Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai metode, sistematika,

sasaran dan materi. Dakwah merupakan suatu proses berkesinambungan untuk

mengubah sasaran dakwah agar masuk ke jalan Allah dan secara bertahap menuju

kehidupan yang Islami dan agamis. Orang yang bergerak dalam menyebarluaskan

suatu ide, harus mengetahui betul-betul tentang cara atau metode dalam

menyampaikan idenya, sehingga apa yang dikemukakan mendapat sambutan dan

dukungan dan hasil usahanya akan dikenang orang sepanjang masa. Yenrizal,

berpendapat bahwa,

Dakwah Islam adalah aktifitas yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu.
Dakwah bermula dari keberadaan Rasulullah dalam menyebarkan ajaran Islam,
yang didasari kondisi umat yang penuh kebatilan saat itu. Hakekat dakwah yang
menekankan pada keinginan untuk mengajak pihak lain kesebuah jalan Islami,
mengisyaratkan bahwa itu harus dilaksanakan secara terus menerus. Dakwah
tidak berhenti pada satu kondisi, namun mempunyai kontinuitas sesuai
dinamika perubahan zaman itu sendiri.1

Berdasarkan sejarah Islam, dapat diperoleh fakta bahwa dakwah Rasulullah

Saw dimulai sejak turunnya wahyu pertama yang juga sekaligus merupakan bukti

pengangkatan sebagai utusan Allah, Firman Allah SWT adalah,

      


      


1
Yenrizal, “Komunikasi Empatik Dalam Metode Dakwah”, Wardah, Jurnal Dakwah dan
Kemasyarakatan, (Palembang: Fakultas Dakwah IAIN Raden Fatah Palembang, 2005), h. 1-2.

1
2

Artinya: Hai orang-orang yang berselimut, bangun, kemudian berilah peringatan,


agungkanlah Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu, jauhilah kebobrokanmu,
jangan sekali-kali kamu memberi dengan harapan untuk mendapatkan yang
lebih, bersabarlah demi menjalankan perintah Tuhanmu. (Al-Mudatsir :1-7).2

Rasulullah Saw memulai dakwahnya dengan hal-hal yang sangat prinsip. Ia

menetapkan jalan pertama kali ditempuhnya dengan seruan kepada kaumnya dengan

menyatakan kalimat ‘Laa Ilaha Illallah Muhammadarrasulullah’.

Dari itu Rasulullah Saw, menyeru orang-orang terdekat disekitarnya seperti

keluarganya. Sejak saat itu, mulailah kaum muslimin berkumpul bersama Rasulullah

Saw untuk belajar al-Qur’an dan mempelajari petunjuk Islam. Sementara Rasulullah

membimbing mereka dengan pendidikan yang benar dan membersihkan diri mereka

dari praktik kekufuran dan kemusyrikan. Rohadi Abdul Fatah dkk menyatakan

bahwa,

Setelah tiga tahun dakwah berjalan secara rahasia dan bersifat individual,
turunlah firman Allah: “Perjuangkanlah apa yang di perintahkan, jangan
hiraukan orang-orang musyrik”. Maka Rasulullah Saw mulai menyeru mereka
yang ada disekelilingnya. Ia naik kebukit Shafa lalu mengumpulkan masyarakat
untuk diberi peringatan dan berita gembira.3

Ketika dakwah dimulai secara terbuka, kaumnya secara umum menyikapi

dengan permusuhan yang nyata. Penyiksaan dan penganiayaan terus berlalu dan

menjadi-jadi, bahkan mereka pun berniat untuk membunuh Rasulullah Saw, Namun

berita ini lebih dulu sampai kepada paman Rasulullah, Abu Thalib orang yang

2
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pena Pundit Aksara, 2007), h.
575.
3
Rohadi Abdul Fatah dkk, Manajemen Dakwah di Era Global, (Jakarta: CV Fauzan Inti
Kreasi, 2004), h. 4.
3

dipersiapkan Allah untuk tampil sebagai penolong dan pendukung kegiatan dakwah

Rasulullah hingga dia terbebas dari siksaan yang menimpanya dan kaumnya.

Penderitaan Rasulullah Saw, semakin memuncak setelah wafatnya Abu

Thalib, yang kemudian diikuti dengan wafatnya Khadijah Ummul Mu’minin selang

beberapa hari hingga tahun itu disebut dengan ‘Tahun Kesedihan’. kemudian

Rasulullah pergi meninggalkan Makkah menuju Thaif untuk meminta perlindungan

dari kaum Tsaqif, namun mereka menerimanya dengan kasar bahkan mengusir dan

menganiayanya. Rasulullah dan para sahabatnya bertahan dalam kondisi penyiksaan

selama 13 tahun.

Farid Wajdi dalam bukunya Daairotul Ma’arif membahas tentang Muhammad


dan Islam, menyatakan bahwa,
Rasulullah Saw adalah seorang juru dakwah yang akan selalu dikenang
dengan metode dakwahnya tak akan pernah hilang sepanjang masa. Rasulullah
Saw dalam menyampaikan dakwahnya bukan hanya menyampaikan ayat Al-
Qur’an saja, tetapi juga menyampaikan pengertiannya sebagai penafsiran
terhadap konteks suatu ayat. Kemudian disamping itu beliau juga
mempergunakan pikiran sendiri dalam melaksanakan tugas dakwahnya, dalam
menyampaikan risalahnya kepada umat manusia yang berbeda-beda, berbeda
kepentingan dan berbeda pula keinginan. Kalaulah beliau tidak bijaksana dan
memiliki akal yang cerdas, tidaklah beliau dikatakan sebagai rasul yang sukses
dan sebagai juru dakwah yang mampu.4

Muhammad Husein Haekal menyatakan bahwa,


Rasulullah yang merupakan uswatun hasanah telah mempelopori kegiatan
dakwah Islamiyah dengan metode strategi sesusai dengan zaman dalam
tantangan yang beliau hadapi, tidak banyak waktu yang diperlukan Rasulullah
dalam menyampaikan ajaran agama, di dalam menyebarkan panjinya kepenjuru
Rasulullah dan menyampaikan agama di dalam menyebarkan panjinya
keseluruh dunia. Sebelum wafatnya Rasulullah, Allah telah menyempurnakan
agama ini bagi kaum muslimin.5

4
Atha Muhammad Mustafa, Sejarah Dakwah Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), h. 27.
4

Salah satu fungsi dan kegiatan dakwah mengajak menusia ke jalan Tuhan dan

senantiasa meningkatkan rutinitas keagamaan di dalam kehidupan sehingga tercipta

nuansa Islam dalam hidup. Syech Ali Mahfuz memformulasikan makna dakwah

sebagaimana yang dikutip oleh Nurseri Hasnah Nasution menyatakan bahwa dakwah

adalah ”Mendorong manusia agar melakukan kebajikan dan mengikuti petunjuk,

menyuruh berbuat kebajikan dan meninggalkan kemungkaran agar memperoleh

kebahagiaan dunia dan akherat”.6

Menurut K.H. Moenawar Chalil, beliau menjelaskan metode dakwah

Rasulullah pada periode Makkah ada dua yaitu: “Dakwah secara diam-diam dan

dakwah secara terang-terangan. Dakwah secara diam-diam ini dilakukan sesudah

Nabi Saw menerima wahyu ayat pertama dari surat Al- Muddatsir dan dakwah secara

terang-terangan dilakukan beliau setelah turun surat Al-Hijr 94-95”.7

        



Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang
yang memperolok-olokkan (kamu),

Selanjutnya menurut Al-Hamidal Husaini menyatakan Bahwa, “Metode

dakwah Rasulullah Saw ketika di Makkah ada dua cara sama halnya seperti pendapat

5
Muhammad Husein Haekal, Terj Ali Audah, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera
Antar Nusa , 1995), cet-16, h. XI.
6
Nurseri Hasnah Nasution, Filsafat Dakwah Teori dan Praktek, (Palembang: IAIN Raden
Fatah Press, 2005), h. 25.
7
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 151-153.
5

para ahli sebelumnya, yaitu metode diam-diam (sembunyi-sembunyi) dan metode

terang-terangan (secara terbuka)”.8

Kondisi dakwah pada masa Rasulullah dikenal sebagai peradapan Arab


Jahiliyah sebagaimana peradapan yang menganut nilai-nilai yang jauh dari nilai
ke-Islam-an, Ketuhanan dan Kemanusiaan. Disebut bodoh bukan karena
mereka merupakan bangsa yang tidak cerdas akalnya, tetapi karena meletakkan
akal pikiran tidak pada tempatnya. Masyarakat Arab Jahiliyah dalam hal akidah
adalah masyarakat pagan (yang memper-Tuhan-kan berhala). Budaya yang
mereka anut dalam keseharian adalah hedonis, yang cenderung memper-Tuhan-
kan hawa nafsunya. Saat masa kerasulan Nabi, menjelang usianya yang
keempat puluh turunlah perintah dari Allah SWT untuk membawa risalah
Islam, yaitu agama Samawi atau agama Langit yaitu Islam. Dengan turunnya
perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah, mula-mula untuk istrinya sendiri
Khadijah, kemudian sepupunya Ali bin Abi Thalib, kemudian Abu Bakar, lalu
Zaid bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Demikian seterusnya,
hingga mereka mengakui kebenaran ajaran Islam yang dibawa Rasulullah.
Rasulullah datang dengan membawa Islam untuk memperbaiki peradapan
manusia yang rusak itu.9

Merealisasikan contoh teladan terbesar, termulia, dan akhlak yang

mempesona, sehingga apabila tujuan kita satu yaitu Allah SWT, maka contoh teladan

kita pun harus tertuju kepada Nabi Muhammad Saw. Beliau berhasil mendakwahi

kaum jahiliyah yang belum mengetahui apa-apa, sehingga percikan cahaya

kemenangan itu masih dapat dirasakan sampai saat ini. generasi berikutnya yang akan

terus melanjutkan tongkat estafet dakwah ini pada masa sekarang dan masa yang

akan datang.

Tapi mercusuar peradapan Islam yang tinggi dan agung itu kian meredup.
Barat telah mencoba menggantikan peran Islamsebagai mercusuar dunia, tetapi
justru menyebarkan virus yang membahayakan kehidupan, ketidak adilan,
8
Al-Hamidal Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Pustaka Hidayah,
1992), h. 289.
9
Http:// www. // Email Protected, Q. Ismiyanto, Dakwah Kontemporer. Diakses Tanggal 18
januari 2010.
6

ketimpangan sosial dan ekonomi dan kerusakan ekologi dan sumber daya alam,
serta yang lebih penting lagi adalah kerusakan moral dan pemerataan
kemaksiatan. Imperialisme yang mereka lakukan justru pada abad yang
mengagung-agungkan hak asasi manusia. Melalui sarana komunikasi dan
informasi, majalah, televisi, radio, media celluler (HP), dan internet masyarakat
muslim dicekoki pemikiran dan gaya hidup masyarakat Barat yang permisif
(bebas nilai). Kita memasuki abad ke-21 hanya dalam bilangan jari tangan,
begitu cepatnya putaran bumi hampir-hampir kita tidak bisa merasakan itu.
Secara detail umat Islam tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan yang
tejadi di masa masa modern ini. Al-Qur’an dan Sunnah mengajarkan kepada
setiap muslim untuk menguasai ilmu termasuk dalam mempelajari teknologi
agar kaum muslim mampu berdiri di depan.10

Dewasa ini dinamika perkembangan zaman bergulir dengan cepat, kemajuan

teknologi dari hari kehari juga tidak kalah cepatnya. Ditengah kondisi seperti ini

tantangan yang harus dihadapi umat Islam pun semakin berat termasuk dalam hal

menyampaikan dakwah. Karena perkembangan kebudayaan modern masalah

keagamaan seolah disisihkan.

Sudah bukan waktunya lagi dakwah dilakukan asal jalan saja tanpa

perencanaan yang matang, baik yang menyangkut mengenai materinya atau metode

yang dipergunakan memang benar, bahwa yang akan haq akan menghancurkan yang

bathil. Kondisi umat Islam saat ini memang jauh berbeda dengan kondisi pada zaman

Rasulullah dan Sahabat. Karakter dakwah Islam bukanlah hanya sekedar aktivitas

yang mengajak orang lain kepada kebaikan, tetapi lebih dari itu para da’i sendiri

hendaknya yang pertama kali melakukan apa yang diserukannya. Allah SWT juga

mengancam keras orang yang hanya pandai berbicara tetapi ia tidak melakukannya.

Dalam (Qs: Ash-Shaff :2-3)

10
Ibid.
7

         


 
     
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

Metode dakwah yang digunakan da’i saat ini adalah metode dakwah secara

terang-terangan atau terbuka. Dakwah entertainment di mana dakwah yang

dikolaborasikan dengan lawakan seperti bulan Ramadhan dan kadang-kadang isi

lawakan terlewatkan yang muncul hanya gelak tawa yang dikonsumsi publik.

Dakwah kontemporer juga kadang bersifat materialistis, realitas ini sering di jumpai

ada beberapa da’i yang lebih mementingkan amplop, padahal Allah SWT berfirman

dalam surat Hud ayat 29,

           


        
   
Artinya: Dan (Dia berkata): "Hai kaumku, Aku tiada meminta harta benda kepada
kamu (sebagai upah) bagi seruanku. upahku hanyalah dari Allah dan Aku
sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang Telah beriman.
Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi Aku
memandangmu suatu kaum yang tidak Mengetahui.
Berdasarkan ayat di atas maka da’i sebagai pelaku dakwah sebaiknya tidak

boleh mengharapkan upah atau imbalan, apalagi meminta tarif bayaran tertentu.

Demikianlah realitas dakwah kontemporer yang berbeda dengan dakwah Rasulullah

Saw.

Dakwah di zaman yang serba modern dan canggih ini di perlukan strategi

yang canggih dan modern pula, sebab jika tidak ada keseimbangan antara strategi
8

dakwah dan zaman maka yang terjadi adalah tidak adanya keseimbangan yang

akibatnya dakwah yang disampaikan tidak mengena pada sasaran.

Karena itulah sekarang ini dakwah mempunyai corak ragam yang dapat

disaksikan dan tentu saja dakwah yang menggunakan media yang ada seperti televisi,

radio, internet, telekomunikasi dan media cetak yang tentu saja cukup menarik

perhatian publik apalagi dakwah yang dikemas menarik yang di kolaborasi dengan

entertainment lain.

Televisi yang cukup berpengaruh di masyarakat merupakan media yang cukup


ampuh dalam berdakwah di zaman kontemporer, bahkan dikatakan George
Ebner, pakar komunikasi dan peneliti televisi di Amerika Serikat menyebutkan
televisi sebagai agama masyarakat industri, televisi dari telah menggeser
agama-agama konvensional, yang Khutbahnya juga didengar dan disaksikan
oleh jema’ah yang lebih besar dari jemaah agama manapun. Rumah ibadahnya
tersebar diseluruh pelosok bumi, Ritus-ritusnya di ikuti dengan penuh
kekhidmatan dan boleh jadi lebih banyak menggetarkan hati dan mempengaruhi
bawah sadar manusia dan pada ibadah agama yang pernah ada.11

Pada hakikatnya dakwah adalah segala upaya untuk menyebar luaskan ajaran

Islam kepada orang lain dalam segala lapangan kehidupan untuk mendapat

kebahagiaan dunia dan akhirat. Tugas seorang da’i adalah sebagai konsultan agama

dalam rangka berpartisipasi untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan

manusia. Profil da’i yang dikehendaki oleh dunia di era globalisasi saat ini adalah

da’i yang memahami medan dapat melalui berbagai pendekatan, seperti pendekatan

psikologis, sosiologis, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

11
Jalaludin Rahmat, Islam Aktual, (Bandung: Mizan, 1991), h. 53.
9

Dalam al-Qur’an al-Karim dan Sunnah, terdapat penjelasan tentang amar

ma’ruf nahi munkar, dan perintah terhadap mereka yang layak untuk membawa

bendera dakwah Islam.12 Merekalah yang mampu mengajarkan agama, baik melalui

tulisan, ceramah maupun mengajar sehingga individu dan masyarakat dapat

memahaminya. Mereka semua bertanggung jawab atas hal itu, karena merekalah

yang dimaksud sebagai ahludz dzikir.

Mereka ahli dzikir ini adalah orang yang diberi tugas untuk menjadi pelopor

dalam dakwah, supaya dakwahnya tidak ditolak oleh hati sebagaimana ditolaknya air

hujan oleh batu yang licin, maka masing-masing mareka harus menjadi uswatun

hasanah (teladan yang baik), dan jika seorang juru dakwah tidak menjadi teladan,

maka ia tidak akan dapat mengenal hikmah, tidak dapat mengantar petunjuk

mau’izhah hasanah dan tidak bisa bersikap lemah lembut terhadap kawan dan tidak

berani terhadap lawan.

Masalah yang didakwahkan dalam Islam adalah yang teramat agung dan

mulia Islam tidak memerintahkan pengikutnya dengan perkara-perkara kehidupan

remeh, namun Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengabdikan seluruh

kehidupannya kepada Allah seperti firmanNya:

ِّ ‫يَاَ َيَّ َهاالَّ ِذ يْ َن اََمنُوا ْاد ُخلُ ْوا ىف‬


.....ً‫الس ْل ِم َكافَّة‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara
keseluruhan.13

12
Ibid.
13
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Jogjakarta: Mitra Pustaka, 2002), h. 36.
10

Karena itu dakwah al-Islam menuntut setiap pengikutnya agar menyerahkan

seluruh hidupnya kepada Allah. Allah pemilik dakwah, sedangkan Al-Qur’an adalah

firmanNya yang mengandung dakwahNya dan kitabNya (Al-Qur’an) adalah kitab

yang akurat dan penuh mukjizat baik dari sisi makna maupun ushlubnya.

Salah satu dari dampak majunya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah

meningkatnya daya kritis masyarakat. Artinya mereka tidak lagi serba permisif

(tertutup) terhadap ide-ide yang datang dari mana pun. Mereka akan semakin selektif

dan dinamis bahkan mampu melakukan kontrol sosial terhadap tokoh-tokoh

masyarakat.14

Kegiatan dakwah tidaklah sempit karena dakwah sebagai pengemban risalah

Islamiyah senantiasa bergerak laju menuju rahmatan lil alamin. Oleh karena itu

dakwah tidak mungkin ditangani oleh tenaga-tenaga yang tidak berilmu, tidak

berpengalaman apalagi tanpa keterampilan dalam bidang perencanaan,

pengorganisasian dan dukungan pembiayaan serta evaluasi.

Melihat fenomena tersebut merupakan hal yang harus dicatat dan diteliti

sehingga menjadi sesuatu yang bernilai pada perjalanan dakwah Islam. Karena

sebagaimana diungkapkan diawal bahwa berdakwah harus berlandaskan al-Qur’an

dan al-Hadist, sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah sebagai uswatun

hasanah bagi segenap umatnya. Berdasarkan data dan fakta, maka penulis

mengajukan karya ilmiah dengan judul, “Kontribusi Metode Dakwah Nabi

14
Ibid., h. 77.
11

Muhammad Saw Periode Makkah Terhadap Metode Dakwah Da’i

Kontemporer Dalam Menciptakan Masyarakat Agamis”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa metode dakwah yang digunakan nabi Muhammad Saw?

2. Apa metode dakwah yang digunakan da’i kontemporer?

3. Apakah kontribusi metode dakwah Nabi Muhammad Saw dengan metode

dakwah da’i kontemporer dalm membentuk masyarakat agamis?

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian mengenai masalah ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah Nabi Muhammad Saw.

b. Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah da’i kontemporer dalam

membentuk masyarakat yang agamis.

c. Untuk mengetahui apa kontribusi metode dakwah Nabi Muhammad

dengan metode dakwah da’i kontemporer dalam pembentukan masyarakat

agamis.

C. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada mahasiswa

dan masyarakat bagaimana metode dakwah Rasulullah dan metode

dakwah da’i kontemporer.


12

b. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

bagi peneliti lain yang akan menyempurnakan penelitian ini.

c. Bagi peneliti, merupakan penambahan pengetahuan dan pengalaman

dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

C. Kajian Pustaka

Dari beberapa literatur Tentang metode dakwah Rasulullah dan metode

dakwah da’i kontemporer ditentukan beberapa tulisan yang relevan dengan penelitian

yang dilakukan diantaranya:

Dalam buku ‘Sejarah Dakwah Islam’, dimana seorang juru dakwah harus

mempunyai pandangan yang jauh kedepan, memahami jiwa setiap bangsa, mengerti

tentang evolusi masyarakat, dimana di tengah masyarakat itulah nantinya akan dibina

suatu masyarakat baru yang tentunya lebih menyingkirkan segala hambatan yang

akan mengganggu fondasi bangunan tadi.15

Dalam buku ‘Metodologi Dakwah kontemporer’ dilihat dari latar belakang

pendidikan, para da’i memiliki tugas sebagai central of change dalam suatu

masyarakat, sehingga tugasnya disamping menyelamatkan masyarakat dengan dasar-

dasar nilai keagamaan, juga mengemban tugas pemberdayaan (empowering) seluruh

potensi masyarakat. Tugas kompleks tersebut, idealnya memang harus dilakukan

15
Atha Mustafa Muhammad, op. Cit., h. 73.
13

secara simultan mengingat seluruh elemen-elemen di dalam masyarakat akan saling

berkorelasi.16

Dalam jurnal dakwah dan kemasyarakatan, No.10 / Th.VI/ juni 2005. ISSN:

1412-3711 ‘Wardah’, dakwah Islam hakekatnya mengajak kejalan yang lebih benar

sesuai dengan tuntutan dalam al-Qur’an dan Hadist. Penerapan dakwah tidak bisa

dilepasakan dari konteks masyarakat setempat sebagai prasyarat efektifitas pesan

dakwah. Konteks masyarakat yang terbuai oleh fenomena budaya harus bisa diikuti

oleh metode dakwah sebagai pintu masuk untuk mempengaruhi khalayak.17

Skripsi berjudul ‘Da’i Kontemporer Dalam Perspektif Islam’, oleh Al-Azhar

tahun 2004, skripsi ini membahas tentang tugas, tanggung jawab, dan kriteria da’i

kontemporer di era globalisasi. Dalam hal ini figur da’i yang ideal yang diinginkan

oleh umat Islam adalah ketokohan seorang da’i dalam berdakwah. Da’i dalam

berdakwah. Da’i yang memiliki kelebihan ilmu pengetahuan agama yang luas,

mempunyai kharismatik akhlak yang mulia, sehingga menyebabkan da’i tersebut

menjadi perhatian dan panutan oleh masyarakat dan pesan-pesan agama yang di

sampaikan dapat di terima dan menjadi penyejuk batin bagi orang-orang

disekitarnya.18 Dan ini menegaskan bahwa buku-buku dan skripsi ini belum ada yang

menelitinya.

16
Siti Muriah , Op. Cit., h. 24.
17
Yenrizal, Op. Cit., h. 8.
18
Al-Azhar, Da’i Kontemporer Dalam Persepektif Islam, (Palembang: Perputakaan IAIN
Raden Fatah, 2004), h. 36 t. d.
14

D. Kerangka Teori

Dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da’a, yad’u, da’watan,

(‫ًة‬ ‫ َد ْع َو‬,‫ يَ ْد عُ و‬,‫) َد َع ا‬ yang artinya ajakan, seruan, atau mengundang, menurut

terminologi dakwah artinya sebagai sisi positif dari ajakan untuk menuju keselamatan
dunia akherat.19
Sedangkan juru dakwah atau da’i atau penyeru adalah petani yang serius dan

penuh harap dari satu benih yang ia tanam, menumbuhkan ratusan bahkan ribuan

tunas. Setiap dakwah atau seruan membutuhkan juru dakwah atau penyeru yang

dibutuhkan dari juru dakwah adalah unsur-unsur gerakannya, semangat untuk

menyebarkan dan sarana prasarana untuk menumbuh kembangkan dakwah.20

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa yunani methodos yang

berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata metode ditulis dengan method dan

dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan thariqah dan manhaj. Didalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, kata metode berarti cara yang teratur dan berfikir baik untuk

mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

ditentukan.

Menurut Hendry Van Lear metode adalah jalan atau cara melakukan atau

membuat sesuatu dengan sistem dan melalui prosedur untuk memperoleh atau

mencari tujuan yang dimaksud.21


19
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 4.
20
Ibid., h. 4.
21
Nurseri Hasnah Nasution, Op. Cit., h. 41.
15

Dari pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa, “Metode dakwah

adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada

mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang”.22

Sedangkan menurut Rohadi Abdul Fatah dan Tata Taufik dalam bukunya

’Manajemen di Era Global’, pengertian metode dakwah adalah metode yang dilalui

seorang da’i dalam menyampaikan dakwahnya atau metode yang dipakai dalam

penerapan pendekatan dakwah.23

Dakwah dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar penyampaian

dakwah tentunya mempunyai cara dan metode agar yang disampaikan dapat diterima,

tentunya dakwah dilaksanakan dengan metode yang baik dan benar, dan Beberapa

pokok cara-cara berdakwah baik yang dinashkan al-Qur’an secara jelas atau apa yang

dipahami dari sejumlah teks nash al-Qur’an, atau yang dipahami dari realitas dakwah

yang dilakukan Nabi dalam Sunnahnya, dalam menerangkan cara-cara berdakwah

tersebut berlandaskan hukum dari tugas dakwah antara lain termaktub dalam firman

Allah SWT (QS An-Nahl 125)

       


           
    

Artinya: Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan Hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang yang lebih baik.
Sesungguhnya Tuhan-Mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari Jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.

22
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1997), h. 43.
23
Rohadi Abdul Fatah dkk, Op. Cit., h. 27.
16

Ayat di atas menjelaskan beberapa kerangka dasar tentang metode dakwah

yang terdapat dalam al-Qur’an antara lain sebagai berikut:

1. Bil Al Hikmah (bijaksana)

2. Mauidzah Hasanah (nasehat yang baik)

3. Mujadalah (berdebat dengan cara baik atau berdiskusi)

Sedangkan pengertian kontemporer menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah semasa, sewaktu, pada waktu yang sama, atau sekarang ini.

Pada saat ini baik ulama atau cendekiawan muslim belum ada yang

mendefinisikan bagaimana sesungguhnya pengertian da’i kontemporer yang

sebenarnya. Namun penulis berasumsi dari pengertian dapat menyimpulkan bahwa

yang dikatakan da’i kontemporer adalah segolongan umat Islam yang mengajak umat

manusia kepada kebaikan sesuai dengan perintah Allah SWT dan berorientasi pada

dakwah kekinian, mempunyai keahlian khusus dalam bidang dakwah dan mereka

melaksanakan dakwahnya pada saat ini.

E. Metodologi Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan, yaitu mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi yang akan

dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini

digunakan pendekatan historis yaitu penelitian yang bertujuan untuk

mengkonstruksikan masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara


17

mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta menganalisa buku-buku untuk

menegakkan fakta-fakta guna memperoleh kesimpulan yang kuat.24

Dalam penulisan Skripsi ini menggunakan studi kepustakaan, adapun jenis

dan sumber datanya sebagai berikut:

1. Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam Skripsi ini adalah data kualitatif yang bersumber

dari buku-buku rujukan disertai bahan-bahan bacaan lain dari surat kabar, majalah,

tabloid, yang merupakan artikel-artikel dan nash-nash al-Qur’an serta al-Hadits yang

relevan dengan kajian ini.

2. Teknik pengumpulan Data

Sebagaimana penelitian kepustakaan, pengumpulan data dilakukan dengan

telaah referensi serta analisis dokumen atau laporan yang memuat penelitian yang

berhubungan dengan permasalahan.

3. Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan dianalisis melalui metode deskriptif kualitatif

dengan tinjauan histori dan fenomenologi. “tinjauan historis adalah pemusatan

perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan masalah tertentu dan dalam jangka

waktu tertentu juga”.25 Sedangkan tinjauan fenomenologi juga disebut situasional

yang mencermati kehidupan sosial dinamis dengan berbagai perubahan”.26


24
Zulkifli, Dasar-Dasar Penyusunan Proposal Penelitian, (Palembang: UNSRI Press, 2001),
h. 16.
25
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003) h. 26.
26
Ibid., h. 27.
18

H. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini akan disajikan dalam 4 bab yang terdiri dari:

BAB 1 Merupakan bab pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka

teori, dan sistematika pembahasan yang akan dipaparkan.

BAB II Konsep dakwah dan metode dakwah secara umum.

BAB III Kontribusi metode dakwah Nabi Muhammad Saw terhadap metode

dakwah da’i kontemporer dalam menciptakan masyarakat agamis

BAB IV Bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

Anda mungkin juga menyukai