Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 10

“Pendekatan pemahaman hadis”

Disusun Oleh :
NAMA : KHALIQI AL KHARIDI (3042019002)
PRODI : ILMU HADIST
MATA KULIAH : STUDI HADIS DI INDONESIA
DOSEN PENGAMPU : NUR RAIHAN,M.Us
A. Pendahuluan
Hadis merupakan sumber kedua setelah Al Qur'an. Namun Hadis memiliki beberapa karakteristik khusus yang berbeda dengan al-

Qur'an. Untuk itulah, pemahaman hadis menuntut perhatian terhadap beberapa karakteristik tersebut. Hal ini menimbulkan

beberapa Masalah metodologis yang harus diperhatikan dalam memahami hadis Nabi. Masalah tersebut terdiri dari tiga hal Yaitu:

• Pertama, Mayoritas hadis bersifat ahad atau tidak mencapai derajat mutawatir. Ini artinya bahwa Keaslian hadis tidak bisa

mencapai derajat kepastian (Qat'i al-thubut). Sebaliknya, Keaslian hanya bersifat belum pasti(Zanni al-thubhut). Sedangkan

jumlah hadis yang mencapai derajat mutawatir yang berarti Qat'I al-thubut (Kepastian) sangat kecil.

• Kedua, Hadis memiliki hubungan khusus dengan Al-qur’an. Hadis sebagai pemberi penjelasan terhadap Isi al-qur’an, karna

itulah hadis tidak bisa dilepaskan dari Al-qur’an. Dari pernyataan ini bisa dikatakan Hadis hanya bersifat pelengkap terhadap

Al-qur’an bukan sebagai sumber primer.

• Ketiga, Hadis lahir dalam konteks dan fungsi Nabi Muhammad yang beraneka ragam dalam sejarah Baik itu sebagai Rasul

yang menyampaikan wahyu dan risalah Islam maupun sebagai manusia biasa dan kepala rumah tangga.
B. Kriteria Penerimaan Hadis sebagai Sumber ajaran

❖ Pendapat tentang unsur-unsur hadith sahih disepakati oleh semua penulis hadis di Indonesia, Bahwa kaedah minor dan kaedah

mayor untuk sanad adalah sebagai berikut :

a) Unsur kaedah yang pertama, sanad bersambung, mengandung Poin-poin: (a) mutasil, (b) marfu'; (c) mahfuz dan (d)

bukan ma’allal

b) Unsur kaedah yang kedua, periwayat bersifat adil, mengandung Poin-poin: (a) beragama Islam; (b) mukallaf,(c)

melaksanakan ketentuan agama Islam, dan (d) memelihara muru’a;

c) Unsur kaedah yang ketiga, periwayat bersifat dhabit, mengandung Poin-poin: (a) hafal dengan baik hadis yang

diriwayatkannya; (b) mampu dengan baik menyampaikan riwayat hadis yang dihafalnya kepada orang lain; (c) terhindar

dari syaz ; (d) terhindar dari 'illa."


❖ Dalam pandangan Ismail, selagi kaedah mayor dan minor dalam penelitian sanad diterapkan secara benar dan cermat, maka penelitian

tersebut akan menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi. Ismail menibandingkan kaedah ke-sahihan sanad hadis dengan kritik ekstern

dalam ilmu sejarah. Menurutnya, ketentuan dasar dari keduanya memang terdapat perbedaan, namun pada tahap berikutnya terdapat

kesejalanan. kemudian Ismail menyebutkan pendapat jumhur ulama tentang tanda-tanda hadith yang palsu, yang dapat dijadikan tolak

ukur ke-sahihan matan. Yaitu: (1) susunan bahasanya rancu, (2) isinya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit

diinterpretasikan secara rasional; (3) isinya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam; (4) isinya bertentangan dengan hukum

alam (sunnatullah); (5) isinya bertentangan dengan sejarah. (6) isinya bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an ataupun hadith

mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti; dan (7) isinya berada di luar kewajaran dari perun juk umum ajaran Islam.

❖ Dalam melakukan penelitian matan, Ismail mengingatkan bahwa sekalipun poin-poin tolok ukur tersebut tampak telah cukup

menyeluruh, tetapi tingkat akurasinya ditentukan juga oleh ketepatan metodologis dalam penerapannya. Untuk itu, kecerdasan,

keluasan pengetahuan, dan kecerdasan peneliti sangat dituntut.


❖ Untuk persoalan yang bukan akidah, hadith ahad yang sahih disepakati oleh para ulama sebagai hujjah. Untuk hadis hasan, ulama

berbeda pendapat, sebagian dapat menerima dan sebagian yang lain menolak. Sedangkan untuk hadis daif, mayoritas para ulama

menolaknya sebagu hujjah. Namun demikian, terdapat kalangan ulama yang menerima hadith da’if sebagai hujjah, dengan beberapa

ketentuan. (a) isinya berkenaan dengan kisah, nasihat, keutamaan dan sejenisnya, dan tidak berkaitan dengan sifat sifat Allah, tafsir

ayat al-Qur'an, hukum halal haram dan seba gainya; (b) ke-da'ifannya tidak parah; (c) ada dalil lain yang menjadi pokok bagi hadith

tersebut; (d) niat pengamalannya atas dasar kehati-hatian.


C. Hubungan hadis dengan al-qur’an
❖ Pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di

atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang

digariskan.

❖ Hadis memiliki hubungan yang sangat erat dengan al Qur'an. M. Amin Suma mengibaratkan hubungan keduanya dengan dua kalimat

syahadat yang saling tergantung. Atau seperti keterkaitan antara anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) dalam

sebuah organisasi.

❖ Al-Awza’I berpendapat bahwa kebutuhan al-qur’an terhadap hadis lebih besar dari pada kebutuhan hadis kepada al-qur’an.hadis

katanya tanpa Al-qur’an bisa diamalkan,tetapi al-qur’an tanpa hadis agak mustahil dipraktekkan.

❖ M.amin suma bersikeras untuk mengesampingkan hadis tersebut alasannya bahwa al-qur’an lebih tinggi derajatnya dari pada

hadis.juga pendapat senada dikemukakan oleh A.qodri azizy seperti telah dikemukakan sebelumnya.
D. Teks Dan Konteks Dalam Memahami Hadis
❖ Untuk menangkap makna yang terkandung didalamnya,seseorang pembaca harus berhadapan langsung dengan teks tertulis itu sendiri

dan dengan berbagai hal yang melingkupi atau konteks teks tersebut.Sebagai implikasinya,perbedaan asumsi tersebut melahirkan

pendekatan yang berbeda dalam memahami hadis nabi.

❖ Syuhudi ismail mengungkapkan Hadis nabi salah satu sumber utama agama islam disamping Al-qur’an yang mengandung ajaran yang

bersifat universal,temporal dan lokal.Karna itulah,mungkin saja suatu hadis tertentu lebih tepat dipahami secara tersurat(Tekstual)

❖ Dalam pengamatan M. amin abdullah dua tipologi pemahaman ulama dan umat islam terhadap hadis :tekstual dan

kontekstual.Pertama,pemahaman yang mempercayai hadis sebagai sumber kedua ajaran islam tanpa memperhatikan prosses

sejarahnya.Kedua, pemahaman yang mempercayai hadis sebagai sumber ajaran kedua tetapi dengan kritis konstrktif

mempertimbangkan asal-usul hadis tersebut.para ulama bersepakat bahwa dalam memahami teks-teks keagamaan harus dikaitkan

dengan asbab al-nuzul atau asbab al-wurud,para ulama berbeda paham.Karna itulah,pemahaman kontekstual terhadap hadis tidak

hanaya menggunakan satu pendekatan tetapi bisa juga menggunakan beranekaragam pendekatan Berikut berbagai pendekatan tersebut :
❖ Pendekatan Bahasa

Nabi Muhammad dalam menyampaikan berbagai hadis dengan bahasa arab selalu dalam susunan yang baik dan benar. Pendekatan bahasa

dalam penelitian matan akan sangat membantu dalam kegiatan penelitian yang berkaitan berhubungan kandungan petunjuk dari matan hadis

yang bersangkutan. Salah satu sebab terjadinya perbedaan lafaz pada matan hadis yang semakna adalah karena dalam periwayatan hadis

telah terjadi periwayatan secara makna .Menurut ulama hadis, perbedaan lafaz yang tidak mengakibatkan perbedaan makna, asalkan

sanadnya sama-sama sahih, maka hal itu masih dapat ditoleransi. Dari sinilah penelitian makna hadis dengan menggunakan pendekatan

bahasa menjadi penting. Pendekatan bahasa dalam memahami hadis dilakukan apabila dalam sebuah matan hadis terdapat aspek-aspek

keindahan bahasa ( balaghah) yang memungkinkan mengandung pengertian majazi ( metaforis ) sehingga berbeda dengan pengertian haqiqi.

❖ Pendekatan Historis

Memahami hadis dengan memperhatikan dan mengkaji situasi atau peristiwa sejarah yang terkait dengan latar belakang munculnya hadis.

Pemahaman hadis dengan pendekatan historis dapat dilihat misalnya dalam memahami hadis tentang hukum rajam, sebagai salah satu produk

hukum islam yang sampai saat ini masih dianggap perlu untuk diberlakukan menurut sebagian fuqaha’.
❖ Pendekatan Sosiologis

Memahami hadis nabi dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan kondisi dan situasi masyarakat pada saat munculnya

hadis. pendekatan sosiologis terhadap hadis juga mempelajari bagaimana dan mengapa, tingkah laku sosial yang berhubungan dengan

ketentuan hadis sebagaimana kita lihat. Sikap dasar sosiologis adalah ‘kecurigaan’. Penguasaan konsep-konsep sosiologi dapat memberikan

kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektifitas hadis dalam masyarakat, sebagai sarana untuk merubah masyarakat

agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu yang lebih baik..

❖ Pendekatan Sosio-Historis

Pemahaman hadis dengan pendekatan sosio-historis adalah memahami hadis dengan melihat sejarah sosial dab setting sosial pada saat dan

menjelang hadis tersebut disabdakan.Pendekatan sosio-historis dapat diterapkan, misalnya dalam memahami hadis tentang larangan

perempuan menjadi pemimpin. Pendekatan sosio-historis di atas, didukung juga oleh pencarian petunjuk hadis dengan mengkaitkan pada

kapasitas Nabi saat menyabdakan hadis, apakah sebagai seorang rasul, kepala negara, panglima perang, hakim, tokoh masyarakat atau

seorang pribadi manusia biasa, merupakan sesuatu yang sangat penting sebagaimana yang dikatakan oleh Mahmud Syaltut: “ mengetahui

hal-hal yang dilakukan oleh Nabi dengan mengaitkan pada fungsi Nabi ketika hal itu dilakukan sangat besar manfaatnya.”
❖ Pendekatan Antropologis

Pemahaman hadis dengan pendekatan antropologis adalah memahami hadis dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat, tradisi dan budaya yang berkembang dalam masyarakt pada saat hadis itu disabdakan. Pemahaman hadis

dengan antropologis bahkan sudah diterapkan Nabi SAW.

❖ Pendekatan Psikologis

Yang dimaksud dengan pendekatan psikologis disini adalah pendekatan yang menekankan pada kondisi kejiwaan objek atau kepada siapa

sebuah hadis ditujukan.Pendekatan ini perlu dilakukan mengingat Nabi saw. terkadang memberikan jawaban yang berbeda-beda terhadap

satu pertanyaan yang sama. Dalam masalah ini, maka pendekatan yang paling tepat digunakan dalam memahami hadis-hadis tersebut yaitu

dengan pendekatan psikologi.

❖ Pendekatan Geografis

Pendekatan geografis dalam memahami hadis adalah upaya kontekstualisasi pemahaman hadis dengan melihat realitas dan kondisi geografis.

Kondisi keografis ini bisa juga dipahami sebagai keadaan suatu tempat, baik itu cuaca, letak atau tempat, bahkan musim tertentu.
SEKIAN

DAN

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai