warga" (Radar ditemukan timnya, tetapi hal itu merupakan
Sulteng, 6 Agustus 2005). urusan tim advokasi sepenuhnya untuk
menindaklanjuti (Radar Sulteng, 6 Agustus
PENOLAKAN DAN PENERIMAAN 2005). Sementara itu, Achrul Udaya, calon
Pada dasarnya, semua calon walikota wakil walikota dari Koalisi Palu Bersatu,
dan wakil walikota menerima dengan menyatakan menerima kekalahannya
94
lvienyemp1tkan VV!i'ayah 82 - 97
95
JEJAK NUSANTARA ---
Volume 02 i Norro• 11 Deserrber 20141
itu dapat menimbulkan reaksi balasan dari Tengah sekaligus sebagai ketua ex-officio
pihak sang pernimpin. Oleh karena itu, DPRDGR provinsi yang sama dengan wakil
ketepatan dalam pengambilan kebijakan Ahmad Abdul Rauf, seorang elite politik
menjadi hal yang sangat penting bagi lokal asal Kulawi, Sulawesi Tengah.
kestabilan pemerintahan. Untuk menutup Pemilihan kepala daerah Kota Palu 2005
celah reaksi spontan pendukung calon juga mencerminkan persaingan antar- atau
yang kalah, tidak ada jalan lain kecuali "lintas elite" di Sulawesi Tengah. Seperti
mengakomodasi kepentingan mereka terlihat pada hasil pemilihan, pasangan Rusdy
sebagai bagian dari seluruh kepentingan Mastura dan Suardin Suebo, sebagai dua elite
masyarakat. baru, berhasil memenangkan pertarungan.
Rusdy Mastura adalah aktivis Pemuda
PE NUT UP Pancasila dan fungsionaris Golkar Kota
Konsep "menyempitkan wilayah" telah Palu. Ketika Suardin Suebo mengundurkan
berjalan seiring dengan pemekaran wilayah diri selaku wakil walikota karena maju dalam
dalam sistem demokrasi di Indonesia. Luas pencalonan bupati di Kabupaten Donggala,
wilayah Indonesia pada 1945 dibagi dalam 8 Rusdy mendapat penggantinya dari kalangan
provinsi, kemudian menjadi 23 provinsi pada bangsawan Kerajaan Moutong, yaitu
masa Orde Lama, dan 26 provinsi pada masa Mulhanan Tombolotutu, yang juga politisi
Orde Baru. Terakhir, pada masa Reformasi Golkar di DPRD Kota Palu. Dilihat dari
mencapai 34 provinsi. Berarti sebanyak konfigurasi seluruh calon dalam pemilihan
provinsi itu pula jumlah gubemur yang harus tersebut, pasangan Rusdy-Suardin praktis
"disediakan" dalam setiap periode jabatan mengalahkan pasangan elite birokrat lokal
yang diperebutkan baik oleh elite tradisional dan elite pengusaha asal Sulawesi Selatan
atau aristokrasi maupun elite baru; baik oleh (Anwar Ponulele dan Achrul Udaya);
elite lokal maupun elite nasional. menundukkan pasangan elite aristokrasi
lokal dari Kerajaan Tavaeli (Taufik R.
Kasus pemekaran Provinsi Sulawesi
Tiangso dan Arena J. R. Parampasi); dan
Tengah dari Provinsi Sulawesi Utara Tengah
menyingkirkan pasangan elite birokrat lokal
pada 1964 menjadi bukti bahwa perebutan
Kota Palu (Ali Hanafi Ponulele dan Maulidin
kekuasaan di tingkat lokal Indonesia yang
Labalo ).
diperjuangkan oleh elite setempat seperti
Asa Bungkundapu dari GPST Poso; Z. A. Kini, walaupun Gubemur Sulawesi
Betalemba dari GPPST Donggala; Mene Tengah, Longki Janggola, merupakan elite
Lamakarate, bangsawan Sigi; dan Rusdy aristokrasi keturunan bangsawan Kerajaan
Toana, tokoh Muhammadiyah sebagai elite Palu narnun wakilnya berasal dari Jawa.
baru di Sulawesi Tengah harus berhadapan Demikian pula dari 11 kabupaten dan kota
dengan kekuatan nasional yang dominan. se-Provinsi Sulawesi pada 2012, sembilan di
Kala itu, Indonesia berada dalam sistem antaranya dipegang oleh elite baru dan hanya
Demokrasi Terpimpin yang dikendalikan empat bupati berasal dari elite aristokrasi.
sepenuhnya oleh Presiden Sukarno. Presiden Apakah ini pertanda mulai surutnya elite
pula yang mengutus Anwar Datuk Madjo lama dan bangkitnya elite baru dalam sistem
Basah Nan Kuning, elite karier di Jakarta, demokratisasi di tingkat lokal di Indonesia
menjadi gubemur pertama Provinsi Sulawesi masih perlu penelitian lebih mendalam.
96
Menambah Kuasa Menyemp1tkan Vl/11ayah 82 97
DAFTAR ACUAN
Palu," Radar Su/teng, 11 Agustus.
Arsyad, G. M. (2005), "Walikota," Radar Sulteng, 8 Singh, K., (1966), "Conflict and Collaboration: Tradition
Agustus. and Modernizing Indo-Trinidadian Elites (1917-
Asrodin, M (2002), "Menguatnya Simbol Ketokohan 56)," New West Indian Guide/Nieuwe West-lndische
dalam Percaturan Politik," Kompas Mahasiswa, Th. Gids, Vol. 70, No. 3/4.
XXVI, No. 70. Tianjun Zhang (2008), "State Power, Elite Relations,
and the Politics of Privatization in China's Rural
Brown, S. H. (2011), "The Role of Elite Leadership in the
Industry: Different Approaches in Two Regions,"
Southern Defense of Segregation, 1954-1964," The
Asian Survey, Vol. 48, No. 2, Maret/April
Journal of Southern History, Vol. LXXVII, No. 4,
(215-38), http://www.jstor.Org/stable/10.1525/
November.
as.2008.48.2.215, diunduh 24 Maret 2012, 01: 04.
Haliadi (20lla), "Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah di
Williams, G. dan 0. Filippakou (2009), "Higher Education
Paso: Antara Otonomi dan Pemikiran Kekuasaan
and UK Elite Fonnation in the Twentieth Century," Online,
Lokal," Makalah, Konferensi Nasional Sejarah IX.
2Mei.
Jakarta, 5-8 Juli.
· - (200lb), "Historiografi Lokal dan Nasionalisme di
Surat Kabar
Sulawesi Tengah: Menuju Terbentuknya Nation and
Radar Sulteng, 4 Juli 2005, "Pemilih Terbanyak di Palu
Character Building di Daerah," Makalah, Forum
Selatan."
Grup Diskusi Pembentukan Badan Pengkajian dan
- 5 Juli 2005, "Semua Pasangan Imbang: Analisis Irwan
Pemasyarakatan Empat Pilar Kehidupan Bernegara,
Waris terhadap Peluang Cawali."
Urgensi dan Relevansinya dalam Mewujudkan
- 15 Juli 2005, "Visi-Misi Calon Walikota Palu: Cawali
Nation and Character Building. Palu, 26 Juli.
Tidak Tekankan Hemat BBM."
Haliadi, dkk. (2007), Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah
-16 Juli 2005, "Badawi: KKSS Tetap Independen."
(GPST) di Posa 1957-1963. Sebuah Perjuangan
-·-16 Juli 2005, "Visi-Misi Tak Sentuh Masalah Korupsi."
Anti Permesta dan Pembentukan Propinsi Sulawesi
- 18 Juli 2005, "Taufik-Arena Dialog dengan Warga
Tengah. Yogyakarta: Ombak.
Pasar."
Kusumah, M. W. (2003), "Titik-titik Rawan Pemilu 2004"
-- 18 Juli 2005, "Bersatu Menuju Perubahan Bersama
Kompas, 22 April. '
Kandidat No. 3."
Kutoyo, S., dkk. (2005), Sejarah Daerah Sulawesi Tengah.
-21Juli2005, "Sikap Kritis Bukan Black Campaign."
Palu: Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dan
- ·· 1 Agustus 2005, "Kandidat: Mereka yang Bertarung
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Hari Ini."
Leo Agustino, M.A. Y. (2012), "Daripada Orde Baru Ke
- 2 Agustus 2005, "43 Persen Warga Kata Palu Golput:
Orde Reformasi: Politik Lokal di Indonesia Pasca
Pasangan Rusdy-Suardin Menang Mutlak."
Orde Baru," Jebat, Vol. 39, No. 1, Juli (76-97).
- 3 Agustus 2005, "Achrul Udaya: Saya Akan Kembali
McDougall, J. (1981), "Elite Friendship Ties and Their
Mengurusi Usaha Keluarga."
Political-organizational Functions: The Case
- 6 Agustus 2005, "Anwar Serahkan ke Tim Advokasi:
of Indonesia," Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Saal Indikasi Rekayasa DPT Pilwali Palu."
Volkenkunde, Vol. 137, No. I.
8 Agustus 2005, ''Mulhanan, Arsitek Di Balik
Priest, T. B. (1995), "Elite and Upper Class in Philadelphia,
Suksesnya Cudi-Suardin: Berikan Peran pada
1975," Sociological Forum, Vol.l 0, No. l, Maret.
Semua Jaringan Secara Merata."
Rauf, R. A. (2005), "Peningkatan Kualitas SOM Upaya
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Pasca Pilwali
97
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor 11Desember20141
Sugih Biantoro
Peneliti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Abstract
Historically, desa (village) had experienced a democratic process of social transformation for a long
period of time. For some people, demokrasi desa (village democracy) is simply considered as a colonial
construction, but others believe that democratic values are genuinely from Indonesia. This paper provides a
general overview of the transformation of village democracy by emphasizing discussion on the Indonesia s
'original' values which in the progress were politically exploited by th e colonial administration and
subsequent ruler.
