Anda di halaman 1dari 17

“METAFORA BAHASA BUGIS DIALEK SINJAI SELATAN PADA

PERCAKAPAN DI WARUNG KOPI ”

Oleh

MIRZAL MAHATIR

(F021181309)

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia

dalam berinteraksi dengan orang lain. Chaer berpendapat bahwa fungsi

utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau untuk berinteraksi. alat

komunikasi yang ada dari yang sederhana hingga yang canggih sekalipun,

bahasa adalah alat komunikasi yang terbaik untuk menyampaikan tujuan

dan maksud tertentu kepada mitra tutur. Bahasa dikaji dalam ilmu

linguistik. Linguistik adalah ilmu yang berkaitan dengan bahasa atau dapat

disebut sebagai induk ilmu bahasa, seperti fonologi, morfologi, sintaksis,

dan semantik Suhardi (2013:13).

Pada penelitian ini yakni semantik. Menurut Yule bahwa semantik

adalah kajian makna kata, frasa, dan kalimat. Dalam kehidupan sehari-hari

untuk mengekspresikan berbagai keperluan, manusia banyak menggunakan

bentuk-bentuk gaya bahasa. Ekspresi yang berupa ungkapan-ungkapan

sering lebih tepat disampaikan dengan bentuk gaya bahasa daripada secara

literal Lakoff dan Johnson (dalam Nurgiyanto, 2010). Salah satu gaya

bahasa adalah gaya bahasa metafora. Istilah metafora termasuk bagian dari

gaya bahasa/ gaya pengungkapan. Metafora merupakan salah satu unsur

estetis dan kreativitas berbahasa yang berhubungan dengan kesamaan antar

makna.

Metafora merupakan perbandingan langsung tidak menggunakan

kata seperti,bak,bagaikan. Metafora digunakan untuk menjelaskan suatu

konsep yang lebih abstrak dengan konsep lain yang lebih konkret
(Konveces,2010). contoh ungkapan gaya bahasa metafora dalam novel :

Membiarkannya karam bersama mimpi-mimpi yang tenggelam?

Pada data diatas merupakan suatu metafora. Digambarkan dengan

membiarkannya karam bersama mimpi-mimpi yang tenggelam?

Menggambarkan hubungan sebagai impian yang tenggelam. Menunjukkan

mimpi-mimpi atau hubungan tersebut sudah berakhir. Hal tersebut

digambarkan dengan metafora agar lebih konkret.

Ungkapan metafora seperti diatas tidak hanya ada pada sebuah

novel atau karya sastra lainnya yang menggunakan bahasa indonesia.

Namun hal tersebut dapat kita jumpai dalam bahasa daerah bugis

khususnya dialek Bugis Sinjai. Seperti contoh percakapan si A dan si B

berikut:

A: magai na ditutu baruttung karo?(Kenapa baruttung(wisata

pemandian) di tutup?)

B : tulu malana tau. Sepanjang iya wisenge telluni. (selalu

mengambil manusia. Sepanjang yang saya tau sudah ada 3)

Pada ungkapan penutur si A menanyakan penyebab di tutupnya

wisata Pemandian baruttung. Kemudian mitra tutur mengatakan selalu

mengambil atau menewaskan. Hal tersebut dapat diketahui langsung bahwa

tempat tersebut berbahaya atau angker. Hal tersebut digambarkan dengan

metafora agar lebih konkret.

Peneliti memilih tempat warung kopi yang terdapat di kelurahan

sangiasseri yang umumnya para penutur menggunakan bahasa Bugis dialek

Sinjai. Warung kopi sebagai lokasi penelitian karena Warung kopi adalah

tempat yang sering dikunjungi oleh masyarakat berbagai latar belakang,


sosial budaya untuk berkumpul, diskusi, ngobrol santai,dialog warga, dan

berbagai opini lainnya untuk mendapatkan suatu informasi. Pada obrolan

santai, komposisi gaya bahasa metafora dalam berbicara seringkali di

gunakan oleh para penuturnya hal inilah yang membuat peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang metafora dalam berbahasa. Selain

menambah pengetahuan tentang gaya berbahasa dalam bentuk ungkapan

sehari hari, dan untuk melestarikan pula keunikan gaya berbahasa yang

dimiliki dalam komunikasi Bahasa Bugis Dialek Sinjai khususnya penutur

Bahasa Bugis diKecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai sebagai

pengetahuan bagi orang lain, oleh karena itu peneliti mengangkat judul

“Metafora Bahasa Bugis Dialek Sinjai selatan pada percakapan di Warung

Kopi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah Bagaimanakah Jenis dan fungsi Metafora Bahasa

Bugis Dialek Sinjai selatan pada percakapan di Warung Kopi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuanyang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

Mengetahui Jenis dan fungsi Metafora Bahasa Bugis Dialek Sinjai selatan

pada percakapan di Warung Kopi.

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat praktis yang diharapakan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Bagi Pembaca

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan


menambah wawasan informasi bagi para pembaca terkait Metafora Bahasa

Bugis Dialek Sinjai

2. Bagi Peneliti lain

Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian lain yang

serupa terkait Metafora Bahasa Bugis Dialek Sinjai.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat

untuk lebih mengenal ungkapan gaya bahasa seperti Metafora Bahasa yang

menjadi ciri khas bahasa Bugis Dialek Sinjai diKecamatan Sinjai selatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Pada bagian ini berisi teori yang digunakan sebagai pijakan untuk

memecahkan masalah dalam penelitian ini. Kajian teori berisi tentang berbagai teori

yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, terdiri atas teori

semantik, gaya bahasa, gaya bahasa metafora, jenis-jenis metafora dan Fungsi

metafora

1. Semantik

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau

lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis

bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai

istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat

diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga

tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2). Semantik

(dari bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda)

adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu

bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, semantik adalah

pembelajaran tentang makna.

Menurut Chaer bahwa Semantik berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa

yang menjadi objek penyelidikan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu (1) semantik

leksikal yang merupakan jenis semantik yang objek penelitiannya adalah leksikon dari

suatu bahsa, (2) semantik gramatikal yang merupakan jenis semantik yang objek
penelitiannya adalah makna-makna gramatikal dari tataran morfologi, (3) semantik

sintaksikal yang merupakan jenis semantik yang sasaran penyelidikannya bertumpu

pada hal-hal yang berkaitan dengan sintaksis, (4) semantik maksud yang merupakan

jenis semantik yang berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahsa, seperti

metafora, ironi, litotes, dan sebagainya.

2. Gaya Bahasa

Menurut Tarigan (2013:4) bahwa gaya bahasa merupakan bentuk retorik,

yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau

mempengaruhi pembaca. Jenis-jenis gaya bahasa yaitu gaya bahasa pertentangan,

gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertautan, gaya bahasa perulangan.

Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan

kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya

bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya

bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya. Style atau

gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa

secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis Keraf (2006:113).

3. Gaya Bahasa Metafora

Metafora pada dasarnya termasuk gaya bahasa yang banyak digunakan

dalam komunikasi. Metafora dapat dipandang sebagai bentuk kreatifitas

penggunaan bahasa. Misalnya ada ungkapan “waktu adalah uang”. Ungkapan

menyatakan bahwa menurut persepsi kebanyakan orang betapa berharganya waktu

Subroto (2011: 166). Menurut Tarigan (2013: 15) metafora adalah sejenis gaya

bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya

terlihat dua gagasan: yang satu adalah kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang
menjadi objek, dan satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi dan

kita menggantikan yang belakangan itu menjadi yang terdahulu tadi.

Ullman (2014:265) menyatakan bahwa metafora merupakan suatu

perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu (luluh) atau perbandingan

yang bersifat langsung karena kemiripan/kesamaan yang bersifat konkret atau

nyata atau bersifat intuitif/perceptual. Karena perbandingan tersebut bersifat

menyeluruh, maka tidak menggunakan kata-kata yang mengungkapkan

perbandingan, misalnya seperti, bak, laksana, bagaikan.

4. Jenis jenis Metafora

Menurut tinjauan semantik, Ullman (2014:267-269) di antara sekian

banyak metafora yang diekspresikan oleh manusia, ada empat kelompok utama

yang terjadi dalam berbagai bahasa dan gaya bahasa. Jenis metafora atas empat

kategori tersebut yaitu (1) metafora antropomorfis (2) metafora binatang (3)

metafora dari konkret ke abstrak dan (4) Metafora sinestesis.

a. Metafora Antropomorfik

Dalam hal ini Ullman menyatakan sebagian besar tuturan atau

ekspresi yang mengacu pada benda-benda tidak bernyawa dilakukan

dengan mengalihkan atau memindahkan dari tubuh manusia atau bagian-

bagiannya, dari makna atau nilai dan nafsu-nafsu yang dimiliki manusia.

Misalnya “paru-paru kota”. Tuturan tersebut dikenakan kepada kota.

“paru-paru” adalah organ manusia yang amat penting untuk bernafas yang

membuat manusia tetap hidup. Dalam tuturan ini “paru-paru” dipakai

untuk mengacu pada taman atau wilayah hijau disuatu perkotaan.

b. Metafora Binatang
Jenis metafora ini menggunakan binatang atau bagian tubuh

binatang atau sesuatu yang berkaitan dengan binatang untuk pencitraan

sesuatu yang lain. Pada umumya didasarkan atas kemiripan bentuk yang

cukup jelas sehingga kurang menghasilkan daya ekspresifitas yang kuat.

c. Metafora sinestesis

Metafora jenis ini pada dasarnya adalah suatu pemindahan atau

pengalihan dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, atau dari

tanggapan yang satu ke tanggapan yang lain. Misalnya, “kulihatsuara”.

Secara umum suara adalah sesuatu yang bisa didengar. Namun, dalam

tuturan ini “suara” diperlakukan sebagai sesuatu yang dapat dilihat.

d. Metafora dari Abstrak ke Konkret

Metafora jenis ini dapat dinyatakan sebagai kebalikan dari hal yang

abstrak atau samar diperlakukan sebagai sesuatu yang bernyawa sehingga

dapat berbuat secara konkret atau bernyawa

5. Fungsi Metafora

Menurut Leech (1997) Fungsi penggunaan metafora bentuk lisan dikelompokkan

ke dalam beberapa jenis fungsi yaitu.

1) Fungsi Informasi

Fungsi informasi adalah penggunaan tuturan bahasa secara metaforis

yang fungsinya adalah sebagai sarana guna menyampaikan informasi tentang

pikiran dan perasaan dari penutur kepada lawan tuturnya. Ciri-ciri fungsi ini

adalah adanya pencirian yang tersirat dalam pesan yang disampaikannya. Ciri-

ciri fungsi tersebut biasanya yang mengandung ide, keyakinan, kepastian,

dengan unsur mengandung perbandingan

2. Fungsi ekspresif
Metafora berfungsi ekspresif adalah penyampaian penggunaan tuturan

bahasanya secara metaforis mengandung suatu harapan sesuai dengan harapan

dan keinginan penutur kepada lawan tuturnya. Ciri-ciri fungsi ini dengan

tersiratnya maksud yang menandai adanya pengarahan, anjuran, atau harapan.

3. Fungsi direktif

Metafora sebagai fungsi direktif jika tuturan bahasanya secara

metaforis mengandung unsur-unsur yang dapat mempengaruhi

sikap,kemandirian. Biasanya ciri fungsi direktif ini ditandai dengan adanya

perintah, instruksi, ancaman, atau pertanyaan.

4. Fungsi fatik

Fungsi fatik apabila tuturan bahasanya secara metaforis mengandung

unsur-unsur yang dapat menginformasikan pesan dengan tujuan untuk

menjaga hubungan agak tetap harmonis. Ciri- cirinya antara lain penggunaan

bahasa yang bermakna hubungan baik dan buruk, kedekatan hubungan sosial,

hubungan keakraban, hubungan kekerabatan antara penutur dan lawan

tuturnya.

B. Penelitian Relevan

Angela Merici Ahut (2020) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemakaian

Gaya Bahasa Metafora Dalam Novel Karya Tere Liye: Kajian Semantik”. rumusan

penelitian yaitu Mendeskripsikan wujud, fungsi dan makna gaya bahasa metafora

yang terdapat dalam novel karya Tere Liye. peneliti menunjukkan tiga hal penting

yakni pertama, jenis gaya bahasa metafora terbagi menjadi empat yaitu: metafora

antropomorfis, metafora binatang, metafora konkret ke abstrak, dan metafora

sinaestetik. Kedua terdapat fungsi gaya bahasa metafora yang digunakan dalam novel

tersebut diantaranya: fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi referensial, dan fungsi
puitik. Ketiga, terdapat makna yang terkandung dalam gaya bahasa metafora yang

digunakan dalam novel tersebut diantaranya: makna metafora menegaskan sesuatu,

makna metafora menyatakan atau menerangkan sesuatu, makna metafora

menyampaikan pendapat, makna metafora menyindir dan makna metafora

menggambarkan karakter seseorang. Persamaan pada teori wujud atau jenis metafora

gaya bahasa dan fungsi gaya bahasa. Perbedaan dalam penelitian yaitu objek

penelitian dan metode pengumpulan data.

Siti Jumari (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Ungkapan Metafora

Pada Tuturan Masyarakat Kempo Di Desa Kempo Kecamatan Kempo Kabupaten

Dompu (Kajian Semantik). Penelitian ini mengkaji tentang ungkapan metafora pada

tuturan yang berkembang dalam masyarakat.Komunikasi yang berkembang dalam

masyarakat telah melahirkan gaya bahasa khususnya dalam bentuk ungkapan yang

digunakan untuk mengespresikan kemarahan, pujian serta nasehat. Tujuan penelitian

ini untuk mendeskripsikan ungkapan metafora pada tuturan masyarakat Kempo di

Desa Kempo Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu dengan mengkaji makna, fungsi

serta jenis yang terdapat dalam tuturannya. Persaman dalam penelitian ini adalah pada

teori dan metode pengumpulan data yang digunakan. Adapun perbedaan yaitu pada

objek yang di teliti yaitu bahasa daerah yang berbeda.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sudryanto (199:62), menyatakan bahwa istilah deskriptif menyarankan kepada

suatu penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada dan

juga fenomena yang memang secara empiris hidup di dalam penuturnya, sehingga

yang dihasilkan atau yang dicatat berupa uraian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya

seperti potret: paparan seperti apa adanya.

Maka metode dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berkaitan dengan data yang

tidak berupa angka-angka, tetapi berupa kualitas bentuk kata yang berwujud tuturan

sebagai data yang dihasilkan tertulis atau lisan tentang sifat-sifat individu, keadaan,

gejala, dari kelompok tertentu. Sejalan dengan itu penelitian ini bermaksud ingin

mendeskripsikan jenis dan fungsi ungkapan atau tuturan Metafora Bahasa Bugis

Dialek Sinjai selatan, Kabupaten sinjai berdasarkan Tinjauan Semantik .

B. Lokasi Penelitian

Peneliti bermaksud melakukan penelitian di sebuah Warkop diKelurahan Sangiasseri,

Kecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai

C. Populasi dan sampel

1) Populasi

Menurut Sugiyono (1997: 57), Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek/subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Subjek dalam penelitian ini yaitu masyarakat dan tuturan atau

ungkapan Metafora Bahasa bugis Dialek SinjaiMaka populasi dalam


penelitian ini , Kabupaten Sinjai terdiri atas sembilan kecamatan, yang

mencakup 31 kelurahan dan 67 desa dengan pusat pemerintahan berada di

Kecamatan Sinjai Utara (Herawati, 2009: 4). Masyarakat Sinjai, dalam

kehidupan sehari-harinya, masih menggunakan bahasa Bugis (selanjutnya

disingkat BB) sebagai alat komunikasi bersama-sama dengan bahasa

Indonesia, namun seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,

bahasa daerah ini mulai terdesak oleh perkembangan bahasa Indonesia.

Penggunaan BB di Kabupaten Sinjai yang lebih dikenal dengan sebutan

bahasa Bugis Sinjai (selanjutnya disingkat BDS), selain sebagai alat

komunikasi sehari-hari, juga sebagai sarana pendukung kebudayaan

penuturnya.

2) Sampel

Adapun titik lokasi dalam penelitian ini yaitu di sebuah warkop di kecamatan

Sinjai Selatan. Pada lokasi tersebut di anggap sebagai tempat yang paling

strategis bagi masyarakat sebagai penutur Bahasa Bugis dialek Sinjai. Hal ini

akan menjadi sampel dari peneliti untuk dijadikan sebagai bentuk

pemerolehan data atau informasi dari lokasi penelitian.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data yang ingin dijadikan bahan dalam penelitian ini adalah setiap kata atau

ungkapan Metafora dialek Bugis Sinjai.

2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian berasal dari kegiatan interaksi atau

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah Bugis, pada Sebuah Warkop,

diKecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai. dari kegiatan berkomunikasi tersebut,


peneliti dapat memperoleh data yang berupa ungkapan kalimat, secara lisan yang

terkait dengan Gaya Bahasa Metafora.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Simak

Metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini peneliti mencatat pembicaraan

informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau observasi, penelitian mencatat

semua hasil pembicaraan yang terkait dengan hal yang di ingin dikaji oleh peneliti

selama berada di lokasi penelitian.

2. Metode Terjemahan

Metode terjemahan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengubah dari asli kebahasa sasaran. Metode ini dilakukan agar data

yang diperoleh mudah dianalisis. Dalam hal ini data yang ditulis dalam bahasa asli

atau bahasa daerah diubah ke dalam bahasa Indonesia.

3. Metode Wawancara

Metode wawancara merupakan salah satu metode yang digunakan dalam

tahap penyediaan data yang dilakukan dengan cara peneliti melakukan percakapan

atau kontak langsung dengan penutur selaku narasumber.

F. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan

yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Pada langkah ini, data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci.

Dari data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan
dianalisis, dalam hal ini Ungkapan metafora pada tuturan masyarakat pada Sebuah

Warkop, diKecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai. Informasi-informasi yang

mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.

2. Penyajian Data

Pada langkah ini, data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara

teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis

sehingga diperoleh deskripsi tentang ungkapan metafora.

1.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta.Konveces, Zoltan.2010. Metaphor A Practical Introduction.

Oxford/New York: Oxford University Press

Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa . Bandung:

Angkasa.

Suhardi. 2013. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Herawati. 2009. “Bahasa Bugis di Kabupaten Sinjai: Kajian

Sosiodialektologi. Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Gadjah Mada

Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta.

Ullman, Stephen. 2014. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Data

Anda mungkin juga menyukai