Anda di halaman 1dari 83

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Islam dilahirkan di tengah-tengah kaum jahiliyah. Masyarakat Arab,

sebelum Islam dilahirkan disebut sebagai kaum jahiliyah. Masyarakat jahiliyah

menurut Phillip K Hitti, dalam bukunya Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam

adalah suatu masyarakat yang dikenal dengan “masa kebodohan”, ketidak

tahuan” atau kebiadaban”. Pada saat itu masyarakat Arab tidak pandai baca-tulis.

Mereka juga memeluk agama watsani, yang bertuhankan kepada banyak berhala

serta dikenal dengan prilaku kasar, bermoralitas rendah.1

Hal ini menyebabkan bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu

pengetahuan dan kepandaian lain. Hidup mereka mengikuti hawa nafsu,

berpecah-belah, saling berperang satu dengan yang lain karna masalah yang

sepele, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada harganya, berlakulah

hukum rimba. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-

syair jahili yang disebarkan secara hafalan. Agama warisan Nabi Ibrahim as. dan

Nabi Ismail as. hanya tinggal bekas-bekasnya yang telah diselewengkan.2

Keberagamaan bangsa Arab Jahiliyah sudah jauh dari keyakinan yang

dibawa oleh Nabi Ibrahim yaitu meyakini adanya Allah SWT sebagai Rab al-

1
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 11.
2
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h. 13-14.
2

Alamin. Mereka menganut agama watsani (penyembah berhala). Setiap kabilah

atau suku memiliki patung (berhala) sendiri sebagai pusat penyembahan. Sebutan

untuk sembahan zaman Jahiliyah ini berbeda-beda. Di antaranya ada yang

disebut Shanam, berhala berbentuk manusia, terbuat dari logam atau kayu,

Wathan terbuat dari batu, dan Nushud adalah batu karang tanpa suatu bentuk

tertentu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri.

Mereka beranggapan batu karang itu berasal dari langit meskipun agaknya itu

adalah batu kawah atau yang serupa itu.

Nampaknya, ajaran agama Allah yang dibawa dan disiarkan oleh Nabi

sebelumnya makin lama makin luntur, dan cahayanya makin suram. Manusia

berangsur-angsur menjauhi dan menyimpang dari ajaran yang benar, perlahan-

lahan dibawa oleh hawa nafsunya ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan.

Ajaran agama yang berubah-ubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami

dan menimbulkan percampur adukan antara Tuhan dan manusia. Dan orang-

orang Yahudi berubah menjadi orang-orang yang angkuh, sombong,

mempersyirikkan Allah dengan pemimpin mereka sebagai sesembahan, syirik

dan khurafat berkembang dengan pesatnya, hal ini ber imbas pula kepada

kehidupan sosial dan politik.3

Untuk merobah prilaku Jahiliyah Bangsa Arab, maka Allah yang Maha

Bijaksana mengutus seorang Rasul yaitu Muhammad Rasulullah SAW. Munurut

Hasan Ibrahim Hasan, dalam bukunya Ramaulis Sejarah Pendidikan Islam


3
Ramayulis, Sejarah Pendidikan, h. 15-16.
3

Rasulullah adalah seorang hamba Allah yang berhiaskan budi pekerti yang
luhur dan terpuji. Beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat Quraisy
sebagai kesatria, selalu teguh dan tepat memegang janji, orang yang baik
dengan tetangga dan sangat santun dan orang yang selalu menjauhkan diri
dari perbuatan yang tidak baik, rendah diri (tawadhu’), dermawan,
pemberani, jujur, dan terpercaya sehingga mereka menyebutnya al-amin,
atau yang sangat jujur dan terpercaya.4

Tidak kurang dari 1437 (seribu empat ratus tiga puluh tuju) tahun yang

lalu Rasul Muhammad SAW mulai menerima wahyu Allah sebagai petunjuk dan

intruksi untuk melaksanakan tugasnya memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk

berhubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia. Sewaktu Rasulullah telah

mencapai umur 40 tahun, yaitu pada tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum

Hijrah (6 Agustus 610 M). Petunjuk dan intruksi tersebut seperti yang terdapat

dalam Qur’an Surah al-Alaq ayat: 1-5.

        


          
Artinya,

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yanh Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”5
Bersamaan dengan turunnya wahyu tersebut, Rasulullah SAW mulai

mengemban tugas mulia untuk menyebar luaskan risalah yang sarat dengan

ajaran-ajaran yang memuat nilai luhur. Dalam menyebar luaskan ajaran yang

diterimanya itu Rasulullah SAW menempuh cara yang dikenal dengan istilah

dakwah. Dalam meniti jalan dakwahnya Rasulullah SAW memulainya dengan

4
Ibid, h. 17.
5
QS. al-Alaq [96]: 1-5. Departeman Agama RI, Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Perkata,
(Tangerang: Kalim, 2010), h. 598.
4

sembunyi-sembunyi, karna itulah orang yang pertama kali menerima dakwahnya

adalah keluarga dan sahabat dekatnya.6

Setelah beberapa lama, sekitar tiga tahun dakwah Islam disampaikan

secara sembunyi-sembunyi, turunlah perintah Allah SWT. Agar

menyampaikannya secara terang-terangan. Perintah ini didasarkan kepada firman

Allah dalam Qur’an Surah al-Hijr Ayat: 94

     


Artinya:

“Maka sampaikan olehmu secara terang-terangan segala apa yang

diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”.7

Ketika mengamati sejarah singkat perjuangan Rasulullah di atas akan

dapat disimpulkan bahwa dakwah memiliki andil yang sangat besar sehingga

sinar Islam bisa terpancar sampai ke pelosok negeri di seluruh penjuru dunia.

Dakwah adalah suatu proses penyelenggaraan aktivitas atau usaha yang

dilakukan secara sadar dan sengaja dalam upaya meningkatkan taraf dan tata

nilai hidup manusia dengan berlandaskan ketentuan Allah SWT dan Rasulullah

SAW.8

Dari pengertian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa dakwah bisa

dilakukan dengan berbagai macam cara yang tentunya tidak bertentangan dengan

syariat Islam, salah satunya adalah melalui mimbar khutbah jumat sebagai salah

6
Ramayulis, Sejarah Pendidikan, h. 18.
7
QS. al- Hijr [94]: 94. Departeman Agama, Al-Qur’an Tafsir, h. 268.
8
Alwisral Imam Zaidallah, Setrategi Dakwah,(Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 4.
5

satu media dakwah Islam di tengah masyarakat, mimbar khutbah jumat

diharapkan bisa dimanfaatkan oleh seorang khatib sebagai salah satu juru

dakwah yang akan memberikan pencerahan kepada jamaah jumat terkait dengan

persoalan agama maupun sosial kemasyarakatan, khususnya yang sedang terjadi

di tengah-tengah masyarakat setempat sehingga pada gilirannya akan tercipta

masyarakat Islam yang cerdas, bersatu dan berakhlak mulia.

Terlebih lagi pada saat ini, masyarakat Dusun Kekalek khususnya, sedang

dihadapkan kepada persoalan adanya kerenggangan hubungan antara orang tua

dan pihak remaja sehingga tidak tercermin perilaku yang tua mencintai yang

muda dan yang muda menghormati yang tua. keharmonisan antara kedua belah

pihak yang saat ini tidak lagi terlihat.

Hal ini tentu melahirkan kekhawatiran pada masyarakat, sehingga khatib

perlu mengadakan upaya untuk mempersempit terjadinya ruang perpecahan di

antara kedua belah pihak melalui salah satu upaya seperti melalui mimbar

khutbah jum’at. Dalam hal ini tentu masyarakat menaruh harapan yang besar

pada pundak seorang khatib selaku salah satu juru dakwah di tengah-tengah

masyarakat. Masyarakat tentu berharap seorang khatib mampu menghadirkan

tema-tema khutbah yang berkaitan dengan persoalan yang sedang dihadapi oleh

masyarakat Dusun Kekalek seperti misalnya, pentingnya sebuah persatuan atau

bahaya perpecahan dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan masalah

yang sedang dihadapi masyarakat Dusun Kekalek.


6

Namun ironinya hal itu agaknya masih berupa harapan semu, karna

setelah beberapa kali mengikuti kegiatan shalat jumat di Masjid Nurul Ashli

Dusun Kekalek, peneliti tidak menemukan seperti apa yang masyarakat

harapkan, bahkan yang peneliti temukan malah sebaliknya yakni tema khutbah

jumat yang disampaikan atau yang ditampilkan oleh khatib belum mampu

mewujudkan harapan masyarakat, dalam hal ini seharusnya seorang khatib

mampu membaca situasi masyarakat sehingga pada gilirannya memudahkan

dalam menentukan tema-tema khutbah yang akan ditampilkan. Melihat

kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan ini mengundang ketertarikan

peneliti untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam sebuah skripsi

terkait dengan “Profesionalisme Khatib Dalam Menyampaikan Khutbah Jumat di

Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah”.

B. Fokus Kajian

Berdasarkan konteks penelitian di atas maka fokus kajian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah khatib profesional dalam menyampaikan khutbah jum’at di Masjid

Nurul Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah,?

2. Bagaimana upaya khatib untuk meningkatkan profesionalisme dalam

menyampaikan khutbah jum’at di Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan

Pringgarata Lombok Tengah.?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


7

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu:

a. Untuk mengetahui apakah khatib sudah professional dalam

menyampaikan khutbah di Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan

Pringgarata Lombok Tengah.

b. Untuk mengetahui upaya khatib dalam meningkatkan profesionalisme

dalam menyampaikan khutbah jumat di Masjid Nurul Asli Kekalek

Pringgarata.

2. Manfaat Penelitian

Peneliti sangat mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat, baik

secara teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu

pengetahuan dalam bidang ilmu dakwah bagi para da’i, khatib serta

masyarakat.

2) Sebagai suatu bahan kajian untuk menambah wawasan dan pemikiran

para khatib dan da’i serta memperkaya khazanah keilmuan terutama

dalam bidang dakwah.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi para khatib dan da’i, diharapkan hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan profesionalisme.


8

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam

rangka perbaikan dan pembenahan terhadap kekurangan yang ada,

khususnya bagai para khatib sehingga tercipta suasana baru yang

mendukung terciptanya khutbah yang sesuai dengan apa yang

diharapkan.

3) Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membentuk para khatib yang

profesional, sehingga dapat dijadikan sebagai teladan khususnya bagi

para jama’ah jumat dan masyarakat yang lebih luas pada umumnya.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk lebih memperjelas arah penelitian ini, maka peneliti merasa

perlu membatasi ruang lingkup pembahasan yang meliputi subjek penelitian

Profesionalisme Khatib dan objek pada penelitian ini adalah Khatib yang ada di

Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah. Itu adalah

merupakan hal yang sangat penting, di mana seorang khatib adalah merupakan

salah satu juru dakwah yang ada di tengah-tengah masyarakat diharapkan mampu

menampilkan tema-tema khutbah yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi

oleh masyarakat setempat. Sehingga pada akhirnya hal itu bisa menjadi solusi

atau jawaban terkait dengan persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat

setempat.

2. Setting Penelitian
9

Adapun yang menjadi setting penelitian ini adalah Masjid Nurul Ashli

Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah. Alasan peneliti memilih lokasi

ini adalah atas pertimbangan salah satunya dikarnakan Dusun ini memiliki

penduduk yang cukup banyak dan rutinitas ummat muslim di Dusun ini seperti

shalat jum’at selalu dihadiri oleh seluruh jamaah laki-laki yang sudah dibebankan

hukum wajib juma’at. Namun di samping itu ada sebagian dari kalangan remaja

lebih memilih nongkrong di pinggir jalan ketika khutbah jum’at berlangsung dari

pada ikut mendengarkan khutbah jum’at bersama jamaah yang lain. Hal ini

menurut analisa peneliti adalah merupakan akibat dari khutbah yang cenderung

monoton.

Hal inilah yang kemudian mengundang ketertarikan peneliti untuk

melakukan penelitian di lokasi ini, selain bertujuan untuk mengetahui secara lebih

luas terkait dengan upaya khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at juga untuk

mengetahui respon jamaah jum’at terkait dengan khutbah yang disampaikan oleh

khatib.

E. Telaah Pustaka

Beberapa hasil dari penelitian terdahulu peneliti tuangkan sebagai bahan

perbandingan dan tambahan agar penelitian ini terarah, tidak jauh dari konteks

yang diinginkan sehingga sesuai dengan permasalahan pada fokus penelitian. Hal

ini peneliti lakukan agar penulisan skripsi ini memiliki bobot dan dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Adapun hasil dari penelitian terdahulu

yang telah dituangkan dalam bentuk skripsi antaralain:


10

1. Muhamad Anom, 2014 meneliti tentang “Eksistensi Muhadharoh Usbu’iya

dalam mencetak Da’i dan Da’iyah Profesional di Pondok Pesantren Nurul

Muhsinin Desa Batujai Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah”.

Adapun masalah yang diangkat yakni bagaimana eksistensi

muhadharoh usbu’iyah di Pondok Pesantren Nurul Muhsinin Desa Batujai

Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah, dan bagaimana peranan

serta apa saja faktor pendukung dan penghambat muhadharoh usbu’iyah di

Pondok Pesantren Nurul Muhsinin Desa Batujai Kecamatan Praya Barat

Kabupaten Lombok Tengah.9

Sementara penelitian yang ini adalah “profesionalisme khatib dalam

menyampaikan khutbah jum’at. Penelitian ini dilakukan di Masjid Nurul

Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah”. Adapun yang

menjadi subjek pada penelitian ini ialah Khatib yang ada di Masjid Nurul

Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah

sama-sama berbicara tentang profesional, dan masih dalam lingkungan

dakwah. Sementara perbedaannya disamping pada lokasi penelitian juga

terletak pada fokus penelitian yang mana dalam hal ini peneliti memfokuskan

pada profesionalisme khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at sementara

9
Muhamad Anom, “Eksistensi Muhadharoh Usbu’iyah Dalam Mencetak Da’i dan
Da’iyah Profesional di Pondok Pesantren Nurul Muhsinin Desa Batujai Kecamatan Praya Barat
Kabupaten Lombok Tengah”, (Skripsi IAIN Mataram, 2014)
11

peneliti terdahulu memfokuskan pada eksistensi muhadarah usbu’iyah dalam

mencetak da’i dan da’iyah yang profesional.

2. Hajjah Umawati, 2004 meneliti tentang “Peranan Khutbah Jum’at Dalam

Meningkatkan Ketaqwaan Jamaah Masjid Riyadlul Wardiyah di Desa

Kerandangan Kecamatan Batu Layar Lombok Barat”.

Adapun pada penelitian yang selanjutnya yang diangkat adalah

Bagaimana Peranan Khutbah Jum’at Dalam Meningkatkan Ketaqwaan

Jamaah Masjid Riyadlul Wardiyah Kerandangan dan Bagaimana Metode

Khutbah Para Khatib Dalam Meningkatkan Ketaqwaan Jamaah Masjid

Riyadlul Wardiyah Kerandangan serta Bagaimana Kesan Dan Respon Para

Jama’ah Masjid Riyadlul Wardiyah Desa Kerandangan Terhadap Khutbah

Yang Disampaikan Para Khatib.10

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

oleh Hajjah Umawati ialah masih sama-sama berbicara tentang khutbah

jumat. Sementara perbedaannya disamping pada lokasi penelitian juga terletak

pada fokus dimana peneliti terdahulu lebih memfokuskan pada pranan

khutbah jum’at dalam meningkatkan ketakwaan jamaah jum’at. Sementara

peneliti dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada profesionalisme khatib

dalam menyampaikan khutbah jum’at.

10
Hajjah Umawati, “Peranan Khutbah Jum’at Dalam Meningkatkan Ketaqwaan Jama’ah
Masjid Riyadlul Wardiyah di Desa Kerandangan Kecamatan Batu Layar Lombok Barat”, (Skripsi
IAIN Mataram, 2004)
12

3. Murniati, 2013. Meneliti tentang “Problematika Dakwah di pedesaan di

Majelis pengajian di Masjid Nurul Whatan Wakan Desa Wakan Kecamatan

Jerowaru Lombok Timur”.

Adapun masalah yang diangkat yakni, bagaimana problematika

dakwah yang dihadapi oleh majelis pengajian di Masjid Nurul Whatan Wakan

Desa Wakan Kecamatan Jerowaru Lotim serta bagaimana mengatasi

problematika dakwah Majelis Pengajian di Masjid Nurul Whatan Wakan Desa

Wakan Kecamatan Jerowaru Lotim.11

Sementara penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah

“profesionalisme khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at. Penelitian ini

dilakukan di Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok

Tengah”.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

oleh Murniati ialah terletak pada garis besarnya dimana masih sama-sama

berbicara seputaran tentang dakwah karena mengingat mimbar khutbah jumat

juga merupakan salah satu media dakwahyang hadir di tengah-tengah

masyarakat muslim. Sementara perbedaan penelitian ini disamping terletak

pada lokasi juga terletak pada fokus dimana pada penelitian yang dilakukan

oleh Murniati lebih menekankan pada problematika dakwah di pedesaan dan

bagaimana solusi dalam menghadapi problematika tersebut. Sementara pada

11
Murniati, “Problematika Dakwah di Pedesaan di Majelis Pengajian di Masjid Nurul
Whatan Wakan Desa Wakan Kecamatan Jerowaru Lombok Timur”, (Skripsi IAIN Mataram, 2013)
13

penelitian ini lebih menitik beratkan pada profesionalisme khatib dan bagai

mana upaya mencapai profesionalismenya dalam menyampaikan khutbah

jum’at.

F. Kerangka Teoretik

1. Profesionalisme Khatib

a. Pengertian Profesi

Rasulullah SAW pernah bersabda

.‫ قال النبي صلى هللا عليه وسلم ِإَذ ا ُو ِّسَد اَأْلْم ُر ِإَلى َغ ْيِر َأْه ِلِه َفاْنَتِظ ِر الَّساَع َة‬: ‫عن أبى هريرة رضي هللا عنه قال‬
)‫(رواه البخاري‬
Artinya,

“Apabila urusan telah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka

tunggulah datangnya Hari Kiamat (kehancuran)” (Rawahul Bukhari).”12

Profesi pada hakikatnya adalah sikap yang bijaksana yaitu

pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemampuan,

teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribadian tertentu.

Volmers dan Milles, Mc Cully, dan Diana W. Kommers dalam

bukunya Martinis Yamin Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia

mereka sama-sama mengartikan bahwa:

pada dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan


intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan
menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga
keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia

12
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Byrut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1992), Jilid 1, h. 26.
14

dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran,


upah, dan gaji.13

Berbagai pengertian profesi di atas menimbulkan makna, bahwa

profesi yang disandang oleh seorang khatib, adalah suatu pekerjaan yang

membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, untuk

menciptakan masyarakat yang memiliki prilaku sesuai dengan yang

diharapkan.14

b. Pengertian Profesional

Menurut Ramayulis dalam bukunya Profesi dan Etika Keguruan

professional dapat diartikan sebagai kata yang menunjuk pada dua hal.

Pertama orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang

profesional” kedua penampilan seorang dalam melakukan pekerjaannya

yang sesua dengan profesinya.15

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia professional

diartikan sebagai keahlian yang memerlukan kepandaian khusus untuk

melaksanakannya dan meng haruskan adanya pembayaran untuk

melaksanakannya.16

c. Profesionalisme

13
Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Ciputat: Reperensi (GP
press Group), 2013), h. 20.
14
Ibid., h. 20.
15
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h. 28-29.
16
Umi Chulsum & Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kashio,
2014), h. 549
15

Profesionalisme berasal dari kata “Profess” yang menunjukkan

pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung

jawab dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teoretik tidak

bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan

untuk itu.17

Freidson menjelaskan dalam bukunya Syaipul Sagala,

Administrasi Pendidikan Kontemporer bahwa profesionalisme adalah

sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karir. Profesionalisme

tidak dapat dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat, atau

semacamnya tetapi benar-benar dilandasi oleh pengetahuan semacam

akademik.18

Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian

tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya

diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.

Terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam tugas

profesional sebagai mana dikemukakan oleh Houton dalam bukunya

Muzayyin Arifin Kapita Selekta Pendidikan Islam sebagai berikut:

1) Menguasai seperangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan

kekhususan (spesialisasi).

17
Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicitra Karya
Nusa, 2000), h. 95.
18
Syaipul Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2006), h.
195-199.
16

2) Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat di mana

kebanyakan orang tidak memiliki skill tersebut, yaitu skill sebagian

merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar.

3) Memenuhi syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam

plaksanaan tugas dilihat dari segi waktu dan cara kerja.

4) Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam

profesinya selama hidupnya, dan tidak menjadikan profesinya sebagai

batu loncatan ke profesi yang lainnya.

5) Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil

pengalaman yang teruji.19

Jadi profesionalisme tidak lain adalah merupakan seperangkat

alat atau bekal yang sangat dibutuhkan bagi seorang khatib yang akan

menunjang kesuksesan atau keberhasilannya dalam menjalankan

tugasnya sebagai salah satu juru dakwah.

2. Khutbah Jum’at

a. Pengertian Khutbah Jum’at

Menurut Rifai seperti yang dikutip Hajjah Umawati, dalam

sekripsinya khutbah Menurut syara’ berarti “peringatan” yakni peringatan

agar orang-orang mau bertaqwa dan berbuat kebaikan serta menjauhi

perbuatan yang munkar. Sedangkan menurut pendapat lain, Khutbah

19
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.
158.
17

Jum’at adalah perkataan yang mengandung mau’izhah dan tuntutan ibadah

yang diucapkan oleh khatib dengan syarat yang telah ditentukan syara’

yang diutarakan sebelum melaksanakan shalat jum’at.20

Kedua difinisi di atas memberikan pemahaman bahwa khutbah

jum’at adalah panggilan, ajakan, baik pada diri sendiri maupun orang lain

menuju kepada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah kepada yang

munkar. Seruan dan ajakan tersebut tentunya mempunyai tujuan berupa

keterangan-keterangan yang jelas sebagai pedoman dalam mencapai

kebahagiaan dunia dan akhirat.

Terkait dengan uraian di atas, Allah SWT berfirman dalam Al-

Qur’an Surah Ali-Imran ayat: 110 menegaskan.

       


         
      

Artinya:

“kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar dan
beriman kepada Allah sekiranya Ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik
bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan merelka
adalah orang-orang yang fasik”.21
Al-Qur’an juga secara jelas menyeru kepada setiap muslim untuk

menyerukan manusi ke jalan Tuhannya dengan cara bijaksana, dengan


20
Hajjah Umawati, “Peranan Khutbah Jum’at Dalam Meningkatkan Ketaqwaan Jamaah
Masjid Riyadlul Wardiyah Desa Kerandangan Kecamatan Batulayar Lombok Barat, (Skripsi, FDK
IAIN Mataram, Mataram, 2004), h. 5.
21
QS. ali-Imran [3]: 110. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tafsir Perkata,
(Tanggerang: Kalim, 2010), h. 65.
18

nasihat yang baik dan argumen yang logis. Khutbah merupakan rangkaian

yang tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan shalat jum’at karena khutbah

termasuk menjadi rukun dalam shalat jum’at. Oleh karnanya khutbah

hendaknya didengarkan dengan tenang, penuh perhatian, agar dapat

memperoleh manfaatnya sebab situasi pada saat pembacaan khutbah jum’at

merupakan situasi ibadah bukan situasi khutbah.

Dalam bukunya Alwisral, Strategi Dakwah, dikatakan Rasulullah

dalam menguraikan khutbah jum’at melakukan beberapa kebijaksanaan

yang harus menjadi perhatian bagi setiap khatib. Kebijaksanaan itu dapat

diperinci menjadi empat bagian yaitu:

1) Pengantar

Sebelum Rasulullah menyampaikan khutbah, terlebih dahulu

beliau mengemukakan serangkaian pengantar yang terdiri dari

beberapa pengantar yang terdiri dari beberapa macam yaitu:

a) Memberi peringatan

Rasulullah SAW lebih dahulu memasuki masjid memberi

salam kepada para jamaah, dan beliau menghadap kepada mereka.

Kemudian memberikan peringatan. Adapun peringatan-peringatan

beliu berisikan di antaranya:


19

(1) Keutamaan hari Jum’at

Keutamaan hari Jum’at ini memang sangat perlu disampaikan

guna lebih menambah semangat dan gairah dalam

menghidupkan ibadah-ibadah jum’at.

(2) Seruan supaya segera mendatangi jum’at

Segera datang ke masjid untuk melaksanakan ibadah jum’at

sangat penting untuk diperingatkan yaitu agar lebih hati-hati

untuk menjaga fadhilah atau keutamaan jum’at.

(3) Peringatan tentang hukum shalat jum’at

Hukum shalat jum’at adalah berdasarkan Qur’an Surat al-

Jumu’ah ayat: 9

        


           

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bila kamu dipanggil untuk


mengerjakan shalat pada hari jum’at hendaklah cepat
mengigat Allah dan tinggalkanlah jual beli jika kamu
mengetahui.”22

Berdasarkan ayat di atas dapatlah diambil suatu

kesimpulan bahwa hukum shalat jum’at adalah wajib bagi laki-

laki muslim, kecuali budak, wanita, anak-anak dan orang sakit.

22
QS. al-Jumu’ah [62]: 9. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tafsir Perkata, (Tanggerang:
Kalim, 2010), h. 555.
20

Apabila sudah tiga kali tidak melaksanakan shalat jum’at secara

berturut-turut maka Allah akan menutup hati seorang muslim

tersebut.

b) Muqaddimah

Setelah mengemukakan peringatan, lantas Rasulullah naik

mimbar dan menghadapkan mukanya kepada jamaah jum’at serta

memberi salam. Setelah memberi salam lalu Rasulullah duduk dan

Bilal lansung mengumandangkan azan. Selesai azan Rasulullah

berdiri dan lansung memulai khutbah dengan mengutarakan

muqaddimah yang terdiri dari:

(1) Hamdalah

(2) Syahadat

(3) Shalawat

c) Wasiat

Ucapan hamdalah, syahadat dan shalawat itu merupakan

muqaddimah khutbah. Kemudian Rasulullah mengutarakan

wasiat, agar para hadirin bertaqwa kepada Allah.

d) Membaca ayat Al-Qur’an


21

Ayat-ayat Al-Qur’an yang akan dibaca itu dipandang baik

sekali. Sekiranya yang akan dibaca itu bekal yang akan jadi

argument nanti bagi isi khutbah, dan juga ada baiknya kalau

diiringi dengan bacaan-bacaan hadits yang ada hubungannya

dengan ayat yang akan dibacakan.23

2) Isi (maudhu’)

Setelah selesai mengemukakan pengantar dengan segala

bagian-bagiannya, maka Rasulullah mulai mengutarakan isi khutbah

yang terdiri dari tiga bagian:

a) Judul

Rasulullah pada prinsipnya dalam memilih judul ini adalah

dari masalah yang kira-kira masih hangat, maksudnya yang masih

ramai dibicarakan orang. Misalnya dalam musim paceklik,

Rasulullah mengutarakan keutamaan bersedekah, dan kalau

Rasulullah berhadapan dengan orang-orang yang baru masuk Islam

Rasulullah mengutarakan masalah “Keimanan”.

Hal yang demikian perlu dicontoh oleh setiap khatib, sebab

sesuatu yang masih hangat-hangatnya dibicarakan oleh

masyarakat, itu yang dijadikan sebagai bahan khutbahnya sudah

barang tentu akan semakin cepat menggugah perhatian jamaah

jum’at.
23
Alwisral, Strategi Dakwah, h. 166-174.
22

b) Materi

Sebagai materi khutbah jum’at umumnya Rasulullah

banyak mengemukakan ayat-ayat Al-Qur’an. Ummu Hisyam

menerangkan bahwa dia dapat menghafal surat Qaaf karna

Rasulullah sering mengutarakannya dalam khutbah jum’at. Dari

kebiasaan Rasulullah senantiasa menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an

sebagai landasan dari keterangan-keterangan Rasulullah.

Hal tersebut perlu dijadikan sebagai landasan, bahwa bagi

seorang khatib haruslah menyampaikan keterangan-keterangan

selalu diiringi dengan salah satu ayat Al-Qur’an kemudian

didukung oleh hadits dengan tujuan agar jamaah jum’at cepat

yakin dan khatibnya akan terlepas dari segala macam tuntutan.

c) Interupsi

Interupsi maksudnya membicarakan suatu hal yang lain.

Hal ini berlaku jika suasana menghendaki, kadang-kadang

memang berbuat demikian dalam khutbahnya. Pernah terjadi suatu

pristiwa di kala Rasulullah sedang berkhutbah tiba-tiba Salik Al-

Gathafany datang terlambat, lansung masuk ke masjid dan terus

duduk mendengarkan khutbah, maka Rasulullah SAW spontan

memperingatkan Salik supaya dia mengerjakan shalat sunnat

tahiyat masjid.24
24
Ibid., h. 175-176.
23

3) Penutup

Setelah mengutarakan pengantar dan isi dengan segala

perincianya, Rasulullah mengakhiri khutbahnya itu dengan

mengutarakan “khatimah “ yang berisikan istighfar dan do’a.

4) Khutbah II

Setelah mengemukakan khutbah pertama, Rasulullah duduk

sebentar, beristirahat kemudian beliau berdiri dan mulai

menyampaikan khutbah II yang sama dengan khutbah pertama, hanya

saja Rasulullah tidak memberi peringatan lagi. Jadi langsung

muqaddimah. Khutbah ke II berisikan maudhu’ dan khatimah yang

berisikan kesimpulan dari isi khutbah pertama dan penutup yang

berisikan do’a.25

b. Perbedaan Antara Dakwah Tabligh dan Khutbah

Perbedaan antara dakwah, tablig dan khutbah sudah barang tentu

pasti ada, untuk lebih memperjelas pengetahuan terkait dengan perbedaan

istilah-istilah di atas maka dibawah ini peneliti hadirkan definisi dari

masing-masing istilah tersebut.

1) Dakwah

Jika ditilik dari segi bahasa (etimologi), maka dakwah dapat berarti
memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong ataupun
memohon. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah merupakan

25
Ibid., h. 176-177.
24

bentuk masdar dari kata kerja da’a, yad’u, da’watan, yang berarti
memanggil, atau mengajak.26

2) Tabligh

Secara lughah tabligh berasal dari bahasa Arab, dia

merupakan mashdar dari kata ballagha, lengkapnya ballagha-

yuballigha tablighan dengan terjemahan penyampaian.

Secara istilah dapat dikemukakan oleh beberapa ahli seperti

yang terdapat dalam bukunya Alwisral Strategi Dakwah adalah

sebagai berikut:

a) Buya Hamka

Pada zaman yang sudah-sudah belum lagi popular pemakaian


kata-kata dakwah yang banyak dipergunakan adalah kata-kata
tabligh. Kata dakwah dan tabligh itu hampir sama artinya, tapi
yang pasti kata dakwah itu lebih umum dari semata-mata tabligh.27

b) Mahfuz Syamsul Hadi

Tabligh diambil dari kata-kata bhallagha-yuballighu tabhllighan


yang berarti menyampaikan. Jadi tabligh ialah menyampaikan
ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan sunnah kepada
ummat manusia.28

c) Farid Ma’ruf Nur

“Tabligh yakni penyampaian ajaran Islam dengan Lisan dan

tulisan, hal ini mengigat istilah tabligh lebih dahulu dan popular

dari istilah dakwah.”29


26
Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i, (Jakarta:
Amzah, 2008), h. 17.
27
Alwisral, Strategi Dakwah, h. 109.
28
Ibid., h. 110.
29
Ibid.
25

3) Khutbah

Menurut syara’ khutbah berarti “peringatan” yakni peringatan

agar orang-orang mau bertaqwa dan berbuat kebaikan serta menjauhi

perbuatan yang munkar. Sedangkan menurut pendapat lain, Khutbah

Jum’at adalah perkataan yang mengandung mau’izhah dan tuntutan

ibadah yang diucapkan oleh khatib dengan syarat yang telah

ditentukan syara’ yang diutarakan sebelum melaksanakan shalat

jum’at.30

Dari ketiga definisi di atas dan keterangan sebelumnya, maka

dakwah dan tabligh itu kalau dibandingkan antara keduanya

mempunyai kesamaan, akan tetapi dakwah lebih luas dan umum

sifatnya daripada tabligh. Hanya saja perbedaannya pada media atau

sarana dimana media dakwah lebih luas atau lebih banyak, sementara

tabligh sarananya terbatas yakni melalui lisan dan tulisan saja.

Sementara itu khutbah sarananya tentu lebih terbatas lagi seperti

misalnya, hanya melalui Mimbar khutbah jumat, harus pada hari

jum’at dan sudah memasuki waktu shalat.

c. Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Berkhutbah

Selain itu dikarnakan khutbah jum’at jauh berbeda dengan

ceramah-ceramah atau pidato lainnya, maka dia sangat terikat dengan hal-

30
Hajjah Umawati, “Peranan Khutbah Jum’at Dalam Meningkatkan Ketaqwaan Jamaah
Masjid Riyadlul Wardiyah Desa Kerandangan Kecamatan Batulayar Lombok Barat, (Skripsi, FDK
IAIN Mataram, Mataram, 2004), h. 5.
26

hal yang perlu diperhatikan oleh seorang khatib demi untuk kesempurnaan

khutbah. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Syarat-syarat khutbah

a) Berdiri bagi yang mampu, karena meneladani sunnah Nabi.

b) Menggunakan bahasa Arab pada rukun-rukun khutbah.

c) Setelah matahari tergelincir, maksudnya khutbah jum’at dilakukan

pada waktu Zuhur sebelum shalat Jum’at.

d) Duduk di antara dua khutbah dengan tuma’ninah.

e) Khutbah terdengar oleh minimal 40 orang ahli Jum’at.

f) Muwalah (berturut-turut) antara dua khutbah, juga antara khutbah

dan shalat.

g) Khatib suci dari hadats dan najis baik badan pakaian maupun

tempat serta menutup aurat.31

2) Rukun-rukun khutbah

a) Memuji Allah dengan Alhamdulillah.

b) Membaca selawat untuk Nabi dalam masing-masing khutbah.

c) Berwasiat atau menasihatkan agar bertaqwa kepada Allah di

masing-masing khutbah, dan tidak tidak mesti menggunakan kata-

kata “wasiat”. Karna itu cukuplah dengan menggucapkan Ati’ullah

(taatlah kepada Allah).


31
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, (Jakarta: Almahira, 2010), h. 369.
27

d) Membaca ayat Qur’an dalam salah satu khutbah, namun yang lebih

utama ialah dalam khutbah pertama.

e) Membaca do’a bagi kaum Mukminin dan Mukminat, khusus dalam

khutbah kedua demikian pendapat syafi’iyah.32

3) Sunnah-sunnah khutbah

a) Khutbah diucapkan di atas mimbar.

b) Khatib hendaknya mengucap salam setelah berdiri di atas mimbar.

c) Khatib hendaknya duduk ketika adzan dikumandangkan oleh bilal.

d) Khatib hendaknya memegang tongkat dengan tangan kirinya.

e) Khatib hendaknya menyampaikan khutbahnya dengan suara yang

baik, sehingga mudah dipahami dan diambil manfaatnya oleh para

hadirin.

f) Khatib hendaknya tidak memperpanjang khutbahnya.

g) Khatib hendaknya mengeraskan suaranya, sehingga dapat

terdengar oleh jamaah melebihi yang wajib.33

d. Beberapa Yang Harus Dihindari Dalam Berkhutbah

Khutbah jum’at itu jauh lebih berbeda dengan ceramah-ceramah

lainnya dia sangat terikat kepada peraturan-peraturan tertentu. Untuk itu

selain hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang khatib demi

32
Zeid Husein Al-Hamid, Salat Empat Mazhab, (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
2008), h. 360-363.
33
Achmad Sunarto, Khutbah Jum’at Panduan Hidup Muslim, (Surabaya: Karya Agung),
h. 8.
28

kesempurnaan khutbah, ada beberapa hal yang juga harus dihindari bagi

setiap khatib dalam plaksanaan khutbah di antaranya:

1) Khutbah jangan terlalu panjang.

2) Dilarang memancing tawa dan keributan.

3) Mengemukakan masalah khilafiah. Sebab masalah khilafiah itu

menghendaki pemecahan serta menghendaki waktu yang panjang.

e. Sosok Khatib Yang Ideal

Dalam pembicaraan mengenai khatib yang ideal alangkah

baiknya peneliti menguraikan apa yang dimaksud dengan ideal “ideal”

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “sesuai dengan

yang dikehendaki.”

Sosok khatib yang ideal merupakan sosok khatib yang memiliki

kepandaiyan memanpaatkan kesempatan yang ada untuk memikat

perhatian jamaah jumat baik dengan wibawanya, keperibadian yang

memancarkan pantulan cahaya akhlak yang mulia, kredibilitasnya sebagai

tokoh panutan, kekayaan rohani, kehalusan perasaan dan kebesaran

jiwanya. Apabila perasaaan yang halus dan pemikiran yang bijak suddah

mendasari jiwa khatib dalam menyampaikan khutbahnya, sehingga

membawa pengarauh kejiwaan bagi para jamaah, maka khutbah tersebut


29

akan mampu mendatangkan rasa simpati dan memancarkan pesona kepada

para jamaah.34

f. Pemilihan Topik dan Tema

Materi khutbah akan sangat menarik apabila ia bisa mencerminkan

keinginan dan kepentingan jamaah. Untuk itu khatib harus pandai-pandai

memilih topik dan tema yang tepat dan tentunya juga dibutuhkan adanya

keluasan wawasan dan latar belakang pengetahuan sang khatib tentang

topik yang dipilihnya itu35

g. Bobot Materi

Memang, dalam khutbah jumat hendaknya khatib cukup

membawakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis yang berisi peringatan,

anjuran dan larangan-larangan agama, kemudian diurai dengan bahasa

yang sederhana sesuai dengan tingkat kecerdasan jamaah dan situasi

masyarakatnya, tanpa harus dilengkapi kajian-kajian ilmiah yang

mendalam. Namun, meski pada asaalnya penyampaian khutbah itu sudah

dibiasakan sederhana dan singkat saja, tetapi guna mengimbangi

perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan taraf kehidupan ummat

maka bentuk nasihat, fatwa dan pesan-pesan keagamaan yang ada dalam

khutbah dapat saja dipertajam dengan gagasan atau pemikiran pemikiran

actual yang berkaitan dengan pemecahan problem kontemporer.36


34
Achmad Suyuti, Jadilah Khatib yang Kreatip dan Ideal, (Jakarta: Pustaka Amani,
1995), h. 8-9.
35
Ibid, h. 17
36
Ibid, h. 17-18.
30

h. Fokus

Materi khutbah selain harus diperhatikan pemilihan tema dan

judulnya agar sesuai dengan situassi dan kondisi jamaah, juga harus benar-

benar terfokus. Bukankah khutbah yang dikehendaki oleh jamaah tentu

khutbah yang efektif dan efisien, yang padat dan mengena sasaran. Tidak

yang panjang dan bertele-tele dan melantur-lantur, sehingga tidak

mengarah pada satu topik yang jelas. Khutbah yang jelas dan mengena

sasaran, bukan berarti harus panjang lebar uraiyannya.

Dalam kenyataannya khutbah yang dikatakan jelas, justru

khutbah yang sederhana, padat isinya dan terfokus. Malahan

makinterfokus suatu khutbah pada suatu pokok persoalan, akan semakin

memudahkan jamaah untuk menangkap pesan-pesan khutbah dan semakin

mudah terekam dalam benak jamaah.37

i. Dialogis

Khutbah akan lebih mencapai hasil seperti diharapkan, jika isi

dan pesan-pesan kutbah yang dibawakan oleh khatib tidak menimbulkan

dikotomi (duakonsep yang saling bertentangan) yang cenderung

memisahkan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Khutbah

yang materinya sesuai dengan konteks perkembangan zaman, dan peduli


37
Ibid, h. 18-19.
31

terhadap problem kontemporer, tentu akan bisa mempertemukan

hubungan agama, ilmu dan teknologi secara harmonis.

Hanya yang menjadi persoala adalah, sejauh mana kemampuan

para khatib untuk dapat meyakinkan jamaah, tentang hakikat

keharmonisan hubungan agama, ilmu dan teknologi yang sudah berabad-

abad tidak dipertemukan itu. Karenanya pendekatan khutbah yang

dialogis, yang bersifat terbuka dan komunikatif, merupakan salah satu

kebutuhan utama khutbah di abad modern ini. Khutbah yang dialogis

menuntut cara berkhutbah yang tidak lagi bersifat searah.38

j. Gaya Bahasa

Bahasa dalam khutbah sangat penting, artinya untuk memikat

perhatian para jamaah. Susunan bahasa yang indah dan bisa member kesan

puitis akan memiliki kelebihan tersendiri. Namun bahasa yang indah baru

akan punya makna yang besar, apabila ia dibawakan oleh khatib yang

menguasai intonasi dan vocal yang memenuhi persyaratan. Bisa saja

terjadi, khatib yang memiliki bahasa yang indah tapi tidak kuasa memikat

jamaah, disebabkan ia mengucapkannya dengan vocal yang lemah dan

intonasi yang monoton, tanpa ada variasi tinggi rendahnya suara.39

k. Teknik Suara

38
Ibid, h. 19-20.
39
Ibid, h. 22.
32

Dalam plaksanaannya khatib harus menguasai hal-hal yang

secara teknik harus diperhatikan, suara, sikap, penampilan dan cara

penyampaiyan. Perlu dimaklumi, para jamaa umumnya cepat tertarik

kepada penampilan khatib yang memiliki suara empuk dan enak didengar.

Apalagi suara yang nada dan kecepatannya teratur dan berirama, tentu

akan enak didengar dan sangat memudahkan jamaah untuk memahami

isinya. Sebaliknya jamaah akan cepat bosan, jemu dan mengantuk, bila

suara sang khatib dirasakan sumbang iramanya, tidak serasi nadanya dan

monoton.40

l. Gaya Retorika Khutbah

Sebagaimana dalam pemakaian bahasa seorang khatib dapat

memilih berbagai macam gaya bahasa diantaranya ialah gaya berkhutbah

dengan tidak menggunakan tekanan, dan tanpa irama suara tinggi rendah,

atau yang bisa disebut gaya bayak. Gaya khutbah semacam ini pasti akan

menghasilkan corak khutbah yang datar dan terasa dingin, kurang menarik

dan tidak efektif. Ada lagi tipe khutbah gaya klasik. Yaitu dengan

menggunakan laggu dan irama yang khas, tapi bersipat monoton, polos

dan tanpa variasi.

Disamping itu ada gaya berkhutbah yang dikenal sebagai gaya

sentimentil. Yaitu khatib dengan cerdasnya dapat memancing perasaan

para hadirin dengan gaya bicaranya yang penuh perasaan, dan dapat
40
Ibid, h. 29-30.
33

membangkitkan emosi kejiwaan. Dan ada juga gaya berkhutbah yang di

sebut dengan istilah gaya agitator. Yaitu gaya para pemimpin massa yang

cenderung bersifat politis.41

m. Adab Mengutarakan Khutbah

Khutbah harus diutarakan dalam bentuk percakapan bukan dalam

bentuk bacaan. Oleh sebab itu harus diperhatikan tata tertib dalam

menyampaikan khutbah diantaranya:

1) Pakaian

seharusnya berpakaian yang pantas dan sopan, sesuai dengan

kebiasaan suatu daerah tempat ia berkhutbah.

2) Raut muka

Setelah dirangsang melalui pakaian, jamaah mengarahkan perhatian

kepada raut muka atau wajah khatib pada waktu naik mimbar.

3) Kewibawaan

Kewibawaan harus dijaga sebaik mungkin agar jamaah terfokus

perhatiannya terhadap materi yang disampaikan.

4) Menguasai bahan

Materi yang akan disampaikan oleh khatib dan juga harus sesuai

dengan rukun khutbah.

5) Suara

41
Ibid, h. 32-33.
34

Dalam menyampaikan khutbah, khatib harus menjaga suaranya agar

kedengaran lembut dan menyenangkan. Jangan terlalu keras dan juga

jangan terlalu lembut sehingga tidak kedengaran oleh jamaah.

6) Potongan-potongan kalimat

Yang dimaksud dalam masalah ini adalah khatib harus hati-hati

memperhatikan potongan-potongan kalimat di atas ia harus berhenti

sebagai koma, di mana pula titik, tanda tanya dan sebagainya. Khatib

harus mengingat bahwa kesalahan dalam menempatkan koma dan titik

akan mengakibatkan kalimat kedengaran janggal sekali. Atau mungkin

sampai membuat jamaah tertawa.

7) Pertanyaan

Sesuatu yang perlu diperhatikan seorang khatib bahwa dalam

berkhutbah tidak boleh mengajukan pertanyaan kepada jamaah,

misalnya apakah saudara sudah mengerti?, sebab pertanyaan itu tidak

pada tempatnya diajukan di saat berkhutbah.

8) Berlaku adil

Khatib harus memperhatikan jamaah dengan adil. Untuk itu ia harus

mengarahkan perhatiannya ke sana ke mari silih berganti dan jangan

sampai memandang ke satu pihak saja. Khatib harus sadar, bahwa

seluruh jamaah mengarahkan pandangan kepadanya. Dan akan merasa

kecewa kalau di antara mereka ada yang hanya dapat melihat

telinganya saja.
35

9) Suasana kesatuan

Khatib sangat dikehendaki agar menciptakan suasana kesatuan antara

dia sendiri dengan para jamaah dan antara jamaah sesama mereka

melalui khutbahnya itu. Khatib tidak boleh membuka front dan jamaah

di front lain. Misalnya khatib merasa tidak pernah berdosa sedangkan

para jamaah penuh dengan dosa. Khatib perlu ingat bahwa tugasnya

mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, mencari

kawan bukan mencari lawan, mempertemukan yang telah pecah dan

menghubungkan apa yang telah putus demi terciptanya rasa kesatuan

dan persatuan.42

G. Metode Penelitian

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia metode penelitian diartikan sebagai

cara mencari kebenaran dan asas-asas (sesuatu yang menjadi landasan berfikir

atau mengeluarkan pendapat, dasar yang dijadikan sebagai pedoman untuk

berbuat).43 Gejala alam, masyarakat atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu

tertentu.44 Atau secara sederhananya bisa disimpulkan, sebagai cara yang

sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan penelitian.

1. Pendekatan Penelitian

Melakukan sebuah penelitian merupakan suatu kegiatan mencari dan

mengumpulkan data sebanyak mungkin yang kemudian diolah dengan

42
Alwisral, Strategi Dakwah, h. 177-179.
43
Umi Chulsum, Kamus Besar, h. 62.
44
Ibid., h. 461.
36

pendekatan penelitian yang khusus, dalam penelitian ini peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif. Miles and Huberman dalam bukunya

Sugiyono Memahami Penelitian Kualitatif menyatakan bahwa yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif (mengurai kejadian).45

Hal ini menghendaki seorang peneliti harus terjun langsung ke

lapangan, guna untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun tulisan

agar menghasilkan data yang valid. Adapun pertimbangan peneliti

menggunakan penelitian ini adalah ingin mengungkap dengan jelas

bagaimana profesionalisme khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at di

Masid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di lapangan merupakan unsur penting (urgen) yang

harus dilakukan oleh peneliti, karena peneliti berperan sebagai instrument

kunci dan sekaligus sebagai pengumpul data dari subjek yang diteliti juga

untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terhadap apa yang

dibahas dan untuk memperoleh data dari objek penelitian tersebut. Oleh

karena peneliti menjadi inti di dalam mengadakan penelitian terjun ke

lapangan atau bertemu langsung dengan subjek, jawaban-jawaban atau

informasi yang diperoleh selanjutnya dicatat sebagai bahan dan isi dalam

45
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2015), h. 95.
37

penelitian ini, kehadiran peneliti semata-mata untuk mendapatkan data yang

akurat dan sewajarnya.

Selama hadir sebagai peneliti di lapangan, peneliti berusaha mencari

data sebanyak-banyaknya sesuai dengan data yang diperlukan dengan

menggunakan metode yang telah dipersiapkan, seperti observasi, wawancara

dan dokumentasi.

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang peneliti jadikan sebagai tempat melakukan

penelitian ini adalah Masjid Nurul Ashli Kekalek, Kecamatan Pringgarata

Lombok Tengah. Alasan yang menjadi pertimbangan peneliti sehingga

mengadakan penelitian di lokasi tersebut adalah dikarenakan Dusun Kekalek

adalah merupakan Dusun yanag letaknya cukup strategis karna tidak

terlampau jauh dari kecamatan Pringgarata sehingga untuk menjangkaunya

tidak terlampau sulit, dan juga dikarnakan penduduknya yang memiliki

tingkat kepedulian terhadap pengetahuan agama yang cukup tinggi. Hal ini

terbukti dari banyaknya penduduk yang menyerahkan anaknya untuk berguru

di berbagai pondok pesantren yang ada di Pulau Lombok Khususnya. Selain

itu tujuan peneliti memilih Dusun Kekalek sebagai lokasi penelitian adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana upaya khatib dalam memanfaatkan mimbar

khutbah jum’at untuk dijadikan sebagai salah satu sarana yang akan

memberikan solusi terkait denga permasalahan yang sedang dihadapi oleh


38

masyarakat Dusun setempat seperti yang pernah peneliti sebutkan dalam

bagian konteks penelitian.

b. Dusun kekalek adalah, merupakan salah satu Dusun yang banyak

memiliki anakmuda-anakmuda selaku alumni dari berbagai pondok

pesantren yang ada di Pulao Lombok. Namun alumninya cenderung

didiamkan tidak dimanfaatkan sebagai khatib mungkin atau muazzin pada

hari jum’at seperti Dusun-Dusun tetangga yang ada di sekitarnya.

4. Sumber Data

Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,

dapat peneliti angkat dari sumber-sumber data sebagai informasi. Sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah data primer berupa kata-kata, dan

tindakan, data skunder adalah merupakan data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain.46

a. Data Primer

Adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau yang

diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dalam

penelitian ini adalah khatib masjid Nurul Ashli dan jamaah jum’at.

b. Data Skunder

46
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2008), h. 157.
39

Adalah data tambahan yang berasal dari sumber terulis dan dari

buku-buku dalam hal ini buku khutbah yang dibaca oleh khatib Masjid

Nurul Ashli, data Dusun, jumlah penduduk, pengurus masjid Nurul Ashli

dan atau data-data yang berkaitan dengan daerah penelitian.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karna tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan

data.47 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik atau metode

pengumpulan data yang sesuai dengan pendekatan penelitian. Adapun metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Metode observasi adalah suatu metode penelitian untuk

mendapatkan data dengan melakukan pengamatan secara langsung pada

obyek penelitian dengan bantuan alat indra. Hal ini sejalan dengan apa

yang diungkapkan Burgin yang mengatakan bahwa “metode observasi

adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun

data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan”.48

Dalam penelitian ini peneliti mengamati secara langsung

mengenai proses pembacaan khutbah jum’at di Masjid Nurul Ashli

Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah.

47
Sugiyono, Memahami Penelitian, h. 62.
48
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmusosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 154.
40

b. Wawancara

Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau

lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau

sekelompok subjek penelitian untuk dijawab.49 Jadi sederhananya

wawancara adalah merupakan strategi utama dalam proses pengumpulan

data, yang dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan

kepada orang yang diwawancarai secara lansung.

Adapun metode wawancara ini dimaksudkan untuk mendapatkan

informasi terkait dengan bagaimana profesionalisme khatib dalam

menyampaikan khutbah di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek serta

bagaimana upaya khatib untuk meningkatkan profesionalisme dalam

menyampaikan khutbah jum’at di Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan

Pringgarata Lombok Tengah.

Pada plaksanaannya metode yang digunakan adalah wawancara

tak berstruktur, hal ini dimaksudkan agar peneliti bisa lebih bebas dalam

bertanya namun juga harus mengingat akan data apa saja yang

dikumpulkan.

Adapun pihak-pihak yang akan diwawancarai atau menjadi

informan antara lain:

1) Khatib Masjid Nurul Ashli Kekalek Pringgarata Lombok Tengah

49
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.
130.
41

2) Jamaah jum’at

3) Pengurus Masjid Nurul Ashli Kekalek Pringgarata Lombok Tengah

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan proses pengumpulan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen berupa buku, catatan, arsip, surat-

surat, majalah, surat kabar, jurnal, laporan penelitian dan lain-lain.50

Dalam penelitian ini, dokumen yang peneliti ambil berkaitan

dengan profesionalisme khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at di

Masjid Nurul Ashli Kekalek Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah,

profil khatib, buku khutbah yang dibacakan oleh khatib ketika berkhutbah,

dan profil Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lain sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat di informasikan kepada

orang lain.51

Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis data sebagai berikut:

50
Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), h. 91.
51
Ibid, h. 91-92.
42

a. Pengumpulan Data, sebelum melakukan reduksi data terlebih dahulu

peneliti melakukan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan

dokumentasi.

b. Reduksi Data, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya.

c. Penyajian Data, dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan

sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman menyatakan, yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat naratif.

d. Verifikasi, adalah merupakan analisis lanjutan dari reduksi data,

kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Tapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.52

Jadi dengan menggunakan empat langkah analisis data ini maka

peneliti lebih mudah menganalisis data untuk mendapatkan hasil yang valid

(sah) dan benar.

7. Pengecekan Keabsahan Data


52
Sugiyono, Memahami Penelitian, h. 91-99.
43

Untuk mendapatkan keabsahan data, maka diperlukan teknik

pemeriksaan data sebagai berikut:

a. Perpanjangan Pengamatan

Dengan memperpanjang pengamatan akan dapat meningkatkan

kredibilitas data. Dengan melakukan perpanjangan pengamatan berarti

peneliti kembali melakukan pengamatan. Dengan perpanjangan

pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber akan

semakin terbentuk, semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai

sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara

lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka

kepastian data dan urutan pristiwa akan dapat direkam secara pasti dan

sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat

melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu sah

atau tidak.

c. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kreadibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dan berbagai cara serta berbagai

waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, tehnik dan waktu.

1) Triangulasi Sumber, adalah menguji kredibilitas data dengan

mengecek data yang diperoleh dari beberapa sumber.


44

2) Triangulasi Data, adalah menguji kredibilitas data dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan cara yang berbeda.

3) Triangulasi Waktu, waktu juga sering mempengaruhi kridibilitas data.

Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada

saat nara sumber masih segar, akan dapat memberikan data yang lebih

valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian

kredibilitas dapat dilakukan dengan berbagai teknik seperti

wawancara, observasi dan yanglainnya serta dalam waktu yang

berbeda.53

Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah

triangulasi sumber. Triangulasi sumber ini dapat dilakukan dengan cara

membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan

membandingkan data hasil wawan cara dengan dokumen. Dengan cara ini

diharapkan informasi dapat diperoleh dengan mudah dan tidak mengalami

kesulitan dari lokasi penelitian sehingga data yang diperoleh benar-benar

akurat serta dapat dipertanggung jawabkan.54

53
Ibid., h. 122-127.
54
Muleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h.
181.
45

BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Untuk mengetahui dan memperoleh data tentang gambaran umum lokasi

penelitian, maka pada bagian ini penulis membahas tentang hal-hal yang

berkaitan dengan keberadaan lokasi penelitian. Hal-hal yang dimaksud antara lain

sebagai berikut.
46

1. Sejarah Berdirinya Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

Pada permulaan tahun seribu Sembilan ratus enam puluh satu (1961)

Masjid Nurul Ashli mulai dibangun diatas lahan suluas 40m² dengan

bangunan seluas 9m² ketika amak Irah (ALM) menjabat sebagai penghulu

Dusun Kekalek. Pada saat itu Masjid Nurul Ashli tidak hanya digunakan

sebagai sarana peribadatan seperti shalat jum’at dan salat lima waktu saja

melainkan juga digunakan sebagai pusat kegiatan keagamaan seperti

pembacaan AL-Barzanji atau dalam istilah masyarakat sasak kerap disebut

dengan istilah selakaran.

Kegiatan selakaran yang diadakan tidak hanya dijadikan sebagai

kegiatan mingguan yang hanya berpungsi untuk meramaikan Masjid saja

melainkan juga digunakan sebagai ivent atau acara untuk menggalang dana

yang mana pada saat itu masing-masing kepala keluarga dikenai duaratus

rupiah, dana yang terkumpul digunakan untuk membiayai kebutuhan masjid

seperti pembayaran aki dan sisanya di serahkan kepada bendahara masjid

bapak haji Muntaha (ALM) sebagai kas Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek.

Seiring dengan berjalannya waktu jumlah penduduk Dusun Kekalek

semakin bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhannya

akan luas bangunan masjidpun semakin bertambah, luas bangunan yang hanya

9m² pun sudah semakin sesak dan akhirnya tokoh-tokoh yang ada sepakat

untuk memperluas bangunan masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek.


47

Pada permulaan tahun seribu Sembilan ratus delapan puluh enam

(1986) masjid nurul Ashli kembali diperluas menjadi lebih kurang 23m²

dengan dana awal tiga puluh juta rupiah yang di kumpulkan dari sumbangan

masyarakat setempat yang mana masing-masing kepala keluarga dikenai lima

belas sampai tiga puluh lima ribu rupiah dan pembangunan Masjid Nurul

Ashli selesai pada permulaan tahun seribu sembilan ratus delapan puluh

delapan.55

2. Letak Geografis Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek Kec Pringgarata Lombok Tengah

memiliki lokasi yang cukup strategis sehingga mudah dijangkau oleh

kendaraan. Masjid Nurul Ashli terletak di pinggir jalan utama menuju Dusun

Murbaya. Adapun batasan wilayah yang dimiliki Masjid Nurul Ashli secara

lebih spesifik adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Lorong menuju pemukiman warga

b. Sebelah Selatan : Jalan utama menuju Dusun Murbaya yang juga dipenuhi

oleh pemukiman warga

c. Sebelah Timur : Lorong menuju pemukiman warga

d. Sebelah Barat : Pemukiman warga

3. Sarana dan Prasarana Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

55
Wawancara, Dengan Bapak Hamid, Selaku Tokoh Masyarakat Dusun Kekalek, tanggal
5 Mei 2017.
48

Sarana dan prasarana adalah merupakan suatu hal yang harus ada,

mengingat Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek adalah disamping sebagai

pusat peribadatan masyarakat setempat juga dijadikan sebagai pusat kegiatan

keagamaan dengan menimbang hal tersebut maka tanpa adanya sarana dan

prasarana segala kegiatan yang berkaitan dengan aktifitas peribadatan atau

keagamaan dimungkinkan akan terganggu.

Sarana dan prasarana yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam

proses menjalankan rutinitas ibadah maupun kegiatan keagamaan lainnya

dapat dilihat dari table dibawah ini.

Table 2.1

Sarana dan Prasarana Masjid Nurul Ashli Dusun

Kekalek56

No Sarana dan Prasarana Jumlah Keterangan


1. Mimbar Khutbah 1 Baik
2. Sajadah / Permadani 13 Cukup Baik
3. Beduk 1 Kurang Baik
4. Tempat Berwudhu 2 Baik
5. Sound Sistem 7 Baik
6. Penyejuk Ruangan 10 Baik
7. Gine set 1 Baik
Dari table di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang

tersedia di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek Kec Pringgarata Lombok

Tengah dapat dikatakan cukup baik dan layak untuk menunjang proses

peribadatan dan kegiatan atau ivent keagamaan lainnya.

56
Observasi, Pada tanggal, 19 Mei. 2017.
49

4. Profil Khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

Nama : Bapak Solinah

Ttl : Kekalek, 31 Desember 1960

Alamat : Dusun Kekalek Desa Murbaya Kec Pringgarta

Usia : 56 tahun

Pekerjaan : Disamping sebagai khotib Masjid Nurul Ashli juga

sebagai kiyai di Dusun Kekalek

Riwayat Pendidikan : pada usia ke tujuh mulai mengenyam pendidikan

sekolah dasar di SDN Murbaya hingga kelas tiga dan

hijrah ke SDN Pringgarata hingga menamatkan

pendidikannya di SDN tersebut. Selanjutnya bapak

Solinah melanjutkan pendidikannya ke Sekolah

Menengah Pertama Daerah atau SMPD pringgarata

hingga selesai. Besar niat bapak Solinah untuk

melanjutkan pendidikanya ke jenjang yang lebih

tinggi namun karna faktor ekonomi yang kurang

mendukung akhirnya bapak Solinah hanya bisa

bersekolah sampai di SMP daerah saja.57

Nama : Ust. Ramli

Ttl : Kekalek, 1 Juli 1964

57
Wawancara, Dengan Bapak Solinah, Selaku Khotib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek,
tanggal 13 Mei 2017.
50

Alamat : Dusun Kekalek Desa Murbaya Kec Pringgarata

Usia : 52 Tahun

Pekerjaan : disamping sebagai khatib Masjid Nurul Ashli Juga

sebagai Penghulu di Dusun Kekalek

Riwayat Pendiddikan : lebih kurang pada awal tahun 1972 di usia ke tujuh,

bapak Ramli mulai mengenyam pendidikan sekolah

dasar di SDN Murbaya hingga kelas empat dan tidak

sampai menamatkan pendidikan dasarnya. Setelah

cukup lama tidak bersekolah kemudian bapak Ramli

melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren

Attahiriah Alfadiliah Bodak Namun karena di

Pondok Pesantren tempat Bapak Ramli belajar belum

ada sekolah formal jadi di pondok bapak Ramli

hanya sebatas mengaji yang dalam istilah masyarakat

sasak lebih dikenal dengan istilah ngaji tokol atau

kaji duduk. Mulai dari sejak tahun 1979 sampi tahun

1982. Setelah itu bapak Ramli lebih memilih untuk

kembali ke kampung halaman dan tidak pernah lagi

melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih

tinggi.58

58
Wawancara, Dengan Bapak Ramli, Selaku Khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek,
tanggal 2 Juni 2017.
51

5. Karakteristik Masyarakat Dusun Kekalek

Sifat penduduk masyarakat Dusun Kekalek pada umumnya taat

menjalankan ajaran agama karna seluruh masyarakat Dusun Kekalek

beragama Islam. Penduduk Dusun Kekalek masih kental dengan budaya yang

masih murni, sebab kebudayaan tersebut sudah berlaku secara turun-temurun

seperti misalnya Ngamben dan Maleman.

Ngamben diambil dari asal kata Amin sebagai bentuk kesyukuran

Masyarakat atas anugrah yang telah diberikan oleh Allah SWT. Yang mana

kegiatan ini selalu diadakan ketika menjelang hari-hari besar islam seperti

Isra’ Mi’raj, pertengahan Bulan Sya’ban, malam pertama bulan Ramadhan,

malam terakhir bulan Ramadhan, hari raya ketupat dan pada malam hari raya

Idul Adha.

Sementara Maleman adalah merupakan kegiatan menyalakan lampu

yang kerap disebut oleh Masyarakat sekitar dengan sebutan dile jojor. Dile

Jojor ini dinyalakan pada malam-malam ganjil bulan Ramadhan yakni pada

malam ke 21 sampai malam ke 29 namun masyarakat Dusun Kekalek terlihat

lebih antusias untuk menyalakannya pada malam ke 29 hal ini dipercaya oleh

Masyarakat sekitar bisa menerangi jalan pulang kerabat yang sudah lebih

dahulu dipanggil menghadap kehadirat Rabbal alamin biasanya setelah dile

jojor dinyalakan lalu selanjutnya diletakkan di setiap sudut rumah bagian luar.

Disamping itu kegiatan menyalakan dile jojor juga dipercaya sebagai

bentuk perpisahan dengan mereka, bukan hanya itu saja bahkan bagi sebagian
52

masyarakat ada juga yang meletakkan dile jojor di bawah pohon-pohon yang

buahnya dapat dikonsumsi setelah terlebih dahulu dinyalakan menurut mereka

hal itu dilakukan agar pohon-pohon tersebut rajin berbuah.59

Secara garis besarnya Masyarakat Dusun Kekalek memiliki sifat-sifat

sebagai berikut:

a. Sifat tolong menolong yang cukup tinggi itu sangat nampak ketika ada

salah seorang dari warga yang terkena musibah.

b. Memiliki sifat gotong royong yang tinggi.

c. Berpegang teguh terhadap budaya dan kearifan lokal dalam

menyelesaikan masalah internal masyarakat.

TABEL 2.2

Data Jumlah Penduduk Dusun Kekalek60

No Nama Dusun Penduduk Penduduk Total KK


Pria Wanita Jumlah
1 Padamara - - - -
2 Murbaya - - - -
3 Kekalek 739 775 1514 456

59
Wawancara, Dengan Ibuk Endang, Warga Dusun Kekalek, tanggal 13 Mei 2017.
60
Dokumentasi, Propil Desa Murbaya Kecamatan Pringgarata, tanggal 17 Mei 2017.
53

4 Bertais - - - -
5 Dasan Baru - - - -
6 Repok Dasan - - - -
Baru

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang ada di

Dusun Kekalek untuk saat ini lumayan banyak, dan dari sekian banyak

penduduk yang ada keseluruhannya adalah merupakan ummat Muslim atau

beragama Islam. Sehingga hal itu tentu akan memberi keuntungan tersendiri

baik kepada masyarakat maupun pemerintah setempat terlebih dalam hal

bergotong royong membangun sarana ibadah dan mensukseskan kegiatan

keagamaan lainnya karna mengingat seluruh pendudu yang ada di Dusun

Kekalek adalah merupakan ummat Muslim.

6. Struktur Pemerintahan Dusun Kekalek

Adapun struktur pemerintahan yang ada di Dusun Kekalek adalah

sebagai berikut:

KADUS

PENGHULU KIYAI

PEKASIH

MARBOT
54

Gambar 2.1

Struktur Organisasi Pemerintahan Dusun Kekalek61

7. Struktur Organisasi Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

Adapun struktur organisasi pengurus Masjid Nurul Ashli Dusun

Kekalek Kec Pringgarata Lombok Tengah adalah sebagai berikut:

I. PELINDUNG PENASEHAT 1. Kepala Dusun Kekalek

2. Penghulu Dusun Kekalekhb

II. PENGURUS HARIAN

Ketua : 1. Ust. Ramli

Wakil Ketua : 2. Bapak Muhsan

Sekertaris : 3. Bapak Solinah

Wakil Sekertaris : 4. Khairul Amdi, S.Pd

Bendahara : 5. Ust. Ramli

61
Wawancara Dengan Bapak Solinah, Kiyai Dusun Kekalek, Pada tanggal 6 Mei
2017.
55

III. SEKSI-SEKSI

1. Seksi Pembangunan 1. Ust. Ramli

2. Bapak Sahlun

3. Bapak Solinah

4. Bapak Muhsan

2. Panitia hari besar Islam 1. Agus Hidayat, S.Pd.

2. Ifan Suhendri, S.Pd.

3. Khairul Amdi, S.Pd.

4. Iwajdi.

B. Frofesionalisme Khatib Dalam Menyampaikan Khutbah Jum’at di Masjid

Nurul Ashli Dusun Kekalek

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2017

dengan Bapak Solinah selaku khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

menyatakan:

Saya sendiri merasa masih kurang profesional namun dikarnakan adanya


dorongan semacam kewajiban bilamana akan tiba waktu shalat jum’at
sehingga apa yang saya sampaikan terkadang kurang sesuai dengan apa
yang diharapkan. Dikarnakan faktor ingatan yang kurang mendukung
mengigat usia saya sudah tidak lagi muda sehingga saya menyampaikan
khutbah dengan cara tidak meng hafal melainkan dengan cara membaca
langsung. Menurut pandangan kami seorang khatib niki (itu)
sesungguhnya perlu dan sangat perlu bahkan di saat era sekarang ini kan
sangat membutuhkan seorang khatib yang profesional. Namun karna
terkait oleh tugas sebagai khatib dalam hal ini tiang (saya) kan
pendidikan tiang (saya) rendah hal itupun pendidikan umum, namun
karna tuntutan atau kewajiban yang membuat kita sebagai hamba Allah
56

yang harus menyampaikan sesuai dengan kemampuan lah niki (seperti


itulah).62

Sementara itu, hasil wawancara yang peneliti dapatkan ketika

mewawancarai bapak Ramli pada tanggal 2 Juni 2017 yang juga sebagai khatib

di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek terkait dengan profesionalisme

menyebutkan bahwa:

Menjadi seorang khatib itu memang sangat dibutuhkan ke profesionalan


terlebih lagi dizaman modern seperti sekarang ini, hal itu di maksudkan
agar jamaah endekn jelap pendak atau tidak gampang bosan dengan
materi-materi yang disampaikan lek samping sakno (disamping itu)
tujuannya endah aden sak jamaah inikn paham lek ape sak tesampaiyan,
(juga agar jamaah bisa paham terhadap apa yang disampaikan) dait inikn
jelap terimak isik (dan juga bisa diterima oleh) jamaah jum’at, laguk lek
samping sakno khatib endah tetuntut (akan tetapi disamping itu khatib
juga dituntut) untuk meng hadirkan keteladanan aden sak endak nie doing
suruk dengan sementare nie endekn gawek ape sak sikn sampeyan. (agar
jangan khatib saja yang memerintahkan orang untuk mengerjakan
kebaikan sementara khatib sendiri tidak mengerjakan apa yang
diserukannya).63

Adapun hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan H. Sanusi

mengatakan:

Menurut tiang (saya) khatib kita niki (itu) letak kekurangannya pada tata
bahasanya, sehingga loek leman sak toak-toak niki sak kurang ngerti
leman lek ape sak sin sampean (banyak dari yang tua-tua yang kurang
mengerti dari apa yang disampaikan) oleh khatib niki (itu). Ye arak doang
unin tiang dengah niki leman sak toak-toak (ada sajak yang saya dengar
pernyataan semacam itu dari yang tua-tua). Sementara masalah
keprofesionalan tiang (saya) menilai khatib kita niki (itu) cukup
professional meski memang masih agak kurang. Sementara bakat, tiang
(saya) melihat khatib kita ada bakat tapi sayang bakat niki (itu) kurang
diasah sehingga cara menyampaikannya monoton atau barak niki-niki
62
Wawancara, dengan Bapak Solinah, selaku Khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek,
tanggal 13 Mei 2017.
63
Wawancara, dengan Bapak Ramli, selaku Khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek,
tanggal 2 Juni 2017.
57

doang nenten arak perubahan. Sementara dalam bersikap ketika


menyampaikan khutbah menurut yang tiang (saya) saksikan, sepanjang
menyampaikan khutbah khatib kita niki (itu) hanya sesekali melempar
pandangan kearah jamaah yang hanya ada di depannya saja tanpa pernah
melihat kea rah jamaah yang ada di kiri dan kanannya.64

Sementara hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan M. Hendri

Wahyudi salah seorang warga Dusun Kekalek yang menyatakan:

Terkait dengan profesionalisme, khatib kita masih kurang professional.


Letak kekurangannya bisa saya sebutkan misalnya intonasi, bahasa yang
masih kurang jelas ketika menyampaikan khutbah. Sementara dalam
menjalankan tugas sebagai seorang khatib masih kurang professional hal
ini dikarnakan latar belakang pendidikan yang kurang memadai, juga
dikarnakan kurang memamahami keadaan masyarakat sekitar sehingga
menurut hemat saya hal ini yang menyebabkan khatib kita kesulitan untuk
menentukan tema khutbah yang akan disampaikan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat sekitar. Sementara menurut saya menampilkan
tema-tema khutbah yang sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar itu
sangat penting untuk memancing perhatian jamaah jum’at memperhatikan
apa yang disampaikannya.65

Sementara itu, informasi yang peneliti dapatkan ketika mewawancarai

salah seorang pengurus masjid bapak Muhamad, menyatakan:

Khatib kita yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek masih kurang
professional dalam menyampaikan khutbah jum’at, karna saya melihat
khatib kita disini masih terlalu terpaku dengan teks khutbah yang ada
dibuku khutbah, saya tidak melihat adanya usaha untuk menyampaikan isi
khutbah dengan bahasanya sendiri sehingga hal ini yang menyebabkan
khatib kurang leluasa dalam menyampaikan khutbahnya dan masih belum
mampu bersikap adil ketika menyampaikan khutbah, adil dalam artian
sepanjang proses khutbah berlangsung hanya sesekali melempar
pandangan ke arah jamaah jum’at itupun hanya kearah jamaah yang ada
di depannya saja tanpa pernah melihat kearah jamaah jumat yang ada di
kanan dan kirinya. Dan saya juga mengira materi khutbah yang
disampaikan itu-itu saja, itu-itu saja bukan berarti hanya satu materi yang

64
Wawancara, dengan H. Sanusi, selaku Jamaah Jum’at, pada tanggal 26 April 2017.
65
Wawancara, dengan M. Hendri Wahyudi, selaku Warga Dusun Kekalek, tanggal 26
April 2017.
58

disampaikan, namun materi yang ada di satu buku khutbah saja yang
disampaikan selama ini tanpa pernah ada usaha untuk menyampaikan
materi dengan bahasanya sendiri.66

Adapun hasil waawancara yang peneliti lakukan dengan bapak H.

Sahabudin selaku pengurus Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek mengungkapkan:

Cara khatib dalam menyampaikan khutbah cukup baik, namun saya

melihat tidak adanya upaya untuk meningkatkan profesionalismenya

dalam menyampaikan khutbahnya. Dan materi khutbah yang disampaikan

masih kurang sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada di Dusun

Kekalek.67

Sementara hasil wawancara dengan saudara Ifan Suhendri S.Pd, selaku

warga Dusun Kekalek menegaskan pokal khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli

Dusun Kekalek sudah jelas, sementara letak kekurangannya pada kata penegasan

yang tidak ditemukan ketika khatib menyampaikan khutbahnya. Juga terlalu

terpaku dengan teks. Sementara dari sisi skill khatib kita memiliki skill yang

cukup baik hanya saja sangat disayangkan skill yang dimiliki tidak diasah

kembali sehingga hanya sampai disitu saja apa yang di miliki, dalam artian tidak

berupaya untuk mengembangkan skill nya sehingga pada akhirnya nanti manpu

tampil lebih baik lagi bahkan bisa tampil menyampaikan khutbah jumat meski

tanpa membawa teks.

66
Wawancara, dengan Bapak Muhamad, selaku Pengurus Masjid Nurul Ashli Dusun
Kekalek, tanggal 5 Mei 2017.
67
Wawancara, dengan Bapak H. Sahabudin, selaku Pengurus Masjid Nurul Ashli Dusun
Kekalek, tanggal 28 April 2017.
59

Lebih jauh lagi saudara Ifan menambahkan terkait dengan sikap khatib

ketika menyampaikan khutbah jumat masih kurang adil dalam bersikap, karna

sepanjang waktu menyampaikan khutbah khatib hanya sesekali melempar

pandangan kearah jamaah itupun hanya sebatas ke arah jamaah yang ada

didepannya saja. Juga beranggapan kalau khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli

Dusun Kekalek masih kurang menguasai materi khutbah yang disampaikan

sehingga hal itu yang memaksanya untuk bergantung atau tepaku dengan teks

yang ada di buku khutbah.

Bahkan saudara Ifan juga mengungkapkan kalau materi khutbah yang

disampaikan oleh khatib masih kurang sesuai dengan kondisi masyarakat Dusun-

Kekalek. Kedepannya dia berharap Khatib manpu menampilkan materi-materi

khutbah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.68

Untuk membuktikan kebenaran dari hasil wawancara yang peneliti

lakukan dengan para informan peneliti juga melakukan observasi, dimana dari

hasil observasi yang peneliti lakukan terlihat bahwa agaknya memang sejalan

dengan apa yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan

dengan beberapa informan selama melakukan penelitian.

Dimana banyak dari informan yang peneliti wawancarai memberikan

keterangan bahwa khatib di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek memang kurang

professional dalam menyampaikan khutbah jum’at. Hal ini peneliti buktikan

68
Wawancara, dengan Ifan Suhendri S.Pd, warga Dusun Kekalek, tanggal 12 Mei
2017.
60

ketika melakukan observasi, di mana peneliti menemukan cara khatib dalam

menyampaikan khutbahnya masih terlalu terpaku dengan teks yang ada di buku

khutbah, juga memang kurang adil dalam bersikap ketika menyampaikan

khutbahnya, karena sepanjang waktu berkhutbah khatib hanya sesekali melempar

pandangan kearah jamaah itupun hanya sebatas kearah jamaah yang ada di

depannya saja tanpa pernah melempar pandangan kearah jamaah yang ada di sisi

kiri dan kanannya.

Bahkan materi-materi khutbah yang disampaikan memang belum

sepenuhnya sesuai, tapi bukan berarti tidak sesuai dengan kondisi masyarakat

yang ada di Dusun Kekalek.69

Tidak hanya sampai disitu pada tanggal 5, 12, 19 Mei dan 2 Juni, peneliti

kembali melakukan observasi atau pengamatan terkait dengan profesionalisme

khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at, namun data yang peneliti dapatkan

masih tetap sama, dimana peneliti temukan cara khatib dalam menyampaikan

khutbahnya masih dengan cara yang sama yakni sepenuhnya membaca teks

khutbah mulai dari pembukaan isi dan penutup. Selain itu sikap khatib pun masih

tetap sama yakni masih kurang adil dalam bersikap terhadap seluruh jamaah

jum’at ketika sedang membacakan khutbahnya.70

C. Upaya Khatib Untuk Meningkatkan Profesionalismenya Dalam

Menyampaikan Khutbah Jum’at di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

69
Observasi, tanggal 14, 21, dan 28 April 2017.
70
Observasi, Tanggal 5, 12, 19 Mei dan 2 Juni 2017.
61

Adapun mengenai upaya khatib untuk meningkatkan profesionalismenya

dalam menyampaikan khutbah jumat sebagai mana hasil wawancara yang peneliti

lakukan dengan Bapak Solinah selaku khatib di Masjid Nurul Ashli Dusun

Kekalek menyatakan bahwa:

Sebagai seorang khatib sudah barang tentu sebelum tiba saat kita ber
khutbah tentu perlu sekali ada semacam persiapan-persiapan seperti
contoh menentukan judul, judul ini sesuai dengan bulan-bulan sak
mangkin niki (yang sekarang ini) seperti bulan Sya’ban tentu sekali
kelebihan-kelebihan amalan di bulan Sya’ban itu yang menjadi judul dan
selanjutnya tiang (saya) ber upaya untuk menyampaikan khutbah secara
singkat, tepat, jelas dan sederhana namun di samping itu tidak
mengurangi atau tidak keluar dari rukun-rukun khutbah yang sudah ada
saya kira seperti itu dan juga di sesuaikan dengan kondisi jamaah atau
masyarakat sekitar. Adapun mengenai persiapan-persiapan yang saya
persiapkan sebelum tampil atau sebelum naik ke atas mimbar atau diatas
podium tentu pertama persiapan mental dan dan mempersiapkan ayat-
ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan judul khutbah yang saya
sampaikan, seperti ayat atau hadits yang membahas tentang kelebihan
puasa sunnah di bulan Sya’ban ketika judul khutbahnya adalah kelebihan
berpuasa sunnah di bulan Sya’ban, atau kelebihan yang kita dapat dalam
hal memperbanyak membaca shalawat sesuai dengan anjuran baginda
Rasulullah SAW. Setelah itu saya juga melakukan persiapan materi
khutbah yang akan disampaikan semaksimal mungkin sehingga apa yang
disampaikan bisa diterima oleh jamaah jum’at dan yang sangat penting
adalah bagai mana mengkondisikan materi khutbah yang saya sampaikan
agar tidak memakan waktu terlalu lama dan tentu tidak terlalu sedikit
juga. Karena kalau terlalu panjang ada saja dari jamaah jum’at yang saya
dengar semacam ungkapan yang menyatakan khutbah yang disampaikan
terlalu panjang.71

Dari pernyataan bapak solinah diatas dapak kita lihat bahwa upaya yang

dilakukannya untuk meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang khatib,

sederhananya adalah sebagai berikut:

71
Wawancara, dengan Bapak Solinah Selaku Khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek,
tanggal 16 Mei 2017.
62

1. Menentukan judul khutbah yang akan disampaikan agar sesuai dengan situasi

dan kondisi masyarakat

2. Berupaya untuk menyampaikan khutbah secara tepat, singkat, jelas serta

sederhana dan tentunya dengan memperhatikan rukun-rukun khutbah yang

harus dipenuhi

3. Mempersiapkan mental sebelum tampil di mimbar khutbah

4. Mengkondisikan waktu

Sementara itu, hasil wawan cara peneliti dengan bapak Ramli yang juga

sebagai khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek menyebutkan tentang

upayanya, meningkatkan profesionalismenya dalam menyampaikan khutbah

jum’at adalah:

Seendetman (sebelum) tampil lek (di) mimbar khutbah untuk


membacakan khutbah jum’at hal sak tiang (yang saya) persipan untuk
menunjang ke profesionalan dalam menyampaikan khutbah jum’at sak
pertame tentuang judul khutbah aden sak sesuai kance (yang pertama
menentukan judul khutbah agar sesuai dengan) bulan misal tentang
keutamaan Bulan Ramadhan, lamun lek (kalau berkhutbah pada) bulan
Ramadhan, Hikmah Isra’ Mi’raj lamun lek bulan (kalau pada bulan)
Syawwal, dait berusahe (dan berusaha) menghadirkan teladan lek (di)
tengah-tengah jamaah jum’at terkait kance ape sak sit sampean (dengan
apa yang saya sampaikan).72

Dari pernyataan bapak Ramli diatas dapak kita lihat bahwa upaya yang

dilakukannya untuk meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang khatib,

adalah sebagai berikut:

1. Menentukan judul khutbah yang akan disampaikan

72
Wawancara, Bapak Ramli khatib Masjid Nurul Ashli Kekalek, tanggal 2 Juni 2017.
63

2. Menghadirkan keteladanan terkait dengan apa yang disampaikan

Untuk membuktikan kebenaran dari hasil wawancara yang peneliti

lakukan dengan informan dalam hal ini khatib, peneliti juga melakukan

wawancara dengan jamaah jum’at terkait dengan upaya khatib dalam

meningkatkan profesionalismenya dalam menyampaikan khutbah jum’at dimana

dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Budi Utomo adalah

sebagai berikut:

Menurut saya tema-tema khutbah yang ditampilkan khatib masih kurang


sesuai dengan kebutuhan masyarakat dusun kekalek, disamping itu
bahasa atau penyampaiyannya masih kurang maksimal, letak
kekurangannya misalkan bisa saya sebutkan ketika menyampaikan
khutbah nada bahasanya masih terlalu datar, tidak ada penekanan dalam
bahasanya. Seperti misalnya ketika Allah menyeru dalam firmannya
seharusnya disampaikan seperti orang yang seakan-akan sedang
menyuruh, dan ketika melarang disampaikan dengan nada bahasa yang
seakan-akan melarang.73

Disamping itu peneliti juga melakukan wawancara dengan Bapak Kosim

yang juga sebagai warga Dusun Kekalek dimana Bapak Kosim mengungkapkan

bahwa:

Menurut saya materi atau tema-tema khutbah yang ditampilkan khatib


masih kurang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar,
karena saya melihat masih ada dari sebagian orang yang sudah
berkeluarga tapi masih asik duduk-duduk dirumahnya sementara khatib
tengah menyampaikan khutbahnya, seharusnya khatib berusaha
mengangkat tema seperti pentingnya mendengarkan khutbah misalnya,
sehingga jamaah lebih tertarik untuk mendengarkan khutbahnya, dan
tidak ada lagi yang seperti saya sebutkan tadi serta jamaah jumat tidak
lagi ada yang tertidur atau tidak memper hatikan khutbah yang
disampaikannya.74

73
Wawancara, Bapak Budi Utomo, Jamaah Jum’at, tanggal 27 April 2017.
64

Disamping itu peneliti juga melakukan observasi dimana terlihat bahwa

agaknya memang sejalan dengan apa yang peneliti dapatkan dari hasil

wawancara yang peneliti lakukan dengan bapak Solinah dan Bapak Ramli selaku

khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek. Namun demikian, masih ada hal yang

belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang peneliti temukan, seperti misalnya

pada poin nomor satu. Dimana peneliti temukan tema ataupun materi-materi

khutbah yang disampaikan oleh kedua khatib Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

terkadang masih belum dapat memenuhi kebutuhan atau belum sepenuhnya

sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Dusun Kekalek.

Karena peneliti melihat usaha khatib dalam menyesuaikan tema, hanya

sebatas menyesuaikan tema khutbah yang disampaikannya dengan bulannya saja.

Seperti misalnya khatib menampilkan tema khutbah keutamaan puasa sunnah

pada bulan Sya’ban, menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan yang

disampaikan pada permulaan dan akhir bulan Sya’ban. Dan disampaikan dengan

cara sepenuhnya membaca teks khutbah, tanpa pernah mencoba untuk menyusun

materi khutbah sendiri yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan

situasi dan kondisi masyarakat Dusun Kekalek secara langsung.75

Seperti misalnya menampilkan tema khutbah pentingnya sebuah

persatuan, bahayanya perpecahan atau tema-tema yang lain yang berkaitan secara

langsung dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Mengingat hal yang

74
Wawancara, Topan Arifin, Jamaah Jum’at Masjid Nurul Ashli Kekalek, tanggal 05 Mei
2017.
75
Observasi, Tanggal 5, 12, 19 Mei dan 2 Juni 2017.
65

pernah peneliti singgung sebelumnya pada bagian konteks penelitian pada skripsi

ini dimana, terjadi kerenggangan hubungan antara orang tua dan pihak remaja,

yang menurut peneliti tema-tema khutbah yang semacam itu, tentu akan lebih

menarik perhatian jamaah jumat untuk memperhatikan apa yang

disampaikannya.

Disamping itu juga, akan menambah wawasan kedua belah pihak tentang

pentingnya sebuah persatuan atau bahaya sebuah perpecahan sehingga pada

gilirannya akan menghadirkan kesadaran diantara kedua belah pihak yang pada

akhirna akan sama-sama kembali berupaya untuk membangun hubungan yang

harmonis.

Melihat uraiyan diatas maka pada bagian ini peneliti bisa sebutkan bahwa

upaya yang dilakukan kedua khatib dalam rangka meningkatkan

profesionalismenya sebagai khatib dalam menyampaikan khutbah jum’at adalah

sebagai berikut:

1. Menentukan judul khutbah yang akan disampaikan

2. Berupaya menyampaikan khutbah secara tepat, singkat, jelas dan sederhana

3. Mempersiapkan mental dan

4. Menkondisikan waktu

5. Menghadirkan keteladanan
66

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan paparan data dan temuan yang peneliti dapatkan sebagai mana

yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah

pembahasan atau analisis hasil temuan penelitian dengan mengacu pada teori-teori

yang tersedia. Adapun yang akan dianalisis yaitu: 1) Profesionalisme Khatib Dalam

Menyampaikan Khutbah Jum’at di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek, 2) Upaya

Khatib Untuk Meningkatkan Profesionalismenya atau Keprofesionalannya dalam

Menyampaikan Khutbah Jum’at di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek Tahun 2017.
67

A. Profesionalisme Khatib Dalam Menyampaikan Khutbah Jum’at di Masjid

Nurul Ashli Dusun Kekalek

Berdasarkah hasil wawancara dan observasi yang peneliti dapatkan ketika

melakukan penelitian, sebagaimana hasil yang telah peneliti paparkan pada bab

sebelumnya dimana data yang terkumpul meng indikasikan bahwa, kedua khatib

yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek masih kurang professional dalam

menjalankan tugasnya sebagai seorang khatib. Dimana keduanya ketika tampil

diatas mimbar khutbah hanya sebatas tampil untuk membacakan teks khutbah

mulai dari pembukaan, isi sampai dengan peneutup sehingga ketika kahatib

berada di atas mimbar khutbah jum’at waktunya lebih banyak digunakan untuk

memperhatikan teks khutbah yang ada di lembaran-lembaran buku khutbah dari

pada mengarahkan perhatiannya kepada jamaah jum’at. Sehingga tidak heran

masih ada dari sebagian jamaah yang tertidur ketika khatib sedang menyampaikan

khutbahnya, jamaah merasa kehadirannya kurang diperhatikan oleh khatib, dan

khatib lebih asik dengan materi-materi yang ada dilembaran-lembaran buku

khutbah saja.76 Hal ini sekaligus membuktikan bahwa kedua khatib kurang

menguasai materi khutbah yang hendak disampaikan.

Achmad Suyuti menyebutkan dalam bukunya Jadilah khatib yang Kreatif

dan Simpatik bahwa khutbah itu ada seninya, jelas tak diragukan lagi. Sebab

bukankah segala kegiatan yang mengandung ekspresi pribadi seseorang dan dapat

76
Observasi, tanggal 14, 21, 28 April, 5, 12, 19 Mei dan 2 Juni 2017.
68

merangsang rasa keindahan orang lain sudah lazim disebut sebagai karya seni. 77

Namun agaknya kedua khatib yang ada di Masij Nurul Ashli belum mampu

menjadikan khutbah itu sebagai suatu karya seni seperti yang diungkapkan oleh

Achmad, karena dalam menyampaikan khutbah ekspresi kedua khatib masih

datar. Dalam menyampaikan khutbahnya kedua khatib cenderung menggunakan

gaya klasik yang mana gaya klasik itu sepertinya yang dinyatakan Achmad ialah

khutbah dengan menggunakan lagu dan irama yang khas, tapi bersifat monoton,

polos dan tanpa variasi.78

Menyampaikan khutbah jum’at juga merupakan misi amar makruf nahi

mungkar dimana tentu halitu adalah merupakan tugas yang mulia, tugas yang

mulia itu akan menjadi lebih baik ketika diserahkan kepada ahlinya atau dengan

kata lain akan lebih baik ketika dijalankan oleh orang yang memang profesional

untuk menjalankan tugas tersebut.

Sebab menyerahkan suatu pekerjaan kepada yang bukan ahlinya adalah

merupakan tindakan yang keliru, karena pada akhirnya bukan kebaikan yang

akan diperolehnya melaikan kehancuran. Hal ini sesuai dengan apa yang

Rasulullah Sabdakan bahwa “suatu pekerjaan yang diserahkan pada seorang

bukan profesinya (ahlinya) maka, tunggulah datangnya Hari Kiamat (suatu

kehancuran)” (Rawahul Bukhari).79

77
Achmad, Jadilah Khatib yang Kreatif, h. 7.
78
Ibid, h. 33.
79
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Byrut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1992), Jilid 1, h. 26.
69

Sementara Profesionalisme itu sendiri diartikan sebagai suatu pekerjaan

atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan terhadap

profesi. Suatu profesi secara teoretik tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang

yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu.80

Melihat difinisi diatas bisa kita simpulkan menjadi seorang khatib yang

profesional itu dituntut untuk pertama memiliki keahlian. Sedang hasil dari

penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa,

khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek Masih Kurang ahli dalam

menyampaikan khutbah jum’at, kalau disoroti dari Nada Suara kedu khatib dalam

menyampaikan khutbahnya masih menggunakan suara yang monoton, kurang

bervariasi, seperti misalnya memberikan tekanan lebih keras pada kalimat yang

dianggap penting dan mengunakan nada suara yang lebih halus karena sangat

mengharapkan antusias jamaah pada kalimat yang mengandung ajakan kepada

perintah Allah. Kedua cara di atas seharusnya mampu dimanfaatkan oleh kedua

khatib untuk memikat perhatian jamaah. Namun agaknya hal itu belum mampu

dilakukan oleh kedu khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek. Hal

itu menurut persfektif peneliti ialah dikarenakan latar belakang pendidikan khatib

yang kurang memadai, sehingga khatib tidak memeiliki bekal yang cukup untuk

memanfaatkan mimbar khutbah jumat sebagai media yang akan memberikan

solusi terhadap persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat sekitar.

80
Dedi, Mengangkat Citr, h. 95.
70

Disamping itu menjadi seorang khatib yang profesional juga dituntut

untuk bertanggung jawab atas jabatan yang dipercayakan kepadanya, tanggung

jawab dalam arti yang lebih luas yakni bertanggung jawab untuk menghadirkan

tema-tema khutbah yang berkaitan lansung dengan situasi dan kondisi

masyarakat sekitar, sehingga pada gilirannya hal itu yang akan mengundang

minat jamaah untuk memperhatikan khutbah yang disampaikan. Dan tidak hanya

sebatas bertanggung jawab untuk siap tampil membacakan teks khutbah saja.

Sementara kesetian khatib yang ada dimasjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

sudah bisa dikatakan setia terhadap profesinya menjadi seorang khatib, karena

selagi tidak ada halangan seperti sakit dan lain sebagainya khatib selalu tampil

untuk membacakan khutbah, di samping itu khatib juga tidak menjadikan

profesinya sebagai batu loncatan untuk meraih atau menduduki posisi yang lain.81

Lebih jauh lagi Houton menyebutkan dalam bukunya Muzayyin Arifin

Kapita Selekta, tentang persyaratan yang harus dipenuhi dalam tugas profesional

diantaranya:

1. Menguasai seperangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan kekhususan


(spesialisasi).
2. Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat di mana
kebanyakan orang tidak memiliki skill tersebut, yaitu skill sebagian
merupakan pembawaan dan sebagian merupakan hasil belajar.
3. Memenuhi syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam plaksanaan
tugas dilihat dari segi waktu dan cara kerja.
4. Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya
selama hidupnya, dan tidak menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke
profesi yang lainnya.

81
Observasi, tanggal 14, 21, 28 April, 5, 12, 19 Mei dan 2 Juni 2017.
71

5. Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil pengalaman


yang teruji.82

Melihat syarat profesional di atas bisa disimpulkan menjadi seorang

khatib yang profesional dituntut mampu untuk memenuhi kelima persyaratan di

atas. Sehingga bisa dikatakan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai

seorang kahatib, namun dari kelima persyaratan profesional diatas khatib yang

ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek hanya bisa dinilai dari poin kedua dan

ketiga meski memang masih kurang maksimal mengigat latar belakan pendidikan

khatib yang memang kurang memadai.

B. Upaya Khatib Untuk Meningkatkan Profesionalismenya Dalam

Menyampaikan Khutbah Jum’at di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

Dalam kamus besar bahasa Indonesia upaya diartikan sebagai usaha atau

ikhtiar yang dilakukan untuk mencapai maksud tertentu. 83 Sebagai salah satu juru

dakwah seorang khatib yang profesional itu sangat dibutuhkan, sebab dalam

menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar tidak cukup hanya dengan sebatas

membaca oleh karna itu dibutuhkan usaha yang lebih menjanjikan peluang

keberhasilan dalam menjalankan tugas sebagai khatib yang profesional.

Adapun upaya yang dilakukan khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli

Dusun Kekalek untuk meningkatkan profesionalismenya adalah:

1. Menentukan Judul Khutbah yang akan disampaikan.

82
Muzayyin, Kapita Selekta, h. 158.
83
Umi, Kamus Besar, h. 687.
72

Achmad dalam bukunya jadilah khatib yang kreatif menjelaskan,

Memilih topik dan tema khutbah sebelum menyampaikannya memang sangat

penting, karena ketika khatib mampu menampilkan tema khutbah yang masih

hangat-hangatnya dibicarakan oleh masyarakan tentu akan lebih memikat

perhatian jamaah jumat untuk memperhatikan apa yang disampaikan khatib

dalam khutbahnya. Untuk itu khatib harus pandai-pandai dalam memilih topik

dan tema yang tepat, dan tentunya dibutuhkan adanya keluasan wawasan dan

latar belakang pengetahuan sang khatib tentang topik yang akan

disampaikannya itu, Agar khatib lebih leluasa dalam menyampaikan

khutbahnya.84

Namun dalam hal ini peneliti melihat upaya kedua khatib dalam

menentukan tema hanya sebatas memilih tema-tema yang sudah ada di buku

khutbah saja, sehingga ketika khatib menyampaikan khutbah cenderung

monoton. Sebagai contoh pada jumat ini khatib menampilkan judul khutbah

pentingnya ilmu amal dan ikhlas, lalu satu bulan kemudian kembali

mengankat tema khutbah yang sama, maka bisa dipastikan tidak ada

perubahan bahasa yang digunakan ketika menyampaikan tema yang sama

untuk yang kedua kalinya, artinya tidak ada upaya dari khatib untuk

menyampaikan khutbah menggunakan bahasanya sendiri.

84
Achmad, Jadilah Khatib yang Kreatif, h. 17.
73

Akibatnya ada jamaah yang tertidur karena merasa sudah bosan

mendengar materi khutbah yang disampaikan oleh khatib karena hanya materi

yang itu-itu saja yang di ulang-ulang. Lebih parahnya lagi ketika khatib

sedang menyampaikan khutbah fokus atau perhatiannya hampir sepenuhnya

tertuju pada lembaran-lembaran buku khutbah sehingga jamaah merasa

kehadiranya kurang diperhatikan oleh khatib dan khatib hanya asik sendiri

dengan lembaran-lembaran buku khutbahnya.

Padahal kalau kita kembali melihat kepada makna syara’nya dimana

khutbah diartikan sebagai peringatan seharusnya khatib merubah sikap ketika

menyampaikan khutbahnya, khatib dituntut untuk lebih memfokuskan

perhatiannya kepada jamaah jumat yang menjadi sasaran khutbahnya. Karena

posisi khatib dalam hal ini adalah sebagai orang yang memberikan peringatan.

Hal itulah yang juga menurut peneliti membuat khatib ketika tampil di

mimbar khutbah masih kurang maksimal dan juga terkadang masih terjadi

kesalahan baca, sebab khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

ketika tampil di mimbar khutbah lebih tepat dikatakan tampil untutk membaca

teks khutbah. Mengigat pada bab sebelumnya dimana peneliti telah

menyebutkan bahwa dalam menyampaikan khutbah khatib dengan

sepenuhnya membaca teks khutbah, mulai dari pembukaan, isi sampai

penutup.
74

Juga kalau melihat refrensi buku-buku khutbah yang dibacakan oleh

khatib ketika berkhutbah menurut peneliti perlu untuk diperbaharui karena

mengigat refrensi atau buku-buku khutbah yang digunakan sudah cukup lama

diterbitkan, ada yang diterbitkan pada 24 Oktober 1985 M. 2002 M dan 2010

M.85 Setidaknya ketika khatib belum manpu untuk menyusun khutbah sendiri

khatib harus berupaya untuk memperbaharui refrensi atau buku-buku khutbah

yang akan dibacakan ketika berkhutbah sehingga hal itu tidak membuat

jamaah jumat cepat bosan dan cenderung untuk tidak memperhatikan.

2. Berupaya menyampaikan khutbah secara tepat, singkat jelas dan sederhana

Menyampaikan khutbah secara tepat, singkat, jelas dan sederhana

memang sangat penting. Mengigat khatib tentu berharap pesan-pesan amar

Makruf dan Nahi Munkar yang tersimpan dalam khutbahnya bisa sampai

kepada jamaah jumat atau sederhananya bisa dimengerti oleh jamaah jumat.

Sementara itu upaya khatib dalam poin kedua ini, peneliti menilai dalam segi

kesederhanaan melihat materi-materi khutbah yang dibacakan khatib memang

bisa dikatakan sederhana. Dimana khatib membacakan khutbah yang berjudul

keutamaan shalat jumat, keutamaan bulan sya’ban, tolong menolong dalam

kebaikan, berbakti pada kedua orang tua dan lain sebagainya.

Melihat dari materi-materi yang dibacakan oleh khatib ketika

berkhutbah memang cukup sederhana namun kesederhanaan itu akan menjadi

85
Observasi, tanggal 21, Mei 2017.
75

kurang berarti ketika sebagian dari jamaah jumat masih ada yang tidak

mengerti dengan bahasa yang digunakan oleh khatib ketika membacakkan

teks khutbah, karena masih ada dari sebagian jamaah jumat yang tidak begitu

paham dengan bahasa Indonesia sehingga pesan-pesan dakwah yang

disampaikan khatib belum sepenuhnya sampai kepada jamaah jum’at.

Sehingga menurut peneliti tidak ada salahnya khatib mencoba untuk

mengambil kesimpulan dari khutbah yang dibacakannya dan

menyampaikannya menggunakan bahasa daerah sehingga jamaah yang tidak

mengerti dengan bahasa Indonesia bisa mengerti dengan pesan-pesan dakwah

yang disampaikannya setelah disampaikan menggunakan bahasa daerah.

3. Mempersiapkan mental

Mental memang mutlak dibutuhkan, terlebih lagi menjadi salahsatu

juru dakwah seperti misalnya khatib, karena khatib akan tampil dihadapan

jamaah jum’at yang tidak sedikit, atau sekurang kurangnya empat puluh

orang, terlebih lagi jamaah jumat yang meng hadiri kegiatan shalat jum’at di

Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek jika kita melihat pada data jumlah

penduduk totalnya maka jumlah jamaah yang menghadiri kegiatan shalat

jum’at tidak kurang dari empat ratus lima puluh peserta shalat jum’at.

Untuk berani tampil di hadapan jamaah yang sebanyak itu tentu sangat

membutuhkan mental yang kuat. Sementara itu khatib yang ada di Masjid

Nurul Asli sudah bisa dikatakan memiliki mental yang kuat karena disamping
76

berani tampil juga peneliti tidak melihat adanya gejala atau ciri-ciri grogi dari

khatib ketika tampil di mimbar khutbah.

4. Mengkondisikan waktu

Mengkondisikan waktu juga sangat penting karena mengigat jamaah

yang menghadiri kegiatan shalat jum’at tidak sedikit, ada dari orangtua yang

sudah lanjut usia yang sudah tidak tahan untuk duduk berlama-lama dan

mungkin dari jamaah yang lain masih memiliki keperluan atau urusan yang

harus diselesaikan sesegera mungkin sehingga alangkah lebih baik bagi khatib

untuk tidak menyampaikan khutbah terlalu panjang karena panjang dan

lebarnya khutbah juga bukan sebagai jaminan untuk mudah dipahami oleh

jamaah, dan juga tidak pula terlalu pendek.

Sementara dalam hal ini, khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun

Kekalek sudah bisa dikatakan mampu mengkondisikan waktu, karena waktu

yang dibutuhkan ketika membacakan khutbahnya lebihkurang 20-30 menit.86

5. Menghadirkan keteladanan

Sebagai seorang khatib, menghadirkan keteladanan atau menjadi

teladan bagi jamaah jum’at terkait dengan apa yang disampaikannya memang

sangat dibutuhkan, sebab hal itu akan menjadi penggerak bagi jamaah untuk

mendengarkan apa yang disampaikannya lalu kemudian tertarik untuk

mengamalkannya. Karena menjadi seorang khatib juga dituntut untuk mampu

86
Observasi, tanggal 14, 21, 28 April, 5, 12, 19 Mei dan 2 Juni 2017.
77

menjadi qudwah hasanah atau contoh yang baik terhadap segala hal yang

didakwahkannya.

Dengan mencontoh Rasulullah dalam menjalankan dakwahnya

hendaknya para khatib tidak memisahkan antara apa yang ia katakana dengan

apa yang ia kerjakan, dalam artian apa saja yang diperintahkan kepada jamaah

jumat harus pula dikerjakan dan apa saja yang di cegah harus ditinggalkan

karena seorang penyeru yang tidak beramal sesuai dengan ucapannya seperti

pemanah tanpa busur.87

Sebagai bekal untuk menunjang kesuksesannya dalam menjalankan

misi Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar seorang khatib sebelum tampil di mimbar

khutbah dan menyuruh orang lain berbuat kebajikan, hendaklah khatib

memulai dari dirinya sendiri untuk mengerjakan kebajikan yang hendak ia

serukan kepada jamaah jum’at. Sebab jika tidak, maka tidak akan ada orang

yang mau mendengar perkataannya meski dia adalah orang yang paling pintar

dan banyak tahu tentang ilmu agama.

Dalam hal ini peneliti melihat kedua Khatib yang ada di Masjid Nurul

Ashli Dusun Kekalek bisa dikatakan mampu menjadi teladan bagi jamaah

jum’at terhadap isi atau materi khutbah yang disampaikannya. Seperti

misalnya berlaku baik terhadap tetangga khatib yang ada di Masjid Nurul

87
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2015), h. 83.
78

Ashli kalau dilihat dari kesehariannya bisa dikatakan sebagai orang yang baik

atau ramah terhadap tetangganya.88

Akan tetapi terkadang pada sebagian materi khutbahnya khatib belum

bisa dikatakan mampu menjadi teladan. Seperti misalnya khatib yang ada di

Masjid Nurul Ashli menyampaikan materi khutbah berlomba-lomba menuju

kebaikan. Disamping sebagai seorang khatib keduanya juga dipercaya oleh

masyarakat dusun setempat sebagai Imam Masjid dalam hal ini terkadang

keduanya tidak datang untuk meng imami shalat para jamaah pada tiap-tiap

waktunya, dan terkadang juga datang tapi terlambat dan tidak jarang jamaah

sampai mengungkapkan kekesalannya karena terlalu lama menunggu imam

yang tidak kunjung datang. Hal itu biasa terjadi pada waktu shalat ashar dan

magrib, padahal jarak rumah kedua khatib tidak terlalu jauh dari masjid hanya

sekitar lebih kurang 25 meter saja bahkan rumah salah seorang khatib dari

masjid hanya lebih kurang 7 meter.89

Melihat dari upaya yang dilakukan khatib yang ada dimasjid Nurul

Ashli Dusun Kekalek dalam rangka meningkatkan ke profesionalannya dalam

menyampaikan khutbah jum’at, peneliti menilai masih kurang maksimal

karena peneliti tidak menemukan adanya upaya yang dilakukan oleh khatib

yang lebih serius yang bisa meningkatkan keprofesionalannya sebagai seorang

khatib seperti misalnya:

88
Observasi, tanggal 1-30 April 2017.
89
Observasi, tanggal 10-20 Mei 2017.
79

Mencari dan mempelajari refrensi atau buku-buku khususnya yang

akan menambah bekalnya menjadi seorang khatib yang profesional, seperti

buku-buku yang membahas tentang bekal menjadi seorang khatib yang

profesional, buku yang menyajikan tentang berbagai metode atau cara-cara

berdakwah dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan kebutuhannya

sebagai seorang khatib.

Berlatih secara perlahan agar tidak terlalu terpaku dengan teks khutbah

ketika tampil di mimbar khutbah, karena hal itu menurut peneliti akan

semakin membuktikan bahwa khatib memang benar-benar memiliki skill,

yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang, berupaya menyusun materi

khutbah sendiri sehingga hal itu akan lebih memudahkan khatib ketika

menyampaikannya.

Berupaya mengenali latar belakang pendidikan jamaah yang menjadi

sasaran khutbahnya hal itu, dimaksudkan agar khatib lebih mudah

menentukan metode yang akan digunakan dalam menyampaikan khutbahnya

seperti misalnya, menggunakan bahasa yang sederhana ketika jamaah jumat

didominasi oleh masyarakat yang latar belakang pendidikannya bisa dikatakan

rendah.

Serta yang terpenting adalah berusaha semaksimal mungkin untuk

menghadirkan keteladanan bagi jamaah jumat terhadap apa yang

disampaikannya, agar tidak terjadi kontradiksi antara apa yang disampaikan

dan apa yang terlihat dari keseharian khatib dalam menjalankan ajaran-ajaran
80

Islam. Karena boleh jadi bagi sebagian jamaah yang terpenting adalah apa

yang disaksikannya bukan sekedar apa yang didengarnya.


81

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan data dan pembahasan yang telah peneliti paparkan

pada bab sebelumnya maka pada bab ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek masih kurang

profesional dalam menyampaikan khutbah jum’at, karena kedua khatib dalam

menyampaikan khutbah jum’at masih terlalu terpaku dengan teks, mulai dari

pembukaan isi sampai dengan penutup hal itu sepenuhnya dilakukan dengan

cara membaca. Cara menyampaikan khutbah masih menggunakan Gaya

Klasik. Teknik Suara masih monoton atau Iramanya kurang bervariasi.

Disamping itu masih kurang menguasai materi khutbah yang akan

disampaikan dan materi khutbah yang disampaikan cenderung monoton.

2. Adapun upaya yang dilakukan khatib untuk meningkatkan profesionalismenya

dalam menyampaikan khutbah jum’at adalah sebagai berikut: 1) Menentukan

judul khutbah yang akan disampaikan, dengan hanya sebatas memilih tema-

tema yang sudah ada di buku khutbah saja tanpa pernah berupaya untuk

menyusun khutbah sendiri 2) Berupaya untuk menyampaikan khutbah secara

tepat, singkat, jelas dan sederhana, namun demikian khatib sepenuhnya masih

menyampaikan khutbah dengan cara membaca, mulai dari pembukaan isi dan

penutup serta tidak berupaya meski dengan perlahan untuk menyampaikan


82

khutbah menggunakan bahasa sendiri, sepenuhnya menggunakah bahasa yang

ada di buku khutbah sehingga masih ada dari sebagian jamaah jumat yang

tidak mengerti 3) Mempersiapkan mental, khatib sudah bisa dikatakan

memiliki mental untuk berani tampil di mimbar khutbah 4) Mengkondisikan

waktu, khatib sudah bisa dikatakan mampu mengkondisikan waktu karna

dalam menyampaikan khutbahnya waktu yang dibutuhkan berkisar 25-30

menit 5) Menghadirkan keteladanan, khatib sudah bisa dikatakan mampu

menjadi teladan terhadap pesan-pesan khutbah yang disampaikannya meski

memang belum sepenuhnya.

B. Saran

1. Kepada Khatib yang ada di Masjid Nurul Ashli Dusun Kekalek

Tetap tingkatkan usaha dengan semaksimal mungkin untuk

meningkatkan keprofesionalan dalam menyampaikan khutbah jum’at dengan

memperbanyak mempelajari refrensi yang akan menambah bekal menjadi

seorang khatib yang profesional, mencoba berlatih untuk tampil dimimbar

khutbah dengan cara tidak terlalu terpaku dengan teks khutbah yang ada di

lembaran buku khutbah, mencoba untuk menyusun materi khutbah sendiri

sehingga ketika menyampaikannya bisa lebih mudah, mengenali latar

belakang pendidikan jamaah, serta yang terpenting adalah berupaya

semaksimal mungkin untuk menjadi teladan bagi jamaah jumat terhadap

pesan-pesan dakwah yang disampaikan.


83

2. Kepada Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti yang selanjutnya, yang mengangkat tema yang sama agar

lebih jeli dan kritis melihat penomena yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai