Anda di halaman 1dari 125

......................................................................

Simposium: Pascakolonial.... i

...........
SIMPOSIUM:

PASCAKOLONIAL
DAN ISU-ISU MUTAKHIR LINTAS DISIPLIN
Hilmar Farid, Seno Gumira Ajidarma,
Katrin Bandel, Neng Dara Affiah, F. Rahardi
Sri Margana, Bondan Kanumoyoso

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan


Kabupaten Lebak
......................................................................
ii Festival Seni Multatuli 2018

Simposium: Pascakolonial dan Isu-isu Mutakhir Lintas Disiplin


© Hilmar Farid, dkk.
all right reserved
Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penulis/penerbit.

Penyunting:
Niduparas Erlang
Cetakan Pertama:
September 2018
Gambar Sampul:
Freepic.com
Desain Sampul:
Tim Simposium
Tata Letak:
Tim Simposium

ISBN: xxx

____________
Diterbitkan oleh
.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak
Jalan Siliwangi Pasir Ona, Telp. (0252) 280786, Fax. (0252) 280911
PO BOX 21 Rangkasbitung 42313

.......... Festival Seni Multatuli


6-9 September 2018
Rangkasbitung, Lebak, Banten

Festival Seni Multatuli adalah program


Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak bekerja
sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia melalui Platform Kebudayaan:
Indonesiana.
......................................................................
Simposium: Pascakolonial.... iii

Sambutan Direktur Sejarah


Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kemdikbud RI

........... DIREKTORAT Sejarah Dirjen Kebudayaan


Kemdikbud RI berbahagia sekali bahwa
Pemerintah Kabupaten Lebak mengambil
prakarsa untuk menghimpun sejumlah makalah
pembicara Simposium dalam Festival Seni
Multatuli 2018 dan menerbitkannya sebagai
buku. Oleh karenanya, sepatah kata terima
kasih sudah pada tempatnya di sini.
Sesungguhnya kumpulan makalah yang
diterbitkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Lebak dalam ini dimaksudkan untuk
menyebarkan pengetahuan tentang Multatuli
dalam arti luas.
Pengumpulan makalah ini menjadi penting
karena dapat menjadi latar belakang dan
sumber ilham dalam menyajikan khazanah
......................................................................
iv Festival Seni Multatuli 2018

sastra, sejarah, dan sosial yang berasal dari gagasan


Multatuli. Saya merasa beruntung bahwa makalah dalam
simposium ini dikumpulkan. Makalah ini tentu saja
merupakan hasil ketekunan yang murni dari para
penulisnya. Melalui buku ini kita dapat berhadapan
dengan pikiran yang berhubungan dengan sekeping
sejarah bersama antara Belanda dan Indonesia melalui
Multatuli.
Adanya kerja sama antara Direktorat Sejarah Dirjen
Kebudayaan Kemdikbud RI dengan Pemerintah
Kabupaten Lebak, hingga memungkinkan terbitnya buku
ini merupakan satu usaha untuk menggalang
terbentuknya pusat studi pascakolonial di Kabupaten
Lebak. Tidak ada kegembiraan yang lebih besar kiranya,
bilamana yang tersaji ke masyarakat ini mendapat
tempat di hati para pembaca. Apalagi jika setangkai
pustaka ini dapat bermekaran menjadi gagasan-gagasan
.
yang lebih bernas dan bermanfaat di masa mendatang.

Dra. Triana Wulandari, M.Si.


Direktur Sejarah
Direkorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
......................................................................
Simposium: Pascakolonial.... v

Sambutan Bupati Lebak

........... AGAK cepat juga, sesudah dibuka pada


pertengahan Februari 2018 ini Museum
Multatuli, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Lebak menggelar kegiatan berskala
nasional bernama Festival Seni Multatuli 2018.
Salah satu kegiatan di dalamnya yaitu
Simposium dengan tema: “Pascakolonial dan
Isu-isu Mutakhir Lintas Disiplin”.
Kumpulan makalah ini sangat penting
artinya dalam upaya mengais pengetahuan dan
pengalaman sejarah, sastra, dan lintas disiplin
lainnya berkenaan dengan Multatuli. Lintas
disiplin tercermin dari beragamnya penulis
makalah sekaligus pembicara dalam simposium
yang dilangsungkan dua hari, Jumat-Sabtu, 7-8
September 2018.
......................................................................
vi Festival Seni Multatuli 2018

Para penulisnya tampil dari beragam disiplin ilmu. Di


antaranya ahli sejarah seperti Hilmar Farid, Ph.D.
(Sejarawan dan Dirjen Kebudayaan Kemdikbud RI), Dr. Sri
Margana (Sejarawan dan Dosen Sejarah UGM), dan Dr.
Bondan Kanumoyoso (Sejarawan dan Dosen UI).
Budayawan dan sastrawan seperti Dr. Seno Gumira
Ajidarma (Budayawan, Sastrawan, dan Rektor IKJ), F.
Rahardi (Sastrawan dan Wartawan). Serta sosiolog dan
kritikus seperti Dr. Neng Dara Affiah (Sosiolog dan Dosen
UIN Jakarta) dan Katrin Bandel (Kritikus dan Dosen
Sanata Dharma Yogyakarta).
Beragamnya latar belakang disiplin ilmu dalam
membedah pengalaman dan pemikiran Multatuli dapat
menghadirkan banyak perspektif. Keberagaman ini pula
mampu menjawab tantangan bahwa nilai-nilai yang
diperkenalkan Multatuli masih relevan hingga saat ini
dan teori pascakolonial dapat terus dikembangkan dalam
.
mengungkap isu-isu mutakhir.
Saya sangat bergembira dan menyambut baik
terbitnya buku ini. Adalah hasrat Pemerintah Kabupaten
Lebak semoga terbitan ini melantangkan gema Multatuli
dan mampu menyenangkan para pembaca. Terima kasih
kepada Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kemdikbud RI karena adanya kerja sama ini
memungkinkan terbitnya buku ini.
Salam.

Hj. Iti Octavia Jayabaya, SE. MM


Bupati Lebak
......................................................................
Simposium: Pascakolonial.... vii

Sambutan
Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Lebak

........... BERKAT bantuan Direktorat Jenderal


Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia dalam rangka
penyelenggaraan Platform Gotong-Royong
Kebudayaan bernama Indonesiana, pada tahun
2018 ini dapat berlangsung kegiatan Festival
Seni Multatuli yang salah satunya adalah
kegiatan simposium.
Buku yang sedang pembaca pegang ini
merupakan kumpulan makalah dari tujuh
pembicara yang mengisi simposium. Makalah-
makalah dalam buku ini menjadi menarik
karena tidak saja membedah Multatuli dari satu
disiplin melainkan dari lintas disiplin. Saling
silang pemikiran dalam mengupas Multatuli
tampak tidak hanya dalam bidang sastra, selaku
......................................................................
viii Festival Seni Multatuli 2018

salah satu suara hati yang murni suatu bangsa.


Melainkan dari disiplin lain seperti sejarah dan sosiologi
yang dapat membuka unsur-unsur keilmuan lainnya.
Unsur-unsur yang dapat memperdalam pemahaman
tentang Multatuli dan teori-teori pascakolonial.
Segi inilah yang ingin dihidangkan; seberkas
karangan yang terhimpun dalam buku ini, dengan
harapan semoga nilai yang telah hadir dapat
menyemaikan bibit-bibit yang baik dalam pengertian,
pergaulan, dan tindakan yang lebih berarti pada masa-
masa yang akan datang.
Selamat membaca.

.
Drs. H. Wawan Ruswandi
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lebak
......................................................................
Simposium: Pascakolonial.... ix

Daftar Isi

........... Sambutan-sambutan
Direktur Sejarah Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kemdikbud RI .......................... iii
Bupati Lebak ...................................................... v
Kepala Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kab. Lebak ....................... vii

Daftar Isi ........................................................... ix

Kesunyian sebagai Motif Utama Kesusastraan


di Negeri Bekas Jajahan
Hilmar Farid ..................................................1
Insiden Lebak
Seno Gumira Ajidarma ................................11
Saijah dan Adinda Era Millennial
F. Rahardi .................................................... 17
......................................................................
x Festival Seni Multatuli 2018

Pertarungan maskulinitas dalam novel Max Havelaar


karya Multatuli
Katrin Bandel .............................................................25
Feminisme dan Gerakan Perempuan di Indonesia:
Kemungkinan Pengembangan dalam Konteks Lokal
Banten
Neng Dara Affiah ....................................................... 37
Konteks Sejarah Novel Max Havelaar
Bondan Kanumoyoso ................................................. 79
Kolonialisme di Indonesia
Sri Margana ............................................................. 101
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 1

Kesunyian sebagai Motif Utama


Kesusastraan di Negeri Bekas
Jajahan
Hilmar Farid
Farid
(Direktur Jenderal Kebudayaan)

........... MEMBA
MEMBAC CA jejak feodalisme di Nusantara
melalui kacamata sastra berarti menjalankan
pemeriksaan atas segala dampak yang
ditimbulkan kolonialisme pada sensibilitas
artistik bangsa Indonesia. Multatuli telah
mengawali upaya tersebut melalui Max
Haavelar. Dari kisah tentang lelang kopi di
Negeri Belanda, kita dibawa masuk menyelami
pergulatan batin bangsa terjajah: ketertindasan
kaum tani dan penindasan berlapis hierarki
feodal yang menghamba pada kuasa kolonial.
Multatuli merupakan salah seorang pelopor
kesusastraan antikolonial dan antifeodal.
Melalui Max Haavelar, kita menyaksikan
bagaimana kolonialisme dan feodalisme
.....................................................................
2 Festival Seni Multatuli 2018

membentuk sebuah simbiosis. Dengan demikian,


membaca dampak kultural dari feodalisme dan
kolonialisme di Nusantara berarti meneruskan usaha
Multatuli.
Pada kesempatan ini, kita akan membawa semangat
Multatuli untuk membaca suatu fragmen dari sejarah
kesusastraan kita yang jarang diangkat ke permukaan.
Kita akan bicara tentang “motif sastra” (literary motive) di
Indonesia sebagai negeri bekas jajahan.

Motif Kesusastr
Kesusastr aan di Negeri Bekas Jajahan
traan
Kita mulai dengan kutipan dari sebuah esai Amir
Hamzah. Dalam salah satu esainya, ia meriwayatkan
sejarah perpuisian Melayu dalam satu ayunan dengan
sejarah kolonialisme:
“Setelah runtuhnya kota Melaka dihumbalangkan
peluru d’Alfonso, panglima Peranggi itu, maka
melayanglah semangat kesusastraan pujangga
Melayu. Sultan Ahmad undur ke Hulu Muar, didatangi
Peranggi pula, lari ke Paguh, dari Paguh menuju
Pahang, dari Pahang menyeberang ke Bintan, tiada
boleh bertahan lagi, sebagai kijang dihambat
harimau. Cerai-berailah rakyat Melayu, lari
membawa diri, menyusur pantai, merenangi sungai,
kian kemari bagai daun diterpa angin. Sunyilah dada
anak Melayu, padamlah api Syair, keringlah mata
Pantun.”
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 3

Dalam kutipan itu, Amir Hamzah menarik hubungan


langsung antara kedatangan Portugis di Malaka dan
kehancuran khazanah sastra Melayu. Kolonialisme tidak
hanya menghancurkan perikehidupan bangsa-bangsa di
Asia Tenggara, tetapi juga semesta kebudayaannya.
Hasilnya? Kesunyian (“Sunyilah dada anak Melayu,
padamlah api Syair, keringlah mata Pantun”).
“Kesunyian” adalah motif penting dalam
kesusastraan negeri-negeri bekas jajahan. Motif ini
menangkap dan mengungkapkan pengalaman kultural
terdasar dari bangsa terjajah: lenyapnya acuan kultural
dan kepercayaan-diri sebuah bangsa akan tradisinya
akibat penghancuran semesta yang dilakukan oleh
kolonialisme.
Dalam sastra Indonesia, motif “kesunyian” ini terus
berulang (seperti gejala dari suatu penyakit). Dalam Amir
Hamzah, dengan asosiasi dekat antara motif “kesunyian”
dan “kematian” dalam buku puisi terpentingnya yang
berjudul Nyanyi Sunyi.
Dalam Chairil Anwar, dengan banyak sajaknya yang
bermotif kesunyian, antara lain Perhitungan (1943):
“Banyak gores belum terputus saja
Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda
caya
Langit bersih-cerah dan purnama raya….
Sudah itu tempatku tak tentu dimana
Sekilap pandangan serupa dua klewang
bergeseran
.....................................................................
4 Festival Seni Multatuli 2018

Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran


Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke
Sukabumi …. !?
Kini aku meringkih dalam malam sunyi.”

Dalam Sitor Situmorang, dengan asosiasi antara


suasana sunyi dengan ketercerabutan dari akar-tradisi
dalam sajaknya, Si Anak Hilang (1955):
“Si anak hilang kini kembali
Tak seorang dikenalnya lagi
Berapa kali panen sudah
Apa saja telah terjadi?

Seluruh desa bertanya-tanya


Sudah beranak sudah berapa?
Si anak hilang berdiam saja
Ia lebih hendak bertanya

Selesai makan ketika senja


Ibu menghampiri ingin disapa
Anak memandang ibu bertanya
Ingin tahu dingin Eropa

Anak diam mengenang lupa


Dingin Eropa musim kotanya
Ibu diam berhenti berkata
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 5

Tiada sesal hanya gembira

Malam tiba ibu tertidur


Bapak lama sudah mendengkur
Di pantai pasir berdesir gelombang
Tahu si anak tiada pulang”

Dalam Pramoedya Ananta Toer, dengan salah satu


cerpennya yang paling menyayat, Sunyi Senyap di Siang
Hidup (1956), yang mengisahkan disorientasi kultural
seorang pengarang di negeri bekas jajahan.
Seperti tampak dalam contoh-contoh itu,
“kesunyian” hampir selalu berasosiasi dengan
disorientasi atau hilangnya acuan kultural. Para
sastrawan negeri jajahan menoleh ke belakang, ke masa
lalu, dan mereka tidak menemukan apa-apa: tidak ada
tradisi, tidak ada teladan yang secara jujur bisa diteladani
tanpa ironi, tidak ada kebudayaan yang betul-betul bisa
dibanggakan.
Suasana batin ini mirip dengan pengalaman intens
akan modernitas. Itulah perasaan “terasing” atau “tidak
berumah” (unheimlich) dan perasaan “kehilangan dasar”,
tak punya bumi yang sungguh bisa dipijak
(Bodenlosigkeit). Suasana batin semacam ini juga
muncul dalam literatur Eropa awal abad ke-20, yakni
ketika modernitas membuat sebagian pengarang Eropa
merasa seperti kaum terjajah di dalam bangsa penjajah,
merasa seperti orang interniran di negeri tukang internir
.....................................................................
6 Festival Seni Multatuli 2018

(bdk. cerpen-cerpen Kafka: In the Penal Colony, Before


the Law, dll.).
Dalam sastra Jawa, suasana seperti ini bahkan
sudah muncul setidaknya sejak abad ke-19. “Pujangga
penutup” sastra Jawa, Ronggowarsito, menulis dalam
sajak penutupnya sebelum ia wafat, Serat Kala Tidha
(Sajak Masa Gelap):
“Rajanya raja utama
Patihnya patih terpilih
Bupatinya berhati mulia
Pejabatnya baik-baik
Namun tak seorang pun yang bisa menahan
zaman kehancuran.”

Semua prasyarat tradisional akan zaman yang baik


sudah dipenuhi, tapi segalanya tetap hancur lebur. Patokan
tradisional untuk mewujudkan tata tentrem karta raharja
sudah tidak manjur lagi. Semua ini berkat kolonialisme.
Maka, memparafrasekan Amir Hamzah: “Sunyilah dada
anak Jawa, padamlah api Serat, keringlah mata Macapat.”
Pengalaman intens akan modernitas dalam sajak Jawa
terakhir abad ke-19 ini dapat dibandingkan dengan
lanskap batin yang kita temukan dalam The Wasteland
karya T.S. Eliot. Bisa dibilang, Serat Kala Tidha adalah The
Wasteland-nya kesusastraan Jawa.
Motif “kesunyian” yang berasosiasi dengan
disorientasi kultural dan akhirnya dengan “kematian” dan
“kehancuran” ini dapat ditemukan di hampir seluruh
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 7

daerah di negeri bekas jajahan. Dan juga di semua negeri


bekas jajahan.
Tantangan bagi kesusastraan pascakolonial,
karenanya, adalah menjalankan dekolonisasi kesunyian:
menginterogasi konteks politik kebudayaan dari motif
kesunyian dalam kesusastraan negeri jajahan untuk
membuka sumber baru bagi suara bangsa merdeka. Dan
itu mesti diawali dengan kesadaran bahwa “kesunyian”
itu sejatinya bukanlah hasil kreasi sendiri yang bebas,
melainkan hasil paksaan kolonial: bangsa terjajah
“disunyikan”, dengan kata lain, “dibungkam”.

Bagaimana Kesunyian Dikemas dan Dipasarkan


Dikemas
Sebagai motif dalam kesusastraan negeri bekas
jajahan, “kesunyian” adalah gejala dari sebuah penyakit
kultural, yaitu apa yang disebut Frantz Fanon sebagai
“inco” atau inferiority complex. Tradisi masa lalu tak lagi
punya gema di hati para pengarang negeri bekas jajahan
karena hal itu mengesankan zaman kegelapan apabila
dievaluasi dari sudut pandang ”terang” yang dibawa oleh
bangsa penjajah: sains dan teknologi modern serta
pusaka peradaban Greko-Roman. Kesunyian, dengan
kata lain, berakar pada keminderan.
Tugas pertama kesusastraan nasional, karenanya,
adalah mengatasi keminderan kultural. Dan ini tidak
semudah kelihatannya. Dalam kesusastraan Indonesia,
contohnya, perkara ini belum selesai. “Kesunyian” tetap
menjadi motif sentral sastra Indonesia kontemporer. Ini
terbukti dalam dominannya genre sastra lirik (lirisisme)
.....................................................................
8 Festival Seni Multatuli 2018

yang serba-pribadi dan cenderung mengasosiasikan


kehidupan sosial sekitar sebagai pertanda kehidupan
yang tidak otentik. Dan itu terjadi tidak hanya dalam puisi,
tetapi juga prosa.
Motif “kesunyian” itu tidak hanya menetap, tetapi
kadang bahkan diglorifikasi sebagai ciri kesusastraan
yang baik dan benar—kesusastraan yang asyik sendiri,
yang sibuk mendefinisikan dirinya sendiri dan
membenar-benarkan kemurniannya sendiri. Seakan-
akan semakin terasing dari lingkungan, semakin sastra.
Semakin tidak relevan, semakin artistik. Idealnya:
“menjadi kontemporer sendirian”. Di sini, keminderan
tidak diselesaikan, tapi malah dipakai untuk menulis
puisi. Di sini, kesunyian hasil paksaan kolonial tidak
dipecahkan akar permasalahannya, tetapi malah dipupuk
dan diinternalisasi sebagai pertanda kepribadian yang
otentik.
Lantas bagaimana mengatasi kecupetan sastra
bekas jajahan ini? Dari mana mesti memulai?

Suara Bangsa Mer


Suara deka
Merdeka
Marco Kartodikromo, seorang aktivis kemerdekaan
Indonesia sekaligus pengarang sejumlah roman di awal
abad ke-20, memberikan tawaran yang menarik untuk
membongkar kesunyian produk kolonial itu: perang
suara. Ia melancarkan sejumlah kritik terbuka atas klaim
pengetahuan kolonial di koran Doenia Bergerak antara
1914-1915. Dengan kampanye yang disebutnya perang
suara ini, Marco membentangkan lanskap pengetahuan
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 9

bumiputera yang tak mau disilaukan oleh “terang”


kolonialisme.
Langkah semacam itu tidak hanya terjadi di
Indonesia. Di Filipina pada akhir abad ke-19, Isabelo de
los Reyes menerbitkan El folk-lore filipino, kajian
pertama bangsa Filipina atas kesusastraan rakyat dan
khazanah budayanya sendiri. Ini adalah sebuah upaya
melakukan stock opname terhadap kekayaan budaya
bangsa Filipina yang tetap tumbuh walaupun dibelenggu
oleh kolonialisme Spanyol.
Bercermin dari pengalaman-pengalaman itu, dapat
kita simpulkan bahwa kesusastraan pascakolonial mesti
berangkat dari kesadaran untuk menginventarisasi
keluasan dan kedalaman budaya tradisi yang masih hidup
di kalangan rakyat. Tradisi yang dihancurkan
kolonialisme terutama adalah tradisi tinggi keraton/
kesultanan serta budaya tradisi di kota-kota besar di
pesisir. Di luar keduanya, masih hidup beragam tradisi
rakyat yang bertahan dan terus berkembang. Di sanalah
terdapat reservoir dari berabad-abad pengetahuan dan
teknologi tradisional yang menjadi sumber inspirasi tak
berkesudahan bagi kesusastraan nasional bangsa yang
baru merdeka. Di sanalah terletak titik pijak dekolonisasi
kesusastraan.
Dengan memperluas wawasan tentang kekayaan
budaya tradisi rakyat, kita akan menemukan suara
bangsa merdeka. Dari sana kita tahu bahwa “kesunyian”
(ketiadaan tradisi, ketiadaan akar kultural yang solid bagi
kebangsaan) adalah produk kolonial. Dalam
.....................................................................
10 Festival Seni Multatuli 2018

kesusastraan Indonesia, kesadaran ini tercermin dalam


memoar Pramoedya Ananta Toer di pulau Buru.
Judulnya: Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Ia tahu bahwa
kesunyian itu, “nyanyi sunyi” itu, tercipta karena ada yang
dibisukan, karena ada yang dibungkam. [*]
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 11

Insiden Lebak*
Seno Gumira Ajidarma
Gumira
(Institut Kesenian Jakarta)

........... Jakarta, Kamis Pon 09 Desember 1996

BUNG,
Kita tidak pernah hidup pada masa Multatuli
menjadi asisten residen di Lebak selama tiga
bulan, dari 21 Januari 1856 sampai 29 Maret
1856, dan namanya adalah Douwes Dekker.
Namun berlimpahnya data tentang apa yang
disebut Peristiwa Lebak, atau Hikayat Lebak,
atau—kalau dengan istilah kita sekarang—
Insiden Lebak, dalam bentuk arsip, catatan
resmi, bahkan foto-foto, membuat masa itu
selalu bisa dihidupkan kembali.
.....................................................................
12 Festival Seni Multatuli 2018

Ketika memberi komentar kritis tentang Max


Havelaar, guru SD kita menekankan bahwa ada
perbedaan besar antara Max Havelaar sang ksatria
dalam karya sastra, yang boleh dianggap sebagai alter-
ego Douwes Dekker, dengan pribadi Douwes Dekker
sendiri, seorang petualang yang jenius, tapi nasibnya
nyaris tak pernah mujur, di ranjang cinta maupun di meja
judi. Bukankah nama samaran Multatuli itu sendiri
berarti “aku yang menderita”? Sementara itu, persamaan
keduanya terletak dalam satu hal: Max Havelaar maupun
Douwes Dekker menggugat Bupati Lebak, Raden Adipati
Karta Nata Negara, yang dianggap korup.
Apakah yang dianggap sebagai penindasan dan
pemerasan itu? Sebelum tiba di Lebak pada tanggal 22
Januari 1856, Dekker sudah mendapat info bahwa
penduduk di bilangan itu miskin, dan dengan begitu tahu
bagaimana mereka dihisap oleh petinggi bumiputera.
Seperti bagaimana bupati menyita separuh dari panen
padi sebagai pajak tanah, dan siapa pun yang
mengadukan tindakan mereka biasanya mati terbunuh
atau hidup tapi dengan ketakutan, karena seorang
penguasa tradisional memang seolah-olah diakui
sebagai setengah dewa.
Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah bisa
bersikap tegas terhadap penguasa pribumi, apalagi di
pedalaman, selama mereka tidak memimpin
pemberontakan, demi harmoni jalannya pemerintahan di
tanah jajahan. Sehingga, gugatan Dekker terhadap bupati
itu justru berbalik mengakhiri kariernya sendiri yang
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 13

memang tidak pernah terlalu bagus. Ia dibebastugaskan,


rencananya dipindah ke Ngawi, tapi Dekker lantas
ngambek, dan minta berhenti. Pulang ke Belanda,
ditulisnya Max Havelaar, dengan harapan agar
memperoleh rehabilitasi, yang tidak akan pernah
didapatnya. Toh fiksi itu menggemparkan dan membuka
mata orang Belanda tentang dunia di tanah jajahan yang
jauh.
Meski begitu, di balik pujian kepada Multatuli sebagai
sastrawan, kritik terhadap Douwes Dekker sebagai
pangreh-praja tetap, bahkan sampai hari ini: “Dalam hal
ini kita berhadapan dengan suatu ketidakfahaman
tentang latar belakang struktur patrimonial Jawa yang
birokratis,” ujar Sartono Kartodirdjo, yang ahli betul
tentang segala hal yang terjadi di wilayah tersebut pada
masa itu, dalam Pemberontakan Petani Banten 1888.
Padahal Dekker sendiri telah diberitahu bupati
tentang adat istiadat ini. Pada tanggal 12 Februari 1856,
berlangsunglah tanya jawab tertulis sebagai berikut:
Apa arti pundutan?
Arti pundutan ialah apa yang diminta tanpa bayaran,
yakni pundutan, misalnya orang minta kayu, bambu, atap,
untuk memperbaiki rumah kepala atau rumah jaga,
itulah pundutan dan sebagainya.
Dekker menulis komentar: Tidak benar, pundutan
maksudnya ialah beras, ayam, dan sebagainya.
Pundutan itu cara memperolehnya bagaimana:
dengan perintah atau sukarela dari orang-orang?
.....................................................................
14 Festival Seni Multatuli 2018

Pundutan itu tidak diberikan dengan sukarela oleh


orang kampung, tapi mereka mengikuti perintah yang
sudah ada turun temurun. Di kertas jawaban ini, Dekker
menulis komentar, “Enak juga.”
Apapun kritik orang terhadap Dekker, pada tanggal
11 Desember 1856 Gubernur Jenderal Charles Ferdinand
Pahud memutuskan: Bupati Karta Nata Negara telah
‘terbukti bersalah mempekerjakan orang dengan cara
yang tidak sah, merampas uang dan mengambil kerbau
orang dengan pembayaran tidak seimbang atau tanpa
pembayaran sama sekali.’ (Willem Frederik Hermans,
Multatuli yang Penuh Teka-teki, Jakarta: Djambatan,
1984, hal 44-45 & 63).

Bung,
Atas pembelaan orang-orang Indonesia terhadap
pelecehan orang Belanda kepada para petinggi
bumiputera, saya teringat Anda bertanya kepada guru SD
kita, “Memangnya, kalau sudah jadi adat, lantas
pemerasan itu boleh?” Saya sudah lupa apa jawaban
guru SD kita, karena saya hanya teringat ceritanya
tentang komentar bupati itu terhadap Douwes Dekker;
“Tuan Dekker,” demikian bupati kemudian suka
bercerita, “Ia seorang yang baik, tapi sedikit sinting. Di
sini ia selalu saja duduk di kantornya, kepalanya
dikompres karena selalu sakit kepala.”
Sampai perkara Lebak berakhir tahun itu juga, bupati
Lebak Raden Adipati Karta Nata Negara tidak pernah
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 15

dipecat, malah mendapat tunjangan keuangan. Sampai


sekarang makamnya masih sering diziarahi orang. [*]

Salam dari Palmerah


SGA

NB, Sukab berkata: “Saya tidak heran, kalau ada pejabat


tinggi yang tidak bisa membedakan kedudukannya
dengan kedudukan raja tradisional.”

___________
*) Sumber: Surat dari Palmerah; Indonesia dalam Politik
Mehong: 1996-1999, Kepustakaan Populer Gramedia,
Cetakan Pertama (April 2002), h. 104—105.
.....................................................................
16 Festival Seni Multatuli 2018
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 17

Saijah dan Adinda Era Millennial


F. Rahardi
Rahardi

........... DI INDONESIA
INDONESIA, kisah Saijah dan Adinda lebih
populer dibanding “induknya”, novel Max
Havelaar, karya Multatuli. Masyarakat
Indonesia, terutama yang tinggal di Pulau Jawa,
senang mengambil hal-hal ringkas yang datang
dari masyarakat benua (Asia, Eropa, dan
Amerika).

Kisah Saijah dan Adinda memang lebih


menarik dibanding induknya, novel Max
Havelaar. Sebab di situlah terkandung inti
penderitaan petani, dalam menghadapi
kekuasaan. Sebagian besar dari novel Max
Havelaar, berisi hal-hal teknis bisnis kopi, dan
birokrasi Pemerintah Hindia Belanda; hingga
.....................................................................
18 Festival Seni Multatuli 2018

kurang menarik. Sementara Saijah dan Adinda menjadi


wakil dari mereka yang diperas oleh kekuasaan.
Masyarakat Indonesia, agak sulit untuk menyerap teknis
bisnis kopi, dan birokrasi Pemerintah Hindia Belanda.
Mereka lebih mudah menangkap penderitaan keluarga
Saijah dan Adinda, yang berhadapan dengan Bupati
Lebak dan Demang Parungkujang.
Tragedi Saijah dan Adinda bukan hal baru. Dalam
kultur klasik Eropa ada Romeo dan Yuliet. Di Asia ada
Sam Pek dan Eng Tay. Ini lebih mudah ditangkap
dibanding kebusukan bisnis dan korupsi dalam birokrasi.
Padahal penderitaan Saijah dan Adinda, merupakan
akibat dari persekongkolan jahat antara bisnis dan
birokrasi abad 19. Sebagai karya sastra, novel Max
Havelaar tak terlalu kuat. Max Havelaar mirip dengan
puisi Wiji Thukul. Dari sisi sastra tak terlalu penting,
tetapi berpengaruh besar terhadap perubahan sosial dan
politik. Lahirlah kemudian politik etis. Belum tuntas
politik etis diterapkan, sudah pecah Perang Dunia I dan II,
yang berujung pada kemerdekaan Indonesia. Setelah
merdeka pun, “politik etis” itu juga tak kunjung bisa
diterapkan terhadap “Saijah dan Adinda” millennial.
Dunia boleh terus berubah, tetapi penindasan
terhadap rakyat miskin oleh kekuasaan belum akan
berhenti. Banten pada awal Millenium III, masih tak
berubah banyak dibanding abad 19. Aspal jalan-jalan di
pedalaman Banten pada umumnya, tak semulus di Jawa
Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Di Badui Dalam,
waktu malah seakan berhenti. Masyarakat Badui Dalam,
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 19

secara ekstrem menolak moderenitas; sekaligus


mengajarkan kearifan dalam mengelola alam dan
kehidupan. Masyarakat millennial selayaknya mau
belajar dari kesederhanaan sikap hidup orang Badui
Dalam, yang tak mengenal kosakata kaya dan miskin, tak
mengenal penindasan. Sampai sekarang, kapitalisme
modern tak bisa menyentuh Badui Dalam.

DI BAYAH, Bojongmanik (Lebak); dan Cikeusik, Cimanggu


(Pandeglang); masih bisa kita jumpai “Saijah dan Adinda”
serta kerbau mereka. Harga kerbau menjelang Idul Adha
2018 antara Rp20–Rp 25 juta per ekor. Kelihatannya tinggi
harga kerbau itu. Tetapi nilai Rp20–25 juta itu diperoleh
setelah kerbau dipelihara selama dua sampai tiga tahun
(730–1.095 hari). Ketika dijual pada umur dua tahun Rp20
juta, pemilik kerbau akan memperoleh pemasukan
Rp27.397 per hari. Tetapi ketika kerbau dipelihara sampai
tiga tahun, pemasukan pemilik kerbau justru turun
menjadi hanya Rp 22.831 per hari. Ini masih berupa
pemasukan, belum pendapatan. Sebab harga itu akan
dipotong biaya penggembalaan, dan transportasi.
Banten Selatan merupakan penghasil kelapa dan
menjadi pemasok utama kebutuhan pasar tradisional DKI
Jakarta. Pickup dan truk berisi buah kelapa tiap hari
keluar dari pedalaman Banten menuju DKI Jakarta dan
sekitarnya. Di luar bulan Ramadan dan Idul Fitri, harga
kelapa di pasar Jakarta Rp7.000 sampai Rp10.000 per
butir. Di kebun, kelapa itu hanya dihargai Rp2.000 sampai
Rp 3.000 per butir. Selisih harga merupakan upah
.....................................................................
20 Festival Seni Multatuli 2018

pemetik, pengupas, transportasi ke Jakarta, dan


keuntungan pedagang pengumpul serta pengecer.
Tampak betapa rendah pendapatan pemilik pohon kelapa.
Jangankan kelapa, pemilik kerbau pun, hanya akan
berpenghasilan kurang dari Rp20.000 per hari per ekor.
Para “Saijah dan Adinda” di pedalaman Banten ini
sudah bergaya hidup millennial. Mereka perlu sabun,
sampo, baju, sepatu, pulsa untuk perangkat seluler, dan
sepeda motor sebagai sarana transportasi. Mereka juga
sudah tak mengenal talas dan huwi. Mereka sudah sangat
akrab dengan mi instan. Di Bayah, Bojongmanik, Cikeusik,
Cimanggu; sudah ada Alfamart dan Indomaret. Di dua gerai
itulah “Saijah dan Adinda” millennial membelanjakan uang
mereka dari hasil pertanian. Paling banter mereka menjadi
tukang ojek, atau TKI ke luar negeri. Terjadilah ketimpangan
distribusi pendapatan dan biaya hidup. Di satu pihak mereka
menjual produk dan jasa berstandar Bayah, Bojongmanik,
Cikeusik, Cimanggu; lalu membelanjakannya ke Alfamart
dan Indomaret dengan standar harga DKI Jakarta.
Di era millenial ini, yang diperas keringatnya bukan
hanya “Saijah dan Adinda” Lebak dan Banten. “Saijah dan
Adinda” pedalaman Kalimantan, NTT, Maluku, dan Papua
bernasib lebih buruk. Serusak-rusaknya jalan di Banten,
tetap masih ada jalan. Di Papua, “Saijah dan Adinda”
harus jalan kaki lewat jalan setapak di hutan, naik kano,
atau pesawat terbang. “Saijah dan Adinda” Papua, telah
tertatih-tatih karena melompat dari zaman batu ke era
digital. “Saijah dan Adinda” seluruh Indonesia modern;
masih harus menghadapi kekuasaan “Demang
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 21

Parungkujang” dalam bentuk struktur perekonomian


yang pincang. Pendapatan mereka terlalu kecil dibanding
biaya hidup millenial sehari-hari.

PEMERATAAN distribusi pendapatan di Indonesia, masih


menjadi masalah besar. Hajat hidup orang banyak masih
dikuasai oleh sekelompok pemilik modal; yang dengan
uang mereka bisa mempengaruhi kekuasaan politik di
negeri ini. Grup Salim dan Cendana misalnya, sampai
sekarang tetap “menguasai” hajat hidup orang banyak.
Mi instan (Indofood), terigu (Bogasari), ritil (Indomaret),
otomotif (Indomobil), bahan bangunan (Indocement),
keuangan (BCA), informasi (Indosiar, Metrotivi, RCTI,
SCTV, MNCTV). Perusahaan rokok besar: Bentoel,
Sampoerna, dan Djarum; serta bisnis seluler juga sudah
berada di satu tangan; karena kelompok ini membeli
saham di perusahaan induk.
Kelompok bisnis ini sah secara hukum, dan juga
membayar pajak. Keberadaan mereka tak bisa diganggu
gugat. Yang menjadi masalah, “Saijah dan Adinda”
Indonesia semakin termiskinkan. Melawan kekuasaan
kapital ini tidak mudah. Dana Desa, BPJS Kesehatan,
pendidikan gratis; merupakan “politik etis” pemerintah
RI, untuk mengentaskan “Saijah dan Adinda” millennial
dari belenggu kemiskinan. Tetapi itu semua tak cukup.
Saya punya keyakinan, yang bisa menolong “Saijah dan
Adinda” millennial; ya mereka sendiri. Yang bisa
membantu menyejahterakan petani, bukan pemerintah,
bukan LSM, bukan lembaga keagamaan. Petani itu
.....................................................................
22 Festival Seni Multatuli 2018

sendirilah yang akan mampu menyejahterakan diri dan


keluarga mereka.
Di Indonesia, khususnya di Banten dan Jawa barat;
ada masyarakat Badui Dalam, Cipta Gelar, dan Kampung
Naga. Mereka tetap bisa bertahan menolak kultur
modern yang memiskinkan. Tentu, kita tak perlu
seekstrem mereka. Cukuplah kita sadar untuk kembali
mengonsumsi karbohidrat dari umbi-umbian yang
belakangan ini terlupakan. Kita kembali memanfaatkan
pupuk dan pestisida nabati untuk memproduksi bahan
pangan. Kita kembali menggunakan daun sebagai
pembungkus makanan, dan besek serta keranjang
bambu untuk mengganti tas kresek. Di pantai Selat
Sunda, masyarakat mengenal tas cangklong dari daun
gebang. Ini bisa membantu mengurangi penggunaan
plastik.
Dalam kultur Sunda dan Banten, dikenal aneka
lalapan. Ada anekdot perdebatan antara masyarakat Aceh
dengan masyarakat Jawa Barat dan Banten. Orang Aceh
menyebut orang Jawa Barat dan Banten bodoh.
“Mengapa makan daun-daun? Kami cukup makan daging
kambing. Kambing kan makan daun-daun? Makan daging
kambing sama dengan makan lalapan.” Orang Jawa
Barat dan Banten membalas, “Kalian yang bodoh.
Mengapa harus membunuh kambing dan memakan
dagingnya? Cukuplah makan lalap daun-daunan, itu
sudah sama dengan makan daging kambing yang
berpotensi meningkatkan kadar kolesterol tubuh.”
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 23

DAUN reundeu, pucuk putat, dan songgom sebagai


lalapan khas Jawa Barat dan Sunda; telah tergusur oleh
kol, timun, caisim; yang benihnya diproduksi di Taiwan.
Mananam kol juga harus diberi mulsa plastik hitam
perak, dipupuk serta disemprot pestisida. “Saijah dan
Adinda” millennial sudah tak mengenal tanaman
reundeu, putat, dan songgom. Apalagi memakannya
sebagai lalap. Rumah berdinding anyaman bambu dan
beratapkan daun rumbia, sekarang dianggap sebagai
lambang kemiskinan. Padahal Istana Kerajaan
Tarumanagara di Sundapura, sekarang Kelurahan Tugu
Selatan dan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara;
berdinding anyaman bambu dan beratapkan rumbia.
Kerajaan ini disebut Tarumanagara karena
menghasilkan bahan pewarna tarum daun atau nila,
untuk diekspor. Lokasi budidaya tarum di sepanjang
daerah aliran sungai; yang sekarang dikenal dengan
nama Citarum. Tetapi tarum daun sebagai pewarna
tekstil, sekarang tinggal dikenang sebagai peribahasa:
“Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga.” Kosakata
belanga pun sudah tak digunakan lagi, karena alat
memasak berganti dari gerabah ke logam. Pelan-pelan
“Saijah dan Adinda” millenial dikepung oleh “Demang
Parungkujang” yang juga millennial. Kerbau mereka
memang sudah tak diambil paksa, tetapi kantong mereka
terkuras untuk membeli pulsa.
Kultur digital, di satu pihak telah memudahkan
manusia berkomunikasi, sekaligus mengakses informasi.
Sebagai sastrawan dan wartawan, saya beruntung
.....................................................................
24 Festival Seni Multatuli 2018

pernah mengalami era analog. Menulis menggunakan


mesin ketik, mencari informasi dengan datang ke
perpustakaan, memotret menggunakan film, dan
mengirimkan hasil tulisan lewat pos. Pada pergantian
millennium, tiba-tiba terjadi revolusi digital. Sekarang
siapa pun bisa menulis, memotret bahkan membuat
video, lalu detik itu juga menyebarkannya ke media
sosial. Perangkat seluler memang tak perlu ditakuti. Dia
netral. Menjadi baik atau buruk, bergantung
penggunanya. Melawan “Demang Parungkujang”
millennial memang tidak mudah, dan perlu perjuangan
lebih lama. [*]

Cimanggis, 11 Agustus 2018.


.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 25

Pertarungan maskulinitas dalam


novel Max Havelaar karya
Multatuli
Katrin Bandel
(Universitas Sanata Dharma)

........... “INI bukan novel, ini adalah gugatan” (“Het is


geen roman, ‘t is een aanklacht”), demikian
bunyi iklan untuk acara peringatan yang
diselenggarakan di Belanda pada tahun 2010
dalam rangka merayakan ulang tahun ke-150
novel Max Havelaar. Memang demikian adanya.
Tampaknya sang pengarang, yaitu Multatuli yang
nama aslinya adalah Eduard Douwes Dekker,
memilih bentuk novel hanya setelah gugatan
yang lebih langsung, yaitu dalam fungsinya
sebagai pejabat kolonial yang mengeluhkan
penindasan terhadap rakyat di Hindia Belanda,
tidak digubris. Lewat novel Max Havelaar,
Dekker berharap untuk dapat menyadarkan
.....................................................................
26 Festival Seni Multatuli 2018

orang-orang senegerinya akan ketidakadilan yang terjadi


di tanah jajahan.
Ketidakadilan yang dimaksudkan bukanlah
kolonialisme itu sendiri. Max Havelaar bukan novel
antikolonial. Dekker tidak mempertanyakan hak pihak
Belanda untuk menjadi tuan di negeri kepulauan yang
jauh ini, yang disebutnya “Insulinde”. Yang
dipertanyakannya adalah cara pemerintahan
diselenggarakan. Keresahan yang dialaminya sebagai
pejabat kolonial dan kemudian dituangkannya dalam
bentuk novel Max Havelaar, pada dasarnya lahir dari
sebuah ambivalensi yang terkandung dalam kolonialisme
itu sendiri, baik dalam wacana maupun prakteknya. Di
satu sisi, kolonialisme selalu bertujuan untuk melakukan
eksploitasi. Lahirnya kolonialisme tidak bisa dipisahkan
dari pertumbuhan kapitalisme: ketika produksi semakin
meluas disebabkan oleh industrialisasi, Eropa
membutuhkan bahan baku baru, juga membutuhkan
pasar baru untuk menjual barang-barangnya. Logika
yang dipakai tentu bukan logika kemanusiaan, tapi logika
dagang: bagaimana caranya memproduksi barang
dengan semurah-murahnya, agar mendapat keuntungan
yang sebesar-besarnya. Dalam logika tersebut, makin
pandainya penjajah memeras tenaga manusia terjajah
yang dilibatkan dalam proses produksi dengan
pengeluaran seminimal mungkin, makin sukseslah
usahanya. Namun di sisi lain, kolonialisme disertai oleh
wacana yang merepresentasikannya sebagai sebuah
tanggung jawab kemanusiaan. Konon ras yang inferior
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 27

(dalam arti: kulit berwarna) membutuhkan pimpinan dan


tuntunan dari ras superior (dalam arti: kulit putih) untuk
hidup dengan lebih baik. Dengan demikian, kolonialisme
dilegitimasi sebagai sesuatu yang justru baik bagi tanah
terjajah dan penghuninya, bukan buruk.
Dengan sangat eksplisit, novel Max Havelaar
mendeskripsikan sistem Culuurstelsel (tanam paksa)
yang berlaku di Hindia Belanda pada masa tugas Dekker
di tanah jajahan tersebut, dan di masa penulisan dan
penerbitan novelnya. Ambivalensi yang saya sebut di atas,
tampak sangat jelas dalam praktek kolonial yang
dideskripsikan tersebut. Setiap pejabat kolonial
diharuskan untuk secara khusus dan dalam sebuah
upacara formal berjanji untuk berlaku adil pada
masyarakat lokal, yaitu melindungi rakyat dari berbagai
bentuk eksploitasi, seperti kerja paksa yang melebihi
kuota yang ditentukan dalam undang-undang, dan
perampasan atas harta milik. Namun pada saat yang
sama, secara riil sistem kolonial justru dijalankan lewat
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan tersebut.
Baik pejabat kolonial, maupun penguasa lokal yang
dijadikan bagian dari sistem kolonial, memanfaatkan
tenaga rakyat setempat demi kepentingan pribadinya,
atau mengambil harta milik mereka secara sewenang-
wenang. Dengan cara itu, penguasa lokal dan pejabat-
pejabat kolonial dapat hidup dalam kemewahan, yang
sekaligus menjadi simbol kekuasaan mereka, dan
menjamin kesetiaan mereka pada sistem.
Max Havelaar menggambarkan situasi yang
.....................................................................
28 Festival Seni Multatuli 2018

mengganggu status quo tersebut. Hal itu terjadi lewat


kehadiran seorang pejabat kolonial yang bersikap di luar
kebiasaan, yaitu tokoh Max Havelaar (yang terinspirasi
oleh pengalaman Dekker sendiri). Tanggung jawab
dirinya sebagai wakil pemerintah Hindia Belanda untuk
melindungi rakyat dari eksploitasi, berusaha
diwujudkannya dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar
secara pro forma seperti mayoritas pejabat kolonial yang
lain. Sebagai asisten residen di Lebak, Banten, Havelaar
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membantu
rakyat yang sangat menderita disebabkan oleh
pemerasan yang dilakukan bupati selama bertahun-
tahun. Namun sikapnya sama sekali tidak didukung oleh
atasannya. Pada akhirnya, dia ditegur dengan keras dan
dipindahtugaskan, yang membuatnya memilih mundur
dari pekerjaan tersebut. Dengan demikian, novel Max
Havelaar secara sangat gamblang memperlihatkan
betapa citra pemerintah kolonial sebagai pelindung
rakyat di tanah jajahan, hanya merupakan retorika
kosong yang tidak sesuai dengan kenyataan.

DUNIA para pejabat kolonial yang dideskripsikan dalam


Max Havelaar hampir sepenuhnya menjadi dunia laki-
laki. Istri Max Havelaar berperan sebatas sebagai
pendamping setia. Cerita kerangka yang digunakan
dalam novel yang ditulis dengan struktur lumayan
kompleks tersebut, pun menggambarkan sebuah dunia
laki-laki, yaitu rumah tangga seorang makelar kopi di
Amsterdam. Novel Max Havelaar dibuka dalam setting
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 29

rumah tangga makelar yang bernama Batavus


Droogstoppel tersebut. Droogstoppel dikisahkan
berjumpa secara kebetulan dengan seorang teman lama
dari masa sekolahnya, yang merupakan mantan pejabat
kolonial di Hindia Belanda. Teman yang tampak miskin
dan hidup sengsara tersebut, mengiriminya sebuah
bungkusan berisi setumpuk naskah yang diharapkannya
dapat diterbitkan, yang menurut Droogstoppel sebagian
hanya berisi khayalan tak bermanfaat, tapi sebagian yang
lain dinilainya penting karena berkaitan dengan produksi
kopi. Karena itu, Droogstoppel memutuskan untuk
menulis buku dengan menggunakan bahan tersebut. Dan
karena dirinya kurang berbakat dalam hal penulisan, dia
kemudian meminta tolong pada salah seorang karyawan
yang masih muda, laki-laki Jerman bernama Ernst Stern.
Anak laki-laki Droogstoppel sendiri, Fritz, pun ikut
membantu dalam penulisan. Sedangkan anak
perempuannya, Marie, sekadar diberi tugas untuk
menyalin tulisan tersebut dengan rapi. Istri Droogstoppel
hanya disebut sekilas-sekilas sebagai istri dan ibu rumah
tangga, yang selalu setuju dalam segala hal dengan
keputusan suaminya.
Maskulinitas tidak bersifat tunggal atau statis. Ada
sekian cara untuk menjalani peran gender sebagai laki-
laki. Pluralitas itu tampak sekali dalam interaksi
antartokoh laki-laki dalam novel Max Havelaar.
Perbedaan persepsi mengenai apa artinya menjadi laki-
laki yang baik dan terhormat, terlihat secara sangat
mencolok, termasuk dalam hal penulisan buku.
.....................................................................
30 Festival Seni Multatuli 2018

Droogstoppel sama sekali tidak puas dengan cara kerja


Stern: buku yang diharapkannya memberi informasi
bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dengan urusan perdagangan produk asal Hindia Belanda,
mengambil alur yang sama sekali di luar dugaan dan
kehendaknya. Didorong oleh darah muda dan
idealismenya, Stern memasukkan berbagai kisah
mengenai kepribadian Max Havelaar, kehidupan
pribadinya, pergaulan dengan istri dan anaknya, sampai
pada pemaparan mengenai kondisi rakyat di Lebak,
dengan kisah cinta Saijah dan Adinda sebagai
ilustrasinya. Semua itu hanya omong kosong bagi
Droogstoppel. Tapi dirinya terikat oleh hubungan yang
rumit dengan Stern. Ayah Stern merupakan salah satu
pelanggannya, dan anak muda itu sengaja
dipekerjakannya demi mempererat hubungan itu, agar
pelanggan tersebut jangan sampai beralih kepada
makelar kopi lain. Dengan demikian, terpaksa
Droogstoppel menoleransi alur di luar dugaan dalam
buku yang dituliskan Stern untuknya itu.
Hubungan rumit tersebut dengan tepat
mengilustrasikan sifat Droogstoppel. Keuntungan adalah
segalanya bagi Droogstoppel. Pada saat yang sama, dia
sangat yakin akan kesolehan dirinya sebagai orang
Kristen (aliran Calvinis, tampaknya), dan akan ketepatan
penilaiannya dan pemahamannya mengenai berbagai
urusan besar dan kecil di sekitarnya, berdasarkan
pengalaman hidupnya yang dinilainya cukup luas, tapi
yang sebetulnya bersifat sangat sempit. Logika pikirnya
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 31

dalam menilai manusia lain dan urusan-urusannya, kira-


kira seperti berikut: Kekayaan diyakininya selalu
dilimpahkan kepada orang baik, sehingga orang miskin
dicurigainya berkelakuan buruk atau kafir, sebagai
penyebab kemiskinannya. Sebagai implikasinya, orang
kaya pula yang mendapat kepercayaannya, sedangkan
orang miskin dianggapnya pasti banyak berbohong. Tentu
bisa dibayangkan bahwa dengan dasar logika pikir
seperti itu, kisah mengenai perjuangan Max Havelaar
melawan eksploitasi terhadap rakyat Jawa, sama sekali
tidak bisa dipahami atau diterimanya. Segala data yang
dipaparkan mengenai keadaan di Hindia Belanda, tidak
menyentuh hatinya sama sekali. Yang lebih diyakininya
adalah penjelasan pendeta setempat yang memandang
pribumi Hindia Belanda sebagai kafir yang perlu
diselamatkan dengan cara disuruh bekerja, sebab konon
kerja keras akan membuat orang lebih siap untuk
menerima kebenaran agama Kristen. Sebagai bukti lain
bahwa kisah yang ditulis oleh Stern konon keliru,
Droogstoppel menceritakan pertemuannya dengan
seorang mantan pejabat kolonial yang hidup mewah di
Belanda. Kesimpulan yang tentu otomatis akan
terpikirkan oleh pembaca, yaitu bahwa kekayaan tersebut
merupakan hasil pemerasan dan penyalahgunaan
kekuasaan di Hindia Belanda, sama sekali tidak
terpikirkan oleh Droogstoppel. Dengan keyakinan diri
yang terkesan konyol dan menjengkelkan, Droogstoppel
mendeskripsikan sekian detail kekayaan mantan pejabat
kolonial tersebut serta memuji kebaikannya dalam
menjamu Droogstoppel sekeluarga, untuk kemudian
.....................................................................
32 Festival Seni Multatuli 2018

menyimpulkan bahwa dengan demikian terbukti bahwa


orang baik-baik akan sukses di Hindia Belanda, dan
hanya orang tak berguna yang akan kembali sebagai
orang miskin, seperti mantan teman sekolahnya yang
mengiriminya tumpukan naskah itu.
Sang mantan teman sekolah itu, yang diberi nama
Schalmann, bisa diduga identis dengan Max Havelaar,
dalam arti bahwa naskah yang dituliskannya
menggambarkan pengalamannya sendiri, dan itulah yang
menjadi dasar penciptaan tokoh Max Havelaar oleh
pemuda Jerman Ernst Stern, dibantu oleh remaja Fritz
Droogstoppel. Dengan demikian, dia sekaligus menjadi
alter ego Dekker alias Multatuli sendiri. Kita berjumpa
dengan Schalmann hanya melalui narasi Droogstoppel,
sedangkan Havelaar kita jumpai lewat narasi Stern.
Meskipun yang dimaksudkan adalah sosok yang sama,
penggambarannya seperti langit dan bumi. Stern penuh
rasa kagum dalam mendeskripsikan Havelaar, sebagai
sosok karismatik yang berani mempertaruhkan
segalanya demi memperjuangkan keadilan untuk rakyat
Lebak. Kebiasaannya untuk secara berlebihan membantu
orang lain sampai dirinya menjadi miskin dan terlilit
utang, menjadi bagian dari karakter uniknya dalam
penggambaran Stern, yang terkesan agak ceroboh, tapi
sangat simpatik. Tapi dalam narasi Droogstoppel, sosok
yang sama berubah menjadi sangat mengenaskan, tanpa
heroisme sama sekali. Tentu periode hidup yang
dideskripsikan juga berbeda, yaitu periode setelah
Havelaar/Schalmann pulang ke Belanda dalam keadaan
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 33

miskin dan kecewa. Saat berjumpa secara kebetulan


dengan teman sekolahnya itu, Droogstoppel tidak
nyaman, dan segera ingin menjauh. Droogstoppel
merasa bahwa status dirinya jauh di atas Schalmann,
dengan catatan bahwa status diukurnya hampir
sepenuhnya dari segi materi, yaitu berdasarkan pakaian
yang dikenakan, tempat tinggal, dan sebagainya.
Kesulitan finansial yang tercermin secara jelas dari
penampilan dan kondisi hidup Schalmann, maupun dari
pengakuan jujurnya sendiri, tidak membuat Droogstoppel
bersimpati, tapi sebaliknya, membuatnya menarik diri
dan memandang rendah pada teman lamanya tersebut.
Dia khawatir dimintai tolong, dan di samping itu, dengan
logika pikir khasnya yang sudah saya deskripsikan di
atas, kemiskinan Schalmann membuatnya
menyimpulkan bahwa karakternya pasti kurang baik,
begitu pun ketaatan agamanya.
Saya rasa, tampak dengan cukup jelas dari
penggambaran singkat ini bahwa maskulinitas
Droogstoppel dan maskulinitas Havelaar secara cukup
ekstrem bertentangan satu sama lain. Bagi
Droogstoppel, menjadi laki-laki yang baik dan terhormat
berkaitan terutama dengan materi yang dimiliki, dan
dengan status sosial yang “terbeli” lewat materi tersebut.
Bagi Havelaar, unsur terpenting dalam menjalani
hidupnya sebagai laki-laki terhormat adalah
mengerjakan tugasnya dengan bertanggung jawab, yaitu
dengan kasih sayang pada sesama manusia, dan dengan
menolong dan membela yang lemah. Saat meninggalkan
.....................................................................
34 Festival Seni Multatuli 2018

Lebak secara terpaksa, dia kecewa dan merasa gagal


bukan karena jatuh miskin, tapi karena gagal memenuhi
janjinya untuk membela rakyat lemah yang menaruh
harapan padanya.
Di akhir novel Max Havelaar, Multatuli sebagai
pengarang mendadak bersuara secara langsung. Semua
tokoh karangannya dibebastugaskannya, agar
gugatannya bisa disampaikannya dengan lebih eksplisit
sebagai penutup novel panjangnya. Mengenai tokoh
ciptaannya dan struktur narasi yang digunakannya,
Multatuli menjelaskan bahwa semua itu hanyalah alat
yang dipandangnya sesuai untuk menyampaikan pesan
utamanya, yaitu bahwa rakyat Jawa sedang ditindas.
Sesuai slogan yang mengiklankan ulang tahun ke-150
buku tersebut seperti yang saya kutip di awal tulisan ini,
Max Havelaar memang berstatus terutama sebagai
gugatan. Novel hanyalah bentuk penyampaiannya.
Mengapa tokoh dan struktur narasi yang seaneh
itulah yang dipandangnya sesuai untuk menyampaikan
gugatannya? Apa perlunya kita diperkenalkan dengan
seorang Droogstoppel, yang tidak pernah ke Hindia
Belanda, dan yang wawasannya begitu sempit sehingga
sedikit pun tidak memberi kontribusi yang bermanfaat
dalam analisis permasalahan sistem kolonial di Hindia
Belanda? Saya rasa, lewat fokus pada persoalan
maskulinitas, pertanyaan itu bisa kita jawab. Dalam
penggambaran Multatuli, Droogstoppel menjadi sosok
yang terkesan sangat negatif: dia egois, bodoh, sombong,
dan tidak mengenal belas kasih. Namun bukankah pada
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 35

dasarnya, maskulinitas ala Droogstoppel inilah yang


menjadi maskulinitas dominan di masanya? Dengan
penggambaran yang dilandasi ideologi yang berbeda,
seorang Droogstoppel bisa dibayangkan menjadi tokoh
yang sama sekali tidak negatif, tapi menjadi laki-laki yang
baik dan terhormat sesuai konsep dirinya yang oleh
Multatuli diberi kesan sangat konyol dan menyebalkan.
Maskulinitas Droogstoppel ini tidak jauh berbeda
daripada maskulinitas mayoritas pejabat kolonial di masa
tersebut. Namun pembaca yang pertama-tama disapa
oleh novel tersebut, yaitu orang Belanda yang sebagian
besar tidak mengenal Hindia Belanda secara langsung,
tentu lebih akrab dengan figur semacam Droogstoppel.
Mungkin karena itulah, yang dipilih sebagai wakil utama
jenis maskulinitas dominan tersebut adalah sang
makelar kopi di Amsterdam ini, bukan, misalnya, atasan
Havelaar di Hindia Belanda.
Namun maskulinitas Havelaar pun bukan jenis
maskulinitas yang asing bagi pembaca. Kisah
kepahlawanan dalam wujud pembelaan terhadap kaum
lemah, serta pengorbanan demi nilai-nilai luhur, dikenal
sepajang zaman. Maka tidak sulit kita membayangkan
seorang anak muda Jerman yang belum berpengalaman,
menjadi terkesan oleh sosok heroik semacam itu, dan
memujanya lewat penulisan kisahnya dengan segala
sentimentalitas mudanya yang tak jarang berlebihan.
Mari kita sekarang kembali pada ambivalensi praktek
dan wacana kolonial yang sudah saya bicarakan di atas.
Kolonialisme berdasar pada eksploitasi, tapi pada waktu
.....................................................................
36 Festival Seni Multatuli 2018

yang sama direpresentasikan sebagai perjuangan heroik


demi kemuliaan bangsa dan untuk mengangkat martabat
manusia, termasuk manusia non-Eropa. Dengan kata
lain, dua jenis maskulinitas disatukan dalam diri para
pejabat kolonial. Dengan mengharuskan para pejabat
kolonial bersumpah untuk membela hak rakyat, namun
sekaligus menoleransi dan bahkan mendukung praktek
eksploitatif yang berkebalikan dengan sumpah tersebut,
ambivalensi kolonial dijadikan realitas sehari-hari yang
seakan-akan sudah sewajarnya. Dekker, dengan
novelnya, membongkar kemustahilan imaji diri sang
penjajah tersebut. Max Havelaar menghadirkan dua
maskulinitas yang tidak tersatukan: Sang kapitalis yang
sibuk memaksimalkan keuntungan, tak akan bisa
menjadi pembela rakyat, dan sang pejuang keadilan tak
akan pernah menjadi kaya. [*]
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 37

Feminisme dan Gerakan


Perempuan di Indonesia:
Kemungkinan Pengembangan
dalam Konteks Lokal Banten
Neng Dara Affiah
Dara
(UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

........... 1. Apa itu ffeminisme?


eminisme?
FEMINISME adalah sebuah teori yang berusaha
menganalisis pelbagai kondisi yang membentuk
kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki
beragam jenis pemahaman kebudayaan
mengenai apa artinya menjadi manusia
perempuan (Jackson dan Jones: 1998: 1).
Teori ini pada awalnya diarahkan untuk
tujuan politis gerakan perempuan, yakni
kebutuhan memahami subordinasi perempuan
dan pengucilan perempuan dalam pelbagai
wilayah sosial dan kebudayaan. Feminisme
bukanlah aktivitas intelektual abstrak yang
terpisah dari kehidupan kaum perempuan,
.....................................................................
38 Festival Seni Multatuli 2018

melainkan sebuah teori yang hendak menjelaskan


kondisi kehidupan yang dijalani perempuan.
Teori feminis telah dihasilkan oleh masyarakat
umum maupun kalangan akademisi dengan keragaman
corak pemikiran yang mencerminkan afiliasi politik yang
beragam, tradisi teoretis dan latar belakang disiplin ilmu
yang berbeda yang dibawa feminis dalam kerja teoresasi
mereka (Jackson dan Jones:1).
Ada banyak aliran pemikiran feminis, juga ada
beragam wilayah yang diperselisihkan dan
diperdebatkan. Feminisme bukanlah pemikiran tunggal
dan bahwa feminis tidak berpikiran seragam. Feminisme
ibarat sebuah pohon besar yang bercabang-cabang, yang
setiap cabangnya mempunyai cabang lagi dan merupakan
pohon kecil yang saling berhubungan dengan cabang lain
untuk membentuk sebuah pohon yang namanya
feminisme.

2. Aliran-alir
Aliran-alir an dalam F
an-aliran eminisme
Feminisme
Sebagaimana disebut di atas, feminisme tidaklah
tunggal. Ia mempunyai beragam corak dan aliran. Di
antaranya adalah:
1) Feminisme Radikal. Aliran ini melihat kategori
Feminisme
sosial “seks” sebagai dasar pembedaan dalam
masyarakat, sedangkan “kelas” dan “ras” sebagai faktor
kedua. Ideologi patriarki dilihat sebagai akar persoalan
subordinasi dan diskriminasi terhadap perempuan secara
universal, karena itu ia harus dilawan. Sebagai gantinya,
solidaritas di antara sesama perempuan (sisterhood)
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 39

dicanangkan. Isu-isu kekerasan terhadap perempuan


sangat mendapat perhatian, baik kekerasan fisik, psikis,
ekonomi, dan kekerasan seksual. Lesbianisme, androgini,
dan tekanan pada budaya dan ruang gerak hidup
perempuan menjadi perhatian khusus Feminisme Radikal.
2) Feminisme Liber
Feminisme al. Aliran feminis ini melibatkan
Liberal.
diri dalam reformasi legislatif atas undang-undang yang
seksis, menuntut kesempatan yang sama dalam
pendidikan, kesempatan kerja dan pengupahan.
Menuntut negara menjamin persamaan hak perempuan
dan laki-laki, menuntut fasilitas penitipan anak,
kontrasepsi, tempat perlindungan bagi perempuan yang
dianiaya, tunjangan kelahiran dan bantuan hukum serta
menuntut negara melindungi perempuan dari pelbagai
bentuk kekerasan.
3) Feminisme Sosialis
Feminisme Sosialis. Aliran ini bertujuan
menghapuskan ketidakadilan kelas dan gender serta
memperjuangkan hak kebebasan reproduksi, seperti
kebebasan untuk memilih alat kontrasepsi dan aborsi.
Memperjuangkan penghapusan kebijakan negara yang
seksis; pengupahan yang sama, penghapusan pembagian
kerja secara seksual dan pengupahan yang seimbang
antara kerja domestik dan publik.
4) Feminisme Multikultur
Feminisme al
Multikultural
al, yakni gerakan sosial
intelektual yang mempromosikan nilai-nilai
keberagaman dan menyebarkan prinsip hidup semua
kelompok kebudayaan harus diperlakukan dengan
penghargaan sebagai manusia setara.
5) Feminisme Gl
Feminisme obal
Global
obal, yakni solidaritas perempuan
.....................................................................
40 Festival Seni Multatuli 2018

dari seluruh penjuru dunia bersama-sama


membicarakan: 1) Hak perempuan atas kebebasan untuk
memilih dan mengendalikan hidupnya sendiri di dalam
dan di luar rumah; 2) penghapusan semua bentuk
ketidakadilan dan opresi dengan menciptakan tatanan
sosial dan ekonomi yang lebih adil secara nasional dan
internasional (Jagger: 1984 dan Tong: 1998: 334).
Karena analisis tentang subordinasi perempuan dari
aliran-aliran ini berbeda-beda, maka strategi
pergerakannya pun menjadi berbeda-beda. Gerakan
Feminis Radikal lebih percaya pada perjuangan di luar
badan negara karena mereka meragukan perwakilan
minat perempuan dalam instansi negara. Sebaliknya,
para feminis liberal ingin memengaruhi sistem hukum
melalui advokasi dalam badan pemerintahan sehingga
mereka ingin memperkuat posisi perempuan dalam
negara. Para feminis sosialis merupakan kelompok yang
berada di tengah-tengah kedua kelompok di atas:
peranan negara untuk memperbaiki posisi perempuan
diakui, tetapi perjuangan di luar badan pemerintahan
tetap dilakukan.
Sementara dalam disiplin ilmu sosiologi, terdapat
empat tipologi teori feminisme (Ritzer: 418). Pertama,
teori Perbedaan Gender (gender different).Teori ini
berpendapat bahwa posisi dan pengalaman perempuan
dari kebanyakan situasi berbeda dengan apa yang dialami
laki-laki. Teori ini diwakili oleh aliran Feminisme Kultural
yang berpandangan bahwa apa yang disebut sebagai”
karakter/personalitas perempuan” mempunyai dimensi
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 41

yang sangat positif dalam mengelola masyarakat dan


negara. Karakter tersebut misalnya, keibuan, perhatian,
anti kekerasan dan nilai-lain yang diasosiasikan sebagai
dimensi feminitas (Margaret Fuller, Frances Willard, Jane
Addams, Charlote Perkins Gilman). Implikasi lebih luas
bagi perubahan sosial adalah bahwa cara perempuan
dalam menjalani hidup dan mendapatkan pengetahuan
bisa menjadi model yang lebih baik untuk menghasilkan
masyarakat yang adil ketimbang preferensi tradisional
dari kultur androsentris laki-laki.
Kedua, teori Ketimpangan Gender. Teori ini
menyatakan bahwa posisi perempuan dalam kebanyakan
situasi tidak hanya berbeda, tetapi juga kurang
menguntungkan dan posisinya tidak setara dengan laki-
laki. Teori ini diwakili oleh aliran Feminisme Liberal.
Ketiga, teori Penindasan Gender. Teori ini
menyatakan bahwa situasi perempuan harus pula
dipahami dari sudut hubungan kekuasaan laki-laki dan
perempuan. Perempuan “ditindas”, dalam arti dikekang,
disubordinasikan, dibentuk, dan dieksploitasi oleh laki-
laki. Teori ini diwakili oleh aliran Feminisme Radikal
yang melihat kategori sosial “seks” sebagai dasar
pembedaan dalam masyarakat, sedangkan “kelas” dan
“ras” sebagai faktor kedua.
Keempat, teori penindasan struktural. Teori ini
berpendapat bahwa perempuan mengalami pembedaan,
ketimpangan dan berbagai bentuk penindasan lainnya
karena posisi sosial mereka dalam susunan stratifikasi
kelas, ras, etnisitas, umur, status perkawinan, dan posisi
.....................................................................
42 Festival Seni Multatuli 2018

global mereka. Aliran yang mewakili teori penindasan


struktural adalah teori Interseksionalitas. Teori ini
menyatakan bahwa perempuan mengalami penindasan
dalam berbagai konfigurasi dan derajat yang berbeda-
beda (Ritzer dan Goodman, 2004). Penindasan tersebut
terjadi karena terdapat kaitan fundamental antara
ideologi dan kekuasaan yang mengizinkan pihak dominan
untuk mengontrol pihak subordinat dengan menciptakan
strategi di mana perbedaan menjadi alat justifikasi untuk
melakukan penindasan. Salah satu cara pihak dominan
melakukan penindasan adalah dengan menciptakan
“mytical norms”, yakni menciptakan norma-norma yang
dimitoskan tentang makna perempuan “baik” dan
“buruk” (Lorde, 1984:115). Dengan norma-norma
tersebut bukan hanya pihak dominan merasa perlu
mengontrol, menundukkan, dan memanfaatkan, lebih
dari itu adalah membuat perempuan rendah diri,
menolak orang lain dari kelompok yang berbeda dan
menciptakan kriteria di dalam kelompok perempuan
sendiri untuk mengusir, menghukum, dan meminggirkan
anggota kelompok lain. Mereka yang berbeda dengan
pihak dominan akan dianggap sebagai “othering”, yakni
sebuah tindakan yang menetapkan suatu kelompok
berbeda dan tidak dapat diterima berdasarkan kriteria
tertentu yang dibentuknya. Karena itu, penolakan ini akan
menggerogoti potensi perempuan untuk melakukan
koalisi.
Dalam agenda perubahannya, teori ini
mengembangkan pengetahuan orang-orang tertindas
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 43

yang berprinsip pada kepercayaan dan keadilan. Teori ini


mendukung perlunya bersaksi, memprotes, dan
berorganisasi untuk menuntut perubahan di dalam
konteks komunitas yang tertindas, karena hanya di dalam
komunitas itulah seseorang dapat mempertahankan
keyakinan pada kemenangan keadilan yang dipahami
(Collins, 1990: 198; Hooks,1984/1990; Reagon, 1982/1995;
Lorde, 1984).
Wieringa (1999) dan Kusyuniati (2001) membagi pola
gerakan perempuan ke dalam dua wacana feminisme,
yakni essensialisme dan konstruksionisme.
Essensialisme adalah gerakan perempuan yang
menekankan pada sifat-sifat feminin perempuan dalam
bentuk penyelenggaraan program untuk mendukung
peran keibuan. Gerakan perempuan dengan model ini
lebih memfokuskan pada kesejahteraan perempuan dan
penekanannya pada determinisme biologis. Representasi
dari gerakan ini adalah mereka yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan praktis gender (practical gender
needs). Pemenuhan kebutuhan praktis gender adalah
pemenuhan kebutuhan perempuan yang berbeda dengan
laki-laki karena perbedaan gender mereka yang perlu
dicukupi agar mereka bisa bertahan hidup (survive).
Pemenuhan ini menitikberatkan pada proyek-proyek
kebutuhan fisik keluarga melalui penyediaan perumahan,
sandang atau pangan, dan melalui proyek-proyek latihan
mengenai rumah tangga, seperti kebersihan, kesehatan,
dan memasak. Jenis-jenis latihannya berisi tentang
makanan bergizi serta upaya pencegahan kekurangan
.....................................................................
44 Festival Seni Multatuli 2018

gizi dan malnutrisi pada anak, tetapi tidak mementingkan


status gizi ibu itu sendiri (Holzner, Brigitte, 1997:158).
Sedangkan konstruksionisme lebih menekankan
perempuan sebagai subyek dan percaya pada peran
horizontalnya dalam masyarakat yang direpresentasikan
dalam hubungannya terhadap ras, kelas, bahasa,
hubungan sosial, dan sebagainya. Fokus kegiatan yang
didasarkan pada konsep kebutuhan strategi gender
(strategic gender needs) adalah pada upaya kesetaraan
relasi serta partisipasi perempuan dan laki-laki dalam
hal pembuatan keputusan, akses yang sama untuk
mendapatkan kesempatan kerja, pendidikan, pelatihan,
mempunyai kontrol terhadap pemilikan tanah, kekayaan
dan kredit, upah yang sama dengan laki-laki untuk jenis
pekerjaan yang bernilai sama, kebebasan untuk memilih
dalam pernikahan dan reproduksi serta adanya
perlindungan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan
yang dilakukan suami dalam rumah tangga (Kusyuniati,
2001: 4; Wieringa, 1999: 57). Aliran ini secara keras
menggugat diskriminasi peran dan capaian yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Dalam memperjuangkan
visinya, kelompok ini mengkritisi fenomena sosial yang
cenderung diskriminatif. Kelompok yang representatif
dari gerakan ini adalah mereka yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan strategi gender (strategic gender
needs).
Programnya lebih difokuskan kepada gugatan
horizontal yang mengarah kepada penyelesaian isu-isu
struktural, yaitu isu-isu yang mempertanyakan dominasi
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 45

pihak-pihak yang kuat terhadap yang lemah, kebijakan


pemerintah yang diskriminatif atau perlakuan semena-
mena laki-laki terhadap perempuan yang mulai
dipersoalkan di pengadilan serta mengakui pentingnya
analisis kelas, ras, gender, dan pembangunan sebagai
masalah yang harus menjadi pusat perhatian. Tujuan
yang lebih jauh dari program ini adalah menumbuhkan
kesadaran akan adanya ideologi patriarki serta akibat
yang ditimbulkan terhadap kedudukan dan peran baik
laki-laki maupun perempuan dalam masyarakat.
Kedua kategori pola gerakan perempuan di atas,
memang tidak bisa dikategorikan secara rigid, karena
banyak organisasi perempuan mempunyai visi yang
saling tumpang tindih satu sama lain. Para
konstruksionis mengkritik essensialis sebagai kelompok
yang tidak memperjuangkan perubahan struktur dan
tidak menentang pembagian kerja secara seksual,
bahkan memperkuat ideologi gender yang memandang
perempuan sebagai ibu rumah tangga (housewife) serta
menciptakan ketergantungan pada laki-laki. Sementara
para essensialis mengkritik konstruksionis sebagai
kelompok yang tidak membumi dan tidak menyelesaikan
keseharian perempuan.

3. Feminisme dan Gerakan P


Gerakan er
Per empuan di Indonesia
erempuan
Feminisme muncul sekitar akhir abad ke-19 di
berbagai negara Barat yang dikenal dengan kaum
suffrage. Cikal bakal munculnya di Indonesia dapat
dilacak keberadaannya ketika pemerintah kolonial
.....................................................................
46 Festival Seni Multatuli 2018

membentuk sebuah komisi yang terdiri dari orang-orang


terpilih berjumlah sembilan perempuan Indonesia yang
semuanya dari kalangan kelas sosial atas dan tujuh
orang di antaranya memiliki sebutan bangsawan. Komisi
ini dibentuk untuk mencari tahu tentang menurunnya
kesejahteraan penduduk pribumi di Jawa dan Madura (De
Stuers, 1960: 60; Wieringa, 1999:102). Masalah yang
mereka identifikasi ialah: 1) pendidikan untuk perempuan
(dikemukakan oleh mereka semua); 2) perbaikan
perkawinan (penghapusan perkawinan anak dan
permaduan); 3) menentang pelacuran.
Sementara masalah lainnya adalah: a) memberi
kesempatan lebih luas untuk perempuan tampil di depan
umum; b) pendidikan seks; c) upah sama untuk
pekerjaan yang sama; d) perbaikan keadaan penghidupan
petani, dan; e) pendidikan untuk perempuan tani. Tetapi
dari kesembilan yang diwawancarai tersebut, tak seorang
pun dari mereka yang menyatakan kekuasaan kolonial
(kolonialisme) sebagai masalah (Wieringa, 1999: 102).
Meski demikian, kesaksian dan temuan komisi ini
merupakan langkah awal untuk menuntut perubahan dan
pembangunan (De Stuers, 1960: 60).
Sebelum abad ke-20 memang telah tercatat
sejumlah tokoh perempuan yang bersama rekan prianya
melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Nama-nama tersebut seperti Nyi Ageng Serang (1752-
1825), Martha Christina Tiahahu (1818), Cut Nyak Dien
(1850-1908), dan Cut Meutia (1870-1910). Para pejuang
tersebut, meski secara khusus tidak menyebut hak-hak
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 47

perempuan, tetapi mereka menjadi inspirasi historis bagi


para pejuang hak-hak perempuan sesudahnya.
Adalah Kartini (1879-1904) yang merupakan pemikir
awal mengenai hak-hak perempuan dan penganjur
pendidikan perempuan. Ia mendirikan lembaga
pendidikan bagi perempuan karena ia percaya bahwa jika
perempuan terdidik, maka ia dapat mendidik anak dan
keluarga yang lainnya.1 Surat-surat Kartini tidak hanya
dikenal di kalangan gerakan perempuan, tetapi juga di
kalangan gerakan nasional. Kartini-lah yang pertama kali
menyuarakan perspektif persamaan terkait dengan
pendidikan, meskipun suaranya tersebut tidak pernah
menjadi politik pemerintah kolonial (Wieringa, 1999: 100).
Selain Kartini, tercatat sejumlah perempuan lain yang
fokus pada perjuangan pendidikan perempuan seperti
Dewi Sartika (1884-1947) yang pada 1904 mendirikan
sekolah pertamanya bernama Keutamaan Istri dan pada
1912 berhasil mendirikan sembilan (9) sekolah dengan
nama yang sama di daerah Pasundan.
Memasuki abad ke-20, gerakan perempuan secara

_______________
1
RA Kartini menjadikan rumah orang tuanya untuk sekolah perempuan. Ia
menulis surat-suratnya yang kemudian dibukukan berjudul: “Habis Gelap
Terbitlah Terang”. Dalam surat-suratnya tersebut, ia merumuskan gagasan
yang unsur pokoknya sebagai berikut: 1) memandang pendidikan
perempuan sebagai salah satu syarat penting untuk memajukan rakyatnya,
karena ibu yang terpelajar bisa diharapkan kemampuannya mendidik anak-
anak lebih baik; 2) Tidak hanya perempuan kalangan miskin, perempuan
kalangan atas pun harus diberi kesempatan mencari nafkah sendiri dan
mencari pekerjaan yang cocok bagi mereka, misalnya menjadi perawat,
bidan, dan guru. 3) Poligami harus dihapuskan, karena merendahkan
martabat perempuan.
.....................................................................
48 Festival Seni Multatuli 2018

kolektif muncul seiring dengan gerakan kebangkitan


nasional (1900-1927), terutama di Jawa dan
Minangkabau. Gerakan ini merupakan gerakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda yang mengambil
bentuk masalah sosio-kultural perempuan dan
membentuk organisasi dengan sejumlah cabang
berdasarkan identitas agama dan daerah serta orientasi
politik yang berkembang pada saat itu (M.C. Ricklefs,
2005: 342; Wieringa, 199: 102). Para anggota gerakan
umumnya berlatar belakang perempuan kelas menengah
dan atas dengan fokus perhatiannya pada pendidikan
perempuan dan menerbitkan sejumlah majalah.
Organisasi perempuan yang pertama kali berdiri pada
awal abad 20 adalah Putri Mardika pada tahun 1912 di
Jakarta. Organisasi ini memperjuangkan pendidikan
perempuan pribumi dan mendorongnya untuk tampil di
muka umum serta mengangkatnya pada kedudukan
setara dengan laki-laki. Pada tahun 1913, organisasi ini
mulai menerbitkan surat kabar mingguan dengan
semboyan: “Surat kabar memperhatikan pihak
perempuan bumi putera di Indonesia” dengan
menurunkan tulisan perdananya tentang perkawinan
anak-anak dan poligami, dan tahun 1919 memuat berita
tentang kongres feminisme di Paris (De Stuers, 1960: 84;
Kowani,1978: 15; Wieringa, 1999: 104).
Organisasi gerakan perempuan bercorak kedaerahan
muncul pada awal abad ke-20 ini, tidak saja di pulau
Jawa, tetapi juga di Sumatera, Sulawesi, Ambon, dan
lain-lain. Di Jawa, sejumlah organisasi yang pernah ada
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 49

seperti Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Hadi


di Jepara (1915), Purborini di Tegal (1917), Wanita Susilo
di Pemalang (1918), Wanita Rukun Santoso di Malang,
Budi Wanito di Sala, Puteri Budi Sejati di Surabaya
(1919), Wanita Mulyo di Yogyakarta (1920), dan lain-lain
(De Stuers, 1960: 86; Kowani, 1978: 116-117).
Di awal masa kemerdekaan, hubungan politik antara
perempuan dan laki-laki pun berubah secara mendasar
di mana para perempuan harus membela pelbagai
kepentingan sendiri berhadapan dengan kaum politisi
Indonesia laki-laki, dan bukan lagi dengan pejabat
kolonial. “Di mata laki-laki, perempuan menjadi pesaing
yang bahkan harus ditakuti, oleh karena sekarang
mereka mampu mengelola dengan baik urusan umum
maupun urusan pribadi mereka sendiri” (Pergerakan
Wanita, 1956: 96-97; Wieringa, 1999: 222).
Gerakan perempuan pun terbagi dalam pelbagai
sayap organisasi dan sejumlah sayap partai politik
seperti Partai Kebangsaan Indonesia bagian Wanita
(Parkiwa, 1950) yang namanya berganti menjadi
“Pasundan Istri”, “Gerakan Wanita Indonesia Sedar
(GERWIS)” didirikan 4 Juli 1950 dan berganti nama
menjadi Gerwani, Persatuan Wanita Murba (Perwamu),
didirikan 17 September 1950 yang berafiliasi dengan
Partai Murba, Wanita Demokrat Indonesia didirikan 14
Januari 1951 dan berafiliasi dengan “Partai Nasional
Indonesia” dan kemudian berganti nama menjadi
“Gerakan Wanita Marhaenis (1964), kemudian menjadi
Pergerakan Wanita Nasional (Perwanas), dan sebagainya
.....................................................................
50 Festival Seni Multatuli 2018

(Pergerakan Wanita, 1956: 68; Suryochondro, 1984: 138-


139). Pembentukan partai-partai ini terkait
penyelenggaraan Pemilu tahun 1955.
Banyak organisasi perempuan yang lebih intensif
bekerja sama dengan parpol ketimbang dengan
organisasi perempuan. Dipersoalkan pula bahwa
kemenangan perempuan di parlemen bukan karena
banyaknya perempuan yang menduduki posisi anggota
dewan, tetapi kemenangan perempuan adalah mereka
yang memperjuangkan kepentingan perempuan di
parlemen. Dalam hal ini, terkecuali Perwari, yang
selamanya bersikap menjauh dari parpol (Pergerakan
Wanita, 1956: 96; Wieringa, 1999: 224).
Pemilihan Umum pertama yang bersifat demokratis
tahun 1955 mengecewakan organisasi dan gerakan
perempuan karena pelbagai alasan. Pertama, sangat
sedikit wakil perempuan yang dipilih. Kedua, Partai
Wanita Rakyat yang didirikan pada 1946 oleh Ibu
Mangunsarkoro sebagai partai penganjur monogami
tidak mendapat kursi. Ketiga, tidak ada partai-partai yang
dipimpin kaum laki-laki yang giat mengampanyekan
perubahan atas Undang-undang Perkawinan (Wieringa,
1999: 249). Sementara pada 1956, bersama kementerian
agama, Kowani mengadakan kursus penataran untuk
perempuan calon pengadilan agama, tetapi kongres
selanjutnya terus menerus mengingatkan Kementerian
Agama karena tak mengangkat tenaga yang telah lulus
ujian penataran tersebut. Demikian juga angkatan
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 51

kepolisian diperingatkan agar mengangkat para perwira


polisi lebih banyak lagi (Wieringa, 1999: 250).
Di masa-masa ini pun berdiri organisasi para istri
anggota militer dan kepolisian. Seperti tahun 1949 berdiri
organisasi Bhayangkari, yakni organisasi istri anggota
kepolisian, dan pada 1946, organisasi istri angkatan laut.
Belakangan juga para istri anggota angkatan bersenjata
lainnya berorganisasi dengan tujuan untuk saling
membantu jika suami mereka kecelakaan atau
meninggal. Istri anggota angkatan darat mendirikan
Persatuan Istri Tentara (Persit) Kartika Chandra Kirana,
pada 1957, istri anggota angkatan laut Jalasenastri dan
pada 1956, istri anggota angkatan udara mendirikan
Persatuan Istri Angkatan Udara (PIA) Ardya Garini tahun
1956 di Bandung.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, Indonesia
masuk kembali sebagai anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) setelah di masa Demokrasi Terpimpin
Indonesia keluar dari keanggotaan tersebut. Sebagai
bagian dari keanggotaan PBB tersebut, Indonesia
membentuk Komisi Nasional Kedudukan Wanita
Indonesia (KNKWI) yang bertugas mendorong gerakan
perempuan yang berfungsi mengumpulkan data dan
menyelenggarakan penelitian tentang situasi dan
kedudukan perempuan serta memberi rekomendasi atas
dasar penelitian tersebut. Pembentukannya hasil kerja
sama dengan organisasi-organisasi perempuan di mana
keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
gerakan perempuan dan individu yang ahli dalam
.....................................................................
52 Festival Seni Multatuli 2018

bidangnya. Komisi ini merupakan badan semi pemerintah


yang pada tanggal 16 Desember 1968 untuk pertama kali
KNKWI memilih pengurus yang bersifat presedium.
Pengurus terdiri dari unsur organisasi gerakan
perempuan dan pemerintah. Selain itu, terbuka kembali
kesempatan wakil Indonesia di PBB melalui United
Nations Comission on the Status of Women dengan
diwakili oleh Drg. Ny. Yetty Rizali Noor (tahun 1971-1974)
dan Ny. Suwarni Saljo, SH (1974-1978) (Kowani, 1978:
171; Suryochondro, 1984: 174-175).
Seiring dengan hal tersebut, pada tahun 1975, dalam
sidang ke-25 di New York, PBB menyatakan diri sebagai
Tahun Wanita Internasional dengan mengambil tema:
persamaan (Equality), pembangunan (Devlopment) dan
perdamaian (Peace). Masing-masing negara anggota
PBB diminta menyusun program nasional, provinsi, dan
lokal terkait tiga tema tersebut. Dalam konteks ini,
pemerintah mendorong masyarakat, terutama
perempuan bahwa mereka merupakan potensi
pembangunan. Indonesia mengirim delegasi ke World
Conference of the International Women’s Year yang
antara lain menghasilkan suatu program kegiatan untuk
jangka waktu sepuluh tahun untuk mencapai kemajuan
sehingga perempuan dapat berpartisipasi penuh dalam
kegiatan kemasyarakatan. Kepada negara-negara
anggota PBB diserukan untuk membentuk suatu
‘National Plan of Action’ berdasarkan program sedunia
tersebut (Kowani, 1978: 172). Pada tahun 1968, dibahas
kembali Rancangan Undang-undang Perkawinan setelah
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 53

lama terhenti dan organisasi gerakan perempuan


menerobos kemacetan tersebut dengan mendesak
pemerintah untuk segera mengajukan RUU tentang
Pokok-pokok Perkawinan kepada DPRGR.
Di tingkat nasional, pemerintah menerapkan
kebijakan pada organisasi perempuan dengan
mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. Ia
menyandarkan pada teori dalam studi perempuan dikenal
dengan kebijakan Women in Devlopment (WID). Kata
kunci dari pendekatan WID adalah integrasi, yakni
bagaimana perempuan diintegrasikan dalam
pembangunan dengan menitikberatkan pendekatannya
pada: 1) Pendekat
endekatanan Kesejaht er
Kesejahter aan (Welfare Approach).
eraan
Pendekatan ini memandang peningkatan status
perempuan dari segi kesejahteraan material dan
kebutuhan praktis gender semata, terutama yang
berkaitan dengan masalah kesehatan ibu dan anak (Van
Bemmelen, 1995: 181). Pendekatan ini menitikberatkan
pada proyek-proyek pemenuhan kebutuhan fisik keluarga
melalui penyediaan perumahan, sandang atau pangan,
dan melalui proyek-proyek latihan mengenai rumah
tangga, seperti kebersihan, kesehatan dan
memasak.Jenis-jenis latihannya berisi tentang makanan
bergizi serta upaya pencegahan kekurangan gizi dan
malnutrisi pada anak, tetapi tidak mementingkan status
gizi ibu itu sendiri (Holzner, Brigitte: 1997:158).
Pendekatan ini memperoleh kritik karena tidak
menentang pembagian kerja secara seksual, bahkan
memperkuat ideologi gender yang memandang
.....................................................................
54 Festival Seni Multatuli 2018

perempuan sebagai ibu rumah tangga (housewife) serta


menciptakan ketergantungan pada laki-laki;
2) Pendekat an Anti Kemiskinan (Anti-Poverty
endekatan
Approach). Pendekatan yang menitikberatkan pada
peranan produktif perempuan dengan berdasarkan
asumsi bahwa asal mula kemiskinan perempuan dan
ketimpangannya dengan laki-laki diakibatkan oleh
kesenjangan peluang untuk memiliki tanah dan modal
serta diskriminasi seksual dalam pasar tenaga kerja.
Dalam perencanaan proyek, kegiatan yang dapat
mendatangkan penghasilan (income generating avtivities)
bagi perempuan sangat diutamakan (Holzner, Brigitte,
1997:160).
3) Pendekat an Efisiensi (Efficiency Approach).
endekatan
Pendekatan ini menekankan pada peningkatan
partisipasi ekonomi perempuan di negara Dunia Ketiga.
Perlunya partisipasi perempuan dalam peningkatan
ekonomi karena sejumlah negara-negara berkembang
mengalami krisis ekonomi yang didasarkan kepada
jatuhnya harga-harga ekspor, proteksionisme, dan beban
utang. Secara praktis, perubahan-perubahan tersebut
berakibat pada meningkatnya pekerja perempuan yang
tidak diupah dan perempuan sendiri yang menciptakan
pekerjaan sektor informal. Pada waktu yang bersamaan,
ideologi perempuan sebagai ibu dan ibu rumah tangga
semakin diperkuat. Pendekatan-pendekatan di atas
mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasi aktif
dalam proses pembangunan yang mempunyai
sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, baik
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 55

melalui kerja produktif maupun reproduktif mereka,


meskipun sumbangan tersebut seringkali tidak diakui.
Pendekatan-pendekatan kesejahteraan, kesamaan, anti
kemiskinan, dan efisiensi selalu dikaitkan dengan teori
modernisasi.
Pemerintah pun mengendalikan secara sistematis
beberapa organisasi perempuan yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori:
1. Para istri pegawai negeri sipil dikelompokkan
dalam Dharma Wanita;
2. Para istri anggota ABRI dikelompokkan dalam
Dharma Pertiwi;
3. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk
para wanita di pedesaan yang tidak masuk pada
kelompok pertama dan kedua (Katjasungkana,
1989: 46) dan juga organisasi Kowani (Kongres
Wanita Indonesia) yang semula merupakan
organisasi payung dari tidak kurang 55 organisasi
di bawahnya yang memiliki pandangan progresif, di
masa Orde Baru ia menjadi organisasi korporasi
pemerintah yang melaksanakan program-
programnya.
Dua organisasi besar perempuan Muslim seperti
Aisyiah, Muhammadiyah dan Muslimat NU pun masuk
dalam kategori ini, karena keduanya menganut ideologi
konservatif yang mendefinisikan perempuan sebagai ibu
dan istri, yang mempunyai karakteristik umum,
sebagaimana diteliti Kuypers (1993:111) sebagai berikut:
1. Lahir dari organisasi pria, bahkan kadang-kadang
.....................................................................
56 Festival Seni Multatuli 2018

kelahirannya sepuluh tahun atau lebih setelah


kelahiran organisasi induknya.
2. Meskipun ia organisasi otonom, tetapi
sesungguhnya merupakan bagian dari organisasi
pria.
3. Kegiatannya lebih banyak menekuni bidang
“kewanitaan”.
4. Meskipun tidak selalu, seringkali anggota
pengurus yang aktif adalah istri dari anggota pria
yang aktif juga. Dengan kata lain, menurut Hafidz
(1993: 140), keberadaannya hanya berfungsi
sebagai pelengkap organisasi pria di mana
kebijakan programnya, keputusan politik dan
keagamaannya cenderung mengikuti organisasi
induknya. Organisasi ini pun, menurutnya,
cenderung menerima pola pembagian kerja dan
sistem hubungan berdasarkan seksual di mana
peran perempuan pada sektor domestik,
sedangkan lelaki di sektor publik. Penerimaan ini
semakin dikuatkan oleh pemahaman teologi
konvensional yang mengajarkan mengenai
dominasi laki-laki atas perempuan.

Di tengah pengendalian yang cermat atas organisasi-


organisasi perempuan pada masa Orde Baru, pemerintah
pun mengangkat seorang Menteri Muda Urusan Wanita
pada tahun 1978 dan pada tahun 1983 dinaikkan
statusnya menjadi Menteri Negara. Tugas kementerian
tersebut antara lain mengkoordinasikan kegiatan-
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 57

kegiatan dalam rangka peningkatan perempuan di tingkat


operasional departemen dan lembaga pemerintah.
Program-program yang dikoordinasikan oleh
kementerian tersebut di antaranya adalah Program
Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan
Sejahtera (P2WKSS); Program Bina Keluarga dan Balita
(BKB), dan program-program peningkatan perempuan
melalui industri kecil.

LSM-LSM Gerakan P
Gerakan er
Per empuan
erempuan
Sebagai gerakan penyeimbang terhadap organisasi-
organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah dan
mencari model gerakan pembangunan alternatif,
sejumlah aktivis perempuan mendirikan LSM-LSM
perempuan atau organisasi nonpemerintah (Ornop) yang

_______________
2
Konsep gender adalah sebuah konsep yang pertama kali digunakan oleh
Ann Oakley (1972) untuk membedakannya dengan pengertian “seks”.
Gender diartikan sebagai sebuah identitas yang diperoleh melalui proses
belajar dan proses sosialisasi melalui kebudayaan masyarakat
bersangkutan, dan karena itu ia dapat berubah dari waktu ke waktu dan
dari satu tempat ke tempat yang lain, sementara pengertian “seks”
berkaitan dengan ciri-ciri biologis antara laki-laki dan perempuan, terutama
menyangkut prokreasi (hamil, melahirkan dan menyusui) (Stevi Jackson:
1998: 225; A. Hadar: 1989: 36-37). Dengan kata lain, sudah semenjak lahir
seseorang belajar apa gendernya dan bagaimana ia harus berprilaku agar
dilihat orang lain sebagai feminin atau maskulin. Sepanjang hayatnya, hal
itu diperkuat oleh kedua orang tuanya, guru, teman sebaya, masyarakat
dan lingkungan budayanya. Dalam hal ini, maskulinitas atau “kejantanan”
dan feminitas atau “kewanitaan” tidak semata-mata ditentukan oleh jenis
kelamin (sex), tetapi yang paling utama adalah pada proses belajar dan
proses sosialisasi sepanjang hayat (Hadar: 1989: 37). Karena itu, pembagian
kerja dalam masyarakat, misalnya, dapat diterangkan dengan sangat baik
berdasarkan gender dan bukan berdasarkan perbedaan biologis.
.....................................................................
58 Festival Seni Multatuli 2018

dapat dikelompokkan menurut afiliasi, orientasi


ideologis, dan besarnya keanggotaan. Bentuk organisasi
nonpemerintah ini adalah yayasan, forum, kelompok,
perserikatan, asosiasi, koperasi, atau organisasi sosial
(Suryakusuma, 2012: 273). Tetapi pada tahun 1990-an,
bentuk organisasi yang paling dominan adalah forum
atau jejaring yang memiliki struktur longgar dan lebih
egaliter dalam upaya menggerakkan proses partisipatif
dan demokratis serta membuka akses lebih besar
berkenaan kewenangan dan informasi.
Organisasi-organisasi nonpemerintah ini mengkritik
kebijakan perempuan dan pembangunan dengan
pendekatan WID tersebut. Sebagai tandingannya, mereka
menggunakan pendekatan Gender dan Pembangunan
(Gender and Devlopment).2
Istilah ‘gender’ dalam lingkungan akademis mulai
dipergunakan sejak awal 1970-an (Stevi Jackson, 1998:
225) dan di Indonesia mulai marak diperbincangkan
sekitar tahun 1980-an yang menurut Fakih (1997: 6),
dunia ilmu pengetahuan yang berkembang selama ini
mulai dari teori-teori sosial, ekonomi, politik, sejarah,
dan agama seringkali dibangun atas dasar pengalaman
dan pemikiran laki-laki dan cenderung menegasikan
pengalaman dan pemikiran perempuan. Akibat
tersingkirnya pengalaman dan pemikiran perempuan
dalam dunia ilmu pengetahuan, maka masalah-masalah
ketimpangan perempuan versus negara, budaya, dan
agama seolah-olah luput dari perbincangan teoritisasi
ilmu pengetahuan sosial. Karena itu, tulis Fakih, analisis
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 59

gender sangat diperlukan, karena dalam masyarakat


terkandung ketidakadilan terhadap perempuan yang
diakibatkan oleh sistem dan struktur di mana baik kaum
perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem
tersebut. Penyebab dari ketidakadilan itu di antaranya
adalah adanya bias gender, yakni bias yang sangat sulit
diidentifikasi, tetapi sangat berakar kuat dalam ideologi
seseorang dan tersembunyi di balik keyakinan tentang
apa yang dianggap normal dan alami. Kerancuan dan bias
yang menganggap gender sebagai kodrat laki-laki dan
perempuan tersebut telah tersosialisasi hampir setua
peradaban manusia yang memengaruhi berbagai
kebudayaan, sehingga melahirkan berbagai bentuk dan
realitas gender yang tidak adil. Ideologi ini berabad-abad
telah membentuk keyakinan dan kepercayaan manusia,
memengaruhi epistimologi ilmu pengetahuan,
mengkontaminasi tafsir keagamaan, merasuki berbagai
undang-undang, hukum maupun kebijakan, bahkan telah
menjadi common sense di banyak budaya dan identitas,
serta telah mempribadi baik pada laki-laki maupun
perempuan. Bentuk dari bias gender yang sangat
mencolok adalah pada tafsir agama. Bias tersebut
tampak pada penafsiran al-Quran produk tafsir
tradisional (klasik) maupun tafsir modern. Tafsir klasik
ditulis secara eksklusif hanya oleh kaum pria serta
pengalaman kaum prialah yang dimasukkan dalam
penafsiran tersebut, sementara tafsir modern isinya
penuh dengan muatan penolakan (apologi) terhadap para
ilmuwan feminis yang menggagas tentang ide-ide
pembebasan perempuan (Fakih, 1996: 135).
.....................................................................
60 Festival Seni Multatuli 2018

Menurut Van Bemmelen (Van Bemmelen dalam


Ihromi, 1995: 183-184), analisis gender ini telah
membongkar (dekonstruksi) suatu pemahaman lama
tentang peran gender setidaknya dalam tiga hal.
Pertama, pembongkaran terhadap makna “kodrat” atau
sesuatu yang dipandang ‘alamiah’ bagi perempuan.
Kedua, membongkar pemahaman lama tentang
argumentasi pembagian kerja secara seksual. Ketiga,
analisis ini membuka ruang untuk menelusuri akar-akar
sejarah sosial mengapa muncul subordinasi,
marjinalisasi, kekerasan, dan ketidakadilan terhadap
perempuan seraya mengenali kekuatan diri untuk dapat
mengorganisir kekuatan kolektif. Gagasan ini
menyiratkan bahwa jika kita hendak mencari jalan keluar
bagi keterbelakangan atau subordinasi perempuan, maka
harus ada yang berubah dalam hubungan-hubungan dan
ideologi gender. Analisis ini juga melihat bahwa
subordinasi yang terjadi pada perempuan tidak hanya
disebabkan oleh laki-laki, tetapi yang jauh lebih penting
adalah karena adanya struktur yang timpang, yang
disebabkan oleh faktor budaya dan tafsir agama (Harsono
dalam Abdullah, Irwan (ed), 2003:285).
Dengan pendekatan analisis gender ini, para feminis
mempermasalahkan hubungan kekuasaan antara laki-
laki dan perempuan, pemisahan tugas dan tanggung
jawab berbasis gender, konstruksi peran sosial, dan
perlunya perubahan struktural. Bentuk kegiatannya
adalah penyelenggaraan diskusi, publikasi, penelitian,
dokumentasi, advokasi, termasuk demonstrasi dan
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 61

membuat pernyataan-pernyataan publik. Isu-isu yang


diangkat tidak terbatas hanya pada isu-isu khusus
perempuan, tetapi juga isu sosial, ekonomi, dan politik
secara umum. Sementara ornop non-feminis hanya
menginginkan perbaikan status sosial ekonomi
perempuan karena mereka memandang bahwa
permasalahan perempuan pada dasarnya adalah
keterbatasan pada akses ekonomi dan pendidikan. Oleh
karena itu, strategi yang digunakannya adalah
mengaktifkan pelatihan dan pengembangan informal
usaha bersama (koperasi) dan cenderung menjalankan
program yang berkaitan langsung dengan kebutuhan
praktis masyarakat, seperti mata pencaharian,
pemeliharaan anak, pelatihan keterampilan, dan lain-lain
(Suryakusuma, 2012: 273).
LSM-LSM gerakan perempuan yang muncul pada era
1980-1990-an ini, baik yang berorientasi feminis maupun
yang bukan adalah Yayasan Annisa Swasti (YASANTI) yang
berdiri tahun 1982 di Yogyakarta dengan fokus gerakan
membina buruh dan petani perempuan serta remaja puteri
yang putus sekolah, Kalyanamitra yang berdiri tahun 1985
yang mengangkat soal pekerja rumah tangga dan hak
asasinya ke permukaan, mengadakan sejumlah penelitian,
seperti soal pelacuran, perkosaan, pelecehan seksual, dan
perempuan pekerja (mbok bakul) dan sejak tahun 1993
menjadi resources center yang menyediakan rujukan
kepustakaan tentang isu perempuan bagi kalangan
mahasiwa, aktivis organisasi nonpemerintah (LSM),
peneliti, jurnalis dan berbagai kalangan lain yang dianggap
.....................................................................
62 Festival Seni Multatuli 2018

sebagai kelompok strategis penebar kesadaran tentang


ketimpangan gender dalam masyarakat; Pusat
Pengembangan Sumber Daya Wanita (PPSW) yang
didirikan tahun 1986 di Jakarta dengan melakukan
pengorganisasian masyarakat, khususnya kelompok
perempuan akar rumput (grass roots) dengan
memfasilitasi berbagai kegiatan yang bisa meningkatkan
pendapatan dan standar kehidupan, pengetahuan dan
keterampilan, dan mengembangkan kepemimpinan dan
institusi lokal, serta mensosialisasikan nilai-nilai
kesetaraan gender dalam berbagai tingkatan. Organisasi
ini bekerja di kampung-kampung baik daerah perkotaan
maupun pedesaan yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa
Barat, Banten, Riau, dan Kalimantan Barat; Solidaritas
Perempuan yang berdiri pada tanggal 10 Desember 1990
yang menekuni masalah hak reproduksi perempuan,
buruh dan perempuan yang bekerja keluar negeri atau
buruh migran (Triwijati, Endah: 368); LBH APIK Jakarta
dengan fokus kerja di antaranya adalah melakukan
pelayanan hukum dengan memberikan konsultasi,
pendampingan dan pembelaan di dalam dan di luar
pengadilan bagi perempuan pencari keadilan, terutama
perempuan yang mengalami ketidakadilan dan lemah
secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Konsultasi
hukum ini diberikan secara cuma-cuma dan kasus yang
diprioritaskan untuk didampingi adalah kasus yang
memiliki pengulangan dan berdampak pada perubahan
kebijakan dan peningkatan kesadaran gender dalam
masyarakat (leaflet LBH APIK: 2000); Mitra Perempuan
yang melayani pengaduan dan pendampingan bagi
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 63

perempuan yang mengalami kekerasan, khususnya


kekerasan domestik melalui konseling telepon atau tatap
muka yang dijamin kerahasiaannya serta menyediakan
shelter (rumah aman), advokasi dan dukungan kepada
perempuan tanpa dipungut biaya (Mitra Perempuan: 2000).
Aktivitas LSM-LSM perempuan sebagaimana ditulis
di atas ini sebagian mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah. Ia dianggap merongrong program
pembangunan yang dicanangkannya. Pemerintah dan
para pendukungnya memberikan stigma negatif kepada
mereka dengan pelabelan-pelabelan seperti perempuan
komunis (yang saat itu dicitrakan buruk oleh penguasa),
anti kemapanan dan anti pemerintah, sehingga mereka
merasa perlu membuat suatu keputusan yang berupa
Keputusan Presiden (Kepres) tentang pengaturan
terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat.3

Feminisme dan Gerakan P


Gerakan er
Per empuan di Er
erempuan a Ref
Era ormasi
Reformasi
Di Era Reformasi,, organisasi-organisasi gerakan
perempuan mempunyai kontribusi besar setidaknya

_______________
3
Dalam draft yang dibuatnya, pemerintah menyatakan bahwa ia
mempunyai hak untuk membekukan pengurus maupun berbagai
kegiatan LSM jika aktivitasnya merugikan bangsa dan menghambat
pelaksanaan program pembangunan. Lebih jauh lagi, pemerintah merasa
memiliki hak untuk mengintervensi seluruh aktifitas LSM, mulai dari proses
pembentukan lembaga, penyusunan pengurus, pelaksanaan program dan
pengelolaan bantuan. Lihat pada catatan penutup yang ditulis oleh
Triwijati, Endah. 1996. LSM Perempuan Transformatif: Gerakan Alternatif
Pemberdayaan Perempuan, dalam Oey-Gardiner, Mayling (et.all).
Perempuan Indonesia Dulu dan Kini. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama. Cetakan ke-1. h. 375.
.....................................................................
64 Festival Seni Multatuli 2018

dalam dua (2) hal: Pertama, berkontribusi terhadap upaya


menumbangkan rezim Orde Baru dengan modal jaringan,
membangun strategi gerakan dan pengalaman yang
dimiliki oleh organisasi-organisasi gerakan perempuan di
masa Orde Baru. Gerakan ini berhasil mengorganisir
massa dan menuntut Soeharto mundur sebagai presiden
dengan merumuskan strategi, melakukan orasi,
demonstrasi, negosiasi, dan pelbagai aksi. Kedua,
organisasi gerakan yang lahir di era reformasi dan
membangun pelbagai program dan aksinya berdasarkan
situasi sosial dan kemajuan yang dibutuhkan negara di
era reformasi ini.
Adalah organisasi gerakan Suara Ibu Peduli (SIP),
sebuah organisasi yang lahir menjelang jatuhnya rejim
Orde Baru dan yang kelahirannya untuk merespons
situasi krisis ekonomi yang begitu parah sehingga harga-
harga kebutuhan pokok naik, pemutusan hubungan kerja
(PHK) dari perusahaan-perusahaan sektor swasta sangat
tinggi dan banyak terjadi pengangguran serta harga susu
melambung hingga 400 %. Atas situasi tersebut,
organisasi gerakan ini yang pertama kali melakukan aksi
dan berdemonstrasi di jalan-jalan utama dengan
memanfaatkan isu kenaikan susu yang menjadi
kebutuhan keluarga, terutama anak-anak. Gerakan ini
berhasil mengorganisir kaum ibu dari pelbagai lapisan
mengumpulkan sumbangan untuk membeli susu dan
mendistribusikannya kepada mereka yang
membutuhkan. Mereka pun membagi-bagikan konsumsi
makanan untuk para demonstran, terutama para
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 65

mahasiswa, baik yang berdemonstrasi di jalanan maupun


di gedung anggota DPR RI di Senayan, Jakarta.
Organisasi lain yang lahir tiga hari menjelang
tumbangnya rezim Orde Baru adalah Koalisi Perempuan
Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI). Kelahiran
organisasi ini didasarkan pada semangat mengembalikan
keberadaan organisasi gerakan perempuan berbasis
massa independen tanpa kendali negara yang pernah
dimiliki dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Kehadirannya merupakan bentuk perlawanan terhadap
pemerintahan Orde Baru yang mengendalikan secara
cermat organisasi-organisasi massa yang ada dan
melarang munculnya organisasi massa yang bersifat
independen. Organisasi ini juga mempunyai semangat
untuk meneruskan perjuangan yang telah dirintis para
pejuang perempuan Indonesia sebelumnya, karena
perjuangan mereka telah memberikan dasar-dasar
perjuangan yang kokoh bagi pembelaan hak-hak
perempuan, khususnya perempuan di tingkat akar
rumput. Karena itu, kongres yang pertama
diselenggarakan di Yogyakarta, kota tempat Kongres
Pertama Perkumpulan Pergerakan Perempuan Indonesia
pada tahun 1928 diadakan dan organisasi ini
dideklarasikan tepat pada tanggal 18 Mei 1998.
Organisasi ini berdiri atas prakarsa para aktivis
perempuan di Jakarta dan didukung kurang lebih 75
aktivis perempuan lainnya dari berbagai tempat di tanah
air. Dalam kongres pertamanya di Yogyakarta dihadiri
kurang lebih 6000 orang yang memikirkan bahwa politik
.....................................................................
66 Festival Seni Multatuli 2018

merupakan arena yang strategis untuk memperjuangkan


kepentingan-kepentingan perempuan Indonesia, baik
pada tingkat nasional maupun internasional. Karena itu,
salah satu fokus kerja dari organisasi ini adalah
bagaimana meningkatkan partisipasi dan keterwakilan
perempuan di lembaga-lembaga pengambil keputusan
pada semua tingkatan masyarakat.
Organisasi gerakan perempuan lainnya yang lahir di
era reformasi adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sebuah
lembaga independen negara yang karakter kerjanya
bukan birokrasi negara, tetapi juga bukan LSM. Ia
bersifat hybrid yang merupakan gabungan dari lembaga
negara, tetapi ruh kerjanya memperjuangkan nilai-nilai
gerakan perempuan. Pendirian Komnas Perempuan
didasarkan pada situasi ketika terjadi kerusuhan Mei
1998 yang menyebabkan sejumlah perempuan etnis
Tionghoa mengalami perkosaan, negara dan aparat
keamanan absen dan membiarkannya berlangsung
selama beberapa hari. Kekacauan situasi sosial-politik
inilah yang menyulut kemarahan dan respons kolektif
dari pelbagai anggota masyarakat, antara lain dari
sejumlah perempuan sebagai warga masyarakat sipil
yang tergabung dalam Masyarakat Anti Kekerasan
terhadap Perempuan. Sebagai tindak lanjut dari
pertemuan tersebut, pada tanggal 22 Juli 1998, berdiri
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) berdasarkan keputusan Presiden
No. 181/1998 yang kemudian diperkenalkan di hadapan
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 67

anggota kabinet Reformasi yang bertempat di Bina


Graha, tapi tentang mandat dan keanggotaan Komnas
Perempuan baru keluar pada 15 Oktober 1998 setelah
Presiden turun tangan sendiri untuk mengatasi
persoalan birokrasi di kantornya. Pembentukan Komnas
Perempuan merupakan simbol identitas gerakan
perempuan yang berhasil merebut ruang demokrasi
dalam proses reformasi. Komnas Perempuan,
berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998
mempunyai mandat: 1) Melaksanakan pengkajian dan
penelitian; 2) Melakukan pemantauan dan pencarian
fakta serta pendokumentasian tentang segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan; 3) Memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga
legislatif, dan yudikatif serta organisasi-organisasi
masyarakat guna mendorong penyusunan dan
pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang
mendukung upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan; 4) Mengembangkan kerja sama regional dan
internasional guna meningkatkan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta
perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi
perempuan.
Organisasi lain yang pendiriannya didorong oleh
Komnas Perempuan adalah Pemberdayaan Perempuan
PEKKA). Ia berdiri akhir tahun 2000
Kepala Keluarga (PEKKA).
yang pada awalnya hendak mendokumentasikan
.....................................................................
68 Festival Seni Multatuli 2018

kehidupan perempuan janda di wilayah konflik dan


mendorong program Pengembangan Perempuan di
tingkat Kecamatan (PPK). Awal pendiriannya adalah
untuk merespons permintaan para janda korban konflik
di Aceh untuk memperoleh akses sumber daya agar
dapat mengatasi persoalan ekonomi dan trauma mereka.
Upaya ini awalnya diberi nama “widows project” atau
“Proyek untuk Janda” yang kemudian diubah namanya
menjadi Program Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga atau disingkat Program PEKKA.
Organisasi yang mencegah kekerasan terhadap
perempuan dan pemulihannya adalah Yay asan Pulih yang
ayasan
berdiri pada Juli 2002. Organisasi ini melakukan fokus
kerjanya pada pemberian layanan psikologis bagi
perempuan yang mengalami peristiwa kekerasan, baik
kekerasan dalam rumah tangga, konflik, bencana alam,
dan pengalaman traumatis lainnya, termasuk juga
konsultasi untuk masalah-masalah psikologis yang
dialami oleh jurnalis media cetak dan elektronik, pekerja
kemanusiaan, pendamping penyintas, dan pejuang HAM.
Organisasi yang fokus pada masalah-masalah
perempuan yang bekerja di luar negeri adalah Migran
Care. Kerja-kerja yang dilakukan Migran Care di
antaranya adalah mengembangkan wacana keadilan
global bagi buruh mirgan dengan menyebarkannya di
forum nasional dan regional, penguatan kerja sama dan
advokasi di kawasan Asia Tenggara, melakukan
pertemuan-pertemuan reguler dengan gerakan buruh
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 69

migran dan melakukan pembelaan terhadap buruh


migran bermasalah di kawasan Asia Tenggara.
Sementara organisasi gerakan perempuan yang
mengembangkan pendidikan alternatif dan
mengembangkan wacana keragaman atau pluralisme
adalah Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan
atau KAPAL Perempuan yang berdiri pada 8 Maret 2000.
Kelahiran organisasi ini dibidani sejumlah aktivis
perempuan yang memiliki keprihatinan terhadap
perubahan politik, situasi konflik, dan kekerasan yang
bernuansa agama, etnis, kelas, maupun kelompok
tertentu yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Organisasi ini melaksanakan pelbagai program, di
antaranya adalah: 1) Mengembangkan pendidikan
alternatif perempuan yang meningkatkan keadilan
gender, nilai-nilai pluralistik, otonomi, dan
kepemimpinan perempuan; 2) Memfasilitasi dan
memperkuat kapasitas komunitas-komunitas belajar di
Indonesia yang dapat diakses oleh publik; 3) Membangun
gerakan bersama untuk mendorong dan menciptakan
kebijakan-kebijakan pendidikan yang pro rakyat miskin,
kelompok marginal, dan perempuan.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
organisasi-organisasi gerakan perempuan yang lahir di
Jakarta dan bersifat nasional secara umum fokus
menangani masalah-masalah:
1. Kekerasan terhadap perempuan berbasis gender,
upaya pencegahan dan pemulihannya serta
bantuan hukum dan psikologis bagi korban,
.....................................................................
70 Festival Seni Multatuli 2018

2. Pemberdayaan perempuan dalam bidang politik,


ekonomi, akses terhadap informasi dan sumber
daya kehidupan, dan akses terhadap keadilan
hukum,
3. Penanganan terhadap kasus-kasus kekerasan
perempuan pekerja migran yang di era reformasi
ini arus migrasi tenaga kerja indonesia ke luar
negeri semakin tinggi yang mulai proses
perekrutan hingga pemberangkatan, pekerja
perempuan mengalami rantai eksploitasi. Pada
masa bekerja pun, sebagaian besar buruh migran
bekerja di sektor-sektor yang penuh risiko seperti
mengalami penyiksaan, upah minim, bahkan
kematian,
4. Penanganan terhadap kasus-kasus perdagangan
perempuan (trafficking),
5. Perjuangan untuk partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan di semua tingkatan
pemerintahan,
6. Merespons politisasi agama, etnis, dan gender
sebagai bagian dari penyingkiran atas hak-hak
perempuan yang tumbuh subur di era demokrasi
ini.

Gerakan perempuan di era reformasi pun


berkembang di daerah-daerah di pelbagai provinsi
seperti SAPA Institut di Bandung, Jawa Barat, yang
berdiri pada tahun 2007 atas inisiatif sejumlah
mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 71

Djati, Bandung. Organisasi ini memfokuskan kerjanya


pada isu penghapusan kekerasan terhadap perempuan,
hak-hak reproduksi remaja dan pemberdayaan
perempuan di pedesaan dengan melakukan
pengorganisasian untuk membantu para perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga, melakukan
sosialisasi tentang pencegahan kekerasan terhadap
perempuan ke pesantren-pesantren yang berada di
kampung-kampung, dan bergerak dengan perempuan
desa yang berada di wilayah Bandung. Kelompok sasaran
mereka adalah para perempuan korban kekerasan dan
perempuan pedesaan serta remaja yang putus sekolah.
Organisasi lain di Bandung adalah Institut
Perempuan yang didirikan pada 9 Agustus 1998. Kerja-
kerja yang dilakukan organisasi ini adalah pendidikan
kritis feminis dengan membangun kesadaran,
pemahaman, dan keterampilan menggunakan feminisme
sebagai sebuah ideologi, menyebarkan informasi dan
dokumentasi, penguatan ekonomi perempuan, advokasi
kebijakan berupa peraturan perundang-undangan yang
berpihak bagi perempuan dan anak, dan sekolah feminis,
sebuah model pendidikan kritis feminis.
Di Semarang, Jawa Tengah ada organisasi Legal
Research Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi
Manusia (LKJHAM) yang berdiri tahun 1998. Organisasi
ini bergerak untuk penghapusan kekerasan terhadap
perempuan dengan mengusahakan akses keadilan bagi
perempuan korban, penguatan ekonomi perempuan,
khususnya kelompok perempuan pekerja migran dan
.....................................................................
72 Festival Seni Multatuli 2018

perempuan eks prostitusi. Selain itu, mendorong


kebijakan pemerintah agar pelbagai peraturan dan
anggaran memperhatikan keadilan gender. Adapun biaya
untuk melaksanakan program diperoleh dari Hivos,
sebuah lembaga penyandang dana internasional,
kementerian Hukum dan HAM untuk penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan dan UN Women.
Di Menado, Sulawesi Utara, ada Suara Parangpuan
yang berdiri tahun 1998. Pendirian organisasi ini
didasarkan pada respons atas situasi di mana pada 1998
ada beberapa program yang didanai oleh penyandang
dana internasional, tetapi keterlibatan perempuan dalam
program tersebut hanya sebatas nama dan tempelan
belaka, tidak pernah menyentuh substansinya. Karena
berinteraksi dengan gerakan perempuan di tingkat
nasional seperti Komnas Perempuan, maka perlu
mempertegas eksistensi perempuan, bukan hanya
sekadar pelengkap.
Di Padang, Sumatera Barat, ada organisasi gerakan
perempuan bernama Nurani Perempuan. Pendirian
organisasi ini didasarkan pada banyaknya kasus
kekerasan terhadap perempuan di desa-desa dampingan
organisasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) pada tahun 1997, tapi PKBI sendiri belum
mempunyai strategi penanganan yang matang. Pada saat
itu, sebagian besar masyarakat di Sumatera Barat
berfikir tidak mungkin terjadi kekerasan terhadap
perempuan, karena sistem masyarakatnya matrinial.
Perempuan yang menjadi korban kekerasan justru
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 73

menjadi gunjingan dan bukan memperoleh dukungan.


Maka, pada tahun 1999 didirikanlah lembaga Nurani
Perempuan dalam bentuk yayasan untuk menjadi
sahabat bagi para perempuan korban kekerasan.4 Selain
Nurani Perempuan, di Sumatera Barat pun ada beberapa
organisasi gerakan perempuan yang sebagiannya adalah
afiliasi dengan gerakan perempuan di tingkat nasional
seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan
Solidaritas Perempuan.
Di Aceh, berdiri Duek Pakat Inong Aceh (DPIA) yang
kelahirannya didasarkan pada tuntutan
diselenggarakannya referendum setelah dicabutnya status
Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada 7 Agustus
1998. Meski kebijakan DOM telah dicabut, tetapi
pembunuhan manusia terus berlangsung. Atas situasi
yang tak menentu itu, beberapa lembaga swadaya
masyarakat (LSM) berbasis perempuan memiliki inisiatif
untuk mengumpulkan perempuan Aceh dalam satu
kongres besar yang juga didukung oleh organisasi
perempuan berbasis massa di Aceh. Peserta yang hadir
dalam kongres sekitar 437 orang dan pada peringatan hari
Ibu 22 Desember 1999, organisasi ini dideklarasikan.
Kongres ini menghasilkan beberapa rekomendasi, di
antaranya: 1) Memperjuangkan 30% keterwakilan
perempuan dalam politik; 2) Membentuk jaringan kerja
dengan sistem presidium yang diberi nama Balai Syura
Ureung Inong Aceh (BSUIA); 3) Mendesak diselesaikannya

_______________
4
Wawancara dengan Yefri Heryani, Direktur Nurani Perempuan, Padang,
Sumatera Barat, 2 November 2013.
.....................................................................
74 Festival Seni Multatuli 2018

masalah perdamaian di Aceh; 4) Mendorong pelibatan


penuh perempuan dalam proses perdamaian Aceh. Salah
satu rekomendasi lainnya tentang penyelesaian konflik di
Aceh diserahkan kepada Presiden Abdurrahman Wahid.
Presiden kemudian menindaklanjuti rekomendasi ini
dengan mengirim Sekretaris Presiden, Bondan Gunawan,
untuk menjumpai panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Selain Duek Pakat Inong Aceh (DPIA), di Aceh juga
terdapat organisasi Inong Bale yang merupakan
organisasi para janda yang suaminya meninggal karena
ditembak atau mendapatkan perlakuan keras dari pihak
militer atau kepolisian RI karena dipandang bagian dari
pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Yayasan
Pengembangan Wanita yang melakukan investigasi
pelanggaran HAM dan pendampingan terhadap para
perempuan korban kekerasan.
Gerakan perempuan di daerah lainnya adalah
Lembaga Pemberdayaan Perempuan (LPP) di Bone,
Sulawesi Selatan, Damar, di Lampung, Tim Relawan
Untuk Kemanusiaan-Flores (TRUK-F) di Flores, Nusa
Tenggara Timur (NTT), SPEAK-HAM di Solodan Jaringan
Perempuan Tambang yang muncul karena adanya
kesadaran bahwa perempuan mempunyai perspektif dan
kepentingan yang berbeda di bidang pertambangan dari
kepentingan yang dominan.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa organisasi
gerakan perempuan di daerah memiliki fokus yang
kurang lebih sama dengan organisasi gerakan
perempuan di tingkat nasional, meskipun ada program-
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 75

program khusus yang terkait dengan kebutuhan lokal


setempat. Program-program tersebut di antaranya
adalah: 1) Penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
2) Pendidikan pemilih bagi perempuan; 3) Mendorong
perempuan untuk menjadi bagian dari pengambil
keputusan dengan mendorong isu kepemimpinan politik
perempuan; 4) Pemberdayaan perempuan di pedesaan; 5)
Mendorong akses keadilan bagi perempuan korban; 6)
Penguatan ekonomi perempuan dalam bentuk koperasi,
terutama bagi perempuan pekerja migran dan
perempuan eks prostitusi; 5) Mendorong kebijakan
pemerintah untuk memiliki anggaran yang
memperhatikan keadilan gender.
Beragam capaian dari gerakan perempuan di
daerah-daerah tersebut yang fokus pada isu
penghapusan kekerasan terhadap perempuan, di
antaranya organisasi-organisasi ini menjadi sahabat bagi
perempuan korban kekerasan, memberikan akses
keadilan bagi perempuan korban, mendorong adanya
kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap
perempuan korban, adanya kemitraan strategis dengan
para penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian,
dan adanya penyebarluasan pemahaman publik tentang
kekerasan terhadap perempuan.
Sementara gerakan pendidikan untuk para pemilih
dan politik perempuan adalah tumbuhnya kemampuan
daya analisis perempuan di pedesaan untuk mengontrol
berjalannya pemerintahan, adanya sikap kritis terhadap
pelbagai kebijakan dan adanya keberanian dari para
.....................................................................
76 Festival Seni Multatuli 2018

perempuan di pedesaan untuk menyampaikan aspirasi


mereka ke lembaga-lembaga penyelenggara negara
seperti ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi
berdasarkan kebutuhan praktis mereka sehari-hari.
Adapun capaian dalam pemberdayaan ekonomi
perempuan, mereka telah membangun koperasi sebagai
cara untuk mengatasi kebutuhan ekonomi perempuan,
khususnya bagi perempuan korban kekerasan.

4. Feminisme dan Gerakan P


Gerakan er
Perempuan: Kemungkinan
erempuan:
Mengembangkanny
Mengembangkannya a dalam Konteks Lokal Bant
Konteks en
Banten
Pada saat ini (tahun 2018), beberapa daerah di
Banten dipimpin oleh bupati perempuan. Kabupaten
Lebak dipimpin oleh Iti Octavia Jayabaya, Kabupaten
Pandeglang dipimpin oleh Irna Narulita, Kabupaten
Serang dipimpin oleh Tatu Chasanah. Sebelumnya,
gubernur pertama perempuan di Indonesia adalah dari
Banten, yakni Atut Chosiyah. Dengan fakta ini,
sebenarnya tak ada resistensi budaya dan agama ketika
perempuan menjadi pemimpin publik di daerah ini. Hanya
masalahnya, apakah para pemimpin perempuan tersebut
menyuarakan dan mewakili kepentingan perempuan dan
organisasi-organisasi gerakan perempuan? Dengan kata
lain, apakah dengan hadirnya pemimpin perempuan
tersebut sudah memperjuangkan kepentingan politik
perempuan?
Disebut mewakili kepentingan politik perempuan jika
ia memperjuangkan dan melaksanakan program
pemerintah sebagaimana amanat Undang-Undang No. 7/
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 77

1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi


terhadap Perempuan (CEDAW: 1984). Berdasarkan
undang-undang ini pemerintah harus mendorong suatu
kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap
perempuan dalam bentuk: memasukan asas persamaan
antara laki-laki dan perempuan (pasal 2:a), termasuk
sanksi-sanksi yang melarang semua diskriminasi
terhadap perempuan (pasal 2:b); mendorong untuk
mengambil tindakan-tindakan khusus yang bersifat
sementara (affirmative action) atau sistem kuota demi
meningkatkan integrasi perempuan ke dalam pendidikan,
ekonomi, politik, dan pekerjaan (pasal 4).
Pemerintah daerah pun harus melaksanakan amanat
Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia mengenai aturan khusus perlindungan terhadap
hak-hak perempuan mengenai: 1) Jaminan keterwakilan
perempuan dalam sistem pemilihan umum, kepartaian,
pemerintahan, baik legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif; 2) Hak untuk memperoleh pendidikan; 3) Hak
untuk memilih, dipilih, dan diangkat serta perlindungan
terhadap hak kesehatan reproduksi. Selain itu,
melaksanakan Pengarusutamaan Gender Dalam
Pembangunan Nasional sebagaimana amanat Instruksi
Presiden (Inpres) No.9 tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan
Nasional. Selain itu, menyediakan lembaga-lembaga
layanan korban kekerasan terhadap perempuan, baik
kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan kekerasan seksual
sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 23
.....................................................................
78 Festival Seni Multatuli 2018

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam


Rumah Tangga (PKDRT).
Jika kebutuhan perempuan dan hak-haknya tidak
terlindungi, maka pemimpin perempuan yang ada di
beberapa kabupaten di Banten ini sesungguhnya hanya
sebatas pemimpin yang berjenis kelamin perempuan
saja, tetapi sesungguhnya ia perpanjangan politik
patriarki yang tidak menyuarakan dan memperjuangkan
kepentingan politik perempuan, baik kepentingan yang
bersifat praktis maupun yang bersifat strategis. [*]
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 79

Konteks Sejarah
Novel Max Havelaar
Bondan Kanumo
Kanumoyyoso
(Universitas Indonesia)

........... Pengantar
engantar
Karya sastra yang ditulis dengan kekritisan
yang tinggi terhadap kondisi masyarakat
memiliki kemampuan menginspirasi dan
bahkan memengaruhi jalannya sejarah. Jika kita
mencari di dalam sejarah Indonesia karya
sastra semacam itu tentu kita akan sampai
kepada karya Eduard Douwes Dekker yang
berjudul Max Havelaar. Keistimewaan karya
Dekker ialah karya ini tidak hanya memengaruhi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masa
selanjutnya di Hindia Belanda, tetapi lebih
daripada itu, karya ini juga menjadi sumber
inspirasi bagi pelaksanaan perbaikan dalam
masyarakat-masyarakat yang mengalami
.....................................................................
80 Festival Seni Multatuli 2018

kolonialisme di seluruh dunia. Salah satu sastrawan


terkemuka Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, bahkan
menulis dalam salah satu artikelnya, bahwa novel Max
Havelaar adalah sebuah karya sastra yang telah
“membunuh” kolonialisme.1 Apa yang dimaksud dengan
kolonialisme oleh Pramoedya bukan sekadar
kolonialisme yang ada di Hindia Belanda, tetapi
kolonialisme yang terjadi di berbagai penjuru dunia.
Dalam sejarah Indonesia, novel Max Havelaar
menempati tempat yang istimewa. Tidak sebagaimana
lazimnya novel-novel sezaman yang ditulis oleh orang
Belanda atau Eropa lainnya tentang masyarakat Hindia
Belanda, yang biasanya menonjolkan keindahan alam
ataupun keunikan masyarakat, Max Havelaar ditulis
dengan gaya realis dan semangat kritis terhadap
kenyataan hidup yang dialami oleh masyarakat di tanah
koloni, khususnya di Lebak, Banten. Begitu jelasnya
realita kehidupan masyarakat kolonial yang timpang yang
tergambar sehingga novel ini berhasil membuka
kesadaran masyarakat di negeri Belanda bahwa
kolonialisme yang dijalankan oleh bangsa mereka
terhadap masyarakat Nusantara ternyata tidak seperti
yang mereka bayangkan. Kolonialisme yang dijalankan
oleh Belanda tidak mendorong kemajuan dalam
masyarakat seperti yang mereka yakini sampai saat itu,
tetapi justru sebaliknya menyebabkan berbagai macam

_______________
1
Pramoedya Ananta Toer, “Kisah Terbaik: Buku Yang Membunuh
Kolonialisme” pengantar dalam novel Multatuli, Max Havelaar (terjemahan
H.B. Jassin), Yogyakarta: Media Pressidno, 2018.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 81

penderitaan dan kemiskinan. Dengan kekuatan narasinya


Max Havelaar bagaikan sebuah laporan pandangan mata
kepada masyarakat Belanda dan dunia tentang realita
kolonialisme yang sesungguhnya.
Max Havelaar merupakan suatu penggambaran
kehidupan masyarakat tanah koloni di masa puncak
penerapan sistem Tanam Paksa. Sistem eksploitasi
agraria ini diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda sejak tahun 1830 sampai dengan tahun 1870.
Tujuan utama dari tanam paksa adalah mendapatkan
keuntungan ekonomi sebesar-besarnya dari kegiatan
pertanian dan perkebunan di Jawa dan beberapa daerah
di luar Jawa. Tanam Paksa mendatangkan keuntungan
finansial yang besar bagi pemerintah Belanda. Tetapi
sistem eksploitasi ini tidak hanya mendatangkan
keuntungan, tetapi juga membawa penderitaan,
khususnya bagi orang-orang Indonesia yang menjalankan
sistem penanaman ini. Selama penerapan Tanam Paksa
terjadi berbagai macam bentuk penyelewengan dan
penindasan terhadap masyarakat petani yang hidup di
pedesaan di Jawa.
Kehidupan Masyarakat Lebak menjadi titik sentral
dari pembahasan novel Max Havelaar. Penderitaan yang
dialami masyarakat lebak sebagai akibat dari penerapan
sistem Tanam Paksa adalah representasi dari
penderitaan masyarakat Jawa dan tanah koloni Hindia
Belanda. Sebelum sampai ke sistem Tanam Paksa,
kolonialisme di Indonesia telah berlangsung selama
kurang lebih dua ratus tahun. Kolonialisme Belanda di
.....................................................................
82 Festival Seni Multatuli 2018

Indonesia diawali di abad ke-17 dengan berkuasanya VOC


(Vereenigde Oost-Indische Compagnie/Maskapai Dagang
Hindia Timur) di beberapa wilayah di Indonesia (di
kepulauan Maluku Utara dan Batavia). Maskapai dagang
milik Belanda ini beroperasi di Nusantara sampai dengan
akhir abad ke-18. Sejak tahun 1800 sampai dengan tahun
1830 terjadi masa transisi di mana Hindia Belanda
sempat diperintah oleh Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels (1808-1811) dan pemerintahan kolonial
Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Jenderal
Thomas Stamford Raffles (1811-1816).
Pada tahun 1870 pemerintah kolonial mengeluarkan
Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) yang
menyebabkan swasta dapat turut serta dalam eksploitasi
kekayaan alam di Hindia Belanda. Periode antara tahun
1870 sampai dengan 1900 dikenal sebagai masa Ekonomi
Liberal. Selama masa penerapan Ekonomi Liberal
kehidupan masyarakat di tanah koloni semakin
mengalami penurunan kesejahteraan. Menanggapi
kemerosotan kesejahteraan masyarakat koloni, pada
awal abad ke-20 pemerintah kolonial mengeluarkan
kebijakan Politik Etis. Kebijakan ini dilandasi oleh
kesadaran yang terbentuk dalam masyarakat Belanda,
salah satunya dipicu oleh penerbitan Max Havelaar,
bahwa setelah mendapat keuntungan ekonomi dari
sistem Tanam Paksa dan Ekonomi Liberal mereka
memiliki kewajiban untuk menyejahterakan penduduk
Hindia Belanda,
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 83

Akar Kolonialisme
Kolonialisme
Kolonialisme di Asia dimulai dengan usaha bangsa
Eropa untuk menemukan daerah utama penghasil
rempah-rempah. Komoditi ini sejak abad ke-15 memiliki
harga yang sangat tinggi dalam perdagangan dunia.
Rempah-rempah dipandang sebagai mata dagangan yang
bernilai karena dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan, mulai dari bumbu masakan, obat-obatan,
hingga sebagai pengawet bahan makanan. Daerah utama
penghasil rempah-rempah di dunia adalah kepulauan
Nusantara. Rempah-rempah yang terutama sangat
diminati adalah: lada, cengkeh, dan pala. Daerah penghasil
lada antara lain ialah Aceh, Sumatera bagian selatan, dan
Banten. Sementara cengkeh terutama dihasilkan di Pulau
Ternate dan Ambon. Sedangkan pala merupakan produk
dari Pulau Banda. Selain ketiga jenis rempah-rempah
tersebut terdapat pula komoditi kayu manis dan kayu
cendana yang dihasilkan oleh kepulauan Nusa Tenggara.2
Hingga pertengahan abad ke-17 jalur perdagangan
rempah-rempah dari Nusantara ke berbagai tempat di
Asia dan Eropa dikuasai oleh para pedagang Islam.
Rempah-rempah diperdagangkan oleh para pedagang
Islam dengan menggunakan jalur maritim yang
membentang antara Laut Cina Selatan, Samudera Hindia,
hingga ke Laut Mediterania. Jaringan perdagangan ini
tidak hanya melibatkan bangsa Arab, tetapi juga suku dan

_______________
2
Djoko Marihandono dan Bondan Kanumoyoso, “Rempah, Jalur Rempah,
dan Dinamika Masyarakat Nusantara”, Jakarta: Direktorat Sejarah,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016, hlm. 6.
.....................................................................
84 Festival Seni Multatuli 2018

bangsa lainnya, seperti, Persia, Gujarat, Melayu, Jawa,


dan Cina. Jaringan perdagangan ini dapat berkembang
karena didukung oleh kota-kota dagang yang besar dan
makmur yang oleh para sejarawan disebut dengan
emporium. Rempah-rempah dari kepulauan Nusantara
diperdagangkan ke Eropa ataupun ke India dan Cina
melalui emporium yang satu ke emporium lainnya. Di
awal abad ke-16 kota dagang yang menjadi emporium di
kawasan Asia Tenggara adalah Malaka yang terletak di
Semenanjung Malaya.
Bangsa Eropa pertama yang mencapai kepulauan
Nusantara adalah Portugis di awal abad ke-16.
Kedatangan Portugis segera disusul oleh kedatangan
bangsa Eropa lainnya, yaitu: Spanyol, Inggris, Perancis,
Belanda, Swedia, dan banga-bangsa Eropa lainnya.
Ketika sampai pertama kali di Nusantara, langkah
pertama yang dilakukan Portugis adalah menaklukkan
Malaka. Setelah menguasai Malaka, Portugis berusaha
melakukan monopoli terhadap perdagangan cengkeh dan
pala di Kepulauan Maluku dan Banda. Usaha Portugis
tersebut tidak pernah berhasil dan demikian juga usaha
penguasaan perdagangan rempah-rempah yang
dilakukan oleh Spanyol. Bangsa Eropa yang kemudian
justru berhasil memonopoli perdagangan rempah-
rempah di Nusantara adalah Belanda.
Dominasi para pedagang Islam dalam perdagangan
rempah-rempah mendapat tantangan serius ketika
Belanda mendirikan VOC di tahun 1602. Maskapai dagang
ini menyerupai sebuah negara. Hak Oktrooi yang
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 85

diberikan oleh Republik Belanda kepada VOC


menyebabkan maskapai dagangan ini dapat mencetak
uang, merekrut tentara, mendirikan koloni, membangun
benteng, membuat kontrak dengan negara lain, dan
bahkan menyatakan perang. Dengan hak-hak istimewa
seperti itu, VOC bukan merupakan sebuah perusahaan
dagang biasa. Apalagi modal yang dihimpun oleh
maskapai dagang ini meliputi jumlah yang sangat besar
karena menyertakan modal yang dihimpun oleh para
pedagang di kota-kota pelabuhan utama Belanda, yaitu:
Amsterdam, Roterdam, Hoorn, Enkhuizan, Delft, dan
Middelburg.3 Modal dagang VOC yang sedemikian besar
menyebabkan maskapai dagang Belanda ini sepanjang
abad ke-17 lebih dominan dalam perdagangan dunia
daripada saingan utamanya, yaitu EIC (East India
Company/Maskapai Dagang Timur) milik Inggris yang
didirikan dua tahun sebelum berdirnya VOC (tahun 1600).
Tidak lama setelah didirikan, VOC mampu menyingkirkan
para pesaingnya, yaitu orang-orang Portugis dan Spanyol
serta bangsa-bangsa Eropa lainnya dalam perdagangan
di Asia Tenggara. Menurut catatan sejarawan F.S.
Gaastra, hingga tahun 1800 VOC merupakan perusahaan
dagang terbesar di antara perusahaan-perusahaan
dagang Eropa lainnya yang beroperasi di Asia.
Keberhasilan VOC dalam memonopoli perdagangan
rempah-rempah dilakukan dengan berbagai cara. Dalam

_______________
3
F.S. Gaastra, “Organisasi VOC”, hlm. 29-30, diunduh dari: https://sejarah-
nusantara.anri.go.id/media/userdefined/pdf/brillvocinventaris_
gaastraid.pdf, pada tanggal 10 Agustus 2018, Jam 16: 55 WIB.
.....................................................................
86 Festival Seni Multatuli 2018

hal perdagangan cengkeh, monopoli dilakukan melalui


kontrak yang dilakukan dengan Kesultanan Ternate dan
Tidore di Maluku Utara. Kedua kesultanan itu
memproduksi cengkeh dengan pengawasan ketat dari
VOC, sementara daerah produksi utama untuk komoditi
ini dipindahkan oleh VOC ke wilayah yang telah mereka
kuasai sepenuhnya, yaitu Pulau Ambon di Maluku
Tangah. Sedangkan untuk komoditi pala, monopoli
dilakukan dengan penaklukan terhadap Kepulauan
Banda. Penaklukan tersebut dilakukan pada tahun 1621
dan tercatat sebagai salah satu peristiwa terkelam dalam
sejarah kolonialisme di Indonesia. Setelah Banda
berhasil dikuasai, VOC melakukan penanaman pala
dengan sistem yang mereka sebut dengan “perk”.4
Sementara itu, perdagangan pala tidak dimonopoli oleh
VOC. Maskapai dagang ini mendapat keuntungan dari
perdagangan lada dengan mengadakan kontrak dagang
dengan Kesultanan Aceh dan para penguasa lokal di
Pulau Sumatera lainnya.
Sepanjang abad ke-17 dan 18 pola eksploitasi utama
yang dilakukan oleh VOC adalah melalui kegiatan
perdagangan. Karena itu maskapai dagang Belanda ini
mengutamakan penguasaan jaringan maritim dalam
rangka mendukung kegiatan perdagangan yang
membentang dari Indonesia bagian barat sampai dengan
Indonesia bagian timur. Sebagai sebuah maskapai

_______________
4
Penerapan sistem perk di Banda dibahas dalam Willard A. Hanna,
Kepulauan Banda. Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1983, hlm. 63- 85.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 87

dagang VOC tidak mengutamakan penguasaan teritorial.


Sepanjang keuntungan ekonomi bisa didapat melalui
perjanjian atau perdagangan bebas, maka VOC
memandang tidak perlu melakukan penguasaan
teritorial. Hal ini karena penguasaan wilayah akan berarti
pengeluaran biaya, karena harus menggaji pegawai dan
tentara. Sebagai perusahaan dagang, pengeluaran harus
diatur seefisien mungkin. Karena itu hingga akhir abad
ke-18 dapat dikatakan sebagain besar wilayah Indonesia
tidak mengalami kolonisasi. Kekuasaan VOC hanya
terbatas di wilayah-wilayah tertentu di mana mereka
membangun markas besar (Batavia dan wilayah
sekitarnya), kantor-kantor dagang (Palembang,
Semarang, Surabaya, Makassar, dan beberapa kota
pelabuhan lainnya), dan daerah-daerah di mana
ditegakkan monopoli dagang (Kepulauan Maluku,
Kepulauan Banda, Priangan, dan Pantai Utara Jawa).

Perubahan pola Eksploit


Eksploitasi
oitasi
Corak eksploitasi kolonial di Indonesia mengalami
perubahan besar di awal abad 19, yaitu dari eksploitasi
dagang menjadi eksploitasi agraria. Perubahan itu seiring
dengan perubahan dalam bidang politik, di mana
kolonialisme Belanda yang dalam abad 17 dan 18
dijalankan oleh VOC digantikan oleh pemerintah kolonial
Hindia Belanda. Dengan berakhirnya kekuasaan VOC maka
kegiatan perekonomian Belanda yang tadinya tersebar di
seluruh kepulauan Nusantara dan Asia beralih menjadi
berpusat ke Jawa. Dengan perubahan itu pula, Batavia
.....................................................................
88 Festival Seni Multatuli 2018

sebagai markas besar VOC di Asia beralih fungsi menjadi


ibu kota atau pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Perubahan-perubahan itu tidak terjadi seketika,
tetapi melalui suatu masa transisi yang berlangsung
selama kurang lebih tiga dekade (1800-1830). Dalam
masa transisi terjadi berbagai macam pembaharuan atau
reorganisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Gubernur
Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), maupun
pembaharuan sistem pajak yang dilakukan oleh Letnan
Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1911-
1816). Masa transisi di awal abad ke-19 diakhiri dengan
suatu perang besar antara orang-orang Jawa di bawah
pimpinan Pangeran Diponegoro melawan kekuasaan
kolonial pemerintah Hindia Belanda. Perang Diponegoro
yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830) bukan
hanya membawa korban puluhan ribuan jiwa tetapi juga
menguras kas negara Hindia Belanda maupun negeri
induk.
Sebelum Perang Diponegoro benar-benar berakhir,
pemerintah Belanda telah mulai mencari jalan yang dapat
mengatasi masalah kekosongan kas negara. Salah satu
jalan keluar ditawarkan adalah proposal yang diajukan
oleh Johannes Van Den Bosch (1780-1844) kepada Raja
Belanda. Proposal itu berisi suatu rencana untuk
mengeksploitasi tanah koloni dalam suatu program yang
disebut dengan Cultuur Stelsel. Arti dari Cultuur Stelsel
adalah “Sistem Penanaman”, tetapi dalam historiografi
Indonesia sistem eksploitasi agrarian itu diterjemahkan
sebagai “Tanam Paksa”. Penggunaan nama Sistem
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 89

Penanaman menggambarkan perspektif Belanda yang


lebih menekankan pada aspek teknis dari program
ekonomi agraria ini. Sedangakan istilah Tanam Paksa yang
digunakan dalam historiografi Indonesia lebih banyak
menekankan pada pelaksanaan dan dampak politiknya.
Peninjauan secara kritis terhadap sistem ini akan
memperlihatkan bahwa penamaan Sistem Penanaman
lebih tepat digunakan dalam aspek perencanaan,
sedangkan dalam pelaksanaannya akan segera terlihat
bahwa nama Tanam Paksa adalah istilah yang tepat.
Proposal Van Den Bosh diterima oleh Raja Belanda
dan ia ditugaskan untuk melaksanakannya dengan
kedudukan sebagai gubernur jenderal (1830-1834).
Proses produksi dalam Tanam Paksa bertumpu pada
para petani yang bekerja dengan pengawasan ketat dari
bupati dan aparatnya. Para Bupati dan pegawai-pegawai
di bawahnya memainkan peran yang menentukan dalam
Tanam Paksa karena mereka menjadi ujung tombak
pelaksanaan sistem ini di lapangan. Sistem Tanam Paksa
dapat dilaksanakan karena sejak Perjanjian Giyanti tahun
1755 telah terjadi hubungan ketergantungan antara
Belanda dan para penguasa tradisional Jawa.5
Pada prinsipnya birokrasi kolonial Belanda
mengandalkan sistem indirect rule atau pemerintahan
tidak langsung. Dalam sistem ini birokrasi lokal diberi
kebebasan untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari

_______________
5
R.Z. Leirissa, G.A. Ohorella, dan Yuda B. Tangkilisan, “Sejarah
Perekonomian Indonesia”, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, 1996, hlm. 53.
.....................................................................
90 Festival Seni Multatuli 2018

sehingga pemerintah kolonial terbebas dari kewajiban


menyelenggarakan birokrasi di tingkal lokal. Pemerintah
kolonial tidak akan campur tangan selama kepentingan-
kepentingan mereka terlaksana dengan baik. Jika
ternyata terjadi penyelewengan atau penyalahgunaan
wewenang oleh elit lokal, pemerintah kolonial akan
memilih untuk tidak melakukan intervensi selama
kewajiban-kewajiban para elit lokal tersebut terhadap
pemerintah telah terpenuhi. Pilihan untuk tetap menjaga
hubungan baik inilah yang menyebabkan terjadinya saling
pengertian jika salah satu pihak melakukan kesalahan.
Dalam sistem pemerintahan indirect rule, posisi
rakyat sangat rentan terhadap kesewang-wenangan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial ataupun elit lokal.6
Sistem indirect rule telah diterapkan oleh Belanda,
tepatnya VOC, di masa awal kolonisasi mereka di
Indonesia. Berdasarkan sistem ini, pemerintahan VOC di
Batavia dapat memerintah daerah sekitar kota dengan
jumlah aparat yang terbatas. Meskipun sistem indirect
rule sangat tidak efisien dalam aspek pelaksanaan
pemerintahan maupun pengawasan, tetapi dalam
keadaan kekurangan sumber daya sistem ini tetap
menjadi pilihan utama.
Tujuan utama dari Tanam Paksa adalah
meningkatkan produktivitas pertanian masyarakat Jawa

_______________
6
Tentang penerapan sistem indirect rule dalam pemerintahan lokal di
wilayah sekitar Batavia di akhir abad ke-17 lihat Bondan Kanumoyoso,
Beyond the City Wall. Society and Economic Development in the
Ommelanden of Batavia, 1684-1740, Disertasi yang tidak diterbitkan,
Leiden: Leiden University, 2011, hlm. 61-65.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 91

demi mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi


perbendaharaan kerajaan Belanda.7 Sistem Tanam Paksa
tidak pernah secara jelas dituangkan dalam sebuah
dokumen. Pelaksanaannya didasarkan pada asumsi
bahwa desa-desa di Jawa harus membayar pajak kepada
pemerintah yang disebut dengan pajak tanah (land rent).
Pajak itu besarnya adalah 40% dari hasil panenan. Hasil
panen di pedesaan Jawa bisanya adalah beras.
Pemungutan pajak berupa uang akan mendatangkan
kesulitan karena masyarakat desa abad 19 belum terlalu
mengenal ekonomi uang. Karena itu pembayaran
dilakukan dalam bentuk komoditi hasil pertanian dan
perkebunan. Agar komiditi yang ditanam mendatangkan
keuntungan yang maksimal maka tanaman yang
dibudidayakan telah ditentukan. Tanaman-tanaman itu
adalah penghasil komoditi-komoditi yang paling laku di
pasaran dunia seperti: kopi, tebu, dan nila.
Sesuai dengan prinsip indirect rule, pelaksanaan
Tanam Paksa dilakukan pemerintah dengan sesedikit
mungkin berhubungan langsung dengan penduduk yang
ada di pedesaan. Pelaksanaan tanam Paksa dijalankan
oleh para bupati dan para penguasa lokal lainnya dengan
bantuan para kepala desa. Pemerintah kolonial
sebenarnya tidak terlalu berkepentingan dengan
bagaimana seharusnya Tanam Paksa dijalankan.

_______________
7
R.E. Elson, “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani Pada Masa Sistem
Tanam Paksa di Pulau Jawa”, dalam Anne Booth, William J. O’maley, Anna
Widemann (Penyunting), Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988,
hlm. 41.
.....................................................................
92 Festival Seni Multatuli 2018

Meskipun mereka mengeluarkan perintah tentang


pelaksanaan Tanam Paksa, tetapi apa yang lebih
dipentingkan oleh pemerintah kolonial adalah hasilnya.
Setiap hasil panenan harus dikirim ke gudang-gudang
milik pemerintah dengan kuantitas sesuai dengan target
yang telah ditetapkan. Satuan yang digunakan dalam
menghitung hasil panenan adalah per pikul (kurang lebih
62 kg). Dalam pelaksanaan Tanam Paksa, satu-satunya
wakil pemerintah dalam pelaksanaan di lapangan adalah
para kontrolir. Mereka adalah para pegawai Belanda yang
ditugaskan untuk menjamin kelancaran produksi
komoditi. Menurut catatan yang ada di tahun 1860, di
seluruh Jawa terdapat tidak kurang dari 90 kontrolir.8 Di
atas para kontrolir ada para asisten residen dan residen.
Para pejabat yang lebih tinggi ini harus bekerja sama
dengan para bupati dalam pelaksanaan Tanam Paksa.
Beban terberat dalam pelaksanaan Tanam Paksa
dipikul oleh para petani. Selain mengerjakan tugas yang
berkaitan langsung dengan budidaya tanaman produksi,
para petani juga masih harus melakukan kerja rodi yang
imbalannya sangat kecil atau bahkan tanpa imbalan
sama sekali. Keja wajib dalam masyarakat tradisional
biasanya diperuntukkan bagi kepentingan para elit
bumiputera atau untuk keperluan desa. Dengan
memanfaatkan kebiasaan ini, sistem Tanam Paksa
mengubahnya menjadi kerja rodi untuk membangun
infrastruktur (jalan, jembatan, gudang, saluran air,

_______________
8
Leirissa et.al, Sejarah Perekonomian Indonesia, hlm. 56.
9
Elson, “Kemiskinan dan Kemakmuran…”, hlm. 50.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 93

bendungan, dan sebagainya), mengangkut komoditi ke


gudang, dan perluasan area penanaman.9 Dalam
kerangka Tanam Paksa, kerja rodi yang sudah berat itu
seringkali ditambah dengan kerja-kerja untuk
kepentingan pribadi para elit lokal. Dengan demikian
Tanam Paksa bukan hanya mengganggu pemenuhan
kebutuhan pangan para petani, tetapi juga menghabiskan
waktu dan tenaga mereka sehingga para petani tidak
dapat menggarap lahan mereka sendiri dengan baik. Dari
sinilah terjadi proses pemiskinan dan penurunan tingkat
kesejahteraan para petani di Jawa selama pelaksanaan
Tanam Paksa.

Douwes Dekk
Douwes er dan Masy
Dekker ar
Masyar akat Lebak
arakat
Penulis novel Max Havelaar atau Lelang Kopi
Maskapai Dagang Belanda adalah Multatuli. Nama itu
adalah nama samara dari Eduard Douwes Dekker. Kata
Multatuli berasal dari Bahasa Latin yang artinya adalah
“aku yang menderita”. Nama samaran tersebut
digunakan oleh Douwes Dekker sebagai penggambaran
penderitaan masyarakat Lebak di bawah sistem Tanam
Paksa yang menjadi tema pokok pembahasan novelnya.
Douwes Dekker lahir pada tahun 1820 di Amsterdam dan
berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah
seorang nakhoda kapal yang bernama Engel Douweszoon
Dekker, sedangkan ibunya bernama Sytske Eeltje Klein.
Douwes Dekker diharapkan menjadi pendeta oleh orang
tuanya. Namun menjadi pendeta tampaknya tidak cocok
untuknya, karena watak Douwes Dekker yang dikatakan
.....................................................................
94 Festival Seni Multatuli 2018

gelisah dan sukar berkompromi. Karakter seperti itu


menetap di dalam dirinya, dan menjadikan Douwes
Dekker sebagai orang yang sangat kritis terhadap segala
bentuk penyimpangan yang ada di sekitar dirinya.
Pada tahun 1832 Douwes Dekker masuk ke Sekolah
Latin (Latijnse School). Pendidikannya di sekolah itu tidak
berjalan dengan baik dan ia menemui kegagalan.
Bebarapa tahun setelah itu Douwes Dekker mencoba
bekerja pada sebuah kantor dagang di Amsterdam.
Karier sebagai karyawan di perusahaan dagang rupanya
juga tidak cocok untuknya. Dalam usia 18 tahun akhirnya
Douwes Dekker memilih untuk mengadu nasib ke Hindia
Belanda. Sesampai di Batavia ia diterima bekerja sebagai
pegawai pada Dewan Pengawas Keuangan di Batavia.10
Bekerja sebagai ambtenaar ternyata cocok untuk Douwes
Dekker. Setelah ditugaskan di Sumatera Barat, pada
tahun 1842, ia ditempatkan sebagai kontrolir di Natal,
Sumatera Utara. Di tempat tugas yang baru tersebut,
untuk pertama kali Douwes Dekker melihat secara
langsung penderitaan rakyat biasa. Pada saat itu telah
muncul reaksi spontan dari Dekker yang membela
kepentingan masyarakat. Reaksi seperti itu akan
ditunjukkannya kembali 13 tahun kemudian di Lebak.
Pada tahun 1943 Douwes Dekker sempat
diberhentikan sebagai pegawai pemerintah kolonial
karena kesembronoannya dalam masalah keuangan.
Tetapi ia segera direkrut kembali dan ditempatkan untuk

_______________
10
G. Termorshuizen, “Pendahuluan” dalam Multatuli, Max Havelaar, hlm. xviii.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 95

membantu residen di Padang Hulu, Sumatera Barat.


Pada tahun 1944 Douwes Dekker kembali ke Batavia dan
secara berturut-turut ditugaskan di Kerawang dan
kemudian Ambon. Pada tahun 1855, Douwes Dekker
bersama keluarganya kemabli ke Batavia. Di awal tahun
1856, tepatnya pada tanggal 4 Januari, ia diangkat
sebagai asisten residen di Lebak, Banten.
Penempatannya ditentukan langsung oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Duymaer van Twist. Menurut
sang gubernur jenderal, pengangkatan tersebut karena
ia bersimpati terhadap Douwes Dekker yang memiliki
perhatian yang tulus dan kecintaan terhadap penduduk
bumiputera. Penempatannya di Lebak dipandang Van
Twist sangat tepat, karena Douwes Dekker merupakan
orang yang dengan caranya sendiri diharapkan akan
membantu meringankan penderitaan rakyat Lebak.
Douwes Dekker mengawali tugasnya dengan
mempelajari arsip yang ditinggalkan oleh asisten residen
sebelumnya. Dari pembacaan terhadap arsip-arsip,
dengan segera ia menemukan berbagai bentuk
kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh bupati dan
aparat birokrasi lokal lainnya terhadap rakyat Lebak.
Kesewenangan itu selanjutnya dilihat langsung oleh
Douwes Dekker. Pada suatu ketika, bupati Cianjur,
keponakan bupati Lebak, berniat untuk berkunjung.
Sebagai persiapan, bupati Lebak mengerahkan sejumlah
besar orang yang melampaui batas yang diizinkan untuk
membersihkan halaman kabupaten. Douwes Dekker
_______________
11
G. Termorshuizen, “Pendahuluan”, hlm. xxii.
.....................................................................
96 Festival Seni Multatuli 2018

yang mengetahui hal ini segera memperintahkan bupati


untuk mengembalikan orang-orang tersebut ke desanya
masing-masing. Puncak kegusarannya adalah ketika ia
mendengar asisten residen sebelumnya telah diracuni.
Meskipun berita ini ternyata tidak benar, Douwes Dekker
tiba kepada keputusan untuk menulis surat kepada
Residen Brest van Kempen tentang kecurigaannya bahwa
bupati Lebak telah melakukan pemerasan dan
penyalahgunaan kekuasaan.11
Laporan Douwes Dekker diteruskan oleh residen
kepada gubernur jenderal. Tanggapan dari gubernur
jenderal sama sekali tidak diduganya. Dengan menuduh
bupati menyalahgunakan kekuasaan, ia dinyatakan telah
mengambil langkah yang tidak tepat. Karena itu sikapnya
yang menentang bupati Lebak dianggap tidak dapat
dibenarkan dan oleh sebab itu Douwes Dekker akan
dipindahtugaskan. Kecewa terhadap keputusan tersebut,
ia mengambil sikap untuk berhenti dari kedudukan
asisten residen dan pegawai pemerintah kolonial. Kisah
perjuangan Dekker dalam memperjuangkan keadilan
bagi rakyat Banten ditulis oleh Dekker sendiri sebagai
roman Max Havelaar. Tokoh utama roman ini, yaitu Max
Havelaar adalah penggambaran dari Douwes Dekker dan
perjalanan kariernya sebagai asisten residen Lebak.
Kisah Max Havelaar ditutup dengan pernyataan tokoh
utama yang mengatakan bahwa buku itu
dipersembahkan kepada Raja Willem III sebagai
penguasa Hindia Belanda, tempat di mana 30 juta rakyat
dianiaya dan diperas atas nama sang raja.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 97

Kesimpulan
Roman Max Havelaar menjadi sumber inspirasi bagi
para pendukung gagasan etis di Belanda dan di tanah
jajahan untuk melakukan perubahan-perubahan.
Berbagai penderitaan rakyat yang digambarkan dalam
roman ini dengan tepat telah mengangkat masalah
utama yang dihadapi oleh penduduk bumiputera di masa
penerapan sistem tanam paksa, yaitu kemiskinan,
ketidakadilan, dan perlakuan yang sewenang-wenang.
Rakyat Lebak tidak bisa membela dirinya sendiri karena
mereka memang tidak diberi hak dan kesempatan untuk
mengajukan pembelaan.
Sistem pemerintahan kolonial telah menempatkan
rakyat bumiputera secara langsung berada di bawah
birokrasi tradisional. Sistem ini lebih dikenal dengan
nama sistem indirect rule atau pemerintahan tidak
langsung yang sebenarnya telah diterapkan di Indonesia
sejak masa VOC. Dalam sistem indirect rule terdapat
kecenderungan ketika birokrasi tradisional berlaku
sewenang-wenang, birokrasi kolonial akan menutupinya.
Hal ini terjadi karena tanpa dukungan birokrasi
tradisional maka birokrasi kolonial yang jumlahnya
terbatas tidak akan bisa memerintah rakyat bumiputera
yang berjumlah jutaan.
Hingga saat ini buku Max Havelaar tetap terus
dicetak. Fakta ini menunjukkan bahwa kisah yang
disajikan dalam roman ini tetap relevan hingga saat ini.
Kisah tentang penderitaan rakyat kecil yang menjadi
korban dari eksploitasi yang dilakukan oleh pihak yang
.....................................................................
98 Festival Seni Multatuli 2018

berkuasa merupakan kisah universal yang tidak hanya


terjadi di Banten, tetapi juga di seluruh Indonesia dan
bahkan di berbagai penjuru dunia. Berbagai tokoh yang
muncul dalam roman ini menggambarkan tokoh-tokoh
yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Rakyat yang menderita, penguasa yang sewenang-
wenang, dan para pembela nasib rakyat yang harus
berjuang mengakhiri ketidakadilan adalah berbagai
karakter yang dapat kita temukan dalam kehidupan di
masa kini. Dengan ini dapat dikatakan bahwa roman Max
Havelaar bukan hanya sekadar karya sastra tetapi juga
sebuah dokumen sejarah yang merekam kisah
penderitaan rakyat yang mengalami kesewenang-
wenangan. Kisah seperti ini akan terus memberi
inspirasi bagi mereka yang membacanya dan tetap
relevan hingga kapan pun. [*]

Daftar Sumber
Daftar
Elson, R.E., “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani
Pada Masa Sistem Tanam Paksa di Pulau Jawa”,
dalam Anne Booth, William J. O’maley, Anna
Widemann (Penyunting), Sejarah Ekonomi Indonesia,
Jakarta: LP3ES, 1988.
Gaastra, F.S., “Organisasi VOC”, hlm. 29-30, diunduh dari:
https://sejarah-nusantara.anri.go.id/media/
userdefined/pdf/brillvocinventaris_gaastraid.pdf,
pada tanggal 10 Agustus 2018, Jam 16: 55 WIB.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 99

Hanna, Willard A., Kepulauan Banda. Kolonialisme dan


Akibatnya di Kepulauan Pala, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1983.
Kanumoyoso, Bondan, Beyond the City Wall. Society and
Economic Development in the Ommelanden of
Batavia, 1684-1740, Disertasi yang tidak diterbitkan,
Leiden: Leiden University, 2011.
Leirissa, R.Z., G.A. Ohorella, dan Yuda B. Tangkilisan,
“Sejarah Perekonomian Indonesia”, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996.
Marihandono, Djoko dan Bondan Kanumoyoso, “Rempah,
Jalur Rempah, dan Dinamika Masyarakat
Nusantara”, Jakarta: Direktorat Sejarah,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.
G. Termorshuizen, “Pendahuluan” dalam Multatuli,
MaxHavelaar (terjemahan H.B. Jasin), Yogyakarta:
Media Pressidno, 2018.
Toer, Pramoedya Ananta, “Kisah Terbaik: Buku Yang
Membunuh Kolonialisme” pengantar dalam novel
Multatuli, Max Havelaar (terjemahan H.B. Jasin),
Yogyakarta: Media Pressidno, 2018.
.....................................................................
100 Festival Seni Multatuli 2018
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 101

Memahami Ulang Praktek dan


KarakteristikKolonialisme
di Indonesia
Sri Margana
Margana
(Universitas Gadjah Mada)

........... AD
ADAA sebuah pertanyaan sederhana bagaimana
Belanda yang letaknya ribuan mil dan luasnya
tidak lebih besar dari Jawa Barat itu dapat
menguasai wilayah yang begitu luas di seberang
lautan, yang membentang dari Afrika Selatan,
India, Srilangka, Indonesia, Formosa, hingga
Desima? Pertanyaan yang sama juga dapat
diajukan untuk negara-negara imperialis dan
kolonialis lain seperti Portugis yang pada abad
ke-16-17 termasuk negara miskin di Eropa,
Inggris dan juga Spanyol yang masing-masing
dapat menguasai wilayah-wilayah jajahannya di
belahan dunia yang lain. Menurut catatan
sejarah dari 193 negara yang tercatat sebagai
anggota PBB 165 di antaranya pernah dikuasai
.....................................................................
102 Festival Seni Multatuli 2018

oleh beberapa negara imperialis Eropa dan dari jumlah


itu separuhnya pernah mengalami kolonialisme lebih dari
125 tahun, termasuk Indonesia. Dari data ini
menunjukkan bagaimana dominasi segelintir negara di
Eropa atas negara-negara di wilayah yang luas di Afrika,
Asia, dan Amerika Latin. Hebatnya lagi, kekuasaan
negara-negara Eropa itu sebenarnya adalah warisan dari
sebuah perusahaan-perusahaan dagang mereka yang
beroperasi di seberang lautan, yang jumlah personilnya
sangat terbatas, jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk di wilayah-wilayah jajahan saat itu. Sebelum
diuraikan lebih jauh tentang praktek kolonialisme di
Indonesia, tentu perlu dipahami dulu bagaimana imperi-
alism berurat akar.