Kalau desa kita memang mulai bergerak maju atas Sebagian lain meyakini bahwa
kekuatannya sendiri, demokrasi di desa merupakan suatu
barulah seluruh masyarakat kita akan pula naik
tingkatan serta kemajuannya
konstruksi ko loni al. Hal itu terkait
di dalam segala lapangan, termasuk lapangan dengan kepentingan Belanda menguasai
kebudayaan pemerintahan di Hindia Belanda hingga
(Su/an Sjahrir) tingkat desa agar semua lapisan masyarakat
mendukung kebijakan kolonial. Salah satu
akil Presiden Mohammad caranya adalah memangkas hubungan
98
1\JJ/ai-/\!J!ai yang Pcidar 98 - 109
keturunan (genealogis) atau ditetapkan tanah asal, atau tanah kelahiran. Menurut
oleh raja. Cara pemilihan kepala desa Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata desa
yang nilai-nilai demokrasinya identik mengandung arti sebagai kesatuan wilayah
dengan model musyawarah yang yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
bersumber pada kebersamaan secara mempunyai sistem pemerintahan sendiri
kolektif (komunitarian) berbeda dengan (dikepalai oleh seorang kepala desa). 2
konsep demokrasi Barat. Model-model Istilah 'desa' hanya dikenal di Jawa,
seperti itu mengalami perkembangan dan sedangkan di luar Jawa memiliki sebutan
persesuaian pada masa kolonial. beranekaragam sesuai dengan asal-mula
Kebijakan kolonial yang terbentuknya wilayah tersebut berdasarkan
mempengaruhi proses demokrasi desa prinsip tertentu, seperti ikatan wilayah
merupakan fokus perhatian tulisan ini atau ikatan genealogis (Cahyono 2006).
untuk membandingkan konsep demokrasi Konsep 'desa' tidak sebatas unit geografis,
hasil 'konstruksi' kolonial dengan melainkan sebagai unit teritorial yang
demokrasi 'asli' desa di Indonesia. dihuni sekelompok orang dengan atribut
Tulisan ini menggunakan pendekatan budaya, tennasuk sistem politik dan
sejarah budaya, menjelaskan secara ekonomi yang otonom (Gayatri 2007).
deskriptif praktik demokrasi di tingkat Masyarakat desa di Jawa bersifat
desa yang berlangsung pada zaman egaliter yang mengenal konsep sami-sami,
prakolonial, kolonial, dan pascakolonial. atau padha-padha (Suhartono 1999). 3
Menggunakan studi literatur m1, Berkumpulnya orang-orang menjadi suatu
tulisan ini tidak bermaksud menggiring masyarakat menciptakan sebuah hubungan
'romantisme' berlebihan pada kearifan yang hams diatur. Hidup bersama untuk
lokal sebagai jalan keluar berbagai mengusahakan dan mempertahankan
persoalan demokrasi yang dialami bangsa kepentingan bersama dalam masyarakat
Indonesia saat ini namun lebih sebagai mengharuskan adanya persetujuan.
peninjauan kembali nilai-nilai demokrasi Untuk mencapai itu, dilakukan pertemuan
desa yang kini mulai rnengalami antarunsur masyarakat desa. Hal itu
kemunduran. Perubahan yang terjadi kemudian menjadi ciri demokrasi desa
sejak rnasa kolonial hingga Reformasi yang tergambarkan dalam mekanisme
telah mengubah gagasan demokrasi desa pertemuan yang berbentuk musyawa-rah
bukan lagi sebagai local-self government, atau rapat.
melainkan hanya sebagai local-state Peraturan bersama bertujuan mengatur
government. Padahal, demokratisasi 'asli' kedudukanmasyarakat sehingga diperlukan
desa masa lalu merupakan khasanah pengawasan oleh pihak tertentu untuk
pengetahuan tradisional yang dapat mengoreksi apabila terjadi pelanggaran.
menjadi pembelajaran bagi proses Untuk keperluan itu, masyakarat desa
demokrasi masa kini. menunjuk salah seorang dari warganya
menjalankan tugas tersebut. Maka, lahirlah
DESA DAN DEMOKRASI 2
Lihat lema dcsa dalam KBBI. Pusat Bahasa (2008).
KOMUNITARIAN 3
Dalam kontcks tcrtcntu, tcrutama pada masa modern, citra
Etimologi desa berasal dari bahasa masyarakat dcsa yang digambarkan tradisional, egaliter, atau
tidak mcngenal pelapisan sosial, dianggap keliru (lihat Sadikin
Sansekerta deca yang berarti tanah alf, dan Samandawai 2007: xii).
99
JEJAK NUSANTARA
VolLHT"'C O? Nornor 1 Desernoer 2014
jabatan 'kepala masyarakat' yang lazimnya Partisipasi tersebut tidak hanya dimaknai
dipangku oleh orang yang dipandang secara aktif dalam pemilihan wakil rakyat,
terkemuka dan tertua (Kartohadikoesoemo namun juga sebagai partisipasi rakyat yang
1984: 44). Beberapa ahli meyakini, sejak memiliki budaya demokratis. Demokrasi
masa Kerajaan Mataram (sekitar abad lokal dapat menggunakan model demokrasi
ke-16), desa menjadi berkembang karena yang berdasarkan kearifan lokal daerah
kemampuan pemimpin dalam mengelola yang bersangkutan. Kearifan lokal sebagai
masyarakat (Soemardjan 1991 ). modal sosial masyarakat komunal mampu
Prinsip dasar demokrasi adalah merumuskan jalan keluar, dan mencari
menghargai orang lain. Jika demokrasi jalan keluar bersama, dari berbagai
dimaknai sebagai pemerintahan rakyat, persoalan. Namun, karena masyarakat
maka suara rakyat merupakan hal utama komunal berada dalam sebuah wilayah
dalam pengambilan keputusan. Sebagai negara, mau tidak mau berkedudukan
entitas selfgoverning community, desa di bawah pemerintahan tingkat negara
secara historis memiliki pengalaman (Wahyudi 2009).
demokrasi bersifat komunitarian, baik Demokrasi komunitarian lahir
pada arus prosedural maupun substantif. sebagai kritik terhadap demokrasi liberal
Secara prosedural, desa mengenal wadah yang dinilai menjadi kekuatan universal
organisasi bemama "rembuk desa" yang dalam penyeragaman praktik demokrasi
digunakan membuat keputusan bersama prosedural di seluruh dunia. 5 Tradisi
melalui musyawarah. Dalam kehidupan komunitarian memaknai demokrasi secara
ekonomi, misalnya, secara substantif desa partikularistik dengan memperhatikan
mengembangkan demokrasi ekonomi keragaman budaya, struktur sosial, sistem
yang berbasis pada kesetaraan kelas ekonomi dan sejarah setiap negara.
dan pemilikan aset secara komunal, Kaum komunitarian menaruh perhatian
kepemimpinan lokal, mempunyai pranata pada otonomi individu seperti kaum
sosial, dan mempunyai tradisi solidaritas liberal, namun yang diutamakan bukan
sosial dalam bentuk gotong-royong. 4 pada kebebasan individu, melainkan
Dalam demokrasi, partisipasi rakyat penghargaan pada individu yang otonom. 6
menjadi basis pelaksanaan pemerintahan. Gambaran tentang dua tradisi demokrasi
terlihat pada Tabel.
4
Lihat "Memperkuat Dcmokrasi Dcsa." http://web.iaincirebon.
5
ac.id. diunduh 19 Agustus 2014, 14:54 WIB. him. 2. Tcntang perbedaan antara demokrasi liberal dan kornunitarian,
lihat Hardiman (2009: 173- 98).
6Lihat '·Memperkuat Demokrasi Desa," hlm. 4-5.
100
Nlla1 yang Puo'ar 98 109
Tab el
Dua Tradisi Demokrasi
Lembnga perwakilan, partai politik dan Komunitas, commune, rapat desa, rembuk desa, forum
Wadah
pemilihan umum warga, asosiasi sosial. paguyuban, dll
101
JEJAK NUSANTARA
- - - - - - - - - ·--------------------------
~""'"""'"""-'"""'""_________
mengatur dan mengurus pemerintahan kepala desa yang menjadi warga dan ketua
dan rumah tangganya sendiri. Pemegang rapat desa. Kepala desa tidak memiliki
kekuasaan tertinggi adalah Rapat Desa, kesempatan untuk bertindak menyimpang
yaitu sebuah majelis yang menurut hukum dari putusan rapat desa. Selama masih
adat biasanya disusun dari berbagai ada yang berkeberatan, pemimpin rapat
golongan penduduk yang berhak hadir tidak boleh menjatuhkan putusan rapat.
dan memberi suara dalam Rapat Desa. Musyawarah berlanjut hingga semua yang
Susunan Rapat Desa sebagai bcrikut. 8 hadir menyatakan persetujuannya secara
Pertama : Kepala Desa sebagai ketua bulat. Oleh karena itu, jumlah mayoritas
Kedua :Para kaki, tetua, para pinitua, tidak dengan sendirinya mengalahkan
anggota Dewan Morokaki jumlah minoritas. Namun, apabila
Ketiga : parentah desa (pamong desa) jumlah minoritas tidak dapat membantah
Keempat: Warga desa, dalam tiga tingkatan kebenaran mayoritas, maka dengan
Kelima : Mantan kepala desa yang berhenti segala keikhlasan hati minoritas akan
dengan hormat menganggap dirinya tidak ada agar dapat
Keenam :Orang-orang penting (kyai, guru memanunggalkan diri dengan kebulatan
agama, dan sebagainya) rapat desa (Kartohadikoesoemo 1984:
Kepala desa dibantu pamong desa 154).
merupakan badan pelaksana yang Musyawarah bermakna mempertim-
bertugas menjalankan segala putusan dan bangkan bersama untuk mencapai titik
peraturan desa. Keberadaannya mirip persetujuan. Dalam Rapat Desa, setiap
badan eksekutif saat ini. Pada susunan anggota rapat harus dapat menahan hawa
tersebut yang bertugas seperti badan nafsu yang mengutamakan kepentingan
pengadilan atau yudikatif adalah Dewan sendiri. Orang desa meyakini bahwa ma-
Morokaki. Dewan ini merupakan badan nusia harus bersatu dan mengabdi kepada
yang diberi kewajiban untuk memutuskan masyarakatnya. Keyakinan itu dijalankan
segala perselisihan antara desa dengan melalui jalan yang sama, yakni mengabdi
masyarakat atau antara sesama warga dan menyatu dengan Tuhan, seperti tecer-
masyarakat. Dewan Morokaki juga min dalam konsep "manunggaling kawula
mengawasi pelaksanaan hukum adat, dan lan Gusti." Orang desa mampu mencip-
kadang menjadi Dewan Pertimbangan takan hubungan dalam bermasyarakat se-
(Kartohadikoesoemo 1984: 206). bagai keluarga yang besar. Sesama warga
Sistem dalam Rapat Desa adalah desa memiliki rasa kasih-sayang dan tang-
musyawarah mufakat yang mengambil gung jawab bersama. Dari konsep itu lahir
keputusan dengan suara bulat. Putusan atas suatu lembaga hukum di desa yang dise-
dasar "suara yang terbanyak" tidak dikenal but gotong royong, orang Belanda me-
pada masyarakat desa. Bahwa dalam setiap namakannya onderling hulpbetoon, yang
putusan rapat desa terhitung pula putusan diselenggarakan oleh seluruh masyarakat
atas kuasa hukum adat dan tiada seorang
8
Rapat Desa merupakan sistem pemerintahan yang lain dari pun yang menghindarkan diri dari kewa-
yang lain. unik dalam sepanjang sejarnh ilmu ti Isa fat hukum jiban yang bersifat sementara (Kartoha-
negara di seluruh dunia. Sistcm itujuga mengandung unsur-
unsur yang sangat tinggi dalam bcntuk yang sangat sederhana, dikoesoemo 1984: 213-5).
bukan jiplakan, narnun ciptaan orang Indonesia sendiri (lihat
Kartohadikoesoerno 1984: 205 6). Dalam perkembangan selanjutnya,
102
N1ia1-N1ia1 yang Pudar 98 · 109
lahir suatu gejala ketatanegaraan yaitu telah mengalami proses feodalisasi karena
berkembangnya komunitas sosial-politik terserap dalam birokrasi kerajaan sehingga
di atas kesatuan komunitas Desa, seperti melahirkan 'rajakecil' di desa. Desamasuk
sima, wisaya, watak, mandala, dan pada dalam jangkauan kekuasaan kerajaan dan
masa selanjutnya lahir konsep Jstana diposisikan sebagai pemasok logistik dan
sebagai pusat politik negara kerajaan. tenaga kerja di bawah pengawasan pejabat
Dengan kata lain, telah terjadi proses kerajaan atau pangeran (Latief 2002a:
penyatuan beberapa desa menjadi wilayah 23--48).
yang lebih besar dan luas bemama Negara Pada masa pemerintahan Inggris,
Kerajaan. lnilah fenomena "negaranisasi Raffles mengadakan penyelidikan tentang
desa" atau meminjam istilah Antlov pemerintahan desa di semua keresidenan
sebagai "negara masuk desa," yaitu sebuah di Jawa. Beberapa perspektif kolonial
kekuatan ekstemal yang meruntuhkan tentang desa dapat digambarkan melalui
otonomi desa. Terbentuknya kerajaan Revenue-Instruction tanggal 11 Februari
secara langsung menyebabkan otonomi 1814. Pada Pasal 11 Revenue, pemerintah
desa mendapat berbagai pembatasan. lnggris mengakui bahwa penduduk yang
Desa sudah tidak menjadi kesatuan yang terpenting dari desa di Jawa adalah kepala
otonom, namun menjadi bagian dari desa. Oleh karena itu, pengangkatan
Kerajaan sebagai kesatuan wilayah yang pada jabatan itu dilakukan dengan jalan
lebih luas. Oleh karena itu, walaupun pemilihan dan kekuasaan pemerintahan
pada prinsipnya hak kuasa desa tetap yang dijalankannya, dipercayakan
berlaku, namun dalam lingkungan yang kepadanya oleh teman-teman penduduk
lebih luas, desa hams mengakui hak milik dengan jalan pemilihan. Pada Pasal 12,
raja atas wilayah mereka. Hak pertuanan pemerintah Inggris meyakini bahwa sistem
raja seperti itu apabila dilakukan melalui pemerintahan desa telah dirusak oleh
pemaksaan dapat mendesak kedudukan kaum feodal dan aturan model baru yang
hak desa, dan akhimya mendapatkan dilakukan oleh bangsa Eropa sehingga
tempat dalam hukum adat bahwa tanah tata pemerintahan itu tidak meninggalkan
adalah milik raj a (Antlov 2002). sisanya lagi. Namun, diakui bahwa tata
Sejak abad ke-7 hingga abad ke-18, pemerintahan semacam itu merupakan
desa-desa di Jawa tidak dapat memenuhi bentuk pemerintahan yang asli di Pulau
kebutuhannya sendiri, namun telah Jawa dan juga daerah lainnya. Pasal 15
menjadi bagian dari struktur dualistik menyatakan bahwa pemerintahan Inggris
sistem kerajaan yang mendasarkan diri memuji sistem pemerintahan desa, dan
pada pembagian wilayah yang terdiri dari menganggap sebagai aturan yang cocok
lingkungan kraton dan desa (Wasino 2009: untuk rakyat dan menguntungkan bagi
3). Pada waktu itu, sebagian masyarakat pemerintah (Kartohadikoesoemo 1984:
desa masih dalam situasi egalitarian, 185).
pelapisan sosial belum terbentuk secara Dalam laporan bertanggal 14
tegas. Diskriminasi dan diferensiasi sosial Juli 1817, Muntinghe asisten Raffles
belum mengeras karena semua warga desa memberikan informasi tentang desa-desa
adalah anak tani yang menggarap tanah di daerah pesisir Pulau Jawa Utara. Sejak
secara bersama-sama. Sebagian yang lain saat itu, keberadaan desa makin dikenal
103
JEJAK NUSANTARA
Volurle 02 I '"o·nor ~I Desc·nber 20' 41
tidak hanya di Jawa, namun juga di luar Daendels pemah menyebutkan bahwa
Jawa. "Penemuan" desa di Jawa telah pemerintah dari distrik yang kecil dan
memunculkan suatu 'jembatan' untuk desa yang besar dipegang oleh demang
menghubungkan kekuasaan kolonial dan pemerintahan atas desa yang kurang
dengan rakyat Indonesia. Raffles membuat penting diserahkan kepada mantri,
aturan bahwa setiap penduduk desa sedangkan pemerintahan pada desa yang
berhak memilih kepalanya. Meskipun kecil dipegang oleh klein-mantri atau
sudah "ditemukan" oleh Muntinghe dan luring.
digunakan baik-baik oleh Raffles untuk Di Cirebon, yang termasuk dalam
mengadakan landelijkstelsel dan kemudian wilayah Priangan, di desa-desa yang lebih
digunakan oleh Van den Bosch untuk besar diangkat dua orang kepala yang
menjalankan cultuurstelsel, namun baru disebut kuwu dan parenta. Sementara
dalam Regeeringsreglement 1854 Pasal itu, di desa-desa yang lebih kecil hanya
71, kedudukan desa itu ditetapkan secara diangkat seorang parenta atau lurah.
juridis principal (Kartohadikoesoemo Dukuh-dukuh yang kurang dari enam
1984: 49). keluarga digabungkan ke desa terdekat
Kepala desa merupakan penghubung dan penduduknya dipaksa berpindah.
antara pctani dengan administrasi kerajaan. Tradisi pemilihan kepala desa yang
Mereka diangkat berdasarkan keturunan dibuat di Cirebon pada awal abad ke-
dan yang dianggap memiliki kesetiaan 20 itu berkembang pada mayoritas desa
kepada administrasi kerajaan. Kepala yang secara langsung berada di bawah
desa diakui oleh kerajaan tanpa disertai kekuasaan kolonial Belanda, seperti di
dukungan sumber daya. Hubungan kepala Pati, Jawa Tengah (Husken 1988). Kepala
desa dan kerajaan berlangsung minimal desa dipilih oleh rakyat dan tiap tahun
sekali dalam sctahun saat memberikan berganti. Daendles tidak bermaksud
upeti kepada kerajaan (Agusta 2008). memberikan kekuasaan dan pengaruh
Kekuasaan kepala desa sebelum masa kepada kepala desa, melainkan hendak
kolonial hanya sebagai wakil masyarakat, memberi kepadanya sawah, supaya bisa
bukan alat otokratis yang menguasai hidup lebih patut (Kartohadikoesoemo
masyarakat. 9 Pada masa pemerintahan 1984: 184).
Belanda, kepala desa seolah yang paling Setelah pelaksanaan berbagai
berkuasa dalam pemerintahan, sedangkan aturan pemerintah kolonial Belanda,
Rapat Desa tidak representatif karena sistem demokrasi dalam pemerintahan
hanya cukup didengar oleh warga desa mengalami beberapa perubahan.
(Kartohadikoesoemo 1984: 44-5). Muncul pemikiran bagaimana menguasai
Mengenai kepala desa, Gubemur Jenderal pemerintahan hingga tingkat dcsa agar
9
Pada masa kolonial. proses diferensiasi dan stratifikasi dapat digunakan sebagai pendukung
sosial scmakin kuat scbagai akibat pemberlakuan sistem kebijakan kolonial. Salah satu caranya
kekuasaan indirect rule yang mcnempatkan elite lokal sebagai
pcrpanjangan tangan kekuasaan clan kepentingan pemerintah adalah memangkas hubungan feodal
kolonial Bclanda. Para bupati mcnjadi scmacam boneka yang
otoritasnya tcrgantung pada kckuasaan kolonial. Pada masa
masyarakat Jawa dengan memperkuat
itu, partisipasi rakyat dcsa dilangkahi untuk melancarkan institusi desa. Maka, sejalan dengan
cksploitasi kolonial le\vat penguasa lokal. Pemerintah kolonial
telah menutup ·'partisipasi demokratis" rnkyat dcsa dan
pandangan Jan Breman (1979), desa-
mengubahnya menjadi "partisipasi kolckti r otoritcr" (Ii hat desa di Jawa sebagai desa demokratis
Kartodirdjo 1984).
104
N11a1-Nda1 yang Fudar 98 - 109
105
JEJAK NUSANTARA
Volume 02' Nomor 1 Desember 2014:
desa terwariskan pada masa setelah dan wadah oligarki elite desa. Gotong-
kemerdekaan bahkan hingga saat ini. royong bahkan tidak lagi mencerminkan
Salah satu persoalan yang muncul adalah part1s1pasi dan solidaritas sosial
dominasi elite desa yang lebih berorientasi masyarakat desa melainkan sebagai bentuk
pada pemerintah supradesa. Gejala itu mobilisasi pemerintah desa terhadap
merupakan tanda bahwa demokrasi warganya untuk mendukung program-
desa telah mengalami kemunduran. program pembangunan yang telah
Persoalan lain adalah tumbuhnya model dirancang dari atas. Berbagai program
korporatisme negara, yang tampak ditanam pemerintah mengatasnamakan gotong-
secara sistematis untuk mengendalikan royong sebagai bentuk keswadayaan
kelompok dan kepentingan di desa. masyarakat desa. Pendanaan proyek dari
Berdasarkan penelitian Yumiko M. atas umumnya berjumlah relatif kecil,
Prijono dan Prijono Tjiptoherijanto, namun berkat gotong royong masyarakat
telah terjadi kemunduran demokrasi dapat dihasilkan pembangunan fisik
desa di Indonesia sepanjang dekade yang memuaskan. Laporan mengenai
1960-an hingga 1970-an. Kemunduran keberhasilan pembangunan fisik yang
itu disebabkan oleh perubahan sosial- ditopang swadaya masyarakat melalui
ekonomi dan pergeseran kepemimpinan gotong royong sering diklaim sebagai
kepala desa. Beberapa ciri kemunduran keberhasilan pemerintah (Rahardjo 2002).
demokrasi desa yang berlangsung saat Pada era reformasi, banyak bermun-
itu, adalah pertama, kepala desa tidak lagi culan wacana tentang demokratisasi dan
tidak lagi menjadi "bapak" bagi rakyatnya, desentralisasi desa, namun praktik kor-
namun lebih menj adi administrator. Kedua, poratis pada masa sebelumnya juga tidak
pertumbuhan penduduk menyebabkan mengalami penurunan. Bahkan, banyak
kesediaan tanah yang terbatas sehingga protes yang terjadi di tingkat desa karena
tidak ada lagi kepemilikan tanah secara ketidakpercayaan terhadap pemerintah
komunal. Ketiga, partai-partai politik yang desa. Protes pada pemilihan kepala desa
masuk ke desa ikut mendukung perubahan di Jawa pada bulan Oktober 1997 hingga
struktur kekuasaan desa. Keempat, Maret 1998, misalnya terjadi sebanyak
kemunduran demokrasi tradisional juga 382 kali, bahkan 99 kasus (25,9 persen)
disebabkan oleh konflik landreform. tersebut disertai kekerasan. 10
Lemahnya part1s1pasi masyarakat Kehadiran Badan Permusyawaratan
merupakan sisi lain dari lemahnya praktik Desa (BPD) menjadi dorongan baru bagi
demokrasi di tingkat desa (Tjiptoherijanto demokrasi desa sebagai ruang aspirasi dan
dan Prijono 1983). partisipasi masyarakat, pembuat kebijakan
Pada masa Orde Baru, dua institusi secara partisipatif dan alat kontrol efektif
yang seharusnya menjadi basis partisipasi, terhadap pemerintah desa. Namun,
yaitu Lembaga Musyawarah Desa dan kehadiran BPD banyak menimbulkan
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, persoalan baru, seperti ketegangan yang
tidak memainkan peran penting dalam terjadi dengan kepala desa. BPD dianggap
mewadahi partisipasi masyarakat. Kedua sering melanggar batas-batas kekuasaan
lembaga tersebut menjadi institusi
korporatis untuk pengendalian masyarakat IOLihat Laticf(2002b: 75-6); data protes pemilihan kepala desa
mcrujuk pada Kammen (2000).
106
N1!a1-N!!a1 yang Puciar 98 109
107
JEJAK NUSANTARA
VolJme 021 'lo'Ylor 'I Dese•nber 20"-4 I
DAFTAR ACUAN
108
N1/a1-Ni/a1 yang Pudar 98 - 109
109
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141
Demokrasi dalam
Pendidikan Sejarah
Kurikulum 2013
Abdul Syukur
Pengajar, Universitas Negeri Jakarta
Abstract
Law on National Education System 2013 mandates national education shall develop the potential
of students to be democratic citizens. This paper specifically discusses the matter of democracy in the
subject of Histo1y on the curriculum by using content analysis on lndonesian history subject at secondmy
education. The finding of this paper shows that hist01y education is not oriented to strengthen ideas,
principles and practices of democracy. it lead to inability of hist01y subject to achieve national education
objectives. Therefore, improving basic cognitive competencies of lndonesian history subject is needed.
ejak tahun lalu pemerintah Indo- 2003. Undang-undang ini terdiri dari 22
110
2013 110 - 119
atau berciri demokrasi (KBBI 1997: 221 ). materi demokrasi dalam pendidikan
Dengan demikian pengertian kalimat sejarahKurikulum 2013.
"warga negara yang demokratis" secara
lingusitik atau kebahasaan ialah "'.ar~a
KURIKULUM EKLEKTIK
negara yang mendukung gagasan, pnns1p
dan praktik demokrasi. Kurikulum 2013 sangat dipengaruhi
pemikiran Benjamin S. Bloom (1935-99):
Menurut penjelasan umum UU No.
seorang ahli psikologi pendidikan dan
20 Tahun 2003 bahwa penetapan tujuan
Universitas Chicago, Amerika Serikat,
pendidikan nasional untuk menciptakan
yang menciptakantaksonomi tujuan
peserta didik menjadi warga negara yang
pendidikan. Menurutnya, pendidikan
demokratis itu sangat dipengaruhi oleh
tidak hanya memberikan pengetahuan
perkembangan politik masa Reformasi
intelektual, tetapi juga membentuk sikap
yang telah mengakhiri pemerintahan
dan memberikan keterampilan kepada
Orde Barn pada 21 Mei 1998.Dalam
peserta didik. Oleh karena itu, ia membagi
hubungannya dengan pendidikan, tuntutan
tujuan pendidikan menjadi tiga ranah atau
penerapan prinsip-prinsip demokrasi
domain, yaitu cognitive domain (ranah
memberikan dampak yang mendasar pada
kognitif),affective domain (ranah afektif),
kandungan, proses dan manajemen sistem
dan psychomotoric domain (ranah
pendidikan. Artinya harus dilakukan
psikomotorik). Di bawah pengaruhBlo.01~,
pembaharuan sistem pendidikan secara
Kurikulum 2013 mempunyai karaktenst1k
menyeluruh. Di antara komponen sistem
mengembangkan keseimbangan antara
pendidikan adalah kurikulum. Di dalam
pengembangan sikap (spiritual dan sosi~l,
Bab Ketentuan Umum UU No. 20
rasa ingin tahu, kreativitas, dan kerJa
tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum
sama) dengan kemampuan intelektual
merupakan . seperangkat rencaradan
dan psikomotorik (lihat Peraturan Menteri
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
Pendidikan dan Kebudayaan No. 67, 68,
bahan pelajaran serta cara yang digunakan
69, dan 70 Tahun 2013).
sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai Kurikulum 2013 juga sangat
tujuan pendidikan tertentu. dipengaruhimastery learning theory (teor~
belajar tuntas) dari Bloom. Menurut teon
Pcranan pendidikan sejarah dalam
ini standar kurikulum harus dirumuskan
Kurikulum 2013 untuk mewujudkan
dan dinyatakan dengan jelas sehingga
amanat UU No. 20 Tahun 2003 untuk
dapat mengukur kemajuan peserta didik
mengembangkan potensi peserta didik
dalam menguasai materi pembelajaran.
menjadi warga negara yang demokratis
Kurikulum dalam teori belajar tuntas
menarik untuk dibahas. Dua pertanyaan
terdiri dari beberapa topik berbeda.
penting diajukan di sini. Pertama, apaka~
Bloom membuat model pembelajaran
pendidikan sejarah mengandung maten
yang mengharuskan setiap peserta didik
pendidikan demokrasi; dan kedua,
menuntaskan penguasaannya terhadap
bagaimana mengembangkan materi
materi pembelajaran yang sudah dirinci
demokrasi dalam pendidikan sejarah.
menjadi beberapa topik. Peserta didik
Pertanyaan kedua merupakan kontribusi
yang belum menunjukkan kecakapan
pemikiran untuk mengembangkan
dalam penguasaan materi tidak dapat
111
JEJAK NUSANTARA
Volccne 02 I i"ocnor 11Cesecnber20·~ I
112
Oemokra::,,1 dalam Pe,r:o'.,'o'rl<an Seprah 2013 110 - 119
113
JEJAK NUSANTARA
Volur'le C2 I "ocnor 'I Cesernber 20' LI
Kompetensi Inti Pengetahuan (KI- (KI-2). Sebagai contoh KI-2 mata pelajaran
3) menggunakan kata kerja operasional Sejarah Indonesia Kelas X mempunyai
memahami, menerapkan, menganalisis tiga kompetensi dasar menunjukkan sikap
dan menerapkan, yaitu memahami, tanggungjawab, peduli terhadap berbagai
menerapkan, menganalisis pengetahuan hasil budaya pada zaman praaksara,
faktual, konseptual, prosedural Hindu-Budha dan Islam; meneladani
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang sikap dan tindakan cinta damai, responsif
ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan proaktif yang ditunjukkan oleh tokoh
budaya, dan humaniora dengan wawasan sejarah dalam mengatasi masalah sosial
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan lingkungannya; dan berlaku jujur dan
dan peradaban terkait penyebab gejala dan bertanggungjawab dalam mengerjakan
kejadian, serta menerapkan pengctahuan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah.
prosedural pada bi dang kaj ian yang spesifik Substansi mata pelajaran sesungguh-
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk nya terdapat dalamKompetensiintiPenge-
memecahkan masalah; dan Kompetensi tahuan (KI-3). Oleh karena itu, kata kerja
Inti Keterampilan (KI-4) menggunakan operasionalnya terdiri dari memahami
kata kerja operasional mengolah, menalar, dan menganalisis. Sedangkan kata kerja
dan menyaj i, yaitu mengolah, menalar, dan operasional untuk mencapai Kompetensi
menyaji dalam ranah konkret dan ranah Inti Keterampilan (KI-4) adalah menya-
abstrak terkait dengan pengembangan dari jikan, menalar dan mengolah. Sebagai
yang dipelajari di sekolah secara mandiri, contoh,pembelajaran kompetensi dasar
dan mampu menggunakan metode sesuai untuk mencapai KI-4 mata pelajaran Se-
kaidah keilmuan (lihat Lampiran Peraturan jarah Indonesia Kelas X adalah menyaji-
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. kan infonnasi mengenai kcterkaitan antara
69 Tahun 2013). konsep berpikir kronologis atau diakronik,
Setiap kompetensi 111t1 diperoleh sinkronik, ruang dan waktu dalam sejarah;
peserta didik melalui proses pembelajaran menalar infonnasi mengenai hasil budaya
yang dirumuskan dalam kompetensi praaksara Indonesia termasuk yang berada
dasar. Sebagai contoh KI-1 mata pelajaran di lingkungan terdekat dan menyajikan-
Sejarah Indonesia Kelas X mempunyai nya dalam bentuk tertulis; dan mengolah
dua kompetensi dasar dengan kata kerja informasi mengenai proses masuk dan
operasional menghayati, yaitu menghayati perkembangan kerajaan Hindu-Budha
keteladanan para pem1mp111 dalam dengan menerapkan cara berpikir kronolo-
mengamalkan ajaran agamanya, dan gis, dan pengaruhnya pada kehidupan ma-
menghayati keteladanan para pemimpin syarakat Indonesia masa kini serta menge-
dalam toleransi antarumat beragama dan mukakannya dalam bentuk tulisan.
mengamalkannya dalam kehidupan sehari- Mata pelajaran Sejarah Indonesia
hari. Pencapai-annya dilakukan melalui Kelas X mempunyai 8 kompetensi dasar
proses pembelajaran tidak langsung. untuk mencapai KI-3, yaitu
Pembelajaran tidak langsung juga 1. Memahami dan menerapkan konsep
diterapkan dalam proses pembelajaran berpikir kronologis (diakronik),
kompetensi dasar untuk mencapai tingkat sinkronik, ruang dan waktu dalam
kemampuan Kompetensi Inti Sikap Sosial sejarah.
114
Demokrasi dalam Pendidikan Sejarah Kuriku/um 2013 110 - 119
KOMPETENSI DASAR
I. Menganalisis perubahan dan keberlanjutan dalam peristiwa sejarah pada masa penjajahan asing hingga
proklamasai kemerdekaan Indonesia.
2. Menganalisis proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa barat (Portugis, Belanda, Inggris) di
Indonesia.
3. Menganalisis strategi perlawanan bangsa Indoesia terhadap penjajahan bangsa Barat di Indonesia
sebelum dan sesudah abad ke-20.
4. Menganalisis persamaan dan perbedaan pendekatan dan strategi pergerakan nasional di Indonesia
pada masa awal Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda dan sesudahnya sampai dengan Proklamasi
Kemerdekaan.
5. Menganalisis peran tokoh-tokoh nasional dan daerah dalam petjuangan menegakkan negara Republik
Indonesia.
6. Menganalisis dampak po li tik, budaya, sosial, ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan barat
dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini.
7. Menganalisis peristiwa Proklamasi Kemerdekaan dan maknanya bagi kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik dan pendidikan bangsa Indonesia.
8. Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan malrnanya bagi
kehidupan kebagsaan Indonesia masa kini.
9. Menganalisis peran Bung Kamo dan Bung Hata sebagai proklamator seta tokoh proklamasi lainnya.
10. Menganalisis perubahan dan perkembangan politik masa awal kemerdekaan.
11. Menganal isis perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mernpertahankan kemerdekaan dari ancaman
Sekutu dan Belanda.
