Anda di halaman 1dari 140

Mengarak Ekonomi Tanding:

Solusi Melawan Bujuk Rayu Ekonomi Tambang Batu Bara


Strategi dan Siasat Warga di Bengkulu, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara
Mengarak Ekonomi Tanding:
Solusi Melawan Bujuk Rayu Ekonomi Tambang Batu Bara
Strategi dan Siasat Warga di Bengkulu, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara

Tim Penyusun
• Alwiya Shahbanu
• Egi Ade Saputra
• Juwitha Jekson
• Taufik Iskandar

Desain Grafis
Dodo

Cetakan pertama, September 2019


Jaringan Advokasi Tambang
xx + 116 Halaman, 176 x 250 mm
ISBN: 978-602-60851-4-6

Penerbit

Jaringan Advokasi Tambang


Jl. Mampang Prapatan IV No 30 B, RT 08/RW 02,
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Indonesia
Telepon : 021-7997849
Situs : www.jatam.org
Facebook : JATAM
Twitter : @jatamnas
Instagram : @jatamnas
Youtube : JATAM Nasional
Emas Kami di Daun Kopi
Oleh:Zuliana Ibrahim (Perempuan Penolak Tambang Emas di
Gayo, Aceh)

Emas kami ada di daun kopi


dipupuk dengan air mata
dipanen dengan nurani
dipetik dengan sukacita
diseduh dalam cangkir kehidupan
Emas kami ada di daun kopi
masih sebening dan sesejuk embun pagi
teduh di malam hari
di perut rembulan 
menyelimuti jiwa-jiwa petani
Emas kami ada di daun kopi
diwarisi oleh sejarah
mengalir dalam nadi
beranak pinak di ubun-ubun
jadi daging dan darah 
sejak nenek moyang hingga kini
Emas kami ada di daun kopi
yang lahir dari perut bumi
disusui dan diasuh dengan keringat sendiri
Emas kami ada di daun kopi
Emas kami ada di setiap bunga kopi
Emas kami ada di setiap biji kopi
tak perlu digali
tak perlu turunkan buldozer
membunuh harga diri
Sumbatlah perut nafsumu para penguasa
yang tumbuh subur di ladang serakah
tak pernah lelah mengantongi dosa-dosa
mengoyak hati rakyat hingga perigi dan tak berbilang
Emas kami ada di daun kopi
yang setia hilangkan lapar dahaga 
hingga anak cucu nanti
PENUHI KEBUTUHAN
SEHARI-HARI
DARI PEKARANGAN SENDIRI,
PEKARANGAN TETANGGA
DAN
JEJARING KEBUN RUMAHAN.
BERHENTI BELANJA
DARI RERANTAI GERAI
BELANJA INDUSTRIAL.
MARI RAYAKAN HIDUP
BERDAYA PULIH !
PENGANTAR

EKONOMI TANDING:
SOLUSI MELAWAN BUJUK RAYU EKONOMI TAMBANG
BATU BARA

“…Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya, dalam


rangka apa? Dalam rangka membuka lapangan pekerjaan yang
sebesar-besarnya. Jangan ada yang alergi dengan investasi
karena hanya dengan inilah lapangan pekerjaan akan terbuka
yang sebesar-besarnya. Oleh sebab itu, semua yang menghambat
investasi harus dipangkas... Hati-hati! Ke depan akan saya pastikan,
akan saya kejar dan akan saya hajar...”
Presiden Joko widodo, Pidato Visi Indonesia, 14 Juli 2019

“Perusahaan tambang memberi kami bus sekolah. Menurut mereka


untuk membantu agar kami tak perlu mengantar anak kami lagi
ke sekolah dan agar anak kami ke sekolah tepat waktu, tapi
bus itu perlu bensin dan supir yang mengendarainya juga perlu
digaji, bensin dan gaji supir itu berasal dari kami. Setiap murid
dibebankan ongkos Rp 4.000 tiap hari, dengan dua anak saya
maka saya harus mengeluarkan RP 8.000 perhari. Itu artinya saya
dan keluarga harus bekerja lebih keras lagi di kebun dan sawah,
apalagi bus sekolah itu adalah pemberian setelah mereka merusak
sungai yang mengairi sawah dan kebun kami itu. Bagi mereka itu
demi pekerjaan tambang, bagi kami pekerjaan kami yang mereka
renggut, kenapa ekonomi mereka justru menghancurkan ekonomi
kami? Jadi, jelas kehadiran tambang tak ada manfaatnya, malah
bikin susah!”
Ibu Nunung, Warga Petani Desa Rindu Hati, Bengkulu,
30 September 2019

Pemerintah mengundang investasi sampai ke kampung-


kampung, alasannya untuk membuka lapangan pekerjaan.
Namun, pertanyaannya adalah lapangan pekerjaan untuk siapa?
viii
Sayangnya, investasi yang sampai ke kampung adalah investasi
pertambangan batu bara, investasi yang sangat berbahaya bagi
keselamatan rakyat dan keberlanjutan layanan - fungsi alam.
Di Sungai Santan, Kalimantan Timur, pekerjaan dan profesi warga
sebagai petani kelapa terancam oleh kehadiran pertambangan
batubara milik asing yakni PT Indominco Mandiri. Desa Santan
sejak lama dikenal sebagai sentra kelapa untuk Kalimantan Timur.
Di Desa Long Loreh, Malinau, Kalimantan Utara, pekerjaan dan
profesi warga sebagai nelayan sungai bertambah berat, mencari
ikan harus menyebrang ke aliran sungai yang tidak terkontaminasi
yang memakan tambahan biaya bahan bakar, waktu dan tenaga.
Pergi ke kebun dan ladang harus menempuh jarak yang lebih jauh
dan dibuat bergantung oleh truk yang disediakan oleh perusahaan
karena mereka harus mencapai ladang yang pindah menghindari
tambang lebih jauh.
Siapa yang menikmati ekonomi dari investasi pertambangan?
Selain umur kegiatan tambang yang pendek, sementara
dampaknya terus berkelanjutan dan diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya, dampak ekonominya hanya dinikmati oleh
pemerintah melalui pajak dan tenaga kerja dari luar yang memiliki
keterampilan dan pendidikan khusus. Sementara, ekonomi warga
yang bergantung pada alam telah membawa dampak ekonomi
langsung pada warga malah dirusak.
Pemerintah bukannya melindungi ekonomi warga yang telah
menghidupi mereka puluhan atau ratusan tahun hingga saat
ini. Sebaliknya, pemerintah membawa ekonomi tambang yang
merenggut ekonomi setempat yang sudah ada dan bahkan
mewariskan sedimentasi berupa perpecahan warga antara yang
pro dan kontra. Hilangnya agama dan kearifan lokal hingga
mewariskan ancaman perusakan kesehatan warga akibat residu
logam berat dan bahan kimia beracun sisa dari kegiatan tambang
pada lingkungan sekitar.
Hasil riset ini merupakan kelanjutan dari laporan serial Batu Bara
Mematikan atau Deadly Coal yang kelima. Pada serial Batu Bara
Mematikan Keempat, sebelumnya riset terfokus di tiga wilayah
yang merupakan wilayah terdampak langsung dari konsesi
pertambangan batu bara yaitu Samarinda (Kalimantan Timur),
Desa Kota Niur (Bengkulu), dan Desa Long Loreh (Kalimantan
Utara) melalui laporan yang berjudul “Oligarki Ekstraktif dan
Penurunan Kualitas Hidup Rakyat: Bagaimana Kuasa Oligarki
Ekstraktif Batu Bara Membuat Negara Abai Bersama Menurunnya
ix
Kualitas Hidup Warga” yang membongkar relasi elite-elite lokal
dengan perusahaan, serta oligark ekstraktif nasional. Selain
pemetaan aktor, temuan dari laporan tersebut berisi tentang
perampasan yang dilakukan oleh perusahaan batu bara terhadap
sumber-sumber air warga, seperti sungai dan air tanah.
Untuk melanjutkan hal tersebut riset ini mencoba mengidentifikasi
ekonomi tanding dan pemulihan yang diinisasi oleh warga. Oleh
karena itu dalam riset kali ini yang berjudul “Mengarak Ekonomi
Tanding: Solusi Melawan Bujuk Rayu Ekonomi Tambang Batu
Bara, Strategi dan Siasat Warga di Bengkulu, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara” mencoba untuk menyediakan argumentasi
yang diambil dari praktik-praktik serta strategi warga dalam
menghadapi ekonomi tambang melalui ekonomi tanding di wilayah
masing-masing, sesuai dengan keragaman potensi wilayah masing-
masing. Di dalamnya juga terdapat strategi dan taktik warga mulai
dari terus menanam di sawah mereka masing-masing, menolak
pertambangan merambah wilayah mereka, membuat kerajinan
dari hasil-hasil hutan, hingga menghidupkan budaya yang mulai
pudar.
Di Rindu Hati, warga sedang membangun argumentasi tanding
melalui ekonomi kopi Rindu Hati. Di Long Loreh, melalui ekonomi
hutan non-kayu seperti rotan dan daun sang untuk dijadikan
anyaman yang berhadapan dengan perambahan batu bara di
kawasan Loreh. Selanjutnya, warga di Sungai Santan membangun
ekonomi dan budaya tanding sekaligus melalui festival Sungai
Santan serta mendorong anak muda kembali bertani dan bercocok
tanam, setelah sebelumnya warga Santan berhasil menggagalkan
rencana pemindahan sungai untuk meningkatkan produksi
pertambangan.
Rumah Perlawanan (RP) JATAM mengucapkan terima kasih
kepada para penulis dari berbagai organisasi yakni Taufik Iskandar
(Tani Muda Santan), Egi Ade Saputra (Yayasan Genesis Bengkulu)
dan Juwita Jekson (JATAM Kaltara) yang juga berasal dari wilayah
mulai dari Bengkulu, Kaltim hingga Kaltara. Kepada seluruh pihak
yang sudah membantu proses riset ini dimulai dari Focus Group
Discussion (FGD), turun lapang hingga proses pengeditan akhir oleh
Alwiya Shahbanu (Divisi Riset JATAM), Kepada Badan Pendukung
JATAM Luluk Uliyah yang terlibat dalam proses awal juga kami
haturkan terima kasih. Akhirnya, kami juga menerima masukan jika
terdapat kekurangan dalam proses produksi pengetahuan ini.
x
Mempertahankan kedaulatan pangan dan air adalah syarat
keselamatan rakyat dan alam, maka akhirnya JATAM
mempersembahkan hasil riset ini kepada seluruh simpul perlawanan
dan pemulihan yang berhadapan dengan perusakan tambang
di nusantara untuk mendorong ekonomi tanding berdasarkan
keragaman potensi di wilayah masing-masing sebagai solusi untuk
mengatakan tidak pada rayuan dan bujukan ekonomi tambang
batubara agar syarat keselamatan rakyat tercapai.

Jakarta, 25 September 2019

Rumah Perlawanan,
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)

Merah Johansyah Ismail


Koordinator Nasional
DAFTAR ISI

PENGANTAR : ................................................................................... v
DAFTAR ISI: ........................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN: .................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR : ........................................................................ xii
BAB I ..................................................................................................... 1
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga
BAB II .................................................................................................... 15
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan
Ingatan yang Hilang:
Catatan Perjuangan Pemulihan Sungai Santan dari
Ekspansi Tambang Batu Bara
BAB III .................................................................................................. 59
Cerita dari Long Loreh:
Harapan dan Tantangan dari Ekonomi Sungai dan Hutan
Malinau
BAB IV .................................................................................................. 77
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga:
Ekonomi Tanding untuk Mempertahankan
Keberlangsungan dari Ancaman Pengerukan Batu Bara
di Desa Rindu Hati, Bengkulu Tengah
BOX I ..................................................................................................... 107
Belajar dari Bangkrutnya Desa Kota Niur, Sang Desa
Tetangga
BAB V .............................................................................................................. 109
Penutup dan Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 113
PROFIL PENULIS ............................................................................. 115
APAKAH KITA
HANYA BERDIAM DIRI
KETIKA KOPI PUNAH
KARENA
KEBUNNYA LENYAP
DAN PETANI
BERALIH
MENJADI PEKERJA
TAMBANG?
DAFTAR SINGKATAN

AMDAL :
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
AMNK : Artha Marth Naha Kramo
ATR/BPN : Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional
BDMS : Baradinamika Muda Sukses
BMQ : Bara Mega Quantum
BPD : Badan Permusyawarahan Desa
DAS : Daerah Aliran Sungai
DLH : Dinas Lingkungan Hidup
ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral
GW : Gigawatt
HMKM :
Himpunan Mahasiswa Kecamatan
Marangkayu
IEA :
International Energy Agency
IMM : Indominco Mandiri
IUP : Izin Usaha Pertambangan
JATAM : Jaringan Advokasi Tambang
Kaltara : Kalimantan Utara
Kaltim : Kalimantan Timur
KEPMAS : Kesatuan Pelajar Dan Mahasiswa Santan
KLHK : Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KPC : Kaltim Prima Coal
KPUC : Kayan Putra Utama Coal
KTP : Kartu Tanda Penduduk
LMP : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
xiv
MA : Mitrabara Adiperdana
Menkomaritim : Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Minerba : Mineral dan Batu Bara
MT : Metrik Ton
MW : Megawatt
OSS :
Online Single Submission
Otda : Otonomi Daerah
PKP2B : Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batu Bara
PLT : Pelaksana Tugas
PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PNPB : Penerimaan Negara Bukan Pajak
PP : Peraturan Pemerintah
PU : Pekerjaan Umum
Sekda : Sekertaris Daerah
TKPT : Tim Kerja Perempuan dan Tambang
TMKN : Taman Nasional Kayan Mentarang
TMS : Tani Muda Santan
UU : Undang-Undang
WALHI : Wahana Lingkungan Hidup
WWF :
World Wildlife Fund
Daftar Gambar dan Foto

Gambar 1 : Peta Sebaran Izin Pertambangan di Indonesia


Gambar 2 : Produksi Batu Bara (Ekspor dan Domestik)
Periode 2007-2018
Gambar 3 : Oligark Tambang dan Energi di Lingkaran
Tim Pemenang Pemilu Presiden 2019
Foto 1 : Perkampungan Desa Santan Ulu yang Berdampingan
Langung dengan Sungai Santan
Foto 2 : Sekitar tahun 1980an, hampir semua aktivitas warga
bersentuhan Langsung dengan Sungai Santan.
Terlihat warga sedang mandi dan mencuci; air sungai
pun begitu jernih, foto ini diambil sebelum industri
pertambangan batu bara memporak-porandakan
kawasan hulu Sungai Santan
Foto 3 : Perahu Ketinting yang Digunakan oleh Warga ke
Hulu Sungai Santan untuk Berkebun, Berburu dan
Mencari Kayu
Foto 4 : Arbaim (66 tahn) sedang Memancing Di Pinggir
Sungai Santan, Tepatnya di Hulu Sungai Santan yang
Sudah Tidak Ada Aktivitas Pertambangan Batu Bara
Foto 5 : Area Stockpile PT. Indominco Mandiri yang Berada
Desa Santan Tengah dan Ilir
Foto 6 : Aktivitas dari Pertambangan Batu Bara Menyebabkan
Air Sungai Santan Menjadi Keruh
Foto 7 : Ramadhan (55 tahun), Warga Asli Kampung Kutai
Desa Santan Ulu yang Berprofesi sebagai Nelayan
Sungai
Foto 8 : Air Sungai Santan yang Tiba-tiba Menjadi Biru, Air
Sungai Terasa Asam Jika Digunakan untuk Mandi,
Cuci, dan Kakus (MCK)
xvi
Foto 9 : Pada 2015, Air Sungai Santan yang Berubah Warna
Menjadi Kuning Pekat
Foto 10 : Kondisi Banjir yang Melanda Desa Santan Ulu, Santan
Tengah dan Santan Ilir
Foto 11 : Sabiruddin (35 tahun), Warga Santan, Sedang
Mengendong Anaknya di Tengah Kepungan Banjir
yang Melanda Kampungnya
Foto 12 : Rudi Dwi Winarko, Warga Santan, di Atas Perahu
Ketintingnya Sedang Menunjukkan Air Sungai Santan
yang Keruh Akibat Buangan Limbah Perusahaan
tambang Batu Bara
Foto 13 :
Air Konsumsi Warga yang Tercemar Akibat
Pembuangan Limbah Perusahaan Tambang Batu
Bara
Foto 14 :
Tanaman Hias di Teras Rumah Thamrin, Warga
Santan, yang Terpapar Debu Baru Bara
Foto 15 : Daun Pohon Gamal yang Berada di Halaman Rumah
Thamrin yang Berubah Menjadi Hitam Karena Debu
Batu Bara
Foto 16 : Adi Rahman (Anggota Tani Muda Santan) Sedang
Mengeringkan Hasil Panen Tanaman Jagung
Foto 17 : Aksi Demontrasi untuk Memperingati Hari Lingkungan
Hidup Sedunia yang Dilakukan Kesatuan Pelajar dan
Mahasiswa Santan, Aksi Ini Sempat Menutup Jalur
Angkut PT IMM
Foto 18 : Aksi Protes yang Dilayangkan Langsung oleh
Mahasiwa dan Anak Sekolah Desa Santan atas
Kerusakan Lingkungan yang Melanda Kampungnya
akibat Aktivitas Tambang PT IMM
Foto 19 : Aksi Demonstrasi Warga Santan Bersama Himpunan
Mahasiwa Kecamatan Marangakayu di Kantor Dinas
Pekerjaan Umum Kaltim
Foto 20 : Ketua Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu
Romiansyah (Nebo) dan Merah Johansyah
(Dinamisator JATAM Kaltim 2015) sedang Membuka
Sesi Diskusi terkait Daya Rusak Industri Tambang
Batu Bara di Kaltim
xvii
Foto 21 : Musyawarah Kampung di Mesjid Jami’ Assy-Syafaa,
Desa Santan Tengah Pada 2015
Foto 22 : Warga Santan Bersama JATAM Kaltim Berkumpul
untuk Nonton Bareng film Daya Rusak Pertambangan
Batu Bara Lalu Dilanjutkan dengan Sesi Diskusi
Foto 23 : Bentuk Perlawanan Warga Santan yang Menolak
Penambangan Sungai Santan
Foto 24 : Anak Sekolah Dasar (SD) Turut Memperjuangkan
Ruang Hidup di Desa Mereka yang Sedang Terancam
Tambang Batu Bara PT IMM
Foto 25 : Ibu-ibu Pengajian Desa Santan Tengah Ikut Melakukan
Penolakan Penambangan di Sungai Santan
Foto 26 : Petani di Desa Santan Ulu Menolak Sungai Santan
Ditambang
Foto 27 : Aksi Demonstrasi Warga Santan bersama Himpunan
Mahasiwa Kecamatan Marangkayu (HMKM) di Kantor
Gubernur Provinsi Kaltim
Foto 28 : Warga Santan Mengadakan Doa Bersama dan
Syukuran di Mesjid Jami’ Assy-syafaa atas
Kemenangan untuk Mengagalkan Penambangan di
Sungai Santan
Foto 29 : Pembukaan Acara Festival Sungai Santan oleh
Ketua Panitia, Romiasnyah, yang Mengusung Tema
Penyatuan Kepingan Ingatan yang Hilang
Foto 30 : Sebelum pembukaan acara Festival Sungai Santan,
warga terlebih dahulu berziarah ke makam sesepuh
kampung yaitu K.H Muhammad Shaleh
Foto 31 : Setelah Melakukan Ziarah kubur di Makam Pembuka
Kampung yang Dilanjutkan dengan Kegiatan Susur
Sungai Santan dari Muara hingga ke Hulu
Foto 32 : Warga Santan Menyusuri Sungai Santan dengan
Menggunakan Kapal Nelayan
Foto 33 : Penampilan Pemain Musik Hadroh di Festival Sungai
Santan dari Warga Desa Santan Ulu
Foto 34 : Tarian Paduppa yang Berasal Sulawesi Selatan juga
Ditampilkan Pada Saat Pembukaan Acara Festival
xviii
Foto 35 : Engrang, Salah Satu Permainan Tradisonal yang
Mulai Terlupakan oleh Anak-anak Desa Santan,
Kembali Dimainkan Saat Festival
Foto 36 : Sumpit, Senjata Tradisional Suku Asli Kalimantan
Timur, Digunakan untuk Berburu Binatang di Hutan.
Sumpit Dimainkan Suku Kutai dari Desa Santan Ulu
pada Festival
Foto 37 : Lomba Pembuatan Tempat Bertelur Ayam Kampung
yang Bahannya dari Daun Kelapa
Foto 38 : Pertunjukan Musik Tradisonal Suku Bugis Mapadeko;
musik ini Dimainkan 6 (enam) Orang dengan Cara
Memukul Lesung Kayu. Dulu, Musik ini Dimainkan
Jika Musim Pasca Panen Padi Tiba dan juga Sebagai
Alat Pengusir Hama Tikus
Foto 39 : Penampilan Tarian Jepen Kutai yang Merupakan
Tarian Khas Kaltim
Foto 40 : Warga Desa Santan Memadati Acara Festival Sungai
Santan untuk Melihat Pagelaran Budaya yang
Ditampilkan
Foto 41 : Terlihat Kelompok Tani Muda Santan sedang
Melakukan Pengupasan Kulit Kelapa yang Disebut
dengan Bahasa lokal adalah Mabajji
Foto 42 : Proses Memasak Air Santan Kelapa yang Sudah
Difermentasi, Biasanya Butuh 6 Jam untuk Menjadi
Minyak Kelapa
Foto 43 : Minyak Kelapa Tani Muda Santan yang Sudah
Dikemas dan Siap Dipasarkan
Foto 44 :
Pelatihan Pembuatan Dodol dan Kripik Talas
Kelompok Perempuan Santan
Foto 45 : Olahan Talas yang Dijadikan Kripik
Foto 46 : Pelatihan Pembuatan Sabun Mandi dari Bahan
Utama Minyak Kelapa yang Dihadiri oleh Kelompok
Perempuan Desa Santan
Foto 47 : Hasil Pembuatan Sabun Mandi dari Minyak Kelapa
yang Dibuatoleh Kelompok Perempuan Desa Santan
xix
Foto 48 : Hasil Pembuatan Sabun Mandi dari Minyak Kelapa
yang Dibuat oleh Kelompok Perempuan Desa Santan
Foto 49 : Perkebunan Kelapa Warga di Dusun Handil 3 (tiga)
Desa Santan Tengah
Foto 50 : Petani Desa Santan sedang Mengupas Kulit Kelapa
Foto 51 : Ketika Musim Hujan, Warga Biasanya Membawa
Hasil Panen kelapa Mereka dengan Menggunakan
Sampan Kecil Menuju Jalan Raya Tempat Pengepul
untuk Menjemput Hasil Panen
Foto 52 : H. Ramang, Warga Santan, sedang Mengeringkan
Kelapa untuk Dijadikan Kopra. Kopra Diolah dari
Kelapa Ukuran Kecil oleh Warga Dusun Handil Tiga,
Desa Santan Tengah
Foto 53 : Warga yang Sedang Mencuci di Sungai Malinau
Foto 54 : Ladang dan Kebun yang Bersebelahan dengan Jalan
Angkut Batu Bara
Foto 55 : Hasil Panen Warga Loreh
Foto 56 : Warga Loreh yang Sedang Berkebun
Foto 57 : Perkebunan Warga Loreh
Foto 58 : Ukiran yang Terbuat dari Batang Pohon Ulin
Foto 59 : Daun Sang
Foto 60 : Sa’ung
Foto 61 : Ingen
Foto 62 : Kiba
Foto 63 : Kelo’ Taing
Foto 64 : Bubuh
Foto 65 : Jalan Masuk Menuju Desa Rindu Hati
Foto 66 : Ibu Siti Jamilah, Warga Asli Desa Rindu Hati, Kelahiran
Tahun 1949
Foto 67 : Ibu-ibu Sedang Mengeringkan Padi Pasca Panen
(April 2019)
Foto 68 : Dusun 1
xx
Foto 69 : Dusun 2
Foto 70 : Dusun 3
Foto 71 : Tampak Desa dari Dataran Tinggi
Foto 72 : Kepala Desa Rindu Hati Bapak Sutan Muklis S.H
Foto 73 : Rumah Gadang Baru
Foto 74 : Akses Jalan dari Desa Taba Teret Menuju Desa Rindu
Hati
Foto 75 : Kolam Renang Desa Rindu Hati yang Terletak di
Dusun 1
Foto 76 : Ibu Nunung (kiri) dan Ibu Rahmi (kanan) sedang
Berbincang-bincang di Teras Rumah
Foto 77 :
Warga Desa Rindu Hati Bergotong Royong
Memperbaiki Saluran PAM
Foto 78 : Ibu Tinut yang Sedang Beristirahat
Foto 79 : Sebelah Kanan Aliran Sungai yang Telah Terkena
Aktivitas Tambang dan Sebelah Kiri Aliran Sungai
yang Belum Terkena Aktivitas Tambang
Foto 80 : Warna Air Sungai yang Telah Tercemar
Foto 81 : Warna Air Sungai yang Belum Tercemar
Foto 82 : Tumpukan Batu Bara PT BMQ
Foto 83 : Pertemuan Air jernih dan Air Bekas Tambang yang
Dijumpai di Areal Pertambangan
Foto 84 : Aktivitas Mengumpulkan Batu Bara oleh Warga yang
Ditemui di Perjalanan Menuju PT BMQ
Foto 85 : Bukit yang Telah Gundul di Areal PT BMQ
Foto 86 : Bukaan PT BMQ
Foto 87 : Jalan Menuju Perusahaan PT BMQ
Foto 88 : Ibu Nunung (Paling Kiri) Bersama Ibu- ibu Desa
Rindu Hati
Foto 89 : Kantor Desa Rindu Hati
Foto 90 : Struktur Desa Rindu Hati
xxi
Foto 91 : Dusun 3 yang Dulunya Merupakan Areal Persawahan
Foto 92 : Areal Persawahan Warga
Foto 93 : Sisa Panen Kopi di Kebun Warga Desa Rindu Hati
Foto 94 : Jembatan Gantung sebagai Akses Jalan Warga Desa
Menuju Kebun Kopi
Foto 95 : Ibu Neli (Kanan) sedang Menatap Ayam yang
Memakan Padinya
Foto 96 : Ibu Nur Leka (Kiri) sedang Mendengarkan Cerita Ibu
Tinut (Kanan)
Foto 97 : Warga Desa sedang Membawa Hasil Kopi Bersama
Keluarganya
Foto 98 : Kopi Petik Merah yang Dipajang di Depan Kediaman
Kepala Desa Sutan Muklis
Foto 99 : Kopi Rindu Hati
Foto 100 : Para Ojek Menuju Kebun yang Menyewa Jasa Mereka
Foto 101 : Kolam Renang Desa Rindu Hati
Foto 102 : Kolam Perahu Bebek yang Sedang Direnovasi yang
Dimanfaatkan Anak-anak Desa untuk Berenang
Foto 103 : Aliran Air Sungai yang Dimanfaatkan oleh Warga
untuk PAM
Foto 104 : Masjid Nurul Iman Desa Rindu Hati
Foto 105 : Kolam Ikan di Halaman Sebelah Kiri Masjid
Foto 106 : Kolam Ikan di Halaman Sebelah Kanan Masjid
Foto 107 : Anak–anak sedang Mencari Sayur Pakis di Pinggiran
Sawah
Foto 108 : Ibu Tinut Berjalan Kaki Menuju Sawah Miliknya
BUKANNYA SOMBONG,
BAWA PULANG TAMBANGMU,
JADILAH PETANI SAJA
DI SINI.
NANTI TUHAN DAN TANAH
YANG AKAN MENGGAJIMU

-------------------------------------
OPUNG RAINIM BORU PURBA
(WARGA DAIRI)
BAB I

PERTAMBANGAN BATU BARA MENGGERUS


EKONOMI WARGA

P
ertambangan secara umum dan pertambangan batu bara
khususnya masih terus dikeruk dan agresif berekspansi
di seluruh tubuh kepulauan Indonesia. Salah satu jenis
pertambangan yang mendominasi di atas kepulauan Indonesia
adalah batu bara. Hingga tahun 2018, total izin pertambangan
mineral dan batu bara (minerba) mencapai 8.588 dan pada tahun
2017 sebanyak 3.161 di antaranya adalah izin pertambangan
batu bara. Pertambangan merupakan aktivitas yang rakus air,
rakus lahan serta rakus energi dan merampas ruang hidup
warga. Namun, Indonesia masih menjadikan batu bara sebagai
tumpuan perekonomian nasional, tidak menekan laju ekspansi
pertambangan batu bara. Walaupun reputasi batu bara sebagai
sumber energi telah dinyatakan sebagai energi maut yang kotor
dan mulai ditinggalkan di berbagai negara lain.
Sampai tahun 2018, sepuluh (10) perusahaan batu bara yang
memproduksi batu bara terbesar antara lain adalah Kaltim Prima
Coal atau KPC (60 juta ton), Adaro Indonesia (50 juta ton), Berau
Coal (33 juta), Kideco Jaya Agung (32 juta ton), Arutmin Indonesia
(28,8 juta ton), Bukit Asam (25,5 juta ton), Borneo Indobara (17,3
juta ton), Indominco Mandiri (13 juta ton), Antang Gunung Meratus
(7,7 juta ton), dan Indexim Coalindo (6 juta ton). Sembilan dari 10
perusahaan yang memproduksi batu bara terbesar berada di Pulau
Kalimantan, dan satu berada di Pulau Sumatra (tepatnya di Sumatra
Selatan). Selain menjadi lokus dari sembilan produsen batu bara
terbesar, Pulau Kalimantan memiliki ribuan izin pertambangan
batu bara lainnya.
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 2
Pemerintah Indonesia dalam mendorong naiknya produksi batu
bara juga dipengaruhi oleh pasar global dan batu bara diekspor
dalam jumlah yang besar ke berbagai negara. Negara-negara yang
menjadi pengimpor terbesar dari sumber energi yang mematikan
ini antara lain adalah India, Tiongkok, Korea Selatan dan Taiwan.
Pemerintah Indonesia juga melahirkan berbagai kebijakan, regulasi
serta program yang merawat keberlangsungan pertambangan
batu bara. Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba)
No 4 Tahun 2009 dan begitu juga Rencana Revisi UU Minerba
belakangan adalah rencana yang bernapaskan pembongkaran
dan pengerukan yang semakin masif.

Gambar 1: Peta Sebaran Izin Pertambangan di Indonesia


BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 3

Gambar 2 : Produksi Batu Bara (Ekspor dan Domestik) Periode 2007-


2018

Memasuki tahun 2014, produksi batu bara Indonesia menurun


karena harga batu bara di pasar global mengalami penurunan
karena mulai ditinggalkannya batu bara sebagai sumber energi
utama dan beralihnya ke sumber-sumber energi lain. Guna
mendorong naiknya harga batu bara, pemerintah pun menggenjot
konsumsi batu bara dalam negeri dengan menelurkan program
melistriki Indonesia melalui proyek 35 gigawatt (GW). Batu
bara memiliki porsi mencapai 57% dari proyek 35 GW tersebut,
akibatnya adalah produksi batu bara pun meningkat walaupun
sudah sempat menurun. Proyek ini memberikan peluang besar
untuk perusahaan-perusahaan batu bara yang sudah sempat
mengalami penurunan keuntungan perusahaan.
Dalam pertemuan forum “International Energy Agency (IEA) Coal
Forecast to 2023” di Jakarta Desember 2018 lalu, Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa,
“Saya mengucapkan terima kasih karena penerimaan negara
berupa penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dari batu bara
mencapai Rp 40 triliun. Ini kedua terbesar setelah minyak sawit. Ini
memperlihatkan sektor batu bara masih sangat dibutuhkan dalam
pembangunan ke depan”.1 Selain pernyataan Ignasius Jonas,
Presiden Indonesia 2014-2019 yang terpilih maju kembali sebagai
presiden periode 2019-2024 Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan
keberpihakannya terhadap investasi, investasi pertambangan juga
salah satunya.

1 Anonim, “Menteri ESDM: PNBP Batu Bara Rp 40 Triliun, Terbesar Setelah Minyak
Sawit”, Koran Sindo, 19 Desember 2018, diakses dari https://economy.okezone.com/
read/2018/12/19/320/1993288/menteri-esdm-pnbp-batu-bara-rp40-triliun-terbesar-
setelah-minyak-sawit.
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 4
Di berbagai kesempatan, Jokowi menekankan pentingnya investor
untuk masuk ke Indonesia dan mempermudah masuknya investasi.
Pemotongan jalur birokrasi untuk investasi adalah salah satunya,
termasuk dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
secara Elektronik atau PP Online Single Submission (OSS). Melalui
PP ini, izin komitmen untuk melaksanakan beberapa kegiatan
dan izin komersil perusahaan bisa dikeluarkan terlebih dahulu
tanpa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan izin
lingkungan. AMDAL tidak diposisikan sebagai kewajiban yang
harus dipenuhi oleh perusahaan sebelum beroperasi dan izin
lingkungan bisa didapatkan pasca izin operasional keluar.
Contoh dari penerapan PP OSS dapat dilihat dari pemberian
izin lingkungan PLTU Teluk Sepang di Kota Bengkulu. PLTU ini
adalah milik PT Tenaga Listrik Bengkulu dan mendapatkan izin
lingkungan dari lembaga OSS. OSS semakin mempersempit ruang
bagi warga yang menolak adanya proyek-proyek ekstraksi secara
umum. Penolakan warga, terutama nelayan yang berada di Teluk
Sepang juga menolak adanya kehadiran pembakaran batu bara
di wilayah mereka. Adanya PP OSS mempersempit ruang warga
dalam menolak proyek-proyek ekstraksi yang memang sejak
awal sudah sulit. Melalui PP OSS, waktu warga untuk menuturkan
saran, pendapat dan tanggapan (SPT) mengenai pengumuman
rencana usaha dan/atau kegiatan dan pengumuman permohonan
izin lingkungan dipangkas hanya menjadi lima hari dari sepuluh
hari. Selain itu, pemilik izin hanya diwajibkan menampilkan
pengumuman penerbitan izin lingkungan di laman OSS.2
Selain regulasi mengenai percepatan berusaha, terdapat pula
peraturan yang melanggengkan lubang-lubang pertambangan.
Pertambangan meninggalkan lubang-lubang tambang akibat
aktivitas pembongkarannya, lubang-lubang beracun tersebut
kerap ditinggalkan begitu saja (dengan kedalaman bisa mencapai
50 meter). Pemerintah justru mengakomodir perusahaan
pertambangan untuk tidak melakukan penutupan terhadap
lubang-lubang yang mereka ciptakan lewat regulasi. Regulasi yang
dimaksud adalah Peraturan Menteri ESDM (Permen) No 7 Tahun
2014 Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diubah
menjadi Permen ESDM No 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan
kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan
Mineral dan Batubara. Ketentuan mengenai lubang bekas tambang

2 Margaretha Quina & Angela Vania, “Perizinan Lingkungan Melalui Online Single
Submission”, Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) #1, April 2019, hlm. 11-12.
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 5
tidak diatur melalui permen tersebut melainkan di peraturan
turunannya yakni Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 1827
K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik.
Dalam Kepmen terkait, tertulis pada bagian Lampiran VI bagian
D no 1 b. 4) program reklamasi tahap operasi produksi dapat
dilaksanakan dalam bentuk revegetasi dan/atau peruntukkan
lainnya yang terdiri atas area pemukiman, pariwisata, sumber air,
atau area pembudidayaan. Peraturan ini tidak mempertimbangkan
daya rusak yang disebabkan oleh pertambangan serta logam-
logam berat yang berbahaya bagi tumbuhan, ikan serta manusia
yang mengonsumsinya. Selain itu, lubang-lubang tambang
menyebabkan air tanah yang berada di sekitarnya diserap ke
dalamnya sehingga mengakibatkan kekeringan bagi area yang
berada di sekitar lubang-lubang tambang.3
Selain itu, keterlibatan pemilik-pemilik serta aktor-aktor yang
terlibat dalam pertambangan batu bara berada di lingkaran
pemerintahan atau institusi-institusi keamanan negara seperti
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia
(Polri). Momentum politik nasional yakni seperti pemilihan umum
kepala daerah (pilkada), pemilihan umum presiden (pilpres) dan
pemilihan umum legislatif (pileg). Celah yang muncul dari pemilihan
umum ini terdapat pada bagian ongkos yang dikeluarkan oleh
para kandidat yang begitu besar. Pemilu adalah kesempatan yang
dimanfaatkan untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dalam
mengendalikan kebijakan dan anggaran publik demi memperbesar
keuntungan sekelompok orang atau golongan belaka.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk maju
menjadi wali kota atau bupati dibutuhkan mengeluarkan uang
untuk kampanye sekitar Rp 20-30 miliar dan untuk gubernur
Rp 20-100 miliar. Sedangkan, berdasarkan Laporan Harta dan
Kekayaan Penyelenggara Negara (LKHPN) harta para kandidat
kepala daerah yang dilaporkan rata-rata sekitar Rp 6,7 miliar.4 Para
kandidat dan partai politik yang mendukung tidak memiliki uang
yang dibutuhkan tersebut. Di sinilah celah yang disebut sebagai
ijon politik pertambangan, di mana para pengusaha atau donatur
memberikan dukungan finansial kepada para kandidat. Sebagai
timbal baliknya, mereka akan diberikan keamanan investasi dan izin

3 Waterkeeper Alliance & Jaringan Advokasi Tambang, “Hungry Coal: Pertambangan


Batubara dan Dampaknya Terhadap Ketahanan Pangan Indonesia”, 2016.
4 JATAM, Ijon Politik Tambang, 27 Februari 20https://www.jatam.org/2018/02/27/ijon-
politik-tambang/
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 6
untuk mengeksploitasi pertambangan (ataupun industri ekstraktif
lainnya) serta dapat mencaplok ruang hidup rakyat.
Bagaimana oligark tambang berada di sekitar pemilu
sesungguhnya bisa dilihat dari pemilu presiden 2019 lalu. Di jajaran
tim pemenangan kedua kubu, baik kubu Jokowi-Ma’ruf Amin serta
kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Terdapat keterlibatan
tim pemenangan kedua kubu serta relasi mereka dengan oligark
tambang yang tercermin dari para kandidat secara langsung,
seperti Prabowo Subianto serta Sandiaga Uno ataupun anggota
dalam tim penenangan. Gambarannya dapat dilihat dari infografis
yang tertera di bawah. Nama-nama di kubu Jokowi-Amin seperti
Surya Paloh yang menjabat sebagai Dewan Penasihat TKN Jokowi-
Ma’ruf sekaligus ketua umum Partai Nasdem. Paloh juga berada di
balik PT Emas Mineral Murni (EMM) dan ia pun sudah lama diduga
terlibat dalam kasus korupsi Blok Cepu. Luhut Binsar Panjaitan
(menteri kordinator kemaritiman) selaku pemilik PT Toba Bara
Grup juga berada dalam jajaran TKN Jokowi-Amin sebagai ketua
dari Tim Bravo 5 (sebuah tim yang berisi para purnawirawan
tentara).
Begitu pula dengan kubu Prabowo dan Sandiaga Uno. Prabowo
adalah pemilik Nusantara Energy Resources yang bergerak
dibidang kehutanan, kelapa sawit, tambang batu bara, dan jasa.
Sandiaga Uno juga memiliki jejak dalam industri ekstraktif seperti
PT Merdeka Copper Gold yang merusak Gunung Tumpang Pitu di
Banyuwangi. Namanya pun muncul di salah satu perusahaan batu
bara terbesar di Indonesia yaitu PT Adaro Energy di Kalimantan
Selatan. Nama-nama oligark tambang tidak hanya muncul di salah
satu kubu, tapi lekat di kedua belah kubu yang maju pada pemilu
2019 lalu.
Bertumpunya Indonesia terhadap batu bara tidak pernah
menghitung ongkos- sebenarnya yakni ongkos sosial dan ekologis
dari daya rusak pertambangan. Sehingga, batu bara masih didapuk
sebagai sumber energi yang murah dan efisien karena bebannya
dialihkan ke warga dan alam. Bergantungnya Indonesia terhadap
batu bara tidak hanya membelakangi komitmen pemerintah serta
terus diproduksinya kebijakan-kebijakan yang pro batu bara, tapi
juga menutup mata pada daya rusak pertambangan batu bara.
Daya rusak pertambangan batu bara sendiri bentuknya bermacam-
macam dan merusak mulai dari air, pangan, hingga ruang hidup
warga. Dengan digantungkannya sumber energi primer nasional
serta ekspor terhadap batu bara, maka penting untuk kembali
mengkaji daya rusak pertambangan batu bara.
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 7

Gambar 3: Oligark Tambang dan Energi di Lingkaran Tim Pemenang Pemilu


Presiden 2019

DAYA RUSAK PERTAMBANGAN BATU BARA


Pertambangan, baik batu bara maupun pertambangan lainnya,
membutuhkan lahan yang luas serta air dalam jumlah banyak.
Kedua hal vital ini sering kali didapatkan melalui perampasan
terhadap warga yang berada di wilayah yang kemudian
dikonversikan menjadi pertambangan. Berbagai bentuk daya
rusak pertambangan diantaranya pencemaran terhadap air, udara,
dan tanah, berdampak terhadap kesehatan warga. Gambaran
mengenai daya rusak dapat dipaparkan dari contoh-contoh
pertambangan batu bara di Indonesia, khususnya di Kalimantan
Timur.
Pertama, KPC yang berada di Kutai Timur, Kalimantan Timur yang
merupakan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara
(PKP2B) seluas 90.938 ha. KPC adalah anak perusahaan PT Bumi
Resources, milik mantan ketua umum Partai Golkar dan pernah
menjabat sebagai Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat dalam
kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pertama yaitu
Abu Rizal Bakrie. KPC sebagai produsen serta pemilik tambang
dengan luas konsesi terbesar ini sudah beroperasi sejak 1982.
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 8
KPC merebut lahan milik Dayak Basap di Keraitan, Kutai Timur
dan berdasarkan tuturan salah satu warga bernama Ramlitun,
kampung mereka sudah pernah digusur dan saat ini juga terancam
digusur kembali. Sebelumnya, kampung mereka berada di tengah
hutan, kemudian mereka dipindah secara paksa. Tidak hanya itu di
desa lain, KPC telah merampas lahan milik Kelompok Tani Bersatu
seluas 60 hektar yang terjadi pada tahun 2000 di Desa Sepaso.5
KPC tidak luput perannya dalam mencemari sungai di Kutai Timur;
hulu Sungai Keraitan menjadi situs pembuangan limbah PT KPC
yang juga mengalir ke Sungai Bendili dan Sangatta. Akibatnya,
warga mengalami kendala untuk memanen sayur, bumbu dapur
juga dalam mendapatkan ikan.6 KPC pun melakukan kekerasan
terhadap warga seperti dalam pemindahan paksa juga ketika warga
menolak untuk memberikan lahan mereka.7 KPC juga memiliki
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bernama PLTU Tanjung
Bara dengan kapasitas 10 mega watt (mw) yang membutuhkan
banyak air. Setiap harinya, PLTU ini membakar 96 ton batubara;
untuk 1 ton batubara dibutuhkan air (baik air tawar maupun air
laut) sebanyak 4.395 liter. Jika dikalkulasikan dalam sebulan, di
satu PLTU saja, yakni PLTU Tanjung Bara, maka dibutuhkan air
sebanyak 12.660.000-liter air per bulannya yang setara dengan 5
kali lipat volume air kolam renang Olimpiade (panjang 50 meter,
lebar 25 meter, dan volume air 2.500.000 liter). Gambaran ini
menunjukkan bahwa batu bara adalah energi yang rakus air.
Selanjutnya, PT Indominco Mandiri (IMM) yang berada di Desa
Santan, Kaltim. IMM merupakan anak perusahaan dari Banpu
Grup yang berasal dari Thailand. Sungai Santan yang merupakan
sungai vital bagi warga Santan telah menjadi tempat pembuangan
limbah milik IMM. Akibatnya, warga tidak bisa mengonsumsi air
Sungai Santan dan harus mencari sumber air lainnya. IMM sempat
berencana untuk mengubah aliran sungai karena ingin menambang
bantarannya yang mengandung batu bara berkualitas tinggi, tapi
warga menolak dan berhasil menggagalkan rencana tersebut.
Selain memiliki tambang batu bara, IMM juga mempunyai PLTU
yang berada di wilayah yang sama. Seperti halnya pertambangan,
PLTU pun menyumbang pencemaran bagi warga Santan. PLTU

5 Dustin Roasa, “Menggali Lebih Dalam: Mampukah Strategi keadilan Hijau IFC Mendorong
Berakhirnya Tambang Batu Bara Kotor di Indonesia?”, April 2019, hlm 2-4.
6 Fariha Sulmaihati, “JATAM Desak Pemerintah Tutup Lahan Tambang Eks Tanito Harum”,
Katadata, 24 Juli 2019 diakses dari https://katadata.co.id/berita/2019/07/24/jatam-
desak-pemerintah-tutup-lahan-tambang-eks-tanito-harum
7 JATAM, Siapa Penguasa Tanah Kaltim?, 14 Maret 2019, diakses dari https://www.jatam.
org/2019/03/08/siapa-penguasa-tanah-kaltim/
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 9
IMM memiliki kapasitas 2x7 mw dan aktif dalam menghasilkan
debu serta asap ke wilayah pemukiman. Hal ini karena mereka
tidak memiliki tempat pembuangan abu terbang (fly ash) dan abu
berat (bottom ash) PLTU yang layak. Warga pun melaporkan IMM
hingga terbukti bersalah lalu didenda Rp 2.000.000.000 pada 4
Desember 2017.
Ditempat lain, Kideco Jaya Agung yang beroperasi di Paser, Kaltim
dengan luas konsesi 50.921 hektar. Sejak tahun 1982, perusahaan
yang pemegang saham mayoritasnya (91%) Indika Energi, telah
menggusur lahan warga serta wilayah keramat bagi masyarakat
adat Dayak Paser seluas 27 hektar. Pada tahun 2009, Kideco kembali
merampas lahan warga seluas 598 hektar, lalu warga menolaknya
dengan melaksanakan upacara adat balian Paser. Akan tetapi,
pemimpin upacara Balian bernama Norhayati dituduh melakukan
upaya merintangi perusahaan. Sehingga, ia dikriminalisasi dengan
Pasal 162 UU Minerba No. 4 Tahun 2009.
Begitu juga dengan PT Arutmin di bawah Bumi Resources Grup
yang berada di Kecamatan Tanah Bumbu, Tanah Laut dan Kota
Baru, Kalimantan Selatan juga demikian. Arutmin telah merampas
lahan warga di situs Satui seluas 30 hektar, lahan tersebut diakui
milik Arutmin walaupun sebenarnya milik warga. Beberapa sungai
yang menjadi sumber air warga telah kering dan berwarna hitam
seperti Sungai Salajuan dan tercemar seperti Sungai Balangan.
Selain berbagai ilustrasi bagaimana pertambangan batu bara
merusak ruang hidup warga, terdapat pula hasil laporan JATAM
bersama Waterkeeper Alliance mengenai rusaknya ketahanan
pangan akibat pertambangan batu bara. Di wilayah pertambangan
batu bara, pertanian dan perkebunan sebagai sumber pangan
pun terancam. 15 sampel air dari 17 titik lubang tambang batu
bara menunjukkan bahwa kandungan dalam air mengandung
logam-logam berat seperti alumunium, mangan, besi, serta pH
yang melebihi ambang batas yang dianggap aman. Dari laporan
tersebut juga ditemukan bahwa dengan menggunakan air bekas
tambang batu bara mengakibatkan gagal panen, panen tambak
ikan yang berkurang hingga krisis air tanah dan sungai terutama
jika kemarau karena lubang tambang menyebabkan air tanah
mengalami penurunan kualitas dan volume.8
Warga di lingkar pertambangan pun melakukan perlawanan dan
pemulihan terhadap pertambangan batu bara. Perlawanan adalah

8 Op. Cit., Waterkeeper Alliance.


BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 10
segala upaya dan strategi untuk menghentikan industri ekonomi
ekstraktif termasuk pertambangan. Perlawanan pun tidak berdiri
sendiri tapi juga harus bersamaan dengan upaya pemulihan, yaitu
segala upaya penyembuhan ekonomi, politik hingga budaya yang
dilakukan oleh warga di situs-situs industri ekstraktif termasuk di
lingkar pertambangan. Usaha-usaha pemulihan dilakukan guna
menekan laju ketergantungan atas ekonomi yang berbasis industri
ekstraktif. Berbagai usaha perlawanan dan pemulihan dapat
berbentuk ekonomi tanding. Yang dimaksud dengan ekonomi
tanding adalah strategi warga agar tidak menggantungkan
kebutuhan produksi-konsumsi mereka sehari-hari dengan industri
berbasis lahan skala besar seperti pertambangan. Produksi-
konsumsi tanding dapat mengambil bentuk produksi ekonomi
rakyat yang bergantung pada alam yang dbangkitkan kembali
sebelum ada tambang hadir seperti kopi, durian, hasil pertanian,
produk perikanan dan lainnya atau produksi ekonomi baru yang
dimunculkan untuk meninggalkan ketergantungan pada ekonomi
yang ditawarkan tambang.
contohnya ekonomi eko-wisata kerakyatan yang dibangun warga
sekitar karst rammang-rammang di Sulawesi selatan yg muncul
sebagai ekonomi tanding dari ekonomi tambang batu marmer dan
pabrik semen disana.

