Anda di halaman 1dari 8

REVIEW ARTIKEL STUDI ISLAM

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Mahmud Arif, M.Ag.

Kelompok 10
Nama: 1. Syifa Kusuma Putra (23104010114)
2. Ridwan Himawan (23104010120)
3. Sofa Sofiana M (23104010105)
4. Muhammad Dafiq F (23104010125)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2023
Hermeneutka Al-Qur’an Al-Jabiri dan Signifikansinya

Bagi Pendidikan Agama Islam

Al-Quran diyakini selalu berdialog dengan umat manusia sepanjang zaman.


Oleh karena itu,setiap generasi Muslim bertanggung jawab untuk menghadirkan
interpretasi baru. Oleh karena itu, alJabiri menawarkan pendekatan hermeneutik dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dan Islam turat (warisan budaya untuk mengeksplorasi
makna dan makna teks suci dan kanonik. Al-Quran hanyalah tulisan-tulisan yang
tertulis pada kumpulan lembaran-lembaran, tidak mampu diungkapkan secara lisan, dan
manusia wajib memahaminya.
Dalam konteks ini, Muhammad Abid al-Jabiri 1 mengatakan, “Jika kita
mengakui bahwa Al-Quran menyapa semua generasi pada waktu dan tempat tertentu,
maka kita wajib mencari pemahaman AlQuran yang baru dan dinamis sesuai dengan
perubahan zaman. kondisi yang kita hadapi dalam setiap periode waktu”. Turunnya Al-
Quran secara bertahap menuntut upaya besar dari pihak kita untuk memahami tahap-
tahap yang dilaluinya dari awal wahyu hingga diturunkannya mushaf(salinan tertulis
Al-Quran) seperti sekarang ini.2
Sebagai teks terbuka, Al-Quran dapat dengan bebas diinterogasi oleh siapapun
yang ingin mengungkap kebenaran, bahkan menantang mereka yang meragukan
kebenaran isinya. Langkah-langkah keberadaan dan proses pembentukan (masar al-
kawn wa al-takwin) Al-Qur'an pada masa turunnya lambat laun menjadi argumentasi
yang kuat atas keterbukaan Kitab Suci ini sekaligus menjadi indikasi bahwa upaya
memahaminya diarahkan untuk merumuskan resepnya agar relevan dengan konteks
turunnya wahyu tersebut dan konteks kita saat ini.3 Menurut al-Jabiri, ini adalah cara
yang tepat untuk berinteraksi dengan Al-Qur'an dan mengontekstualisasikannya,
dengan tetap mengapresiasi prinsip di mana beberapa ayat Al-Qur'an memberikan
penjelasan terhadap ayat-ayat lainnya.
Karya-karya al-Jabiri menarik untuk dikaji karena ia banyak memaparkan
konsep-konsep mendasar, seperti Al-Quran sebagai teks terbuka, beberapa bagian Al-
1
Hegasy, Mohammed Abid al-Jabri: Tokoh perintis pencerahan Arab baru (2010)
2
Al – jabiri, Madkhal ila al-qur’an al- karim: fi al- ta’rif bi al-Qur’an. Beirut: Markaz Dirasat al- wahdah al-
‘Arabiyah (2007)
3
Al- jabiri ( 2007) h. 27-28 dan Khan, sebuah studi kognitif-semantik preposisi spasial Fi Al- Qur’an. (2017) h.89-
122

2
Quran yang menjelaskan bagian lainnya, perlunya pemahaman terhadap Al-Quran. Al-
Quran sesuai dengan kronologi turunnya wahyu, isi Al-Quran yang partikular dan
universal serta penafsiran kritis terhadap ayat-ayat Al-Quran. Namun, karena al-Jabiri
dikenal sebagai pemikir Muslim yang mempromosikan proyek “kritik terhadap nalar
Arab”.4 Karya akademisnya dalam studi Al-Quran masih diabaikan, meskipun karya-
karyanya sarat dengan ide-ide mendasar dan alternatif karena merupakan kelanjutan
dari proyek besarnya untuk mengatasi keterpurukan bangsa Arab dan umat Islam. 5
Kritik Al-Jabiri terhadap proyek nalar Arab dianggap paling sukses dan diterima secara
luas oleh semua kelompok Muslim. Dengan reputasi tersebut, kajian al-Jabiri terhadap
permasalahan dalam lingkup kajian Al-Quran tentu layak untuk dibahas, mengingat
pertimbangan:
(1) kajian akademisnya selalu kritis dan memperkaya perspektif yang ada
(2) ia turut andil dalam memperjelas berbagai konsep yang ada. Persoalan-persoalan
tentang Al-Quran, yang kemudian dijabarkan maknanya bagi rumusan tafsir
pendidikan.
Pemikiran al-Jabiri, seorang kritikus terkenal, telah dikaji secara ekstensif dan
mempunyai pengaruh yang luas. Hal ini ditandai dengan terbitnya berbagai artikel yang
membahas pemikirannya. Pertama, artikel yang diterbitkan ditulis oleh Burhani.6
Dalam artikel ini dikemukakan pemikiran al-Jabiri tentang perlunya menampilkan
bacaan kontemporer yang berkaitan dengan tradisi warisan intelektual Islam (turat)
dianggap cukup berbeda dibandingkan dengan gagasan reformis Muslim lainnya.
Pemikiran Al-Jabiri turut mempengaruhi munculnya pandangan Islam post-tradisionalis
yang bertujuan untuk mengembangkan pandangan rasional dan kritis terhadap
Islam.turat. Kedua, artikel yang dituliskan oleh Susanto.7 Artikel ini menganalisis
secara komparatif pandangan al-Jabiri dan Soroush tentang demokrasi dalam Islam.
Hubungan antara agama dan negara merupakan salah satu isu krusial yang banyak
dibicarakan al-Jabiri dan mencerminkan sisi liberal pemikirannya mengenai demokrasi
dalam Islam. Ketiga, pemikiran al-Jabiri dijabarkan dalam artikel Muhamad Rofiq.8

4
Shah-Abied, Islam Garda Depan: Mozaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan 2001)
5
Abu Rabi’, Asal Usul Intelektual Kebangkitan Islam Di Arab Modern Dunia ( New York: Universitas New
York 1996)
6
Burhani, kitab kuning dan kitab suci: pengaruh Al-jabiri terhadap keagamaan pemikiran di NU dan
Muhamadiyah ( 2015) h. 29-42
7
Susanto, Studi Banding Muhammad Abid Al- Jabiri dan Pemikiran Abdul Karim, ( demokrasi dalam islam:
2011) h. 253-272
8
Muhamad Rofiq, Kontribusi Muhammad Abid Al-Jabiri Untuk Memahami Krisis Politik Di Dunia Arab,
( Penalaran Politik Arab: 2017) h. 55-76

3
Artikel ini mengkaji karya al-Jabiri seri ketiga yang mampu mengungkap secara
dekonstruktif akar krisis politik dunia Arab kontemporer sekaligus menghadirkan fakta
sejarah yang menekankan pengaruh determinan ideologi-agama, ekonomi material, dan
etnis-suku. tentang dinamika politik dunia Islam.
Secara hermeneutis, penafsiran Al-Qur'an mencakup dua aspek, yaitu
objektivitas dan kontinuitas .Yang pertama mensyaratkan bahwa kegiatan membaca
dapat menghilangkan subjektivitas dengan melakukan beberapa langkah:
(1) analisis linguistik agar tidak menyimpulkan makna apa pun tanpa menganalisis
teksnya terlebih dahulu
(2) analisis sejarah baik diakronis maupun sinkronis
(3) analisis kritis dengan cara membaca. mengungkapkan konten ideologis. Sedangkan
yang terakhir, yakni kesinambungan, menuntut aktivitas membaca yang dapat
mengungkapkan relevansi kontemporer, baik pada tataran fungsional konseptual
maupun praksis-transformatif.
Perhatian utama hermeneutika mengacu pada pemahaman, dengan demikian
hermeneutika adalah pemahaman interpretative.9 Yaitu upaya mengungkap makna dan
signifikansi teks, khususnya teks sejarah dan teks kitab suci. 10 Makna berbagai teks
untuk pendidikan dapat diungkap dengan memahami secara tafsir tuntunan yang
diberikan Al-Quran mengenai Islam sebagai agama damai, agama yang menjaga harkat
dan martabat manusia, agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, agama yang
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, dan agama yang menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. yang sangat menghargai keberagaman dan menyelesaikan segala
permasalahan yang timbul dari perbedaan tersebut dengan landasan yang adil dan tanpa
kekerasan. Sebagai kajian sastra yang berupaya merumuskan gagasan hermeneutika al-
Jabiri, penerapan metode holistik, yaitu metode berpikir kritis untuk menangkap makna
utuh dan bukan makna “atomistik” belaka,11 didasarkan pada analisis isi dengan
menggunakan investigasi tekstual terhadap karya al-Jabiri sebagai sumber primer.
Dalam analisis hermeneutika, setidaknya terdapat tiga fungsi yang saling berkaitan
dalam upaya memahami isi suatu teks suci, yaitu:
(1) Fungsi historis, yang berorientasi pada pengungkapan makna tekstual sesuai dengan
konteks historisnya

9
Kneller,Pergerakan Pemikiran Dalam Pendidikan Modern ( Now York: Jhon Wiley dan Putra 1984) H. 67
10
Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan ( Jakarta: Teraju 2004) h. 169
11
Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat ( Yogyakarta: Kanisius. Barnes, LP 1990)

4
(2) Fungsi historis, yaitu fungsi makna, yang berupaya mengeksplorasi makna
kontekstualnya
(3) Makna implikatif, yang bertujuan untuk menguraikan kebutuhan yang dimaksudkan
untuk konteks saat ini.12 Analisis hermeneutika tersebut digunakan untuk melihat
langkah metodologis al-Jabiri dalam mengintegrasikan kebutuhan makna teks, konteks,
dan kontekstualisasinya.
M. Abid al-Jabiri lahir di Figuig, Maroko pada tanggal 27 Desember 1935 dan
meninggal pada tanggal 3 Mei 2010 di Rabat, Maroko. Dia adalah seorang profesor
filsafat dan pemikiran Islam di Universitas Mohammed V di Rabat dan dianggap
sebagai salah satu intelektual terkenal di dunia Arab kontemporer.13 Al-Jabiri belajar di
Universitas Damaskus di Suriah selama satu tahun untuk memperoleh diploma dalam
studi filsafat. Ia kemudian kembali ke Maroko untuk melanjutkan studinya di
Universitas Mohammed V di Rabat dan meraih gelar doktor pada tahun 1970 dengan
disertasi tentang Ibnu Khaldun, yang merupakan salah satu makalah ilmiah terpenting
dari lebih dari 30 artikel akademis yang ditulisnya. Al-Jabiri adalah seorang penulis
produktif yang menghasilkan banyak tulisan yang dipresentasikan di forum ilmiah dan
buku berseri yang menyajikan refleksi kritisnya terhadap tradisi intelektual Islam dan
kontekstualisasinya di era sekarang, dunia Arab kontemporer, dan dunia Islam pada
umumnya. Secara umum, al-Jabiri bertujuan untuk mengidealkan aturan dunia Islam
barat yang berpusat di Andalusia dibandingkan dunia Islam timur yang pernah sukses
pada masa Umayah dan Abbasiyah, dengan pusat kebudayaan di Damaskus dan
Bagdad. Karya serialnya Kritik terhadap Nalar Arab mendapat tanggapan luas dari
kalangan akademisi, baik yang pro maupun kontra serta memicu diskusi panjang.
Dalam karya serialnya, alJabiri membedah struktur epistemologis yang melandasi
proses pembentukan Islamturat, dengan kelebihan dan kekurangannya. Ia menyadari
bahwa model pemikiran pada Masa Keemasan Islam mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap pergerakan dan pemikiran kebudayaan Islam pada masa-masa
berikutnya, bahkan hingga saat ini. Saat ini arah kajian kritis dan refleksi al-Jabiri
ditujukan pada kajian Al-Quran dengan pertimbangan bahwa Al-Quran mempunyai
posisi yang sangat sentral dan umat Islam senantiasa membutuhkan pemahaman dan
penafsiran yang lebih jelas dalam menyikapi dinamika sosial budaya.Al-Qur'an adalah
teks linguistik (nash lughawȋ) yang berfungsi sebagai teks sentral dalam sejarah

12
Gracia, Teori Tektualitas: Logika dan Epistomologis ( New York: Negara Bagian Universitas New York 1995)
13
Mahmoud, Islam dan Modernitas: Kaum Muslim Intelektual ( London: IB Tauris 2000)

5
kebudayaan Arab Islam dan teks sentral umat Islam serta bentukan kebudayaannya.
Dengan demikian, kebudayaan berkembang sebagai hasil dialektika manusia dengan
realitas empiris dan teks, khususnya dengan teks Al-Quran. Jadi, pendekatan membaca
teks (takwil) merupakan instrumen epistemologis utama dalam menghasilkan
pengetahuan. Hermeneutika merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk
interpretasi tekstual,termasuk interpretasi kontekstual teks suci. Menurut al-Jabiri
seperti dikutip al-Thahiri14, hermeneutika dalam pemikiran Islam menetapkan wacana
Al-Quran sebagai landasan untuk menetapkan prinsip-prinsip dasar dan batasan-
batasan.
Teks Al-Quran merupakan teks Islam yang salah satu tujuan mempelajarinya
adalah untuk memperoleh pemahaman Islam yang “objektif”. Teks Al-Quran
merupakan “produk budaya” sekaligus “produsen budaya” dan membawa perubahan
makna beberapa kata dari makna yang umum diketahui dalam bahasa menuju makna
yang lebih luas. syar'iyah(keagamaan) makna. Kajian terhadap teks Al-Quran
dimaksudkan untuk mengungkap berbagai hubungan antara teks dengan budaya dan
antara budaya dengan teks. Oleh karena itu, kita tidak hanya berinteraksi dengan Al-
Quran, kumpulan lembar demi lembarnyamushaf, namun kami juga terlibat dengan teks
yang telah mengalami proses “pembentukan” dalam jangka waktu lebih dari dua puluh
tahun . Umat Muslim percaya bahwa Al-Quran adalah sumber utama (prinsip) syariah
Islam yang berisi ajaran universal dan khusus, prinsip-prinsip dasar dan penerapan
praktis. Pada dasarnya ketentuan undang-undang partikular merupakan implementasi
dari prinsip universal. Sesuai dengan dasar pemikiran hukum, apabila ketentuan
undang-undang tertentu terkesan melanggar prinsip universal, maka hal ini tentu
disebabkan oleh “alasan” yang mungkin kontekstual atau tuntutan terwujudnya tujuan
utama. Ada tiga pilar untuk memahami dasar pemikiran syar'ȋ (hukum Islam, yaitu
prinsip-prinsip syariah yang bersifat universal, ketentuan-ketentuan hukum tertentu,al
maqâshîd (tujuan akhir) atau asbâb an-nuzûl. Upaya memahami Al-Quran diakui
sebagai tugas penting dan tuntutan yang perlu dilaksanakan dan dipenuhi dalam segala
kurun waktu. Jika kitab menerima pandangan bahwa Al-Quran berdialog dengan setiap
ummat setiap saat, maka hal ini berarti diperlukan pemahaman baru terhadap Al-Quran
yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam arti luas, dalam upaya penafsiran,
hermeneutika mencakup tindakan manusia dan produk yang diwujudkannya, seperti

14
Al- Thahiri, Adwa ‘ala al-nash al-Qur’ani, (Beirut: al- intisyar al-‘arabi 2016)

6
kegiatan belajar15, khususnya kegiatan belajar yang berasal dari penafsiran teks suci
atau teks kanonik. Dalam konteks ini, pendidikan agama merupakan wujud kegiatan
pembelajaran yang diperoleh dari penafsiran teks-teks suci atau teks kanonik.

Kesimpulan: Al-Qur'an adalah teks terbuka yang merangkul umat manusia


sepanjang zaman. Oleh karena itu, al-Jabiri berpandangan bahwa setiap generasi umat
Islam harus memulai produksi pemahaman baru yang dinamis terhadap kitab suci ini
sebagai respons terhadap perubahan kondisi. Wahyu Al-Quran, yang terjadi secara
bertahap dengan “tujuh huruf” (sab'ati aḥruf Model ), menunjukkan bukti kuat
mengenai keterbukaan kitab suci ini, yang patut diapresiasi dengan menerapkan
pendekatan hermeneutik, yaitu mengungkap makna dan makna ayat-ayat Al-Qur'an
berdasarkan prinsip “sebagian ayat menguraikan ayat-ayat yang lain” (intertekstual)
dan kronologi turunnya wahyu agar menghasilkan penafsiran yang kontekstual dan
sesuai dengan konteks. Penerapan pendekatan hermeneutika juga diperlukan dalam
mempelajari Islamturatuntuk menghindari pemahaman tradisional yang gagal
memenuhi tuntutan objektivitas (al-maudlû'iyah) dan kontinuitas (al-istimrâriyah).
Kerangka rasional universalitas syariah dan tujuan utama syariah menjadi landasan
penerapan pendekatan hermeneutika. Hal ini digunakan oleh al-Jabiri sebagai
paradigma penafsiran untuk mengontekstualisasikan pesan-pesan Al-Quran agar
mereka selalu dapat berdialog secara terus-menerus dengan manusia di segala usia.
Sebelum proses kontekstualisasi, perlu dilakukan penafsiran terlebih dahulu terhadap
ayat-ayat Al-Quran sesuai konteks dan kronologi turunnya wahyu dengan
memanfaatkan sirah nabawiyah. Al-Jabiri melakukan penafsiran kontekstual ketika
mencoba merumuskan konsep hak asasi manusia berdasarkan Al-Qur’an. Ia
mengidentifikasi berbagai ayat yang mengungkapkan harkat dan martabat manusia
serta hak-hak dasar. Sebagai kegiatan pendidikan yang mendasari pemahaman terhadap
teks suci atau teks kanonik, pendidikan agama perlu menerapkan pendekatan
hermeneutika. Salah satu langkah kontekstualisasi adalah penyelenggaraan pendidikan
agama yang berbasis harkat dan martabat manusia dengan mewujudkan peran
humanisasi dan hominisasi. Dalam konteks masyarakat majemuk, sejalan dengan peran
humanisasi dan hominisasi, maka proses pendidikan harus mampu menumbuhkan
kesiapan peserta didik dalam mengenal diri sendiri dan orang lain sehingga menjadi
karakter yang kritis, moderat dan toleran, anggota masyarakat dan warga.
15
Ibid, h. 4

7
8

Anda mungkin juga menyukai