115
JEJAK NUSANTARA
Volurle 02 I Ncmor 11Desember201LI
116
Demokrasi da!am Pend1d1kan Sejaran ,~unlw'um 2013 110 - 119
117
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I :'"ornor ~I Dcsecriccr 20~41
·----·----···----··-····
DAFTAR A CUAN
118
Demokrasi da/am Pend1d1kan Se1arah Kuriku/um 2013 110 - 119
Lampiran Peraturan
Lampiran Peraturan Menteri Pendidkan Lampiran 3 Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Kebudayaan Republik Indonesia
No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka No. SIA Tahun 2013 tentang
Dasar dan Struktur Kurikulum Implementasi Kurikulum: Pedoman
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Kegiatan Ekstrakurikuler.
Aliyah Lampiran 4 Peraturan Menteri Pendidikan
Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
dan Kebudayaan Republik Indonesia No. SIA Tahun 2013 tentang
No. SlA Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum: Pedoman
Implementasi Kurikulum: Pedoman Umum Pembelajaran.
Penyusunan dan Pengelolaan Lampiran 5 Peraturan Menteri Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Pendidikan No. SIA Tahun 20I3 tentang
Lampiran 2 Peraturan Menteri Pendidikan Implementasi Kurikulum: Pedoman
dan Kebudayaan Republik Indonesia Evaluasi Kurikulum.
No. SlA Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum: Pedoman
Pengembagan Muatan Lokal
119
JEJAK NUSANTARA
Volume 02 I Nomor 11Desember20141
Harto Juwono
Konsultan Kearsipan, Jakarta
Abstract
This pap er attempts to explain the contribution of Hist01y fo r the settlement of litigation cases which is
the domain of Law. History and Law are possible to cooperate in the development of methodologies and
its applications. Th rough its method, History makes a major contribution to the settlement of litigation
cases where it is often difficult fo r Law to solve. With the application of the historical method, especially
in th e field of civil cases that have retroactive effect and historical-nuanced, legal practitioners will be
helped immensely to take objective and fa ir decisions. Meanwhile, f or the historian, the legal method and
approach have p ositive impact for their thinking. The nature oflegal thought that emphasized on normative
approach will suppress the element of subjectivity of historian in their interpretation and reconstruction of
the past.
Keywords: archieve, litigation, the historical method, novum, reconstruction, historical f acts
ada 2013 , sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kekalahan
P dalam perkara litigasi khususnya dalam kasus perdata yang menyangkut aset
mereka. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero menerima kenyataan
bahwa kasasinya atas aset pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Tonsea
Lama ditolak oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan gugatan eksekusi oleh
sekelompok warga menjadi terbuka meskipun masih ada peluang bagi peninjauan
kembali bagi eksekusinya.2 Sementara itu pada saat yang hampir sama, PT Kereta Api
Indonesia (KAI) Persero juga mengalami hal serupa dengan beberapa asetnya, terutama
di Kota Medan yang menyangkut hak kepemilikan emplasemen (kompleks stasiun)
Medan .3 Dalam kasasi ini, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah membuat
keputusan yang mengalahkan PT KAI. Dalam dua kasus tersebut, BUMN terancam
1
Penulis mengucapkan terimakas ih kepada Prof. Dr. Susanto Zuhdi dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Uni versitas Indonesia
yang telah memberi kan saran da lam diskus i singkat tentang tema ini. Begitu pula, ucapan teri ma kas ih penulis kepada Prof. Dr.
Basuki Reksobowo, S.H., M. H., dari Sadan Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agun g Republik Indonesia yang telah
memberikan pemahaman tentang aspek historis da lam penyelesaian masalah sengketa hukum .
2
Gugatan terhadap aset PLN dimulai sejak 200 1, keti ka kepemilikan PLTA Tonsea Lama oleh PT PLN Persero diragukan dan digugat
sej umlah warga yang menyatakan dirinya sebagai pemilik lahan seluas 1,5 hektar itu. Hingga 2007, PK atas keputusan kasasi MA
menyata kan bahwa PT PLN Persero kalah dalam gugatan itu berdasarka n putusan No. 9 1 PK/Pdt/2007. Dalam perlawa nan eksekusi
ya ng diaj ukan oleh PT PLN Persero, melalui putusan No. 3080 K/PDT/20 11 , kasas i tersebut di tolak oleh MA.
3
Kasus ini dimulai sejak 2002 yang berkisar pada lahan milik PT KA I di komp leks Stasiun Medan seluas 7 hektar. Menurut gugatan
PT KA I, lahan tersebut telah dikuasai pihak swasta dan dalam proses litigasi yang berlangsung hingga tingkat kasas i di MA melalui
putusan No. I 040K/Pdt/20 12 tanggal 5 November 20 12, PT KAI mengalami keka lahan.
120
l<euka Ars1p Men;ad1 Novum 120- 132
harus membayar ganti rugi hingga pihak penggugat maupun tergugat. Tulisan
mencapai nilai trilyunan rupiah. ini berusaha untuk mengangkat aplikasi
Dua peristiwa litigasi tersebut hanya metode sejarah dan peran sejarawan dalam
sebagian kecil dari sejumlah besar kasus membantu penanganan proses litigasi.
hukum lain, khususnya perkara perdata,
yang melibatkan BUMN di Indonesia. KRITIK DAN INTERPRETASI:
Suatu gejala yang perlu dicermati dalam PENERAPAN METODE SEJARAH
hal ini adalah bahwa dalam perkara litigasi Baik dalam ilmu hukum maupun ilmu
tersebut, modus operandi pihak lawan
sejarah, data menjadi sumber informasi
BUMN adalah sama yakni menggunakan yang sangat penting. Hal ini terutama
arsip pening-galan rezim kolonial dan
berkaitan dengan dua hal yaitu waktu
menekankan aspek genealogis atau asal- terjadinya peristiwa dan keterkaitan
usul baik individu maupun institusi.
dengan proses penanganan perkara.
Medghadapi tantangan demikian, Waktu terjadinya peristiwa yang sudah
pihak BUMN termasuk satuan hukum berlangsung pada masa lalu sehingga
korporasinya tidak mampu menjawabnya.
tidak mungkin dilakukan pembuktian
Kelemahan BUMN umumnya adalah tidak lapangan untuk direkonstruksi oleh aparat
memiliki data yang senilai baik otentisitas hukum. Oleh karena itu pemahaman dan
maupun legalitasnya dengan data lawan pembuktian terhadap kebenaran atas objek
tanpa mempersoalkan apakah validitas
yang disengketakan hanya bisa dilakukan
dan orisinalitas data lawan sebagai novum
lewat adanya arsip atau data valid yang
bisa dipertanggungjawabkan. 4
dianggap mendukung suatu gugatan atau
Mencermati kondisi terse but, pembelaan terhadap gugatan.
dalam hal m1 arsip hanya menjadi
Namun, meski terpisah dalam
bagian dari upaya untuk menangkal
rentang waktu yang lama, peluang untuk
kekalahan BUMN dan terutama untuk
mengangkut persoalan ini menjadi
menyelamatkan aset negara. Meskipun suatu sengketa perdata di tingkat litigasi
harus diakui bahwa arsip menjadi suatu
sangat luas terbuka. Hal ini disebabkan
novum yang dipertimbangkan oleh
oleh keterkaitan antara objek dan waktu
lembaga kehakiman, proses penanganan
kejadian, yaitu dihubungkan dengan sifat
juga memerlukan langkah lain. Dalam
dan prinsip peraturan perdata yang sering
hal ini pendekatan historis menjadi
berlaku surut (terugerkend inkracht). 5
suatu jawabannya. Melalui pendekatan Dengan sifat itu, peraturan yang dibuat
historis, metode ilmu sejarah akan mampu kemudian bisa diberlakukan bagi kejadian
bukan hanya mendukung pembuktian
atau peristiwa yang muncul sebelumnya
kepemilikan sah atas aset perdata BUMN
melainkan juga menunjukkan nilai 5
Dalam ha! ini perlu dipahami apa yang dimaksud "berlaku
otentisitas dan orisinalitas novum, baik surut" dalam hukum tersebut. Dalam sistem hukum positif
Belanda. berlaku surut tidak bisa diterapkan ketika sistem
hukum yang diberlakukan berbcda. Dengan kata lain sistcm
4
Kasus kcpernilikan asct PT PLN Pcrscro di Tonsea Lama. hukum yang berbeda menuntut penanganan suatu perkara
digugat oleh sekelornpok warga yang rnenggunakan bukt1 dengan peraturan pcrundangan yang berlaku pada masa 1tu.
bcrkas kcpernilikan tanah yang dikcluarkan olch hukurn tua Misalnya ketika suatu peristiwa yang dibuktikan dengan sebuah
setempat pada 1920. Sernentara itu, perkara ernplasernen novum yang berasal dari era kolonial sebelum penggunaan
Medan yang rnelibatkan PT KAI Persero berkaitan dengan novurn tersebut harus dilakukan uji materi terhadap 1si novum
kepemilikan lahan sebagai bagian dari hak konsesi Deli berdasarkan aturan yang berlaku ketika novum dibuat (lihat de
Spoorweg Maatschappij sejak 1883. Gtoote 2005: 56).
121
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Deserlber20141
sej auh tidak ada perbedaan dalam sis tern Dalam tahap penelusuran data atau
hukum. Selain itu, sistem hukum yang heuristik, terdapat kesamaan antara
berlaku di Indonesia memungkinkan sejarawan dan praktisi hukum. Kedua
banyak peraturan yang merupakan disiplin ilmu ini, baik teoritis maupun
adopsi atau bahkan masih mendasarkan aplikatif, membutuhkan data yang otentik,
ketentuannya pada sistem hukum era orisinal dan objektif sebagai dasar dan
kolonial. 6 titik tolak langkah lebih lanjut. Semakin
Untuk bisa mendapatkan penjelasan banyak data yang terkumpul, semakin luas
yang memadai dan menempatkan objek informasi yang diperoleh, dan semakin
perkara secara tepat dan obyektif, metode objektifkesimpulan yang diambil. Dengan
penelitian sejarah bisa memberikan demikian, pada tahap ini antara keduanya
kontribusi. Dalam empat tahap yang masih bertolak pada prinsip dan langkah
dilalui, yaitu heuristik, kritik, interpretasi kerja yang sama.
dan rekonstruksi, praktis hampir semuanya Perbedaan mulai muncul pada tahap
juga diperlukan oleh para ahli hukum dan kedua, yakni kritik sumber. Dalam metode
praktisi hukum dalam memandang suatu sejarah, kritikmenjadi bagian yang penting
peristiwa yang dinyatakan sebagai objek sebelum sejarawan melakukan interpretasi
sengketa dalam proses litigasi. Namun, terhadap 1s1 data untuk mengambil
tidak selalu praktisi hukum menggunakan fakta. Sejarawan akan melakukan kritik
langkah tersebut, dan juga tidak semua intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern
ahli hukum memahaminya. Meski dalam digunakan untuk menguji fisik data
metode penyidikan dan metode penelitian sementara kritik intern mengarah pada
mereka memiliki langkah tersendiri, pada isi data. Masing-masing kritik memiliki
praktiknya langkah tersebut berbeda standar tersendiri untuk menilai validitas
dengan langkah dalam metode sej arah. data secara objektif.
Bukti hal ini adalah masih ditemukan Dalam kritik ekstern, setidaknya empat
data palsu yang digunakan dalam proses hal perlu dipertimbangkan yaitu otentisitas,
litigasi dan mendapatkan kemenangan orisinalitas, subjektivitas dan integritas.
dalam vonis lembaga pengadilan. 7 Otentisitas dan orisinalitas mengarah
pada era dan pembuat data. Dalam ha! ini
6
Beberapa pcraturan yang menjadi contoh, selain Ki tab terdapat pertanyaan yang perlu dijawab
Undang-Undang Ilukum Pidana dan Pcrdata, adalah UU
Kewarganegaraan yang scbclumnya masih mengacu pada oleh data itu yaitu apakah data dibuat pada
Staatsblad 19 I 7 dan baru dipcrbarui pada 2006. Begitu pula zaman yang dirujuknya dan apakah dibuat
dengan peraturan dalam pcnctapan jenis dan pajak atas tanah
yang sampai I 985 masih mcnggunakan Inlandsch Verponding oleh pelaku yang menyaksikan peristiwa,
Ordonnantie 1923, dan baru dicabut serta diganti dengan UU
Pajak Bumi dan Bangunan.
atau mereka yang dianggap berwenang
7
Dalam pandangan para ahli dan praktisi hukum, perlu
membuatnya. Subjektivitas lebih
dibcdakan antara data yang palsu dan data yang tidak asli. menyangkut pada tujuan pembuatan data
Data yang palsu sudah bisa dipastikan menjadi bagian dari
tindakan pidana yang memerlukan penyelidikan secara
sementara integritas melihat kelengkapan
khusus, sementara itu data tidak asli bukan menjadi bagian data (Jessup dan Coackley 1979: 10). 8
dari tindakan pidana. Data tidak asli dalam ha! ini dipahami
sebagai salinan yang memerlukan lcgalisasi dari lcmbaga yang Kritik intern menmJau is1 data
berwenang, dan bila data yang dianggap asli tidak ditcmukan,
dengan melewati proses pertimbangan dan pcrsyaratan tertentu,
berdasarkan materi, konteks dan struktur.
data tidak ash bisa dianggap sebagai mewakili data asli. (lihat
8
Wagner 2014: 633). Mcngacu pada Maurice Matlof, "The Nature of History."
122
i<etfi<a Ars1,0 /v/eruadi 120-132
123
JEJAK NUSANTARA
Vo:ume O? ! Nomor 11Deserrbe•20141
proses sintesa fakta (Zed 2008: 76). 11 untuk menyajikan kembali penst1wa
Disiplin ilmu hukum tidak yang telah terjadi di masa lalu seobjektif
menggunakan hermeneutik karena mungkin. Sernentara itu dalam ilmu
dianggap akan mengarah pada interpretasi hukum, rekonstruksi merupakan langkah
individu yang kontekstual. Para praktisi dan untuk mengungkapkan kernbali proses
ilmuwan hukum menggunakan interpretasi yang telah terjadi sehingga bisa dinilai
normatif. Tujuannya menghindari berdasarkan aturan-aturan sah yang berlaku
subjektivitas yang muncul dari unsur- untuk mempertimbangkan keputusan akhir.
unsur di luar teks data. Interpretasi Mengingat ilmu sejarah lebih banyak
normatif membatasi diri pada apa yang bersifat teoritis dan eksplanatif-berbeda
tertera pada teks, atau disebut sebagai dengan ilrnu hukum yang aplikatif
interpretasi tekstual, yang membedakan rekonstruksi sebagai tahap akhir metode
dengan interpretasi kontekstual sejarawan penelitian sejarah menjadi sarana untuk
umurnnya. Dengan perbedaan dalarn dua rnenarik suatu kesimpulan dari hasil
tahap rnetode ini, kritik dan interpretasi, pernikiran dan analisis atas sintesa fakta oleh
fokus dan rekonstruksi yang dilakukan sejarawan. Dengan demikian pandangan
oleh kedua disiplin ilmu j uga menunjukkan subjektif sejarawan bukan terletak pada
perbedaan. Hal ini akan tampak dalam rekonstruksi melainkan pada kesimpulan.
penilaian akhir terhadap objek perkara Dalam rekonstruksi, sejarawan masih
(Greenwalt 1992:75). 12 dituntut sikap yang objektif sementara
dalam kesimpulan justru subjektivitas
menopang penilaiannya terhadap hasil
REKONSTRUKSI: KESIMPULAN rekonstruksinya (McCarthy 2001: 142).13
DANVONIS
Sebaliknya dalam ilrnu hukum
Setelah rnelewati dua tahap dalam
atau proses hukum, rekonstruksi bukan
metode penelitian tersebut, kedua disiplin
rnerupakan tahap akhir. J ustru rekonstruksi
ilmu kembali memasuki tahap yang sama,
sering dianggap sebagai awal dari proses
yaitu rekonstruksi. Rekonstruksi menjadi
melakukan tahap penilaian atau bahkan
suatu bentuk penyajian kembali terhadap
penyelidikan atas aspek atau bagian
apa yang pemah terjadi, Dalam ilmu
tertentu yang membutuhkan penajaman.
sej arah, rekonstruksi merupakan bentuk
Meskipun ada perbedaan antara perkara
laporan atas hasil penerapan metode
pidana dan persoalan perdata, rekonstruksi
penelitiannya, yang merupakan upaya
rnenjadi sarana bagi para praktisi hukum
11
Zed mcnycbutkan bahwa dalam proses sintesa ini. terjadi untuk mernulai proses pernbentukan
pcrpaduan, pcrhandingan dan penyusunan isu serta bukti ketika opm1 mereka. Tujuan mereka adalah
mcncrangkan secara terinci tentang apa yang menyangkut
pokok penelitian. Dalam ha! ini, pembuktian tcrhadap rnernbuat opini yang subjektif, seperti
dukungan data menjadi sangat penting seperti proses pengajuan
novum dalam aplikasi hukum. 13
weber mengatakan bahvv·a objcktivitas akan muncul karena
12
Di sini, interprctasi nonnatif dibcdakan dari interpretasi adanya imajinasi sejamh dan rckonstruksi kontra~fakta.
deskriptif. Sejarawan lebih banyak mcnggunakan interpretasi Apa yang dimaksudkan Weber adalah bahwa fakta sejarah
deskriptifkarena ia akan menyajikan basil rekonstruksinya hanya ada ketika fakta itu memang mempengaruhi tc~jadinya
dalam bentuk eksplanasi yang terbuka bagi pcluang multitafsir. peristi\:va. Jika suatu fakta yang menjadi imajinasi scjarawan
Scmcntara itu interpretasi normatif cenderung membatasi tidak mcnyehabkan atau mengakibatkan terjadinya pcristiwa.
pcluang itu karena herpegang pada pemahaman normatif hal itu tidak bisa disc but sebagai fakta. Apa yang menarik
tcntang norrna yang berlaku sebagai pedoman dan sekaligus di sini adalah bahwa pandangan Weber ini dipengaruhi olch
tujuan (it deals with questions of what people should do, an pandangan dari ilmu hukum yang dilontarkan olch Johannes
aspect of much legal interpretation). von Krics tentangjurispmdensi dan kriminologi.
124
Kenka Ars1p /'v1enjad1 /\)ovum 120- 132
halnya kesimpulan sejarawan. Akan pada novum yang terdiri atas data arsip,
tetapi jika sejarawan mengakhiri tugasnya sarana untuk menilainya sering kurang
dalam menyajikan kesimpulan, praktisi dipertimbangkan.
hukum menyampaikan pendapat untuk Dalam melakukan rekonstruksi, para
dipertimbangkan oleh lembaga peradilan, praktisi hukum tidak mempunyai sarana
dalam hal m1 majelis hakim yang penilaian terhadap objektivitas peristiwa
berwenang dan bertanggung jawab untuk kecuali dengan menggunakan peraturan
mengambil keputusan. 14 yang berlaku pada saat persidangan
Opini yang didukung bukti atau novum atau penyelidikan berlangsung. Ketika
oleh para ahli hukum, seperti halnya objek penstlwa muncul dan terjadi
kesimpulan akhir oleh sejarawan, akan dalam kurun waktu yang berbeda dengan
dibandingkan atau dihadapkan dengan proses rekonstruksi, hal itu tentu saja
opini pihak lawan, apakah tergugat atau menimbulkan suatu ketimpangan penilaian
terdakwa. Proses perbandingan dua opini yang oleh sejarawan sering disebut
ini menjadi inti dari proses Jitigasi setiap sebagai anakronisme. Anakronisme adalah
Jembaga peradilan. Dalam hal ini majelis melakukan penilaian terhadap suatu
hakim bertindak dalam posisi yang netral penstlwa dengan menggunakan sudut
untuk menilai sampai di mana objektivitas pandang yang berbeda periodenya (Fischer
masing-masing pihak dan akhimya juga 1970: 133). Hal ini bukan hanya membawa
objektivitas dalam membenarkan atau pada penarikan kesimpulan yang berbeda,
memenangkan salah satu pihak dengan tetapi jug a mendorong sikap subj ekti f yang
opininya. Jadi hakim bukan hanya menilai lcbih dominan daripada penilaian objektif.
kualitas objektif dari mereka yang terlibat, Kondisi anakronis terjadi karena
tetapi dirinya juga harus bertumpu pada ada perbedaan dalam sistem hukum
objektivitas untuk membuat keputusan antara periode yang dibedakan oleh
akhir yang disebut sebagai vonis. struktur kekuasaan. Di Indonesia, sistem
Dalam proses tersebut, kembali hukum kolonial diberlakukan pada masa
kontribusi ilmu sejarah akan muncul. penjajahan Belanda dan terutama ketika
Kelemahan yang terjadi dalam penanganan pemerintah kolonial Belanda menerapkan
perkara yang dijadikan sebagai objek prinsip konkordantie, yaitu pemberlakuan
litigasi adalah ketimpangan antara objek dan hukum positif Barnt model Eropa untuk
sarana untuk menilai atau membedahnya. wilayah jajahan di Hindia Belanda. Hal
Terutama hal ini terj adi ketika objek perkara itu ditandai oleh penerbitan Regeerings
memiliki nilai dan latar belakang historis. Reglement 1854 yang memperbarui sistem
Mengingat objek telah terjadi pada masa hukum yang telah ada dan mengawali
lalu, dalam arti dalam konteks temporal sistem hukum baru sampai akhir masa
yang berbeda dengan masa penilaiannya, pemerintahan kolonial Belanda pada
dan para penilainya tidak selalu mengetahui 1942. 15
sendiri peristiwa itu tetapi harus tergantung 15
Pcngundangan Regeerings Reglement (RR) pada 1854,
14 yang dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie 1855,
Rckonstruksi dalam arti kata yuridis scbenamya lebih banyak menandai periode barn dari scjarah hukum di Indonesia karena
digunakan dalam konteks pidana. Pcngcrtian ini mulai muncul sejak itu prinsip hukum positifBarat diberlakukan bagi rakyat
pada akhir abad kc-19 ketika ada upaya untuk menganalisis Hindia Bclanda sebagai koloni. Meski sejak 1830 telah berlaku
kcjahatan terhadap harta (prope11y crime). Tujuannya untuk RR, pada hakikatnya ada pcrbedaan besar antara keduanya
memastikan struktur kej ahatan dan bcratnya hukuman (lihat karcna dalam RR 1854 dasar-dasar aplikasi hukum Barnt lcbih
Lacy, Wells dan Quick 2003: 322). jelas tcrmasuk juga objcknya, yaitu status kekawulaan di tanah
koloni (lihat Mirandole 1867:16-7).
125
JEJAK NUSANTARA
Volc"me 021NCJmor1' Desernoer 2014'
Meski sistem hukum kolonial telah diketahui oleh para ahli dan praktisi
berakhir secara resmi seiring sumtnya hukum sekarang.
kekuasaan rezim Hindia Belanda, Dalam situasi tersebut, bisa diduga
perangkat dan stmktur hukumnya masih bahwa para praktisi hukum terjebak
berlaku dan diadopsi oleh pemerintah dalam persoalan kontekstual. Persoalan
Republik Indonesia setelah 1945. Lembaga kontekstual tidak bisa diselesaikan dengan
peradilan dan institusi hukum lainnya pendekatan tekstual, seperti tuntutan
yang merupakan warisan dari stmktur penerapan metode interpretasi nonnatif.
hukum Belanda tetap difungsikan bahkan Penyelcsaian kasus tersebut, temtama
memiliki nilai yang lebih strategis dan lebih ketika sejumlah aturan hukum khususnya
berwenang dibandingkan institusi hukum perdata terdapat kcmungkinan berlaku
adat yang berlaku sebelum penerapan surut, hams dikembalikan pada konteks
hukum positif. temporalnya. Dengan kata lain, konteks
Selain itu, warisan sistem hukum ketika objek peristiwa itu muncul hams
kolonial tampak dari aturan yang masih dijelaskan dan dinilai berdasarkan aturan
berlaku. Meski ada upaya pemerintah yang berlaku saat itu. Dalam hal ini
Republik Indonesia untuk menyusun kontribusi ilmu sejarah kembali diperlukan
peraturan yang berbeda dan lebih bercorak dengan tahap rekonstruksinya.
nasional daripada kolonial, ha! itu masih Meski rekonstmksi sejarawan tidak
memerlukan waktu dan tenaga yang lama dimaksudkan untuk menarik kesimpulan
sehingga produk hukum yang dihasilkan yang dijadikan vonis, kesimpulan
masih belum bisa segera diterapkan. sejarawan bisa dipertimbangkan oleh
Selama masa penantian ini, aturan hukum hakim dalam membe-rikan pcnilaian
positif kolonial masih tetap diterapkan terhadap adu opini dan novum para
sebagai pedoman hukum. Selain itu juga pelaku litigasi. Kesimpulan sejarawan
banyak aturan hukum yang baru dibuat m1 kemudian bisa diangkat sebagai
temyata mengandung adopsi dari sebagian history opznzon (pendapat sejarawan)
aturan yang telah berlaku pada era kolonial. yang memiliki kedudukan sah dan fonnal
Pembahan yang terjadi dalam seperti halnya legal opinion atau pendapat
peraturan tersebut temtama ketika proses ahli hukum. 16
Indonesianisasi produk hukum mulai Dengan menjadikan history opinion
menunjukkan hasilnya, diikuti dengan sebagai kesimpulan, aspek subjektivitas
pembahan pandangan yang menganggap dalam kesimpulan hasil rekonstmksi oleh
bahwa hukum kolonial tidak lagi berlaku sejarawan tidak lagi dianggap sebagai
dan digantikan dengan sistem hukum kendala untuk menarik pendapat. Hal ini
nasional. Hal tersebut memang benar,
namun kelemahan muncul ketika peristiwa 16
Legal opinion adalah pcndapat hukum yang bersifat normatif
yang menjadi objek hukum terjadi sejak dan netral untuk memberikan dasar bagi pengambilan
kcputusan atas suatu objck pcrkara. Opini ini terdiri atas tiga
era kolonial dan belum selesai hingga macam. yaitu opini tidak bersyarat scpcrti yang diterapkan
oleh seorang pengacara tcrhadap fakta hukum sebagai bcntuk
masa pemerintahan nasional, bahkan kcsimpulan yang bebas dan tidak mcngikat, opini bersyarat
hingga sekarang. Sementara itu peraturan yatu opini yang mengandung pcngecualian atau batasan-batasan
yang tidak berlaku pada kasus khusus, dan opini beralasan
yang saat itu berlaku tidak lagi digunakan atau yang membutuhkan penjelasan yaitu untuk mcnjclaskan
atau bahkan tidak lagi ditemukan dan hubungan antara aturan dalam hukum scndiri dan fakta hukum
yang ada (lihat Sterba 2003: 11 2).
126
-·------------··-·---- - - - - --------
l<et1ka Arstp ,~l/er~,.adl i\lovum 12C- 132
- - - . ---------- -------
127
JEJAK NUSANTARA
Volu1T,e 021Nomor11Deserlber201LI
penelitian oleh Gubemur Jenderal Wet yang menjadi dasar hukum bagi
Duymaer van Twist pada 1852 terhadap peraturan tentang status tanah dan sistem
kondisi kehidupan social-ekonomi kepemilikan tanah di Jawa dan Madura,
masyarakat Hindia Belanda, khususnya di luar Vorstenlanden dan tanah-tanah
di daerah yang terkena pemberlakuan partikelir (particulier landerijen ). 20
Cultuurstelsel. Laporan m1 menjadi Dari perkembangan tersebut, para
dasar perdebatan bukan hanya apakah ilmuwan dan praktisi hukum menekankan
Cultuurstelsel perlu dipertahankan titik berat pada produk, yaitu Agrarische
kelangsungannya, melainkan jug a Wet. Mereka menganggap bahwa Undang-
perlukah penataan baru terhadap sistem Undang ini merupakan puncak tertinggi_
kepemilikan tanah di Hindia Belanda, yang dibutuhkan karena memiliki nilai
khususnya di Jawa dan Madura. 18 legalitas sebagai dasar pembuatan
Fenomena di atas menjadi agenda peraturan lain sekaligus sebagai payung
perdebatan yang terus-menerus di hukum bagi aplikasi dan pembentukan
kalangan sejumlah anggota parlemen struktur baru. Bagi mereka, proses menuju
(Tweede Kamer) di Den Haag, yang pembentukan dan terwujudnya undang-
melibatkan perbedaan dari kepentingan undang itu tidak terlalu penting untuk
hingga ideologi. Di satu sisi mereka yang dipertimbangkan kecuali terbatas sebagai
menghendaki dominasi eksploitasi oleh latar belakang. Ketika hal itu diterapkan
negara mendukung sistem yang mirip dalam pemahaman mereka tentang arsip,
dengan Cultuurstelsel jika sistem itu mereka menganggap bahwa arsip yang
memang harus diakhiri, sementara di sisi memuat proses perdebatan di parlemen
lain mereka yang menginginkan kebebasan dan pandangan yang mendasarinya
berusaha di tanah koloni menghendaki sebagai klasifikasi arsip korespondensi
sistem baru yang mengeliminasi peran yang hanya bemilai otentik tetapi tidak
negara. 19 Mengingat keduanya mempunyai memiliki nilai legalitas. Sebaliknya
objek yang sama yaitu tanah, penduduk produk perdebatan itu, yaitu Agrarische
dan hubungan antara tanah-penduduk, Wet 1870, dianggap sebagai arsip yang
ketiganya menjadi sasaran perdebatan
bagi bentuk pengaturannya yang baru.
20
Basil perdebatan itu adalah Agrarische staatsblad van Nederlandsch lndie 1870 nomor 55. UU
ini mengecualikan Vorstenlanden (daerah raja-raja Jawa
18 di Surakarta dan Yogyakarta) dengan pertimbangan
Lihat van Twist (1863: 104). Scbenarnya hasil penyelidikan
van Twist tidak sekaligus mcngakhiri Cultuurstelsel, namun bahwa kekuasaan alas wilayah itu tidak dijalankan oleh
mcngusulkan pada penggantian kerja wajib dengan kerja pemerintah Hindia Bclanda melainkan oleh raja-raja Jawa
bcbas dan hal itu disahkan dalam sebuah undang-undang demi yang menerapkan aturan hukum adat mereka. Sementara itu
kepastian bukum bagi pelaksanaannya. Van Twist mcnyatakan tanah-tanah partikelir mempunyai peraturan scndiri yang
bahwa ide terscbut bisa diwujudkan berdasarkan pada kontrak dimuat dalam Staatblad van Nederlandsch Tndic 1836 nomor
langsung antara negara dan rakyat dengan sistcm upah atau 19. yang menyatakan bahwa tuan tan ah memiliki hak milik
rakyat dibcri kesempatan bekerja di luar kewajiban kcrja adat. mutlak atas tanah dan berdasarkan hak milik itu ia berhak
melakukan pemungutan scpcrti yang dilakukan oleh negara alas
19
Sejarawan Belanda Cornelis Fasscur mcnegaskan bahwa penghuninya (uit kracht van de directe eigendomrecht, is h\j
pertentangan antara kcdua kepentingan ini. khususnya bevocgd tot het heffen van een andeel in den oogst of opbrengst
desakan kelompok pcngusaha liberal yang dimotori oleh para van alle gronden, die door de Inlandsche bevolking bebouwdt
pengusaha gula di Jawa, lebih dominan dalam mengakhiri of vruchtgevende gemaakt zijn of word en). Lihat van Assen
Cultuurstclscl daripada tulisan atau kritik para tokob humanis (1872: 29).
sepcrti Dou\VCS Dekker dengan Max Havelaar dan Baron van
Hoevel[, Pemerintah Belanda lebih mcmpcrtimbangkan prospek
keuntungan ckonomi yang muncul dari eksploitasi olch modal
swasta daripada suara humanis untuk menghormati hak-hak dan
martabat orang pribumi (lihat Fasseur 1992: 227).
128
Ket1ka Ars1p /V/enjadi Novum 120· 132
129
JEJAK NUSANTARA
Vcil~rne 021Ncirnm11Dcsernber20c41
130
Ketika Arsip Menjadi Novum 120- 132
ini bisa disimpulkan bila antara ilmu yang lebih menekankan pada produk
hukum dan ilmu sejarah bisa melakukan sehingga mengalami hambatan ketika
sinergi demi pengembangan keduanya, memutuskan suatu bentuk gugatan seperti
terutama dalam bidang metodologi dan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi
aplikasi. belakangan ini terhadap keabsahan Pasal
Melalui metodenya, ilmu sejarah jelas 1 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun
bisa memberikan kontribusi yang besar 1958 tentang nasionalisasi perusahaan
bagi penyelesaian kasus litigasi yang sering Belanda, bisa diisi dengan kajian historis
menimbulkan kendala bagi ilmu hukum, yang memadukan proses dan produk. Dari
terutama ketika objek sengketa mempunyai situ, keputusan yang dibuat oleh praktisi
latar belakang dan keterkaitan yang erat hukum akan diperkuat secara formal
dengan peristiwa pada masa lalu. Peristiwa berdasarkan kajian yang didukung oleh
ini, dari aspek temporal dan juga bisa dari data resmi.
aspek spasial, sering tidak memungkinkan Sementara itu bagi sejarawan,
perangkat dalam metodologi ilmu hukum cara bekerja dan cara berpikir praktisi
untuk menjangkaunya. Baik dari aspek dan ilmuwan hukum juga membawa
metode maupun materi yaitu data sebagai dampak positif pada pemikiran mereka.
novum yang formal dan legal, kesulitan Sifat pemikiran ilmuwan hukum yang
untuk membuat keputusan yang valid dan lebih menekankan pada pendekatan
benar terhadap perkara kerap kali dihadapi normatif formal akan menekan unsur
oleh para praktisi hukum. subjektivitas dalam interpretasi dan
Dengan penerapan metode sejarah, rekonstruksi peristiwa masa lalu, seperti
terutama dalam bidang perkara perdata yang sering dialami oleh sejarawan ketika
dan sedikit banyak juga tata usaha menggunakan pendekatan ilmu politik
negara atau administrasi negara yang atau menulis tentang peristiwa politik.
mempunyai peluang berlaku surut dan Pendekatan normatif bisa digunakan
bemuansa historis, praktisi hukum akan untuk melakukan interpretasi arsip sebagai
sangat tertolong dan memperoleh jalan data yang akan mengeliminasi kelemahan
untuk mengambil keputusan yang objektif subjektivitas sejarawan untuk mengambil
serta adil. Beberapa titik kelemahan yang fakta dan melakukan sintesa fakta yang
terdapat dalam paradigma praktisi hukum mengarah pada proses rekonstruksi.
131
JEJAK NUSANTARA
Vol~cnc 02 I Nornor 11Desernber20141
DAFTAR A CU AN
132
Resensi Buku : Wajah Islam dalam Demokrasi Indonesia 133- 137
Resens i Buku
Wajah Islam
dalam Demokrasi Indonesia
Penulis : Azyumardi Azra
JudulBuku : Indonesia, Islam, and Democracy: Dynamics in a Global Context
Penerbit : Solstice Publisihing
Tahun Terbit : 2006
Jumlah Halaman : viii+242 halaman
ISBN : 979-99888-1-0
' 'H
idup memang di-
jalani ke depan,"
ucap Soren Ki-
erkegaard suatu
kali, "tetapi dipahami kc bclakang."
Kita, acap kali, sebagaimana ucapan
fil suf kenamaan Denmark itu, me-
mahami konteks keseluruhan peris-
ti wa ketika rangkaian kejadian yang
membentuknya telah rampung. Kita
hanya dapat melihat struktur dan Indonesia, Islam, and Democracy
pola ketika prosesnya dianggap tun- Dynamics in a Global Context
tas.
Kesan itulah yang didapat
ketika membaca Indonesia, Islam,
and Democracy: Dy namics in a
Global Context. Kumpulan tulisan
berbahasa Inggris Azyumardi Azra
menyuguhkan gambaran tentang
kiprah Islam dalam perjalanan
demokrasi Indonesia. Tulisan
dalam kumpulan ini dibuat dalam AZYUMARDI AZRA
kurun waktu antara 2002- 04 dan
mengisahkan peristiwa yang tengah
terjadi pada masanya. Buku lawas
tetapi mengemas isu yang masih
relevan hingga saat ini.
133
JEJAK NUSANTARA
Volume 02INomor11Desember20141
134
,Resensl Buku Wajah /slam dalam Oernokrasl !r:a'onesia 133- 137
peradaban tunggal dalam politik Islam. Indonesia di Jawa Barat. Hal serupa juga
Menurutnya, pembentukan bangsa pada dilakukan oleh Daud Beureuh di Aceh.
era modern hanya akan menimbulkan Pada masa Orde Baru, gerakan Islam
peningkatan kontestasi politik dan lebih bersifat kultural, bukan politis.
kemajemukan (halaman 6). Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
Situasi tersebut terbukti di Indonesia. merupakan salah satu bentuk gerakan
Bersamaan dengan kebangkitan Islam kultural pada saat itu. Pada periode
demokrasi, ide penerapan Islam secara tertentu, Soeharto memang berusaha
kajfah (menyeluruh) baik secara kesatuan merangkul umat muslim dan mendorong
agama (al-din) dan negara (al-dawlah) mereka untuk tidak melakukan kegiatan
telah menimbulkan tensi tinggi antara politik.
Islam dan demokrasi. Dialog dan diskusi Pada bab-bab selanjutnya di bagian
tentang hal ini tidak pemah berakhir pada pertama, Azra membedah perjuangan
kesimpulan tunggal. umat Islam secara spesifik pada masa
Terdapat tiga bentuk negara yang pasca Orde Baru di bawah kepemimpinan
menjadi aspirasi umat Islam di Indonesia. B. J. Habibie, Abdurahman Wahid dan
Pertama, negara-bangsa dalam bentuk Megawati Soekarnoputri. Isu Islam dan
republik, yang saat ini dipakai. Bentuk demokrasi secara umum pada masa-masa
negara ini digugat karena tidak dapat itu adalah usaha menerapkan ide negara
membuktikan diri sebagai bentuk dan dan syariat Islam. Prosesnya menjadi
sistem yang tepat untuk meningkatkan menarik ketika umat Islam, yang diwakili
kesejahteraan. Kedua, negara Islam (al- oleh organisasi Islam dengan berbagai
dawlah, al-Islamiyah) dengan syariat tingkat militansinya, berusaha mengatur
sebagai hukum utamanya. Bentuk ini yang dan menyesuaikan strategi perjuangannya.
kini tengah diperjuangkan oleh sebagian Perbedaan pendapat terjadi di antara
organisasi Islam. Pemerintah Indonesia sesama organisasi Islam.
mengizinkan Provinsi Aceh dulu Secara jelas, meskipun tidak eksplisit,
bernama Provinsi Daerah Istimewa Aceh Azra tampaknya mengamini ide Nurcholis
kemudian menjadi Provinsi Nanggore Madjid yang terkenal, "Islam yes, partai
Aceh Darussalam untuk menerapkan Islam no," dan konsep melokalkan
hukum Islam sebagai bagian dari upaya Islam di Indonesia. Menurut pendapat
perdamaian. Ketiga, sistem kekhalifahan mereka, lahimya partai-partai Islam yang
dunia. Dasar ide m1 lebih kepada jumlahnya banyak pada masa Reformasi,
romantisme historis religius. Sistem ini bisa berimbas kepada disintegrasi bangsa.
menginginkan semua umat muslim di Azyumardi Azra memberikan solusi
dunia berada di bawah satu pemerintahan normatif terhadap persoalan tersebut.
Islam yang tunggal. Ia menulis, "Jn conclusion, the key
Dinamika itulah yang terus berlanjut to addressing the issue, including he
dan berulang. Pada 1950-an, sejarah appeals by, and attempt of, certain group
mencatat gerakan usaha mengganti of Muslims for the implementation of
Pancasila dengan Islam. Kartosuwirjo Shari 'ah, as well as increased radicalism
pernah melakukannya dengan gerakan among certain splinter groups are; firstly,
Darul Islam dan mendirikan Negara Islam re-strengthening of the state and good
135
JEJAK NUSANTARA
Volume 021Nomor11Desember20141
136
Resensi Buku : Wajah Islam dalam Demokrasi Indonesia 133- 137
menjadi adil apabila kita tidak berharap berkisah tentang kekecewaan Nasrin
banyak karya ini menyajikan pergulatan terhadap Islam yang dijadikan konstitusi
Islam dan demokrasi di Indonesia secara negaranya. Di sana, kelompok mayoritas
spesifik dan terperinci. Namun, tak bisa bertindak tidak toleran dan melakukan
disanggah, buku ini melengkapi dan kekerasan terhadap minoritas atas nama
memperkaya studi tentang demokrasi agama.
dan gerakan politis Islam di Indonesia Mangunwijaya, budayawan dan aga-
yang sudah pemah dilakukan, seperti mawan terkenal, barangkali membayang-
buku Doughlas E. Ramage, Politics kan hal serupa terjadi di Indonesia. Romo
in Indon esia: Democracy, Islam, and Mangun pemah berkata, sebagaimana
Ideology of Tolerance (1995). Ramage saya mengutipnya dari introduksi Ramage
membahas dinamika politik pada masa di dalam bukunya, bahwa setiap bangsa
Soeharto berkuasa dengan menyoroti tarik- memiliki batas. Untuk kasus Indonesia,
menarik penafsiran ideologi Pancasila batas ini berarti tidak akan diterimanya
dan Islam dari Soeharto, ABRI, dan juga bentuk negara Islam dan komunis.
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.
Terlepas dari itu, Azyumardi Azra, di
Azyumardi Azra, melalui buku ini, dalam buku ini, menyatakan bahwa Islam
menegaskan wajah Islam bukanlah di Indonesia adalah agama yang moderat,
kekerasan. Berbeda dengan pendapat toleran dan memiliki kompatibilitas
Taslima Nasrin, perempuan Bangladesh, dengan demokrasi. Namun Islam, baginya,
yang menulis novel Lajja. Ia berujar sudah menjadi rahmatan lit alamin ,
dalam novelnya, "biarlah agama berganti rahmat bagi semesta alam, tanpa harus
nama menjadi kemanusiaan." Lajja, dipaksakan menjadi dasar negara.
yang berarti malu dalam bahasa Bengali,
137
Ketentuan penulisan Jumal
"Jejak Nusantara"
1. Tulisan dalam bentuk artikel penelitian, kajian, telaahan
mendalam yang didukung data dari referensi yang akurat.
2. Naskah merupakan tulisan asli, belum pernah diterbitkan pada
media massa lain.
3. Naskah diketik dengan spasi rangkap menggunakan A4
maksimal panjang halaman 18 halaman (termasuk abstrak dan
daftar pustaka). HurufTimes New Roman 12, spasi 1,5.
4. Naskah merupakan basil penelitian atau kajian di bidang
sejarah dan nilai budaya, sesuai tema yang merupakan gagasan
konseptual, kajian, dan aplikasi teori, tinjauan, kepustakaan,
dan resensi buku.
5. Setiap tulisan mengikuti norma penulisan karya tulis ilmiah
pada umumnya yang disajikan dalam sistematika: a) judul
artikel, b) nama penulis, c) pendahuluan, d) permasalahan, dan
metode mengandung bagian atau tulisan pembahasan, penutup
yang berisi kesimpulan dan saran, daftar kepustakaan serta
lampiran (jika ada).
6. Naskah dilengkapi nama penulis dan daftar riwayat hidup
penulis (disertai pas foto).
7. Daftar kepustakaan disajikan dengan standar baku ilmiah.
8. Naskah diserahkan dalam bentuk soft copy (cd) ke alamat:
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Komplek Kemdikbud Gedung E Lantai 9
Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, 10270