oleh : st sunardi
I. PENGANTAR
a. Dalam bukunya Agama, Ideologi dan Pembangunan, Hassan Hanafi menulis "Theologi sebagai
hermeneutika bukan merupakan ilmu yang suci melainkan ilmu sosial yang tersusun secara
kemanusiaan. Ia merefleksikan konflik-konflik sosio-politik. Setiap kelompok sosial, dalam
sebuah masyarakat yang berkepercayaan, membaca kepentingan-kepentingannya sendiri dan
mempertahankan dalam sistem kepercayaannya. Inilah yang disebut teologi. Dengan ungkapan
ini penulis mengakui bahwa pemikiran teologisnya lahir untuk menjawab kepentingan
sekelompok sosial tertentu pada waktu tertentu. Kalau kita mau konsisten dengan definisi
teologi ini, mau tidak mau kita harus meneliti lebih jauh kepentingan-kepentingan di balik
pemikiran teologisnya untuk memahami pemikiran-pemikirannya secara lebih tepat dan seimbang.
b. Pemikiran-pemikiran teologis Hassan Hanafi lahir pada saat dimana para pemikir Mesir
sedang memperdebatkan issue keterasingan Islam/kebudayaan Arab ari hidup modern. Di satu
pihak masyarakat Mesir berhadapan dan menerima derasnya pengaruh kebudayaan Barat, di lain
pihak di sana sini didengungkan kehebatan Islam dan Arab lewat kata-kata saleh para ulama
sambil mengkritik Barat. Demikianlah seolah-olah kalau orang berbicara tentang Islam
merupakan satu hal dan menjalani hidup sehari-hari merupakan hal lain; kalau orang mengagung-
agungkan tradisi (turath) merupakan satu hal dan mengatur kehidupan masa kini merupakan hal lain.
Contoh yang paling nyata tampak dalam ceramah-ceramah Sheikh Sha'rawi yang setiap hari
ditayangkan lewat televisi di rumah-rumah pengap penduduk untuk membawa para pemirsa ke
jaman keemasan Islam. Suasana dikotomi begitu kuat sampai memunculkan para pemikir yang
mencoba menganalisanya sesuai dengan bidangnya.
c. Hassan Hanafi mengaitkan situasi ini dengan persoalan kemiskinan dan ketidakadilan. Dia
melihat impotensi Islam berhadapan dengan proses proletarisasi massa yang dilakukan oleh
sekelompok kilas penguasa (termasuk para kapitalis). Dalam situasi seperti ini pilihan
"kepada siapa Islam berpihak" menjadi sangat menentukan. Dalam analisanya tentang
perkembangan sejarah pemikiran Islam, dia selalu memakai prinsip "kepada siapa Islam
berpihak".proletarisasi ini menjadi semakin mencolok sejak dibukanya Politik Pintu Terbuka
olah mendiang Presiden Anwar Sadat. Hassan Hanafi, salah seorang pemikir dari partai kiri,
menempatkan diri sebagai pada jalur pembaharuan Islam yang sudah dimulai Alafghani. Semangat
Alafghani, yang menggerakkan ummat melawan para penjajah, diteruskan oleh Hassan Hanafi
untuk menghadapi neo-kolonialisme atau kolonialisme internal.
Sekedar info: Buku Hassan Hanafi yang baru saja diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
(selain buku-buku sebelumnya tentunya) adalah Islam Wahyu Sekuler, diterbitkan oleh Inst@d
(Institute of Social Transformation for Democracy), 2001.