Anda di halaman 1dari 49

METODOLOGI DAKWAH

(Analisis Dakwah Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan Wali Songo)

Makalah ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan nilai dalam mata kuliah

Studi Naskah Dakwah

Dosen Pengampu: Dr. Khairan M. Arif, MA

Disusun Oleh:

Ujang Palahuddin Assopari 4120210043


Rusli Maulidin 4120210040

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pada mulanya, Islam hanyalah agama suku di Jazirah Arab, yaitu suku Quraish.
Keberadaan Islam sebagai agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dimulai
dari perkembangan islam periode Makkah yang berlangsung selama 13 tahun setelah
Nubuwah, kemudian berkembang pada periode Madinah selama 10 tahun hingga
akhirnya Rasulullah SAW wafat.
Sepeninggal Rasulullah SAW, periode selanjutnya disebut dengan periode / masa
khulafaur-rasyidin yang dalam pelaksanannya di pimpin oleh seorang khalifah. Khalifah
pertama yang terpilih sesuai dengan hasil musyawarah kaum muslimin adalah Abu Bakar
As-Shidiq, Kemudian dilanjutkan oleh Khaifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin
Affan dan yang terakhir adalah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Perlahan tapi pasti Islam berkembang melintasi dimensi kesukuan dan terus
berkembang hingga keberbagai wilayah di dunia. Penyebaran dan perkembangan Islam
di Nusatara sendiri dapat dianggap sudah terjadi pada tahun-tahun awal abad ke-12 M.
Berdasarkan data yang telah diteliti oleh pakar antropologi dan sejarah, dapat diketahui
bahwa penyiaran Islam di Nusantara tidak bersamaan waktunya, demikian pula kadar
pengaruhnya berbeda-beda di suatu daerah.
Berdasarkan konteks sejarah kebudayaan Islam di Jawa, rentangan waktu abad
ke-15 sampai ke-16 ditandai tumbuhnya suatu kebudayaan baru yang menampilkan
sintesis antara unsur kebudayaan Hindu-Budha dengan unsur kebudayaan Islam. Adapun
tokoh sentral penyebaran Islam di Pulau Jawa, para penulis sejarah sepakat menunjuk
para Ulama yang kemudian dikenal dengan julukan Wali Sanga (Sembilan Wali). Menurut
kebanyakan penulis, yang dimaksud dengan Wali sanga adalah Maulana Malik Ibrahim,
Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunun Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gunung
Jati, Sunan Kalijaga dan Sunan Muria.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Analisis Dakwah Rasulullah SAW

a. Periode / Fase Makkah

Setiap periode memiliki tahapan-tahapan sendiri, dengan kekhususannya


masing-masing. Hal ini tampak jelas setelah meneliti berbagai unsur yang
menyertai dakwah itu selama dua periode secara mendetail.

Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan dakwah, yaitu:

1. Tahapan Dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama tiga tahun1.

Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab. Disana ada peribadatan


terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang
disucikan seluruh bangsa Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka
tentu bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan perbaikan
jauh dari lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan kemauan yang keras yang
tidak bisa diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam menghadapi kondisi
ini, tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan
sembunyisembunyi, agar penduduk Mekkah tidak kaget karena tiba-tiba
menghadapi sesuatu yang menggusarkan mereka.

Pada awal mulanya Rasulullah SAW menampakkan Islam kepada orang


yang paling dekat dengan beliau. Anggota keluarga dan sahabatsahabat karib
beliau. Beliau menyeru mereka ini kepada Islam, juga menyeru kepada siapa
pun yang dirasa memiliki kebaikan yang sudah beliau kenal secara baik dan
mereka pun mengenal beliau secara baik. Dalam tarikh Islam, mereka disebut
As-Sabiqunal Awwalun (yang terdahulu dan yang pertama masuk Islam).

1
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h.17-18

3
Mereka adalah istri beliau, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid,
pembantu beliau, Zaid bin Haritsah, anak paman beliau, Ali bin Abu Thalib, yang
saat itu Ali masih anak-anak dan hidup dalam asuhan beliau, dan sahabat karib
beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar yang dikenal kaumnya sebagai
seorang laki-laki yang lemah lembut, pengasih dan ramah, dan memiliki akhlak
yang mulia bersemangat membantu Rasul mendakwahkan Islam. Berkat
seruannya, ada beberapa orang yang masuk Islam, yaitu: Utsman bin Affan,
Az-Zubair bin Al-Awwan, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Thalhah
bin Ubaidillah.

Ada juga lainnya yang termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam,
yaitu: Bilal bin Rabbah, Abu Salamah bin Abdul Asad, Amir bin Al-Jarrah, Al-
Arqam bin Abil Arqam, Fathimah bin Al-khattab, Khabbab bin Al-Arrat, Dan
banyak lagi lainnya.

Lama kelamaan, dakwah Islam didengar orang-orang Quraisy pada tahapan


ini, sekalipun dakwah itu masih dilakukan secara sembunyisembunyi dan
perorangan. Selama tiga tahun dakwah masih dilakukan secara sembunyi-
sembunyi dan perorangan. Selama jangka waktu ini telah terbentuk sekelompok
orang-orang mukmin yang senantiasa menguatkan hubungan persaudaraan
dan saling bahu-membahu. Penyampaian dakwah terus dilakukan, hingga turun
wahyu yang mengharuskan Rasulullah SAW menampakkan dakwah kepada
kaumnya. Menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang berhala-berhala
sesembahan mereka.

2. Tahapan Dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Mekkah, yang


dimulai sejak tahun keempat dari nubuwah hingga akhir tahun kesepuluh.

Dalam tahapan ini, Rasulullah SAW berdakwah kepada keturunan Abdul


Muthalib. Hal ini dilakukan setelah turunnya wahyu ketiga, sûrah Al-Syu’ara’
(ayat 214). Nabi mengumpulkan dan mengajak mereka supaya beriman. Akan
tetapi Abu Lahab beserta istrinya mengutuk Nabi, sehingga turun Sûrah al-
4
Masad (ayat 1-5), hanya Abu Thalib-lah yang mendukung dan memerintahkan
melanjutkan perjuangan Rasul2.
Setelah Nabi SAW merasa yakin terhadap dukungan dan janji Abu Thalib
untuk melindunginya dalam menyampaikan wahyu Allah dan Seruan beliau
semakin menggema seantero Mekkah, hingga kemudian turun ayat:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
(QS. Al-Hijr (15): 94)

Kafir Quraisy sudah kehabisan cara dalam menghadang dakwah Nabi SAW,
hingga akhirnya mereka mendatangi paman beliau, Abu Thalib. Mereka
meminta kepadanya agar menghentikan segala apa pun yang diperbuat oleh
anak saudaranya itu. Dengan perkataan yang halus dan lemah lembut, Abu
Thalib menolak permintaan mereka. Maka mereka pun pulang dengan tangan
hampa sehingga Rasulullah bisa melanjutkan dakwah, menampakkan agama
Allah dan menyeru kepada-Nya.
Kecewa dengan jawaban Abu Thalib itu, mereka langsung kepada Nabi
Muhammad s.a.w. membujuknya dengan menawarkan tahta, wanita dan harta
asal Nabi bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Nabi
dengan mengatakan “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di
tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan
ini sehingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”
Semenjak penolakan itu, orang-orang Quraisy tahu bahwa Muhammad SAW
sama sekali tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka memeras pikiran
dan menyimpulkan untuk membenamkan dakwah dan ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW dengan beberapa cara diantaranya dengan ejekan dan
penghinaan kepada Nabi dan para pengikutnya, menjelek-jelekkan ajaran Nabi

2
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, Cet. 3, 2013) h.34

5
dan menebar keraguan kepada para pengikutnya, memberkan ancaman dan
tekanan terhadap pengikut-pengikut Nabi SAW dan pemboikotan secara
menyeluruh. Sehingga Rasulullah SAW menyuruh kaumnya untuk hijrah dan
berdakwah ke luar mekkah.

3. Tahapan Dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya, yang dimulai dari tahun
kesepuluh dari nubuwah hingga hijrah ke Madinah.

Untuk menghindarkan kaum muslim dari tindakan kekerasan ini, Nabi


memerintahkan mereka hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Rombongan pertama,
pada tahun kelima dari kerasulannya, di bawah pimpinan Usman bin Affan
diikuti 15 orang (10 pria dan 5 wanita) berangkat ke Habasyah, termasuk isteri
Usman, Rukayah bintiMuhammad.
Rombongan kedua, di bawah pimpinan JA’far bin Abi Thalib diikuti 81 orang
(80 pria dan 1 wanita, yaitu Ummu Habibah, puteri Abu Sofyan). Mereka
diterima raja Ethiopia, Negus. Mengetahui hal itu Pimpinan Quraisy mengirim
Amr bin Ash dan Abdullah bni Abi Rabi’ untuk membujuk raja Negus agar
menolak kehadiran umat Islam di sana, tetapi Raja menolak permintaan
mereka. Di tengah kekejaman pemimpin Quraisy terhadap umat Islam
meningkat, dua orang kuat kaum Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar bin
Khaththab yang membuat posisi umat Islam semakin kuat. Hal tersebut
membuat keadaan duka hati Rasulullah atas meninggalnya paman beliau Abu
Thalib dan Istri beliau Khadijah binti Khuwailid terobati.
Pada tahun kesepuluh dari nubuwah, Rasulullah SAW pergi ke Thaif, beliau
pergi dengan berjalan kaki bersama dengan pembantunya Zaid bin Haritsah,
beliau mengajak penduduk setiap kabilah yang ia lalui kepada Islam, namun tak
satu pun yang memenuhinya. Sesampainya di Thaif, beliau menyeru agama
Allah kepada pemimpin Bani Tsaqif. Namun semua menolaknya dan mencaci
maki beliau sambil melempari batu kearah Nabi SAW bahkan sampai terluka di
bagian kepala dan badannya.

6
Di tahun ini juga dikenal dengan tahun duka cita karena tiga peristiwa yang
dialami Nabi SAW diantaranya, kepergian Pamannya yaitu Abu Thalib yang
selama ini setia melindungi dakwah beliau, disusul oleh wafatnya istri beliau
yaitu siti khodijah yang setia mendukung perjuangan dakwahnya dan yang
terakhir adalah penolakan dakwah Nabi SAW di Thaif secara keji dan tidak
manusiawi.
Dalam situasi berduka cita di tahun duka cita yang dialami Nabi secara
beruntun di tahun ke-10 dari kenabian tersebut di atas, Allah mengisra’
mi’rajkan Nabi Muhammad s.a.w., pada tahun ke-10 itu juga, antara lain,
tujuannya adalah untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita
tersebut. Kaitan antara tahun duka cita dengan isra’ mi’raj Nabi adalah untuk
menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita ketika itu dengan
memperlihatkan beberapa Rasul yang juga mendapat tantangan dari kaumnya
sekaligus memohon pertolongan Allah Swt. menghadapi tantangan orang-orang
kafir itu.
Ternyata setelah peristiwa Isra’ mi’raj, muncul perkembangan besar bagi
dakwah Islam. Saat musim haji tiba, beliau kembali ke Mekkah dan berdakwah
kepada orang-orang yang melaksanakan haji dari segala penduduk di luar
Mekkah termasuk penduduk Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj.
Kemudian Agama Allah mereka bawa ke negerinya, hingga tersebar luaslah
Islam di Jazirah Arab hingga ke Madinah, dan Islam di Madinah disambut baik
oleh penduduknya.

b. Periode / Fase Madinah


Rasulullah memerintahkan seluruh pengikutnya Hijrah ke Madinah, tak
tersisa seorang mukmin pun berada di Mekkah kecuali Rasulullah SAW, Abu
Bakar, Ali bin Abu Thalib, dan beberapa orang yang memang diperintahkan
untuk tetap di Mekkah sampai ada perintah dari Allah SWT.
Pada suatu ketika Jibril turun kepada beliau membawa wahyu dari Allah,
seraya mengabarkan persekongkolan Quraisy yang hendak membunuh

7
Rasulullah dan bahwa Allah telah mengizinkan beliau untuk pergi serta
menetapkan waktu hijrah.
Singkat cerita, setelah beliau dan rombongan memasuki Madinah, beliau
disambut penduduk Madinah dengan gembira dari kalangan Anshar. Mereka
berharap agar Rasulullah singgah di rumah-rumah mereka.
Berbeda dengan periode Makkah di mana umat Islam merupakan kelompok
minoritas, pada periode Madinah mereka menjadi kelompok mayoritas. Di
Makkah Rasulullah hanya berfungsi sebagai seorang Rasul, tetapi di Madinah
beliau selain sebagai seorang Rasul dia juga sebagai Kepala Negara.

1. Dibangunnya Peradaban dan Masyarakat Baru


Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat di kalangan internal umat Islam3.
Pertama, pembangunan mesjid. Setiap kabilah sebelum Islam datang,
mereka memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar
seluruh umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan. Maka beliau
membangun sebuah masjid yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain
dijadikan tempat shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat
pemerintahan.
Kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim asal
Makkah) dan kaum Ansar (muslim Madinah). Dengan demikian, setiap muslim
terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar, misalnya,
dipersaudarakan Nabi dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan
Mu’az bin Jabal. Hal ini berarti Rasulullah menciptakan suatu bentuk
persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan
berdasarkan kesukuan, di zaman jahiliah.

3
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, Cet. 3, 2013) h.43-44

8
2. Mengadakan Perjanjian dengan Pihak Yahudi/Non-Muslim/Konstitusi
Madinah
Setelah Islam terpancang di bumi Madinah dan kokoh di negeri itu, maka
Rasulullah mengatur hubungan dengan selain golongan muslim. Perhatian beliau
saat itu terpusat untuk menciptakan keamanan, kebahagian dan kebaikan bagi
semua manusia. Untuk itu beliau menerapkan undang-undang yang luwes dan
penuh tenggang rasa, yang tidak pernah terbayangkan dalam kehidupan dunia
yang selalu dibayangi fanatisme.
Penduduk Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga
kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa Arab non-muslim dan orang
Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok itu, Nabi
mengadakan perjanjian dalam piagam yang disebut “Konstitusi Madinah”, yang
isinya antara lain:
 Semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
 Bila salah satu kelompok diserang musuh, maka kelompok lain wajib untuk
membelanya.
 Masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian dalam
bentuk apapun dengan orang Quraisy.
 Masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa
campur tangan kelompok lain.
 Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, non-Muslim, ataupun
bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril dan materiil.
 Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia
menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.4

Dengan disahkannya perjanjian ini, maka Madinah dan sekitarnya seakan-


akan merupakan satu negara yang makmur. Pelaksana pemerintahan dan

4
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Rosda Bandung, 1988), h. 131-132

9
penguasa mayoritas adalah orang-orang Muslim, sehingga dengan begitu
Madinah benar-benar menjadi ibukota bagi Islam.

3. Membentuk Pasukan Perang


Pesatmya perkembangan Islam di Madinah, mendorong pemimpin Quraisy
Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya meningkatkan permusuhan mereka
terhadap Islam. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan gangguan
dari musuh, Nabi sebagai kepala negara mengatur siasat dan membentuk
pasukan perang.
Umat Islam pun pada tahun ke-2 Hijriah telah diizinkan berperang dengan
dua alasan: (1) Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan
(2) Menjaga keselamatan dalam penyebaran Islam dan mempertahankannya
dari orang-orang yang menghalanginya.
Maka tidak mengherankan jika terjadi peperangan antara umat Islam
dengan kafir Quraisy selama 8 tahun dalam puluhan kali pertempuran. Yang
terpenting di antaranya adalah perang badar. Penyebabnya secara khusus
karena adanya berita lewat mata-mata bahwa kabilah dagang yang dipimpin
Abu Sofyan yang kembali dari Syam akan dicegat oleh umat Islam di Madinah,
sehingga Abu Sofyan mengambil jalan lain hingga selamat sampai ke Makkah.
Umat Islam memang memutuskan melakukan pencegatan itu, karena harta
kaum muhajirin yang tinggal di Makkah telah diambil oleh orang-orang Quraisy.
Dalam perang ini kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Di pihak Islam
gugur 14 orang dan di pihak musuh gugur pula 70 orang, termasuk Abu Jahl
sebagai pemimpin perang, dan beberapa orang lainnya tertawan.
Perang ini sangat menentukan bagi umat Islam. Hal ini dapat terbaca dari
doa Nabi sebelum berperang: “Ya Allah! Bila umat Islam kalah, engkau tidak lagi
akan disembah di permukaan bumi”. Bantuan Allah datang dengan menurunkan
malaikat-malaikat. (Baca Surah Ali Imran, ayat 122, Al-Anfal, ayat 9 – 12, 17
dan 43 – 44).5

5
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, Cet. 3, 2013) h.45-47

10
Setelah perang Badar usai, banyak peperangan yang kembali terjadi antara
kafir Quraisy dengan kaum muslimin diantaranya, Perang Uhud yang dalam
peperangan ini kaum muslimin mengalami kekalahan karena kelegahan kaum
muslimin yang tidak taát pada perintah Rasulullah dan adanya penghianatan dari
Abdullah bin Ubay dan pasukan Yahudi yang membelot, dalam perang itu pun
Rasulullah SAW kehilangan pamannya Hamzah yang dadanya terbelah dan
hatinya diambil dan dimakan oleh Hindun istri Abu Sufyan.
Setelah itu banyak peperangan dan peristiwa yang terjadi antara kaum
muslimin dan orang-orang kafir quraisy, yang diwarnai penghianatan kaum
Yahudi kepada Nabi Muhammad SAW beserta pasukannya, diantaranya perang
Ahzab/Perang Khandaq, Perjanjian Hudaibiyah, Masa Gencatan Senjata,
Penaklukan Kota Makkah, dan perang Perang Khaibar.
Di tahun 9 dan 10 H disebut juga tahun Delegasi, karena berbagai suku dari
pelosok-pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi menyatakan diri
tunduk di bawah kekuasaan Islam. Masuknya orang Makkah ke dalam agama
Islam rupanya mempunyai pengaruh yang amat besar pada penduduk padang
pasir yang liar itu. Persatuan bangsa Arab telah terwujud. Peperangan antara
suku sebelumnya, telah berubah menjadi persaudaraan beragama.

4. Haji Wada’ dan Wafatnya Nabi Muhammad SAW


Pada tahun 10 H Nabi menunaikan ibadah Haji yang dikenal dengan Haji
Wada’. Didepan kurang lebih 100.000 orang kaum muslimin Nabi berkhutbah
yang isinya antara lain:
Pertama, jangan menumpahkan darah kecuali dengan hak.
Kedua, jangan mengambil harta orang lain dengan bathil.
Ketiga, jangan riba dan menganiaya.
Keempat, jangan balas dendam dengan tebusan dosa.
Kelima, memperlalukuan para istri dengan baik dan lemah lembut.
Keenam, perintah menjauhi dosa.

11
Ketujuh, perintah saling memaafkan atas semua pertengkaran antara
mereka di zaman jahiliyah,
Kedelapan, tegakkan persaudaraan dan persamaan antara manusia.
Kesembilan, perintah memperlakukan hamba sahaya dengan baik.
Kesepuluh, perintah harus berpegang teguh kepada dua sumber yang
ditinggalkan Nabi, yaitu al-Qur’an dan Sunnah.6
Tiga bulan setelah Nabi kembali ke Madinah, beliau menderita sakit. Abu
Bakar disuruh Nabi mengimami kaum muslimin dalam sholat sebanyak tiga kali,
bila beliau tidak sanggup melakukannya. Sakit Nabi itu berlangsung selama 14
hari. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul
Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di rumah istrinya ‘Aisyah.
Kaum muslimin yang diberitahukan atas wafatnya Nabi itu dicekam
kebingungan, tetapi Abu Bakar tampil membacakan ayat al-Qur’an Surat Ali
‘Imran ayat 144, dan berpidato: “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi
Muhammad, maka Nabi Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa memuja
Allah Swt. maka Allah Swt. Hidup selama-lamanya.
Dari perjalanan sejarah Rasulullah di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi
Muhammad s.a.w. di Makkah hanya sebagai seorang Rasul. Sedang di Madinah
selain sebagai Rasul pemimpin agama, Nabi juga seorang Kepala Negara,
komandan perang, pemimpin politik dan adminstrator yang cakap, sehingga
dalam waktu 10 tahun beliau berhasil mewujudkan penduduk sahara itu ke
dalam kekuasaannya.7

1.2. Analisis Dakwah Islam di Masa Khulafa Rasyidin


Periode Nabi SAW agaknya dapat disebut sebagai peletak dasar citacita
keislaman dengan berbagai teladan dari padanya. Sedangkan masa khalifah
Rasulullah dapat dikategorikan sebagai gerak menaik, khususnya dalam hal
pembangunan kehidupan politik berdasarkan syura.

6
Fazkur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 1984), h. 16
7
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, Cet. 3, 2013) h.59-60

12
Sistem pemerintahan Islam mendasarkan prinsip politik dan
perundangundangannya kepada Kitab Suci Al-Quran. Rasulullah SAW telah
memberikan contoh dan keharusan bermusyawarah-pun telah merupakan
sunnahnya. Maka para khalifah, dalam menjalankan pemerintahan, tunduk pula
kepada Al-Quran dan meneruskan pula Sunnah Rasulullah dalam melakukan
musyawarah.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, fungsi sebagai Rasulullah tidak dapat
digantikan oleh siapa pun manusia di dunia ini, karena pemilihan fungsi tersebut
adalah mutlak dari Allah SWT. Namun fungsi beliau sebagai kepala
pemerintahan dan pemimpin masyarakat harus ada yang menggantikannya.
Selanjutnya pemerintahan Islam dipimpin oleh empat orang sahabat
terdekatnya, kepemimpinan dari para sahabat Rasul ini disebut periode Khulafa
al-Rasyidin (para pengganti yang mendapatkan bimbingan ke jalan lurus).
Meskipun hanya berlangsung 30 tahun, masa Khalifah Khulafa al-Rasyidin
adalah masa yang penting dalam sejarah Islam. Khulafa al-Rasyidin berhasil
menyelamatkan Islam, mengkonsolidasi dan meletakkan dasar bagi keagungan
umat Islam. Dengan kata lain, pemerintahan Khulafa al-Rasyidin itu pada
dasarnya bercorak musyawarah, syura.
Dengan wafatnya Rasulullah SAW, umat Muslim dihadapkan kepada suatu
krisis konstitusional. Rasul tidak menunjuk penggantinya, bahkan tidak pula
membentuk suatu majelis untuk masalah tersebut. Sejumlah suku melepaskan
diri dari kekuasaan Madinah dan menolak memberi penghormatan kepada
Khalifah yang baru, bahkan menolak perintahnya. Sebagian dari mereka bahkan
menolak Islam. Ada golongan yang telah murtad, ada yang mengaku dirinya
sebagai nabi dan mendapat pengikut/pendukung yang tidak sedikit jumlahnya.
Ada juga golongan yang tidak mau lagi membayar zakat karena mengira zakat
sebagai upeti kepada Muhammad SAW., yang masih tetap patuh kepada agama
Islam adalah penduduk Mekkah, Madinah dan Thaif. Mereka tetap memenuhi

13
kewajiban dan mau mengorbankan apa yang mereka miliki untuk
mengembalikan kejayaan Islam8.
Permasalahan politik yang pertama kali muncul sepeninggal Rasulullah
adalah siapakah yang menjadi penggantinya sebagai kepala pemerintahan dan
bagaimana sistem pemerintahannya. Rasul telah mengajarkan suatu prinsip,
yaitu musyawarah, sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Prinsip tersebut telah
dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap pergantian
pimpinan dari empat khalifah periode Khulafa al-Rasyidin, meski dengan versi
yang beragam.

a. ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR SIDDIQ (11-13 H / 632 – 634 M)


Masalah yang pertama timbul dalam Islam sesudah Nabi wafat adalah
politik, yaitu mengenai pengganti Nabi sebagai kepala negara dalam
kapasitasnya sebagai kepala negara di Madinah, sedang kedudukannya sebagai
Rasul tidak dapat digantikan oleh siapapun. Sementara Nabi tidak meninggalkan
wasiat tentang penunjukan seseorang yang akan menggantikannya sebagai
kepala negara sepeninggalnya.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum
beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat
merupakan produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara
mengendalikan negara dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis.9
Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan
Islam merupakan salah satu refleksi dari konsep politik Islam.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam
keadaan krisis dan gawat, yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi
palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi
negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan
keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi

8
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h.26-27
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 35.

14
yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya Nabi dianggap sebagai
terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah
berakhir.
Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai
penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan
ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Disamping itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi
dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah dalam
masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari kehancuran serta
perluasan wilayah) melalui system pemerintahan (kekhalifahan) Islam. Akan
tetapi konsep kekhalifahan di kalangan Syi’ah masih ditentang. Menurut Syi’ah
kekhalifahan adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan
sebagaimana terjadi pada Abu Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep kekhalifahan adalah produk budaya
di bidang politik yang orisinil dari peradaban Islam, sebab ketika itu tidak ada
lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifahan.
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin
setelah Rasulullah disebabkan beberapa hal:
1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.
3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq,
orang yang sangat dipercaya.
4. Seorang yang dermawan.
5. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi
Imam Shalat jama’ah.
6. Abu Bakar adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.

15
1. Riwayat Singkat Abu Bakar
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab
bin Sa’id bin Taim bin Murrah al-Tamimi, yang lebih dikenal dengan Abd al-
Ka’bah di masa Jahiliyah. Dia dilahirkan di Makkah dua tahun beberapa bulan
setelah tahun gajah, berarti beliau lebih muda dua tahun dari Rasulullah s.a.w.
Dia terkenal sebagai seorang yang berprilaku terpuji, tidak pernah minum
khamar dan selalu menjaga kehormatan diri.10
Abu Bakar pada masa mudanya adalah seorang saudagar kaya, dia yang
pertama kali masuk Islam dari kalangan lelaki dewasa dan setelah menjadi
seorang muslim dia lebih memusatkan diri dalam kegiatan dakwah Islamiyah
bersama Rasulullah. Banyak orang Arab masuk Islam melalui Abu Bakar, di
antaranya Utsman bin Affan, Zubeir bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad
bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Abu Bakar adalah putra dari keluarga bangsawan yang terhormat di
Makkah. Semasa kecil dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati serta
kemuliaan akhlaknya, sehingga setiap orang mencintainya. Ketika Nabi SAW
mengajak manusia memeluk agama Islam, Abu Bakar merupakan orang
pertama dari kalangan pemuda yang menanggapi seruan Rasulullah, sehingga
Nabi SAW memberinya gelar “Ash-Siddiq”.
Pengabdian Abu Bakar untuk Islam sangatlah besar. Ia menyerahkan
semua harta bendanya demi kepentingan Islam. Ia selalu mendampingi
Rasulullah dalam mengemban misi Islam sampai Nabi SAW wafat. Waktu itu
sebagian penduduk Arabia telah masuk Islam, sehingga masyarakat Muslim
yang “masih bayi” itu dihadapkan pada wujud krisis konstitusional. Sebab beliau
tidak menunjuk penggantinya, bahkan tidak membentuk dewan majelis dari
garis-garis suku yang ada. Pada akhirnya timbul tiga golongan yang
memperselisihkan tonggak kekhalifahan.

10
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam J. 1, c. 2 (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 393-394.

16
2. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana
dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu
Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari
musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi
Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai
pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah,
meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu
mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya yaitu:
1. Mengirim pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi
kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih
hidup.
Sebenarnya di kalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang
tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam
negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang
merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap
mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal
itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi
di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis
dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun
negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi di
pihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para
pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan
perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.

17
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya
anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala
perjanjian dengan Nabi menjadi terputus.
Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu:
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya
orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan
kebiasaan jahiliyah.
b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui
kewajiban zakat dan mengeluarkannya. Dalam menghadapi kemunafikan
dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi
mereka sampai tuntas.
c. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan
Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius),
Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan
ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina
dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh
kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah,
yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa
daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut
sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang
beruntun dan membawa banyak korban11.

Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar


adalah12:
1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam
kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari

11
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h.38
12
Ibid..h. 39

18
bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara, dan jika tidak
ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang
terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan
mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun
menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.

2. Amanat Baitul Mal


Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan
masyarakat kaum muslimin, karena itu mereka tidak mengizinkan
pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang
berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka
mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi.

3. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada
rakyat banyak dalam sebuah pidatonya: “Wahai manusia! Aku telah diangkat
untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik
di antara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik,
maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah!
Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat
mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku
pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka
hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah
perlu mentaatiku.

4. Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau di atas undangundang.
Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang

19
lebih tinggi dari undang-undang. Dan mereka itu di hadapan undang-undang
adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.

3. KHALIFAH ABU BAKAR WAFAT

Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan
kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali
ketertiban dan keamanan di seluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan
membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami sukusuku Arab. Di samping
itu, jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau
memerintahkan mengumpulkan naskahnaskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari
simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh
Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan
naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.13
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-
tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas.
Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan
kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya. Meski demikian beliau dapat
disebut sebagai penyelamat dan penegak agama Allah di muka bumi. Dengan
sikap kebijaksanaannya sebagai kepala negara dan ke-tawadhu’an-nya kepada
Allah serta agamanya, beliau dapat menghancurkan musuh-musuh yang
merongrong agama Islam bahkan dapat memperluas wilayah Islam keluar
Arabia.
Pada usia ± 63 Tahun, khalifah Abu Bakar mengalami sakit, pada saat sakit
itu beliau bermusyawarah dengan para sahabat terkemuka untuk membahas
calon pengganti dirinya, maka dari hasil musyawarah tersebut terpilihlah Umar

13
Ibid…h 42

20
bin Khaththab sebagai khalifah ke-dua, dan tidak lama setelah musyawarah
tersebut Khalifah Abu Bakar meninggal dunia.
Berikut adalah kesuksesan yang diraih Khalifah Abu Bakar selama
memimpin pemerintahan Islam14:
1. Perhatian Abu Bakar ditujukan untuk melaksanakan keinginan Nabi, yang
hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi dibawah
pimpinan Usamah ke perbatasan Syiria. Meskipun hal itu dikecam oleh
sahabat-sahabat yang lain, karena kondisi dalam negari pada saat itu masih
labil. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan, dan dalam tempo beberapa hari
Usamah kembali dari Syiria dengan membawa kemenangan yang gemilang.
2. Keahlian Khalifah Abu Bakar dalam menghancurkan gerakan kaum riddat,
sehingga gerakan tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun
kekuasaan Islam pulih kembali. Setelah peristiwa tersebut solidaritas Islam
terpelihara dengan baik dan kemenangan atas suku yang memberontak
memberi jalan bagi perkembangan Islam. Keberhasilan tersebut juga
memberi harapan dan keberanian baru untuk menghadapi kekuatan
Bizantium dan Sasania.
3. Ketelitian Khalifah Abu Bakar dalam menangani orang-orang yang menolak
membayar zakat. Beliau memutuskan untuk memberantas dan
menundukkan kelompok tersebut dengan serangan yang gencar sehingga
sebagian mereka menyerah dan kembali pada ajaran Islam yang
sebenarnya. Dengan demikian Islam dapat diselamatkan dan zakat mulai
mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.
4. Melakukan pengembangan wilayah Islam keluar Arabia. Untuk itu, Abu
Bakar membentuk kekuatan dibawah komando Kholid bin Walid yang dikirim
ke Irak dan Persia. Ekspedisi ini membuahkan hasil yang gemilang.
Selanjutnya memusatkan serangan ke Syiria yang diduduki bangsa Romawi.
Hal ini didasarkan secara ekonomis Syiria merupakan wilayah yang penting

14
Ibid..h 43

21
bagi Arabia, karena eksistensi Arabia bergantung pada perdagangan dengan
Syiria, sehingga penaklukan ke wilayah Syiria penting bagi umat Islam.
Tetapi kemenangan secara mutlak belum terwujud sampai Abu Bakar
meninggal dunia pada hari Kamis, tanggal 22 Jumadil Akhir, 13 H atau 23
Agustus 634 M.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya Khalifah Abu Bakar


Al–Shiddiq adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Selama
hayat hingga masa-masa menjadi Khalifah, Abu Bakar dapat dijadikan teladan
dalam kesederhanaan, kerendahan hati, kehati-hatian, dan kelemah lembutan
pada saat dia kaya dan memiliki jabatan yang tinggi. Ini terbukti dengan
keberhasilan beliau dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kerumitan yang
terjadi pada masa pemerintahannya tersebut. Beliau tidak mengutamakan
pribadi dan sanak kerabatnya, melainkan mengutamakan kepentingan rakyat
dan juga mengutamakan masyarakat dalam mengambil suatu keputusan.

Akhirnya perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh


dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan
tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga
memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar
tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera
dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.15

b. ISLAM MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATHTHAB (13 – 23 H / 634 –


644 M)
Umar bin Khatab adalah keturunan Quraisy dari suku Bani Adiy. Suku Bani
Ady terkenal sebagai suku yang terpandang mulia dan berkedudukan tinggi pada
masa Jahiliah. Umar bekerja sebagai saudagar, juga sebagai duta penghubung
ketika terjadi suatu masalah antara kaumnya dengan suku Arab lain. Sebelum

15
Ibid…h 44

22
masuk Islam beliau adalah orang yang paling keras menentang Islam, tetapi
setelah beliau masuk Islam dia pulalah yang paling depan dalam membela Islam
tanpa rasa takut dan gentar.

1. Riwayat Singkat Umar bin Khaththab


Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nafil bin Abd al-Uzza bin
Rabah bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy. Silsilah Umar bertemu dengan Rasulullah
pada kakek ketujuh, sedangkan dari pihak ibunya pada kakek Keenam.
Umar dilahirkan di Makkah empat tahun sebelum perang Fijar, tetapi
menurut Ibn Atsir dia dilahirkan tiga belas tahun sesudah kelahiran Rasulullah
s.a.w. Hal ini berarti beliau lebih muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad
s.a.w. Dia fasih berbicara, tegas dalam menyatakan pendapat dan membela
yang hak.16
Sebelum masuk Islam, dia adalah seorang orator yang ulung, pegulat
tangguh, dan selalu diminta sebagai wakil sukunya bila menghadapi konflik
dengan suku Arab yang lainnya. Terkenal sebagai orang yang sangat pemberani
dalam menentang Islam, punya ketabahan dan kemauan keras, tidak mengenal
bingung dan ragu. Ia masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat Al-Quran yang
dibaca oleh adiknya (Fatimah binti Khattab), padahal ketika itu ia hendak
membunuh adiknya karena mengikuti ajaran Nabi. Dengan masuknya Umar ke
dalam Islam, maka terjawablah doa Nabi yang meminta agar Islam dikuatkan
dengan salah satu dari dua Umar (Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam) dan
sebagai suatu kemenangan yang nyata bagi Islam17.

2. Kondisi Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin Khaththab


a. Perluasan Wilayah

16
Hasan Ibrahim Hasan, op.cit., h. 401-402.
17
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h.45

23
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah
Abu Bakar dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Umar menganggap
bahwa tugas utamanya adalah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh
pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah
menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada
tahun 635 M, Damascus, Ibu kota Syuriah, telah ia tundukkan.

Setahun kemudian seluruh wilayah Syuriah jatuh ke tangan kaum muslimin,


setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai
Yordania. Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Syuriah di masa
Khalifah Umar tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya.
Khalifah Abu Bakar telah mengirim pasukan besar dibawah pimpinan Abu
Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Syuriah. Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar
memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang sedang dikirim untuk memimpin
pasukan ke front Irak, untuk membantu pasukan di Syuriah. Dengan gerakan
cepat, Khalid bersama pasukannya menyeberangi gurun pasir luas ke arah
Syuriah. Ia bersama Abu Ubaidah mendesak pasukan Romawi.

Dalam keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh Umar bin
al-Khattab. Khalifah yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid yang
dipercaya untuk memimpin pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh
Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah. Hal itu tidak diberitahukan
kepada pasukan hingga selesai perang, dengan maksud supaya tidak merusak
konsentrasi dalam menghadapi musuh. Damascus jatuh ke tangan kaum
muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim yang dipimpin
oleh Abu Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun, Laziqiyah
dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan
atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat pertama bagi umat
Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan. Akhirnya kota itu
dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri yang menerima

24
“kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena kekhawatiran mereka
terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja.

Dari Syuriah, laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan


membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi
telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM., dan menjadikan wilayah subur itu
sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam
pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah
oleh raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang
wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih
terpencar di beberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan
juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu
ekspedisi itu.

Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa


perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di
pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota
itu dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19
H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota
Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan
terkepung. Iskandariah (ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum
ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang
dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang
sudah berada di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian
damai dengan kaum muslimin. Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka
sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibu kota negeri itu dipindahkan ke kota
Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah
sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia bagian utara,
Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka. Demikian juga dengan serangan-
serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama bertahun- tahun. Seperti
halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Syuriah, perang Qadisia pada

25
tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan
di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota itu.
Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju tentara
Muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid
III, raja Persia melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan
dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun itu pula, seluruh Persia
sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di
Nahawan. Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan
Tabristan, Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari
pada tentara Islam, yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum
muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan”
(fathul futuh)18.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan Islam pada masa
itu meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Mesir dan sebagian besar Persia.

b. Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik

Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas”


Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-
langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan
Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin
pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem
politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai code
(kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak
heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri Daulah Islamiyah
(tanpa mengabaikan jasajasa Khalifah sebelumnya).19

Karena perluasan wilayah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur


administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang

18
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UIPress, 1984), h. 58.
19
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h.49

26
terutama di Persia. Pemerintahannya diatur menjadi 8 wilayah propinsi: Makkah,
Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.20

Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan administrasi negara, sebagai


berikut;

1) Menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.


2) Mendirikan Pengadilan Negara dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif
dengan lembaga eksekutif.
3) Kepala negara dalam rangka menjalankan tugas eksekutifnya, ia dibantu
oleh pejabat yang disebut al-Katib (sekreteris negara). Di masa Umar dijabat
oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqam.
4) Membentuk Jawatan Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban
serta menangkap penjahat.
5) Membentuk Jawatan Militer, terdaftar secara resmi di negara, bertugas di
daerah-daerah perbatasan seperti di Kufah, Basrah dan Fusthah, dan diberi
gaji secara teratur setiap bulannya.
6) Umar juga mendirikan Baitul Mal, keuangan negara yang dipungut dari pajak
dan lain-lain disimpan di Baitul Mal dan penggunaannya diatur oleh Dewan.
7) Menempa/mencetak mata uang sebagai alat tukar yang resmi dari negara
dan
8) Menciptakan kelender Islam atau tahun Hijrah.21

Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat


tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab, sedangkan di propinsi, ditunjuk
Gubernur (oramg Islam) sebagai pembantu Khalifahuntuk menjalankan roda
pemerintahan. Di antaranya adalah:

1) Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.


2) Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.

20
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 37
21
Ahmad Syalabi dalam Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, Cet. 3,
2013) h.75

27
3) Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
4) Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
5) Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
6) Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kota Jerussalem.
7) Umair bin Said, Gubernur Jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
8) Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
9) Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah.

Sungguh pun Umar menjadi kepala negara dari suatu negara terbesar saat
itu, tetapi ia tetap hidup sederhana. Ia hanya memiliki sehelai kemeja dan
sebuah mantel, serta tidur di atas dedaunan korma. Ia dikenal adil dan
bijaksana. Sehingga para sejarawan sepakat menyebutnya “Khalifah Yang
Terbesar Sesudah Nabi”.

Ilmu keislaman pada masa khalifah Umar bin Khaththab berkembang


dengan pesat. Para ulama menyebar ke kota-kota yang berbeda dengan tujuan
untuk mencari ilmu atau mengajarkannya kepada kaum muslimin lainnya. Hal
ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab,
terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu
pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.

Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil


(imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan
militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula. Kota-
kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan
menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu
pengetahuan.

Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu:

1) Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah atau


al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan
(lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).

28
2) Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah
(retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan
pesat pada masa permulaan Islam.
3) Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan
filsafat.

Banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong
oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan.
Apabila ada orang menyebut “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan
Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

3. Wafatnya Khalifah Umar bin Khaththab


Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai
pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokohtokoh terkemuka dari
kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Tolhah
bin Ubaidillah. Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10
tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau
wafat pada usia 64 tahun. Selama masa pemerintahannya oleh Khalifah Umar
dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke
seluruh Semenanjung Arabia.
Ia meninggal pada tahun 644 M karena ditikam oleh Fairuz (Abu Lukluk),
budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrawain yang sebelumnya adalah
bangsawan Persia. Menurut Suaib (1979: 211) alasan pembunuhan politik
pertama kali dalam sejarah Islam adalah adanya rasa syu’ubiyah (fanatisme)
yang berlebihan pada bangsa Persia dalam dirinya. Sebelum meninggal, Umar
mengangkat Dewan Presidium untuk memilih Khalifah pengganti dari salah satu
anggotanya. Mereka adalah Usman, Ali, Tholhah, Zubair, Saad bin Abi Waqash
dan Abdurrahman bin Auf. Sedangkan anaknya (Abdullah bin Umar), ikut dalam
dewan tersebut, tapi tidak dapat dipilih, hanya memberi pendapat saja.
Akhirnya, Usman-lah yang terpilih setelah terjadi perdebatan yang sengit antar

29
anggotanya.22

c. ISLAM MASA KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN (23–35 H / 644–656 M)


Di antara Khulafa al-Rasyidin adalah Ustman Ibnu Affan (Khalifah ketiga)
yang memerintah umat Islam paling lama dibandingkan ketiga Khalifah lainnya,
yang memerintah selama 12 tahun. Dalam pemerintahannya, sejarah mencatat
telah banyak kemajuan dalam berbagai aspek yang dicapai untuk umat Islam.
Akan tetapi juga tidak sedikit polemik yang terjadi di akhir pemerintahannya.
Berikut adalah perjalanan Khalifah Utsman bin Affan saat menjabat sebagai
khalifah ke tiga setelah khalifah Umar bin Khattab.

1. Riwayat Singkat Utsman bin Affan


Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abu al-Ash bin Umayah bin Abd al-
Syams bin Abd al-Manaf bin Qushai. Lahir pada tahun kelima dari kelahiran
Rasulullah s.a.w. Tapi ada yang mengatakan dia lahir pada tahun keenam
sesudah tahun gajah.
Utsman masuk Islam melalui Abu Bakar dan dinikahkan Nabi dengan
puterinya Rukaiyah bin Muhammad s.a.w. Utsman tercatat sebagai orang yang
pertama memimpin hijrah bersama isterinya ke Habsyi untuk kemudian hijrah
pula ke Madinah.
Perlu dicatat bahwa Utsman selalu ikut dalam berbagai perang, kecuali
perang Badar, karena dia sibuk menemani dan merawat isterinya Rukaiyah yang
sedang sakit sampai wafat dan dimakamkan pada hari kemengan kaum
muslimin. Kemudian Utsman dinikahkan Rasulullah dengan puterinya Ummu
Kalsum, itulah sebabnya dia digelari Dzunnurain.
Utsman terkenal orang yang pandai menjaga kehormatan diri, pemalu,
lemah lembut, budiman, penyabar, dan banyak berderma, pada waktu perang
Tabuk, atas ajakan Rasulullah, dia berderma sebanyak 950 kuda dan bahan

22
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, dalam Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana
Publishing, 2016) h.45

30
logistik, ditambah uang sebanyak 1000 dinar. Dia sanggup membeli sumur
seorang Yahudi seharga 20.000 dirham dan disedekahkan kepada kaum
muslimin.
Selama pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Ustman menjadi
pejabat yang amat dipercaya yaitu sebagai anggota dewan inti yang selalu
diminta pendapatnya tentang masalah-masalah kenegaraan, misalnya masalah
pengangkatan Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Ustman bin Affan menjabat
Khalifah pada usia 70 tahun hingga usia 82 tahun, adalah Khalifah yang paling
lama memerintah dibanding ketiga Khalifah lainnya. Ia memerintah Dunia Islam
selama 12 tahun (24-36 H/644-656 M). Dalam pemerintahannya, banyak
kemajuan yang telah dicapainya, disamping tidak sedikit pula polemik dan kesan
negative yang terjadi di akhir pemerintahannya. Secara dramatik bahkan muncul
pendapat dan argumen bahwa Khalifah Ustman melakukan penyimpangan
terhadap ajaran Islam, sehingga ia dianggap tidak layak menyandang gelar
Khalifah ar-Rasyidin. Sebab selama menjadi Khalifah, ia diasumsikan banyak
melakukan nepotisme dan prilaku menyimpang lainnya.

2. Perjalanan Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan


Para sahabat terkemuka meminta Umar agar menetapkan penggantinya
sebagai khalifah bila dia meninggal dunia. Dia menolak karena orang yang
dipandangnya cakap Abu Ubaidah bin Jarrah telah meninggal dunia. Ada usul
agar anaknya Abdullah bin Umar dapat diangkat, itu pun ditolaknya juga.
Akhirnya dia membentuk “Panitian Enam” (Ashab al-Sittah) dan diberi tugas
untuk memilih penggantinya. Mereka itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubeir bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, dan
Saad bin Abi Waqqash.
Mereka bersidang sesudah Umar wafat. Dalam siding itu mulai nampak
persaingan antara Bani Hasyim dengan Bani Umayah. Dua keturunan yang juga
bersaing di masa jahiliyah. Kedua keturunan itu kini terwakili dalam diri Ali dan
Utsman yang merupakan calon terkuat. Berdasarkan hasil sidang dan pendapat

31
di kalangan masyarakat, Abd. Rahman sebagai ketua sidang menetapkan
Utsman sebagai khalifah ketiga dalam usia 70 tahun setelah empat hari Umar
wafat, dengan tiga pertimbangan;
Pertama, dari segi senioritas bila Ali diangkat menjadi khalifah tidak ada lagi
kesempatan buat Utsman sesudahnya.
Kedua, masyarakat telah jenuh dengan pola kepemimpinan Umar yang
serba disiplin dan keras bila Ali diangkat akan terulang seperti itu.
Ketiga, menarik jabatan khalifah dari Ali sebagai keluarga Nabi jauh lebih
sulit dibandingkan dengan Utsman. Ali bin Abi Thalib dengan pendukungnya
turut memberikan bai’at mereka kepada Utsman.
Utsman melanjutkan perluasan wilayah yang dilakukan khalifah Umar. Di
fron utara Armenia direbut dari orang-orang Bizantium. Demikian juga pulau
Cyprus, pulau Rhodes di fron timur, Thabaristan, Khurasan, dan bagian yang
tersisa dari Persia. Di fron barat Tunisia direbut dari Romawi. Sampai di sini
ekspansi pertama dalam Islam terhenti, karena disibukkan menghadapi
pergolakan dalam negeri pada masa pemerintahan Ali.
Ketika terjadi perang di Armenia dan Azarbeizan dengan penduduk Irak,
diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat tersebut adalah Hudzaifah bin
Aliaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara membaca Al-Qur‘an.
Sebagian bacaan itu tercampur dengan kesalahan tetapi masing-masing
berbekal dan mempertahankan bacaannya, bahkan mereka saling
mengkafirkan. Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada Khalifah
Ustman. Para sahabat amat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa
perpecahan dan penyimpangan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin
lembaran pertama yang telah dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang disimpan
oleh istri Rasulullah, Siti Hafsah, dan menyatukan umat Islam dengan satu
bacaan yang tetap pada satu huruf.
Selanjutnya Ustman mengirim surat pada Hafsah yang isinya: “kirimkanlah
pada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur‘an, kami akan
menyalinnya dalam bentuk mushaf dan setelah selesai akan kami kembalikan

32
kepada anda”. Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Ustman. Ustman
memerintahkan para sahabat yang antara lain: Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn
Zubair, Sa‘ad Ibn Al-‘Ash dan Abdurahman Ibnu Harist Ibn Hisyam, untuk
menyalin mushaf yang telah dipinjam. Khalifah Ustman berpesan kepada kaum
Quraisy bila anda berbeda pendapat tentang hal Al-Qur‘an maka tulislah dengan
ucapan lisan Quraisy karena Al-Qur‘an diturunkan di kaum Quraisy. Setelah
mereka menyalin ke dalam beberapa mushaf, Khalifah Ustman mengembalikan
lembaran mushaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushaf yang
telah disalinnya ke seluruh daerah dan memerintahkan agar semua bentuk
lembaran mushaf yang lain dibakar.
Al-Mushaf ditulis lima buah, empat buah dikirimkan ke daerahdaerah Islam
supaya disalin kembali dan supaya dipedomani, satu buah disimpan di Madinah
untuk Khalifah Ustman sendiri dan mushaf ini disebut mushaf Al-Imam dan
dikenal dengan mushaf Ustmani.
Jadi langkah pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah
strategis yang dilakukan Khalifah Ustman bin Affan yakni dengan meneruskan
jejak Khalifah pendahulunya untuk menyusun dan mengkodifikasikan ayat-ayat
al-Qur’an dalam sebuah mushaf. Karena selama pemerintahan Ustman, banyak
sekali bacaan dan versi al-Qur’an di berbagai wilayah kekuasaan Islam yang
disesuaikan dengan bahasa daerah masing-masing. Dengan dibantu oleh Zaid
bin Tsabit dan sahabat-sahabat yang lain, Khalifah berusaha menghimpun
kembali ayat-ayat al-Qur’an yang autentik berdasarkan salinan Kitab Suci yang
terdapat pada Siti Hafsah, salah seorang isteri Nabi yang telah dicek kembali
oleh para ahli dan huffadz dari berbagai kabilah yang sebelumnya telah
dikumpulkan.23

23
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h.60-61

33
3. Wafatnya Khalifah Utsman bin Affan
Sebelum Khalifah Utsman bin Affan Wafat, ada peristiwa yang terjadi yang
membuat beliau akhirnya terbunuh dalam peristiwa tersebut. Yaitu peristiwa
pemberontakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari
Yaman yang masuk Islam, merupakan provokator yang berada di balik
pemberontakan terhadap Khalifah Ustman bin Affan. Ibnu Saba’ melakukan
semuanya itu didasarkan motivasi dirinya untuk meruntuhkan dasar-dasar Islam
yang telah dipegang teguh oleh umat Islam. Niatnya masuk Islam hanyalah
sebagai kedok belaka untuk merongrong kewibawaan pemerintahan Khalifah
Ustman, sehingga muncullah kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah
kekuasaan Islam di antaranya adalah Fustat (Kairo), Kufah, Basrah, dan
Madinah.
Pemberontak meminta Khalifah Ustman menyerahkan Marwan yang diduga
kuat menulis surat yang berisi ancaman pembunuhan kepada delegasi dari
beberapa negara yang memprotes kekhalifahan Utsman bin Affan, tetapi ditolak
oleh Khalifah. Saat itu Ali bin Abi Thalib mencoba mendamaikan tapi
pemberontak berhasil mengepung rumah Ustman dan membunuh Khalifah yang
tua itu ketika membaca al-Qur’an pada 35 H/17 Juni 656 M dalam usia 82 tahun.
Pembunuhan ini menimbulkan berbagai gejolak pada tahun-tahun berikutnya,
sehingga bermula dari kejadian ini dikenal sebutan al-bab al-maftukh
(terbukanya pintu bagi perang saudara).
Khalifah Utsman adalah orang yang berhati mulia, sabar dan dermawan
terutama untuk kepentingan jihad Islam. Usaha Khalifah Utsman dalam
meluaskan wilayah Islam sangatlah banyak, diantaranya merebut daerah
Iskandariyah dan Khurosan sehingga muncullah suatu usaha untuk membuat
armada laut. Hal lain yang berhasil dilakukan oleh Khalifah Ustman dan sangat
bermanfaat bagi umat sepanjang masa adalah menyusun Mushaf al-Quran yang
dikumpulkannya dari istri Nabi Muhammad SAW yaitu Siti Hafsah.

34
d. ISLAM MASA KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB (35 – 40 H / 656 – 661
M)
Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Amirul Mukminin keempat yang dikenal
sebagai orang yang alim, cerdas dan taat beragama. Beliau juga saudara sepupu
Nabi SAW (anak paman Nabi, Abu Thalib), yang menjadi menantu Nabi SAW,
suami dari putri Rasulullah yang bernama Fathimah. Fathimah adalah satu-
satunya putri Rasulullah yang ada serta mempunyai keturunan. Dari pihak
Fathimah inilah Rasulullah mempunyai keturunan sampai sekarang.

1. Riwayat Singkat Ali Bin Abi Thalib


Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abd al-Muththalib bin Hasyim
bin Abd al-Manaf bin Luay bin Kilab bin Qushai. Dia dilahirkan di Makkah sepuluh
tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. Ibunya bernama Fathimah
binti Asad bin Hasyim bin Abd al-Manaf.
Ali adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, pada
saat itu umurnya belum genap berusia tiga belas tahun. Ali adalah orang yang
tidur di tempat Nabi, waktu malam beliau hijrah dari Makkah ke Yatsrib dan
menyusul Nabi ke Yatsrib setelah menunaikan segala amanah yang
dipercayakan Nabi kepadanya.
Ali terkenal ahli menunggang kuda dan sebagai seorang pemberani. Abu
Bakar dan Umar telah menjadikan Ali sebagai anggota musyawarah dalam
berbagai urusan penting, mengingat Ali adalah seorang faqih dalam agama, di
samping sebagai orang yang cerdas.

2. Perjalanan Kepemimpinan Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Dalam pemilihan Khalifah terdapat perbedaan pendapat antara pemilihan
Abu bakar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Ketika kedua pemilihan Khalifah
terdahulu (Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Ustman ibn Affan), meskipun mula-
mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon terpilih dan
diputuskan menjadi Khalifah, semua orang menerimanya dan ikut berbaiat serta

35
menyatakan kesetiaannya. Namun lain halnya ketika pemilihan Ali bin Abi Thalib,
justru sebaliknya. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, masyarakat beramai-
ramai datang dan membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Beliau diangkat
melalui pemilihan dan pertemuan terbuka, akan tetapi suasana pada saat itu
sedang kacau, karena hanya ada beberapa tokoh senior masyarakat Islam yang
tinggal di Madinah. Sehingga keabsahan pengangkatan Ali bin Abi Thalib ditolak
oleh sebagian masyarakat termasuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Meskipun hal itu
terjadi, Ali masih menjadi Khalifah dalam pemerintahan Islam.
Terjadinya pro dan kontra terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai
Khalifah dikarenakan beberapa hal yaitu bahwa orang yang tidak menyukai Ali
diangkat menjadi Khalifah, bukanlah rakyat umum yang terbanyak, akan tetapi
golongan kecil (keluarga Umayyah) yaitu keluarga yang selama ini telah hidup
bergelimang harta selama pemerintahan Khalifah Ustman. Mereka menentang
Ali karena khawatir kekayaan dan kesenangan mereka akan hilang lenyap
karena keadilan yang akan dijalankan oleh Ali. Adapun rakyat terbanyak, mereka
menantikan kepemimpinan Ali dan menyambutnya dengan tangan terbuka.
Beliau akan dijadikan tempat berlindung melepaskan diri dari penderitaan yang
mereka alami.
Khalifah Ali bin Abu Thalib memerintah hanya 6 tahun. Selama masa
pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa
sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah
menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh
Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi dikarenakan
keteledoran mereka. Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman
kepada penduduk dengan menyerahkan hasl pendapatannya kepada negara.,
dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang
Islam sebagaimana pernah diterapkan oleh Umar bin Khatab.
Setelah kebijakan tersebut diterapkan, Ali bin Abu Thalib menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau
menghukum para pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela terhadap darah

36
Usman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali
menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar
keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara tersebut secara damai.
Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
terjadi. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Perang Unta), karena
Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan
lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan
Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijasanaan Ali juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus yaitu
Muawiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan
pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Muawiyah di Siffin.
Pertempuran tersebut dikenal dengan nama perang Siffin. Perang ini
diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tetapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga yaitu al Khawarij,
artinya orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya di ujung masa
pemerintahan Ali bin Abu Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan
politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah (pengikut) Ali dan al Khawarij atau orang-orang
yang keluar dari barisan Ali. Keadaan Iini tidak menguntungkan Ali. Munculnya
kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin melemah, sementara
posisi Muawiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali
terbunuh oleh salah satu anggota kelompok Khawarij yakni Ibnu Muljam.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh putranya yang
bernama Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Namun karena Hasan ternyata
lemah, sementara Muawiyah kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai.
Perjajian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abu Sufyan. Di sisi lain,

37
perjanjian itu juga menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam
Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan ini dikenal dalam sejarah sebagai
tahun Amul Jamaah. Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan
Khulafaur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah
politik Islam.24

1.3. Analisis Dakwah Wali Songo


Menurut berita Tionghoa, orang Islam sudah ditemukan di pulau Jawa pada
tahun 1416 M, tetapi mereka bukan orang yang berasal dari tanah Jawa sendiri,
melainkan orang asing. Sedangkan menurut berita Portugis, beberapa kabupaten
dipesisir utara pulau Jawa, pada tahun 1448 M, rakyat dan bupatinya sudah
muslim.25
Kelihatannya, istilah Wali, di Jawa digunakan untuk menyebut orang-orang
suci yang menjadi guru yang mengembara, sedangkan istilah Syekh adalah untuk
menyebut tokoh yang berkonotasi keilmuan. Demikian pula sebutan “Songo” yang
dalam bahasa Indonesia berarti Sembilan bukanlah berarti jumlah Wali itu
sembilan, tetapi sebutan itu untuk menunjukkan kesempurnaan pribadi para Wali,
sebab angka Sembilan dalam budaya jawa dianggap keramat dan angka itu
dinggap paling sempurna.26
Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali
Songo adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh
sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.27 Peranan Wali Songo dalam perjalanan
Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh
disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan
dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan.28

24
Sumber: https://www.bacaanmadani.com/2018/02/strategi-dan-subtansi-dakwah-khulafaur.html diakses tgl.
20/06/22
25
Achiriah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2018) h. 107
26
Ibid, h.109
27
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016) h. 219
28
Ibid.

38
Berikut sejumlah wali yang diketahui namanya dan peran pentingnya dalam
menyebarkan islam di pulau Jawa:
1. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang termasuk Walisembilan dan
merupakan wali perintis. Nama lain yang dipakai oleh beliaua adalah Maulana
Magribi atau Maulana Ibrahim. Saat datang di Pulau Jawa beliau menetap di
desa Leran yang terletak di kota Gresik. Beliau mengajak Raja Majapahit untuk
memeluk Islam. Oleh raja tersebut Maulana Malik Ibrahim diberi hadiah
sebidang tanah. Di atas tanah tersebut kemudian dibangun masjid untuk
tempat beribadah dan tempat mengajarkan Islam.29
Maulana Malik Ibrahim menyebarkan Islam dengan cara melayani
kebutuhan sehari-hari masyarakat yang diajaknya, dan tidak dengan secara
langsung mengajarkan apa Islam itu. Dalam penyebaran Islam Maualana Malik
Ibrahim berdakwah dengan cara diplomasi yang ulung yang bisa diterima oleh
akal pikiran masyarakat sehingga Islam dapat diterima masyarakat.30
2. Sunan Ampel
Nama Sunan Ampel dihubungkan dengan Ampel yang kini menjadi
bagian dari kota Surabaya. Nama lain yang sering disebut adalah Raden
Rahmat, orang suci dari Ampel Denta, tepatnya Sunan Ampel Denta.
Disebutkan bahwa Raden Rahmat berasal dari dan merupakan anggota
keluarga kerajaan Cempa. Seperti diketahui, dalam kisah Walisanga, Sunan
Ampel disebutkan berputra Sunan bonang yang menjadi guru Sunan Kalijaga,
serta bermurid antara lain Sunan Giri yang juga merupakan Wali tersohor.31
Ketika Raden Rahmat pertama kali datang di Jawa dan tiba di Gresik, ia
disambut seorang ulama Arab bernama Syekh Maulana Kubra. Ia menyambut

2929
Dewi Evi Anita, Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa (Semarang, Wahana Akademika Vol. 1 No. 2, Oktober
2014) h. 257-258
30
Ridin Sofwan, 2004, Islamisasi Di Jawa Penyebaran Islam di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar,
h.32
31
Dewi Evi Anita, Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa (Semarang, Wahana Akademika Vol. 1 No. 2, Oktober
2014) h. 254

39
dengan gembira dan meramalkan berakhirnya kepercayaan berhala dan Raden
Rahmat akan menjadi pelopor Islam di Jawa.32
Perkembangan Ampel Denta sebagai suatu koloni di Surabaya yang
dihuni oleh orangorang yang beragama Islam pada gilirannya menjadi tempat
belajar para santri yang berasal dari beberapa daerah, terutama saudagar dan
para bangsawan, melainkan juga menjadi tempat persinggahan bagi para juru
dakwah dari beberapa penjuru negeri.33
Faktor lain yang mempengaruhi pesatnya perkembangan Ampel Denta
adalah karena Raden Rahmat tidak pernah mempersoalkan mahzhab yang
dianut oleh para juru dakwah maupun santrinya, meskipun beliau sebagai
penganut mahzhab Hanafi. Dalam mengembangkan pendidikan Islam, beliau
lebih mengutamakan segi penanaman akidah dan pelaksanaan syariat yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Sehingga dengan cara yang
netral seperti itu, pendidikan di Ampel Denta banyak mempengaruhi simpati di
kalangan masyarakat.34
3. Sunan Giri
Kebesaran Sunan Giri terlihat antara lain sebagai anggota dewan
walisongo dan namanya tersebut dalam versi Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Setiap versi berbeda nama Wali yang termasuk dalam kelompok
Walisongo. Ada seorang Wali yang termasuk dalam versi tertentu dalam versi
yang lain. Hanya Wali yang besar saja yang disebut dalam ketiga versi, dan
Sunan Giri termasuk dalam kelompok ini. Namun Sunan Giri tidak bisa
dilepaskan dari proses kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak. Ia adalah Wali
yang secara aktif ikut merencanakan berdirinya negara tersebut, serta terlibat
dalam penyerangan ke Majapahit sebagai penasehat militer. Nama lain/gelar
Sunan Giri yang sering disebut adalah Joko Samudro, yaitu nama yang
diberikan ibu angkatnya, Nyai Gede pinatih. Nama lainya adalah Raden Paku,

32
Ibid. h 255
33
Ibid..
34
Ibid…

40
nama yang diberikan Sunan Ampel atas permintaan ayah Sunan Giri yaitu
Maulana Ishak sewaktu meninggalkan Jawa. Sedangkan Sunan Kalijaga
menamainya Prabu Satmata.35
Sunan Giri menyiarkan Islam dan menamakannya ke dalam jiwa para
penduduk. Beliau mendirikan masjid sebagai langkah pertama dan dasar untuk
mensyiarkan Islam. Sunan Giri mendirikan beberapa pesantren dan
mengajarkan ilmu fiqih, ilmu tasfir, ilmu hadist, serta nahwu dan sharaf kepada
santrinya. Santrinya yang belajar di pesantren bukan hanya dari sekitar
Surabaya tetapi juga dari Madura, Lombok, Makasar dan Ternate.36
Sebagai ulama dan guru, beliau juga berdagang untuk penghidupannya.
Dengan modal yang diberikan oleh ibu angkatnya Nyai Gede Pinatih, beliau
pedagang mengelilingi pulaupulau di Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi
dan juga sampai Kamboja. Karena beliau berdagang melayari lautan menuju
pulau-pulau, maka banyak orang kaya dan orang-orang terpandang dari
Maluku.37
Perjuangan terbesar yang dilakukan Sunan Giri dalam dakwah islamiyah
yaitu mengirim santrinya ke pelosok-pelosok Indonesia untuk mensyiarkan
Islam, misalnya pulau-pulau Madura, Bawean, kangean, bahkan sampai
Ternate dan huraku (di kepulauan Maluku). Kemasyurannya melebihi
gurunyan, Sunan Ampel dan Maulana Ishak.38
4. Sunan Kudus
Nama lain / gelar Sunan Kudus yang disebut adalah Ja’afar Shadiq,
Raden Undung atau Raden Untung dan Raden Amor Haji. Sunan Kudus
terkenal sebagai ulama besar yang mengusai ilmu ushul hadist, ilmu tasfir al-
Qur’an, ilmu sastra, matiq dan yang terutama sekali adalah ilmu fiqih. Karena

35
Umar Hasyim, Sunan Giri, (Kudus: Menara Kudus, 1979) h. 17
36
Muhammad Syamsu AS, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Jakarta, PT. Lentera
Basritama: 1999) h. 49
37
Dewi Evi Anita, Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa (Semarang, Wahana Akademika Vol. 1 No. 2, Oktober
2014) h. 257
38
Ibid.

41
itu di antara para Walisongo, beliau diberikan julukan Waliyul Ilmi, yang artinya
Wali yang menjadi segudang ilmu.39
Sunan Kudus juga terkenal di bidang kesenian. Kecintaannya adalah
pada geding maskumambang dan mijil. Beliau pun seorang pujangga dan
berinisiatif mengarang dongeng-dongeng pondok yang bersifat dan berjiwa
Islam. Salah satu pujangga Beliau lainnya dalam menyebarkan Islam adalah
pada saat Maulud Nabi Muhammad saw, orang berduyun-duyun datang. Di
pintu gapura masjid, semua orang harus membaca dua kalimat syahadat
terlebih dahulu sebelum masuk. Ini yang disebut dengan Syahadatain, suatu
ucapan dalam dakwah islamiyah. Hal tersebut termasyur di Jawa Tengah atau
Jawa Timur sebagai upacara sekaten (dari asal kata Syahadatain).40
5. Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah Syarifuddin Hasyim, putra Sunan Ampel. Sunan
Drajat adalah seorang Waliyullah yang memiliki sifat sosial. Di dalam
menjalankan agama dan dakwah Islamiah, beliau tidak segan-segan
membantu rakyat yang sengsara, anak-anak yatim piatu, orang sakit dan
membantu fakir dan miskin.41
Sikap hidup yang dicontohkan Sunan Drajat tidak ketinggalan Beliau
adalah pencipta gending pengkur. Sikap hidup yang dicontohkan Sunan Drajat
adalah agar pengikutnya dapat mengambil suri tauladan yang dilakukan oleh
seorang Muslim, sebab Islam menganjurkan pengikutnya untuk berbuat serupa
yaitu ajaran kolektifisme, yaitu ajaran untuk gotong royong, hidup rukun, saling
tolong menolong dimana yang kuat menolong yang lemah dan yang kaya
menolong yang miskin. Demikian ajaran Islam yang sebenarnya.42
Sunan Drajat mendirikan tempat dakwah yang strategis, yaitu tempat
yang tinggi. Tempat tersebut kemudian dikenal dengan Dalem Duwur yang kini

39
Ibid..h 258
40
Ibid.
41
Ibid..
42
Ibid…

42
didirikan museum yang cukup megah dekat makam beliau. Di tempat tersebut
dakwahnya beliau lebih berhasil. Metode yang digunakan sebagaimana yang
dilakukan Sunan Muria, yakni melalui lagu-lagu Jawa.43
6. Sunan Gunung Djati
Sunan Gunung Jati adalah salah satu Wali yang terkenal menyebarkan
Islam di pulau Jawa. Nama lain dari Sunan Gunung Jati adalah Syarif
Hidayatullah. Beliau menjalankan agama dan dakwah Islamiah di daerah
Cirebon. Ilmu agama yang dipelajarinya adalah ilmu syariat, ilmu hakekat, ilmu
tarekat dan ilmu makrifat. Sunan Gunung Jati diangkat oleh Sultan Demak
menjadi penguasa Cirebon. Disanalah beliau menyebarkan agama Islam.44
Sunan Gunung Jati, dalam menjalankan dakwah Islamiahnya, beliau
berhasil mengislamkan penduduk daerah Jawa Barat, dan Raja Banten dapat
diinsafkan oleh beliau untuk memeluk agama Islam. Beliau berhasil
menggagalkan pendaratan orang portugis yang hendak mendirikan benteng di
Sunda Kelapa. Jalan lain dari Sunan Gunung Jati adalah beliau mengganti
Sunda Kelapa dengan Jayakarta, yang saat ini kita kenal dengan Jakarta.45
Masa penyebaran ilmu dimulai setelah Sunan Gunung Jati mendapatkan
ilmu yang lengkap yang didapat dari Nabi Muhammad SAW. Sunan Gunung
Jati adalah sebagai penegak Islam pertama di Jawa dan sebagai penyebar
Islam. Beliau memiliki benda-benda berkekuatan magis. Bagi masyarakat Jawa
benda-benda keramat tersebut dipercaya melindungi raja atau negara dari
marabahaya dan dapat membantu pemiliknya mencapai maksud, maka makin
banyak benda yang dimilikinya makin sakti pemiliknya.46
Tujuan hidupnya adalah cenderung yang bersifat abadi (Allah SWT),
beliau adalah seorang yang teguh pendirian tidak mudah menyerah kepada
segala macam rintangan yang dijumpainya dalam mencapai cita-citanya.

43
Ibid….
44
Ibid. h 258-259
45
Ibid. h.259
46
Ibid.

43
7. Sunan Kali Jaga
Sunan Kalisangat dekat sekali dengan kaum Muslim di tanah Jawa.
Nama lain Sunan Kalijaga adalah Muhammad Said atau Joko Said. Salah satu
kelebihan Sunan Kalijaga adalah kemampuannya memasukkan pengaruh Islam
kepada kebiasaan orang Jawa. Kecintaan orang Jawa yang tidak bisa dilepas
terhadap wayang, menyebabkan beliau memasukan hikayat-hikayat Islam ke
dalam permainan wayang.
Sunan Kalijaga menjadi tokoh legendaris dalam kisah yang masyhur
menajdi soko tatal dalam masjid Demak. Diceritakan bahwa semua Wali
sembilan membuat sebuah tiang (soko guru) untuk pendirian masjid Demak.
Sunan Kalijaga adalah pencipta wayang kulit dan pengarang buku-buku
wayang mengandung cerita dramatis dan berjiawa Islam.47
Tentang asal-usul nama Kalijaga, terdapat perbedaan penafsiran, satu
pendapat menyatakan bahwa jaga kali (bahasa Jawa). Pendapat lain
menyatakan bahwa Kalijaga berasal dari kata Arab, qodli dzakka (hakim
suci/penghulu suci), nama ini merupakan nama sanjungan dari Pangeran
Modang, Adipati Cirebon. Pendapat lain lagi menyatakan Kalijaga berasal dari
nama dusun Kalijaga yang terletak di Cirebon.48
Penafsiran yang menyatakan bahwa Kalijaga artinya menjaga kali, dari
asal kata jaga yang berarti menjada dan kali berarti sunga, boleh jadi
ditafsirkan tersebut sebagaimana ditafsirkan dalam babad Tanah Jawi bahwa
beliau pernah berkhalwat ketengah hutan yang sepi, seakan beliau menjaga
kali dan kebetulan hutan tersebut bernama Kalijaga yang berada di daerah
Cirebon.49
Penafsiran lain berpendapat bahwa Kalijaga berarti kemampuan Sunan
Kalijaga dalam menjaga aliran atau kepercayaan yang hidup dimasyarakat.

47
Hamka, Sejarah Umat Islam IV, (Jakarta, Bulan Bintang, 1981) h. 139-140
48
Dewi Evi Anita, Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa (Semarang, Wahana Akademika Vol. 1 No. 2, Oktober
2014) h. 259
49
Ibid

44
Beliau tidak antipati terhadap semua aliran atau kepercayaan yang tidak sesuai
dengan Islam, tetapi dengan penuh kebijaksanaan aliran-aliran kepercayaan
yang hidup dalam masyarakat tersebut dihadapi dengan penuh toleransi.
Konon menurut cerita memang Sunan Kalijaga adalah satu-satunya Wali yang
faham dan mendalami segala pergerakan dan aliran agama yang hidup dalam
masyarakat.50
Wayang adalah sebagai media dakwah yang senantiasa dipergunakan
oleh Sunan Kalijaga dalam kesempatan dakwahnya di berbagai daerah, dan
wayang pada saat itu merupakan media yang efektif, dapat menarik simpati
rakyat terhadap agama. Peranannya dalam bidang politik pemerintahan sudah
mulai sejak awal berdirinya Kasultanan Demak sampai akhir Kasultanan. Dalam
rangka dakwah Islam maka fungsi Waliyul Amri adalah memberi nasihat
tentang pelaksanaan pemerintahan agar senantiasa dijiwai ruh ke-Islam-an.
8. Sunan Muria
Sunan Muria dikenal dengan Raden Prawoto. Nama lainnya adalah
Raden Said bin Raden Syahid. Sunan Muria adalah seorang sufi/ahli tasawuf.
Beliau mengajarkan santrinya untuk menyelami tasawuf. Sunan Muria memiliki
cermin pribadi yang menempatkan rasa cinta kepada Allah. Sepanjang
hidupnya diperuntukkan memuji kesebasaran Allah.
Kediaman di pesantren Sunan Muria terletak di kaki gunung Muria yang
mengawal keselamatan pantai utara Pulau Jawa di Tanjung Jepara, Jawa
Tengah. Di bawah bimbingan beliau orang-orang membenamkan dirinya untuk
berdzikir kepada Allah. Beliau selalu mengucapkan kalimat thoyyibah dan
kalimat risalah. Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah.51
Sunan Muria, dalam menebarkan Islam di Jawa menggunakan
pendekatan seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Tradisi yang ada bukan
dimusnahkan, tetapi diberi warna Islam. Seperti upacara selamatan yang

50
Ridin Sofwan, 2004, Islamisasi Di Jawa Penyebaran Islam di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar, h.
90-91
51
Tamar Djaya, 1965, Pusaka Indonesia-Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air, Bulan Bintang, Jakarta, h. 65

45
dilakukan orang Jawa pada waktu itu tetap dipelihara. Para Wali telah
mengubah beberapa lakon pewayangan yang isinya membawa pesan Islam.
9. Sunan Bonang
Ajaran yang terdapat dalam primbon Sunan Bonang yaitu mengajarkan
ilmu fiqih, tauhid dan tasawuf yang lengkap dan tersusun rapi menurut ajaran
aqidah Ahlussunnah wa al-Jamaah dengan mazhab Syafi’i. Primbon tersebut
disamping berisikan tauhid juga melarang pembaca berbuat syirik. Primbon
tersebut ditutup oleh Sunan Bonang dengan nasihat “hendaklah perjalanan
lahir batinmu menurut jalan-jalan syariat, cinta, serta meneladani Rasulullah
SAW.“52 Dengan demikian jelas Sunan Bonang dapat digolongkan dalam
golongan Ahlussunnah wa al-Jamaah.
Sunan Bonang dalam dakwahnya berusaha memasukan pengaruh Islam
ke dalam kalangan bangsawan keraton Majapahit. Sunan Bonanglah yang
memberikan didikan Islam kepada Raden Patah, sultan Demak pertama. Raden
Patah ini adalah putra Brawijaya V (Raja Majapahit).
Pada masa hidupnya Sunan Bonang termasuk penyokong dari kerajaan
Demak dan ikut pula membantu pendirian masjid di kota Bintoro Demak.
Filsafat ketuhanan Sunan Bonang yaitu iman, tauhid dan makrifat terdiri dari
pengetahuan yang sempurna. Maksudnya bahwa kesempurnaan barulah akan
tercapai hanya dengan terus menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang
tidak mempunyai gerakan sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan
sendiri dan segala geraknya itu datang dari Allah.
Sunan Bonang adalah pencipta gending Darma. Sunan Bonang berusaha
mengganti nama-nama hari nahas menurut kepercayaan Hindu dan nama-
nama dewa Hindu dan nama-nama malaikat dan nabi-nabi menurut agama
Islam.

52
Muhammad Syamsu AS, 1999, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, PT. Lentera Basritama,
jakarta, h. 37-38

46
Para Wali meskipun hidupnya tidak sezaman, tetapi dalam pemilihan dakwahnya
tidak sembarangan. Penentuan tempat dakwahnya dipertimbangkan pula dengan faktor
strategi yang sesuai dengan kondisi zamannya. Jika kita perhatikan dari kesembilan wali
dalam pembagian wilayah kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan
geostrategis yang mapan. Kesembilan wali tersebut membagi kerjanya dengan rasio
5:3:1.

Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para Wali. Disini ditempatkan 5 Wali,
dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali
perintis, mengambil wilayah dakwah Gresik. Setelah Maulana Malik Ibrahim wafat wilayah
ini dikuasai oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi dakwahnya di Surabaya.
Sunan Bonang sedikit ke Utara di Tuban. Sedangkan Sunan Drajat di Sedayu.

Jika diperhatikan posisi wilayah yang dijadikan basis dakwah kelima Wali tersebut,
kesemuanya mengambil tempat kota bandar perdagangan atau pelabuhan. Pengambilan
posisi pantai ini adalah ciri Islam sebagai ajaran yang disampaikan oleh para da’i yang
mempunyai profesi pedagang. Berkumpulnya lima Wali di Jawa Timur adalah karena
kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri di Kediri dan Majapahit
di Mojokerto. Pengambilan posisi di pantai ini, sekaligus melayani atau berhubungan
dengan pedagang rempah-rempah di Indonesia Timur. Sekaligus juga berhubungan
dengan pedagang beras dan palawija lainnya, yang datang dari pedalaman wilayah
kekuasaan Kediri dan Majapahit.

47
BAB III

PENUTUP / KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat kita pelajari bagaimana perkembangan islam dan
perkembangan dakwah Islamiyah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, Khulafaur
Rasyidin dan Wali Sanga. Yang mana pada dasarnya perkembangan dakwah itu
berkembanga sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, letak geografis dan
kebudayaan yang dianutnya. Begitu pula dengan metode dan materi dakwah yang
disampaikan harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena dakwah itu akan
lebih mudah diterima oleh masyarakat apabila disampaikan sesuai dengan Bahasa
mereka. Bahasa di sini bukan hanya berarti Bahasa verbal, namun lebih kepada
perkembangan zaman.

Metode dakwah Rasulullah SAW yang berjalan pada periode Makkah dan Madinah,
mungkin masih relevan dengan kondisi saat ini. Namun perlu adanya modifikasi dan
inofasi dakwah agar dakwah berjalan seiring dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi.
Sehingga, dakwah bukan sekedar ceramah dari satu mimbar ke mimbar yang lain, tapi
bisa dilaksanakan secara virtual melalui media social yang bisa menjangkau lebih banyak
madú.

Begitu pula dengan metode dakwah pada masa khulafaur rasyidin, bagaimana
dakwah itu menyentuh segala aspek kehidupan masyarakat mulai dari kehidupan social,
ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya. Semua sarana dakwah tersebut dapat
dikembangkan melalui tekhnologi digital yang dapat digeggam oleh kaum muslimin dalam
satu gengaman dan bisa diakses kapan saja dan di mana saja sesuai dengan
kehendaknya.

Begitu pun dengan metode dakwah wali sanga yang menjadikan budaya dan
kesenian sebagai media dakwah, yang sampai saat ini masih sangat relevan untuk
dikembangkan oleh para ulama atau para dai’ dalam menyebarkan dan mendakwahkan
islam.

48
DAFTAR PUSTAKA

Achiriah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2018) h. 107

Anita, Dewi Evi, Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa (Semarang, Wahana


Akademika Vol. 1 No. 2, Oktober 2014)

Djaya, Tamar, Pusaka Indonesia-Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air,


(Jakarta: Bulan Bintang, 1965)

Hamka, Sejarah Umat Islam IV, (Jakarta, Bulan Bintang, 1981) h. 139-140

Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam J. 1, c. 2 (Jakarta: Kalam


Mulia, 2006), h. 393-394.

Hasyim, Umar, Sunan Giri, (Kudus: Menara Kudus, 1979)

Ibrahim, Hasan, op.cit., h. 401-402.

Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Rosda


Bandung, 1988)

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UIPress, 1984)

Nasution, Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka


Riau, Cet. 3, 2013)

Rahman, Fazkur, Islam (Bandung: Pustaka, 1984)

Sofwan, Ridin, Islamisasi Di Jawa Penyebaran Islam di Jawa Menurut Penuturan


Babad, (Pustaka Pelajar: 2004)

Sumber: https://www.bacaanmadani.com/2018/02/strategi-dan-subtansi-
dakwah-khulafaur.html diakses tgl. 20/06/22

Syamsu AS, Muhammad, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya,


(Jakarta, PT. Lentera Basritama: 1999)

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

Zubaidah, Siti, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016)

49

Anda mungkin juga menyukai