PERTAMBANGGAN BATU BARA MENGANCAM


EKONOMI WARGA DI DESA SANTAN, DESA LONG
LOREH, DAN DESA RINDU HATI
Di Desa Santan, Kutai Kertanegara provinsi Kalimantan Timur,
warga hidup bergantung dengan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Santan sejak awal kedatangan mereka dari Sulawesi Selatan di
awal tahun 1920-an. Mereka menyusuri wilayah Marangkayu dan
menempatkan diri di Desa Santan karena melihat adanya sungai
sebagai sumber kehidupan mereka dan tanah yang subur untuk
bercocok tanam. Desa Santan sejak lama dikenal sebagai sentra
kelapa untuk Kaltim. Tidak hanya kelapa, warga juga menanam
berbagai tanaman lain seperti jagung, kopi, padi, coklat dan pisang.
Sungai Santan menyediakan air untuk warga untuk mandi, minum,
mencuci, serta sebagai sarana transportasi, wahana bermain, serta
sumber protein bagi warga Santan karena terdapat ikan, udang
galah, serta kerang. Oleh karena itu, selain bertani dan berkebun,
warga Santan juga bermata pencaharian sebagai nelayan sungai.
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 11
Akan tetapi, kehidupan warga yang mulai dari perekonomian,
sosial hingga ekologi di wilayah Sungai Santan mengalami krisis
akibat pertambangan batu bara. PT IMM mulai beroperasi di
wilayah Santan sejak 1995 yang kemudian merampas runag hidup
warga. Tidak hanya pembongkaran, tapi pembakaran dalam
bentuk PLTU batu bara pun ada di wilayah Santan. Sehingga, daya
rusak pertambangan batu bara hulu-hilir ada seutuhnya di Desa
Santan. Pembongkaran, pengangkutan, serta pembakaran batu
bara di Desa Santan membebani warga dan alam.
Mulai dari pencemaran Sungai Santan akibat pembongkaran batu
bara dan pembuangan limbah ke sungai sehingga warga sulit
untuk mengakses sungai. Air Sungai Santan berbahaya untuk
dikonsumsi dan untuk mandi pun berdampak gatal-gatal pada
kulit warga. Pembongkaran batu bara di kawasan hutan dan sungai
menyebabkan Desa Santan kerap mengalami banjir, sehingga
petani di Santan mengalami gagal panen dan berpengaruh
pada produksi kelapa mereka. Penurunan secara drastis bahkan
kehilangan juga dirasakan oleh nelayan Sungai Santan, sumber-
sumber protein berupa produksi perikanan yang berada di sungai
tidak dapat berkembang biak karena limbah dari pertambangan
batu bara.
Warga Long Loreh di Malinau, provinsi Kalimantan Utara dan warga
Rindu Hati di Bengkulu Tengah, provinsi Bengkulu juga mengalami
daya rusak dari pertambangan batu bara. Kawasan Loreh dirambah
pertambangan batu bara awalnya di 1994, lalu bertambah dengan
empat perusahaan lainnya –PT Baradinamika Mudasukses (BDMS),
PT Mitrabara Adiperdana (PT MA), PT Artha Marth Naha Kramo
(AMNK) dan PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC). Warga Loreh
sehari-hari berladang, berkebun, berburu serta mencari sumber-
sumber protein di sungai. Terjadi pergeseran dalam kehidupan
sehari-hari warga Loreh sejak pertambangan batu bara beroperasi
dan mencemari sungai utama di sana yaitu Sungai Malinau.
Sungai Malinau menghidupi Kabupaten Malinau dari hulu hingga
hilir karena menjadi tempat warga untuk mendapatkan protein,
menjadi medium transportasi dari satu wilayah ke wilayah lain,
juga sebagai sumber air warga.
Akibat pembongkaran batu bara, Sungai Malinau sulit untuk
dikonsumsi oleh warga, dan untuk mencari ikan pun harus
menyebrang ke aliran sungai yang tidak terkontaminasi yang
memakan biaya, waktu dan tenaga warga. Selain itu, sumber-
sumber penghidupan warga yakni hutan dan lahan karena dirambah
pertambangan, mereka jadi harus bergeser mencari lahan yang
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 12
lain. Air sungai pun kerap membuat mereka gatal dan tidak bisa
dikonsumsi sehingga warga harus mencari sumber-sumber air
yang lain atau mengeluarkan biaya lebih untuk kehidupan sehari-
hari mereka.
Sebagian besar warga Loreh masih melanjutkan berladang,
berkebun, dan mengolah hasil-hasil hutan. Mereka masih pergi ke
kebun dan ladang walaupun harus menempuh jarak yang lebih jauh
dan dibuat bergantung oleh truk yang disediakan oleh perusahaan
karena mereka dipindahkan di lahan yang lebih jauh. Hutan dan
sungai adalah nadi kehidupan warga Loreh karena untuk kebutuhan
hidup mereka di dapatkan di sana. Mereka berburu di hutan yang
hasilnya dikonsumsi sendiri dan dijual. Selain itu, mereka pun
mengambil rotan untuk dikelola menjadi kerajinan seperti topi, tas
gendong yang mereka pakai ke ladang. Berbagai tanaman obat
juga berasal dari hutan, begitu pula dengan berbagai kayu untuk
membuat rumah serta ukir-ukiran. Semua yang mereka dapatkan
dalam hutan perlahan-lahan mulai berkurang akibat aktivitas
pertambangan yang merambah hutan kawasan Loreh.
Dalam perjalanan dan refleksinya warga di Desa Rindu Hati juga
bertemu dengan pertambangan batu bara yang merusak desa
tetangga dan mengancam desa mereka. Rindu Hati berkaca dari
desa tetangga, yakni Desa Kota Niur, yang sudah terlebih dahulu
mengalami daya rusak pertambangan. dari generasi ke generasi
di Rindu Hati telah menolak masuknya pertambangan. Desa ini
sebenarnya masuk dalam konsesi pertambangan PT BMQ, tapi
ketika terjadi penciutan konsesi PT BMQ, Desa Rindu Hati turut
dihilangkan dari bagian konsesi BMQ. Akan tetapi, aliran sungainya
masih terkena pencemaran BMQ.
Warga menolak pertambangan karena berangkat dari kehidupan
sehari-hari mereka yakni menanam padi, kopi serta berbagai kerja-
kerja lainnya yang dilakukan oleh warga sambari menunggu panen.
Akan tetapi, pencemaran Sungai Susup tetap memengaruhi hasil
panen mereka, walaupun perusahaan tidak secara langsung berada
di wilayah Rindu Hati. Padi-padi yang mereka tanam tumbuh
menjadi kerdil akibat pencemaran air Sungai Susup. Namun, warga
terus bertahan melawan pertambangan batu bara dengan tidak
hidup dari perekonomian tambang batu bara.
Riset ini merupakan riset kelima yang merupakan lanjutan dari
laporan serial Batu Bara Mematikan atau Deadly Coal 4. Pada serial
Batu Bara Mematikan Ke-4 fokus di tiga wilayah yang merupakan
konsesi pertambangan batu bara yaitu Samarinda (Kalimantan
Timur), Desa Kota Niur (Bengkulu), dan Desa Long Loreh
BAB I
Pertambangan Batu Bara Menggerus Ekonomi Warga 13
(Kalimantan Utara). Laporan yang berjudul “Oligarki Ekstraktif
dan Penurunan Kualitas Hidup Rakyat: Bagaimana Kuasa Oligarki
Ekstraktif Batu Bara Membuat Negara Abai Bersama Menurunnya
Kualitas Hidup Warga” ini membongkar relasi elite-elite lokal
dengan perusahaan, serta oligark ekstraktif nasional dan lokal.
Selain pemetaan aktor, temuan dari laporan tersebut tentang
perampasan yang dilakukan oleh perusahaan batu bara terhadap
sumber-sumber air warga, seperti sungai dan air tanah.
Sementara itu, riset belum mengidentifikasi ekonomi tanding
dan strategi pemulihan yang diinisasi oleh warga. Oleh karena
itu, JATAM bermaksud untuk melanjutkannya melalui riset kali ini
yang berjudul “Mengarak Ekonomi Tanding: Solusi Melawan Bujuk
Rayu Ekonomi Tambang Batu Bara, Strategi dan Siasat Warga
di Bengkulu, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara”. Riset ini
bermaksud untuk menyediakan argumentasi yang diambil dari
praktik-praktik serta strategi warga dalam menghadapi ekonomi
tambang melalui ekonomi tanding di wilayah masing-masing,
sesuai dengan keragaman potensi wilayah.
Di Desa Rindu Hati, warga sedang membangun argumentasi
tanding melalui ekonomi tanding berwujud kopi Rindu Hati. Di
Long Loreh, ekonomi hutan non-kayu seperti rotan dan daun
sang yang selama ini digunakan untuk anyaman, topi serta tas
sedang terancam hilang karena berhadapan dengan perambahan
batu bara. Selanjutnya, warga di Sungai Santan sedang berpraktik
untuk membangun ekonomi dan budaya tanding sekaligus melalui
Festival Sungai Santan serta mendorong anak muda kembali bertani
dan bercocok tanam. Setelah sebelumnya warga Santan berhasil
menggagalkan rencana pemindahan sungai untuk pertambangan.
Di dalam riset ini juga terdapat strategi dan taktik warga mulai dari
terus menanam di sawah mereka masing-masing, berbagai aksi
menolak pertambangan merambah wilayah mereka, membuat
kerajinan dari hasil-hasil hutan, hingga menghidupkan budaya
dan kearifan lokal yang mulai pudar. Desa Santan, Long Loreh dan
Rindu Hati adalah tiga wilayah yang berada di dua pulau berbeda,
yakni Kalimantan dan Sumatera, tapi ketiganya adalah lokasi
yang sama-sama merasakan daya rusak pertambangan batu bara.
Penghidupan warga sebelum masuknya tambang adalah peladang,
petani, nelayan serta pengolah hasil-hasil hutan non kayu. Akan
tetapi, beragam pergeseran dirasakan oleh warga di ketiga daerah
pasca pertambangan batu bara datang dan membongkar lapisan
tanah untuk dikonversikan menjadi keuntungan perusahaan.
MELAWAN PENINDASAN,
PENGHANCURAN
RUANG HIDUP
SERTA PERUSAKAN
SUMBER PRODUKSI.
MEMULIHKAN MARTABAT,
JATI DIRI,
INTEGRITAS RUANG HIDUP,
KEBERLANJUTAN
FUNGSI-FUNGSI,
KEMAMPUAN PRODUKSI
SERTA DAYA PULIH
KONSUMSI
BAB II

MENYEMBUHKAN SUNGAI DAN MENYATUKAN


KEPINGAN INGATAN YANG HILANG:
CATATAN PERJUANGAN PEMULIHAN SUNGAI SANTAN
DARI EKSPANSI TAMBANG BATU BARA

KALIMANTAN TIMUR SEBAGAI IBU KOTA


PERTAMBANGAN
Pertambangan di Kalimantan Timur memiliki luasan 5.137.875,22
hektare atau 40,39% dari luas daratan provinsi Kaltim. Di wilayah
ini, terdapat 1.404 izin pertambangan dan 30 PKP2B.9 Kaltim
juga memiliki 1.735 lubang tambang batu bara beracun yang
tersebar di permukaanya yang telah memakan puluhan korban.
Izin pertambangan di Kaltim, seperti halnya di wilayah-wilayah lain
di Indonesia, melonjak tinggi pasca disahkannya Undang-Undang
Otonomi Daerah (Otda). UU ini memberikan kewenangan yang
lebih besar bagi daerah untuk menentukan arah ke depan suatu
daerah yang kemudian justru melahirkan raja-raja kecil di tingkat
lokal.
Beberapa nama pemilik lahan skala besar di Kaltim antara lain
adalah Prabowo Subianto sebagai pemilik Nusantara Grup dengan
luas 87.110 ha. Selain Prabowo, ada juga Purnawirawan Angkatan
Darat Luhut Binsar Pandjaitan yang juga menjabat sebagai Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman (Menkomaritim) di era Jokowi-
Jusuf Kalla memiliki lahan seluas 21.106 hektar di bawah perusahaan
Toba Bara. Selanjutnya, Abu Rizal Bakrie dengan perusahaan
tambang batu bara Kaltim Prima Coal (KPC) menguasai 90.938
hektar di Kabupaten Kutai Timur. Jusuf Kalla, wakil presiden di
era Jokowi dan di era SBY periode I, menguasai 6.797 hektar di
bawah perusahaan Kalla Arebamma di Penajam Paser Utara. Tidak

9 Basis data JATAM Kaltim


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 16
luput juga nama Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ferry Mursidan Baldan, melalui
istrinya (Hanifah Husein) menguasai lahan di Kabupaten Berau
seluas 5.368 hektar.
Gambaran kepemilikan lahan di Kaltim yang timpang antara ruang
hidup warga dengan pertambangan serta lahan yang dimiliki oleh
segelintir orang membuktikan bagaimana warga digusur dari
ruang hidupnya demi melancarkan pertambangan.
Samarinda, yang merupakan ibu kota dari Kaltim, telah dicaplok
seluas 70% oleh pertambangan batu bara. Jika dilihat secara
administratif, kabupaten dan/atau kota yang memiliki izin
pertambangan paling banyak adalah Kabupaten Kutai Barat
dengan luas konsesi 1,43 juta hektar dari 1,73 juta hektar dari
luasan kbupatennya lalu disusul dengan Kabupaten Kutai Timur
yakni 1,6 juta hektar atau 46% dari luas wilayahnya. Wilayah
selanjutnya yang padat dengan konsesi pertambangan adalah
Kutai Kartanegara dengan luas konsesi 1,10 juta hektar atau setara
dengan 40% luas wilayahnya. Salah satu perusahaan batu bara
perusahaan terbesar di Indonesia bernama PT Indominco Mandiri
(IMM) berada di Kukar, tepatnya di Desa Santan, yang menjadi
fokus dalam tulisan ini.

SEJARAH DESA SANTAN DAN RELASI WARGA


DENGAN SUNGAI SANTAN
Secara administratif, Desa Santan masuk ke dalam Kecamatan
Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kurang lebih satu
abad yang lalu, Kesultanan Kutai memberikan wilayah ini
kepada para pendatang, yakni Suku Bugis. Nama Desa Santan
adalah pemberian Kesultanan Kutai dan kini terdapat tiga desa
menyandang nama santan, yaitu Desa Santan Ulu, Santan Tengah
dan Desa Santan Ilir dengan total penduduk 8.569 jiwa (2017).
Terdapat sungai yang melintasi ketiga desa tersebut dan berada
di Kabupaten Kutai Kartanegara & Kutai Timur. Sungai ini dikenal
sebagai Sungai Santan dengan panjang sekitar 78 Km.10
Pada 1923, beberapa keluarga dari Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan yang dikepalai oleh K.H. Muhammad Saleh mencari
tempat pemukiman baru. Setibanya di Kaltim, mereka langsung
ke Kampung Muara Badak untuk bertemu dengan saudara sepupu
Muhammad Saleh, yang bernama Hj. Riwu. Hj. Riwu adalah istri
10 Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, Beranda, Geografi, Nama dan
Panjang Sungai Menurut Kabupaten/Kota, 2014 diakses dari https://Kaltim.bps.go.id/
statictable/2015/03/06/8/nama-dan-panjang-sungai-menurut-kabupaten-kota-2014.
html
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 17
dari K.H. Usman selaku kepala kampung dan Imam Desa Muara
Badak. Setelah menginap beberapa hari di rumah sepupunya
akhinya beliau mengutarakan keinginannya untuk mencari tempat
baru yang aman untuk pertanian. Beberapa hari kemudian mulailah
mereka bergerak mencari tempat, mereka menyusuri belantara
pesisir bagian utara dari Muara Badak.
Daerah yang pertama kali mereka singgahi adalah Sebuntal,
lalu bergeser ke Tanjung Batu hingga sampai ke daerah Kersik.
Dari sejumlah tempat yang disinggahi oleh rombongan tersebut
dilakukan pemeriksaan kondisi tanah. Tenyata tidak cocok untuk
lahan pertanian, setelah kembali melakukan penyisiran sepanjang
pesisir pantai hingga akhirnya rombongan tersebut menemui
sebuah muara sungai, mereka masuk menyusuri sungai berliku
yang sekarang dikenal nama Sungai Santan. Setelah melewati
hutan nipah di sepanjang sungai, mereka mulai kembali memeriksa
kondisi tanah maka disinilah mereka menemukan tanah yang dicari
untuk membuka perkampungan. 11
Dengan pertimbangan ditemukannya tanah yang subur dan air
yang tawar, mereka kembali ke Muara Badak untuk berencana
berangkat ke Tenggarong untuk mengajukan permohonan izin
untuk pembukaan wilayah tersebut kepada Kesultanan Kutai Sultan
Aji Muhammd Parikesit (Raja Kutai; 1920-1960). Permohonan K.H.
Muhammad Shaleh dikabulkan oleh Sultan Kutai Kartanegara
Muhammad Parikesit. Setelah kepengurusan izinnya selesai, maka
berangkatlah rombongan ini menuju ke Santan dengan memakai
perahu serta membawa segala keperluan hidup sehari-hari dan
alat-alat pertanian seperti kampak, parang,cangkul serta peralatan
lainya.
Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk membangun kampung,
karena kondisi wilayah yang sangat strategis berhadapan langsung
dengan Selat Makassar dan dibelah oleh aliran sungai yang
setiap hari mengalirkan air ke perkampungan membasahi lahan
pertanian warga yang tumbuh dengan subur. Mulailah mereka
masing-masing keluarga sibuk membuat pondok kecil sebagai
tempat peristirahatan yang terbuat dari tiang pohon pinang dan
kayu biasa beratap daun nipah yang banyak tersedia ditempat itu.
Kemudian mereka mulai membuka lahan garapan dan membagi
tanah dengan bersebelahan pada pinggir Sungai Santan dengan
cara memanjang, sebagaimana diketahui bahwa Sungai Santan
menghadap ke barat yang sebelah kanan sungai menghadap ke

11 Profil Desa Santan Tengah, Rencana Pembagunan Jangka Menengah Desa Tahun 2016-
2022
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 18
utara dan sebelah kiri sungai menghadap ke selatan. 12
Sejak awal kepindahan warga ke wilayah Santan, Sungai Santan
memainkan peran penting bagi ruang hidup warganya. Sungai
adalah media transportasi yang menghubungkan antardesa.
Sekitar tahun 1980-1990 jalan darat Desa Santan belum sepenuhnya
terhubung, warga mengarungi Sungai Santan untuk menjual hasil
pertanian, seperti padi, kelapa, kopi, coklat, pisang dan sebagainya
diangkut menggunakan kapal ke Kota Samarinda dan Bontang.
Sungai Santan begitu vitalnya bagi kehidupan warga Santan
sehingga membentuk identitas kolektif di tiga desa, dengan
ditandai aliran sungai yang mempersatukan mereka. Sungai
Santan bukan sekadar identitas ataupun sumber kemakmuran, tapi
air Sungai Santan merupakan air kehidupan. Sungai merupakan
sumber air utama untuk kebutuhan sehari-hari serta merupakan
penghasil ikan dan udang yang melimpah bagi para nelayan.
Perekonomian warga Santan ditopang oleh sektor pertanian dan
perikanan, salah satunya adalah perkebunan kelapa. Pohon kelapa
mudah ditemukan di halaman rumah atau di belakang rumah
warga. Berdasarkan data Pemerintah Desa Santan, setidaknya
terdapat 3.000 butir kelapa didistribusikan ke seluruh wilayah
Kalimantan Timur (Kaltim) setiap harinya. Desa Santan merupakan
sentra penghasil kelapa di Provinsi Kaltim. Luas perkebunan kelapa
di Kabupaten Kukar mencapai 11.344 hektar atau yang terluas di
antara kabupaten atau kota lainnya.

Foto 1: Perkampungan Desa Santan Ulu yang Berdampingan Langsung dengan


Sungai Santan.

12 Profil Desa Santan Tengah, Rencana Pembagunan Jangka Menegah Desa Tahun 2016-
2022
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 19
Layanan alam telah menjadi sebuah anugerah yang selama ini
memberikan kelangsungan hidup. Dibuktikan dengan sejarah
peradaban sungai telah membentuk struktur sosial dan berbagai
kearifan lokal di Desa Santan. Sungai Santan merupakan urat nadi
kehidupan baik dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Sungai
Santan merupakan sumber air utama; air didapatkan oleh warga
secara gratis untuk mencuci, memasak bahkan untuk diminum.
Ikan sangat melimpah, sumber pangan tak pernah kurang, sungai
menjadi tempat bermain, serta tempat terjadinya interaksi sosial
di sepanjang bantaran sungai.
Kini, kejayaan Sungai Santan tinggal cerita dan kenangan,
semuanya telah sirna dengan dalih untuk kepentingan investasi
guna meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan warga
setempat. Pemerintah Orde Baru mengobral konsesi hutan lindung
yang berada di hulu Sungai Santan untuk pertambangan batu bara
asal Thailand bernama PT Indominco Mandiri (IMM). Sejak 1997, PT
IMM mendapatkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batu Bara (PKP2B) dengan luas konsesi 25.121 hektar.

ARTI PENTING SUNGAI BAGI MASYARAKAT DESA


SANTAN
Sungai Santan merupakan sumber kehidupan, tidak hanya untuk
manusia tetapi semua makhluk hidup yang berada di ekosistem
Sungai Santan. Bagi warga Sesa Santan, sungai adalah harta karun
yang membawa warga mengawali peradaban dan bertempat
tinggal menetap di sana.
Kawasan ini dipilih karena begitu strategis lengkap dengan sungai
dan biota airnya yang kaya serta tanahnya subur menjadi sumber
mata pencaharian warga dari berbagai sektor. Begitu banyak
aspek kehidupan warga yang dimulai dan dilakukan di sungai.
Sekitar tahun 1980an, sebagian warga yang berprofesi sebagai
nelayan kembali membangun sebuah kampung tepat di muara
Sungai Santan, Desa Santan Ilir. Sehingga, kampung itu disebut
pula sebagai kampung nelayan Muara Santan. Daerah ini dipilih
karena didukung oleh tempat yang cukup strategis karena dekat
laut dan mudah untuk mencari ikan dan udang. Warga juga mulai
membagi lahan daerah Muara Santan untuk dijadikan tambak
udang, ini adalah masa-masa kejayaan warga di muara Sungai
Santan yang perekonomiannya bertumpu pada sektor perikanan.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 20

Album Foto keluarga Nebo

Foto 2: Sekitar Tahun 1980an, Hampir Semua Aktivitas Warga Bersentuhan


Langsung dengan Sungai Santan. Terlihat Warga sedang Mandi dan Mencuci; Air
Sungai pun Begitu Jernih, Foto Ini Diambil Sebelum Industri Pertambangan Batu
Bara Memporak-porandakan Kawasan Hulu Sungai Santan

Usaha nelayan dan tambak udang telah memberikan kontribusi


yang sangat besar pada perekonomian warga, hingga mampu
membuka lapangan pekerjaan yang luas dan masa itu harga jual
udang cukup mahal dan stabil.
Selain itu, muncul juga profesi turun-menurun bagi para perempuan.
mereka memanfaatkan kerang kepah yang jumlahnya melimpah
di Sungai Santan tepatnya Desa Santan Ulu untuk dikumpulkan
dan dijual. Kerang kepah juga merupakan sumber protein warga
karena mengandung protein yang tinggi serta nutrisi lainnya yang
baik untuk kesehatan tubuh. Tidak hanya sebagai kebutuhan air
bersih dan dimanfaatkan biota airnya, Sungai Santan juga menjadi
faktor utama yang menopang usaha-usaha unggulan Desa Santan.
Usaha pertanian dan perkebunan yang tumbuh subur di Desa
Santan menjadikan desa ini dikenal sebagai salah satu pemasok
kelapa terbesar di Kaltim. Hal ini didukung oleh irigasi yang cukup
serta jalur distribusi atau transportasi yang lancar keberbagai
daerah lewat Sungai Santan.
Walaupun tinggal di pinggiran sungai, warga Santan tidak takut
akan bencana banjir selama kualitas sungai yang baik mampu
menampung air hujan. Warga justru menjadikan sungai Santan
sebagai tempat rekreasi. Anak-anak Santan terbiasa mandi dan
bermain di sungai. Masyarakat sering berkumpul dipinggiran sungai
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 21

Foto 3: Perahu Ketinting yang Digunakan oleh Warga ke Hulu Sungai Santan
untuk Berkebun, Berburu dan Mencari Kayu

melakukan berbagai aktivitas seperti mencuci, mandi, bahkan


sekedar berbincang-bincang berkumpul bersama keluarga dan
tetangga menikmati aliran sungai. Interaksi sosial seperti ini sering
terjadi sehingga menjadi budaya warga Desa Santan yang dapat
mempererat hubungan kekeluargaan antarwarga desa. Begitu
pentingnya peran sungai, sehingga Sungai Santan merupakan
urat nadi kehidupan bagi warga Desa Santan. Munculnya sebuah
interaksi sosial antara warga kerena sering berjumpa dipinggir
sungai untuk mandi dan mencari ikan, segala aktivitas ekonomi
juga terjadi disungai karena kapal-kapal besar selalu bersandar di
pinggir sungai untuk membawa hasil panen pertanian warga untuk
di bawa keluar daerah. Sampai saat ini, Sungai Santan merupakan
akses transportasi air yang sangat penting bagi warga Desa Santan
Ulu. Hampir tiap hari perahu ketinting warga hilir mudik menuju
lahan pertanian mereka di hulu Sungai Santan, bukan hanya untuk
bertani tapi juga untuk berburu dan mencari kayu.
Arbaim (66 tahun), warga Desa Santan Ulu, yang keseharianya
mengurus kebun, mencari kayu dan berburuh tepatnya di hulu
Sungai Santan berangkat matahari terbit. Rutinitas ini sudah
dijalani dari tahun 1977 untuk mencari nafkah di kawasan hulu
Sungai Santan, dulu Arbaim bekerja untuk mencari kayu lalu
dijadikan papan dan balok, terkadang dia juga mencari burung
serta berburu binatang seperti kancil. Saat hadirnya perusahaan
tambang batu bara milik PT IMM yang telah mengkavling ribuan
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 22
hektar kawasan hutan, hasil buruannya pun mulai berkurang
bahkan ikan di sungai yang dulunya melimpah sekarang mulai sulit
ditemukan. Kini untuk mencari kayu dan berburu di hutan sudah
sangat susah karena pihak perusahaan tidak mengizinkan warga
masuk ke arealnya, bahkan Arbaim dan anaknya pernah dikejar
oleh pihak kemanan perusahaan. Sedangkan perusahaan tiap hari
menebang pohon bahkan sampai ribuan, mereka tidak pilih-pilih
pohon mau kecil dan besar semuanya ditebang untuk diambil
batu baranya. Padahal, menurut Arbaim warga Suku Kutai punya
aturan adat, 1 km dari bibir Sungai Santan itu tanah hak ulayat
warga. Akan tetapi, perusahaan tambang hanya berjarak sekitar
50 m dari pinggir Sungai Santan.13

Foto 4: Arbaim (66 tahun) sedang Memancing Di Pinggir Sungai Santan, Tepatnya
di Hulu Sungai Santan yang Sudah Tidak Ada Aktivitas Pertambangan Batu Bara

TERBENTUKNYA TATA RUANG LOKAL


Pada awalnya, perkampungan warga berada di pinggir Sungai
Santan, atau lebih dikenal dengan Muara Santan. Muara Santan
memiliki anak sungai yang cukup panjang, tepatnya dikenal dengan
sebutan Salona Wakku. Disinilah awal mulanya K.H. Muhammad
Shaleh bercocok tanam. Setelah beberapa saat tinggal wiringsalo’e
(pinggir sungai), K.H Muhammad Shaleh bersama keluarganya
mencoba memperluas wilayah garapan baru yang lebih potensial
untuk pengembangan pertanian. Pada awalnya, warga melakukan
pengembangan dan perluasan wilayah yang diinisiasi oleh seorang
ketua rombongan yakni H. Husain (salah satu putra K.H. Mummad
Shaleh). Mulanya, pembukaan handil yang pertama kali ialah handil

13 Wawancara dengan Arbaim (warga Desa Santan Ulu) pada 21 Juli 2019
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 23
2 sekitar tahun 1952. Pembukaan lahan dengan konsep handil
didapatkan dari perantauan beliau dari Pontianak.
Dia banyak belajar sistem irigasi pertanian di derah tersebut
dan karena struktur tanah di Desa Santan hampir sama dengan
derah perantauan H. Husain yaitu berupa rawa gambut. Metode
handil adalah jalan yang kiri dan kanannya diapit sungai kecil yang
memanjang. Lahan perkebunan di Santan memiliki selokan, parit
buatan atau semacam sungai kecil yang memanjang. Selokan atau
parit tersebut diistilahkan oleh warga setempat dengan sebutan
bendrang kongsi artinya parit yang di buat secara bersama,
biasanya parit tersebut juga dibuat diperbatasan tanah dengan
istilah pakatappingeng artinya letaknya berada diperbatasan
tanah. Pada awalnya, rata-rata ukuran tanah garap warga Santan
yakni lebar 50 depa dikali 200. Selanjutnya untuk memaksimalkan
fungsi parit tersebut juga telah dibuat bendrangloppo artinya
parit yang berukuran lebih besar. Parit tersebut dibuat sepanjang
arah perkampungan hingga beberapa kilo meter yang dibuat oleh
warga secara gotong royong. Inilah salah satu bukti kekuatan
sekaligus kekompakan para warga Santan dulu.
Alat tradisional sodo tajak ang mirip sekop berukuran lebar 15
cm dan panjang 60 cm digunakkan untuk membuka parit. Pada
waktu itu belum ada alat berat seperti ekskavator. Oleh karena
itu, kata handil yang dimaknai adanya sebuah sistem yang dibuat
berupa parit yang memanjang berfungsi untuk mengalirkan air
menuju Sungai Santan atau sungai utama, sehingga lahan dapat
dikeringkan agar dapat dijadikan lahan pertanian. Selanjutnya,
masing-masing warga Santan mulai mengarap lahan yang sudah
dibagikan oleh ketua kelompok, terlebih dahulu warga menanam
padi untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka karena kondisi
tanah juga masih berair, baru sekitar tahun 1960an lahan warga
perlahan mengering sehingga mulai ditanami berbagai jenis
tanaman. 14
Dengan metode pembukaan handil inilah yang membentuk tata
ruang lokal warga santan, mereka waktu itu sudah paham betul
bahwa rawa gambut memerlukan pengairan agar tanah tetap
basah atau tidak kekeringan. Pola bertani mereka misal pada
petak pertama pada kebun menggunakan pola tumpang sari
ditanami kelapa dan kopi. Petak kedua jagung, talas, pisang dan
petak ketiga menyisakan lahan rawa untuk menanam padi, hal ini
juga difungsi sebagai pengairan pada kebun. Pada setiap batas

14 Zulkifli Yusuf 2018, Mengenal Sejarah Santan (hal. 59,2018).


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 24
kebun mempunyai parit memanjang, ini juga difungsikan untuk
membawa hasil panen dengan cara kelapa yang belum dikupas
kulitnya dengan cara dihanyutkan menuju parit handil. Setelah
itu biasanya kelapa di kupas di pinggir rumah warga lalu dibawa
menggunakan sampan menuju ke Sungai Santan. Disinilah kapal-
kapal besar menunggu hasil panen pertanian warga untuk dibawa
ke Samarinda untuk dipasarkan.

MASUKNYA PERTAMBANGAN BATU BARA SERTA


DAYA RUSAKNYA DI DESA SANTAN

Foto 5: Area Stockpile PT. Indominco Mandiri yang Berada Desa Santan Tengah
dan Ilir

Kehidupan yang yang tenang dan sejahtera mulai terusik sejak


masuknya perusahaan tambang batubara PT IMM yang beroperasi
di hulu kawasan tiga desa ini. Perusahaan masuk pada 1995
dan mulai beroperasi sejak 1997. Awal masuknya perusahaan di
kampung, sebagaimana pola acap kali dilakukan oleh perusahaan
pertambangan, membawa cerita mengenai masa depan yang
bagus. Mereka mengatakan bahwa mereka akan meningkatkan
kesejahteraan warga setempat. Salah satu janji perusahaan adalah
perbaikan jalan untuk warga, mengaliri listrik ke rumah warga
secara gratis dan membuka lapangan pekerjaan. Warga yang
mendengar langsung tertarik dan percaya dengan perusahaan
terhadap janji-janji perusahaan.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 25
PT IMM di bawah bendera Banpu group milik Thailand, menguasai
sebagian tiga kabupaten kota yakni Kutai Timur, Kukar dan
Bontang.Perusahaan ini salah satu perusahaan yang mendapat
izin istimewa dari Kementerian Enenergi Dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) berdasarkan ketentuan yang berlaku waktu itu dengan Izin
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B)
berbatas 30 tahun, Izin produksi akan berakhir pada tahun 2028.
Mereka menguasai kawasan hutan dengan luas konsesi 25.121 hektar
yang dibagi dalam dua blok, yakni blok barat dengan lausan 17.100
hektar dan blok Timur seluas 7.012 hektar. Desa Santan Tengah
dan Ilir tidak masuk kawasan pengerukan. Namun Daya rusaknya
mengalir sampai ke Desa ini. Sekitar 48 km dari pusat galian ke
pemukiman desa santan. Di desa ini justru juga dibangun stockpile
atau tempat penampungan, conveyor batubara dan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 2x7 Megawatt (MW).
PLTU ini berada di antara Desa Santan Tengah dan Ilir.
Daya rusak pertambangan yang dirasakan oleh warga di wilayah
pertambangan jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang
dirasakan oleh seluruh lapisan warga. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi warga di desa santan untuk mempertahankan
hidup di tengah kontestasi pertambangan batu bara PT IMM.
Semenjak kehadiran PT IMM, kerusakan atau penurunan kualitas
air perlahan dirasakan. Sejak 2003, Sungai Santan mengalami
degradasi lingkungan yang cukup signifikan. Perubahan warna air
dari sebelumnya bening menjadi keruh, berwarna kuning pekat
disertai lumpur saat musim hujan datang, jika musim kemarau air
berubah menjadi bening kebiruan seperti air dilubang tambang.
Akibatnya, ekosistem sungai termasuk ikan, udang galah, kerang
kepah, ikut terdampak.
Bahkan, Sungai Santan yang merupakan nadi kehidupan telah
kehilangan fungsi utamanya sebagai sumber utama pemenuhan
kebutuhan air bersih. Usaha pertanian sebagai profesi utama ikut
porak poranda akibat banjir yang tidak wajar dan berkepanjangan
sehingga lahan pertanian mulai tidak produktif. Kondisi ini
mengakibatkan warga mengalami kerugian yang besar karena
selalu gagal panen. Bahkan, warga harus mengeluarkan uang
sebesar Rp.300.000 perbulan untuk membeli air sebagai
kebutuhan sehari-hari karena air sungai tak layak lagi dikonsumsi.
Nelayan tradisional pun kehilangan sumber pencaharian di sungai
karena ikan mulai berkurang di Sungai Santan.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 26

Foto 6: Aktivitas dari Pertambangan Batu Bara Menyebabkan Air Sungai Santan
Menjadi Keruh

Foto 7: Ramadhan (55 tahun), Warga Asli Kampung Kutai Desa Santan Ulu yang
Berprofesi sebagai Nelayan Sungai

Ramadhan, warga Desa Santan Ulu, mengatakan bahwa,


“Sebelum ada tambang yang beroprasi di hulu sungai santan
profesi saya adalah nelayan sungai, dulu udang gala dan kerang
kepah tude sangat melimpah, bahkan kerang kepah seperti
batu kerikil banyaknya di dalam Sungai Santan. Kerang kepah
ditangkap dengan menyelam di sungai, biasanya sekali menyelam
bisa mendapatkan 100 kg kerang yang sudah dimasak untuk
melepas daging dari cangkangnya. Dari hasil penjualan tude bisa
mendapatkan penghasilan Rp. 200.000 perharinya dengan harga
1 kg kerang Rp. 10.000. Sekarang kami sudah tidak bisa makan
kerang tude lagi, karena sudah punah akibat pembuangan limbah
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 27
batu bara yang menyebabkan sungai tercemar dan tude ikut mati
bahkan sudah punah. Kami kehilangan mata pencahariaan di
sungai santan akibat ulah tambang batu bara”.15
Kesaksian warga lainnya juga mendukung pernyataan Ramadhan,
Nur Efendi (45 tahun) yang juga warga Desa Santan Ulu mengatakan
bahwa sebelum 2015, dia masih mencari kerang kepah (tude) di
sungai. Dia dan kelompok nelayan mencari kerang bersama-sama
dan bisa mendapatkan penghasilan per hari sekitar Rp 250.000.
Akan tetapi, sekarang sudah tidak bisa lagi karena sungai sudah
menjadi situs limbah perusahaan. Akibatnya, kerang-kerang yang
ada hanya tinggal cangkangnya tapi tidak ada daging di dalamnya.
Ketika limbah dibuang ke Sungai Santan, warna sungai menjadi
biru dan kuning pekat serta air sungai terasa asam. Air sungai pun
tidak bisa dipakai untuk mandi dengan sabun karena sabun tidak
mengeluarkan busanya.16
Akibat kerusakan di Sungai Santan yang juga merupakan habitat
dari buaya, Desa Santan mengalami serangan buaya. Ketika banjir
datang, buaya masuk ke perkampungan warga dan memakan
hewan ternak warga. Warga pun kerap menjadi korban serangan
buaya karena sejauh ini sudah 10 warga meninggal karena diserang
buaya. Warga pun takut untuk beraktivitas, ini menandakan
telah rusaknya keseimbangan ekosistem di Sungai Santan akibat
pencemaran sungai dan perusakan lingkungan yang dilakukan
oleh perusahaan tambang.
Tak puas mencemari Sungai Santan, pada tahun 2015 PT IMM
mengajukan peningkatan produksi dari 16.000.000 Metrik Ton (MT)
menjadi 20.000.000 MT dengan menargetkan pembongkaran di
Sungai Santan. Rencana penambangan Sungai Santan sepanjang
6.4426 M termasuk anak-anak Sungai Santan yang bernama Sungai
Kare sepanjang 1.430 M dan Sungai Palakan sepanjang 5.600 M.
Keinginan PT IMM untuk menambang di Sungai Santan kandas
melalui desakan dan penolakan warga tiga desa yaitu Santan Ulu,
Santan Tengah, dan Santan Ilir.

15 Wawancara dengan Ramadhan pada 20 Juli 2019


16 Wawancara dengan Nur Efendi 9 Agustus 2019
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 28

Foto 8: Air Sungai Santan yang Tiba-tiba Menjadi Biru, Air Sungai Terasa Asam
Jika Digunakan untuk Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK)

Foto 9: Pada 2015, Air Sungai Santan yang Berubah Warna Menjadi Kuning Pekat
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 29

Foto 10: Kondisi Banjir yang Melanda Desa Santan Ulu, Santan Tengah
dan Santan Ilir

Foto 11: Sabiruddin (35 tahun), Warga Santan, Sedang Mengendong Anaknya di
Tengah Kepungan Banjir yang Melanda Kampungnya

Aktivitas pembongkaran batu bara serta PLTU PT IMM berdaya rusak


terhadap kesehatan warga Desa Santan akibat pencemaran udara
dan air. Limbah perusahaan yang dibuang ke sungai menyebabkan
warna air sungai mejadi kuning berlumpur dan kalau digunakan
badan terasa gatal dan berbahaya untuk diminum. 17 Rudi, salah
satu pemuda Desa Santan Ulu, yang setiap harinya bersentuhan
langsung dengan Sungai Santan karena sebagai jalur transportasi
perahu ketinting ke hulu sungai untuk berkebun, mencari kayu
dan berburu. Menurut tuturan Rudi, dia baru saja merakit kayu di
Sungai Santan dan setelah pulang kerumah badanya terasa sangat
gatal dan harus memakai bedak herosin untuk menghilangkan
rasa gatal di badannya. Rudi berkata bahwa, “Saat ini kami tidak

17 Wawancara dengan Rudi Dwi Winarko (26 tahun), 22 Juli 2019


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 30
berani menggunakan air sungai untuk mandi, kami menggunakan
sumur bor dari atas gunung, padahal air sungai sangat melimpah
di belakang rumah saya”. “Biar tidak ketahuan oleh warga di
bantaran Sungai Santan, biasanya perusahaan membuang limbah
jika hujan datang setelah itu air sungai berlumpur,” tegas Ibu Rudi,
Hartuti (50). 18

Foto 12: Rudi Dwi Winarko, Warga Santan, di Atas Perahu Ketintingnya
Sedang Menunjukkan Air Sungai Santan yang Keruh Akibat Buangan
Limbah Perusahaan tambang Batu Bara

Foto 13: Air Konsumsi Warga yang Tercemar Akibat Pembuangan Limbah
Perusahaan Tambang Batu Bara

18 Wawancara dengan Dewi Hartuti 22 Juli 2019


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 31
Warga Santan Tengah dan Ilir juga merasakan pencemaran udara
dari aktivitas penumpukkan batu bara (stockpile) dan PLTU PT
IMM. Kalau arah mata angin sedang bertiup dari arah barat, maka
warga merasakan paparan debu dari perusahaan, debu juga
masuk ke rumah dan mengotori lantai di rumah-rumah warga.
Tidak hanya harus menguras tenaga untuk membersihkan rumah
secara berlebihan, tapi debu pun membuat warga mengalami
batuk-batuk.19 Area stockpile dan PLTU hanya berjarak kurang
lebih 500 meter dari pemukiman warga di Desa Santan Ilir. Oleh
karena itu, tuturan warga mengenai debu terasa lebih hebat di
Desa Santan Ilir dan juga semakin parah kalau musim kemarau.
Pada tahun 2015, warga mengalami debu batu bara berterbangan
ke wilayah perkampungan dan masuk ke rumah warga. Sehingga,
warga RT 04 dan 05 di Desa Santan Ilir mengalami batuk-batuk,
sesak napas hingga sakit kepala. Hingga kini, belum ada tindakan
dari pemerintah dan perusahaan terkait dengan keluhan warga.

Foto 14: Tanaman Hias di Teras Rumah Thamrin, Warga Santan, yang Terpapar
Debu Baru Bara

19 Wawancara dengan Muh Tamrin 25 Juni 2019


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 32

Foto 15: Daun Pohon Gamal yang Berada di Halaman Rumah Thamrin yang
Berubah Menjadi Hitam Karena Debu Batu Bara

Produksi kelapa mengalami penurunan sejak terjadinya kebakaran


besar melanda Desa Santan Tengah dan Ilir pada tahun 1998. Dusun
Handil Dua dan Handil Mico yang merupakan sentra penghasil
buah kelapa, semuanya ludes dilahap si jago merah. Kini, hamparan
kebun kelapa yang masih tersisa berada di Dusun Handil 3 (Tiga)
Desa Santan Tengah. Berdasarkan tuturan Mappa (46 tahun),
warga Desa Santan Tengah, “Dari hasil kebun kelapa yang masih
tersisa ini, setiap harinya dapat menyuplai pasar kota Bontang
dan Samarinda”. Saat ini perkebunan kelapa mulai ditinggalkan
sebagaian warga karena sudah jarang generasi penerus yang ingin
mengurus kebun kelapa warisan orang tuanya, sebagaian anak
muda lebih tergiur untuk bekerja di perusahaan pertambangan
batu bara dibanding bertani. Hal ini juga diperparah karena sering
kali banjir yang diakibatkan perusahaan tambang yang terus
melanda kebun kelapa masyarakat sehingga perlahan pohon
kelapa mulai tidak produktif. Hasil produksi pun turut menurun,
yang dulunya dapat memanen 10.000 hingga 15.000 buah kelapa
per kepala keluarga sekarang palingan 2000 sampai 3000
butir. Kondisi tersebut membuat sebagian masyarakat beralih
ke tanaman kelapa sawit yang dianggap lebih tahan terhadap
banjir dan dapat tumbuh dengan mudah, warga mulai menanam
pohon kelapa sawit dari tahun 2007 sehingga tidak terelakkan
perkebunan monokultur kelapa sawit lebih mendominasi.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 33
PERGESERAN POLA KONSUMSI WARGA
Salah satu cara warga Desa Santan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya yaitu dengan mengelola wilayah sekitarnya. Mayoritas
warga Desa Santan adalah petani dan nelayan, mereka dapat
mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil pertanian. Setiap
keluarga sibuk di kebun untuk menanam. Warga mempunyai tradisi
ramai-ramai saling bekerja sama bila musim tanam tiba, sistem
gotong royong masih sangat kental yang mana pada waktu itu
disebut makalelleng yang artinya adalah warga saling bergantian
untuk membantu dari satu kebun ke kebun lainnya. Biasanya
mereka berkelompok bisa sampai 15 orang, tradisi ini dilakukan
untuk meringankan beban kerja serta mempercepat masa tanam
dan hasil panen. Kegiatan ini dijumpai jika musim tanam padi atau
jagung tiba, warga saling membantu. Dari kebiasan ini muncul
sebuah interaksi kekeluargaan antara warga karena kentalnya
semangat kebersamaan.20

Foto 16: Adi Rahman (Anggota Tani Muda Santan) Sedang Mengeringkan Hasil
Panen Tanaman Jagung

20 Wawancara dengan Adi Rahman ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)


Desa Santan Tengah 25 mei 2019
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 34
Dampak perubahan pola konsumsi masyarakat desa santan saat ini,
tak lepas dari dinamika sosial budaya yang terjadi pada masyarakat
akibat kedatangan perusahaan pertambangan batu bara PT IMM.
Sebagaimana aktivitas pertambangan batu bara telah memberikan
dampak kerusakan lingkungan yang besar bagi Desa Santan,
seperti banjir yang selalu melanda sehingga warga selalu gagal
panen, rusaknya ekosistem sungai sehingga warga sulit mencari
ikan, udang dan kerang kepah. Akibat pertambangan batu bara
yang daya rusaknya dirasakan sejak tahun 2003, telah mengubah
struktur sosial masyarakat karena sebagian meninggalkan profesi
menjadi petani dan nelayan, lahan penghidupan warga sudah
tidak produktif akibat pencemaran pertambangan sehingga hal
ini membuat sebagian warga terpengaruh untuk menjadi tenaga
kerja di perusahaan tambang PT IMM.
Dari fenomena tersebut mengubah pola kehidupan masyarakat
desa santan tentang hubungan antara masyarakat dan munculnya
pola konsumtif, warga sudah jarang bertemu karena sibuk
bekerja sehingga budaya gotong royong mulai pudar dan dari
sisi perubahan budaya bertani yang dilakukan sejak dulu turun-
menurun mulai ditinggalkan oleh pemudanya karena lebih tertarik
bekerja disektor pertambangan. Hal ini yang membuat terkikisnya
nilai-nilai sosial budaya di dalam masyarakat desa santan.

PERLAWANAN WARGA DESA SANTAN TERHADAP


PERTAMBANGAN BATU BARA
Pada tahun 2011 pernah terjadi demo besar-besaran di Desa
Santan Tengah untuk memprotes daya rusak pertambangan yang
dirasakan oleh warga. Mereka memblokade jalan tambang dan
perusahaan menggunakan pihak kepolisian untuk membubarkan
demo tersebut. Warga Desa Satan tengah geram karena
perusahaan tambang PT IMM diangggap telah mencemari Sungai
Santan, sungai menjadi keruh dan tidak layak dikonsumsi serta
semakin memperparah krisis ekologi di kampung, banjir yang
setiap saat melanda lahan pertanian sehingga warga selalu gagal
panen. Warga tetap bertahan dan direpresi oleh pihak keamanan
perusahaan kepada peserta aksi dengan alasan menjaga objek
vital nasional (obvitnas). Warga pun kecewa karena tidak ada
tanggapan dari pihak perusahaan terkait tuntutan aksi serta
pemukulan terhadap kepala desa mereka. Pasca aksi, warga
dipanggil oleh pihak Kepolisian Tenggarong, Kukar berdasarkan
laporan manajemen perusahaan.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 35
Aksi demonstrasi kembali dilakukan pada tahun 2014 oleh
Kesatuan Pelajar Dan Mahasiswa Santan (KEPMAS), aksi ini adalah
bagian dari memperingati hari lingkungan hidup sedunia dilakukan
dengan cara menutup jalur pertambangan. Aksi ini adalah bentuk
protes yang dilayangkan secara langsung oleh mahasiswa dan
pelajar santan dalam merespons daya rusak pertambangan
terhadap Desa Santan. Peserta aksi berjumlah 20 orang sempat
beradu mulut serta dorong-dorongan dengan pihak keamanan
perusahaan, aparat militer yang bertugas di area PT IMM dan
beberapa warga yang pro terhadap pertambangan. Akhinya
mahasiswa berhasil masuk ke area perusahaan dan menutup
jalur angkut tambang. Kembali terjadi kekerasan fisik terhadap
mahasiswa dan Romiansyah (koordinator lapangan aksi) sempat
dicekik. Aksi ini berhasil menahan aktivitas mengangkut batu bara
menuju lokasi stockpile selama beberapa jam. 21

Foto 17: Aksi Demontrasi untuk Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia
yang Dilakukan Kesatuan Pelajar dan Mahasiswa Santan, Aksi Ini Sempat Menutup
Jalur Angkut PT IMM

21 Wawancara dengan Asbar mantan ketua Himpunan Mahasiswa Dan Pelajar Desa Santan
pada 25 juni 2019
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 36

Foto 18: Aksi Protes yang Dilayangkan Langsung oleh Mahasiwa dan Anak
Sekolah Desa Santan atas Kerusakan Lingkungan yang Melanda Kampungnya
akibat Aktivitas Tambang PT IMM

Seiring berjalannya waktu, PT IMM tak puas mencemari Sungai


Santan dan perusahaan ini kembali ingin melakukan penambangan
di Sungai Santan guna memenuhi peningkatan produksinya.
Rencana tersebut tidak diketahui oleh warga Santan karena saat
warga diundang untuk konsultasi AMDAL pertama pada 2014 tidak
disampaikan bahwa PT IMM akan melakukan penambangan di DAS
Santan. PT IMM hanya mengatakan akan meningkatkan produksi
perusahaan tanpa memberitahukan strateginya. Konsultasi AMDAL
yang pertama tersebut dikritik oleh warga yang terdampak dari
aktivitas perusahaan.
Warga mulai mengetahui informasi rencana pengalihan sungai
santan untuk ditambang oleh PT IMM pada 1 September 2015. Saat
itu, Komisi Penilai AMDAL Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) mengirim undangan kepada perwakilan tiga
Desa Santan melalui manajemen PT IMM untuk menghadiri rapat
komisi penilaian amdal di Balikpapan.
Rencana pengalihan Sungai Santan sudah dikaji sejak penyusunan
amdal 2006 dan dimasukan lagi dalam amdal 2015. Pihak PT IMM
mengklaim sudah dapat izin dari Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Kaltim. Di dalam Amdal Rencana Peningkatan Produksi PT IMM
dari 16.000.000 mt menjadi 20.000.000 mt.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 37
Mengetahui informasi tersebut pada tanggal 5 September 2015
warga Santan bersama mahasiswa Marangkayu melakukan
diskusi di kampung untuk menyatukan ponolakan rencana
penambangan di Sungai Santan, setelah itu warga Santan dan
mahasiswa Marangkayu melakukan koordinasi dengan JATAM
Kaltim. Warga santan bersama JATAM Kaltim melakukan bedah
amdal peningkatan produksi PT IMM. Kemudian, didapatkan
dokumen rencana pemindahan beberapa sungai untuk fasilitas
penunjang peningkatan produksi di antaranya adalah Sungai
Santan sepanjang 6.426 m, anak Sungai Santan yaitu Sungai Kare
1.430 m, dan Sungai Pelakan sepanjang 5.600 m.
Ada beberapa kejanggalan dari AMDAL PT IMM. Pertama, warga
tidak pernah tahu kalau Sungai Santan akan di tambang, tanda
tangan hadir pada watu konsultasi AMDAL yang pertama diklaim
oleh pihak perusahaan bahwa mereka menyetujui kegiatan
penambangan tersebut. Artinya, PT IMM telah memalsukan tanda
tangan masyarakat untuk menyetujui kegiatan menambang di
sungai. Hal ini meresahkan warga Santan karena terancam dampak
lingkungan yang berkepanjangan kalau pembongkaran dilakukan
di sungai. Warga menolak karena sungai belum ditambang saja
selalu dilanda banjir.
Pada tanggal 15 September 2015, perwakilan warga Santan dan
mahasiswa asal Marangkayu melakukan aksi penolakan dilakukan
oleh Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu di kantor Dinas
PU Kaltim. Mereka menuntut Dinas PU untuk mencabut rekomendasi
yang telah dikeluarkan. Dinas PU sempat tidak mau mengakui
telah mengeluarkan rekomendasi teknis untuk pengalihan sungai,
setelah didesak oleh massa aksi baru mereka mau mengaku.
Kemudian dibuat perjanjian bahwa Dinas PU harus menyerahkan
rekomendasi teknis yang telah dibuat kepada masyarakat sebagai
bentuk keterbukaan informasi dan menyerahkan kajian teknis
terkait rencana pengalihan Sungai Santan.
Perwakilan Dinas PU menjanjikan untuk mencabut rekomendasi
teknis dan menyerahkan kajian teknis pengalihan Sungai Santan
selambatnya 28 september 2015. Sesuai dengan janji dari Dinas
PU, Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu beserta warga
Santan mendatangi kantor PU untuk menagih janji. Namun, mereka
beralasan bahwa kepala dinas PU sedang dinas ke luar kota. Setelah
itu, warga dan mahasiswa mengadakan pertemuan tudang sipulung
(musyawarah warga kampung) di Dusun Kampung Mesjid Santan
Tengah karena merasa tidak ada kepastian dari dinas PU. Mereka
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 38
menyepakati untuk menolak rencana relokasi Sungai Santan dan
ditandatangani oleh kepala desa, Badan Permusyawarahan Desa
(BPD), kepala dusun serta warga di tiga desa.

Foto 19: Aksi Demonstrasi Warga Santan Bersama Himpunan Mahasiwa


Kecamatan Marangakayu di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kaltim

Foto 20: Ketua Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu Romiansyah


(Nebo) dan Merah Johansyah (Dinamisator JATAM Kaltim 2015) sedang
Membuka Sesi Diskusi terkait Daya Rusak Industri Tambang Batu Bara di
Kaltim

Kata Suherman (33),22 kegiatan musyawarah kampung (tudang


sipulung) dilakukan di Mesjid Jami’Asy-syifaa karena waktu itu
masjid (saat sekarang sudah tidak dilakukan pertemuan di masjid,
lebih banyak di rumah komunitas atau rumah warga) bukan
hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi rumah untuk

22 Wawancara dengan Suherman, Ketua Karang Taruna Desa Santan Tengah, pada 15 Juni
2019.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 39
membicarakan kemaslahatan umat luas dari ancaman daya rusak
pertambangan batu bara. Begitupun menurut Romiansyah (28),
mantan ketua Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu
(HMKM), berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengagalkan
penambangan di Sungai Santan. Mulai dari pendekatan agama,
sosial dan ekonomi. Pada kasus penambangan di Sungai Santan,
kondisi warga sempat memanas karena ada yang pro dan kontra,
untuk meredam suasana panas tersebut dengan cara pendekatan
kultur keagamaan. Sehingga, masjid dipilih sebagai tempat
musyawarah untuk penolakan panambangan di Sungai Santan. 23

Foto 21: Musyawarah Kampung di Masjid Jami’ Assy-Syafaa, Desa Santan Tengah
Pada 2015

Selanjutnya dilakukan nonton bersama film daya rusak


pertambangan batu bara yang rakus air dan lahan yang
mengakibatkan bencana krisis ekologis, dari rumah ke rumah.
Wargapun semakin sadar akan bahaya bila terjadi penambangan
di Sungai Santan. Gelombang penolakan semakin diperluas mulai
dari anak sekolah, petani, nelayan, ibu-ibu dan warga secara luas
dengan tegas menolak rencana ini. Juga dilakukan pemasangan
spanduk penolakan di tempat umum dan ibadah. Lalu, mahasiswa
melakukan pengumpulan tanda tangan dari rumah ke rumah warga
dilampirkan bukti kopi kartu tanda penduduk (KTP) yang kurang
lebih 471 kepala keluarga. Mahasiswa melakukan pengorganisiran
ini kurang lebih tiga bulan lamanya, tinggal di kampung untuk
membangun kesadaran dan perlawanan warga Santan.

23 Wawancara dengan Romiansyah, 25 mei 2019


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 40

Foto 22: Warga Santan Bersama JATAM Kaltim Berkumpul untuk Nonton Bareng
Film Daya Rusak Pertambangan Batu Bara Lalu Dilanjutkan dengan Sesi Diskusi

Foto 23: Bentuk Perlawanan Warga Santan yang Menolak Penambangan Sungai
Santan

Foto 24: Anak Sekolah Dasar (SD) Turut Memperjuangkan Ruang Hidup di Desa
Mereka yang Sedang Terancam Tambang Batu Bara PT IMM
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 41

Foto 25: Ibu-ibu Pengajian Desa Santan Tengah Ikut Melakukan Penolakan
Penambangan di Sungai Santan

Foto 26: Petani di Desa Santan Ulu Menolak Sungai Santan Ditambang

Setelah itu, warga melakukan mediasi di Dinas Lingkungan Hidup


(DLH) Provinsi Kalimantan Timur mereka mengatakan bahwa
DLH Pemprov juga menolak rencana pengalihan Sungai Santan.
Kemudian, warga berkirim surat ke DLH meminta berita acara
penolakan dan dijawab pada tanggal 21 Oktober tahun 2015
hasilnya adalah DLH menolak rencana pengalihan Sungai Santan
dengan alasan melanggar beberapa aturan. Pada 22 Oktober
2015 kembali Himpunan Mahasiswa Marangkayu dan warga santan
melakukan aksi kali ini di kantor Gubernur Kalimantan Timur, massa
aksi berhasil masuk ke dalam kantor gubernur dengan melakukan
aksi teatrikal mandi lumpur. Massa aksi juga meminta kepada
gubernur untuk memberikan sikap dan menolak penambangan
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 42
batu bara di Sungai Santan. Massa aksi kemudian diterima oleh
Kepala Bappeda (Badan pembangunan Daerah)/PLT (pelaksana
tugas) Sekertaris Daerah (Sekda) Kaltim, Rusmadi Wongso. Dia
berjanji dalam waktu satu minggu gubernur akan memberikan
tanggapan.

Foto 27: Aksi Demonstrasi Warga Santan bersama Himpunan Mahasiwa


Kecamatan Marangkayu (HMKM) di Kantor Gubernur Provinsi Kaltim

Pada 29 Oktober 2015, keluar berita acara penolakan dari Gubernur


Kaltim karena desakan dari 471 tanda tangan aparat tiga desa
dan perwakilan warga diiringi aksi demonstrasi. Setelah itu warga
berkirim surat ke KLHK melalui direktur pencegahan dampak
lingkungan, usaha dan kegiatan yang bernama Arisudijanto tapi
tidak ada jawaban. Pada 27 november 2015, Dinas PU akhirnya
mengeluarkan berita acara pencabutan rekomendasi teknis
berdasarkan berita acara penolakan mengacu pada surat yang
dikeluarkan gubernur sebelumnya.
Selanjutnya, warga Santan dan mahasiswa Marangkayu mendatangi
Ary Sudijanto, Direktur AMDAL KLHK bersama dengan JATAM,
Greenpeace dan Walhi. Gagasan dari pertemuan ini adalah untuk
mendesak agar KLHK juga mencabut rekomendasi teknis yang
diajukan oleh PT IMM terkait penambangan di Sungai Santan.
Pihak kementerian mengabulkan permintaan warga yang mengacu
pada pencabutan rekomendasi teknis yang dikeluarkan Pemprov
Kaltim. Hal ini juga menggugurkan AMDAL yang diajukan oleh PT
IMM untuk peningkatan produksi. Berita baik ini sampai di warga
Santan, keberhasilan menggagalkan penambangan di Sungai
Santan membuat warga melakukan syukuran di Masjid As-Syifa,
Santan Tengah.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 43

Foto 28: Warga Santan Mengadakan Doa Bersama dan Syukuran di Mesjid Jami’
Assy-syafaa atas Kemenangan untuk Mengagalkan Penambangan di Sungai
Santan

Selain itu, PT IMM ditemukan membuang limbah Bahan Beracun


dan Berbahaya (B3) tanpa izin dengan volume 4000 ton di
area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 x 7 MW yang
jaraknya dari pemukiman warga kurang dari 500 M. Temuan ini
berdasarkan hasil Pengawasan Izin Lingkungan oleh Pejabat
(PPLH) KLHK yang memperoleh hasil bahwa perusahaan tidak
melakukan pengelolaan limbah B3 dan melakukan pembuangan
(dumping) limbah B3 berupa fly ash dan bottom ash. Pada tahun
2017, Pengadilan Negeri Tenggarong melakukan sidang lapangan
terkait kasus dugaan pembuangan limbah B3 milik PT IMM. Hadir
dalam sidang lapangan itu, Nasrullah Kepala Desa Santan Tengah
dan Saiful Ardi selaku Sekertaris Desa Santan Tengah. Saiful Ardi
(27 tahun) mengungkapkan bahwa sidang lapangan tersebut
cenderung ditutup-tutupi oleh PPLH sebagai penggugat karena
tidak melibatkan warga setempat, pemerintah desa saja baru tau
informasi tersebut kalau ada kasus pembuangan limbah dari PT
IMM, padahal warga santan yang paling terdampak dari polusi
PLTU.
Putusan sidang terhadap PT IMM tidak hanya ditolak oleh sebagian
warga Santan tapi juga oleh JATAM karena hanya memberikan
pidana sebesar Rp 2.000.000.000. Seharusnya, PT IMM dikenai
pidana penjara kepada pimpinan perusahaan asing, juga tidak
dikenai pidana akibat membuang limbah dan/atau bahan ke
media lingkungan hidup tanpa izin. Putusan ini menandakan
posisi dan sikap para penegak hukum yang setengah-setengah
dalam menindak pelaku tindak pidana kejahatan korporasi, dan
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 44
tentu saja tidak akan berdampak pada korporasi ini.24 Hal ini
menjadi bentuk kegagalan dan ketidakpedulian pemerintah
untuk melindungi ruang hidup dan lahan kelola warganya sendiri.
Sangat tidak sepatutnya sikap pemerintah yang telah membuka
keran komersialisasi sumber daya alam di hulu Sungai Santan
yang dianggap merugikan warga setempat, dan juga merosotnya
otoritas tanggung jawab pemerintah untuk menindak perusahaan
yang telah merusak ruang hidup warga Desa Santan. Sehingga,
memberikan kerugian lebih besar bagi warga dibandingkan
dengan manfaat yang dirasakan.

GERAKAN PEMULIHAN WARGA DESA SANTAN:


TERBENTUKNYA KOMUNITAS TANI MUDA SANTAN
Pada tahun 2015 semasa menjadi mahasiswa yang tergabung pada
Himpunan Mahasiswa Kecamatan Marangkayu (HMKM) muncul
sebuah kasus pengalihan Sungai Santan untuk kepentingan
pertambangan batu bara milik PT IMM, akhirnya mahasiswa yang
tergabung dalam HMKM mulai melakukan perlawanan dengan
menelusuri kasus tersebut. Mahasiswa melakukan pendampingan
kepada warga Desa Santan sekitar 4 bulan lamanya, dengan
desakan yang begitu masif oleh warga dan mahasiswa akhirnya
rencana penambangan di Sungai Santan dapat digagalkan.
Selanjutnya, pada 2016, Desa Santan dilanda banjir yang
melumpuhkan aktivitas pertanian. Dari bencana banjir tersebut
muncul sebuah narasi “Kalau kita tidak menanam, untuk apa
melawan?” Akhirnya, kelompok anak muda Santan yang bertani
pun dibentuk dengan nama Tani Muda Santan (TMS). Anak muda
yang tergabung dalam TMS sebenarnya juga adalah bagian
dari upaya untuk mematahkan stigma bahwa bertani itu adalah
pekerjaan kotor dan tidak menjanjikan untuk masa depan. Narasi
yang kencang di Desa Santan adalah yang punya masa depan itu
adalah bekerja di perusahaan tambang batu bara dengan pakaian
rapi. Ide ini sebenarnya juga berasal dari perjalanan masa lalu
di kampung, dulu anak muda hampir seluruhnya bertani. Oleh
karena itu, TMS adalah gagasan anak muda yang memilih kembali
ke kampung halaman. Mereka bergerak untuk mengembalikan
kejayaan pertanian lokal sebagai alat perjuangan untuk menahan
laju daya rusak pertambangan batu bara terhadap kampung demi
menjaga keberlangsungan tanah dan air.
24 JATAM, PT Indominco Mandiri Tak Cukup Hanya Didenda 2 Miliar, 3 September 2018,
diakses dari https://www.jatam.org/2018/03/2018/08/pt-indominco-mandiri-tak-
cukup-hanya-didenda-2-miliar/
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 45
FESTIVAL SUNGAI SANTAN: MENYATUKAN KEPINGAN
INGATAN YANG HILANG
Festival Sungai Santan diselengarakan oleh TMS pada Desember
2018 dengan tema ‘’Menyatukan Kepingan Ingatan Yang Hilang’’.
Acara ini digelar di Dusun Kampung Masjid, Desa Santan Tengah
yang merupakan upacara perayaan kebudayaan dan tradisi warga
yang hidup dalam DAS Santan. Festival Sungai Santan adalah
kali pertama diadakannya festival sepanjang berdirinya Kampung
Santan.
Perubahan-perubahan drastis yang dirasakan oleh warga Santan
ini adalah latar belakang dari diadakannya Festival Santan.
Festival Sungai Santan bertujuan untuk mengembalikan ingatan
sosial ekologis warga Santan untuk tetap menjaga kampung dari
kerusakan lingkungan. Selanjutnya, festival ini adalah wahana
edukatif untuk membuka wawasan tentang tradisi leluhur
warga lewat aliran Sungai Santan untuk membangun semangat
persatuan lewat pertemuan budaya pesisir dan hutan. Pesan yang
ingin disampaikan adalah perlawanan terhadap pemerintah dan
perusahaan agar mereka tidak semena-mena merusak Sungai
Santan dan membiarkan warga yang hidup di bantaran sungai
menderita. Pesan tersebut disampaikan lewat media tarian, puisi,
serta permainan tradisional yang ditampilkan di festival. 25

Foto 29: Pembukaan Acara Festival Sungai Santan oleh Ketua Panitia, Romiasnyah,
yang Mengusung Tema Penyatuan Kepingan Ingatan yang Hilang

25 Wawancara dengan Romiansyah, ketua panitia Festival Sungai Santan yang pertama, 9
Agustus 2019.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 46
Berbagai kegiatan yang dilakukan di festival ini adalah simbol yang
mengusung makna sungai, tanah, hutan dan manusia sebagai
kesatuan ekosistem. Upaya untuk mengingat dan mengajarkan
warga bahwa bertani, melaut, mencari ikan di sungai senantiasa
dilakukan oleh leluhur warga Santan. Para leluhur dalam mencari
penghidupan senantiasa mempertimbangkan kelestarian dan
keberlanjutan lingkungan hidup. Beberapa rangkaian yang
dilakukan dalam festival adalah ziarah ke makam tokoh pendiri
kampung, susur Sungai Santan, dan pertunjukkan tradisi lokal.
Walaupun festival hanya diadakan beberapa hari, tapi aktivitas-
aktivitas warga secara komunal masih dilanjutkan.

Foto 30: Sebelum pembukaan acara Festival Sungai Santan, Warga


Berziarah ke Makam Sesepuh Kampung yaitu K.H.Muhammad
Shaleh

Foto 31: Setelah Melakukan Ziarah kubur di Makam Pembuka Kampung yang
Dilanjutkan dengan Kegiatan Susur Sungai Santan dari Muara hingga ke Hulu
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 47

Foto 32: Warga Santan Menyusuri Sungai Santan dengan Menggunakan Kapal
Nelayan

Foto 33: Penampilan Pemain Musik Hadroh di Festival Sungai Santan dari Warga
Desa Santan Ulu
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 48

Foto 34: Tarian Paduppa yang Berasal Sulawesi Selatan juga Ditampilkan Pada
Saat Pembukaan Acara Festival

Foto 35: Engrang, Salah Satu Permainan Tradisonal yang Mulai Terlupakan oleh
Anak-anak Desa Santan, Kembali Dimainkan Saat Festival
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 49

Foto 36: Sumpit, Senjata Tradisional Suku Asli Kalimantan Timur, Digunakan
untuk Berburu Binatang di Hutan. Sumpit Dimainkan Suku Kutai dari Desa Santan
Ulu pada Festival

Foto 37: Lomba Pembuatan Tempat Bertelur Ayam Kampung yang Bahannya
dari Daun Kelapa
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 50

Foto 38: Pertunjukan Musik Tradisonal Suku Bugis Mapadeko; musik ini Dimainkan
6 (enam) Orang dengan Cara Memukul Lesung Kayu. Dulu, Musik ini Dimainkan
Jika Musim Pasca Panen Padi Tiba dan juga Sebagai Alat Pengusir Hama Tikus

Foto 39: Penampilan Tarian Jepen Kutai yang Merupakan Tarian Khas Kaltim
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 51

Foto 40: Warga Desa Santan Memadati Acara Festival Sungai Santan untuk
Melihat Pagelaran Budaya yang Ditampilkan

MENGHIDUPKAN KEMBALI MINYAK KELAPA SANTAN


Kelapa merupakan tanaman asli Indonesia dan dulu pernah
jadi tumpuan hidup banyak petani sejak zaman kolonial hingga
sekitar 1970an. Desa Santan, salah satu daerah penghasil kelapa
di Kabupaten Kutai Kartanegara, dari tahun 1960an warga sudah
mulai menanam pohon kepala karena dianggap punya potensi
ekonomi yang menjanjikan untuk masa depan warga Santan. Sekitar
tahun 1980-1990an adalah masa kejayaan kelapa di desa santan,
menurut Zainuddin T (60) mantan bos atau juragan kapal yang
disebut pamude atau orang yang akan ke Kota Samarinda. Waktu
itu, dia bisa membawa buah kelapa sekitar 10.000-15.000 biji dan
kopi sampai 1 ton perminggunya. Bahkan, ada puluhan kapal yang
selalu membawa hasil pertanian warga santan untuk dipasarkan
ke Kota Samarinda. Pada masa itu, banyak warga Santan yang
naik haji dan mempunyai gigi emas karena hasil perkebunan buah
kelapa dan kopi. Satu kepala keluarga dengan satu hamparan
kebun dapat memanen 40.000 sampai 50.000 buah kelapa, di
masa inilah warga Santan merasakan kejayaan dari hasil pertanian
kelapa yang ditumpang sari dengan tanaman kopi.26

26 Wawancara dengan Zainuddin T, mantan juragan kelapa, pada 5 juli 2019


BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 52
Petani di Desa Santan tadinya memanfaatkan buah kelapa untuk
diolah menjadi minyak goreng. Akan tetapi, pola konsumsi
warga yang bergeser dengan mengkonsumsi minyak goreng
sawit industri membuat pengolahan minyak kelapa ditinggalkan.
Pola ketergantungan warga dengan pasar akibat menggunakan
minyak sawit mulai disadari oleh sekelompok warga Santan yaitu
kelompok Tani Muda Santan. Tani Muda Santan mulai belajar
kembali cara-cara mengolah kelapa menjadi minyak kelapa dan
mendokumentasikan kegiatan tersebut. Mereka berupaya untuk
melakukan kampanye di media sosial agar dapat memantik minat
warga Santan untuk kembali membuat minyak kelapa untuk
memenuhi konsumsi dapur rumah tangga. Tani Muda Santan juga
membangun relasi di luar desa untuk memasarkan produk olahan
minyak kelapa dari Desa Santan. Selama ini, petani hanya menjual
langsung hasil panen kelapa yang harganya masih dimainkan oleh
tengkulak. Tani Muda Santan terus mendorong agar petani dapat
berkereasi dan berinovasi untuk memperluas olahan turunan buah
kelapa agar dapat meningkatkan pendapatan petani.

Foto 41: Terlihat Kelompok Tani Muda Santan sedang Melakukan Pengupasan
Kulit Kelapa yang Disebut dengan Bahasa lokal adalah Mabajji
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 53

Foto 42: Pemerasan Daging Buah Kelapa yang Sudah Diparut untuk Diambil
Santannya. Setelah Itu Air Santan Kelapa Difermentasi Selama 12 jam

Foto 43: Proses Memasak Air Santan Kelapa yang Sudah Difermentasi, Biasanya
Butuh 6 Jam untuk Menjadi Minyak Kelapa
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 54

Foto 44: Minyak Kelapa Tani Muda Santan yang Sudah Dikemas dan Siap
Dipasarkan

Kelompok Tani Muda Santan tidak hanya laki-laki kampung yang


bergerak untuk menguatkan ekonomi tanding warga, tapi juga
melibatkan perempuan di Desa Santan. Berangkat dari realita
daya rusak pertambangan terhadap perempuan, perempuan-
perempuan di Desa Santan juga aktif dalam berpartisipasi bersama
Tani Muda Santan. Perempuan-perempuan Santan berusaha
untuk meningkatkan perekonomian rumah tangga mereka
yang tidak berbasis dari pertambangan batu bara agar mereka
dapat bertahan dan keluar dari krisis sosial dan ekologis akibat
pertambangan batu bara. Konsep yang dilakukan oleh Tani Muda
Santan adalah memadukan pengembangan ekonomi lokal yang
berbasis penyadaran ekologis.
Tani Muda Santan membuka komunikasi dengan pihak kepala
desa setempat agar dapat mendorong kelompok perempuan
untuk berkiprah pada pengembangan sektor olahan pertanian dan
mencapai kesepakatan Kampung Santan menjadi kampung talas.
Langkah ini sebagai mitigasi warga Santan untuk menghadapi
bencana banjir yang berkepanjangan karena anaman talas diyakini
dapat beradaptasi dengan kondisi banjir. Selain itu, diadakan juga
pelatihan pembuatan keripik talas yang dilaksanakan bersama
dengan jaringan korban tambang batu bara di Kaltim, Kelompok
Wanita Tani Dewi Sartika, dan Tim Kerja Perempuan dan Tambang
(TKPT).
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 55

Foto 45: Pelatihan Pembuatan Dodol dan Kripik Talas Kelompok Perempuan
Santan

Foto 46: Olahan Talas yang Dijadikan Kripik

Selain mengolah keripik dan minyak kelapa, Tani Muda Santan dan
ibu PKK Desa Santan belajar bersama untuk mengolah minyak
kelapa menjadi sabun mandi. Sabun mandi ini adalah sabun
herbal yang berbahan dasar dari bahan alami yang ada di sekitar
Desa Santan. Saat praktik untuk belajar membuat sabun kelapa,
ibu-ibu yang hadir sangat antusias dalam mengikuti pelatihan
tersebut. Kegiatan pelatihan ini bekerja sama dengan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LMP) Desa Santan Tengah, Kedai
JATAM dan Tim Kerja Perempuan dan Tambang (TKPT). Langkah
ini adalah untuk mempertahankan produk lokal minyak kelapa
yang diproduksi langsung oleh warga.
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 56

Foto 47: Pelatihan Pembuatan Sabun Mandi dari Bahan Utama Minyak Kelapa
yang Dihadiri oleh Kelompok Perempuan Desa Santan

Foto 48: Hasil Pembuatan Sabun Mandi dari Minyak Kelapa yang Dibuat oleh
Kelompok Perempuan Desa Santan

Foto 49: Perkebunan Kelapa Warga di Dusun Handil 3 (tiga) Desa Santan Tengah
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 57

Foto 50: Petani Desa Santan sedang Mengupas Kulit Kelapa

Foto 51: Ketika Musim Hujan, Warga Biasanya Membawa Hasil Panen kelapa
Mereka dengan Menggunakan Sampan Kecil Menuju Jalan Raya Tempat Pengepul
untuk Menjemput Hasil Panen
BAB II
Menyembuhkan Sungai dan Menyatukan Kepingan Ingatan yang Hilang 58

Foto 52: H. Ramang, Warga Santan, sedang Mengeringkan Kelapa untuk Dijadikan
Kopra. Kopra Diolah dari Kelapa Ukuran Kecil oleh Warga Dusun Handil Tiga,
Desa Santan Tengah
59
BAB III

CERITA DARI LONG LOREH:


HARAPAN DAN TANTANGAN DARI EKONOMI SUNGAI
DAN HUTAN MALINAU

KABUPATEN MALINAU SEBAGAI KABUPATEN


KONSERVASI
Kabupaten Malinau, dikelilingi dengan hutan dan juga hulu dari
enam sungai, seperti Sungai Malinau, Sungai Kali Marau, Sungai
Sesayap, Sungai Mahakam, Sungai Sembakung, dan Sungai
Simangeris. Sebagai daerah hulu sungai, Kabupaten Malinau
merupakan daerah yang harus dikonservasi, mengingat fungsinya
sebagai penjaga keseimbangan ekosistem alam bagi daerah
bawahan (hilir).27 Malinau memiliki hutan yang luas dengan kondisi
yang masih prima, sehingga salah satu kawasan hutan bernama
Taman Nasional Kayan Mentarang (TKMN) disebut sebagai jantung
Borneo (the heart of Borneo). TKMN ditetapkan pertama kali pada
tahun 1980 sebagai Cagar Alam oleh Menteri Pertanian Indonesia.
Kemudian pada tahun 1996, atas desakan masyarakat lokal (adat).
Kawasan ini diubah statusnya menjadi  taman nasional  agar
kepentingan masyarakat lokal dapat diakomodasi. TNKM memiliki
kawasan hutan primer dan sekunder tua terbesar yang masih
tersisa di Pulau Borneo dan kawasan Asia Tenggara. Nama Kayan
Mentarang diambil dari dua nama sungai penting yang ada di
kawasan taman nasional, yaitu  Sungai Kayan  di sebelah selatan
dan Sungai Mentarang di sebelah utara.

27 Eddy Mangopo Angi, Kresna D. Sentosa, et al., Kebijakan Kabupaten dari Perspektif
Daerah dan Masyarakat, Studi Kasus Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, (Balikpapan:
Topenbos International Indonesia Programme, 2009), hlm.9.
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 60
Kabupaten Malinau ditetapkan menjadi kabupaten konservasi
pada 5 Juli 2005 dengan berbagai pertimbangan. Pertama,
karakteristik wilayah Malinau didominasi oleh kawasan dataran
tinggi dan merupakan hulu-hulu sungai besar di Kaltim dan
Kaltara. Kedua, Kabupaten Malinau didominasi dengan kawasan
hutan primer dari berbagai strata dan tipe hutan. Ketiga, hutan
di Malinau adalah hutan primer yang masih tersisa di Kalimantan.
Keempat, keterikatan masyarakat dengan hutan masih sangat
tinggi. Terakhir, adat istiadat dan budaya masyarakat lokal yang
erat kaitannya dengan hutan.28 Walaupun sudah ditetapkan sebagai
kabupaten konservasi, nyatanya Kabupaten Malinau memiliki 32
IUP batu bara. Empat di antaranya berada di hulu Sungai Malinau.

SEJARAH LONG LOREH


Bagi suku Dayak, kata long artinya adalah sungai, ini adalah
latar belakang nama-nama desa yang diawali dengan kata long.
Beberapa desa di Kabupaten Malinau adalah salah satunya, antara
lain seperti Long Loreh, Long Jalan, Long Uli, dan Long Rat. Desa-
desa tersebut letaknya berada di pinggiran sungai. Sebagian
besar Suku Dayak yang berada di Kalimantan memiliki hubungan
erat dengan sungai, begitu juga yang berada di Malinau. Mereka
menggunakan air sungai untuk mandi, masak, minum, cuci pakaian,
serta cuci perabotan rumah tangga dan rumah. Penghidupan
warga Long Loreh juga bergantung pada Sungai Malinau. Mereka
menjala ikan, udang, bubuh, dan siput yang hasilnya sebagian
dijual dan sebagian lagi untuk konsumsi rumah tangga. Sungai
juga merupakan media transportasi untuk menuju ke kebun,
ladang serta hutan untuk berburu hingga sampai sekarang.
Pada tahun 1972 kelompok suku Kenyah Lepo’ Ke dari Desa Long
Lat hulu Sungai Ngiam Kecamatan Pujungan pindah ke lokasi
Long Loreh dan dipimpin oleh Oko Laway Lerang. Perpindahan
mereka ke lokasi Long Loreh atas persetujuan warga Desa Langap
yang pada waktu itu dipimpin oleh Alang Impang. Pada tahun
1980, kawasan Loreh dibuka oleh pemerintah untuk pemukiman
penduduk.129 Suku Dayak Kenyah, Merap, dan Punan dari hulu
Sungai Malinau, hulu Sungai Bekayuk dan Sungai Bila kemudian
pindah ke kawasan Loreh. Kawasan ini terdiri dari empat desa
yaitu Desa Long Loreh, Desa Pelancau, Desa Sengayan dan Desa
Bilah Bekayuk. Akan tetapi, Desa Bilah Bekayuk hanya sebentar
28 ibid.
29 Laporan Program Pengelolaan Hutan Bersama, Pemetaan desa partisipatif dan
penyelesaian konflik batas. CIFOR,2001. Hal.35
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 61
berada di kawasan pemukiman Loreh kerena mereka direlokasi
oleh pemerintah. Tiga sub-etnis suku Dayak (Kenyah, Merap dan
Punan) menempati Desa Bilah Bekayuk. Pada masa perpindahan
beberapa Suku Dayak ke kawasan pemukiman Loreh ini masih
beraktivitas seperti biasa, melakukan aktivitas di hulu sungai.
Di kawasan Loreh, terdapat desa yang bernama Langap yang
dihuni oleh Suku Merap. Suku Merap sudah tinggal di DAS Malinau
selama 13 keturunan. Awalnya, mereka bermukim di Sungai Merap
yang terletak di hulu Sungai Malinau, berbatasan dengan Sungai
Bahau. Nama sungai ini juga menjadi sebutan untuk suku mereka,
setelah beberapa kali pindah pada akhirnya Suku Merap bermukim
di Desa Langap, sampai sekarang. Semenjak Suku Merap bermukim
di daerah Sungai Malinau, mereka memiliki hubungan khusus
dengan Suku Punan yang merupakan sekutunya apabila terjadi
serangan atau perang dengan suku lain. Sedangkan, Suku Merap
membantu Suku Punan apabila mereka mengalami kekurangan
pangan. Sejak lama Suku Merap dapat menunjang penghidupan
mereka dari hasil sarang burung walet di gua.
Masyarakat Punan di Desa Pelancau, Metut dan Long lake
mempunyai hubungan keluarga. Dalam perjalanan hidupnya,
masyarakat Desa Pelancau sering berpindah-pindah tempat untuk
mendapatkan lahan pertanian yang subur. Diperkirakan orang
Pelancau bermukim di Kuala Sungai Pelancau sekitar 1920-an
karena pemerintah kolonial Belanda menyarankan mereka untuk
bermukim dan membangun sebuah desa. Pada 1960-an, mereka
pindah ke Sungai Lubung, lalu pada 1971 mereka pindah lagi ke
Sungai Bengawat. Di Sungai Bengawat mereka bercampur dengan
orang Metut. Orang Pelancau berselisih dengan Metut dan mereka
pun berpencar. Pada tahun 1982 sekelompok orang Pelancau
pindah ke lokasi Loreh dan sebagian lagi pindah ke Limpak sampai
akhir tahun 1990-an.
Namun, ada yang berubah ketika pemerintah daerah meminta
suku Dayak yang ada di pemukiman Loreh ini untuk belajar bertani
(ladang), kebiasaan mereka yang dahulu mulai terkikis. Yang
dulunya laki-laki terbiasa untuk berburu sudah mulai berubah jadi
bertani atau berladang, maupun berkebun. Keseharian mereka
dihabiskan untuk berladang atau berkebu sehingga waktu berburu
berkurang drastis. Begitu juga dengan kegiatan menjala ikan yang
lama-kelamaan semakin berkurang.
Perubahan-perubahan lainnya terjadi ketika perusahan
pertambangan batu bara masuk ke kawasan Loreh. Perusahaan
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 62
batu bara melakukan pembukaan lahan terhadap hutan rimba
milik warga Loreh untuk dijadikan tempat produksi batu bara. Satu
persatu perusahaan tambang batu bara masuk dan melakukan
pembukaan lahan besar-besaran serta produksi batu bara. Aktivitas
pertambangan sampai dengan pengangkutan hasil produksi batu
bara dari kawasan loreh dengan menggunakan jalur angkut batu
bara menuju ke jeti. Kemudian, baru bara diangkut oleh tongkang-
tongkang dan didistribusikan ke wilayah lain di Indonesia maupun
luar negeri.
Parahnya, ketika proses dari aktivitas pertambangan batubara
perusahaan tambang ini melakukan pembuangan limbah dengan
tidak sengaja dan sengaja sehingga mencemari air Sungai Malinau
yang digunakan oleh warga yang tinggal di pinggir Sungai Malinau
dari hulu sungai sampai ke hilir Sungai Malinau. Air sungai tidak
bisa digunakan untuk dikonsumsi, tetapi air sungai tetap menjadi
air baku yang digunakan oleh warga Malinau. Untuk warga di
Loreh, air sungai akan digunakan dengan sangat terpaksa apabila
tidak ada air hujan yang ditampung, air PDAM yang tidak mengalir
ataupun tidak bisa membeli air bersih karena tidak memiliki uang.
Sebagian besar penduduk Desa Long Loreh hidup dari hasil
pertanian ladang dan sawah. Penduduk Long Loreh asli merupakan
suku Dayak (Kenya, Merap dan Punan) yang mata pencaharian
utama adalah bertani, sehingga lahan yang digarap untuk setiap
keluarga membutuhkan lahan yang luas. Bergabungnya empat
desa di lokasi Long Loreh menimbulkan masalah keterbatasan
lahan pertanian yang berdampak pula terhadap masalah batas
wilayah desa. Sehingga warga Loreh meminjam lahan kepada
warga Langap lewat Impang selaku kepala suku yang menjadi
petua. Warga Desa Loreh diizinkan oleh warga Desa Langap untuk
membuat ladang di daerah Langap dengan pengertian pinjam
pakai lahan. Akan tetapi, sebagian warga Loreh menanam tanaman
keras setelah membuat ladang di lahan yang di pinjam. Petani
Long Loreh yang sudah menanam tanaman keras ingin agar lahan
tersebut masuk wilayah Desa Long Loreh, sedangkan menurut
warga Langap kesepakatan mereka hanyalah meminjamkan lahan
untuk berladang.30
Permasalahan batas timbul setelah ada ganti rugi atas lahan warga
yang diberikan oleh perusahaan batu bara. Pada tahun 1994,
sebuah perusahaan pertambangan batubara mulai beroperasi di
daerah Long Loreh dan mereka berunding dengan warga tentang
pembebasan lahan, terutama lahan pertanian (bekas ladang

30 Pemetaan desa partisipatif dan penyelesaian konflik batas, CIFOR 2001


BAB III
Cerita Dari Long Loreh 63
dan kebun buah-buahan). Perkembangan pembayaran ganti
rugi atas tanah serta pengetahuan tentang potensi batu bara di
daerah batas Long Loreh-Langap meningkatkan konflik tentang
penguasaan lahan dan letak batas antara kedua desa. Batas desa
yang disepakati pada tahun 1975, yaitu di tengah-tengah Tanjung
Batu Ladu, bergeser ke hilir di pohon durian merah, di sisi kiri
dan kanan Sungai Malinau. Masalah baru muncul akibat adanya
investor yang datang menggarap kayu di wilayah Desa Long
loreh. Penawaran oleh perusahaan ini dilakukan kepada sebagian
desa. Pada awalnya, warga Long Loreh mempunyai kesepakatan
bahwa wilayah desa tidak perlu dibagi kerena dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama. Hanya lokasi-lokasi untuk perladangan
dibagikan untuk masing-masing desa. Namun, ada penawaran
perusahaan, maka salah satu desa yang menginginkan pembagian
wilayah desa. Akhirnya, disepakati bahwa wilayah desa lebih baik
dibagi menjadi empat.
Penyelesaian batas Desa Langap dengan Desa Long Loreh
dilakukan melalui musyawarah yang dilakukan oleh tokoh
masyarakat kedua desa. Musyawarah batas ini dilakukan sebanyak
lima kali. Musyawarah pertama dilakukan pada tanggal 27 Februari
1975 di Desa Langap yang dihadiri oleh kepala desa adat se-Sungai
Malinau dan ketua-ketua adat Desa Long loreh. Musyawarah ini
menghasilkan kesepakatan bahwa batas ditempatkan di tenah-
tengah Tanjung Batu Ladu, kiri dan kanan Sungai Malinau ke
darat melintang. Kemudian, batas desa itu mengalami perubahan
sebanyak dua kali atas permintaan warga Desa Long Loreh
dengan alasan lahan perladangan sudah melewati batas desa
yang disepakati.
Setelah perusahaan batu bara masuk, kedua desa ini mengadakan
musyawarah kembali tentang batas desa di Desa Langap pada
1998. Hasil musyawarah itu belum bisa diterima oleh warga Long
Loreh. Dengan adanya kegiatan pemetaan desa partisipatif yang
difasilitasi oleh tim pendamping timbul lagi dorongan yang
kuat dari masyarakat kedua desa untuk segera menetapkan
batas administrasi desa yang jelas. Pada januari 2000, kedua
desa melakukan musyawarah kembali di Desa Long Loreh yang
dihadiri oleh kepala adat besar se-Sungai Malinau yaitu Impang
Alang dan tokoh-tokoh masyarakat di kedua desa. Musyawarah
ini menetapkan batas administrasi Desa Long Loreh dengan Desa
Langap di pohon durian merah di sepanjang sisi kiri dan kanan
Sungai Malinau, dengan pengertian hanya batas administrasi desa.
Sedangkan, masalah lahan perladangan dan kebun warga Desa
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 64
Long Loreh yang terlanjur masuk dalam wilayah Desa Langap
tetap menjadi lahan perladangan dan kebun milik warga Desa
Long Loreh.

MASUKNYA INDUSTRI EKSTRAKTIF DI LONG LOREH


Sebelum batu bara masuk ke wilayah Kalimantan Utara, termasuk
Malinau, wilayah ini sudah diekstraksi kayu-kayunya (atau dikenal
dengan era logging). Fenomena ini terjadi di berbagai titik di
Kalimantan, tidak hanya di Malinau, baru kemudian industri kayu
hancur dan berubah bentuk menjadi industri pertambangan batu
bara. Awal masuknya pertambangan batu bara adalah pada tahun
1994, yang kemudian menjadi empat konsesi pertambangan
batu bara di hulu Sungai Malinau hingga sekarang. Nama empat
perusahaan pertambangan di hulu Sungai Malinau atau kawasan
Loreh adalah PT Baradinamika Muda Sukses (BDMS), PT Mitrabara
Adiperdana (PT MA), PT KPUC dan PT Artha Marth Naha Kramo
(AMNK). PT BDMS dan MA berada di bawah satu perusahaan yaitu
Baramulti Grup.
Pembongkaran batu bara di kawasan Loreh bukannya tidak
ada perlawanan dari warga. Warga Loreh -yang berada di hulu
Sungai Malinau- bersama dengan warga hilir Sungai Malinau
sudah beberapa kali protes. Mereka pernah protes di perusahaan,
yakni di kawasan Loreh, dan pernah juga protes di depan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malinau. Salah satu
perlawanan warga yang terbilang besar adalah pada Juli 2017 lalu
yang akan dibahas pada sub-bab perlawanan warga Loreh.
Adat istiadat yang ada di dalam suku Dayak tidak bisa dihilangkan,
ini merupakan warisan nenek moyang yang terus menerus
diwariskan kepada generasi demi generasi suku Dayak. Adat selalu
menjadi paling terdepan ketika terjadi suatu masalah, baik itu
kasus ringan maupun kasus berat. Akan tetapi, pertambangan batu
bara sulit untuk ditolak oleh warga karena berbagai hal. Sebagian
besar warga Loreh tidak dihadirkan dalam sosialisasi AMDAL
serta tidak ada pemberitahuan lebih lanjut mengenai daya rusak
pertambangan. Tidak semua warga dilibatkan dalam pengambilan
keputusan, hanya elite-elite lokal saja yang mendapatkan
keuntungan dari perusahaan yang mengambil keputusan.
Sebelum hadirnya tambang, kondisi lingkungan di Loreh asri
karena masih banyak pepohonan di sekeliling lokasi ini, ketika hadir
tambang mulai merusak lingkungan yang menyebabkan kondisi-
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 65
kondisi yang memprihatinkan terjadi. Udara yang dihirup menjadi
tidak sehat karena debu jalur angkut batubara yang mengangkat
batu bara ke muara mondar mandir setiap hari. “Iya, tiap hari
selalu ada pasien yang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Atas),” tutur Jodi selaku salah satu tenaga kesehatan di Loreh.
Menurutnya, penyebab ISPA adalah dari debu batu bara yang
berterbangan dan masuk ke wilayah Desa Loreh. Suhu di Loreh
pun menjadi lebih panas akibat adanya pertambangan batu bara.
Selain ISPA, kondisi air sungai juga sangat memprihatinkan.
Sungai merupakan target utama dari perusahaan batu bara untuk
membuang limbah. Warga Loreh telah lama tahu kalau perusahaan
batu bara yang berada di hulu DAS Malinau membuang limbah
ke aliran sungai yang airnya dikonsumsi oleh warga. Utamanya
bagi mereka yang hidup sepanjang DAS Malinau, dari hulu ke hilir,
terkena dampak langsung dari pembuangan limbah perusahaan
batu bara tersebut.

Foto 53: Warga yang Sedang Mencuci di Sungai Malinau

Berdasarkan tuturan warga yang sedang mencuci baju di Sungai


Malinau, mereka membatasi air PDAM hanya untuk memasak dan
minum. Sedangkan, untuk keperluan mencuci lebih baik memakai
air sungai walaupun sudah tercemar. Air sungai keruh akibat
pencemaran batu bara, sehingga sulit digunakan untuk mandi
dan memancing. Ikan pun sudah turun drastis, bahkan sering kali
mereka tidak dapat ikan di Sungai Malinau. Kalaupun ada ikan
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 66
sudah sulit untuk dikonsumsi karena sudah tercemar air limbah.31
Desa Seturan Baru berada di dataran tinggi, lahan tersebut telah
dipersiapkan oleh PT KPUC. Lokasi Desa Seturan Lama sudah
masuk dalam konsesi KPUC, sehingga mereka dipindahkan.
Berdasarkan kesaksian salah satu warga, dia tidak tahu kalau tanah
desanya dijual ke KPUC karena mereka taunya hanya dipindahkan
saja. Desa Seturan Baru berjarak 15 menit dari Desa Seturan Lama
dan jalan yang dilalui penuh dengan debu. Desa Seturan Lama
yang sudah ditinggalkan secara paksa oleh warga masih berbentuk
pemukiman dengan berbagai tanaman buah-buahan, bumbu, dan
bunga yang masih ada. Desa ini belum dibongkar oleh perusahaan
tapi sudah ditinggalkan oleh warga sejak tahun 2018.
Desa Seturan Baru berbeda dengan Desa Seturan Lama karena
desa asal mereka dikelilingi hutan. Sedangkan, di desa yang baru
tidak ada pohon di sekitar rumah dan tanahnya berbatu sehingga
sulit untuk ditanami.32 Begitu juga dengan aktivitas keseharian
mereka, tadinya mereka biasa pergi ke kebun dan ladang, tapi
sekarang hanya sedikit warga yang memiliki lahan pertanian di
sekitar pemukiman. Dengan dipindahkannya warga Desa Seturan,
mereka tidak hanya kehilangan relasi dan memori sosial dengan
tanah dan air di desa yang lama, mereka pun kehilangan lahan
pertanian dan perkebunan milik mereka.
Sebelum masuknya perusahaan tambang batu bara, hutan yang
berada di sekeliling Desa Loreh dan sekitarnya masih lebat dan
ada bagian kecil dari hutan rimba untuk dijadikan tempat bercocok
tanam dan berkebun. Sayur-sayuran hutan seperti rebung yang
diambil dari tunas bambu, umbut yang digunakan untuk campuran
daun singkong atau dijadikan sambal, bunga umbut serta buahnya
juga dapat dikonsumsi. Tidak hanya tumbuhan, tapi juga hewan
buruan mudah untuk ditangkap sebagai sumber protein. Hasil
buruan juga dapat diperjualbelikan untuk pemasukan warga.
Masuknya perusahaan tambang batu bara memangkas hutan
secara drastis, perkebunan dan membuat hutan dipangkas habis
untuk melakukan aktivitas pertambangan batubara. Hasil ladang,
hasil kebun dan hasil hutan sudah berkurang bahkan menurun
drastis. Tanaman padi, lombok, merica menjadi rusak yang
dihasilkan hanya sedikit karena debu pengangkutan batu bara
sehingga menghambat pertumbuhan tanaman-tanaman tersebut.

31 Wawancara dengan Rani 4 Juni 2019


32 Wawancara dengan nenek ipo
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 67

Foto 54: Ladang dan Kebun yang Bersebelahan dengan Jalan Angkut Batu Bara

Sesudah adanya tambang, ada lahan pertanian yang terkena


bagian dari kawasan konsesi tambang, sehingga membuat mereka
untuk membuka lahan baru ditempat yang baru dan kemudian
memiliki waktu yang sangat sedikit untuk melakukan pekerjaan di
ladang dan di kebun karena keterbatasan waktu tetapi menguras
tenaga. Mereka memerlukan waktu yang lebih banyak dan terjadi
ketergantungann dengan perusahaan tambang karena mereka
disediakan truk untuk menjemput dan mengantar warga. Setiap
pagi mereka bertemu di titik kumpul lalu diangkut dan dibalikkan
pula di titik yang sama. Hal ini mengatur ruang gerak warga dalam
berkebun dan tidak menjadi leluasa seperti sedia kala.
Sepanjang jalan angkut batu bara yang ada beroperasi di Loreh
terdapat lahan perkebunan dan ladang milik warga Desa Loreh.
Perjalanan dari Desa Loreh menggunakan kendaraan bermotor
menuju lokasi ini sekitar 40 menit. Lahan milik warga yang berada di
area ini adalah yang terdekat dari pemukiman. Selain itu, ada lahan
perkebunan dan ladang milik warga Loreh yang harus ditempuh
dengan jarak 1 jam sampai dengan 2 jam jika menggunakan
kendaraan motor maupun kendaraan roda empat.
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 68

Foto 55: Hasil Panen Warga Loreh

Foto 56: Warga Loreh yang Sedang Berkebun


BAB III
Cerita Dari Long Loreh 69

Foto 57: Perkebunan Warga Loreh

Sayuran-sayuran yang ditanam di lahan perkebunan yang


bersebelahan dengan jalan angkut baru bara menghasilkan panen
yang lebih sedikit. Selain itu, kualitasnya pun berbeda dengan yang
tidak berada di dekat jalur angkut pertambangan. Dampaknya
terlihat pada tomat yang baru dipanen bertekstur keras dengan
warna jingga pudar karena debu. Kalau masuk musim kemarau,
pertumbuhan tomat pun menjadi lebih sulit. Terung yang ditanam
juga hanya sebagian yang tumbuh karena sebagian lagi mati akibat
bunga terung yang tertutup debu sehingga layu dan mati. Tanaman
lombok pun mengalami pertumbuhan yang sama dengan terung,
sehingga hasil panennya sedikit. Sehingga, tanaman lombok sulit
untuk dijual karena hasilnya yang tidak bagus, maka sering kali
membusuk di rumah-rumah warga tanpa ada yang membeli.33
Pesta panen yang tadinya dilakukan oleh desa-desa sepanjang
DAS Malinau dua tahun sekali pun sudah tidak lagi dilakukan.
Pesta panen disebut dengan istilah lokal ulutuaian dan dilakukan
di dalam gereja oleh seluruh jemaat gereja pasca panen padi, hasil
kebun, hasil buruan ataupun pertanian untuk didoakan bersama.
Setelah itu, makanan akan dimakan bersama-sama seluruh jemaat
gereja yang hadir setelah beribadah. Terdapat pula pesta panen
yang dirayakan oleh suku Kenyah yang mengumpulkan hasil
panen lalu dimasak dan dibawa ke balai adat. Pesta-pesta panen
seperti ini turut menampilkan tarian dari masing-masing desa
guna membangun kebersamaan antardesa. Pesta panen diadakan
secara bergantian di berbagai desa.

33 Wawancara Nenek Oba


BAB III
Cerita Dari Long Loreh 70
Akan tetapi, peseta panen yang juga merupakan medium untuk
warga saling berkumpul, bertukar cerita serta mempererat tali
persaudaran sudah pudar sejak 2010 lalu. Jikapun ada pesta panen,
hanya diadakan di satu per satu desa tanpa mengundang desa-
desa lainnya. Hal ini dikarenakan kurangnya kontribusi dari desa-
desa lain sehingga sudah tidak diadakan lagi dan masing-masing
desa sudah memiliki acara sendiri ataupun sibuk. Di Desa Long
Loreh sendiri, untuk kegiatan seperti pesta panen yang diadakan
di balai adat juga melibatkan perusahaan tambang batu bara yang
beroperasi di Loreh sebagai pemberi sumbangan berupa uang
sebagai bentuk partisipasi hadirnya tambang di Loreh.

HASIL HUTAN YANG DIOLAH OLEH WARGA LOREH


Relasi hutan dengan warga Loreh tidak dapat dihilangkan karena
hutan merupakan bagian dari proses aktivitas kehidupan dari
Suku Dayak, yang merupakan mayoritas dari warga Loreh. Hutan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti berburu
yang hasil buruannya dapat di konsumsi dan dijual sehingga uang
nya dapat digunakan untuk membeli peralatan rumah tangga
ataupun uang sekolah anak-anak mereka. Di hutan juga terdapat
rotan yang dapat menghasilkan kerajinan tangan untuk dijual dan
digunakan sendiri, ada daun yang dapat digunakan sebagai bahan
untuk membuat topi serta tas gendong yang dapat digunakan ke
ladang. Juga ada akar pohon yang bisa digunakan untuk obat-
obatan penawar racun dan ada pohon-pohon yang digunakan
untuk membuat rumah dan ukir-ukiran sebagai hiasan dan tradisi
adat istiadat dari Suku Dayak.

Foto 58: Ukiran yang Terbuat dari Batang Pohon Ulin


BAB III
Cerita Dari Long Loreh 71
Batang pohon diambil dari hutan yang berada di kawasan Loreh
berasal dari pohon ulin. Batang kayu ulin diukir dengan ukiran
khas Dayak yang dipakai untuk tugu dan digunakan sebagai
gerbang yang menyatakan ‘selamat datang’ di Loreh. Warga biasa
mengukir untuk hiasan rumah, untuk rumah adat, gapura serta
untuk diperjualbelikan.

Foto 59: Daun Sang

Selain kayu ulin, ada pula tanaman bernama daun sang. Daun
sang dapat ditemukan di hutan rimba dan memerlukan waktu satu
harian untuk mendapatkannya karena jaraknya yang berpencar
antara satu dengan lainnya. Daun sang digunakan untuk berbagai
macam kerajinan tangan dan diolah menjadi topi untuk melindungi
dari panasnya matahari saat di ladang, sawah ataupun kebun. Cara
mengambil daun sang adalah dengan menunggu daunnya tumbuh
lebar dan agak tua. Hasil olahan dari daun sang menjadi sa’ung
biasa dijual oleh warga Loreh.

Foto 60: Sa’ung


BAB III
Cerita Dari Long Loreh 72
Cara membuat sa’ung adalah dengan memotong dan membuang
dahan daun sang, kemudian dijemur selama 3 hari. Setelah kering,
daun sang akan dijahit dan dibentuk dengan beragam ukuran.
Proses pembuatan sa’ung memakan waktu selama kurang lebih
dua hari dengan membuat motif dari kain karena plastik saja
tidak cukup dan mudah rusak apabila terkena hujan. Sa’ung bagi
Suku Dayak secara keseluruhan sangat besar manfaatnya, apalagi
orang Dayak yang bertani atau berkebun. Sa’ung merupakan topi
pelindung kepala sekaligus pelindung badan dari sinar matahari.
Cara memakainya adalah diletakkan di kepala lalu diikat karena
setiap sa’ung memiliki tali pengikat agar tidak jatuh ataupun
terbang tertiup angin.

Foto 61: Ingen

Ingen merupakan tas gendong yang terbuat dari rotan yang


berasal dari hutan. Proses pembuatannya memakan waktu sekitar
2-3 minggu tergantung dari besar dan kecilnya ukuran rotan
dan bentuk dari ingen yang dibuat. Biasanya, masyarakat dayak
di Loreh jika mau pergi ke kebun atau ladang membawa ingen.
Semua keperluan dimasukan ke dalam Ingen, terkadang mereka
membawa panci atau air minum dalam dirijen lalu dimasukan
ke dalam Ingen. Ingen mempermudah warga yang membawa
berbagai keperluannya dengan cara digendong daripada jika
menjinjingnya dengan satu tangan. “Kalau saya panen hasil kebun
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 73
kayak terong, saya gendong ingen. Sampai di kebun terong, saya
taruh saja ingen di samping, lalu terongnya saya petik dan tinggal
dimasukkan ke dalam ingen. Kalau sudah penuh saya angkat dan
gendong ke pondok,” imbuh Lili di kebunnya.

Foto 62: Kiba

Kiba terbuat dari rotan yang diambil dari kawasan hutan Loreh
dengan proses pembuatan yang memakan waktu selama sebulan.
Kiba digunakan untuk menggendong peralatan-peralatan yang
besar seperti kayu, sinso, serta alat untuk memotong batang
pohon. Kiba juga digunakan untuk membawa hasil buruan dari
hutan seperti babi hutan yang dimasukkan ke dalam kiba dengan
posisi kepala babi menghadap ke atas untuk mempermudah saat
dibawa pulang. Kiba hampir sama fungsinya seperti ingen, tapi
kiba terbuka sedangkan ingen seluruhnya tertutup. Sehingga,
ingen biasa dipakai untuk membawa barang yang berukuran
kecil, sedangkan kiba tidak demikian karena memiliki ruas dengan
lubang yang agak besar.

Foto 63: Kelo’ Taing


BAB III
Cerita Dari Long Loreh 74
Kelo’ taing terbuat dari daun sang yang berfungsi untuk melindungi
badan bagian belakang dari sinar matahari ketika berada di kebun
atau di ladang. Para petani dan peladang tidak selalu menggunakan
kelo’ taing, karena jika mereka harus menggendong ingen, kelo’
taing tidak akan digunakan. Kalau sedang masa menugal ladang,
kelo’ Taing juga digunakan oleh petani dan peladang karena tidak
menggendong ingen

Foto 64: Bubuh

Selain ingen, kiba, dan kelo taing, warga loreh juga mengolah hasil
hutan non kayu, yang berasal dari bambu, menjadi bubuh. Proses
pembuatan bubuh sekitar satu minggu dan bentuknya beragam
yang dapat dibuat sesuai dengan keinginan. Bubuh digunakan
untuk menangkap ikan dengan meletakannya pada salah satu
aliran air dengan posisi kepala bubuh mengikuti aliran air mengalir
sehingga ikan mudah masuk melalui lubang di bagian bawah.

UPAYA WARGA DALAM MENOLAK PERTAMBANGAN


BATU BARA
Warga Loreh bersama dengan warga yang hidup di hilir serta
hulu DAS Malinau telah beberapa kali melakukan protes terhadap
beberapa perusahaan yang ada di hulu DAS Malinau. Mereka
pernah mendatangi perusahaan, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Malinau, serta kantor bupati. Selama ini, empat
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 75
perusahaan batu bara yang beroperasi di hulu Sungai Malinau telah
berperan besar dalam pencemaran sungai. Salah satu puncak dari
pencemaran adalah pada 4 Juli 2017 lalu, pit Betung milik PT BDMS
jebol dan mencemari dua sungai utama, yakni Sungai Malinau dan
Sungai Sesayap. Sedangkan, PDAM untuk warga sepanjang Sungai
Malinau diambil dari sungai tersebut.
Tingkat kekeruhan air meningkat drastis, hampir 25 kali lipat, dari
25 NTU (nephelometric turbidity unit/NTU) menjadi 1.993 NTU.
Limbah batu bara yang bercampur dengan air sungai berisikan
silika (SiO2), Alumina (Al203), Fero Oksida (Fe203), Kalsium Oksida
(CaO), Magnesium Oksida (MgO), Titanium Oksida (TiO2), Alkalin
(Na2O) dan Kalium Oksida (K2O), Sulfur Trioksida (SO3), Pospor
Oksida (P205) dan Karbon. Warga pun mengambil langkah serius
untuk menanggapi pencemaran. Pada 5 Juli 2017, Elisa Selutan
selaku kordinator dari Forum Pemuda Peduli Malinau (FPPM)
menghubungi empat perusahaan yang berada di hulu DAS Malinau
yakni PT BDMS, PT MA, PT KPUC, dan PT AMNK untuk bertemu
dengan warga yang terdampak. Pertemuan tersebut antara pihak
perusahaan, warga Loreh, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
dan organisasi pemuda. Pertemuan pun dimulai pada siang hari
yang dihadiri oleh Sofyan dan Markus sebagai perwakilan PT
KPUC, Sukanta dan Rasid sebagai perwakilan dari PT BDMS &
MA, Bambang dari PT AMNK, FPPM, KNPI Malinau, LSM Lintas
Sembilan, PPM, YKBM Polri, Karang Taruna Desa Tanjung Lapang,
dan pihak PDAM Apa› Mening Malinau.
Pada 6 Juli 2017, terjadi pertemuan dengan pihak Pemerintah Daerah
Kabupaten Malinau yaitu kepala dinas (kadis) kesehatan, kadis
kesehatan, kadis lingkungan hidup daerah, asisten 3 Kabupaten
Malinau, Pemerintah Provinsi Kaltara yakni staf energi dan sumber
daya mineral (ESDM) Kaltara, kasie penegakkan hukum (gakkum)
dinas lingkungan hidup Kaltara, dan juga anggota komisi 1 DPRD
Kaltara yaitu Listiani Labo, dengan Pihak Perusahaan PT KPUC,
PT BDMS, PT MA, PT AMNK dan juga anggota FPPM. Setelah
pertemuan selesai, FPPM membawa pihak perusahaan agar
menandatangani akta kesepakatan di depan notaris agar menjadi
pegangan yang kuat bagi warga Malinau jika perusahaan kembali
mencemari Sungai Malinau.
Akhirnya, PT AMNK mendapatkan sanksi administratif, PT
KPUC dan PT BDMS mendapatkan teguran keras, dan PT MA
mendapatkan penghentian sementara selama 60 hari kalender
kerja yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Utara.
Namun, sanksi-sanksi tersebut dianggap oleh warga tidak sepadan
BAB III
Cerita Dari Long Loreh 76
dengan yang telah dilakukan oleh perusahaan selama bertahun-
tahun. Warga dipindahkan dari rumah, serta ladang mereka pun
turut dirambah oleh perusahaan sehingga membuat mereka harus
menempuh perjalanan lebih lama, kehilangan mata pencaharian,
bersiasat dalam mencari sumber-sumber air baru, berstrategi
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dan dalam menghadapi
konflik-konflik yang ada di desa yang menetes dari permasalahan
pertambangan yang kemudian merembet ke berbagai masalah
yang dialami oleh warga seperti yang telah dituturkan di atas.
Bagaimanapun juga, warga masih menaruh harapan dengan
Sungai Malinau yang telah menjadi urat nadi kehidupan bagi tak
hanya warga Loreh tapi juga warga ke hilir Malinau. Sehingga,
sumber PDAM pun di berbagai titik masih bersumber dari Sungai
Malinau walaupun telah tercemar. Tidak hanya untuk sumber
air minum, warga juga terpaksa menggunakan air sungai yang
tercemar untuk mencuci karena air bersih digunakan untuk minum
dan makan. Begitu juga dengan hutan di kawasan Loreh, situs
warga untuk mendapatkan sumber protein juga untuk sumber
ekonomi alternatif pun terancam akibat tambang. Namun, warga
tetap menganyam, mengukir, serta mengolah hasil-hasil hutan
yang berkelanjutan dan non pertambangan.

BAB IV
BERKAH KOPI DAN PEMBELAJARAN DARI
DESA TETANGGA
EKONOMI TANDING UNTUK MEMPERTAHANKAN
KEBERLANGSUNGAN DARI ANCAMAN PENGERUKAN
BATU BARA DI DESA RINDU HATI, BENGKULU TENGAH

Desa Rindu Hati telah ada kurang lebih sejak abad ke-15 Masehi.
Nama desa diambil dari perasaan kerinduan keluarga besar
Anak Dalam – seorang Raja Sungai Serut yang merupakan anak
dari Raja Ratu Agung- dan para sahabat terhadap adiknya yang
bernama Putri Gading Cempaka.34 Dalam Bahasa Rejang, perasaan
kerinduan mereka disebut dengan indeu atie yang dibaca duatei.
Indeu atie dalam Bahasa Indonesia adalah Rindu Hati. Tuturan ini
dibuktikan dengan penduduk Rindu Hati sebagian berasal dari
Sungai Limau bergelar Raja dan Siti. Namun, ada versi lain yang
mengatakan bahwa nama Desa Rindu Hati diambil dari salah satu
nama kampung yang berada di Sumatera Barat dekat dengan
Kerajaan Pagaruyung di daerah Batu Sangkat, bernama Saruaso,
yang dalam Bahasa Rejang disamakan dengan duatiea yang
artinya adalah satu rasa dan satu hati. Hampir 60 persen warga
Desa Rindu Hati memiliki darah Sumatra Barat dan bergelar Sultan
dan Encik.35

34 Putri Gading Cempaka adalah anak dari Raja Kerajaan Sungai Serut yang bernama
Ratu Agung yang juga merupakan ayah dari Raja Anak Dalam. Dia adalah anak terakhir
dari tujuh bersaudara, ketujuhnya adalah Kalamba Api atau Raden Cili, Manuk Mincur,
Lemang Batu, Tajuk Rompong, Rindang Papan, Anak Dalam dan Putri Gading Cempaka.
35 Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2016-
2021, hlm 13.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 78

Foto 65: Jalan Masuk Menuju Desa Rindu Hati

Desa yang secara administratif berada di Kecamatan Taba


Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah ini didominasi oleh
Suku Rejang dengan marga Selupu Rejang. Sisanya berasal dari
berbagai daerah yang berbeda seperti Kota Bengkulu, Bengkulu
Selatan, Pulau Jawa, Jambi serta Kota Padang. Desa ini kental
dengan tradisi-tradisi seperti musyawarah, gotong royong serta
kearifan lokal lainnya. Selama ini, eksistensi tradisi-tradisi yang
disebutkan sebelumnya berhasil menghindarkan benturan-
benturan antarwarga.
Desa Rindu Hati pada periode 1931-1944 berada di bawah kepala
desa pertama yaitu M. Ayub. Saat itu, warga Desa Rindu Hati
berpenduduk sekitar 140 kepala keluarga (KK). Pada periode ini,
pemukiman hanya terdapat di pusat desa, belum ada akses jalan
di dalam hutan; akses transportasi menuju Desa Rindu Hati masih
menggunakan jalan setapak. Mayoritas warga Rindu Hati bertani
dan berkebun. Bibit padi yang digunakan adalah padi lokal seperti
padi arum, padi pendek, padi putih, padi arang dan padi singon.
Sedangkan untuk perkebunan, warga menanam kopi berjenis
robusta. Dalam mengelola hasil pertanian dan perkebunannya,
warga desa menggunakan kincir air sebagai alat untuk menggiling
padi dan kopi.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 79
Periode selanjutnya, yakni 1959-1967, Desa Rindu Hati berada di
bawah pimpinan Kepala Desa Sultan Baheramsyah. Pada periode
itu, jalan dari Desa Taba Teret menuju Desa Rindu Hati mulai
dibangun. Fokus Desa Rindu Hati adalah di sektor pertanian,
dengan masuknya program mini dalam mengelola lahan pertanian
guna meningkatkan hasil pertanian khususnya sawah. Masyarakat
mulai menggunakan bahan-bahan kimia khususnya pupuk seperti
urea, triple super phosphate (TSP), kalium klorida (KCL), herbisida
dan infestisida. Lahan persawahan serta peningkatan luasan lahan
persawahan sebanyak 5 hektar.36
“Masa pemerintahan Kepala Desa Amran, tanah di dalam hutan
mulai diperjualbelikan sehingga banyak masyarakat dari luar mulai
masuk ke dalam Desa Rindu Hati,” ungkap Ibu Siti Jamilah, warga
Desa Rindu Hati yang berusia 70 tahun. Di periode 1978-1981,
tanah yang tidak terurus di kawasan hutan mulai diperjualbelikan
kepada pendatang Desa Rindu Hati.37

Foto 66: Ibu Siti Jamilah, Warga Asli Desa Rindu Hati, Kelahiran 1949

Semua warga asli Rindu Hati memiliki tali kekeluargaan, menurut


pengakuan salah satu warga mereka berasal dari nenek moyang
yang sama.38 Nenek moyang mereka dari Sumatra Barat, sehingga
di tengah desa dibangun rumah adat Padang yang berukuran
besar yang digunakan sebagai tempat pertemuan dan upacara
adat. Pada awalnya, Desa Rindu Hati hanya memiliki dua dusun,
setelah perkembangan generasi dan dijualnya lahan sawah milik
Sutan Alamsyah yang merupakan orang tua dari Kepala Desa Sutan
Muklis kepada seseorang yang bernama Leman, lahan persawahan

36 Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2016-


2021, h. 14
37 Wawancara dengan Ibu Siti Jamillah
38 Disebut sebagai masyarakat asli karena mereka telah bertempat tinggal di Desa Rindu
Hati dari zaman nenek moyang mereka hingga generasi sekarang.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 80
tersebut dikavelingkan untuk diperjualbelikan menjadi pemukiman
sehingga sekarang Desa Rindu Hati memiliki tiga dusun.39

Foto 67: Ibu-ibu Sedang Mengeringkan Padi Pascapanen (April 2019)

Foto 68: Dusun 1

39 Wawancara dengan Ibu Warti


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 81

Foto 69: Dusun 2

Foto 70: Dusun 3

Foto 71: Tampak Desa dari Dataran Tinggi


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 82
Saat ini, Kepala Desa Rindu Hati adalah Sutan Muklis. Dia telah
menjabat selama dua periode (2008-2014 dan 2016-2021). Di
bawah kepemimpinannya, terjadi berbagai pembaruan. Beragam
pembaruan yang dilakukan adalah pembangunan rumah adat
yang baru untuk menggantikan rumah adat yang lama karena telah
termakan usia, pembukaan akses jalan menuju perkebunan serta
menuju objek wisata Air Terjun Cughub Hujan, peningkatan kualitas
jalan dari Desa Taba Teret menuju Desa Rindu Hati, pembangunan
dan perbaikan irigasi, pembangunan fasilitas kolam berenang dan
kolam perahu bebek sebagai objek wisata, pemasangan tanggul
penahan air, peningkatan kualitas masjid dan lainnya.
Jumlah penduduk di Desa Rindu Hati pun kian bertambah.
Hingga saat penulisan, terdapat 1.047 jiwa yang terdiri dari 290
KK dan tersebar di tiga dusun. Seiring berjalannya waktu dan
pertambahan jumlah warga, tidak lantas mengubah jati diri warga
desa sebagai petani yang telah dijaga secara turun temurun. Ini
bisa dilihat dari masyarakat yang bermata pencaharian sebagai
petani sebanyak 379 KK dan profesi lainnya seperti pedagang
berjumlah 8 KK, usaha kecil 30 KK, PNS 9 KK serta buruh 5 KK.
Warga tetap bersahabat dengan alam dan menjaga kekayaannya
sesuai dengan nilai yang dipegang teguh oleh kepala desa Sutan
Muklis dan para pendahulunya.40

Foto 72: Kepala Desa Rindu Hati Bapak Sutan Muklis S.H

40 Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2016-


2021, h. 17
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 83

Foto 73: Rumah Gadang Baru

Foto 74: Akses Jalan dari Desa Taba Teret Menuju Desa Rindu Hati
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 84

Foto 75: Kolam Renang Desa Rindu Hati yang Terletak di Dusun 1

ADAT ISTIADAT YANG MEMPERSATUKAN WARGA


DESA RINDU HATI
Desa Rindu Hati, sebagai desa yang memiliki warga dengan suku
beragam, cenderung rendah konflik. Masyarakat desa sangat
menjaga relasi dengan leluhur melalui penghormatan terhadap
makam keramat yang dipercayai merupakan dua raja yang telah
mendirikan desa. Penghormatan ini dipercaya membuat desa
menjadi makmur, aman dan damai hingga saat ini. Keadaan desa
yang aman membuat seluruh warga desa nyaman untuk menaruh
kendaraannya di depan rumah baik siang maupun malam.
“Kami di sini dari dulu hingga sekarang tidak pernah memasukkan
kendaraan kami ke dalam rumah, karena desa kami dijaga oleh
roh leluhur. Sehingga, desa kami aman dari tindak kejahatan. Dulu
pernah ada pencuri ternak yang mencuri ternak kami namun
pencuri itu tak menemukan jalan keluar dari desa untuk membawa
hasil curian. Kami percaya hal itu dikarenakan roh leluhur kami
telah membutakan matanya sehingga tidak menemukan jalan
keluar sehingga pada akhirnya pencuri itu dapat ditangkap,” ujar
Ibu Nunung, salah satu warga Rindu Hati.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 85

Foto 76: Ibu Nunung (kiri) dan Ibu Rahmi (kanan) sedang Berbincang-bincang
di Teras Rumah

Adat gotong royong selalu terjaga dari masa ke masa sehingga


kehidupan warga tetap rukun hingga saat ini. Warga Rindu
Hati bergotong royong untuk pembangunan desa, perayaan
kemerdekaan 17 Agustus, acara pernikahan, menggali liang lahat
ketika pemakaman dan lainnya.41 Ketika masuk masa tanam,
warga akan saling membantu menebar benih di sawah. Selama
menunggu masa panen sawah, bapak-bapak dan ibu-ibu kan
bersama menjaga padi dari serangan hama tikus dan burung.

Foto 77: Warga Desa Rindu Hati Bergotong Royong Memperbaiki Saluran PAM

41 Wawancara dengan Ibu Neli


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 86
Pertanian di Desa Rindu Hati telah dilakukan secara turun-temurun
dengan padi sebagai komoditas yang paling lama ditekuni oleh
warga. Musim penanaman padi ditentukan oleh kepala desa dan
disebarkan ke seluruh warga. Kepala desa akan terlebih dahulu
membajak sawah miliknya lalu diikuti oleh pembajakan sawah
secara serentak oleh seluruh warga. Warga tidak akan mendahului
kepala desa dalam menebar benih karena diyakini akan membuat
sawah mereka terserang hama hingga gagal panen. Oleh karena itu,
menurut kesaksian warga, mereka hampir tidak pernah mengalami
gagal panen karena mematuhi peraturan tersebut.42
Dahulu, di Desa Rindu Hati mengenal tradisi ramian yang
dilakukan sebelum menabur benih padi di sawah. Tradisi ramian
diselenggarakan dengan cara warga menggunakan baju adat
berkumpul bersama di tanah lapang yang berada di Dusun 1. Bibit-
bibit padi warga akan dijampi oleh kepala desa lalu dilanjutkan
dengan memotong kambing dan kerbau, setelah itu mereka makan
bersama. Akan tetapi, tradisi ini telah ditinggalkan oleh warga.

PERTAMBANGAN BATU BARA MERAMBAH DESA


RINDU HATI
Desa Rindu Hati memiliki tanah yang subur dan dikelilingi oleh
perbukitan hijau membentang, serta sungai yang mengalir di
sepanjang persawahan dan permukiman. Sehingga, desa ini tidak
pernah dilanda kekeringan. Warga sangat menjaga alam di desa
mereka karena mereka menyadari dengan menjaga alam berarti
menjaga kehidupan. Masa pemerintahan Kepala Desa Sultan
Baheramsyah, Rindu Hati pernah kedatangan ahli pertambangan
dari  Jakarta yang bernama Ir. Kuncoro. Dia mengatakan bahwa
desa ini kaya akan bahan pertambangan seperti bijih besi,
emas, batu bara dan lain-lain.43 Kabar ini bukanlah kabar yang
menggembirakan, dan hasil penelitian Ir. Kuncoro ini membuat
desa dibayang-bayangi oleh aktivitas pertambangan.
Selain itu, pada 1957 ada perusahaan sawit yang berencana untuk
membuka kebun di Desa Rindu Hati. Akan tetapi, perusahaan ini
langsung ditolak kehadirannya oleh kepala desa. Dia beralasan
bahwa tanaman kelapa sawit dapat menyebabkan berkurangnya
volume air pada sungai. Satu batang kelapa sawit menyerap

42 Wawancara Ibu Rahmi


43 Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES) Tahun 2016-
2021, h. 14.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 87
sebanyak dua liter air per harinya, dan ini dapat mengakibatkan
terganggunya aktivitas bersawah yang dilakukan oleh warga
desa.44 Sehingga, perusahaan kelapa sawit berhasil ditolak untuk
masuk ke dalam Desa Rindu Hati.
Namun, perusahaan pertambangan tetap masuk ke dalam
kawasan desa. Nama perusahaannya adalah PT Bara Mega
Quantum (BMQ) dan telah memegang surat izin operasi produksi
(OP) mulai 13 Mei 2011 hingga 12 Januari 2020 dengan luas konsesi
1.998 ha.45 Sebelum mendapatkan izin operasi, Sutan Muklis telah
menolak kehadiran tambang, tetapi tidak berhasil. Pada 2017,
warga Desa Rindu Hati bersama dengan empat desa lainnya yaitu
Desa Taba Teret, Desa Taba Baru, Desa Tanjung Heran dan Desa
Surau serta kuasa hukum mereka bernama Muspani melayangkan
somasi terhadap perusahaan batu bara PT BMQ. Langkah somasi
ditempuh karena PT BMQ diduga mencemari lingkungan di hulu
aliran Sungai Air Susup. Pencemaran dilakukan sejak perusahaan
tambang beroperasi pada 2016 dengan cara membuang tanah
galian tambang ke area hulu Sungai Susup. Akibatnya, warga
yang tinggal di sepanjang aliran sungai merasakan daya rusak
pertambangan seperti terserang penyakit gatal, air sungai menjadi
dangkal ketika kemarau hingga membuat air persawahan menjadi
kuning.46
Berselang satu tahun dari somasi PT BMQ, perusahaan ini kembali
berulah. Pada 2018, tanaman padi di area persawahan Desa Rindu
Hati tercemar limbah cair PT BMQ. Warga desa mencium bau
tak sedap beserta mendapati lumpur berminyak masuk ke area
sawah mereka yang mengakibatkan padi tumbuh kerdil yang
bila dibiarkan warga akan gagal panen. “Tahun kemaren (2018)
perusahaan telah membuat air sungai keruh sehingga berdampak
pada hasil panen padi kami,” ujar Ibu Tinut.
Pasca pencemaran air sungai yang berdampak terhadap area
persawahan warga, Sutan Muklis mendatangi PT BMQ untuk
menuntut agar mereka berhenti mengaliri air limbah penggalian
ke Sungai Air Susup. Tak main-main, Sutan Muklis mengancam jika
air sungai belum jernih dalam waktu dua hari, dia akan membawa
seluruh warga desa ke perusahaan untuk menghentikan aktivitas
pertambangan secara paksa. Mendengar ancaman itu, perusahaan

44 Wawancara Ibu Siti Jamilah


45 Dokumen genesis diperoleh dari Dinas ESDM Provinsi Bengkulu pada tanggal 20 Maret
2019
46 Anonim, “Warga 5 Desa Somasi Perusahaan Batu Bara”, Bengkulu Express, 14 Agustus
2017, diakses dari http://bengkuluekspress.com/warga-5-desa-somasi-perusahaan-
batu-bara/ diakses pada 29 juni 2019 pada pukul 13:56
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 88
mulai membenahi aliran limbah mereka yang telah mencemari
sawah warga. Sutan Muklis menambahkan bahwa, “Setelah
memperbaiki saluran limbah mereka yang mencemari sungai dan
sawah, perusahaan memberikan bus sekolah untuk desa sebagai
itikad baik mereka yang telah merugikan masyarakat.”
Meskipun perusahaan menilai mereka telah berhasil menjernihkan
kembali air sungai, pada kenyataannya berbanding terbalik dengan
yang ada di lapangan. Sungai di Desa Rindu Hati memiliki dua aliran
sungai yang berbeda, satu aliran sungai yang pernah dicemari
oleh PT BMQ dan yang kedua bebas dari aktivitas pertambangan.
Dua aliran sungai ini memiliki warna air sungai yang berbeda.
Air sungai yang telah terkena aktivitas tambang berwarna putih
sedangkan yang belum ada aktivitas tambang bersih dan bening;
bahkan batu-batu di dalam sungai pun terlihat jelas.

Foto 78: Ibu Tinut yang Sedang Beristirahat


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 89

Foto 79: Sebelah Kanan Aliran Sungai yang Telah Terkena Aktivitas Tambang dan
Sebelah Kiri Aliran Sungai yang Belum Terkena Aktivitas Tambang

Foto 80: Warna Air Sungai yang Telah Tercemar


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 90

Foto 81: Warna Air Sungai yang Belum Tercemar

Jarak pemukiman warga dengan PT BMQ adalah 2 kilometer (km)


dan tak ada akses jalan dari Desa Rindu Hati menuju perusahaan.
Suara alat berat perusahaan terdengar dari kebun kopi masyarakat
dan perusahaan juga telah mencemari air sungai sebagai kebutuhan
dalam kehidupan masyarakat. Untuk menjumpai PT BMQ dapat
menggunakan akses jalan perusahaan PT Danau Mas Hitam yang
berada di Desa Lubuk Sini, Kabupaten Bengkulu Tengah. Menurut
keterangan kepala desa dan warga Desa Rindu Hati, PT BMQ telah
berhenti operasi karena pekerja mereka yang berasal dari desa
telah diberhentikan. Akan tetapi, setelah dilakukan pengecekan
lapangan di konsesi PT BMQ, masih dijumpai tumpukan batu bara
di penampungan dan para pekerja masih beraktivitas.

Foto 82: Tumpukan Batu Bara PT BMQ


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 91

Foto 83: Pertemuan Air jernih dan Air Bekas Tambang yang Dijumpai di Areal
Pertambangan

Foto 84: Aktivitas Mengumpulkan Batu Bara oleh Warga yang Ditemui di
Perjalanan Menuju PT BMQ

Foto 85: Bukit yang Telah Gundul di Areal PT BMQ


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 92

Foto 86: Bukaan PT BMQ

Foto 87: Jalan Menuju Perusahaan PT BMQ

Terjaganya alam, tanah persawahan dan kualitas air Desa Rindu


Hati tidak lepas dari peran Sutan Muklis. Beliau memiliki sifat yang
tegas dan tak pandang bulu ketika menjaga ketenteraman desa
dan warganya. Hal ini terbukti ketika desa mengalami gangguan
dari luar, dia adalah orang terdepan yang menghilangkan
gangguan tersebut. Begitu juga di saat sungai desa yang selalu
menjadi kebutuhan dasar masyarakat untuk kehidupan dan tanah
persawahannya, dia sendiri yang mendatangi perusahaan untuk
menghentikan aliran limbah pertambangan ke sungai. Tanpa
ketegasan dirinya, desa bisa dipastikan dirusak oleh pertambangan
dan warga pun menanam kelapa sawit yang dapat mengancam
keberlangsungan air.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 93
“Jika pak kades mengizinkan kami menanam sawit, dari dulu
kami akan menanam sawit di kebun kopi kami karena sawit dapat
dipanen dalam waktu 2 minggu sekali. Sehingga kami dapat lebih
mudah memenuhi kebutuhan kami, namun sayangnya kami tidak
diperbolehkan karena tanaman sawit dapat membuat sungai kami
menjadi surut. Lebih baik kami tetap berkopi sehingga sungai kami
tetap ada dan mengaliri sawah-sawah kami,” tutur Ibu Nunung
yang mendapatkan persetujuan oleh ibu-ibu lainnya.

Foto 88: Ibu Nunung (Paling Kiri) Bersama Ibu- ibu Desa Rindu Hati

Warga menyadari bahwa kehadiran tambang di wilayah


desa mereka dapat merusak sumber air dan mencemari area
persawahan. Meskipun dari memungut batu bara mereka memiliki
pendapatan per hari, warga lebih memilih untuk menjadi petani
sawah dan kopi untuk menjaga kejernihan air sungai dan tanah
mereka. “Kami tidak terima jika kegiatan batu bara terdapat di
desa kami karena limbahnya akan merusak sungai dan mencemari
areal persawahan kami, walaupun kami mendapatkan pendapatan
per hari, kami masih tetap memilih bertani karena kami tetap ingin
menjaga kejernihan sungai dan kekayaan sumber daya alam yang
dimiliki di desa kami,” ujar Bapak Askandar. Selain Bapak Askandar,
Ibu Tinut pun menambahkan kalau tidak ada untungnya dengan
keberadaan perusahaan batu bara di desa mereka karena mereka
hanya mendapat kerugian dalam bentuk pencemaran sungai dan
kegagalan panen.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 94

Foto 89: Kantor Desa Rindu Hati

Foto 90: Struktur Desa Rindu Hati

MENJAGA KEBERLANGSUNGAN ALAM DENGAN


PERTANIAN PADI DAN KOPI
Warga Desa Rindu Hati bertani sejak nenek moyang mereka.
Mereka memiliki tanah yang subur dan mendapatkan akses air
yang berlimpah sehingga warga desa memanfaatkan tanah
untuk persawahan. Sedangkan, tanah warga yang jauh dari desa
dimanfaatkan untuk perkebunan kopi. Tanah persawahan di Desa
Rindu Hati merupakan tanah persawahan peninggalan nenek
moyang mereka yang mengalami penyusutan. Sebagian areal
persawahan telah dialihfungsikan menjadi pemukiman warga yang
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 95
kini menjadi Dusun 3. Luas wilayah lima komoditi yang ditanami
warga berbeda-beda yakni padi 163 Ha, jagung 75 Ha, kacang
hijau 25 Ha, kacang tanah 12 Ha dan kopi 470 Ha. Melihat dari
kehidupan warga, terdapat dua komoditi yang sangat diunggulkan
oleh warga desa yaitu padi dan kopi.

Foto 91: Dusun 3 yang Dulunya Merupakan Areal Peersawahan

Bibit padi diperoleh dari bantuan pemerintah dan kelompok tani.


Namun, terkadang warga menggunakan hasil panen mereka untuk
dijadikan sebagai bibit padi periode tanam berikutnya. Dalam
menebar benih, warga membutuhkan waktu maksimal 20 hari.
Penebaran benih terkadang dilakukan oleh warga dengan cara
bergotong royong dan ada pula yang mengupah orang lain. Pada
panen April 2019, satu hektar sawah yang dimiliki oleh warga
dapat menghasilkan minimal 150 kaleng dan maksimal hingga 300
kaleng gabah. 1 kaleng gabah berisi 13 kg dan jika dijadikan beras
dapat mencapai 4 cupak.47

Foto 92: Areal Persawahan Warga

47 Wawancara dengan Ibu Samsimar


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 96
Tidak semua warga menggarap sawah mereka sendiri, sebagian
memperkerjakan orang lain dengan ketentuan pembagian upah
yang telah disepakati. Jika sawah menghasilkan 10 kaleng beras,
maka pemilik sawah mendapatkan 7 kaleng, penggarap sawah 2
kaleng dan untuk pemilih mesin bajak dan perontok padi 1 kaleng.
Mesin-mesin bajak dan penggiling padi dimiliki oleh beberapa
individu, bukan milik desa, sehingga bagi yang ingin meminjam
maka harus membayar biaya sewa.48 Proses penjemuran padi
saat cuaca panas membutuhkan waktu satu hari sedangkan jika
cuaca mendung maka waktu yang diperlukan adalah 2-3 hari. Hasil
panen padi yang didapat tak seluruhnya dijual oleh warga. Mereka
menyimpan untuk persediaan selama tiga bulan terlebih dahulu
baru sisanya dijual. Padi dijual dalam bentuk gabah dan beras
kepada tauke yang berada di desa dengan harga gabah Rp 3.000
per kg dan beras Rp 12.000 per kg.
Tak kalah dengan padi, tanaman kopi juga termasuk komoditi
yang paling banyak ditanami oleh warga Desa Rindu Hati. Semua
warga mempunyai kebun kopi walaupun luasnya berbeda-beda.
Perkebunan kopi yang berjarak jauh dari desa kebanyakan dimiliki
oleh warga yang berasal dari Bengkulu Selatan. Mereka membelinya
di masa pemerintahan Kepala Desa Amran yang menjual lahan tak
terurus di dalam hutan. Jarak tempuh menuju perkebunan kopi
adalah 3 km dari desa. Berdasarkan cerita warga, kalau mereka
berjalan kaki ke kebun kopi pukul 7.00 pagi, maka mereka akan
sampai di kebun pada pukul 9.00 pagi. Akses jalan yang kurang
memadai menuju perkebunan membuat sebagian warga berjalan
kaki untuk ke perkebunan.

Foto 93: Sisa Panen Kopi di Kebun Warga Desa Rindu Hati

48 Wawancara dengan Ibu Rahmi dan Ibu Nunung.


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 97

Foto 94: Jembatan Gantung sebagai Akses Jalan Warga Desa Menuju Kebun
Kopi

Jenis kopi yang ditanami oleh warga desa adalah kopi robusta.
Pada 2019, panen kopi warga mengalami penurunan dari hasil
panen tahun sebelumnya. Penurunan panen ini disebabkan oleh
keadaan cuaca yang anomali. Satu hektar kopi pada tahun ini
(2019) hanya menghasilkan 600 kg, sedangkan tahun sebelumnya
dapat menghasilkan hingga 1 ton. Panen kopi mulai dilakukan
warga dari Februari hingga Juni, pemetikan dilakukan ketika buah
kopi dirasa telah masak walaupun masih berwarna hijau, lalu semua
akan dicampur dengan kopi yang telah berwarna merah.49

Foto 95: Ibu Neli (Kanan) sedang Menatap Ayam yang Memakan Padinya

49 Wawancara dengan Ibu Nelly


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 98
Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan buah kopi yaitu
selama 1 minggu jika cuaca panas namun jika cuaca mendung
maka dapat memakan waktu 2-3 minggu. Kopi dijual dalam
bentuk biji telah dikeringkan dan dijual kepada tauke-tauke yang
berada di desa. Tauke di desa berjumlah 7 orang yang mana
masih kerabat dan tetangga dari petani kopi. Harga jual kopi ke
tauke sekarang turun sebesar Rp 16.000,00 per kg, dulu harga
kopi dapat mencapai angka Rp 20.000,00 per kg. Untuk menjual
hasil kopi, masyarakat harus menyewa ojek untuk membawa hasil
kopi mereka dari kebun ke tauke dengan harga sewa Rp 1.000,00
per kg. Namun ada pula masyarakat membawa sendiri hasil kopi
mereka dengan cara mengambin yaitu membawa kopi dengan
menaruhnya di kepala.50

Foto 96: Ibu Nur Leka (Kiri) sedang Mendengarkan Cerita Ibu Tinut (Kanan)

Foto 97: Warga Desa sedang Membawa Hasil Kopi Bersama Keluarganya

50 Wawancar Ibu Nur Leka


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 99
Desa Rindu Hati memiliki
satu produk kopi yang telah
membuat nama desa terkenal
di tingkat nasional, produk
kopi tersebut bernama kopi
petik merah. Pada tahun
2017 kopi petik merah meraih
juara 1 pada festival kopi
dalam rangka Festival Bumi
Rafflesia. Kopi petik merah
merupakan produk individu
yang dikembangkan oleh
Sutan Muklis dimana bahan
bakunya berasal dari hasil
pertanian masyarakat desa.
Tak sembarang biji kopi yang
diolah untuk dijadikan kopi
petik merah, biji kopi yang
digunakan yaitu biji kopi
yang dipetik saat kopi telah
berwarna merah sehingga kopi
mempunyai citra rasa yang
khas. Harga beli bapak kepala Foto 98: Kopi Petik Merah yang
desa terhadap kopi petik Dipajang di Depan Kediaman Kepala
berwarna merah masyarakat Desa Sutan Muklis
sebesar Rp 20.000,00 per kg-
nya, harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga jual kopi campur
(hijau dan merah) ke tauke kopi lainnya yang dihargai Rp 16.000,00
per kg. Kopi Petik Merah dijual dalam bentuk bubuk dan biji kopi
siap giling, dalam satu kg bubuk dan untuk biji kopi sebanyak 1,5
kg yang dijual Rp 100.000,00 per kg. Kopi dijual secara online dan
terkadang pembeli datang langsung ke kediaman bapak kades.
Kopi ini dijual di etalase di bagian depan kediaman kepala desa
Bapak Sutan Muklis, ataupun bagi pencinta kopi yang ingin
merasakan kopi petik merah ini dapat menghubungi Bapak Kades
atupun secara daring melalui media sosial Yayasan Ulayat Bengkulu
yaitu Facebook Ulayat Bengkulu, twitter Ulayat atau melalui situs
www.ulayat.or.id. Keterlibatan Lembaga Ulayat Bengkulu dalam
pemasaran ini karena Desa Rindu Hati merupakan salah satu desa
dalam program pembinaan petani kopi yang dilakukan oleh Ulayat
Bengkulu sejak 2016 dengan kegiatan intensifikasi kopi melalui
peremajaan tanaman, sistem pemanenan hingga pemasaran.
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 100
Di luar waktu tanam padi,
panen padi dan panen kopi,
warga desa mencari pekerjaan
sampingan untuk memenuhi
kebutuhan harian mereka.
Bapak-bapak menjadi buruh
upahan menyabit di sawah
warga lain dan ibu-ibunya
bekerja harian di sawah dan
kebun kopi orang lain. Upah
yang diberikan bekerja di
sawah 1 kaleng gabah per
hari, upah ini tidak berbentuk
uang karena masyarakat akan
tersinggung jika diberi uang.
Sedangkan, bekerja di kebun
kopi akan diberikan upah harian
dengan uang tunai dengan
perbedaan besar antara bapak
dan ibunya dimana bapak-
bapak akan diupah Rp 50.000
per hari sedangkan ibu-ibu
akan diupah 40.000 per hari.
Perbedaan upah antara laki-laki
dan perempuan dikarenakan
perbedaan beban kerja,
Foto 99: Kopi Rindu Hati yang laki-laki memiliki tugas
tambahan untuk menebas dan
membersihkan lahan perkebunan kopi. Cara pengupahan seperti
ini telah diterapkan warga secara turun temurun.51
Banyaknya jumlah panen kopi hingga mencapai berat 600 kg
per hektarnya dan jauhnya lokasi kebun kopi membuat petani
kopi menggunakan jasa ojek dan upahan untuk mengangkut
hasil panen mereka ke pengepul. Keadaan ini menjadi lahan
pendapatan sampingan untuk bapak-bapak dan ibu-ibu di desa,
bapak-bapak akan menjadi jasa ojek dengan upah Rp 1.000 per
kg-nya sedangkan ibu-ibu akan menjadi upah angkut dengan cara
ambinan dengan upah 60.000 untuk mengangkut kopi seberat 40
kg.

51 Wawancar Ibu Susanti dan Ibu Dian.


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 101
Berikut adalah ilustrasi daur kehidupan warga Desa Rindu Hati
dalam satu tahun (Januari-Desember). Terlihat bagaimana di awal
tahun warga desa akan mulai menanam padi dan diikuti di Bulan
Mei dan September sebagai waktu penanaman padi. Dilanjutkan
dengan waktu panen kopi selama empat bulan. Dari daur kehidupan
warga selama satu tahun dapat dilihat bagaimana pembagian
waktu panen serta bagaimana kerja-kerja lainnya seperti menjadi
buruh angkut, buruh perontok padi serta penebar benih.
Tabel 1: Daur Perekonomian Warga Tani Desa Rindu Hati
Januari Februari Maret April Mei Juni
Menanam Menanam
Padi Padi

Panen
Padi
Bapak
dan Ibu
menjadi
buruh
merontok
padi
Panen Panen Kopi Panen Panen
Kopi Kopi Kopi
Panen
Buah
Ujung
Kopi
Bapak Bapak
buruh buruh
nyabit nyabit
Bapak Bapak dan Bapak Bapak
dan Ibu Ibu menjadi dan Ibu dan Ibu
menjadi buruh menjadi menjadi
buruh angkut kopi buruh buruh
angkut angkut angkut
kopi kopi kopi
Ibu Ibu
upahan upahan
menebar menebar
benih benih
Bapak dan
ibu buruh
harian di
kebun kopi
sawah
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 102
Juli Agustus September Oktober November Desember
Menanam
Padi
Panen Panen
Padi Padi
Bapak Bapak
dan Ibu dan Ibu
menjadi menjadi
buruh buruh
merontok merontok
padi padi
Bapak Bapak
buruh buruh
nyabit nyabit
Ibu upahan
menebar
benih
Bapak dan Bapak Bapak
ibu buruh dan ibu dan ibu
harian buruh buruh
di kebun harian harian
kopi di kebun di kebun
sawah kopi kopi
sawah sawah

Foto 100: Para Ojek Menuju Kebun yang Menyewa Jasa Mereka

Setiap hasil panen petani padi dan kopi akan dijual ke pengepul
yang berada di desa, meskipun harga jual mereka ke pengepul
desa dan pengepul luar desa berbeda. Pengepul desa membeli
gabah dan biji kopi petani seharga Rp 3.000 per kg dan Rp
16.000, sedangkan pengepul luar desa menghargai gabah dan
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 103
biji kopi petani sebesar Rp 4.500/kg dan Rp 18.000-Rp 20.000/
kg. Meskipun terdapat perbedaan harga, masyarakat tidak pernah
langsung menjual hasil panennya ke pengepul luar desa karena
mereka menghargai pengepul di dalam desa. Ibu Tinut dan Ibu
Nur Leka berkata bahwa mereka tidak pernah mempersoalkan
perbedaan harga jual ke pengepul desa dan luar desa. Menurut
mereka, warga desa menghargai usaha pengepul desa sehingga
mereka selalu hidup berdampingan dengan aman. 52
Warga Desa Rindu Hati tetap setia terhadap pertanian dan tidak
berpikir untuk mengorbankan kelestarian lingkungan Rindu
Hati untuk pertambangan. Dengan kekayaan alam yang mereka
miliki, mereka dapat mengembangkan potensi wisata yang dapat
meningkatkan pembangunan prasarana desa dan menjadi ladang
pendapatan sampingan mereka. Desa Rindu Hati memiliki potensi
wisata seperti air terjun, danau, kolam berenang, dan kolam perahu
bebek. Air kolam berenang dan kolam bebek berasal dari aliran
sungai yang mengalir di desa.

Foto 101: Kolam Renang Desa Rindu Hati

Foto 102: Kolam Perahu Bebek yang Sedang Direnovasi yang Dimanfaatkan
Anak-anak Desa untuk Berenang

52 Wawancara Ibu Tinut dan Ibu Nur Leka


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 104
Salah satu air sungai yang masih jernih dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan kebutuhan
lainnya. Aliran sungai yang masih terjaga kualitas airnya tersebut
dibangun aliran Perusahaan Air Minum (PAM) yang mengaliri
seluruh rumah warga. Pembangunan PAM dilakukan pada tahun
2018 dengan menggunakan dana desa dan pengerjaannya secara
bergotong royong. Warga desa tidak dikenakan biaya bulanan
untuk PAM, jika ada kerusakan pada aliran pipa PAM, maka warga
akan bergotong royong untuk memperbaikinya. Sebagian warga
juga membuat sumur untuk meningkatkan jumlah air yang mereka
butuhkan.53

Foto 103: Aliran Air Sungai yang Dimanfaatkan oleh Warga untuk PAM

Foto 104: PAM Desa Rindu Hati

Tak sebatas itu, terjaganya kualitas air sungai membuat kepala desa
membangun kolam ikan di halaman masjid yang airnya bersumber
dari aliran sungai yang tidak tercemar. Oleh karena itu, bibit ikan
berkembang biak dengan baik. Ikan yang dikembangbiakkan
adalah ikan mas dan ikan nila. Hasil panen ikan dari kolam ini
digunakan sebagai sumber dana kegiatan dan pembangunan
masjid.54
53 Wawancara dengan Ibu Neli
54 Wawancar dengan Ibu Yus dan Ibu Nur Hayati
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 105

Foto 104: Masjid Nurul Iman Desa Rindu Hati

Foto 105: Kolam Ikan di Halaman Sebelah Kiri Masjid

Foto 106: Kolam Ikan di Halaman Sebelah Kanan Masjid

Kualitas tanah dan air yang terjaga memberikan nilai ekonomi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang dijanjikan
dari ekonomi tambang. Warga tidak perlu membeli beras, sayur-
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 106
sayuran, dan air karena memanfaatkan hasil panen serta air sungai
yang masih bersih. Selain itu, mereka pun tidak menjadi sibuk untuk
mencari sumber air bersih dan menghemat uang pengobatan yang
perlu dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tercemarnya air sungai. “Kami telah menikmati kebaikan yang
diberikan oleh alam maka sudah tugas kami menjaga kelestariannya
sehingga kami dapat selalu menikmati kebaikannya hingga anak
cucu kami nanti,” ungkap Ibu Tinut.

Foto 107: Anak–anak sedang Mencari Sayur Pakis di Pinggiran Sawah

Foto 108: Ibu Tinut Berjalan Kaki Menuju Sawah Miliknya


BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 107
BOX I

BELAJAR DARI BANGKRUTNYA DESA KOTA NIUR,


SANG DESA TETANGGA
Desa Kota Niur berada di Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten
Bengkulu Tengah. Warga Desa Kota Niur cukup majemuk, terdiri
dari beberapa suku yang antara lain adalah Serawai, Rejang, Jawa,
dan Batak; mayoritasnya adalah Serawai. Agama yang ada juga
beragam, tapi mayoritas warganya beragama Islam.
Pada awalnya, warga hidup berpetani, tapi sejak 1980-an, warga
Desa Kota Niur dipaksa untuk hidup berdampingan dengan
perusahaan tambang batu bara. Akibatnya, warga mau tidak mau
bertahan hidup dengan mengubah corak produksi dan konsumsi
mereka. Jika tadinya banyak yang menjadi petani, kemudian beralih
menjadi pengumpul batu bara. Peralihan corak produksi tersebut
karena lahan mereka menjadi tidak produktif lantaran sumber
air yang semakin sedikit serta tawaran uang dari perusahaan
batu bara. Hal ini membuat warga terpecah belah menjadi dua
kelompok. Pertama, kelompok yang pro perusahaan tambang dan
kelompok yang kontra. Bagi kelompok pertama, mereka merasa
diuntungkan dengan eksistensi perusahaan karena bisa melakoni
pekerjaan sebagai pengumpul batu bara. Kepala desa termasuk
dalam kelompok yang pertama ini.
Sedangkan, kelompok kedua adalah kelompok yang kontra
terhadap kelompok kedua adalah kelompok yang kontra terhadap
pertambangan batu bara di daerah mereka. Warga yang tergabung
dalam kelompok kedua mengalami kerugian karena lahan-lahan
mereka tertimbun galian tambang dan tidak mendapatkan ganti
rugi dari perusahaan. Kondisi ini menjadi bom waktu yang kapan
saja bisa meledak. Selain menimbun lahan pertanian milik warga,
perusahaan juga merusak sungai dengan cara menutupnya,
seperti yang dilakukan pada Sungai Susup yang membuat debit
air terus-menerus turun sehingga tidak lagi mampu mengairi lahan
pertanian di sana.
Terdapat enam perusahaan batu bara yang masuk dalam wilayah
Desa Kota Niur yaitu PT Bengkulu Bio Energi, PT Danau Mas Hitam,
PT Inti Bara Perdana, PT Ferto Rejang, PT Bukit Sunur dan PT
BAB IV
Berkah Kopi dan Pembelajaran dari Desa Tetangga 108
Kusuma Raya Utama. Masuknya konsesi izin pertambangan dalam
ruang kelola warga Desa Kota Niur, mengubah tata kuasa dan tata
kelola atas lahan. Sebelumnya, pengelolaan kebun biasa dilakukan
secara turun temurun. Namun, sejak masuknya pertambangan,
proses jual beli lahan pun makin sering terjadi. Oleh karena itu,
kebun-kebun banyak yang dijual kepada pendatang dari luar Desa
Kota Niur. Para pendatang ini berasal dari Curup, Kepahiang, Jawa
dan Sumatera Utara. Kebun milik warga memproduksi komoditas
pasar, seperti karet, sawit dan kopi. Pertambangan batubara di
daerah mereka. Warga yang tergabung dalam kelompok kedua
mengalami kerugian karena lahan-lahan mereka tertimbun galian
tambang dan tidak mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.
Kondisi ini menjadi bom waktu yang kapan saja bisa meledak.
Selain menimbun lahan pertanian milik warga, perusahaan juga
merusak sungai dengan cara menutupnya, seperti yang dilakukan
pada Sungai Susup yang membuat debit air terus-menerus turun
sehingga tidak lagi mampu mengairi lahan pertanian di sana.
Krisis sosial ekologis mulai menghantui warga desa yang
menyebabkan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan
pangannya sendiri sejak sungai tercemar dan sawah-sawah
berubah menjadi kawasan pertambangan. Mereka kini bergantung
pada uang tunai dan pasar. Seluruh kebutuhan pangan seperti
beras, sayuran, cabai-cabaian yang sebelumnya dapat mereka
produksi sendiri, sekarang bergatung pada pasar. Hal ini terlihat
di pasar desa yaitu pasar mingguan yang diadakan setiap Jumat,
dari pukul 06.00 hingga 11.00 wib. Jenis sayur-sayuran yang dijual
di pasar ini berasal dari luar kota, yaitu Kota Curup. Semua sayuran
yang dijual adalah jenis sayur kiloan, seperti kol, sawi, kentang,
dan wortel dan tidak ada sayuran kebatan seperti kangkung,
bayam ataupun lumai. Bukan hanya sayuran, jenis ikan pun begitu.
Sebagai desa yang memiliki banyak sungai, justru tidak ditemukan
jenis ikan sungai di pasar. Ikan mujair, tongkol, dan dencis adalah
jenis ikan laut yang mewarnai pasar sekali seminggu itu.
Dalam satu minggu, satu orang warga Desa Kota Niur dapat
mengumpulkan batu bara sebayak 35 karung dimana satu karung
batu bara dihargai Rp 10.000 oleh tengkulak. Terdapat resiko
terbawa hanyut air sungai bagi para pengumpul batu bara ketika
air besar, belum lagi dengan resiko terserang penyakit kulit yang
diakibatkan oleh aliran sungai yang telah tercemar. Tentu hal ini
tidak sebanding antara pendapatan perminggunya yang sebesar
350.000 dengan biaya makan dalam seminggu hingga Rp 450.000
dan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh warga.
BAB V

PENUTUP DAN REKOMENDASI

Pada bagian penutup ini JATAM mencoba untuk menjaring


pandangan serta masukan dari warga mengenai hal apa yang
harus dilindungi dan hal apa yang harus ditolak di berbagai wilayah
dalam riset ini. Sehingga, diharapkan pembaca dan pemerintah
setempat yang terpapar oleh riset ini harus mempertimbangkan
pandangan dan masukan tersebut.

DESA RINDU HATI, BENGKULU


Rekomendasi untuk pemerintah baik pusat maupun daerah adalah
sebagai berikut:
1. Tidak memberikan izin dan stop perluasan izin usaha
pertambangan (IUP) di kawasan Desa Rindu Hati
2. Mendukung penuh pertanian padi dan kopi yang dilakukan
oleh warga desa dalam bentuk:
3. Bantuan mesin penggiling padi, mesin pembajak sawah, dan
penggiling kopi agar warga Desa Rindu Hati tidak lagi menyewa
alat-alat tersebut.
4. Membentuk rumah produksi kopi untuk warga sehingga hasil
kopi menjadi hasil kopi kolektif bukan individu dengan harapan
harga kopi menjadi lebih tinggi.
5. Tidak memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) di kawasan desa
yang dapat mengeringkan DAS Rindu Hati yang merupakan
hulu Sungai Bengkulu.
6. Membangun jembatan desa yang telah lama rusak karena
jembatan ini digunakan oleh warga menuju kebun kopi dan
sawah mereka.
BAB V
Penutup dan Rekomendasi 110
DESA SANTAN, KALIMANTAN TIMUR
Pertambangan telah menyebabkan penurunan fungsi sungai dan
sungai santan hanya dijadikan toilet oleh perusahaan. Hutan dan
gunung di hulu sungai telah dibabat untuk kepentingan industri
keruk, tak lagi menyisakan daerah resapan untuk keseimbangan
ekosistem. Tepat di pinggiran hulu Sungai Santan, lubang-lubang
tambang menganga berisi air beracun yang siap menerjang Desa
Santan jika musim hujan datang. Secara perlahan, warga yang
hidup di tiga desa telah merasakan krisis ekologi, ekonomi dan
sosial. Air Sungai Santan telah diracuni oleh limbah perusahaan
hingga menyisakan persoalan bagi kelangsungan hidup warga
setempat. Desa Santan dihadapkan pada masalah kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, beberapa butir rekomendasi yang
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk pemerintah desa: Perlunya membangun rasa
kebersamaan untuk menjaga kearifan lokal, sumber pangan
dan air bersih. Juga agar menjaga kawasan dan pelestarian
lingkungan desa yang berkelanjutan.
2. Untuk pemerintah provinsi dan pemerintah pusat: Tidak
lagi mengeluarkan izin-izin pertambangan baru dengan
dalih investasi. Jangan sahkan aturan-aturan yang semakin
merusak lingkungan hidup, contohnya melalui RUU Minerba
yang memperbolehkan menambang sungai. RUU ini adalah
ancaman bagi Sungai Santan, tidak usah mengubah bentang
sungai untuk kepentingan investasi batu bara karena investor
tidak mungkin dapat mengembalikan fungsi sungai. Selain itu,
perlu ada kesadaran di tingkat pemerintah bahwa batu bara
sebagai energi fosil sudah harus ditinggalkan dan mulai beralih
ke energi ramah lingkungan dan terbarukan. Perlu ada bentuk
tanggung jawab pemerintah untuk menindak perusahaan yang
telah merusak ruang hidup warga Santan, serta melakukan
perlindungan dan pemulihan ekosistem di Sungai Santan.

LONG LOREH, KALIMANTAN UTARA


Rekomendasi untuk pemerintah pusat maupun provinsi adalah
sebagai berikut:
1. Fokus pada permasalahan pencemaran Sungai Malinau dengan
memberikan sanksi dan pencabutan izin terhadap perusahaan-
perusahaan yang terlibat dengan kasus pencemaran. Serta,
BAB V
Penutup dan Rekomendasi 111
melakukan pemulihan terhadap Sungai Malinau yang sudah
tercemar agar dapat dikonsumsi oleh warga seperti sedia
kala. Selanjutnya, agar dilakukan evaluasi terhadap izin-izin
pertambangan batu bara di kawasan Loreh pada khususnya
dan Malinau pada umumnya, terutama disesuaikan dengan
komitmen daerah yang telah memproklamirkan diri sebagai
kabupaten konservasi.
2. Fokus pada penyingkiran masyarakat adat yang berada di
kawasan Long Loreh. Penyingkiran ini berbentuk dari tidak
adanya hak veto warga yang menolak pertambangan serta
perampasan terhadap hutan dan kawasan-kawasan sakral
masyarakat adat.
KAMI TELAH MENIKMATI
KEBAIKAN YANG
DIBERIKAN OLEH ALAM
MAKA SUDAH TUGAS KAMI
MENJAGA KELESTARIANNYA
SEHINGGA KAMI DAPAT
SELALU MENIKMATI
KEBAIKANNYA HINGGA
ANAK CUCU KAMI NANTI
-------------------------------------
IBU TINUT
(WARGA DESA RINDU HATI)
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Angi, Eddy Mangopo, Sentosa, Kresna D. et al. Kebijakan Kabupaten
dari Perspektif Daerah dan Masyarakat, Studi Kasus Kabupaten
Malinau, Kalimantan Timur. Balikpapan: Topenbos International
Indonesia Programme. 2009.

LAPORAN
• Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES)
Rindu Hati Tahun 2016-2021
• Roasa, Dustin. “Menggali Lebih Dalam: Mampukah Strategi keadilan
Hijau IFC Mendorong Berakhirnya Tambang Batu Bara Kotor di
Indonesia?”. JATAM dan April 2019.
• Profil Desa Santan Tengah, Rencana Pembagunan Jangka Menengah
Desa Tahun 2016-2022
• Quina, Margaretha & Vania, Angela. “Perizinan Lingkungan Melalui
Online Single Submission”. Indonesia Center for Environmental Law
(ICEL) #1. April 2019.
• Waterkeeper Alliance & Jaringan Advokasi Tambang. “Hungry Coal:
Pertambangan Batubara dan Dampaknya Terhadap Ketahanan
Pangan Indonesia”. 2016.

SUMBER INTERNET
• Anonim. “Menteri ESDM: PNBP Batu Bara Rp 40 Triliun,
Terbesar Setelah Minyak Sawit”. Koran Sindo. 19 Desember
2018. Diakses dari https://economy.okezone.com/
read/2018/12/19/320/1993288/menteri-esdm-pnbp-batu-
bara-rp40-triliun-terbesar-setelah-minyak-sawit
• Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. Beranda,
Geografi. Nama dan Panjang Sungai Menurut Kabupaten/
Kota, 2014 diakses dari https://Kaltim.bps.go.id/
114
statictable/2015/03/06/8/nama-dan-panjang-sungai-
menurut-kabupaten-kota-2014.html
• Fariha Sulmaihati. “JATAM Desak Pemerintah Tutup Lahan
Tambang Eks Tanito Harum”. Katadata. 24 Juli 2019. Diakses
dari https://katadata.co.id/berita/2019/07/24/jatam-desak-
pemerintah-tutup-lahan-tambang-eks-tanito-harum
• JATAM. Siapa Penguasa Tanah Kaltim?. 14 Maret 2019. Diakses
dari https://www.jatam.org/2019/03/08/siapa-penguasa-
tanah-kaltim/
• JATAM. PT Indominco Mandiri Tak Cukup Hanya Didenda 2
Miliar. 3 September 2018. Diakses dari https://www.jatam.
org/2018/03/2018/08/pt-indominco-mandiri-tak-cukup-
hanya-didenda-2-miliar/

WAWANCARA
• Wawancara dengan Adi Rahman Ketua Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM) Desa Santan
• Wawancara dengan Arbaim
• Wawancara dengan Asbar Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa
dan Pelajar Desa Santan
• Wawancara dengan Dewi Hartuti
• Wawancara dengan Muh Tamrin
• Wawancara dengan Nelly
• Wawancara dengan Nur Efendi
• Wawancara dengan Nur Leka
• Wawancara dengan Oba
• Wawancara dengan Rahmi
• Wawancara dengan Ramadhan
• Wawancara dengan Siti Jamillah
• Wawancara dengan Suherman
• Wawancara dengan Romiansyah
• Wawancara dengan Warti
115
PROFIL PENULIS

ALWIYA SHAHBANU
Alwiya Shahbanu lahir di Jakarta pada 21 Januari 1992. Dia
menyelesaikan pendidikan sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik di salah satu universitas di Jawa Barat pada 2016 lalu.
Selanjutnya, dia bergabung dengan Jaringan Advokasi Tambang
(JATAM) Nasional di divisi riset dan database pada 2017

EGI ADE SAPUTRA


Egi lahir di Kota Bengkulu pada 1 Desember 1995. Egi telah lulus
dari Institut Agama Islam Negeri Bengkulu jurusan Ekonomi pada
2017. Selanjutnya, Egi aktif di Yayasan genesis Bengkulu sejak 2018
hingga sekarang. Dia sebagai tim lapangan di lembaga tersebut.

JUWITHA JEKSON

Juwitha Jekson (27 tahun) berasal dari Kabupaten Malinau,


Provinsi Kalimantan Utara. Pendidikan terakhirnya adalah analisis
kesehatan, tapi memutuskan untuk bergabung dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan hidup bernama Lalingka
(Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup Kalimantan Utara). Juwitha
bersama dengan Lalingka aktif menyuarakan pencemaran air
Sungai Malinau, khususnya dari sisi kesehatan, akibat limbah batu
bara. 


TAUFIK ISKANDAR
Taufik lahir di Desa Santan pada 28 Desember 1990. Dia
menyelesaikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama
di Desa Santan, lalu melanjutkan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMKN) 2 Bontang. Pada 2009, dia memasuki studi S1di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman. Lima
tahun kemudian, setelah menyelesaikan studinya, Taufik memilih
untuk kembali ke kampung halamannya, Desa Santan, untuk
bertani. Saat ini dia menjadi ketua komunitas Tani Muda Santan
sebagai wadah perjuangan dan perllawanan warga Desa Santan
untuk mempertahankan sumber pangan dan air di Desa Santan.
116

KALAU KITA
TIDAK MENANAM,
UNTUK APA
MELAWAN?

Anda mungkin juga menyukai