Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mengajak manusia kepada agama Allah, terhitung spektakuler.
Bagaimana tidak, hanya dalam waktu 23 tahun beliau berhasil mengajak
seluruh bangsa Arab dalam pelukan Islam, yang imbasnya secara alamiah dari
generasi ke generasi Islam telah menyebar ke seantero jagad. Jumlah populasi
muslim dunia ,kini yang mencapai kurang lebih 1.5 milyar tak lepas dari
kiprah beliau selama 23 tahun tersebut.
Beberapa mufassir memberikan keterangan , yang dimaksud ‘ala
basyiroh pada ayat diatas adalah ‘ala sunnah atau ala ilmin , maknanya ;
dakawah kepada Allah hendaklah berdasar sunnah rasul-Nya. Perintah ini
sangatlah logis, sebab telah terbukti dalam lembar sejarah Muhammad Saw
sebagai rasul terakhir benar-benar telah berhasil dengan gemilang menjadikn
Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dan tak berlebihan kalau kemudian seorang
peneliti barat Michael Hurt, menempatkan Muhammad Saw pada urutan
pertama dari 100 tokoh dunia yang paling berpengaruh.
Fakta yang terjadi pada era globalisasi ini strategi dakwah yang
digunakan para Da’i dalam menyampaikan materi dakwahnya sama sekali
kurang membuat masyarakat menjadi lebih terpesona dengan ajaran islamnya
melainkan masyarakat malah menghindarinya dan bahkan jauh dari syari’at
islam dan strategi yang dilakukan oleh Rasulullah ketika berdakwah di
Mekkah dan di Madinah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Bagaimana Metode Dakwah Rasulullah saw di Mekkah?
2. Bagaimana Metode Dakwah Rasulullah saw di Madinah?
PEMBAHASAN

A. Metode Dakwah Rasulullah saw di Mekkah


1. Periode Rumah Tangga’/Dakwah Secara Rahasia (Sirriyatud Dakwah)
Pada awal periode Mekkah Rasulullah berdakwah secara
sembunyi-sembunyi, mendatangi orang-orang dekat Beliau antara lain istri
Beliau Khadijah, keponakannya Ali, budak Beliau Zaid, untuk diajak
masuk Islam. Ketika turun surat al Muddatstsir : 1-2, Rasulullah mulai
melakukan dakwah di tengah masyarakat, setiap bertemu orang Beliau
selalu mengajaknya untuk mengenal dan masuk Islam (masih dalam
keadaan sembunyi-sembunyi).1
Periode pertama ini, berlalu tiga tahun lamanya, di mana dalam
masa itu Rasulullah Saw. Menjalankan dakwahnya dengan diam-diam,
hanya dengan memberi pelajaran dan petunjuk, mengusahakan agar para
pengikutnya konsisten atau loyal dan istiqomah dengan jalan memberi
pelajaran yang baik yang memuaskan.
Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan
menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah
nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman
bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah  yang juga
masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain seperti Abu ‘Ubaidah,
Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan rumah
Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat
kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di
tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk
kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya
tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini lebih kurang selama 3 tahun dan
menghasilkan 40 orang lebih yang masuk Islam.
Nabi saw tidak menampakkan da’wah di majelis-majelis umum
orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali kepada orang-

1
Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 13
orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra,
Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan
anak angkatnya, Abu bakar bin Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair
bin Awwan, Abdur-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya.
Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila diantara mereka
ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekah
seraya bersembunyi dari pandangan orang Quraisy.
2. Periode Keluarga/Dakwah Secara Rahasia (Sirriyatud Dakwah)
Dalam periode ini, Allah SWT, menyuruh Rasulullah Saw.
Menyampaikan dakwah kepada keluarganya yang terdekat terlebih dahulu,
dan jangan menghiraukan ancaman dan penghinaan musyrik Quraisy.2
Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan
membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang
islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang
memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah
di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini bertepatan
dengan turunnya surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk
berdakwah secara terang-terangan dan terbuka. Ini berarti Rasulullah dan
para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-
sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-
terangan (daur al i’lan).
      
Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa
yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-
orang yang musyrik. (QS. Al-Hijr [15]:94)
      
       
   
Artinya: “dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. jika mereka
mendurhakaimu Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak
bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan";
2
Ibid, h. 4
Setelah datang perintah Allah Swt. Itu, maka naiklah Muhammad
Saw. Ke bukit Safa, seraya menyeru: “Wahai kaum Quraisy!” Maka
berkumpul lah mereka di Bukit Safa. Kemudian terus Rasulullah Saw.
Berdakwah agar mereka masuk Islam. Di antara mereka da yang menerima
dakwah itu, dan kebanyakan mereka menolak, bahkan mengejek dan
mengancam lagi. Walaupun demikian, semangat Muhammad Saw. Tidak
menjadi lemah, bahkan tambah membaja, sehingga berpindahlah
dakwahnya dari periode keluarga ke periode ketiga, yaitu periode
konfrontasi.
Dakwah Islam dimulai di Mekah dengan cara sembunyi-sembunyi.
Dan Ibnu Ishaq menyebutkan, dakwah dengan cara ini berjalan selama tiga
tahun.  Demikian pula dengan Abu Naim: ia mengatakan dakwah tertutup
ini berjalan selama tiga tahun.
3. Periode Konfrontasi / Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud
Da’wah)
Dalam masa periode konfrontasi ini, Rasulullah Saw, berdakwah
dengan terus terang, dengan blak-blakan tanpa menghiraukan penghinaan
dan ancaman. Nabi Saw, keluar menjalankan dakwahnya ke segala tempat,
ke ka’bah, ke tempat-tempat orang Quraisy berkumpul, pada musim hari
raya, bahkan pada segala kesempatan, mengajak mereka memeluk agama
Allah Swt, agama tauhid. Maka berkembanglah dakwah Rasulullah Saw,
dan banyaklah pengikutnya, sehingga menyebabkan kaum quraisy mulai
bertindak keras dan kejam.3

4. Periode Kekuatan/ Da’wah Secara Terang-terangan (Jahriyatud


Da’wah)
Pada akhir periode ketiga, yaitu dalam tahun ke delapan Hijriah,
masuklah ke dalam Islam, Hamzah dan Umar bin Khattab, keduanya

3
Ibid, h. 15
adalah pahlawan-pahlawan Quraisy, sehingga dengan sebab masuknya
mereka ke dalam Islam, barisan kaum muslimin menjadi kuat dan
masuklah dakwah Islam ke dalam periode ke tempat yaitu periode
kekuatan.
Dalam permulaan periode ke empat ini, yaitu dalam tahun ke
delapan Hijriah, kaum Muslimin untuk pertama kali melakukan ibadah
shalat dengan terang-terangan dalam ka’bah, sedangkan sebelum itu
mereka melakukan shalat dengan sembunyi-sembunyi.4
Dari tahapan kontak secara individu menuju tahap menyeru seluruh
masyarakat. Sejak saat itu mulai terjadi benturan antara keimanan dan
kekufuran, antara pemikiran yang haq dan pemikiran yang batil. Tahapan
ini disebut marhalah al tafa’ul wa al kifah yaitu tahap interaksi dan
perjuangan. Di tahapan ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah
Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan
menakutkan di antara seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat
yang dipimpin oleh Ja’far bi Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk
melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara Rasulullah dan sahabat yang lain
terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua kabilah atau ketua
suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar Mekkah.
Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya
datang ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi
dan mengajak mereka masuk Islam atau minimal memberikan dukungan
terhadap perjuangan Rasulullah.
Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena
Rasulullah dan para sahabat selalu melecehkan khayalan mereka,
merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan rusaknya kehidupan
mereka yang rendah, dan mencela cara-cara hidup mereka yang
sesat. Rasulullah tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama
menjalankan sistem kehidupan rusak dan sesat buatan manusia jahiliyah.
Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang

4
Ibid, h. 15 – 16
kafir secara gamblang. Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi
dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan,
pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
B. Metode Dakwah Rasulullah saw di Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW
periode Madinah adalah:5
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang
lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih
dahulu orang yang berdakwah  itu harus meyakini kebenaran Islam dan
mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT
dalam Surah An-Nahl ayat 125.
    
   
    
        
   
   
 Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
An-Nahl, 16: 125)

Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai
dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.  
    
  
   
   
   
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
5
M. Munir dkk, Metode dakwah,(Jakarta; Kencana, 2006) Cet  ke-3 h. 8
Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan
dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat
materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus
menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah
Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam
membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang
menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud
kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni
masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah
naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam
seperti tersebut adalah:6
1. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya
Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari
Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan
menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara
gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu
kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat
terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan
r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.

6
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1991, Cet. 1, h. 61.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:7
a. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah,
dan akhlak.
b. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat
Jumat, shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
c. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam
yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
d. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan
persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya
persatuan.
e. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai
tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya
kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan
anak-anak yatim terlantar.
f. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat
pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang
menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah
yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW
penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar,
sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat
seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang
Ansar.

7
Ibd, h. 9
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:8
a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam
yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba
sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
b. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
c. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji
(Ansar).
d. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar,
termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan
secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan
persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling
menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum
Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang
diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka
berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri.
Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata
pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi
yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus
Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus
Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,

8
Ibid, h. 10
kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi
perang antara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
3. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa,
Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk
Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad
SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang
menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu
komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu
dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan
seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan
negeri itu dari serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang
muslim atau bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai
model Negara Islam yang adil, membangun serta ditakuti oleh musuh-
musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam
Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:
a. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak
pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap
golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada
orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang
yang mematuhi peraturan.
b. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan
beragama.
c. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin,
kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama
mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil.
Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah
harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
d. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala
perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan
kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
4. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya
terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan
kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada
awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat Islam.
Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan
berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba
menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk
kalangan umat Islam, Nabi saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin
dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim, mereka diikat dengan
peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam
Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai
seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara
(khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah,
umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak
menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nabi saw tidak menampakan da’wah di majelis-majelis umum orang-
orang Quraisy, dan tidak melakukan da’wah kecuali kepada orang-orang yang
memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya. Orang-orang pertama
kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin Abi Thalib, Zaid
bin Haritsah mantan budak Rasulullah saw dan anak angkatnya, Abu bakar bin
Abi Quhafah, Utsaman bin Affan, Zubair bin Awwan, Abdur-Rahman bin
Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya. Mereka ini bertemu dengan Nabi
secara rahasia. Apabila diantara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah,
ia pergi ke lorong-lorong Mekah seraya bersembunyi dari pandangan orang
Quraisy.
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan
bahwa dakwah Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah
lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota
Mekah ke kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan
Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan
pendidikan sosial kemasyarakatan.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M.. 1991. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara.

M. Munir dkk. 2006 . Metode dakwah, Jakarta; Kencana.

Saputra, Wahidin. 2012. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai