Anda di halaman 1dari 19

Presiden Soekarno dan Nasakom

Pendapat bahwa Soekarno telah menetapkan jalan ke kiri di bawah Demokrasi


Terpimpin memang merupakan hal yang menarik. Tetapi apa yang menjadi
tujuan akhir politik presiden yang kelihatannya pro PKI dan antitentara ini? Dan
apakah motivasinya? Apakah ia memang memajukan apa dan hanya melindungi
PKI, dan sewaktu-waktu bertindak untuk menjaga keseimbangan, jika tekanan
kepada partai ini akan menyebabkan pergeseran? Bagaimanapun, tentara
mempunyai kekuatan senjata, dan dalam pengertian ini ia selamanya lebih
unggul dari saingan-saingan politiknya, dan bisa mempergunakannya terhadap
apa pun usaha Soekarno untuk membendungnya. Dapat juga dicatat, meskipun
Soekarno sejak tahun 1960 secara terus-menerus berbicara tentang kebaikan
sautu pemerintahan Nasakom, dan sering didengar bahwa akan dilaksanakan
dengan jalan perombakan kabinet, ternyata ini tidak pernah terjadi. Apakah ia
memang ingin melaksanakannya, tetapi kemudian merasa kurang mampu untuk
melakukannya ? Atau apakah ia sengaja membuka kemungkinan kabinet
Nasakom tetapi tetapi tidak lebih dari itu, sekedar merupakan kemungkinan
kemungkinan saja?
Setidak-tidaknya dapat dinyatakan tujuan Soekarno adalah membawa PKI pada
gengsi yang lebih besar, tetapi sekali-kali tidak membawanya lebih dekat pada
kekuasaan yang nyata. Untuk PKI, langkah terakhir ini tertahan-macet
serlamanya, sehingga kemajuan-kemajuan yang didapatnya setahap demi sethap
selama tahun-tahun Demokrasi Terpimpin, jika dibandingkan, tidak banyak
berarti. Sekiranya mencapai kekuasaan, seharusnya mrreka sekarang sudah
termasuk dalam rezim itu. Secara ideologis, mereka terkurung, menyokong
Soekarno dengan imbalan dijinakkan dalam prosesnya. Menjelang tahun 1963,
PKI semakin khawatir, meningkat jumlah anggota dan bertambahnya grngsi
telah disertai pula dengan lunturnya disiplin partai, merosotnya moral dan
sirnanya lan revolusionernya.
Memang sulit memberikan kepastian tentang kecenderungan ini. Menjelang
tahun 1963, PKI sungguh lebih kuat dari sebelumnya, dan tentara agak kurang
kuat atau sekurang-kurangnyanya tidak bersikap mendua di bawah kontrol
pimpinan antikomunis yang ketat. Ketika itu, seluruh perimbangan kekuatan
politik dalam negeri berkaitan dengan masalah-masalah politik luar negeri.
1

Persoalan Irian Barat yang selesai pada tahun 1962 disusul dengan konfrontasi
terhadap Malaysia ( John D Legge, 1985 : 374 375 )
Nasakom adalah kembangkitan kembali dari tulisannya yang lama tentang
Nasionalisme, Islam, dan Marxisme.. Tetapi apabila diteliti lebih cermat
ternyata fungsinya sangat berbeda. Tulisannnya pada tahun 1926 itu
direncanakan tahun-tahun perjuangan dan itu sebenarnya dimaksudkan untuk
menjembatani perbedaan-perbedaan dan membina usaha bersama Nasakom
adalah penemuan ketika ia berkuasa. Pada permulaan tahun 1960-an,
sesungguhnya Soekarno masih berpikir dalam rangka mengatasi konflikdan
perpecahan, tetapi dengan cara yang agak berlainan. Ia tidak lagi yakin mampu
mempersatukan kekuatan yang saling berlawanan dalam dunia politik
Indonesia, dan ia melihat hal ini dengan cermat, tidak dalam bentuk idealistic,
tetapi dalam bentuk keterpaksaan praktis dan tekanan-tekanan praktek politik
sehari-hari. Ia melihat perlunya merukunkan aliran-aliran politik yang besar,
tetapi keinginan adalah menjerat mereka dan selanjutnya selain mempersatukan
mereka juga menempatkannya dalam suatu keseimbangan. Kadar persatuan
mereka tergantung pada ukuran Soekarno sendiri. Dan Nasakom harus dilihat
dalam pengertian ini. Ia adalah suatu taktik yang diperhitungkan bukan untuk
mempersatukan kekuatan-kekuatan yang saling bersaing, tetapi untuk
memperatahankan kedudukannya sebagai pemegang neraca dan juru pisah.
Makna Nasakom yang sesungguhnya tidak pernah dijelaskan secara terang.
Pernah PKI menanggapi bahwa Nasakom juga berarti penciptaan keseimbangan
antara nasionalisme, agama dan komunisme pada semua tingkat eksekutif
pemerintahan dan dewan-dewan perwakilan, sehingga juga dalam pimpinman
komando tertinggi militer ketiga unsur ini diwakili. Dalam pengertian itu PKI
menuntut penasakoman Angkatan Darat. Angkatan Darat menolak dengan
alasan bahwa istilah itu hanya berarti kerja sama dalam semangatnya yang
umum, yang memberitahukan jalannya urusan negara. Kesalahan penafsiran ini
sesuai dengan siasat Soekarno, hal ini tetap tidak diperjelas selama mungkin,
sehingga tetap ada keragu-raguan. Sebab, dengan menampilkan gagasan
Nasakom, tujuan Soekarno adalah untuk mengontrol kekuatan-kekuatan yang
saling bersaing.. Tidak untuk mempersatukan mereka, kecuali lewat dirinya
Saya Nasakom itu, jawabnya, demikian perrnah terbetik ketika ia menolak
tuntutan PKI untuk disertakan dalam kabinet tahun 1063. ( John D Legge,
1985 : 400 401 )
2

Reorganisasi ABRI tahun 1962 menetapkan pengintegrasian Angkatan Darat,


Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian dalam satu wadah
yakni Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Keempat Angkatan secara
organisatoris langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagai Panglima
Tertinggi ABRI membentuk lembaga-lembaga baru yang berfungsi samdengan
Angkatan. Sehingga terdapat enam badan pertahanan keamanan yang
menyelenggarakan fungsi yang hampir serupa, yang masing-masing- masing
berdiri sendiri tanpa koordinasi dan integrasi yang tegas. Keenam badan
tersebut adalah Komando Operasi Tertinggi (Koti), Kompartemen Hankam,
Departemen/Angkatan Darat, Departemen/ Angkatan Laut, Departemen /
Angkatan Udara, dan Departemen / Angkatan Kepolisian.
Kebijakan Presidem/ Panglima Tertinggi ABRI menyebabkan organisasi ABRI
terkotak-kotak dengan wawasan matra yang sempit. Akibatnya terjadi
disintegrasi dalam tubuh ABRI karena masing-masing Angkatan membentuk
doktrin, pasukan elite, dan badan-badan inteljen masing-masing. Pada awal
Orde Baru keadaan itu menyadarkan pimpinan ABRI untuk menyempurnakan
struktur organisasi atau integrasi ABRI.
Untuk menyempurnakan dan memperjelas fungsi Angkatan dan struktur
organisasi ABRI, Menutama Hankam, Jenderal Soeharto memerintahkan Mayor
Jenderal M.M.R. Kartakusuma, Kepala Staf Hankam untuk menyusun
organisasi ABRI baru. Hasilnya, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan
Presiden No 132 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur
Bidang Pertahanan Keamanan. Dalam keputusan itu organisasi ABRI dibagi
atas tingkat, yaitu departemen dan angkatan.
Dalam Surat Keputusan tersebut, disebutkan bahwa tugas pokok Departemen
Pertahanan Keamaman (DepHankam) adalah pertama menyelenggarakan
pengendalian secara integratif fungsional semua kegiatan-kegiatan negara dan
masyarakat untuk mengamankan revolusi / Kedua, secara koordinatif-struktural
menyelenggarakan pengendalian terhadap Angkatan-angkatan (Angkatan Darat,
Angkatan Laut, Angkaytan Udara dan Angkatan Kepolisian) dan badan-badam
hukum lainnya.

Pemegang kekuasaan tertinggi Angkatan Bersenjata dan pimpinan Hankamnas


adalah Presiden dibantu oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima
Angkatan Bersenjata. Rantai komando berjalan dari Presiden melalui
MenHankam/Pangab.
Masing-masing
Angkatan
mempunyai
tugas
penyelenggaraan dan pembinaan Hankamnas, menurut matranya masingmasing. Setiap Angkatan adalah bagian organ Departemen Pertahan Keamaman
yang bertanggung jawab untuk memberikan bantuan dalam penyelenggaran
dan pengamanan kebijaksanaan dalam bidang Hankam sebagaimana yang telah
diputuskan Dewan Pertahanan Nasional (Depertan). Dalam keputusan tersebut,
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah merupakan bagian
orghanik Departemen Hankam yang meliputi Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing Angkatan dipimpin
oleh Panglima Angkatan, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas
kewajibannya kepada MenHankam/Pangab.
Di samping membawahi Angkatan, MenHankam/Pangab juga membawahi
komando utama operasional Hankam/ABRI. Komando utama operasional
mempunyai fungsi melaksanakan operasi ofensif strategis dan operasi defensifstrategis senagai cara menghadapi agresi .invasi lawan. Komando komando
utama operasional Hankam/ABRI adalah Komando yang merupakan mandala
atau kompartemen strategis dengan tugas pokok defensif-strategis yang luas dan
berlanjut yang merupakan komando gabungan. Komposisinya terdiri atas dua
angkatan atau lebih dan dibentuk atas dasar wilayah, sesuai konsep strategis.
Faktor yang mempengaruhi lahirnya Keppres No 132/1967 ialah adanya
ketentuan mengenai pelaksanaan Panca-tertib, khususnya terib Hankam dan
usaha-usaha efisisensi, penyederhanan ekonomi /penghematan dengan jalan
menghilangkan usaha-usaha tumpang tindih. Selain itu, Keppres tersebut tidak
hanya membuat penyederhanaan dan pengematan, tetapo juga memberikan
effisiensi dan efektifitas kerja. Dengan berkembangnya teknologi modern,
secara praktis tidak ada lagi tugas operasional yang melibatkan hanya satu
Angkatan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan selalu memerlukan
kegiatan gabungan ketiga angkatan perang dan kepolisian. Oleh karena itu,
lahirnya Keppres 132/1967 menjamin adanya suatu komando dan
menghilangkan kesimpangsiuran dalam penugasan bagi masing-masing
Angkatan ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI.Jilid IV, 2000 : 17 20 ).
4

Hampir satu tahun ABRI melaksanakan reorganisasi berdasarkan Keputusan


Presiden No. 132 Tahun 1967, namun dianggap belum berhasil menciptakan
organisasi yang kompak. Organisasi berdasarkan Keprres 132/1967 masih
terlalu luas, kurang efisien dan efektif, karena itu dievaluasi kembali Pimpinan
evaluasi dierahkan kepada Mayor Jenderal Soemitro, Asisten Operasional
Pangad, yang kemudian diangkat sebagai Kepala Staf Hankam menggantikan
Mayor Jenderal H.M.M.R. Kartakusuma. Untuk itu pada tanggal 4 Oktober
1969 dikeluarkan Surat Keputusan Presiden No 70 Tahun 1969. Tujuan
penyempurnaan ini ialah agar pada akhir tahun 1973 terdapat landasan dan
pangkal tolak pokok bagi pembangunan sistem Hankamnas dan ABRI, dan
dalam waktu yang tidak terlalu lama ABRI memiliki sustu sistem Hankamnas
yang modern bagi aparatur maupun doktrinter.
Kepurusan Presiden No 79/1969, menyatakan bahwa ABRI merupakan unsur
organik Departemen Hankam yang sekaligus merupakan kekuatan kekuatan
sosial yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Hankamnas. Sasaran utama
dalam penyempurnaan organisasi Hankamnas adalah integhrasi ABRI. Integrasi
yang dimaksud adalah kekompakan, keutuhan, kesatuan dan persatuan ABRI.
Ciri-ciri integrasi ABRI antara lain mempunyai suatu landasan mental dan
ideologi dan satu doktrin, dikendalikan oleh satu kebijakan yang terpusat,
terutama menyangkut doktrin dasar dan doktrin induk peklasanannya.
Pengendalian suatu kebijakan yang terpusat, untuk menghindari adanya peluang
munculnya rivalitas dan kontroversi antar Angkatan atau pun pihak luar yang
ingin memecah belah ABRI.
Selain tidak menonjolkan kepentingan sendiri, ABRI secara keseluruhan tetap
berada di dalam kepentingan nasional, dan mampu menyelesaikan tugas, serta
secara politis merupakan satu kekuatan yang kompak di dalam
melaksanakannya fungsi kekaryaannya sebagai kekuatan sosial.
Prinsip dasar penyempurnaan organisasi ABRI 1969 adalah penentuan dan
pembagian fungsi yang dilaksanakan sebagai wujud fungsionalisasi sesuai
dengan kemampuan dan hakekat Angkatan. Konsekuensinya adalah pembedaan
fungsi antara Angkatan Perang dan Kepolisian, sehingga ABRI terdiri dari APRI
dan Kepolisian RI. Polri berfungsi bidang national security/ social approach,
APRI di bidang national security/ defense apptoach. Semua fungsi yang bersifat
5

politis dan strategis yang mempengaruhi politik dan strategi nasional


dipusatkan dalam satu tanngan yaitu MenHankam /Pangab. Sedangkan semua
fungsi yang bersifat umum yang berlaku bagi lebih dari satu Angkatan dan tidak
bersifat politis atau strategis, diatur secara sistem pembinaan seluruhnya kepada
Angkatan-angkatan, di bawah pengawasan Hankam. Oleh karena itu maka
struktur organisasi Departemen Hankam dibagi atas dua tingkat, yaitu tingkat
departemental dan tingkat operasional
Adanya perubahan-perubahan dalam arti penyempurnaan Pokok-pokok
Organisasi dan Prosedur Kerja ABRI/Hankamnas yang mulai dilaksanakan
antara tahun 1969 1970, mempunyai pengaruh besar bagi pertumbuhan ABRI.
Adapun tujuannya adalah untuk mencapai 8 sasaran utama. Pertama,
pengalihan dan pemusatan wewenang departemental dan kekaryaan serta
pengendalian operasional dari Angkatan-angkatan dan Polri kepada
Menhankam/Pangab. Kedua, pemusatan fungsi-fungsi kekaryaan, territorial dan
hukum dari Angkatan-angkatan dan Polri kepada Departemen Pertahanan dan
Keamanan. Ketiga, Angkatan Bersenjata Tepublik Indonesia yaitu Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara begitu juga Polri mempunyai tugas
terbatas pada pembinaan khas Angkatan/Kepolisian. Keempat, Polri diberi tugas
dan tanggung jawab sebagai unsur penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
umum dan penegak hukum berdasarkan Keppres 52/1959. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang Pokok Kepolisian No 13/1961. Kelima,, Komando-komando
Utama Teritorial Angkatan secara operasional diintegrasikan menjadi Komandokomando Utama Pertahanan Keamanan. Keenam, penggunaan operasional
semua unsur tempur strategi dilakukan secara terintegrasi. Ketujuh,
pengintegrasian dari semua unsur pembinaan tunggal antar Angkatan.
Kedelapan, pembentukan Komando-komando wilayah Pertahanan. (Pusat
Sejarah dan Tradisi TNI,Jilid IV, 2000: 20 23 )
Berdasarkan pertimbangan bahwa belum tercapainya kemantapan integrasi
fungsi-fungsi pertahanan keamanan, baik dalam segi pokok-pokok organisasi
maupun dalam segi prosedur kerjanya, pemerintah memandang perlu
menyempurnakan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 1969.
Sehubungan dengan ini, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia
No 7 Tahun 1974 tanggal 18 Februari 1974, yang menyebutkan bahwa fungsi
Hankamnas pada dasarnya diselengarakan oleh Departemen Peratahanan dan
6

Keamanan. Tugas pokoknya menyelenggarakan kebijakan dan pembinaan


ketahanan nasional bidang Hankamnas, menyelenggarakan pimpimnan dan
pembinaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sebagai inti kekuatan
Hankamnas dan sebagai kekuatan sosial serta menyelenggarakan, memimpin
dan mengendalikan operasi-operasi pertahanan keamanan.
Strategi nasional yang hendak dilakdsanakan adalah menyusun kekuatan
Hankamnas yang mampu mendukung perjuangan kepentingan nasional di
forum internasional untuk mengatasi ancaman-ancaman dari dari luar maupun
daroi dalam negeri serta berbagai macam hambatan lainnya. Pelaksanaan politik
dan strategi Hankamnas tersebut, yaitu ABRI sebagai kekuatan ini dan dan
pembina kekuatan-kekuatan Hankamnas bertugas pokok meningkatkan kualitas
operasional, administrasi dan manajemen, mengamankan Pelita II dan ikut
mensukseskan pembangunan nasional, menghancurkan sisa-sisa G30S/PKI
serta subversi lain, mengatasi hambatan-hambatan terhadap keamanan nasional
dan mendukungprogram pembangunan nasional, ikut memelihara kestabilan
politik di Asia Tenggara untuk mendukung politik luar negeri bebas aktif yang
bertujuan menggalang ketahanan nasional negara-negara Asean, sebagai dasar
dari ketahanan nasional Asia Tenggara. Selain itu terus meningkatkan
kermampuan ABRI sebagai kekuatan Hankam dan sebagai kekuatan sosial.
Departemen Hankam disusun dalam bentuk organisasi garis dan staf, dibagi
dalam dua tingkat yaitu Tingkat Departemen dan Tingkat Komando Utama.
Tingkat Departemen berbentuk eselon pimpinan terdiri dai Menterti Peratahan
dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata RI dan Wakil Wakil Panglima
Angkatan Bersenjata RI. Eselon pembantu Pimpoinan terdiri dari atas Kepala
Staf Operasi, Kepala Staf Administrasi, Kepala Staf Kekaryaan, Inspektorat
Jenderal dan Perbendaharaan Dephankam. Disusul dengan Staf Operasi, Staf
Afministrasi, Staf Kekaryaan dan lain-lain. Menhamkam/Pangab dijabat oleh
Jenderal TNI M Panggabean.
Markas Besar Angkatan dan Kepolisian Negara RI, terdiri dari Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Mabes TNI Angkatan Laut, Mabes
TNI Angkatan Udara dan Mabes TNI dan Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Pada eselon tersebut jabatan diduduki oleh Kasad, Kasal,
Kasau dan Kapolri.
7

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia merupakan bagian organic


Departemen Hankam, terdiri dari Tentara Nasional Indonesia, disingkat TNI
yang meliputi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, disingkat TNI AD,
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, disingkat TNI AL, dan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Udara, disingkat TNI AU serta Kepolisian
nNegara Republik Indonesia, disingkat Polri. ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI,
Jilid IV, 2000 : 23 35 )
Pertahanan keamanan negara diatur dalam Undang-Undang No 29 Tahun 1954.
Setelah berlaku beberapa tahun Undang-undang tersebut dianggap tidak sesuai
lagi dengan perkembangan ketatanegaraan RI dan pertumbuhan ABRi serta
perkembangan persyaratan pertahanan keamanan negara. Setelah melalui proses
yang panjang dan menempuh kurun waktu selama 26 tahun sampai dengan
tanggal 6 September 1982, Undang-Undang Pertahanan Keamanan baru
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Undang-undang tersebut
adalah Undang-undang No 20/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara RI, kemudian dimuat dalam Lembaran Negara no
51 tanggal 19 September 1982.
Materi-materi pokok yang menjiawai UU No 20/1982 ini memberikan landasan
hukum bagi Angkatan Bersenjata sebagai komponen utama kekuatan pertahanan
negara, maupun sebagai kekuatan sosial. Undang-undang No 20.Tahun 1982
berfungsi sebagai induk yang masih memerlukan undang-undang lain yang
mengatur lebih lanjut berbagai aspek dari pelaksanaan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.
Sebagai pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 1982 di bidang organisasi
diatur daldan dua Keppres, yaitu Keppres No 46 Tahun 1983 tentang Pokokpokok dan Susunan Organisasi Departemen Hankam dan Keprres No 60 Tahun
1983 tentang Pokok-okok dan Susunan Organisasi Angkatan Bersenjata.
Dengan pemisahan antara Departemen Hankam dan Markas Besar ABRI, maka
berkurang beban administrasi bagi ABRI, sehingga Pangab dapat lebih
menurahkan pada peningkatan kemampuan ABRI dan komando pengendalian
operasional.

Ssuai Keppres No 46 Tahun 1983, tugas pokok dan fungsi Departemen Hankam
adalah sebagai bagian dari pemerintahan negara yang dipimpin oleh seorang
Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Tugas pokok
Menhankam adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemberintahan
dan pembangunan di bidang pengelolaan pemahaman keamanan negara.
Menhankam dijabat Jenderal Poniman.
Dalam melaksanakan tugas pokok Departemen Hankam menyelenggarakan
fungsi : merumuskan kebijakan pemerintah mengenai segala sesuatu yang
bersangkutan dengan pengelolaan pertahanan keamanan negara dan
merenanakan segala sesuatu secara teratur dan menyeluruh. Juga
menyelenggarakan pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara dan
upaya mendayagunakan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan
keamanan negara. Selain itu mengkoordinasikan kegiatan penyusunan dan
pelaksanaan rencana strategi dalam rangka pengelolahan pertahanan keamanan
negara, serta menyelenggarakan poengawasan atas
pengelolaan sumberdaya nasional untuk kepentingan pertahanan keamanam
negara. Sedangkan mengenai bentuk organisasi disusun dan bentuk departemen,
terdiri dari Menteri, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktoral
Jrnderal Perencanaan Umum dan Penganggaran, Direktur Jenderal Personel,
Tenaga Manusoia dan Veteran, Direktorat Jenderal Materiil, Falisiltas dan Jasa,
serta Badan dan Pusat.
Semua unsur departemen tersebut wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkroninasasi, baik dalam lingkungan departemen sendiri maupun
dalam hubungan antar departemen/instansi untuk kesatuan gerak yang serasi
dengan tugas pokoknya . Pengorganisasian Departemen Hankam berbeda
dengan departemen lain yaitu hanya terbatas sampai pada tingkat pusat, tidak
mempunyai perwakilan pada tingkat daerah.
Selain Keppres RI No 46 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok dan Susunan
Organisasi Departemen Hankam, pemerintah juga mengeluarkan Keprres TI No
60 Tahun 1983 yang mengatur dan menyusun Organisasi ABRI. Tujuan
dikeluarkannya Deppres ini adalah agar ABRI dapat menjalankan tugasnya
secara berhasilguna dan berdaya guna, Di samping itu juga untuk mempertegas
fungsi ABRI di bidang pertahanan keamanan dengan cirri angkatan bersenjata
9

yang keil dalam jumlah, tetapi tinggi dalam kualitas, sehingga mudah
dikembangkan dan mampu mengikuti perkembangan sistem senjata moderm.
Dalam Keppres tersebut disebutkan bahwa Angkatan Bersenjata Republkik
Indonesia dipimpin oleh Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) yang
bertanggung jawab langsung kepada Presidem. Tugas pokoknya adalah
melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas pembinaan dan penggunaan ABRI
serta melakukan pembinaan dan penggunaan setiap komponen kekuatan
pertahanan keamanan negara sesuai dengan peraturan-peraturan perundangundangan yang berlaku dan sesuai dengan kebijakan pemerintah Selain itu,
Pangab bersama Kepala-kepala Staf Angkatan dan Kepala Kepolisian Negara
RI membantu Menteri Pertahanan Keamanan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab di bidang administrasi pembinaan kemampuan pertahanan
keamanan negara. Disebutkan pula bahwa Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia terdiri dari (1) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat beserta
cadangannya; (2) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Lkaut beseta
cadangannya; (3) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara beserta
cadangannya dan (4) Kepolisian Negara.
Keppres itu menyusun organisasi Angkatan Bersenjata Indonesia menjadi 3
(tiga) tingkat. Tingkat Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Mabes ABRI terdiri atas : Eselon Pimpinan yang dipimpin oleh Panglima
ABRI (Pangab). Pembantu Pimpinan terdiri dari Kepala Staf Umum (Kasum),
Kepala Staf Sosial
Politik (Kasosspol), dan Inspektorat Jenderal dan
Perbendaharaan (Irjen) Pangab dijabat Jenderal TNI Benny Moerdani, Kasum
ABRI Letnan Jenderal TNI Himawan Sutanti, dan Irjen Marsekal Madya TNI
Iskandar. Tingkat ini dilengkapi dengan Eselon Staf dan Eselon Pelayanan.
( Pusat Sejarah dan Trradisi TNI. Jilid IC., 2000 : 25 28 )
Reorganisasi ABRI 1962 mengagendakan masalah doktrin dan wawasan
Angakatan yang merupakan salah satu sumber timbulnya persaingan antara
Angkatan. Adanya perbedaan wawasan antara satu Angkatan dengan Angkatan
lainnya sangat membahayakan keutuhan ABRI dan kesatuan bangsa. Kondisi itu
disadari oleh pimpinan ABRI, bahwa integrasi ABRI selain wujud organisasi
juga dalam sikap, pandangan dan tindakan. Hal-hal itulah yang menjadi
pertimbangan bagi Sidang Umum MPRS tahun 1966 untuk membicarakan
10

masalah ABRI yang kemudian melahirkan TAP MPRS No XXIV tentang


kebijaksanaan dalam bidang pertahanan keamanan.
Sebagai dasar pertimbangan kebijakan pertahanan keamanan adalah kedudukan
ABRI sebagai alat revolusi dan alat negara. Menteri Utama bidang Hankam
Jenderal Soeharto di depan DPR-GR tanggal 4 Mei 1966 dan 14 Mei 1966
mengatakan untuk memelihara kreutuhan dan kesatuan serta efisiensi dan
efektifitas pertahanan keamanan yang meliputi empat matra pertahanan darat
nasional, pertahanan maritime nasional, pertahanan udara nasional, serta
keamanan dan ketertiban masyarakat), harus dilaksanakan secara gabungan.
Penggabungan tersebut tidak tidak hanya terbatas di lingkungan Angkatanangkatan, tetapi juga antara keempat Angkatan dengan kesatuan-kesatuan
organisasi rakyat di bidang yang bersangkutan. Fungsi beberapa lembaga
seperti Cadangan Strategis Nasional, Logistik Militer Nasional, dan Inteljen
Strategis, harus pula disusun secara gabungan, untuk mencapai keutuhan dan
kesatuan serta efisiensi dan efektifitas. Sehubungan dengan hal itu, perlu
dirumuskan doktrin pertahanan keamanan dan doktrin-doktrin perincian
menurut matra dan fungsi tersebut. Penyusunan doktrin-doktrin tersebut harus
bersumber pada falsafah Pancasila.
Sarana-sarana yang dipergunakan untuk menyusun doktrin ialah sistem
persenjataan fisik teknologis berintikan ABRI (Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian) yang dipergunakan atas dasar flexible
response yang efektif. Di samping sistem persenjataan sosial politik menjamin
wadah dan memberikan dukungan kepada usaha pertahanan keamanan, juga
perlu mengikusertakan seluruh rakyat atas dasar kewajiban dan kehormatan
sesuai dengan kemampuan individualnya dalam segala bentuk pertahanan
keamanan bersama ABRI. Pengakuan atas kekaryaan
ABRI untuk
mengabdikan dirinya dalam segala bidang pembinaan kepentingan bangsa dan
ketahanan revolusi dengan mempertimbangkan terpeliharanya keserasian dan
team work dalam lingkungan penugasan yang bersangkutan. Sarana-sarana
tersbut menjamin adanya koordinasi aefektif dan terus-menerus dalam usaha
pencegahan, deteksi dan tindakan terhadap setiap jenis subversif.
Berdasarkan prtimbangan-pertimbangan di atas dan melalui proses yang
panjang, yaitu dilaksanakannya Pra Seminar dan Seminar Hankam, maka
11

lahirlah Doktrin Hankamnas dan Perjuangan ABRI Catur Dharma Eka Karma
(Cadek). Dengan dirumuskannya Cadek, maka perbedaan-per4bedaan yang
tajam antara doktrin-doktrin Angkatan berhasil dihilangkan. Cadek secara
umum dapat diartikan bahan tugas pokok ABRI bersifat empat matra, tetapi
pada hakekatnya merupakan tugas tunggal untuk kepentingan rakyat, bangsa
dan negara serta perjuangan bangsa Indonesia.
Doktrin Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI Catur Dharma Eka Karma,
terdiri atas Mukadimah. Landasan Idiil, Azas-azas Pedoiman Pelaksanaan, dan
Penutup. Dalam Mukadimah ditegaskan bahwa perjuangan rakyat dan negara
bertujuan mewujudkan aspirasi bangsa berdasarkan Pancasila. Sebagai penegak
dan penyelamat Pancasila, ABRI selalu mengabdi kepada revolusi dan amanat
penderitaan rakyat, hidup dan berjuang bersama rakyat dan untuk kepentingan
rakyat. Dalam perjuangan tersbut, bersama dengan kekuatan sosial lainnya,
ABRI turut serta menentukan haluan dan politik negara. Pada bagian akhir
Mukadimah dinyatakan bahwa untuk mempercepat tercapainya tujuan revolusi,
ABRI merasa perlu menyusun sebuah doktrin berwawasan Nusantara Bahari.
Rumusan yang terdapat dalam Landasan Idiil pada garis besarnya berbeda
dengan yang dihasilkan ole Pra Seminar Hankam. Rumusan dibagi atas
Pembukaan, Revolusi Indonesia, dan Strattegi Nasional. Dalam pEmbukaan
dirumuskan perjuangan bangsa, Pancasila dan perjuangan ABRI. Tentang
perjuangan bangsa disebutkan bahwa kemerdekaan yang tercapai adalah hasil
perjuangan dengan penegerahan tenaga rakyat yang memiliki tradisi
keprajuritan. Sejak tahun 1945, perjuangan dilandasi oleg falsafah Pancasila dan
UUD 1945, Pancasila dan UUD 1945 yang murni menjadi landasan idiil dan
landasan perjuangan ABRI.
Sebagai alat kekuasan negara, ABRI bertugas menyelamatkan revolusi dan
tujuan revolusi, menyusun sistem Hamkamrata dan mempertinggi ketahanan
nasional. Kepemimpin ABRI dalam melaksanakan pembinaan di bidang
militerdan di bidang kekaryaan didasari oleh Pancasila. Asas-asas
kepemimpinan itu adalah taqwa, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun
karsa, tuteuri handayani, waspada, purbawisesa dan legawa. Kemurnian
Pancasila dan UUD 1945 dijadikan sendidan jiwa oembuinaan mental ABRI.
Dengan demikian, ABRI berketatapan untuk mengkonkretkan dan
12

mengamalkan landasan idiil Pancasila di segala bidang kegidupab dan


perjuangan ABRI.( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI,Jilid IV, 2000 : 28 30 )
Doktrin Kekaryaan ABRI adalah perjuangan ABRI sebagai golongan karya
atau kekuatan sosial. Kedudukan sebagai kekuatan sosial didasarkan atas dasar
landasan idiil (Pancasila), landasan konsitusional (UUD 1945) dan landasan
hukum ( Ketetapan-Ketetapan MPRS).
Golongan Karya ABRI sebagai salah satu kekuatan sosial politik dan
pengemban Demokrasi Pancasila mempunyai lapangan pengabdian semua
bidang kehidupan dan penghidupan bangsa dan negara, Dalam pengertian
trrsebut, karyawan ABRI adalah warga ABI militer atau sipil yang ditugaskan di
lembaga atau instansi di luar bidang Hankam untuk menjalankan tugas non
Hankam. Kegiatan yang dilakukan oleh Karyawan ABRI disebut Kekaryaan
ABRI, sedangkan semua kegiatan yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan ABRI
di luar bidang Hankam disebut operasi karya.
Tugas pokok ABRI sebagai golongan karya ialah ikut serta dalam segala usaha
dan kegiatan di bidang politik, ekonomi, dan sosial dengan menjalankan fungsi
pembinaan, pembangunan, pengembangan, peningkatan, dan pengamanan
bidang-bidang trersebut. Kekaryaan ABRI ditujukan baik ke dalam dan ke luar
tubuh ABRI. Landasan-landasan yang digunakan untuk melaksanakan
kekaryaan antara lain kekuatan moril, spiritual, fisik, organisasi yang kompak,
kedudukan yang formal dalam struktur negara, kepemimpinan, rasa tanggung
jawab serta kemampuan kerja dan disiplin.
Sebagai kekuatan sosial ABRI merupakan teman seperjuangan yang sejajar dan
seferajat dengan kekuatan-kekuatan sosial lainnya yang Pancasilais
Keikutsertaan ABRI di bidang non Hankam berarti memelopori kegioatan di
bidang trersebut secara dinamis berdasarkan asas gotong royong. Pelaksanaan
disesuaikan dengan situasi dan kondisi menurut kebutuhan tanpa
mengesampingkan tugas-tugas di bidang Hankamnas. Landasan
bagi
pelaksanaan tugas-tugas tersebut baik di bidang Hankam maupun di bidang
sosial politik ialah strategi dasar pemerintah yang berdasarkan strataegi
nasional.

13

Berpedoman pada strategi kekaryaan ABRI, maka pola dasar kekaryaan ABRI
ialah keikutsertaan karyawan ABRI membina bidang-bidang non-Hankam. Di
bidang ideologi dan politik mereka membina dan meningkatkan kesadaran
ideologi dan politik, kesatuan dan persatuan nasional, menciptakan iklim yang
baik dan harmonis antara pemerintah dan rakyat, menegakkan dan
mengamankan kewibawaan pemerintah, mensukseskan program pemerintah di
bidang politik dan mengembangkan kerjasama dengan luar negeri berdasarkan
politik bebas-aktif. Di bidang ekonomi dan keuangan karyawan ABRI juga ikut
serta membina dan meningkatkan kesadaran dan ketahanan ekonomi,
mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi, meningkatkan dan
mengamankan ekonomi nasional, meningkatkan penelitian dan pengembangan
ekonomi, menyehatkan keuangan negara dan mengembangkan kerjasama
dengan dunia internasional. Di bidang rohani dan sosial budaya, meningkatkan
kehidupan beragama, sistem pendidikan nasional dan kesejahteraan rakyat,
mengembangkan budaya nasional dan memberantas inflitrasi budaya asing
yang bertentangan dengan Pancasila, sereta meningkatkan kerjasama antar
bangsa. Selain itu, kekaryaan ABRI dalam bidang media massa adalah membina
kebebasan mimbar dan kebebasan pers serta membina dan meningkat olah raga.
Agar tugas-tugas kekaryaan itu mencapai hasil diperlukan pola dasar pembinaan
kekaryaan karyawan ABRI secara integral. Pembinaan dilakukan secara
terpusat, sedangkan penempatan dan pengerahan karyawan ABRI didasarkan
atas keahlian dan kecakapan di bidang masing-masing. Penggunaan potensi
ABRI sebagai kekuatan sosial mengandung arti perlunya pemahaman yang
mendalam terhadap Pancasila. UUD 1945 sebagai haluan negara, peningkatan
pendidikan dan keadilan, penempatan karyawan secara tepat, adanya rencana
dan program yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI.Jolod IV, 2000 : 35 36 )
Di samping ada doktrin kekaryaan, ada juga doktrin Pembinaan Kekaryaan
ABRI. Tugas pokok Pembinaan Kekaryaan ABRI adalah membangun,
memelihara, mengerahkan serta meningkatkan aktivitas dan kreatifitas
karyawan ABRI sebagai insane ipoleksos di luar bidang Hankam. Tujuan
pembinaan ialah menggalang kekuatan ketahanan di bidang ipoleksos serta
menggalang pontensi dan sumber-sumber kekuatan nasional. Sasaran
pembinaan meliuputi bidang ideologi dan politik, bidang ekonomi, keuangan,
14

serta bidang rohani dan sosial budaya yang difokuskan pada pengembangan dan
pemanfatan unsur-unsur yang terdapat dalam bidang-bidang tersebut.
Pembinaan faktor manusia dalam pembinaan kekaryaan ABRI meliput
pengarahan, pengerahan dan pemanfayan potensi ABRI dam penggunaan tenaga
menurut keahlian masing-masing. Pembinaan logistik meliputi pengerahan
peralatan ABRI untuk pembangunan ekonomi nasional, sedangkan pembinaan
organisasi meliputi pengendalian oleh Menteri Utama Bidang Hankam untuk
tugas yang bersifat penyajian kekuatan dan oleh Menteri/Panglima Angkatan
untuk tugas yang bersifat pembinaan kemampuan.
Pelaksanaan pembinaan kekaryaan ABRI di bidang ideologi dan politik
diarahkan kepada usaha membina dan memupuk Pancasila sebagai sarana dan
wahana kepribadian ABRI yang merupakan sumber daripada Sumpah Prajurit,
Saptamarga, dan Panca Satya serta mengamalkan Pancasila sebagai ideologi
negara dan mempertahankannya yang dilakukan dengan cara mengembangkan
asas gotong royong dan demokrasi. Dalam hubungan ini, pimpinan ABRI harus
berada di tangan tentara/prajurit/ bhayangkara yang Pancasilais.
Pembinaan ideologi dan politik menyangkut pula usaha meyakinkan ke dalam
dan ke luar bahwa melaksanakan UUD 1945 secara murni adalah jalan yang
tepat untuk mencapai tujuan revolusi. Selain itu dimaksudkan pula untuk
memperluas landasan bagi pelaksanan UUD1945 melalui integrasi
antarAngkatan dan integrasi ABRI-rakyat. Unsur lain yang termasuk pembinaan
ideologi ialah pembinaan politik dalam negeri dan politik luar negeri. Politik
dalam negeri menyangkut masalah golongan-golongan dan kekuatan sosial
dalam masyarakat, masalah pemilihan umum, dan masalah pemerintahan.
Pembinaan kekuatan sosial dilaksanakan dengan cara menertibkan golongan
dan kekuatan tersebut sehingga kaum Pancasilais tertampung di dalamnya serta
mencegah dan menghancurkan golongan politik yang berideologi anti
Pancasila.
Kekaryaan ABRI di bidang ekonomi dilakukan dengan cara turut serta menggali
dan menmanfaatkan sumber-sumber alam dan tenaga manusia serta
mengembangkan prinsip berdiri di atas kaki sendiri. Dalam hubungan ini,
Kekaryaan ABRI diarahkan kepada usaha menunjang dan mengembangkan
15

kebutuhan masyarakat, antara lain dengan cara berperan aktif di lembagalembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif agar melalui lembaga-lembaga
tersebut dapat membina kehidupan ekonomi nasional.
Pelaksanaan pembinaan kekaryaan ABRI di bidang budaya antara lain menolak
budaya asing yang bertentangan kepribadian Indonesia dan mengarahkan
perkembangan budaya untuk memperkuat kepribadian nasional. Usaha lain
ialah rehabilitasi dan stabilisasi bidang pendidikan, pengajaran dan budaya serta
mengembangkan panca daya (cita, cipta, rasa, karsa, karya) dalam pendidikan
individu dan membina kebnebasan mimbar dan pers yang tidak menyimpang
dari UUD 1945 dan Pancasila.
Dengan doktrin tersebut diharapkan pemantapan integrasi keempat Angkatan
dalam melaksanakan darma baktinya. Doktri Catur Dharma Eka Karma
merupakan hasil usaha perpaduan dan integrasi konsepsi dan doktrin keempat
Angkatan, Lemhanas dan Depved. Dengan demikian, ABRI dalam
mengembangkan tugas-tugasnya dapat lebih sempurna terutama dalam
mencapai tujuan nasional bangsa seperti termaktub dalam Mukadimah UUD
1945. ( Pusat Sejarah dan Tardisi TNI, Jilif IV, 2000 : 38 40 )
Untuk melaksanakan integrasi, pimpinan ABRI melaksanakan tiga macam
pendekatan, yaitu pendekatan mental/pendidikan, pendekatan doktrin dan
pendekatan organisasi. Pendekatan pendidikan sebagai salah satu integrasi
ABRI secara fisikj, mulai dari tidak pembentukan perwira, sebagai dasar untuk
membentuk kader penerus Angkatan Bersenjata baik mental maupun fisik.
Secara formal pelaksanaan integrasi di bidang pendidikan tersebut dengan
keluarnya Surat Keputusan Presiden /Panglima Tertinggi No 155 dan 185
Tahunb 1065. Pelaksanaan Surat Keputusan ini inilah oleh Staf Angkatan
Bersenjata (SAB). Panitia berhasil merumuskan tujuan pokok, landasan idiiil,
landasan strktural, dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta saran-saran
tindakan dalam pembentukan Akabri.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan Akabri tersebut
antara lain (1) Tingkatan apresiasi pokiran dan perasaan integrasi Angkatan
Bersenjata di dalam kalangan Angkatan Darat, Laut, Udara dan Kepolisian
16

sendiri serta hasil wujud format fisik yang telah dicapai dewasa ini serta di masa
yang akan datang; (2) Setiap Akademi Angkatan merupakan sumber utama
perwira-perwira jabatan yang mempunyai sistem dan metode pendidikan
sendiri-sendiri; (3) Keempat Angkatan mempunyai doktrin yang berbeda ; dan
(4) Letak Akademi Angkatan yang terpisah satu sama lain dengan fasilitas dan
keadan yang berbeda.
Pemusatan Akademi Angkatan pada satu kompleks akan tercipta suasana akrab
dan iklim saling mengerti. Dengan pertimbangan tersebut, panitian
menyarankan tindakan realisasi pengintegrasian dilakukan secara bertahap,
yakni integhrasi formal dan integrasi total. Integrasi formal adalah merupakan
peresmian berdirinya Akabri dan dihapusnya Akademi Militer Nasional,
Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara, dan Akademi Angkatan
Kepolisian.. Status selanjutnya sebagai Akademi Bagian yakni Bagian Darat,
Bagian Laut, Bagian Udara, dan Bagian Kepolisian.
Falsafah pendidikan ABRI belandasakan Pancasila, jiwa dan semangat
Proklamasi 1945, Saptamarga dan Sumpah Prajurit serta Falsafah Perang
Bangsa Indonesia. Adapun tujuan umum pendidikan ABRI adalah membentuk
prajurit Indonesia yang memiliki sifat-sifat sebagai insane politik dan sebagai
prajurit ABRI. Sedangkan tujuan pendidikan Akabri adalah untuk memberikan
ilmu pengetahuan dan kemampuan dasat yang diperlukan oleh perwira ABRI.
Semua itu disesuaikan dalam bidangnya serta dapat ditempatkan pada tiap-tiap
Angkatan.
Sistem Pendidikan serta pola pelaksanaan Pendidikan Akabri ialah kesatuan
organic segenap gagasan, cara, usaha, dan ikhtiar. Sisrim pendidikan yang
digunakan ialah Tri Tunggal Pusat. Di bidang organisasi Akabri, dalam naskah
realisasi dijelaskan bahwa pelaksanaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap
pertama ialah penyatuan Akademi Angkatan menjadi Akademi Angkanan
Bersenjata Republik Indonesia yang tediri dari Akabri Bagian Umum, Akabri
Bagian Darat, Akabri Bagian Laut, Akabri Bagian Udara, dan Akabri Bagian
Kepolisian
Tahap kedua dibentuk setelah persiapan untuk pelepasan masing-masing
Akademi Angkatan guna dilebur ke dalam satu organisasi dianggap cukup
17

menarik untuk dilaksanakan. Dalam tahap kedua ini tiap-tiap Menteri/Panglima


yang tadinya mempunyai garis komando berubah menjadi garis koordinasi
teknis. Adapun organisasi tahap ketiga dibentuk setelah adanya integrasi total di
mana keempat Akademi disatukan ke dalam satu kompleks.
Salah satu sarana yang tidak kalah pentingnyua dalam merealisasi integrasi di
bidang pendidikan ialah adanya kurikulum yang seragam. Kurikulum Akabri
pada dasarnya dibagi atas : Kurikulum Umum dan Kurikulum Bagian (Khas
Angkatan). Tujuan kurikulum secara kesluruhan adalam membentuk Panca
Insani Prajurit Indonesia, yakni Insan Hamba Tuhan, Insan Revolusi, Insan
Politik, Insan Sosial dan Insan Militer ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Jilid IV,
2000 : 40 46 )
Identitas ANRI sebagai pejuang dan kemanunggalannya dengan rakyat secara
otomatis mendorong serta menjadikan ABRI sebagai dinamisator dan
stabilisator dalam kehidupan bangsa dan negara kita. Ikrar ABRI yang telah
mendarah daging dalam dirinya, yaitu mendukung serta membela Pancasila dan
dan UUD 1945, membuat ABRI menjadi penjunjung Demokrasi Pancasila.
Sejarah telah beberapa kali membuktikan hal itu
ABRI sebagai dinamisator ,
1

Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat , untuk


merasakan dinamika masyarakat, dan untuk memahami serta
merasakan
aspirasi
serta
kebutuhan-kebutuhan
rakyat,
memungkinkan ABRI untuk untuk secara nyata membimbing,
menggugah dan mendorong masyarakat untuk lebih giat melakukan
partisipasi dalam pembangunan.
Kemampuan tersebut dapat mengarah kepada dua jurusan. Di satu
pihak hal tersebut merupakan potensi nyata ABRI untuk membantu
masyarakat menegakkan azas-asas serta tata cara kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, termasuk rencana-rencana serta
proyek-proyek pembangunan. Di lain pihak hal itu menyebabkan
ABRI dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi-aspirasi dan
pendapat-pendapat rakyat.
Untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran nasional dan untuk
18

Mensukseskan pembangunan diperlukan suatu disiplin sosial dan


Disiplin nasional yang mantap. Oleh karena disiplin ABRI
bersumber pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, sehingga secara
tidak langsung juga bersumber pada nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, maka ABRI dapat berbuat banyak dalam rangka
pembinaan sewreta peningkatan disiplin nasional tersebut.
Sifat ABRI yang modern serta penguasaan ilmu dan teknologi
serta peralatan yang maju, memberikan kemampuan kepada
ABRI untuk melopori usaha-usaha modernisasi.

ABRI sebagai stabiltator


1

Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat, untuk


Merasakan dinamika masyarakat dan untuk memahami aspirasi
aspirasi yang hidup dalam masyarakat, membuat ABRI
menjadi salah satu jalur penting dalam rangka pengawasan sosial.
Kesadaran nasional yang tinggi yang dimilki setiap prajurit
ABRI merupakan suatu penangkal yang efektif terhadap pengaruh
sosial yang bersifat negatif dari budaya serta nilai-nilai asing yang
membanjiri masyarakat Indonesia.
Sifat ABRI yang realistis dan pragmatis dapat mendorong
Masyarakat agar menanggulangi masalah-masalah berlandaskan
Tata pikir yang nyata dan berpijak pada kenyataan situasi serta
Kondisi
yang dihadapi,
dengan mengutamakan nilai
kemanfatan bagi kepentingan nasional. Kemudian rakyat akan
dapat secara tepat ,menentukan prioritas-prioritas permasalahan dan
sasaran-sasaran yang diutamakan.
Dengan demikian akan dapat dinetralisirasi atau dikurangi
Ketegangan-ketegangan, gejolak-gejolak dan keresahan-keresahan
yang pasti akan melanda masyarakat yang sedang giatnya
melaksanakan pembangunan dan karenanya mengalami
Perubahan sosial yang sangat cepat.( Nugroho Notosusanto (ed) ,
1984 : 175 177 )

19

Anda mungkin juga menyukai