Anda di halaman 1dari 66

Peter Kasenda

Membakar Rumah Tuhan

Mukimo Produksi

Pondok Gede 2010

Daftar Isi
1 Tak ada kata jera 2 Kami Berdosa 3 Luka 4 Kau Bilang 5 Derita tak kunjung akhir 6 Tangan-tangan kotor 7 Potret Perempuan 8 Orang-orang Kalah 9 Dinasti Politik 10 Aku MelihatMu 11 Beri Aku Kepastian 12 Selamat Tinggal 13 Cinta Tanpa Kata 14 Kau dan Aku 15 Aku tidak melupakanmu 16 Aku tidak mengerti 17 Kabar dari Jauh 18 Salahkah Aku 19 Godaan 20 Woodstock 21 Mirebeau 22 Tertawan 23 Janji 24 Isyarat 25 Mimpi 26 Membakar Rumah Tuhan 27 Mencari Tuhan 28 Borobudur 29 Ironis Sejarah 30 Marie Antoinette 31 Wajah Agama 32 Perahu Retak 33 Kemana Mereka Pergi 34 Tragedi Tsunami 35 Makna Politik 36 Badai Politik

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61

Bethlehem Aku Mengadu Jakarta-Jakarta Pengadilan Rakyat Bom-bom Malam Natal Revolusi Tanpa Air Mata Harga Diri Bangsa Kabar Duka Kania Dewi Nostalgia Kerinduan Titik Nol Alma Mater Stop Korupsi Benua Hitam Menjadi Indonesia Keluar dari Tembok Tinggi Negeri Seribu Konflik Kontradiksi Masa Lampau Bertahan Hidup Di ibukota kami bertaruh Toleransi Beragama Menunggu Godot Selamat Jalan

Tak ada kata jera

Hari ini Demonstran berlumuran darah Di halaman tugu proklamasi Terkena peluru dibayar uang rakyat Mereka yang berani Kehilangan nyawa Ketika melawan tirani Bertahun membungkam kebenaran Awan menjadi mendung Langit menahan gerimis Bendera setengah tiang Di kampus yang berkabung Kami yang ditinggalkan Berikrar setia pada kebenaran Mengikat sebuah janji Melanjutkan perjuangan Tugu Soekarno Hatta, 1998

Kami berdosa
Tuhan Kami yang nista ini Bertahun membangun kebobrokan Dalam pikiran dan perbuatan Menutup hati nurani Tuhan memberi suara Tetapi kami lebih suka bungkam Ketika hak orang lain diinjak-injak Tuhan memberi mata Tetapi kami lebih suka buta Ketika sisa anggaran diselewengkan Tuhan memberi telinga Tetapi kami lebih suka tuli Ketika kekuasaan disalahgunakan Tuhan Kami terlalu mudah Menyebut Nama Tanpa mengenal cahayaMu Bertahun di negeri ini Tuhan Kami tak mengenal diri sendiri Kemana kami pergi Apa yang terjadi Siksa apa yang menanti Tuhan Kami yang berdosa ini Berdoa dalam penyelesalan Kasihanilah kami Amin Jakarta, Senayan 1979

Luka

Sejarah menyisahkan Masyarakat yang termarjinalisasi Jarak sosial yang melebar Prasangka dan stereotype terjadi Kebencian yang terpendam Krisis yang berkepanjangan Harga-harga tak terjangkau Sejumlah komoditas hilang Lapar tak tertahan Batas kesabaran terlewati Ada yang membakar Jakarta menjadi merah Airmata membasahi bumi Kekerasan seksual massal terjadi Menjadi luka sejarah bangsa ini Dendam cenderung sewenang-wenang Memukul yang tak berdaya Wanita lambang kehormatan etnis Sasaran pelampias kemarahan Meninggalkan bekas yang mendalam

Jakarta, Mei 1998

Kau Bilang
Kau bilang Perbedaan itu biasa Ketika kita berbeda Kau menuduh Aku ditunggangi Kau bilang Aku harus kritis Ketika aku banyak tanya Kamu menuduh Aku penuh curiga Kau bilang Kejujuran itu mutlak Ketika aku bicara apa adanya Kau menuduh Aku menyudutkanmu Kau bilang Persahabatan itu perlu Ketika aku akrab dengan lawanmu Kamu menuduh Aku musuh dalam selimut Kau bilang Aku harus menjauhi pamrih Ketika aku bertanya Mengapa kau suka kekuasaan Kamu menuduh Aku tidak mengerti politik Kau bilang Kebenaran harus ditegakkan Ketika aku bertanya Mengapa kau bungkam terhadap kebobrokan Kau menuduh Aku naf

Kau bilang Aku harus idealis Ketika aku bertanya Mengapa kau menyelewengkan anggaran Kau menuduh Aku tidak mengerti hidup

Kampus Merah Putih, 2004

Derita tak kunjung akhir

Siapa sudi mendengarkan Kisah hatiku sendu Seorang wanita yang hanyut Dalam sebuah kehidupan Tanpa tempat berlabuh Aku yang terhempas Ke dalam dunia lain Dunia malam yang kejam Aku sendiri masih heran Bagaimana aku dapat melaluinya Membuat mala petaka Dalam kehidupan para lelaki Keluarga kaya menjadi hancur Membunuh pemuda yang tak berdosa Membuat lelaki bersedia berkorban Ketika aku masih muda Kaum pria mengikuti dengan kagum Jantung berdebar jika mendekati Sekarang tak sudi menoleh Aku terlunta di jalan-jalan kota Hari-hari menuju akhir Derita tak kunjung berhenti Makin pahitlah rasa getirku Kendati suratan tangan Aku mempersalahkan surga Jakarta , Tanjung Priok 1979

Tangan-tangan Kotor

Mereka yang dieksploitasi Diperlakukan paling tidak adil Kadang terlihat pasrah Suara paling tidak pernah terdengar Tangan-tangan kotor Memanfaatkan yang rentan Mereka yang terpinggirkan Dimanipulasi dan dikorbankan Siksaan yang amat berat Sewenang-wenang yang telah lama Ketika ambang toleransi terlewati Menjadi massa yang bringas Melahap apa saja yang ditemuinya Yang diindetifikasi lawan dibinasakan Membumi hanguskan segalanya Termasuk diri sendiri Kekerasan bersifat instrumen Mencapai tujuan politik Atas nama sebuah kepentingan Tanpa merasa perlu bersalah Jakarta, Mei 1998

Potret Perempuan

Nasib perempuan-perempuan Adalah sejarah penindasan Dalam sistem ekonomi yang tidak adil Sebagai pekerja dan perempuan Mereka diperlakukan inferior Mengalami bentuk ketidaksetaraan Upah perempuan lebih murah Pelecehan perempuan di tempat kerja Promosi pekerjaan mengutamakan lelaki Berpartisipasi dalam pengambil keputusan ditolak Eksploitasi perempuan sebagai obyek seksual Seks bagi perempuan adalah pelayanan Superioritas lelaki jarang dipertanyakan Kendati perempuan korban penindasan Kebanyakan menyerah pada struktur yang menindas Merasa nyaman ketimbang mempertanyakan Mereka percaya patriaki bukan penindasan Tetapi sebagai kodrat perempuan

Jakarta , Megaria 1998

Orang-orang Kalah

Aku melihat orang minum Susu macan memabukkan Ngobrol tanpa arah Menghabiskan malam Melupakan kegetiran hidup Aku berdiri di kolong jembatan Bertebaran rumah kardus Melihat orang yang dipinggirkan Mereka yang disepelehkan orang Hidup memenuhi suratan Aku berjalan di pematang sawah Mendengar warta berita Anak perempuan cilik dijual Lebih murah dari seekor kambing Membayar hutang tanpa akhir Aku menatap awan mendung Ada kegalauan hati dosen Hidup dengan putus asa Lelah berjuang lama Melupakan hati nurani Mereka yang kalah Menyerah dalam pergulatan Menatap fatamorgana Mengabaikan prinsip Tanpa merasa bersalah

Jakarta ,Kampus Merah Putih 2006

Dinasti Politik

Di India Setiap generasi dinasti Melahirkan satu perdana menteri Kakek, anak dan cucu Jawaharlal Nehru Indira Gandhi Rajiv Gandhi Di Pakistan Benazir Bhutto meneruskan dinasti Bhutto yang terhenti di tengah jalan Ali Bhutto digantung oleh Jendral Zia Benazir Bhutto tersingkir Bertahun-tahun di Pengasingan Tewas dalam kampanye pemilu Di Bangladesh Begum Khaledia Zia Mewarisi mantel politik suaminya Presiden Ziaur Rahman (1975-1981) Di Srilangka Dinasti Bandaranaike Menghasilkan tiga perdana menteri dan seorang presiden Suami, istri dan putri Siri Mawo Bandarnaike Chandrika Bandarnaike Kumaratungga Inilah oligarki politik Model Asia Di mana feodalisme bertumbuh Nama besar keluarga menjadi penting Jakarta, 2000

Aku MelihatMu

Ketika orang berduka cita Ada yang menghibur Ketika orang haus Ada yang memberi minum Aku meilhatMu Ketika orang risau Ada yang menetramkan Ketika orang tersesat Ada yang menunjuk jalan Aku melihatMu Ketika orang putus asa Ada yang memberi harapan Ketika orang kesepian Ada yang menemani Aku melihatMu Ketika orang lapar Ada yang memberi rejeki Ketika orang dalam kegelapan Ada yang memberi pelita Aku melihatMu Pondok Gede, Kampung Sawah 1998

Beri Aku Kepastian

Aku ingin pergi Menjauh dari kamu Mengarungi samudra Melewati batas negeri Tetapi kau diam Aku ingin terbang Mengepak sayap Membawa ke angkasa Menembus awan Tetapi kau menangis Aku ingin bertanya Menjawab teka-teki Menunggu sebuah kepastian Apa ada tempat di hatimu Tetapi kau tersenyum Palimanan , 2003

Selamat Tinggal

Malam tanpa bintang Kapal meninggalkan dermaga Kau berdiri di buritan Melambaikan tangan Suara sedih harmonikaku Mengiringi kepergianmu Pulang ke kampung halaman Kendati hatiku perih Doaku menyertaimu Semoga kau berbahagia Dermaga Tanjung Priok, 1979

Cinta Tanpa Kata

Selama tiga minggu Menyusuri pagi di Lembang Menghabiskan malam di Yogyakarta Membelah gelombang di Selat Bali Mendekati cakrawala di Tretes Masa liburanmu habis Kenangan indah dilalui Kapal terbang menunggu Ada gentaran cinta Tanpa berani mengatakan Airport Halim Perdana Kusuma, 1979

Kau dan Aku

Kau adalah laut Aku adalah ombak Siapa yang bisa memisahkan Laut dan ombak Kau adalah pasir Aku adalah pantai Apa mungkin terpisahkan Pasir dan pantai Kau adalah perahu Aku adalah angin Perahu tak berlayar tanpa angin Menuju pulau yang dituju Kau adalah pelabuhan Aku adalah kapal Pelabuhan tempat kapal berlabuh Dari perjalanan yang jauh Jakarta , RS Dharmais 2006

Aku tidak melupakanmu

Ketika kereta api akan berangkat Membawa aku ke Jakarta Kau berikan aku bunga kertas Supaya aku tidak melupakanmu Aku tak menjawab Hanya bisa memelukmu Meninggalkan kamu dengan luka Siapa dapat berpisah dengan derita Kereta api itu berangkat Hilang dari pandangan mata Jauh meninggalkan stasiun Airmataku hampir mengalir Kuharap kau mengerti hatiku Cintaku adalah cinta rindu Hanyalah kau yang kukenang Tiada yang lain Palimanan, Stasiun Bangoduwa ,2003

Aku tidak mengerti

Aku minta cium sayang Kau lumat bibirku Aku minta pelukanmu Kau remas buah dadaku Aku minta cintamu Kau menindih tubuhku Aku minta komitmen Kau hanya ingin bebas Aku minta perasaanmu Kau hanya ingin nafsu Aku minta menikah Kau tampar pipiku Depok Indah, 1996

Kabar Dari Jauh

Kau di negeri orang Mungkin tak mengetahui Kau selalu hadir Dalam mimpi-mimpiku Kutulis kata-kata Hanya kau dalam hatiku Di sebuah perahu kertas Berlayar menuju samudra luas Setiap minggu ke pantai Aku selalu bertanya Apa telah kau terima Kabar rindu dari jauh UI Depok , 2003

Salahkah Aku

Satu tahun lebih Aku tak bertemu Sekarang aku dengar Kau dalam kesulitan Dirumah telpon berdering Kau minta bertemu Untuk sebuah bantuan Janji pun terucap Hatiku bergetar Teringat tiga tahun yang lalu Senyuman manis di kelas Selalu mendebarkan hatiku Hanya sebuah sumpah Menjadi garis pemisah Aku tak mendekatimu Kendati tersiksa aku karenanya Bertemu lagi pujaan hati Membuktikan cinta tak terbatas Cerita dan canda menyertai Keakraban mulai muncul Janji telah terpenuhi Meninggalkan sebuah pertanyaan Apa aku berbuat salah Bila aku ingin memilikimu

Jakarta , Universitas Bung Karno 2004

Godaan

Vagina Olive masih sempit Bokong Susan semok Payudara Sovi menantang Bibir Carla sensual Mata Tiara eksotis Liukan Karin erotis Chika sering menggoda Tamara doyan selingkuh Amanda suka seks swalayan Violin doyan dicoblos Yolanda nunggu digilir Elda sering ditawari Sabrina senang dicoba Nana haus belaian Jasmine senang dicumbu Villa senang diraba Rere suka dirangsang Tanya senang digoyang Kata-kata bombastis Dari tabloid-tabloid panas Tanpa rasa bersalah Kebebasan menjadi dalih Di saat reformasi bergulir Sex dieksploitasi Jakarta , Terimal Tanjung Priok 2000

Woodstock

Di Amerika Serikat, Bulan Agustus 1964 Selama tiga hari 500.000 anak muda berkumpul Banyak yang berambut gondrong Demam baju kembang-kembang Ada kedamaian dalam hati Festival Musik berujung Menari dalam hujan Sebagian mencopot pakaian Telanjang tak ditabuhkan Generasi bunga memberontak Budaya tanding diperkenalkan Protes terhadap kemampanan Jakarta , 2009

Mirebeau
Kecemerlangan buah pikiran Suara yang menggeledek Kefasihan lidah yang bergelora Hormat ada dalam parlemen Istana menjadi gentar Singa Revolusi julukannya Tetapi ia hanya bisa hidup Bila suasana nyaman mengelilingi Hidup macam itu perlu kompensasi Ia bersedia bekerja sama Siapa saja yang menguntungkan Marie Antoinette jadi tertarik Menggandaikan diri dilakukan Untuk uang dan kekuasaan Ia mencoba meredakan Angin taufan yang ditiupnya Seorang diri melawan semua Mereka menjadi curiga Selama delapan bulan Ia mengabdi Raja dan Revolusi Dua biduan opera menemani Ketika jantung revolusi tak berdenyut Tiga ratus ribu orang mengantar Menuju Taman Makam Pahlawan Dua tahun kemudian Persengkolan dengan raja terbongkar Kuburan terhormat dibongkar Mayatnya dibuang ke sumur Tempat pembuangan sampah Ini sebuah tragedi revolusi Jakarta, Kampus UI Rawamangun 1978

Tertawan

Sang mawar jelita Pesonamu memabukkan Seperti orang yang haus Aku selalu ingin menatapmu Melihat kelembutan wajahmu Hatiku langsung tergetar Melupakan segala hal Kau selalu memenuhi pikiranku Saat memandang parasmu Ribuan kata akan terucap Tetapi lidah menjadi kelu Hanya mata yang berbicara Api asmara makin membawa Hanya berpikir tentang cinta Melainkan senandung pujian Mengikuti takdir Cinta Kemerduan simphoni Cinta Membuat terhanyut dalam kerinduhan Cinta telah membelenggu jiwa Hati menjadi gelisah tak menentu Jakarta , 2000

Janji

Berjauhan dengan rembulan Terbilang tahun Hidup menjadi tersiksa Bagai burung kehilangan sayap Jika kerinduan memuncak Meratap dan berharap berganti Tak jelas batas siang dan malam Aku lantunkan syair-syair cinta Hanya sebuah tekad Semangat yang menyala Membuat tetap bertahan Memenuhi sebuah janji Ketika bertemu kembali Tangis rindu membahana Melewati kesedihan tak berujung Merasakan kebahagian Hanya ada satu keinginan Saling berbagi dan melengkapi Merasa kenikmatan yang tak terhingga Bersama pujaan hati dambaan kalbu Jakarta, 2006

Isyarat

Setiap kita bertemu Hanya terdiam saling menatap Membaca apa yang tersirat Dari mata orang yang dicintai Ungkapan perasaan lewat tatapan Ribuan kata pujian tak terucap Hasrat tak tersembunyikan Membakar api asmara Terlalu banyak amsal Cinta tak pernah terbendung Kendati bahaya menghadang Keinginan bertemu selalu ada Jakarta, 2001

Mimpi

Hati siapa tidak terbakar Setiap saat pujaan hati Menyebut nama lelaki lain Harga diri merasa tertampar Duri kehidupan yang menusuk Meruntuhkan ketegaran jiwa Penantian yang menyesakkan Membuat jatuh dalam kesengsaraan cinta Derita menjadi milikku Melebur dengan kepedihan Menyatu dalam ketetapan cinta Hanya menjadi sebuah impian Jakarta, 1996

Membakar Rumah Tuhan

Jam menunjuk angka 23 Hujan basah rintih-rintih Suasana kampung menjadi sunyi Perlahan beringsut mencekam Ribuan orang berjalan Membawa obor merah Hati membara menyala Menuju sasaran kemarahan Diawali bunyi petasan Lemparan batu mengikuti Bangun suci dibakar Menyebut nama Tuhan Sebuah tafisran diberikan Menjadi sebuah keyakinan Monopoli kebenaran dilakukan Mengabaikan perbedaan Kuningan, 2005

Mencari Tuhan

Melalui penantian panjang Kehadiran Tuhan dirindukan Melahirkan cara berdoa Agama Samawi Menyembah Sang Pencipta Sebutan berbeda-beda tetapi satu Sejumlah jalan tersedia Menuju pintu ke Tuhan Tempat telah tersedia di Surga Jakarta , Sunter 2007

Borobudur
Dinasti Sailendra mendirikan Sir Thomas Raffles menemukan Menjadi warisan budaya terkenal Kebanggaan bangsa Indonesia Ia menjadi monumen Perjalanan dari sebuah bangsa Buddhisme di Indonesia Di mana pluralisme mengakar Yogyakarta , 2009

Ironis Sejarah

Tersinggung melihat nasib bangsanya Bertahun Soekarno berjuang Hidup dalam penjara dan pengasingan Mencapai cita-cita kemerdekaan Pada masa puncak kekuasaannya Sejumlah gelar disandang Melahirkan mitos hampir menyamai Dewa Tetapi ia sendirian Peristiwa Gerakan 30 September 1965 Membuat goyah kedudukannya Bentengnya roboh tak tertahan lagi Ia menjadi obyek tuduhan Tanpa lewat pengadilan Semua gelar-gelarnya dicopot Peranannya ditiadakan Ironi sejarah memang Kampus UI Rawamangun 1985

Marie Antoniette

Putri Maria Teresa Permaisuri Louis XIV Lahir di istana kerajaan Punya keyakinan penuh Mengenai hak memerintah Tuntutan rakyat Hanya penyelewengan Ia tetap percaya Bahwa dia benar Sampai menuju ke guiliotin Kaum revolusioner menganggap Marie adalah penghalang yang utama Menjadi musuh bersama rakyat Lambang kebobrokan Jakarta Kali Malang, 2007

Wajah Agama

Agama sering bermuka dua Tempat ketenangan hidup Memberi harapan yang kukuh Menjadi pemicu konflik Menyulut kekerasan Sejarah mencatat Agama membakar kebencian Meniupkan kecurigaan Membangkitkan salah pengertian Mengundang konflik Agama mengajarkan yang baik Tetapi pengetahuan dan tindakan berjarak Ia menjadi rentan terhadap kekerasan Memberi landasan ideologis Menjadi pembenaran simbolis Cisarua , 1996

Perahu Retak

Krisis ekonomi berkepanjangan Menimbulkan gelombang tuntutan Presiden Soeharto diturunkan Kesempatan emas tersedia Transisi demokrasi berjalan Gegap gempita politik Menampilkan sejumlah aspirasi Papua, Aceh, Timor Timur dan Riau Kemerdekaan yang menjadi impian Sumber kekhawatiran yang luas Kejatuhan rezim otoriter Yang menaifkan aspirasi lokal Menjadi sebuah momentum Menyuarakan aspirasi Kepentingan harus diperjuangkan Menengok ke belakang Mengenai benih keretakan Memiliki akar yang dalam Penderitaan yang panjang Jakarta , 1998

Kemana Mereka Pergi

Kemajuan zaman ditandai Sebuah pergantian keinginan Yang baru mengganti yang lama Beralih secara perlahan Bangunan telah berubah Merombak arisitektur yang lama Stasiun Gambir, Hotel Des Indies, Chandra Naya Hilang tanpa jejak Apa tak yang pernah menghayati Sejarah sebagai garis bersambung Zaman tak pernah berdiri sendiri Kenangan tak bisa diganti Apa perubahan perlu disesali Bagaimana cara menghentikan Munculnya lambang modernitas Mengembalikan bangunan lama Kota Tua Jakarta, 2000

Tragedi Tsunami

Datangnya gelombang yang dashyat Membuat manusia tak bisa lari Menghindari dari kekerasan alam Tameng perlindungan rapuh Menewaskan banyak orang Bangunan menjadi puing Trauma mengikuti Harapan tetap ada Sejumlah pertanyaan muncul Mengapa harus terjadi ? Kehendak Tuhan atau Alam Hukuman atau kealpaan Taman Impian Jaya Ancol , 2005

Makna Hidup

Manusia tidak pernah yakin Ia bisa menaklukan nasib Mengendalikan arus sejarah Takdir mampu diatasi Hanya dapat bergulat melawannya Hidup bersifat sementara Kematian membatasi dirinya Keresahan mengitarinya Terasing menjadi dunianya Bagaimana musti mengisi hidup Purwokerto, 2008

Badai Politik

Peristiwa G30S meletus Kebencian komunall mendidih Negara turut serta Tanah Jawa menjadi merah Orang-orang mengamuk Menghabisi yang lemah Ketakutan menyebar Orang menghilang dan dihilangkan Pembunuhan tidak kunjung putus Orang mati terkapar di pinggir jalan Digorok massa atau ditembak tentara Mayat mengapung di sungai Jakarta , 2000

Bethlehem

Bethlehem Tempat Kelahiran Yesus Kristus Sejak berdirinya negara Israel (1948) Kekalahan Arab dari Israel Pendudukan tetap berlangsung Bangsa Palestina senantiasa menderita Aksi kekerasaan senantiasa terjadi Negara Palestina yang mandiri Hanya harapan yang tak berujung Kolonialisme tetap berlangsung Kampus UI Rawamangun , 1980

Aku Mengadu

Di Tanah Kusir Bendera Merah Putih berkibar Hujan rintik-rintik Seorang kakek berdiri Masa lampau membayang Tentang mereka yang bertempur Tewas untuk tanah airnya Dalam usia begitu muda Pejuang yang tersisa Mempertanyakan arti berkorban Zaman baru makin menjauh Tanpa perubahan yang berarti Jakarta , Tanah Kusir 1988

Jakarta-Jakarta

Jakarta bukan Singapura atau Kuala Lumpur Tiada hari tanpa kemacetan Hujan Jakarta berarti banjir Penggusuran makin tak terkendali Ruang publik tidak memadai Jakarta bermuka dua Mal modern yang subur Pasar tradisional yang mati Pemukiman mewah yang bertumbuh Kawasan kumuh yang menjamur Jakarta tempat bekerja dan tidur Kegiatan berpusat di kantor dan mal Jejak kota lama dilewati Burung-burung liar menghilang Peradaban terabaikan Jakarta menyimpan keresahan Ketegangan dan keitdakamanan menyertai Ia mencari sebuah mimpi baru Lepas dari persoalan yang kompleks Membuat orang bisa hidup nyaman Jakarta, 2003

Pengadilan Rakyat

Seorang copet kelas teri Berlumuran darah segar Merengek memelas mohon ampun Tapi massa tak peduli Membakarnya hingga tewas menghitam Aksi keroyok, bunuh dan bakar Banjir amok yang dashyat Bangsa yang santun bergeser Menjadi bangsa yang haus darah Hukum pun dilanggar Rakyat mengambil jalan pintas Dalam menyelesaikan persoalan Ketika kejengkelan menggumpal Menghadapi kejahatan sewenang-wenang Apa pertanda bangsa ini sedang sakit Bekasi , 1997

Bom-bom Malam Natal

Di Malam Kudus Ledakan bom di banyak gereja Merengut nyawa yang tak bersalah Ada jeritan yang memilukan Suasana duka mencekam Ada kebencian yang terpendam Kekerasan menjadi alat politik Mereka yang mengakui beragama Mengabaikan ajaran saling-mengasihi Penyelesaian persoalan lewat kekerasan Kemanusiaan makin menipis Sifat kebinatangan merajalela Bergerak menjauh dari peradaban Menjadi peradaban rimba belantara Merontokan mitos bangsa yang religius

Pondok Gede, Kampung Sawah 2005

Revolusi Tanpa Air Mata

Dua puluh tahun Marcos memerintah Filipina Lembaran hitam kekuasaan Marcos Tak terhitung banyaknya korban yang jatuh Filipina dan rakyatnya Terombangambing dari krisis ke krisis lainnya Seolah-olah tak mampu mencari jalan keluar Dari dilemma yang menjerat mereka Rakyat bebas dari belenggu rezim otoriter Kejatuhan Marcos dari puncak kekuasaannya Berlangsung dengan cepat, mendadak dan dramatis Tanpa korban yang berarti Kekuatan tanpa bentuk dan tak terorganisir Lautan manusia yang mengikuti Cory Aquino Kemana pun simbol perlawanan pergi Melawan pemerintahan otoriter yang menindas Golongan menengah menentang kediktaktoran Biarawan, biarawati, pastor dan siswa seminari Bersedia mengorban jiwanya Demi sebuah perubahan Kampus UI Rawamangun, 1985

Harga Diri Bangsa

Konfrontasi Indonesia Malaysia Pencurian Kayu di Kalimantan Tenaga Kerja Indonesia diusir Pulau Sipadan dan Ligitan hilang Indonesia Malaysia Sarat sejarah sengketa Kendati merasa satu rumpun Ada rasa marah didalamnya Ketika Ambalat mau dicaplok Genderang perang dinyatakan Kapal Republik Indonesia digerakan Menuju wilayah sengketa Ganyang Malaysia Selamatkan Siti Nurhaliza Kedaulatan negara sedang diuji Harga diri bangsa dipertaruhkan Jakarta , 2007

Kabar Duka
Ketika kabar duka Madame Nurul berpulang Aku mendengar dalam diam Kenangan masa lampau Dosen yang cantik dan baik Mengajar Histoire de la France Bertahun tak pernah bertemu Sekarang beliau telah tiada Hanya doa yang bisa dipanjatkan Depok UI, 2004

Kania Dewi

Bertahun kita tak bertemu Kau terpendam dalam memori Tiba-tiba muncul dalam kenangan indah Kau selalu duduk disisiku Di smester pertamaku Disaat istirahat Menghabiskan waktu Aku mulai bertanya Mengenai dirimu Ada hasrat untuk bertemu Bercerita mengenai masa lampau Tetapi kemudian kabar duka Kau telah pergi Ada kesedihan menyertai Depok UI, 2007

Nostalgia
Peter Kasenda, Novianti Djailani RR Dahlia P, Dotty Rahayu Nancy Widianingsih, Priyanti Sindhunanta, Danny Susanto, Lucya Dhamayanti, Jeanetta L Suhendro, Wilda Hendraini Jurusan Sastra Perancis 1978 Setelah 30 tahun berpisah Berkumpul dalam kenangan Berbagi cerita-cerita lama Mengenai Kampus UI Ramawangun Bogor, 2009

Kerinduan Maryati Maya Dewi, Jenny Jouwena Alisulasti Darwin Jane W Setiabudi, Mee Mee, Rukmi Indah ,Laura Woworuntu Jurusan Sastra Perancis 1978 Berpisah selama 30 tahun Tanpa ada kabar berita Ada kerinduan yang dalam Bertemu dalam kenangan Di usia menjelang senja Mempererat tali silaturahmi Menuju dunia lain Bogor , 2009

Titik Nol

Krisis Keuangan global Menelan ratusan ribu korban Mereka kehilangan korban Tiba-tiba mulai dari bawah Setelah mempunyai pekerjaan mapan Meretas jalan bertahan hidup Kekalahan berarti kematian Hidup ibarat berjudi Ada kemenangan dan kekalahan Senantiasa berputar bagai roda Dua pilihan yang tersedia Tanpa ada ada alternatif Jakarta , 1997

Alma Mater

Wisuda Sarjana Di Balairung Kampus Baru Universitas Indonesia Pada 6 Februari 1988 Ada tiga janji sarjana Menjunjung tinggi norma ilmiah Setia dan berbakti pada Alma Mater Mengabdi pada rakyat, bangsa dan negara Bertahun menjalani studi Melalui jalan yang berliku Kegigihan yang nyaris berhenti Pengorbanan ibu dan adik menyertai Kampus Depok UI 1988

Stop Korupsi

Korupsi yang menyebar Hanya menyengsarakan rakyat Indonesia tanpa kesejahteraan Negara sosial diabaikan Di Orde Reformasi Komisi Pemberantasan Korupsi didirikan Menjalankan Amanat Penderitaan Rakyat Hapusnya korupsi di bumi pertiwi Ia menjadi satu-satunya harapan publik Ketika Kejaksaan dan Polisi Belum bisa dihargai Memberantas wabah korupsi Sekarang eksistensi terancam Serangan balik koruptor begitu gencar Melemahkan dan melegitimasikan Menjadikan singa tanpa taring Komisi Pemberantasan Korupsi Janganlahlah dihancurkan Dukungan publik harus diberikan Agar kehidupan tetap terjaga

Jakarta , 2009

Benua Hitam

Ada kesedihan yang tersembunyi Harapan yang hampir pudar Ketika kita bercerita Mengenai benua hitam yang indah Kini menjadi simbol derita demografis Jumlah penduduk yang berlebih Daerah-daerah kumuh yang tersebar Perangperang berkepanjangan Jutaan orang terusir dari rumahnya Birokrasi yang tak berdaya Ancaman anarki di depan mata Benua hitam tidak bisa diabaikan Resikonya bisa menimpa kita Solusi bertahan hidup diperlukan Agar cobaan berat teratasi dengan baik Jakarta , 2005

Menjadi Indonesia

Mahapatih Gadjah Mada Melalui Amukti Palapa Di bawah Majapahit Nusantara bersatu 80 tahun yang lalu Sejumlah anak muda Lain agama dan suku bersatu Lewat Sumpah Pemuda Menjadii Indonesia Melupakan nasion lama Jawa, Sumatra dan Sulawesi Membuat nasion baru Indonesia Mendahulukan Indonesia Mengesampingkan perbedaan Melupakan kenangan lama yang pahit Menuju kemerdekaan Jakarta ,Gedung Sumpah Pemuda 2008

Keluar dari Tembok Tinggi

Enam belas abad yang lalu Fa Hien menampak jejak di Nusantara Ketika kampung halaman diharu biru Bencana alam dan pertarungan kekuasaan Sebagian pengungsi menuju Indonesia Sejarah bercerita mengenai Pasang surut nasib kaum perantau Terseret berbagai kepentingan Setelah prahara 1965 Genosida kebudayaan terjadi Rezim Soeharto mendirikan Tembok-tembok yang tinggi Memisahkan dua komunitas Kesenjangan ekonomi melebar Prasangka sosial terjadi Sejak Orde Reformasi Dahulu mereka yang apolitis Sekarang berperan dalam politik Suara mereka mulai diperhitungkan Langkah awal dari langkah-langkah lain Jakarta Kota, 2004

Negeri Seribu Konflik

Krisis ekonomi berkepanjangan Menyusul kejatuhan sebuah rezim otoriter Euforia politik terjadi Politik identitas menguat Ambon terbelah Warga Poso terancam Pengusiran etnis di Kalimantan Barat Kebersamaan mulai pudar Perbedaan etnis dan agama Instrumen untuk kepentingan sesaat Komunalisme mulai mengancam Indonesia bersatu Jakarta, 2005

Kontradiksi

Badai krisis ekonomi 1997 Memporaporandakan sejumlah negara Asia Perbankan, properti dan manufaktur terlibas Melahirkan berkah di pojok lain Beberapa kawasan menderita Pabrik tutup dan pengusaha bangkrut Pegawai mendadak kehilangan pekerjaan Bagian lain kelimpahan rezeki Di pelosok Sumatera Utara dan Kalimantan Sulawesi Tengah dan beberapa propinsi lain Petani dan pengusaha perkebunan Menikmati berkah krisis itu Petani kelapa sawit dan cengkeh Berlimpah dengan uang Miliuner bermunculan di daerah Ada berkah di Balik Bencana

Jakarta, 2007

Masa Lampau

Bertahun-tahun Meninggalkan kampung halaman Kenangan indah tetap menyertai

Masa lampau senantiasa tteringat Ketika kerinduan menyesak Pulang kampung tak tertahan Menyusuri jejak masa lampau Kenangan indah terbayang Ada sebuah keinginan Memutar waktu Menuju masa lampau Menjalani masa kecil Surabaya, 2009

Bertahan Hidup

Di usia senja Seorang tukang becak Mencoba bertahan hidup Di saat tubuh mulai rapuh

Suratan tangan menyertai Tetap menjadi wong cilik Dari dulu hingga sekarang Sebuah penderitaan panjang Ada kepasrahan dalam diri Tanpa menggugat takdir Menjalani hari-hari yang kelam Sinar cerah menjadi impian

Surabaya , 2009

Di Ibukota kami bertaruh

Lebaran usai Pemudik berarak kembali Membawa sanak keluarga Hendak menguji nasib Merebut remah-remah Meski tak punya cukup bekal Untuk menaklukkan Ibu Kota Mengharapkan hidup lebih baik Ketimbang mengangggur Berpenghasilan minim Di kampung halaman Purwokerto, Baturaden 2008

Toleransi Beragama

Negara Pancasila Undang-Undang Dasar 1945 Menjamin Kebebasan Beragama Negara Pancasila Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tetapi mendirikan rumah ibadah susah Negara Pancasila Masyarakat majemuk Tetapi keyakinan yang berrbeda dilarang Ketuhanan Yang Maha Esa Menjadi pandangan hidup Tetapi mengagung Tuhan dihambat Tambun, 2010

Menunggu Godot

Mencerdaskan kehidupan bangsa Melaksanakan Pembukaan UUD 1945 Menuju bangsa yang bermartabat Adalah sebuah pengabdian Apabila sang pendidik Hanya mengejar kekuasaan Mencari uang sebanyak mungkin Tanpa ada keinginan menjaga kualitas Betapa malang pencari kebenaran Menemui kenyataan yang pahit Tanpa bisa berbuat banyak Ketidakpastian membayang Kampus Merah Putih , 2010

Selamat Jalan
Ketika kematian hendak menjemput Kau tampak begitu pasrah Tetapi mencoba tidak menyerah Itu kabar yang tersiar Hanya menghitung hari Melalui perjalanan yang melelahkan Rumah terakhir menunggu Ada kebahagian yang abadi Melepaskan kepergianmu Kesedihan mengiringi Kenangan indah membayang Selamat jalan, Sumarah Duren Sawit, 2009

Anda mungkin juga menyukai