Akar Kolonialisme
Kolonialisme
Memasuki abad ke-17 wilayah Nusantara telah
terbagi-bagi dalam kekuasaan kerajaan-kerajaan besar
dan kecil yang jumlahnya ratusan. Mereka itulah para
pemegang otoritas politik atas wilayah Nusantara yang
sangat luas. Kata Indonesia masih jauh dari impian dan
bayangan mereka. Mereka hidup dalam suatu situasi
politik yang rumit yang diwarnai oleh peperangan dan
penaklukan antar kerajaan-kerajaan itu. Belum lagi
masalah politik internal masing-masing kerajaan itu, dari
persoalan pemberontakan para vassal hingga konflik
suksesi di antara keluarga-keluarga kerajaan itu sendiri.
Kerajaan-kerajaan itu mengembangkan sistem
politik yang feodalistik yang pada umumnya
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 103

patrimonialistik. Tanah menjadi tumpuan ekonomi bagi


kerajaan-kerajaan itu, sehingga tidak mengherankan jika
komoditi pertanian atau tanaman rempah yang tumbuh
subur di tanah tropis ini menjadi produk unggulan
mereka dalam perdagangan. Di wilayah Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara
umumnya didominasi oleh kerajaan-kerajaan yang
berlokasi di wilayah pesisir. Sementara di Jawa, Madura,
dan Bali, kekuasaan monarki justru beralih ke
pedalaman. Namun demikian, pesisir tetap menjadi
wilayah-wilayah penting yang mereka kuasai.
Dalam kondisi politik dan ekonomi seperti itulah,
ketika bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol,
Belanda dan Inggris mulai menanamkan pengaruhnya di
Nusantara. Kekayaan sumber daya alam dan komoditi
perdagangan itu menjadi magnet utamannya sedangkan,
perang, penaklukan, pemberontakan, dan konflik suksesi
itu bukan penghalang bagi mereka untuk berdagang,
namun justru menjadi celah masuk untuk secara
perlahan-lahan menjadi bagian dari kekuasaan. Para
pedagang Eropa dengan personal-personilnya yang
dipersenjatai senjata modern itu menjadi partner baru
dari salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik atau
perang. Mereka diajak berkolaborasi melawan musuh-
musuh mereka dengan janji-janji dan tawaran konsesi
perdagangan yang menggiurkan. Para pedagang Eropa
ini melihat tawaran-tawaran itu sebagai kesempatan
untuk mendapatkan pijakan-pijakan ekonomi dan
perdagangan mereka, sehingga mereka menerima
.....................................................................
104 Festival Seni Multatuli 2018

tawaran-tawaran itu dengan penuh muslihat. Sebagai


kekuatan asing mereka sadar bahwa posisi mereka akan
sangat rawan jika tawaran-tawaran kolaborasi itu tidak
diikat dengan perjanjian-perjanjian resmi sehingga agar
memiliki kekuatan yang mengikat dibuatkan kontrak-
kontrak politik disertai dengan konsesi-konsesi
perdangan yang bersifat mutual.
Demikianlah yang terjadi di Nusantara selama dua
abad imperialism yang penuh konflik, perang,
penaklukan, dan konflik suksesi itu. Corpus
diplomaticum Neerlando Indicum, adalah sekumpulan
perjanjian yang ditandatangai oleh Vereenigde Oost Indie
Compagnie (VOC), organisasi dagang Belanda yang
beroperasi di Afrika dan Asia yang berpusat di Batavia
dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara selama abad 17
dan 18, menjadi bukti dari kolaborasi politik ini. Ratusan
kontrak politik dan dagang itu diterbitkan dalam
beberapa volume dan menjadi dokumen politik penting
dari sejarah politik-diplomatik Indonesia dan bukti
sejarah dalam memahami akar kolonialisme di
Indonesia.
Di Jawa, kolaborasi pertama di abad 17 dimulai dari
konflik di Mataram ketika Trunajaya menghacurkan
istana Mataram di Plered dan tewasnya Amangkurat I
dalam perjalanan untuk meminta bantuan pada VOC.
Kolaborasi Mataram dan VOC melawan Trunajaya
diimplementasikan oleh Amangkurat II yang berhasil
menangkap dan membunuh Trunajaya dan membantu
mendirikan istana Baru di Kartasura. Sejak itu, wilayah-
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 105

wilayah kekuasaan Mataram di pesisir utara Jawa mulai


jatuh ke tangan VOC sebagai bagian dari perjanjian politik
ini. Setelah itu menyusul kontrak-kontrak lain dalam
konflik-konflik politik internal lain di Mataram, pada
masa Pakubuwana II, Pakubuwana III hingga pecahnya
kekuasaan Mataram menjadi 3 bagian. Puluhan
perjanjian dan kontrak baru ditandatangani selama
kurang lebih satu abad itu dan hasilnya adalah sebagian
besar wilayah kekuasaan Mataram di Jawa telah jatuh ke
tangan VOC, dan yang lebih menyedihkan adalah raja-raja
Jawa Tengah itu menjadi sangat tergantung kepada
kekuatan politik VOC.
Peristiwa dan pola yang sama terjadi pada masa
kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten yang
berkonflik dengan putranya sendiri yang berakibat pada
ketergantungan yang sama atas Banten pada VOC,
demikian pula dengan konflik di Ternate-Tidore setelah
Sultan Babullah dan Nuku. Di Makassar, Perjanjian
Bongaya telah menyebabkan ribuan orang Bugis terusir
dan meninggalkan negerinya untuk menyebar ke
wilayah-wilayah lain di Asia Tenggara bergabung dengan
kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara. Kolaborasi VOC-
Arung Palaka telah mengakhiri hegemoni Sultan
Hasanudin dan Makassar pun menjadi bagian tak
terpisahkan dari kekuasaan VOC di Sulawesi Selatan.
Pola-pola lain masih terus dapat dirunut dari keterlibatan
VOC di wilayah-wilayah lain di Nusantara.
Di akhir abad ke-18, VOC mengalami kebangkrutan
dan dinyatakan pailit, namun demikian sebenarnya di
.....................................................................
106 Festival Seni Multatuli 2018

saat-saat kebangkrutanya itu VOC mencapai puncak


dalam penguasaan teritorial yang luas di Nusantara
sebagai hasil dari keseluruhan intervensinya dan
kolaborasi politiknya di kerajaan-kerajaan Nusantara.
Sehingga sekalipun telah hancur dalam misi dagangnya,
VOC telah mewariskan teritori yang luas yang kelak akan
menjadi wilayah koloni Belanda yang kemudian dikenal
dengan Hindia-Belanda. Dari keseluruhan fakta-fakta
politik tentang kolaborasi politik antara VOC dan para
penguasa-penguasa Nusantara itulah yang mengundang
sebagian sejarawan yang menyimpulkan bahwa sebagai
invited colonialism (kolonialisme yang diundang). Konsep
ini mengandung pengertian bahwa kehadiran Belanda di
Nusantara yang berlangsung menguasai wilayah
teritorial Nusantara dan berujung pada berdirinya negara
kolonial di awal abad ke-XIX adalah hasil dari undangan
para penguasa pribumi yang terlibat konflik dengan
sesama kerajaan di Nusantara atau bahkan sesama
dinastinya sendiri. Dan bahwa Belanda memiliki pijakan
legal dalam penguasaan teritoral itu karena mereka
mendapatkannya melalui perjanjian-perjanjian yang
disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Dalam konsep ini pula VOC dianggap sebagai Stanger
King (Raja Asing) yang dianggap dapat membawa
perdamaian di antara elit-elit yang berkonflik dan
meletakkan dasar dan membimbing para penguasa
pribumi itu membuat aturan-aturan bersama yang
disepakati oleh pihak-pihak elit lokal yang berkonflik.
Sekalipun kesimpulan ini berbias sudut pandang kolonial
dan masih dapat dikritisi lebih lanjut, namun fakta-fakta
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 107

yang muncul itu membuat historiografi nasional mencari


sudut pandang baru dalam memahami munculnya
kolonialisme di Indonesia. Masihkah historiografi
Indonesiasentris yang sangat ultranasionalistik itu dapat
memberikan hikmah sejarah yang berbasis fakta sejarah
yang sebenarnya? Haruskah kesuluruhan proses
jatuhnya Indonesia dalam kolonialisme Belanda dipahami
sebagai kesalahan dan ambisi kekuasaan asing?
Bagaimana dengan para kolaborator yang memberi celah
dan ruang bagi kehadiran kolonialisme itu sendiri? Kita
akan melihat bahwa pengalaman yang panjang selama
dua abad kolaborasi politik itu menjadi sifat-sifat atau
karakteristik penting dari praktek kolonialisme di Indo-
nesia selama satu setengah abad berikutnya sejak
didirikan Negara Kolonial Hindia Belanda.

Prakt
Prakt ek dan Kar
aktek akt
Karakt eris
akteristik Kol
eristik onialisme Belanda di
Kolonialisme
Indonesia
Warisan teritorial yang luas dari VOC kepada Belanda
menjadi modal penting untuk mengembalikan utang-
utang VOC yang diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Tidak ada cara yang lebih efektif untuk mengontrol dan
menguasai wilayah yang begitu luas di seberang lautan
itu kecuali menjadikannya sebagai sebuah koloni dengan
struktur pemerintah sendiri yang kuat. Mendirikan
Negara Kolonial menjadi satu-satunya alternatif untuk
menangani wilayah koloni. Pada awal abad XIX inilah
kolonialisme yang sebenarnya berawal, di mana sebuah
lembaga politik dibentuk dengan seperangkat
.....................................................................
108 Festival Seni Multatuli 2018

kelengkapan birokrasi dan undang-undang yang


mendasari jalannya kekuasaan dibuat.
Tidaklah mudah mengawali kekuasaan kolonial yang
baru ini, dan dalam sejarah kesulitan-kesulitan itu nyata
bukan hanya karena mulai munculnya perlawanan-
perlawanan di daerah koloni, tetapi juga di Eropa sendiri
Belanda terlibat dalam berbagai konflik dengan negara-
negara lain seperti Prancis dan Inggris, sehingga dua
dekade pertama sejak didirikannya Negara Kolonial
Hindia Belanda, terjadi masa transisi yang sulit sebagai
konsekuensi dari konflik yang terjadi di Eropa sendiri.
Prancis sebagai pemenang perang di tahun 1808 telah
menempatkan Daendels sebagai perwakilannya di
Koloni. Meskipun tidak berlangsung lama, kehadiran
Daendels di wilayah Koloni telah membawa efek besar
bagi kehidupan rakyat jajahan. Sifat keras dan otoriternya
ditunjukkan terhadap penguasa-penguasa kerajaan di
Nusantara. Mereka yang tidak tunduk dengan aturan
yang ia buat dicopot dari kedudukan mereka. Dan bagi
rakyat kebanyakan, pembangunan jalan besar dari Anyer
ke Panarukan adalah kesengsaraan besar di era awal
kolonialisme dan masa transisi kekuasaan ini.
Ketika kekuasaan beralih ke tangan Inggris,
pembangunan fisik tidak berhenti, namun bukan
terkonsentrasi pada jalan dan jembatan tetapi pada
benteng-benteng pertahanan dan istana baru di Bogor.
Kerja paksa tetap berlaku, dikombinasikan dengan
sistem pajak tanah yang dikenakan pada setiap kepala
keluarga. Kehadiran Inggris memaksa peredaran uang
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 109

yang lebih luas pada masyarakat di pedesaan dan pada


saat yang sama dimanfaatkan oleh para penebas
berbagai pacht atau pajak oleh orang-orang Cina di Jawa,
yang dampaknya yang distruktif terhadap ekonomi
masyarakat di pedesaan Jawa mencapai klimaksya
menjelang pecahnya Perang Jawa 1825.
Dua dekade masa transisi telah berakhir, dan
Belanda kembali mewarisi kebijakan masa transisi itu
dengan berbagai kebijakan politik uji coba, terutama
sistem pajak tanah di masa kekuasaan Raffles di Jawa
hendak dimodifikasi sedemikian rupa, dikombinasikan
dengan pajak-pajak in-natura yang menjadikan sistem
perpajakan kolonial menjadi semakin rumit dalam
pengaturannya. Pada saat yang sama praktek-praktek
sewa tanah di wilayah kerajaan di Jawa yang belum lama
disepakati dan sebenarnya dampaknya mulai dirasakan
oleh para elit Jawa dilarang kembali. Kerumitan dalam
pengaturan pajak tanah, sewa tanah dan juga praktek
sistem pacht yang menempatkan masyarakat Tionghoa
dalam eksploitasi kolonial ini mencapai puncaknya ketika
Perang Jawa meletus. Kekecewaan terhadap tarik ulur
sistem ekploitasi kolonial coba-coba itu telah
menimbulkan partisipasi luas dari masyarakat di tingkap
bawah dalam Perang Jawa, yang sebenarnya memiliki
sebab-sebab khusus di tingkat elit politik di kerajaan.
Perang besar dan panjang ini telah menghancurkan
ekonomi kolonial yang sebenarnya baru tumbuh itu.
Setelah Perang Jawa dapat diatasi secara licik oleh
Belanda, Cultuurstelsel yang dikenalkan oleh Van den
.....................................................................
110 Festival Seni Multatuli 2018

Bosch pada tahun 1830 menjadi bencana baru bagi


masyarakat jajahan. Pola baru eksploitasi kolonial
dikenalkan, yang merupakan kolaborasi jahat yang
memadukan kolonialisme dan feodalisme. Penguasa
Belanda kembali menempuh cara-cara lama VOC
berkolaborasi dengan penguasa pribumi, kali ini tidak
untuk berperang melainkan dalam pengerahan tanah dan
tenaga kerja untuk sistem wajib tanam. Dan praktek
penyelewengan sistem ini terjadi dalam dua tingkat.
Karena dalam struktur pelaksanaan Cultuurstelsel ini
setiap person dalam struktur itu hendak mengambil
manfaatnya untuk kepentingan pribadi. Hasilnya sebuah
double exploitation: negara kolonial dapat membangun
sistem perkebunan dan perusahaan negara yang kuat
dan mengutungkan, dan elit pribumi mendapat
kehidupan yang mewah dari privilege feodal dan kolonial
itu. Berbagai kelaparan muncul di berbagai wilayah di
Jawa seperti Cirebon dan Purwadadi, menjadi bukti
bahwa sistem ini sangat menyengsarakan, sekalipun
sejarawan seperti Elson mendapati kenyataan lain bahwa
pada masa ini, desa-desa di Jawa berkembang secara
ekonomi kalau sistem ini telah membuka ekonomi desa-
desa di Jawa yang semula subsisten menjadi lebih pasar
oriented. Pembangunan perkebunan di wilayah pedesaan
disertai dengan pembangunan infrastruktur jalan dan
jembatan serta sistem irigasi yang juga dimanfaatkan
penduduk dalam mengembangkan ekonomi mereka.
Kebijakan ekonomi kolonial yang telah mapan
selama empat puluh tahun itu akhirnya juga harus diubah
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 111

setelah Cultuurstelsel mendapatkan kritik yang luas,


yang dipengaruhi oleh berkembangnya liberalism di
Eropa. Monopoli negara dianggap sangat eksploitatif dan
tidak memberi kesempatan sektor swasta untuk
berkembang. Jika kapitalisme hendak diadopsi sebagai
sistem ekonomi baru yang dapat menyejahterakan
masyarakat dan memberi keuntungan besar negara,
maka Cultuursetelsel harus dihentikan dan sistem liberal
harus dijalankan. Akhirnya, Pemerintah Kolonial pun
memberikan kesempatan swasta Eropa untuk
berkembang melalui investasi di negeri jajahan. Tanpa
harus menghentikan perusahaan-perusahaan
perkebunan negara.
Investasi swasta Eropa meluas di Jawa dan
Sumatera terutama di sektor perkebunan, namun tidak
mengubah struktur dan sistem pelaksanaanya. Para
kapitalis Eropa tetap menggunakan pola lama yang sudah
semakin kuat, menempatkan elit Jawa sebagai aktor
penting dalam pengelolaan perkebunan, pengerahan
tenaga kerja, dan akses tanah. Pola baru ini sebenarnya
sudah dijalankan sejak masa Cultuursetelsel di wilayah
kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta. Sehingga jika di
luar wilayah kerajaan swasta baru tumbuh, maka di
wilayah kerajaan swasta di wilayah kerajaan sedang
booming, dan demikian juga kolaborator-kolaborator
lokal elit kerajaan mulai menikmati booming ekonomi
perkebunan itu. Beberapa raja di wilayah kerajaan
bahkan ikut mengambil bagian dalam inestasi
perkebunan di masa itu.
.....................................................................
112 Festival Seni Multatuli 2018

Di wilayah-wilayah perkebunan swasta kolonial di


Jawa khususnya, elit lokal seperti para bupati mendapat
kesempatan yang lebih luas lagi, karena mereka memiliki
daya tawar yang lebih tinggi terhadap pengusaha swasta
Eropa dibanding terhadap perusahaan perkebunan
pemerintah. Otoritas feodalnya dimanfaatkan untuk
melakukan tindakan-tindakan eksploitatif karena
tuntutan dan peluang ekonomi dari perluasan
perkebunan swasta. Sifat-sifat eksploitatif yang meluas
dari kalangan elit pribumi inilah yang mengundang reaksi
para politisi Belanda yang beraliran sosialis, sehingga
usulan-usulan defeodalisasi elit pribumi dengan cara
mengurangi secara berangsur-angsur privilege feodal
dan kolonial mereka dilakukan. Hal ini ditempuh karena
dikhawatirkan akan terjadi kemiskinan yang semakin
luas dalam masyarakat Jawa yang dapat menimbulkan
benih-benih perlawanan.
Kekhawatiran ini tidak berlebihan karena memang
terbukti bahwa pada akhir abad ke XIX dan awal abad XX
gerakan protes petani dengan bendera ideologi yang
beraneka ragam mulai meluas. Gerakan milirianisme,
Ratu Adil, Imam Mahdi yang membawa idiologi Islam dan
nativisme mulai meluas, khususnya di wilayah-wilayah
perkebunan negara maupun swasta. Para elit desa baru,
khususnya pemimpin agama, menjadi motor dari
gerakan-gerakan protes ini. Radikalisme agraria
meningkat dengan korban-korbanya para pegawai
pemerintah dan swasta Eropa yang klimaksnya terjadi
ketika reorganisasi agrarian kolonial diusulkan.
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 113

Reorganisasi ini merugikan kaum tuan tanah desa yang


umumnya di tangan para Haji, yang dalam aturan agrar-
ian yang baru ini hendak dibatasi kepemilikannya.
Onderzoek van Mindere Welvaart, yaitu sebuah
penelitian tentang kemunduran kemakmuran masyarakat
Jawa dan Madura menunjukkan sikap antisipasi Belanda
terhadap eskalasi perlawanan rakyat yang mulai
meningkat. Komite yang dibentuk oleh pemerintah ini
membawa kesimpulan tegas adanya kemunduran
ekonomi masyarakat dan merekomendasikan perlunya
dibentuk kebijakan baru untuk mengatasinya. Politik Etis
adalah kebijakan yang baru itu, yang menyerukan adanya
perbaikan ekonomi melalui tiga cara, yaitu perluasan
pendidikan bagi pribumi, pembangunan irigasi, dan
transmigrasi atau kolonisasi di luar Jawa.
Hasil dari kebijakan yang baru itu adalah lahirnya
elit-elit baru terpelajar Indonesia yang kemudian terjun
dalam berbagai gerakan kebudayaan, politik, pendidikan,
dan kesehatan. Para kolaborator kolonial baru mulai
tumbuh, terutama di kalangan birokrasi kolonial dan elit
baru ini. Namun pada saat yang sama juga muncul benih-
benih nasionalisme di kalangan elit terpelajar yang lebih
bergerak di swasta dan pendidikan. Mereka mendirikan
organisasi-organisasi sosial dan politik, dan menuliskan
artikel-artikel di berbagai media yang sangat kritis
terhadap kebijakan dan konsesi masyarakat kolonial.
Gerakan mereka semakin radikal ketika faham Marxisme
dan Komunisme berkembang di Hindia Belanda.
.....................................................................
114 Festival Seni Multatuli 2018

Negara mengambil sikap represif terhadap gerakan-


gerakan nasional elit-elit baru terpelajar ini, dengan
memenjarakan mereka atau membuang mereka ke suatu
tempat yang jauh bahkan sampai ke negeri Belanda.
Namun kebijakan politik ini tidak memadamkan gerakan
ini, justru membuatnya semakin kuat. Dan Proklamasi
Kemerdekaan adalah buah yang dipetik dari keseluruhan
proses pergerakan nasional ini.

Kesimpulan
Memahami kolonialisme hendaknya tidak hanya
dilihat dari tindakan-tindakan eksploitatif dan eskpresif
dari Negara Kolonial dan juga dari perlawanan yang
dilakukan oleh masyarakat jajahan. Cara memahami
kolonialisme ini hanya akan mendapat dua hal, yaitu
pahlawan dan pecundang. Namun, memahami
kolonialisme juga harus dari akar-akar dan kelompok-
kelompok yang memberi celah bagi tumbuh dan
berkembangnya kolonialisme itu sendiri. Bagaimana
sifat-sifat politik lokal yang rawan intervensi dan juga
sikap-sikap kolaboratif elit lokal yang menjadikan sifat-
sifat kolonialisme itu lebih eksploitatif dari seharusnya.
Dengan cara ini akan didapatkan pemahaman baru
bahwa konflik lokal memiliki kontribusi penting bagi
hadirnya intervensi asing. Aspek moralistik yang dapat
diambil dengan mengakui keterlibatan lokal dalam
tumbuhnya kolonialisme di Indonesia adalah akan
munculnya kesadaran terhadap bahaya konflik-konflik
.....................................................................
Simposium: Pascakolonial.... 115

internal antarsesama anak bangsa yang rawan terhadap


intervensi asing yang pada ujungnya adalah penguasaan
kembali otoritas politik dan ekonomi kita. [*]

Yogyakarta, 20 Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai